Problem-Based Learning sebagai Model Pembelajaran yang Efektif dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Maryon Pangaribuan1,2), I. Nyoman Sudana Degeng2), Ach. Amirudin2) ¹ SMP Negeri 4 Medan ²Pascasarjana Universitas Negeri Malang email :
[email protected] Abstract: The purpose of this article is to examine the effectiveness of Problem-Based Learning model for the critical thinking skills. In this recent years, thinking skills in problem solving has become a very popular in education word. It is seem from the social learning objectives which attempt students to involve with the significant idea, and encourage students to connect what they are learning with their prior knowledge and relate it with current issues today, so the students is able to think critically about whay they are learning and apply them in authentic situation. One useful model to improve critical thinking skills is a problem-based learning model. This model based on the premise that the problem-based learning model aims to enchance student’s critical thinking skills, make students active because it puts learning in real-world problems and make students responsible for their learning. Key Words : Learning Model, Problem-Based Learning, Critical Thinking Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengkaji keefektifan model ProblemBased Learning terhadap keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis dalam memecahkan masalah telah menjadi suatu istilah yang sangat populer dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang berupaya melibatkan siswa dengan ide-ide signifikan, dan mendorong siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan pengetahuan mereka sebelumnya dan mengaitkannya dengan isuisu saat ini, sehingga siswa mampu berpikir kritis dan kreatif tentang apa yang mereka pelajari, dan menerapkannya dalam situasi yang autentik. Salah satu model yang bermanfaat untuk peningkatan keterampilan berpikir kritis adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa model pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, menjadikan pebelajar aktif karena menempatkan
pembelajaran dalam masalah dunia nyata, dan menjadikan siswa bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Problem-Based Learning, Berpikir Kritis
Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Peningkatan mutu pendidikan terlihat pada pergeseran paradigma dalam pembelajaran yang semula bersifat teacher center berubah menjadi student center. Degeng (2013:36) menyatakan “tujuan dari pembelajaran adalah mempengaruhi siswa agar belajar atau membelajarkan siswa. Pembelajaran sebagai upaya membelajarkan siswa, dan proses belajar sebagai pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki sibelajar”. Perubahan ini diharapkan dapat mendorong terjadinya perubahan aktivitas belajar siswa untuk lebih aktif membangun pengetahuannya sendiri. Mata pelajaran IPS yang terintegrasi dengan ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lainnya yang relevan, pada dasarnya memiliki dua tujuan dasar. Joyce (1979) menyatakan bahwa IPS bertujuan untuk: 1) membantu siswa mengenal tentang dunia di mana ia tinggal, dan 2) membantu siswa menjadi warga negara yang aktif. Selanjutnya Banks (1990) menyatakan bahwa IPS bertujuan untuk membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sipil dari
komunitas lokal mereka, bangsa, dan dunia. Hal senada juga dinyatakan oleh Sapriya (2009:12) bahwa IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. Supardan (2015) menyatakan penting untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang demokrasi dengan melibatkan para siswa dalam proses komprehensif menghadapi beberapa dilema, dan mendorong siswa untuk merefleksi masalah-masalah sosial, berpikir kritis, dan membuat keputusan pribadi maupun kelompok berdasarkan informasi dari berbagai perspektif. Hal senada juga dinyatakan Sunal & Haas (2011:53) bahwa pembelajaran IPS yang kokoh merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa dengan ide-ide signifikan, dan mendorong siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan pengetahuan mereka sebelumnya dan mengaitkannya dengan isu-isu saat ini, sehingga siswa mampu berpikir
kritis dan kreatif tentang apa yang mereka pelajari, dan menerapkannya dalam situasi yang autentik. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran IPS di atas diperlukan peningkatan disain pembelajaran yang komprehensif, sehingga pembelajaran social studies/IPS menjadi pelajaran yang kokoh (powerful) dan berbasis pada pembelajaran yang bermakna (meaningful). Qomar (2012:71) menegaskan para siswa dimotivasi, distimulasi, difasilitasi, dan dikondisikan lebih sebagai subjek pembelajaran daripada sekedar objek. Dengan demikian, mereka terlatih berpikir kritis menjadi ideide, gagasan-gagasan, dan pemikiran-pemikiran baru dalam seluruh proses pembelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) dipandang lebih tepat untuk pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang kokoh dan meaningful. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kristis siswa, menjadikan peserta didik aktif, karena menempatkan pembelajaran dalam masalah dunia nyata, dan menjadikan siswa bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka (Hmelo, 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2011:216) yang menyatakan “pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi”. Selain itu Sumarmi (2012:148) juga menyatakan bahwa “pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan dalam memberikan alasan dan berpikir ketika mencari data atau informasi agar mendapatkan solusi terhadap suatu masalah”. Pembahasan Problem-Based Learning Model pembelajaran Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan didukung teori belajar konstruktivistik (Etheringthon, 2011). Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu cara membangun dan mengajar dengan penggunaan masalah tidak terstuktur sebagai stimulus dan fokus pada pembelajaran (Hmelo & Barrows, 2006). Proses pembelajaran dimulai dengan penemuan masalah yang berfungsi sebagai fokus atau stimulus untuk aplikasi pemecahan masalah atau penalaran, serta untuk informasi atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami mekanisme suatu masalah dan bagaimana hal itu dapat diselesaikan (Hamdan dkk, 2014). Savery, (2006) menyatakan problem-based learning merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan pendekatan student centered yang memberdayakan siswa untuk melakukan penelitian, memadukan antara teori dan praktek, mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan siswa untuk memecahkan masalah nyata. Sumarmi, (2012) mendefinisikan problem-based learning sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri yang terlibat
langsung secara aktif pembelajaran berkelompok.
dalam
Hoffman & Ritchie, (1997) mendefinisikan problem-based learning sebagai strategi pedagogis yang berpusat pada siswa yang mencerminkan pada signifikan, kontekstual, dunia nyata, tidak terstruktur yang memfasilitasi sumber daya, bimbingan, instruksi, dan kesempatan untuk refleksi ketika peserta didik mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah. Rusman, (2011) juga menyatakan bahwa problem based learning adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru. Model PBL ini banyak direkomendasikan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan. Duch dkk, (2001) menyatakan bahwa model ini memiliki kemampuan untuk melakukan hal berikut: 1) meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menganalisa dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan dunia nyata; 2) mencari, mengevaluasi, dan menggunakan sumber daya yang tepat dalam proses pembelajaran; 3) bekerja secara kooperatif dalam tim dan kelompok-kelompok kecil; 4) mendemonstrasikan keterampilan komunikasi secara efektif dan efisien, baik lisan maupun tulisan; dan 5) menggunakan muatan pengetahuan dan keterampilan intelektual dalam proses belajar.
Hasil yang diperoleh dari PBL menurut Arends (2008) adalah: 1) untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan penyelidikan dan keterampilan mengatasi masalah; 2) mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan; 3) keterampilan untuk belajar mandiri. Model PBL memiliki beberapa kelebihan dengan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran lainnya. Salah satu kelebihan model PBL menurut Trianto (2009) “model PBL adalah lingkungan belajar yang mengaktifkan sebagian besar prinsipprinsip yang dapat meningkatkan pembelajaran seperti aktif, bekerjasama, umpan balik (feedback)”. Kelebihan model pembelajaran PBL juga dikemukakan oleh Sumarmi (2012). Model pembelajaran PBL bermanfaat untuk: 1) mengembangkan kemampuan berpikir para siswa sehingga tidak hanya tambahan berpikir ketika pengetahuan bartambah, namun di sini proses berpikir merupakan serentetan keterampilan seperti mengumpulkan informasi atau data, membaca data dan lain-lain yang penerapannya membutuhkan latihan dan pembiasaan; 2) membina pengembangan sikap penasaran atau ingin tahu lebih jauh, dan cara berpikir objektif, mandiri, kritis, dan analitis baik secara individu maupun secara kelompok; 3) siswa mampu menghadapi permasalahan di lingkungan sekitarnya sehingga berusaha mengerahkan segala kemampuan untuk memperoleh pemecahan masalah.
Karakteristik model pembelajaran PBL lebih rinci oleh Herman (2012) sebagai berikut. a) pembelajaran bersifat student center; b) pembelajaran dilaksanakan melalui diskusi kelompok kecil dan semua anggota kelompok kecil dan semua anggota kelompok memberikan kontribusi secara aktif; c) diskusi dipicu oleh masalah yang bersifat integrasi interdisiplin yang didasarkan pada pengalaman/kehidupan nyata; d) diskusi secara aktif merangsang siswa untuk menggunakan prior knowledge; e) siswa terlatih belajar mandiri yang dapat menjadi dasar bagi pembelajaran seumur hidup; f) pembelajaran berjalan efektif karena informasi yang dikumpulkan secara mandiri sesuai dengan yang dibutuhkan (need to know basis). Berdasarkan karakteristik yang telah diuraikan, pemecahan masalah merupakan fokus pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Permasalahan yang akan dipecahkan bersifat autentik. Hal ini sesuai dengan pendapat Graft dan Kolmos (2003) yang mengemukakan bahwa “PBL merupakan metode pembelajaran yang memulai belajar siswa dengan menciptakan kebutuhan untuk memecahkan masalah autentik”. Masalah autentik digunakan sebagai stimulus dalam pembelajaran. Permasalahan tersebut merupakan modal utama yang dapat mendorong siswa mengumpulkan informasi dalam memecahkan masalah. Dengan menggunakan permasalahan yang autentik, siswa dapat mengaitkan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata yang terjadi di lingkungan sekitarnya, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
Arends (2008) mengemukakan ada lima tahapan pembelajaran dalam model pembelajaran PBL, yaitu: 1) memberikan orientasi permasalahan kepada siswa, 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, 3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, 4) membuat dan mempresentasikan hasil diskusi, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran PBL ini akan dapat mengarahkan siswa dalam berpikir kritis melalui pemberian masalah sampai proses pemecahan masalah. Keterampilan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan hal yang penting dalam setiap aspek kehidupan kita, karena berpikir kritis merupakan suatu proses yang tujuannya membantu kita untuk memutuskan apa yang harus kita percaya dan yang harus kita lakukan (Ennis, 2016). Moore & Parker (1986) menegaskan bahwa pada kenyataannya hidup kita bergantung padanya, karena cara kita menjalani hidup tergantung pada apa yang kita yakini untuk kita terima. Dengan lebih hati-hati kita mengevaluasi keputusan yang kita pilih dan memisahkan isu-isu yang relevan dari orang-orang yang tidak sepaham dengan pemikiran kita. Memiliki keteguhan dalam memutuskan sesuatu dan membawa informasi yang relevan pada keputusan kita adalah bagian dari proses berpikir kritis. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis merupakan tujuan utama pendidikan dalam beberapa dekade ini (Tung & Chang: 2009). Karena dengan memiliki kemampuan
berpikir kritis dapat membantu siswa mengetahui cara belajar dan berpikir yang jernih (Halpern, 1998). Amin, (2013) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah dapat membuat seseorang menjadi kreatif. Berpikir kritis melibatkan banyak keterampilan, termasuk kemampuan untuk mendengarkan dan membaca dengan seksama, mencari dan menemukan asumsi tersembunyi, dan melacak konsekuensi dari apa yang kita yakini (Moore & Parker,1986). Para ahli mendefenisikan kemampuan berpikir kritis dengan berbagai sudut pandang. Paul dkk (dalam Fisher, 2009) berpikir kritis adalah model berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil strukturstruktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standarstandar intelektual padanya. Scriven & Paul dalam (Snyder & Snyder 2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses disiplin intelektual yang meliputi konsep berpikir yang aktif dan terampil, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi informasi (yang dikumpulkan atau diperoleh dari hasil observasi, pengalaman, refleksi), memberi alasan, (berkomunikasi), atau dengan kata lain berpikir kritis sebagai pedoman dalam bertindak dan mempercayai sesuatu hal. Moore & Parker (1986:4) mengemukakan critical thinking is the careful and deliberate determination of whether to accept, reject, or suspend judgment about a claim. Selanjutnya Gunawan (2004) menyatakan bahwa, berpikir kritis adalah kemampuan seseorang dalam melakukan analisis, menciptakan dan
menggunakan kriteria secara obyektif dan melakukan evaluasi data. Elder (2007) mengungkapkan 5 (lima) ciri seseorang yang memiliki keterampilan berpikir kritis, yaitu: a) dapat memberikan pertanyaan dan masalah yang penting dan merumuskannya dengan jelas dan tepat; b) dapat mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan serta menggunakan ide-ide abstrak untuk menafsirkannya secara efektif; c) dapat memberikan kesimpulan dan solusi pemecahan masalah yang baik, dan mengujinya berdasarkan kriteria dan standar yang relevan; d) memiliki keterbukaan pemikiran terhadap pemikiran, pengakuan dan nilai lain; e) dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain untuk memecahkan masalah yang kompleks. Keefektifan Model Pembelajaran Problem-Based Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, serta mampu mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumbersumber pembelajaran. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. El-Shaer & Gaber (2014) menjelaskan bahwa
siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan berpikir kritis ketika mereka mampu menganalisis, mengevaluasi, dan mensintesis informasi dari berbagai sumber dan menjelaskan sesuai dengan apa yang mereka pahami. Siswa tidak hanya diharapkan memiliki pengetahuan dan informasi, akan tetapi harus memiliki keterampilan supaya kehidupan pribadinya lebih efektif. Snyder & Snyder (2008) juga menyimpulkan bahwa siswa harus memiliki keterampilan berpikir kritis agar mampu memecahkan permasalahan dalam kehidupannya. Osman & Kaur (2014) menjelaskan proses PBL dimulai dengan membaca masalah yang mereka pilih dari dunia nyata yang menarik perhatian siswa, dan di akhiri dengan presentasi dan diskusi dari apa yang ditemukan. Kegiatan tersebut melatih keterampilan berpikir kritis siswa terutama aspek merumuskan masalah, melakukan evaluasi, melakukan induksi (penalaran) dan deduksi (menyimpulkan), dan mengambil keputusan dan tindakan. Siswa dihadapkan pada suatu wacana yang menyangkut fenomena yang nyata mengenai materi yang akan dipelajari kemudian mengidentifikasi atau menganalisis permasalahan, membuat rumusan masalah, mencari dan menggali informasi dari berbagai sumber ataupun melalui praktikum dan mengamati, merumuskan solusi, menentukan solusi terbaik, sampai mempresentasikan hasil diskusi
Keefektifan model PBL terhadap pembelajaran dapat dilihat dari hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Iqbal dkk (2016) pada mata pelajaran Geografi. Mereka meneliti tentang keuntungan mengadopsi model PBL terhadap hasil belajar Geografi. Penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan PBL secara efektif dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan meningkatnya pemahaman siswa terhadap pelajaran Geografi. Siswa termotivasi untuk melakukan penyelidikan baik secara individu maupun kelompok dan ditemukannya kebersamaan dalam berbagi dan bertukar ide atau informasi sehingga menambah pengalaman belajar mereka. Keefektifan model pembelajaran PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa selanjutnya dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Masek dan Yamin (2011). Penelitian menunjukkan bahwa 1) proses pembelajaran PBL secara teoritis mendukung pengembangan berpikir kritis siswa sesuai dengan desain yang diterapkan, 2) bukti empiris secara umum meyakinkan bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, 3) beberapa bukti menunjukkan bahwa beberapa variabel turut mempengaruhi model pembelajaran PBL dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, seperti usia, jenis kelamin, prestasi akademik, dan pendidikan latar belakang, yang menyerukan untuk pekerjaan penelitian lebih lanjut. 4) Implikasinya adalah bahwa, model pembelajaran PBL harus hati-hati dirancang agar dapat berkontribusi
secara efektif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam hal ini sangat dibutuhkan peran fasilitator dalam mediasi siswa selama proses pembelajaran, terutama dalam memicu pemikiran meta-kognitif siswa. Hasil penelitian Widyatiningtyas dkk (2015) juga menemukan bahwa model PBL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Melalui model ini keterampilan berpikir kritis siswa benar-benar dioptimalkan melalui proses kerja kelompok, sehingga siswa dapat memberdayakan dan menampung kapasitas mereka untuk berpikir secara berkelanjutan. Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL baik secara teori maupun empiris terbukti dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Melalui model PBL ini siswa dituntut untuk berpikir kritis menyelesaikan masalah yang telah diberikan oleh guru melalui terlibat langsung dalam kegiatan mengamati, memahami, mencari sendiri jawaban permasalahan tersebut secara berdiskusi. Dalam menyelesaikan masalah, siswa bekerja secara berkelompok dan guru hanya sebagai fasilitator saja, dengan begitu siswa akan selalu berpikir bebas untuk memecahkan masalah tersebut. Mereka akan saling berpendapat, hal ini tentu akan meningkatkan keterampilan berpikir kirtis dalam hal mengemukakan pendapat.
menggunakan masalah sebagai stimulus dan fokus dalam pembelajaran di mana siswa belajar melalui masalah. Model ini menekankan keterampilan berkomunikasi, kolaborasi, dan memerlukan refleksi dari berbagai perspektif. Melalui model ini siswa dihadapkan dengan skenario kehidupan nyata atau masalah yang memerlukan solusi. Model ini dipandang lebih tepat untuk digunakan dalam pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang kokoh dan meaningful. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa model ini membantu siswa meningkatkan keterampilan berpikir kritis, dan menjadikan peserta didik aktif karena menempatkan pembelajaran dalam masalah dunia nyata dan membuat siswa bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka. Daftar Rujukan Amin, Mohammad. T. B. D. 2013. Portfolio-Based Physics Learning Model To Improve Critical Thinking Skills. International Journal of Education and Research. Vol. 1 No. 9 Arends, R. I. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bank, J. A.1990. Teaching Strategies for the Social studies: Inquiry, Valuing, and Decision Making. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company Inc.
Kesimpulan Model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang
Degeng, N. S. 2013. Ilmu Pembelajaran: Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan
Teori dan Penilaian. Bandung: Kalam Hidup, Aras Media.
Based Learning. Journal Eng Ed. Vol.19, No.5, pp. 657-662
Duch, B. J., Groh, S. E., Allen, D. E. 2001. The Power of Problem Based Learning. Sterling, Virginia: Stylus Publishing, LLC
Gunawan, A. W. 2004. Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta: PT Gramedia Jakarta Utama.
Elder, L. 2007. Our Concept of Critical Thinking. Foundation for Critical Thingking. (http://.criticalthingking.org), diakses 20 Juli 2016.
Halpern, D. 1998. The Great Society. Newsletter of the Society for the teaching of Psychology.
El-Shaer, A., & Gaber, H. 2014. Impact of Problem Based Learning on Students’Critical Thinking Dispositions, Knowledge Acquisition and Retention. Journal of Educations and Practice, Vol. 5, No.14, 74-85. Enis, R. H. 2016. Critical Thinking Across the Curriculum: A Vision. Springer Science+Business Media Dordrecht (online) Topoi DOI 10.1007/s11245-016-9401-4. Diakses 29 Oktober 2016. Etherington, M. B. (2011) "Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach," Australian Journal of Teacher Education: Vol. 36: Iss. 9, Article 4. Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terjemahan oleh Benyamin Hadinata. Jakarta: Erlangga. Graft, E. D. & Kolmos A. 2003. Characteristics of Problem
Hamdan, A. R., Kwan, C. L., Khan, A., Ghafar, Mohd. N. A., Sihes, A. J. 2014. Implementation of Problem Based Learning among Nursing Students. International Education Studies. Vol. 7., No. 7. Herman, Rahmatina B. 2012. Filosofi PBL dan Strategi Pembelajaran. Medical Education Unit (MEU) Universitas Andalas. Hmelo, Silver. & Cindy, E. 2004. Problem-based learning: What and how do students learn? Educational Psychology Review, 16(3), 235-266. Hmelo-Silver, C. E. , & Barrows, H. S. 2006. Goals and Strategies of a Problem-Based Learning Facilitator. The Interdiciplinary Journal Of Problem-Based Learning, (online), 1 (1):21-39, (http://docs.lib.purdue.edu/cgi/ viewcontent.cgi?article=1004& context=ijpbl) Hoffman, B., & Ritchie, D. 1997. Using Multimedia to Overcome the Problems with
Problem Based Learning. Instructional Science 25: 97– 115 Iqbal,
Mohd., Caesar, Mohd., Jawawi, R., Matzin, R., Shahrill, M., Jaidin, J. H., & Mundia, L. 2016. The Benefit of Adopting a Problem-Based Learning Approach on Students’ Learning Developments in Secondary Geography Lessons. International Education Studies. Vol. 9, No. 2.
Joyce, W. W. 1979. Teaching Social Studies in the Elementary and Middle School. New York: Holt, Rinehart and Winston. Masek, A & Yamin, S. 2011. The Effect of Problem Based Learning on Critical Thinking Ability: A Theoretical and Empirical Review. Journal International Review of Social Sciences and Humanities, Vol.2, No.1 (2011), 215-221. Moore, B. N & Parker, R. 1986. Critical Thinking: Evaluating Claims and Arguments in Everyday Life. California: Mayfield Publishing Company. Osman, K., & Kaur, S. J. 2014. Evaluating Biology Achievement Scores in an ICT Integrated PBL Environment. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 10 (3), 185-194. Qomar, M. 2012. Kesadaran Pendidikan: Sebuah Penentu
Keberhasilan Pendidikan. Jakarta: AR-RUZZ MEDIA. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Savery, J.R. 2006. Overview of Problem Based Learning: Definitions and Distinctions Interdisiplinary Journal of Problem Based Learning 1 (1) (Online) http: dx.doi.org/10.7771-6015-002 Snyder, L. G., Snyder, M. J. 2008. Teaching Critical Thinking and Problem Solving Skills. The Delta Pi Epsilon Journal, Volume L, No. 2. 90-99. Sumarmi. 2012. Model Model Pembelajaran Geografi. Aditya Media Publishing: Yogyakarta Sunal, C. S. dan Haas, M. E. 2011. Social Studies for the Elementary and Middle Grades. Boston: Pearson. Supardan, D. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial: Perspektif Filosopi dan
Kurikulum. Aksara.
Jakarta:
Bumi
Humanities and Social Sciences pp.287-317, No.19.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran InovatifProgresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum. Jakarta: Kencana
Widyatiningtyas, R., Kusumah,Y. S., Sumarmo, Utari., Sabandar, Jozua. 2015. The Impact of Problem-Based Learning Approach to Senior High School Students’ Matematics Critical Thinking Ability. IndoMS-JME, Vol. 6, No. 2, pp.30-38.
Tung, Chi-An., Chang, Shu-Ying. 2009. Developing Critical Thinking through Literature Reading. Feng Chia Journal of