Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
MODEL PROJECT CITIZEN DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA oleh : Eka Jayadiputra Prodi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara, Bandung
ABSTRACT Research background as a writer I am concern to look about the reality of our civic education study learning where is the material not so completed to the student needs. Sometimes the students get bored and not so motivated when they want to study, passive in learning process without full of experiencing of the students. With that, we need to develop learning process which is help the student could solve the problem. One of the strategy of learning process to develop critical thinking is Project Citizen. Method for this research do with Quasi Experiment Method. Instrument analysis in this research consist of question validity, realibility test from questionnaire with semantic differensial Osgood scale, interview, observation, and document study. The result show that project citizen model there are significant differences between students citizenship skills that use the model citizen with a project without treatment for 84,5% with students critical thinking and democration concept. Keywords: project citizen, civic education, critical thinking.
Pendahuluan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran di persekolahan yang mempunyai kontribusi penting dalam membentuk dan mewujudkan warganegara yang cerdas seperti diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu smart and good citizenship. Hal ini diperkuat oleh visi Pendidikan Nasional (UU No.20 tahun 2003) bahwa aspek kepribadian warganegara yang perlu dikembangkan adalah menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman. Selain itu dalam Standar Isi (Permen No.22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Permen No.23 Tahun 2006) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang Cerdas, terampil, dan berkarakter. Lebih lanjut Djahiri (2006:173) mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan social yang terintegrasi yang diharapkan dapat melahirkan warga negara yang cerdas, kritis, bertanggung jawab, terampil dan partisipasif dalam pengambilan keputusankeputusan publik, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Terlebih tantangan globalisasi di abad modern ini menuntut setiap orang menjadi warganegara abad 21. Cogan & Derricott (1998:116) mengatakan bahwa karakteristik yang harus dimiliki warganegara di abad 21 ini yaitu: 1) kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global; 2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat; 3) kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya; 4) kemampuan berpikir kritis dan sistematis; 5) kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; 6) kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungannya; 7) memiliki
11
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia seperti hak kaum wanita, minoritas, dan lain-lain; 8) kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintah lokal, nasional, dan internasional. Untuk mewujudkan berbagai tujuan tersebut di atas, salah satu jalan yang bisa ditempuh yakni melalui pendidikan. Berbicara mengenai pendidikan secara otomatis akan berkaitan dengan proses pembelajaran di persekolahan. Sekolah sebagai komponen utama pendidikan perlu memperhatikan kegiatan pembelajaran yang berlangsung, apakah sesuai atau tidak dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Menurut Fajar (2004:15) kegiatan pembelajaran perlu: (1) berpusat pada siswa; (2) mengembangkan kreativitas siswa; (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang; (4) bermuatan nilai, etika, estetika, dan kinestetika; (4) menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Namun demikian, jika melihat realita pembelajaran PKn saat ini di Indonesia menurut pengamatan Kerr (1999:5-7) menunjukkan kategori minimal yang hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan yang bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran, dan hasilnya mudah diukur. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Winataputra dan Budimansyah (2007:121) yang mengemukakan tiga sumber kegagalan pengembangang civic education, yaitu: 1) penggunaan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum pendidikan dijabarkan secara kaku dan konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka di kelas yang sangat dominan, sehingga guru tidak bisa berimprovisasi secara kreatif untuk melakukan aktivitas lainnya selain pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat; 2) pelaksanaan pembelajaran PKn yang lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi kognitif mengakibatkan porsi peningkatan dimensi lainnya menjadi terbengkalai, disamping keterbatasan media pembelajaran; 3) pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kognitif berimplikasi pada penilaian yang juga menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja, sehingga mengakibatkan guru harus selalu mengejar target pencapaian materi. Selain itu, menurut Wahab & Sapriya (2008) “selama ini siswa beranggapan pelajaran PKn itu tidak menarik dan membosankan”. Kesan ini timbul dikarenakan secara substansif pelajaran PKn kurang menyentuh kebutuhan siswa. Guru kurang memunculkan permasalahan aktual yang dihadapi siswa sebagai masyarakat muda dan mengarahkan siswa untuk bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya agar bisa mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Padahal kalau dicermati lebih mendalam, objek kajian Pendidikan Kewarganegaraan adalah masyarakat dengan segala dinamikanya yang seharusnya menarik dan menantang untuk dipelajari. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, proses pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah “critical thinking oriented and problem solving oriented modes” (CCE:1992-2000). Sebab, siswa yang hanya menguasai konsep saja tanpa disertai dengan kemampuan berpikir kritis terkadang sulit mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari (Lie:2002). Saat ini secara adaptif di Indonesia dikembangkan model praktik belajar kewarganegaraan kami bangsa Indonesia atau biasa disebut Project Citizen yang di dalamnya terdapat portofolio hasil belajar siswa. Project citizen merupakan satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil. Tujuan Project citizen adalah untuk memotivasi dan memberdayakan para siswa dalam menggunakan hak dan tanggung jawab kewarganegaraan yang demokratis melalui penelitian yang intensif mengenai masalah kebijakan publik di sekolah atau di masyarakat tempat mereka berinteraksi (Budimansyah, 2009:1-2). Pada dasarnya Prozect Citizen dikembangkan dari model pendekatan berpikir kritis atau reflektif sebagaimana dirintis oleh John Dewey (1900) dengan paradigm “how we think” atau model reflective inquiry yang dikemukakan oleh Barr, dkk (1978) dalam Budimansyah, (2009:10).
12
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Mengacu pada berbagai teori yang telah dikemukakan di atas, dan berdasarkan berbagai penemuan pada penelitian sebelumnya project citizen merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran PKn melalui proses belajar konstruktif yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir dan membentuk warganegara yang demokratis, smart and good citizen. Fokus Masalah Fokus masalah yang dikaji secara umum mengenai Project Citizen dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Selanjutnya disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh keterlibatan siswa dalam mengidentifikasi masalah-masalah demokrasi terhadap peningkatatan keterampilan berpikir kritis siswa? 2. Seberapa besar pengaruh aktivitas siswa dalam kegiatan memilih masalah tentang demokrasi untuk kajian kelas terhadap keterampilan berpikir kritis siswa? 3. Seberapa besar pengaruh keterlibatan siwa dalam mengumpulkan informasi tentang masalah-masalah demokrasi yang akan dikaji terhadap keterampilan berpikir kritis siswa? 4. Seberapa besar pengaruh keterlibatan siswa dalam mengembangkan portofolio kelas terhadap keterampilan berpikir kritis siswa? 5. Seberapa besar pengaruh keterlibatan siswa dalam menyajikan portofolio kelas tentang masalah demokrasi terhadap keterampilan berpikir kritis siswa? 6. Seberapa besar pengaruh keterlibatan siswa dalam merefleksikan pengalaman belajarnya terhadap keterampilan berpikir kritis siswa? 7. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran Project Citizen dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional? Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode quasi eksperimen “the nonequivalent control group design”. Pada design ini kelompok eksperimen maupun kelompok control tidak dipikih secara random (Schumcher & Millan, 2001:459). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri I lembang kelas VIII. Sampel dibagi dalam dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menggunakan model project citizen dan kelompok control menggunakan model pembelajaran konvensional. Terhadap dua kelompok tersebut diberikan pre test-post test untuk melihat pengaruh penggunaan model project citizen terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Instrument penelitian yang digunakan adalah angket skala semantic differential dari Osgood, observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik pengolahan data penelitian menggunakan uji statistic dengan metode successive interval (MSI) untuk mentransformasikan data dan merubah data yang berskala ordinal menjadi skala interval. Kerangka Teoritis Model Project Citizen Dalam ensiklopedi Indonesia (Jilid 4), dijelaskan bahwa model merupakan kata pengecil dari “modo” yang artinya sifat, cara dan representasi kecil dari suatu benda atau keadaan untuk mengembnagkan, menjelaskan atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya. Model yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran PKn adalah model Project Citizen.
13
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Model Project citizen merupakan salah satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (Budimansyah, 2009:1). Model ini pertama kali digunakan di California pada tahun 1992 dan kemudian dikembangkan menjadi satu program nasional oleh Center For Civic Education (CCE) dan Konferensi Nasional Badan Pembuat Undang-Undang Negara pada tahun 1995. Selanjutnya secara paradigmatik model ini diadaptasi di Indonesia dari “We the People….Project Citizen” yang dikembangkan oleh Center for Civic Education (CCE) Calabas, dan dalam 15 tahun terakhir ini telah diadaptasi di sekirar 50 negara di dunia. Di Indonesia model ini dikenal dengan Model Projek Belajar Kewarganegaraan… Kami Bangsa Indonesia (PKKBI), yang mulai dirintis pengembangannya di sekolah dasar dan menengah. Sebagai model pembelajaran, dipilih topik generik “Public Policy” (Kebijakan Publik), yang memang berlaku di negara manapun. Misi dari model ini adalah mendidik para siswa agar mampu menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik dalam konteks proses demokrasi, dan dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warganegara muda mencoba memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas warganegara yang “cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab”. Sebagai suatu inovasi model project citizen dilandasi oleh Empat pilar pendidikan yakni learning to do, learning to know, learning to be, learning to live together); Pandangan Konstruktivisme; Democratic teaching dan beberapa prinsip pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang meliputi Prinsip Belajar Siswa Aktif, Kelompok Belajar Kooperatif, Pembelajaran Partisipatorik, Reactive Teaching (Budimansyah, 2002:4, 8-13). Fokus perhatian dari model ini adalah pengembangan “civic knowledge (pengetahun kewarganegaraan), civic dispositions (kebajikan kewarganegaraan), civic confidence (kepercayaan diri kewarganegaraan), civic commitment (komitmen kewarganegaraan), civic competence (kompetensi kewargenagaraan)” yang bermuara pada berkembangnya well-informed, reasoned, and responsible decision making (kemampuan mengambil keputusan, berwawasan, bernalar dan bertanggung jawab)”. Langkah-Langkah Pembelajaran Model Project Citizen, yaitu: 1) Mengidentifikasi Masalah, 2) Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas, 3) Mengumpulkan informasi yang terakit pada masalah itu, 4) Mengembangkan portofolio kelas, 5) Menyajikan portofolio dihadapan dewan juri, 6) Melakukan refleksi pengalaman belajar. Keterampilan Berpikir Kritis Robert Ennis (1991) dalam Hassoubah (2004:87) memberikan definisi berpikir kritis adalah “berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan”. Berdasarkan definisi tersebut, Ennis mengatakan bahwa “untuk dapat menguasai proses berpikir kritis ada baiknya terlebih dahulu mengenal kecenderungan dan kemampuan untuk menentukan apa yang mesti dipercayai atau dillakukan”. Menurut R.H Ennis (Hassoubah, 2004:91) bentuk kecenderungan ini terdiri atas tiga belas komponen yaitu: “(1)mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan, (2) mencari atau menganalisis argumen, (3) berusaha mengetahui informasi dengan baik, (4) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, (5) memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan yang berkaian dengan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) berusaha tetap relevan dengan ide utama, (7) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar, (8) mencari alternatif, (9) bersikap dan berpikir terbuka, (10) mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu, (11) mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan, (12) bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalaha, (13) peka terhadap tingkat keilmuan dan keahlian orang lain”. Sedangkan aspek kemampuan menurut Ennis (Hassoubah, 2004:92) adalah keterampilan untuk: “(1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari
14
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikais bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan”. Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek intuitif dan rasional. Pemahaman umum mengenai berpikir kritis, sebenarnya adalah pencerminan dari apa yang digagas oleh John Dewey sejak tahun 1916 sebagai inkuiri ilmiah dan merupakan suatu cara untuk membangun pengetahuan. Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian didasari oleh analisis data hasil penelitian, hasil uji hipotesis dan keadaan yang terjadi di tempat penelitian. Pembelajaran PKn dengan menggunakan model project citizen memiliki pengaruh positif terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil penelitian, masing-masing komponen yang terdapat dalam model project citizen memiliki besaran korelasi dan pengaruh yang bervariasi terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Untuk lebih jelasnya, perbandingan tiap komponen yang terdapat dalam project citizen bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1 Korelasi Variabel X1-X6 yang Terdapat Dalam Project Citizen Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Korelasi Variabel X1-X6 terhadap Y Korelasi Variabel Project Citizen (X)
Keterampilan Berfikir Kritis (Y)
Mengidentifikasi Masalah (X1)
0.371
Memilih Masalah (X2)
0.249
Mengumpulkan Infromasi (X3)
0.523
Mengembangkan Portofolio (X4)
0.606
Menyajikan Portofolio di Kelas (X5)
0.811
Merefleksikan (X6)
0.884
Sumber : Hasil Pengolahan Data 2010 Dilihat dari besaran koefisien korelasi maka komponen project citizen yang memiliki besaran korelasi paling tinggi yakni pada langkah ke enam yaitu merefleksi pengalaman belajar sebesar 0,884, kemudian menyajikan portofolio sebesar 0,811, mengembangkan portofolio kelas sebesar 0,606, mengumpulkan informasi sebesar 0,523, mengidentifikasi masalah sebesar 0,371, dan terakhir memilih masalah sebesar 0,249. Dengan demikian semua komponen yang terdapat dalam model project citizen memiliki pengaruh positif terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Jika dilihat dari besaran pengaruh masing-masing komponen model project citizen secara parsial, maka komponen yang memiliki koefisien korelasi paling tinggi yaitu pada langkah ke
15
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
enam yaitu merefleksi pengalaman belajar, kemudian menyajikan portofolio, mengembangkan portofolio kelas, mengumpulkan informasi, mengidentifikasi masalah sebesar, dan memilih masalah sebesar. Komponen yang sangat kecil pengaruhnya terhadap keterampilan berpikir kritis yaitu aktifitas mengidentifikasi masalah dan memilih masalah. Namun demikian, hal tersebut tidak mengurangi kebermaknaan proses pembelajaran siswa. Sebab berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, aktivitas siswa dalam kegiatan mengidentifikasi masalah diantaranya berbagi informasi dengan teman, berdiskusi, mencari informasi seputar permasalahan apa yang sedang terjadi yang menarik untuk dikaji, mengumpulkan bahan-bahan materi/permasalahan, mengumpulkan informasi seputar permasalahan yang akan dikaji, bermusyawarah mengenai masalah apa yang menjadi bahan kajian kelas. Dari sejumlah aktivitas tersebut terlihat bahwa melalui project citizen siswa dituntut untuk bisa peka terhadap permasalahan yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, siswa tertantang untuk bisa melihat kenyataan yang terjadi di lingkungan sekitar dan mengkritisinya. Perbedaan pembelajaran project citizen dengan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa perbedaan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan project citizen dengan pembelajaran konvensional. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2
Perbedaan Model Pembelajaran Konvensional Dengan Model Project Citizen Pada PKn Aspek
Model Konvensional
Tujuan yang ditekankan
Penguasaan materi sesuai kurikulum yang ada
Landasan pemikiran
Transfer Pengetahuan, siswa ibarat botol kosong yang harus di isi penuh
Model Project Citizen Pencapaian seluruh kompetensi siswa Empatt pilar pendidikan (learning to do, learning to know, learning to be, learning to live together); Pandangan konstruktivisme Democratic teaching
Materi, Metode, Media dan Sumber Pembelajaran
Ti Kurang bervariatif
Multi materi, multi metoda, multimedia dan multi sumber baik buku maupun masyarakat Prinsip belajar siswa aktif
Prinsip Pembelajaran
Penyampaian semata
materi
Kelompok belajar kooperatif Pembelajaan partisipatorik Reactive teaching
Pendekatan yang dipakai
Pendekatan konvensional
Pendekatan contekstual teaching and learning
Domain yang ditekankan
Aspek kognitif saja
Aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta civic kompetences
Prinsip penilaian
Hanya berupa tes kognitif diakhir pembelajaran
Penilaian selama proses pembelajaran dari awal sampai akhir dan mencakup ketiga domain
Sumber: Dari berbagai sumber & Hasil penelitian 2010
16
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Berdasarkan tabel di atas, hasil pembelajaran antara kelas kontrol yang menggunakan model konvensional dengan kelas eksperimen yang menggunakan model Project Citizen jelas akan berbeda. Implementasi model project citizen sangat berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa. Melalui model pembelajaran ini, seluruh rangkaian pembelajaran melibatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Tidak hanya aspek kognitifnya saja yang diasah tetapi juga aspek afektif dan psikomotoriknya. Siswa diajak untuk peka terhadap permas alahan-permasalahan social yang ada di lingkungan sekitarnya. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dilihat dari keterampilan intelektual siswa dalam berpikir kritis pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan seperti keterampilan dalam memecahkan masalah sosial. Hal lain yang bisa dicermati bahwa pembelajaran project citizen juga dapat merangkum civic knowledge seperti yang dikemukakan Branson (1999:4) bahwa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewargenageraan), dan Civic Disposition (watak kewarganegaraan). Komponen pertama, yaitu civic knowledge berkaitan dengan “nilai apa yang harus diketahui oleh warganegara” (Branson, 1999:8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan kata lain pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner yang memuat materi pengetahuan kewarganegaraan tentang hak dan tanggung jawab warganegara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan pada hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Komponen kedua, civics skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keterampilan intelektual bisa dilihat dari perwujudan seseorang dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya melakukan aksi demontrasi secara tertib dan damai dalam menganggapi kebijkaan pemerintahan yang dirasa kuarang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Sedangkan keterampilan berpartisipasi dapat dilihat dari perwujudan seseorang dalam menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum dan pemerintahan. Komponen ketiga, civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan) yang merupakan komponen yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan merupakan “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan demikian, mengacu kepada visi, misi, dan tujuan pendidikan kewarganeagraan, dimensi ini lebih mendapat penekanan karena akan berengaruh terhadap pembetukan watak, sikap, karakter dan potensi afektif lainnya. Melalui model project citizen kompetensi siswa dapat tergali dan dikembangkan dan siswa memiliki kecenderungan serta kemampuan berpikir kritis yang lebih meningkat. Sehingga akhirnya, siswa mampu merefleksikan ketiga komponen tersebut dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu diharapkan bermakna bagi kehidupan siswa. Pembelajaran dengan mengunakan model project citizen sangat cocok diterapkan pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, karena mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter, setia pada bangsa dan negara Indonesai dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir kritis dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 45. Oleh karena itu, perlu diterapkan pembelajaran yang bermakna, sehingga peserta didik dapat mengembangkan dan menerapkan keterampilan intelektual dan partisipatorinya.
17
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Project Citizen pada pembelajaran Pendidikan Kewarganeagraan terbukti dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Aktivitas peserta didik dalam kegiatan mengidentifikasi masalah diantaranya berbagi informasi dengan teman, berdiskusi, mencari informasi seputar permasalahan apa yang sedang terjadi yang menarik untuk dikaji, mengumpulkan bahan-bahan materi/permasalahan, mengumpulkan informasi seputar permasalahan yang akan dikaji, bermusyawarah mengenai masalah apa yang menjadi bahan kajian kelas. Dari sejumlah aktivitas tersebut, melalui project citizen peserta didik dituntut untuk bisa peka terhadap permasalahan yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya dan memberikan solusi permasalahan. 2. Dalam kegiatan memilih masalah-masalah demokrasi secara parsial pengaruhnya kurang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini terjadi karena faktor waktu yang sangat terbatas sehingga peserta didik kurang optimal dalam malakukan kegiatan ini. Oleh karena itu faktor waktu perlu diperhatikan oleh guru untuk kegiatan pembelajaran project citizen pada waktu yang akan datang. 3. Dalam kegiatan mengumpulkan informasi berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII. Sebab dalam kegiatan ini, setiap siswa dilatih untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri, dan dituntut memiliki keberanian serta keterampilan berkomunikasi secara baik dengan pihak luar. 4. Kegiatan mengembangkan portofolio kelas dalam model Project Citizen berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis, karena melalui kegiatan ini, mereka dibiasakan untuk bisa memecahkan permasalahan dengan mengambil alternative solusi dari permasalahan yang dibahas guna dijadikan kebijakan public, siswa diarahkan menjadi pembelajar mandiri. Siswa dapat mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa yang berbeda, siswa terdorong untuk merancang dan melakukan kegiatan ilmiah, siswa termotivasi untuk menerapkan materi yang telah dipelajari sehingga siswa memiliki “civic competences” berupa civic knowledge (pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan), dan civic disposition (nilai, komitmen, dan sikap kewarganegaraan), serta keterampilan berpikir kritisnya semakin meningkat. 5. Menyajikan portofolio (show case) dalam Project Citizen berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII. Karena melalui kegiatan ini, civic skills siswa berupa keterampilan intelektual dan keterampilan partisipatoris termasuk keterampilan sosial, komunikasi dan personal kewarganegaraan dapat tercapai, sebab salah satu ciri orang yang memiliki keterampilan berpikir kritis adalah mampu mengkomunikasikan ide atau pengetahuan yang diperolehnya kepada orang lain. 6. Merefleksikan pengalaman belajar dalam Project Citizen berpengaruh signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII, karena melalui kegiatan refleksi, siswa mengendapkan apa-apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang baru diterima. Selain itu, siswa juga ikut berperan dalam menanggapi pembelajaran yang telah dilakukannya, apakah menarik, berkesan atau membosankan, sehingga hal ini dapat membantu guru untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran berikutnya. 7. Terdapat perbedaan signifikan antara keterampilan berpikir kritis siswa kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional dan kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Project Citizen. Hal ini dilihat dari tujuan, landasan pemikiran, materi, media, metode, sumber pembelajaran, prinsip pembelajaran, pendekatan yang dipakai, domain yang ditekankan dan prinsip penilaian yang sangat berbeda.
18
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Rekomendasi Merujuk pada kesimpulan penelitian, bahwa model project citizen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, disampaikan kepada pihak-pihak terkait yaitu: 1. Kepada guru-guru Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya model ini dikembangkan di sekolahnya masing-masing supaya siswa tidak merasa bosan dalam belajar dan siswa memiliki kemampuan pengetahuan yang luas. 2. Kepada dinas pendidikan atau kepala sekolah supaya senantiasa mendukung guru dalam melakukan inovasi-inovasi pembelajaran. Selain itu, sarana dan prasana penunjang pembelajaran di sekolah perlu diperhatikan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran serta program pelatihan peningkatan mutu kompetensi guru perlu dilakukan agar tenaga pendidik memiliki kemampuan yang kredibel dibidang pengajaran 3. Kepada lembaga-lembaga pendidikan profesi guru, sebagi lembaga akademik yang berfungsi membina kepribadian calon guru Pendidikan Kewarganegaraan harus tetap memiliki komitmen untuk senantiasa memberikan pencerahan baik berupa pemikiran baru maupun pelatihan-pelatihan berbagai model pembelajaran yang bermanfaat guna menunjang profesionalitas guru.
19
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2003). UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, Cemerlang.
Jakarta:
Azis Wahab, A & Sapriya. (2008). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: UPI Press Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Budimansyah, Dasim. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian berbasis Portofolio. Bandung: PT Ganesindo. _________________. (2009). Kewarganegaraan, UPI.
Inovasi
Pembelajaran
Project
Citizen.
Program
Studi
Budimansyah, D. & Suryadi, K.(2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan. Center For Indonesia Civic Education/CICED. (1999). Democratic Citizens in a Civic Society: Report of the Conference on Civic Education for Civic Society. Bandung: CICED. Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21st Century; An International Perspective on Education. London: Kogan Page. Djahiri, Kosasih. (2006). Pendidikan Nilai Moral dalam dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PKn FPIPS UPI. ______________. (2002). Pembelajaran Ajel Portofolio-Terpadu Multidimensional dan Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS IKIP Bandung. ______________. (2000). Model Pembelajaran Portofolio Terpadu, edisi ke 3. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS IKIP Bandung. Ennis. R.H. (1985). Goals for A Critical Thinking I Curriculum. Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: Association for Suopervisions and Curriculum Development (ASCD) pp. 54-57. Fajar, Arnie. (2005). Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Rosda. Hasoubah, Z.I. (2003). Developing Creative and Critical Thinking Skills (Cara Berpikir Kreatif dan Kritis). Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia. Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and Learning . California: Corwin Press,Inc.Kerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparisson. London: NFER Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison. London: Quality Curriculum Association. Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Granesindo. Marzano, R. J. (1992). Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instuction. Alexandria, Va: ASCD. Millan & Schumcher. (2001). Research in Education a Conceptual Introduction. New York & London: Longman, Inc. Winataputra, Udin S. dan Budimansyah. (2007). Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional, dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Acta Civicus 1, nomor 1 Oktober 2007.
20