PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT
Skripsi
Oleh FITRI FEBRIYANTI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
Fitri Febriyanti
ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT Oleh FITRI FEBRIYANTI
Penelitian dengan One Group Pretest Posttest Design telah dilakukan di SMA Negeri 13 Bandarlampung yang bertujuan untuk medeskripsikan kepraktisan, keefektivan dan ukuran pengaruh dari model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIPA yang ada di SMA Negeri 13 Bandarlampung tahun pelajaran 2016/2017 yang tersebar dalam lima kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA 2 yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling. Penelitian ini menggunakan LKS dan instrumen asesmen pengetahuan berbasis problem solving. Kepraktisan diukur berdasarkan ketelaksanaan model pembelajaran problem solving (dilihat dari lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran) dan kemenarikan model pembelajaran problem solving (dilihat dari angket respon siswa). Keefektivan diukur berdasarkan lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, lembar observasi aktivitas siswa selama pembelajaran, dan hasil peningkatan
Fitri Febriyanti
penguasaan konsep siswa. Ukuran pengaruh (effet size) diukur dengan uji-t dan uji effect size terhadap model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Meningkatnya penguasaan konsep siswa ditunjukkan berdasarkan rata-rata nilai ngain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving memiliki kepraktisan dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran problem solving memiliki kriteria “sangat baik” dan kemenarikan model pembelajaran problem solving memiliki respon yang positif dari siswa. Model pembelajaran problem solving juga memiliki keefektivan dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa yang relevan selama pembelajaran memiliki kriteria “sangat baik”, serta penguasaan konsep siswa mengalami peningkatan dengan kriteria nilai n-gain “sedang”. Model pembelajaran problem solving memiliki ukuran pengaruh yang “besar” dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
Kata kunci: keefektivan, kepraktisan, penguasaan konsep, problem solving, ukuran pengaruh
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT
Oleh FITRI FEBRIYANTI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Bintang pada tanggal 25 Februari 1995 sebagai anak keempat dari lima bersaudara buah hati dari Bapak Samsul Bahri, S.E dan Ibu Asmarani, S.Pd.
Penulis mengawali pendidikan formalnya di TK Tri Dharma pada tahun 1998 diselesaikan tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikannya di SD Negeri 1 Jatibaru kecamatan Tanjung Bintang hingga tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Tanjung Bintang hingga tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 Bandarlampung hinggga tahun 2012.
Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung melalui jalur Tes SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah terdaftar di Unit Kegiatan Mahasiswa Penelitian (UKM-P) UNILA dan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Esakta (Himasakta) FKIP UNILA. Tahun 2014 penulis mendapat Beasiswa Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik. Tahun 2016 penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata – Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di SMA Negeri 1 Terusan Nunyai, Kecamatan Bandar Agung, Kabupaten Lampung Tengah.
MOTTO
“Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari kesusahankesusahan di hari kiamat” (H.R Muslim)
“Barang siapa yang memberi kemudahan orang yang kesulitan, maka Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan di akhirat” (H.R Muslim)
“Jadilah orang yang bermanfaat untuk oranglain, karena orang bermanfaat lebih tinggi derajatnya dari pada orang hebat. Orang bermanfaat pasti hebat, tapi orang hebat belum tentu bermanfaat” (Fitri Febriyanti)
“Doa mampu membuat sesuatu menjadi mudah, Doa mampu membuat seseorang yang sedih menjadi bahagia, Doa mampu membuat yang jauh terasa dekat, Doa mampu mengakrabkan sesama, dan Doa mampu membuat mimpi menjadi nyata. Maka berdoa lah setiap saat” (Fitri Febriyanti)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmannirrohim ……
Tiada yang sempurna ku ucapkan selain rasa syukurku, Alhamdulillahirabbil’ alamin, puji syukur kepada ALLAH subhanahuwata’ala yang selalu memberikan kuasa-Nya dan waktu-waktu indah dalam setiap proses di hidupku.
Diri ini tiada daya tanpa adanya kekuatan dari-Mu Ya Rabb, dengan segala ketulusan hati, kupersembahkan skripsi ini teruntuk orang-orang tercinta dan tersayang yang selalu setia berada di samping ku.
Ayahanda dan Ibunda tercinta, terimakasih untuk selalu memberikan semangat, dukungan yang tiada hentinya kepada anada, yang selalu berdoa, berjuang dan mendidik ananda dengan penuh cinta dan kasih sayang untuk meraih cita-cita.
Keluarga besarku tercinta, terimakasih atas semangat yang kalian tuangkan dalam setiap keletihanku, terima kasih karena selalu memberikan senyum, canda tawa yang selalu menjadi warna yang ananda rindukan dalam kesendirian saat jauh dari keluarga.
Almamaterku Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Ucapan terimakasih tak lupa penulis haturkan kepada: 1.
Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2.
Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3.
Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan selaku pembimbing I yang telah memberikan motivasi, saran, kesediaannya, kesabarannya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan selama proses penyusunan skripsi.
4.
Ibu Emmawaty Sofia, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan motivasi, saran, kesediaannya, kesabarannya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan selama proses penyusunan skripsi.
5.
Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S., selaku pembahas yang telah bersedia untuk memberikan kritik, saran dan motivasi selama penyusunan skripsi.
6.
Ibu Dra. Nina kadaritna, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik (PA), serta Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Kimia dan seluruh Staf Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.
7.
Bapak Triyatmo, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 13 Bandarlampung beserta jajaran, serta Ibu Dra. Gusnaili selaku Guru Mitra yang telah banyak membantu dan memberikan banyak informasi.
8.
Ayahanda Samsul Bahri, S.E., Ibunda Asmarani, S.Pd., Lia Junitasari, S.Kep., Dina Apriyana, S.Pd., Vivi Oktafiani, Amd.Keb., dan Raffi Septian Ramadhan selaku keluarga yang telah memberikan doa, semangat, dan inspirasi dalam menyelesaikan studi di Pendidikan Kimia.
9.
Muhammad Fuaedi Hamami, S.T selaku sahabat terbaik sejak SMA yang telah memberikan inspirasi, saran, dukungan, bantuan dalam penyusunan skripsi.
10. Rekan se-Tim Ekha Oktharia dan Elsie Tiara Pramesti, sahabat-sahabatku Nisa, Lezy, Novita, Shella, Rahim dan Iqbal, serta rekan-rekan Pendidikan Kimia 2013 yang telah memberikan saran, dukungan, motivasi dan doanya selama proses penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca. Aamiin.
Bandar Lampung, Penulis,
Fitri Febriyanti (1313023030)
Juni 2017
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5 E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Kontruktivisme ................................................................ 8 B. Model Pembelajaran Problem Solving ................................................... 9 C. Penguasaan Konsep ............................................................................... 13 D. Kepraktisan Pembelajaran ..................................................................... 14 E. Efektivitas Pembelajaran ....................................................................... 15 F. Analisis Konsep ..................................................................................... 16 G. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 17 H. Anggapan Dasar ..................................................................................... 19 I.
Hipotesis Penelitian ............................................................................... 20
xiii
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subyek Penelitian .................................................................................... 21 B. Metode Penelitian ................................................................................... 21 C. Instrumen Penelitian ............................................................................... 22 D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .............................................................24 E. Analisis Data 1. 2. 3. 4.
Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................... Analisis Data Kepraktisan Model Pembelajaran Problem Solving ... Analisis Data Keefektivan Model Pembelajaran Problem Solving .. Analisis Ukuran Pengaruh (Effect Size) ............................................
27 28 31 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 35 1. 2. 3. 4.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes .......................................... Kepraktisan Model Pembelajaran Problem Solving ......................... Keefektivan Model Pembelajaran Problem Solving ......................... Ukuran Pengaruh (Effect Size) ..........................................................
35 37 41 47
B. Pembahasan ............................................................................................. 47 C. Kendala-Kendala yang Dihadapi ............................................................ 64
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................................. 66 B. Saran ....................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Analisis KI-KD ...................................................................................... Silabus .................................................................................................... RPP Pertemuan 1 ................................................................................... RPP Pertemuan 2 ...................................................................................
73 77 79 88
xiv
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Analisis Konsep ..................................................................................... Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes ................. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Problem Solving .................................................................................................... Rekapitulasi Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Problem Solving .................................................................................................... Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Problem Solving .......... Rekapitulasi Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Problem Solving . Lembar Observasi Kemampuan Guru ................................................... Rekapitulasi Observasi Kemampuan Guru ............................................ Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa .................................................... Rekapitulasi Pengamatan Aktivitas Siswa ............................................. Lembar Penilaian Sikap ......................................................................... Rekapitulasi Penilaian Sikap .................................................................. Lembar Penilaian Keterampilan ............................................................ Rekapitulasi Penilaian Keterampilan ...................................................... Hasil Perhitungan n-gain ....................................................................... Hasil Perhitungan Ukuran Pengaruh ......................................................
99 103 107 109 112 114 116 119 124 126 129 135 136 144 146 147
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Desain Penelitian ............................................................................................. 22 2. Tafsiran skor (persentase) ............................................................................... 29 3. Pengolahan Jumlah Skor pada Skala Sikap .................................................... 30 4. Kriteria Penilaian ............................................................................................. 33 5. Hasil Uji Validitas ........................................................................................... 36 6. Hasil Perhitungan Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Problem Solving .............................................................................................. 38 7. Hasil Perhitungan Angket Respon Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving ....................................................................... 40 8. Hasil Perhitungan Lembar Observasi Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Problem Solving ........................ 42 9. Hasil Perhitungan Lembar Observasi Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving .................................... 44
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Bagan Prosedur Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 26 2. Hasil Analisis Keterlaksanaan RPP Model Pembelajaran Problem Solving ... 38 3. Hasil analisis kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran .................... 42 4. Hasil analisis aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving ......................................................................... 45 5. Hasil rerata nilai pretes, postes dan n-Gain siswa kelas X MIPA 2 ................ 46
xvii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang alam semesta dan segala isinya (Tim Penyusun, 2006). IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Trianto, 2010).
Kimia merupakan salah satu bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi yang melibatkan keterampilan dan penalaran siswa. Salah satu cabang IPA yaitu ilmu kimia. Ilmu kimia mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi yang melibatkan keterampilan dan penalaran siswa (Silberberg, 2009). Ilmu kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai sikap, proses, dan produk. Ilmu kimia sebagai proses meliputi cara berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan ilmiah untuk memperoleh produk kimia berupa fakta, teori, hukum, dan prinsip atau konsep kimia (Tim Penyusun, 2014). Cara berpikir siswa dapat dilatih dengan menerapkan kurikulum 2013 pada
2
pembelajaran kimia. Dimana kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir siswa yaitu 1) pola pembelajaran yang semula berpusat pada guru disempurnakan menjadi pembelajaran berpusat pada siswa; 2) pola pembelajaran yang semula siswa pasif menjadi pembelajaran siswa aktif, kritis dan kreatif (Tim penyusun, 2006).
Faktanya, pembelajaran sains di sekolah, khususnya pada pembelajaran kimia masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dengan metode ceramah. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal dan menimbun informasi, tanpa dituntut untuk memahami dan menghubungkan informasi dengan kehidupan sehari-hari (Sanjaya, 2006). Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan itu sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru kimia di SMA Negeri 13 Bandarlampung, bahwa pembelajaran kimia di kelas X SMA tersebut sudah menggunakan kurikulum 2013 namun pada proses pembelajarannya masih menggunakan metode ceramah. Proses pembelajarannya masih mengacu pada teacher centered sebagai sumber utama pengetahuan, seperti guru meminta siswa untuk mendengar dan mencatat materi yang disampaikan, lalu siswa diminta untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS yang digunakan guru hanya berisi rangkuman materi dan latihan soal saja, sehingga belum dapat membimbing siswa untuk menemukan konsep. Siswa kurang terlatih dalam memecahkan masalah ilmiah, mengemukakan hipotesis, merencanakan suatu eksperimen untuk menguji hipotesis dan mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang diperoleh siswa dari
3
pelajaran kimia tersebut. Kegiatan pembelajaran ini membuat siswa cenderung pasif, memiliki keterampilan berpikir yang rendah, materi yang diperoleh siswa bersifat instan dan siswa kurang memahami konsep yang diajarkan (Kosasih, 2014).
Menurut Hamalik (2005) bahwa proses pembelajaran akan memberikan hasil yang optimal jika guru mampu memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang diharapkan adalah model pembelajaran inovatif yaitu model pembelajaran yang dasar filosofinya adalah konstruktivisme (Rusmiati dan Yulianto, 2009). Maka, sudah seharusnya seorang guru perlu memperbaiki model dan proses pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam memecahkan masalah serta memperbaiki pola pembelajaran yang semula dari metode teacher centered menjadi metode student centered. Salah satu model pembelajaran yang mengarah kepada proses penemuan konsep dan pemecahan masalah adalah model pembelajaran problem solving dimana pada proses pembelajarannya digunakan LKS dan instrumen asesmen pembetahuan berbasis problem solving.
Menurut Arifin (2005) pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk mengembangkan proses berpikir siswa melalui pemberian masalah yang akan dianalisis secara individu maupun kelompok guna menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Model pembelajaran problem solving memiliki langkah-langkah yaitu (1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan; (2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah; (3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah; (4) Menguji kebenaran jawaban sementara; (5) Menarik kesimpulan (Djamarah dan Zain, 2010).
Keberhasilan penerapan model pembelajaran problem solving dibuktikan dengan
4
hasil penelitian dari Lambertus (2014) bahwa terdapat peningkatan kemampuan belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dan dapat meningkatkan keaktifan siswa mencapai persentase rata-rata 82,32%. Selain itu hasil penelitian Lidiawati (2011) yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 1 Abung kelas XI, menunjukkkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran problem solving memberikan kesempatan siswa untuk meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep pada materi koloid. Safitri et. al. (2013) menyimpulkan bahwa model problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengklasifikasi dan penguasaan konsep siswa pada materi hidrolisis garam.
Berdasarkan uraian di atas, dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep siswa khususnya pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit, maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”. Penerapan ini menggunakan LKS dan instrumen asesmen pengetahuan berbasis problem solving hasil pengembangan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimanakah kepraktisan model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit?
2.
Bagaimanakah keefektivan model pembelajaran problem solving dalam
5
meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit? 3.
Bagaimanakah ukuran pengaruh model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1.
Mendeskripsikan kepraktisan model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
2.
Mendeskripsikan keefektivan model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
3.
Mendeskripsikan ukuran pengaruh model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain bagi : 1.
Siswa Melalui penerapan model pembelajaran problem solving diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa, dapat memberikan pengalaman baru
6
bagi siswa dalam memecahkan masalah kimia. Siswa dapat lebih memahami materi kimia bukan hanya konsep dan hukumnya saja namun siswa juga dapat memahami proses penemuannya. 2.
Guru dan Calon Guru Model Pembelajaran problem solving dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa.
3.
Sekolah Model Pembelajaran problem solving dapat menjadi alternatif atau bahan referensi untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Model pembelajaran problem solving dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk memecahkan suatu masalah. Langkahlangkah model pembelajaran problem solving (Djamarah dan Zain, 2010) yaitu (1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan; (2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut; (3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut; (4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut; (5) Menarik kesimpulan.
2.
Dahar (1989) menyatakan konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep setelah kegiatan pembelajaran. Peningkatan penguasaan konsep diukur melalui tes pretes dan postes.
7
Peningkatan penguasaan konsep ditunjukkan melalui perolehan skor gain, yaitu selisih antara skor postes dan skor pretes (Sunyono, 2012) namun, untuk menghindari pembiasan pada skor gain, maka dilakukan normalisasi skor gain tersebut dengan mengacu pada rumus Hake (2002) sehinga diperoleh nilai ngain. 3.
Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
4.
Kepraktisan suatu model pembelajaran problem solving pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit ini dapat diukur berdasarkan keterlaksanaan model pembelajaran problem solving (dilihat dari lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran) dan kemenarikan model pembelajaran problem solving (dilihat dari angket respon siswa).
5.
Keefektivan model pembelajaran problem solving pada penelitian ini diukur berdasarkan lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, lembar observasi aktivitas siswa selama pembelajaran, lembar penilaian sikap dan keterampilan sebagai data pendukung aktivitas siswa pada saat praktikum serta hasil peningkatan penguasaan konsep siswa.
6.
Ukuran pengaruh (effect size) berkenaan dengan tingkat keberhasilan suatu perlakuan yang diterapkan dalam suatu pembelajaran (Jahjouh, 2014). Ukuran pengaruh dapat ditentukan dengan uji-t dan uji effect size terhadap model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2006).
Sebuah jurnal mengatakan bahwa pembelajaran sains akan menjadi penuh makna jika kemampuan atau pengetahuan tersebut diperoleh dari pendekatan konstruktivisme, belajar mengenai lingkungan akan direncanakan sehingga pengetahuan dan kemahiran dapat dicapai. Artinya, bahwa memang pembelajaran konstruktivisme cocok digunakan dalam pembelajaran sains. Learning science is seen by many as meaningful if skills or knowledge is acquired in a constructivist approach, learning environment should be planned so that the learning and acquisition can be achieved (Raufl et. al., 2013). Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld (dalam Taufiq, 2012), Agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
9
pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar; (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan (6) guru adalah fasilitator.
B. Model Pembelajaran Problem Solving
Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Model pembelajaran problem solving adalah sistem pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran, siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang ditemukan oleh siswa sendiri berdasarkan fenomena atau fakta yang diberikan oleh guru (Lidiawati, 2011).
Menurut Sriyono (1992), model pembelajaran problem solving adalah suatu cara mengajar dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah agar dipecahkan atau diselesaikan. Model pembelajaran ini menuntut kemampuan untuk melihat sebab akibat, mengobservasi masalah, mencari hubungan antara berbagai data yang terkumpul kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah.
10
Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula.
Menurut Sukarno (1981) dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, anak dapat dilatih untuk memecahkan masalah secara ilmiah, melatih mengemukakan hipotesis, melatih merencanakan suatu eksperimen untuk menguji hipotesis itu, melatih mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang diperoleh anak-anak dari pelajaran sains itu, juga segi-segi lainnya yang terdapat pada sains.
Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Nessinta, 2010).
John Dewey (dalam Sanjaya, 2006) mengemukakan bahwa langkah-langkah problem solving dalam proses pembelajaran yaitu : 1. siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu 2. siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik 3. siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut yang masih perlu diuji kebenarannya 4. siswa mengumpulkan dan mengolah data/informasi 5. siswa menguji hipotesis berdasarkan data/informasi yang telah dikumpulkan dan diolah 6. menarik kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis dan jika ujinya salah maka kembali ke langkah 3 dan 4 dan seterusnya 7. siswa menerapkan hasil pemecahan masalah pada situasi baru
11
Langkah-langkah model problem solving Depdiknas dalam Nessinta (2010) yaitu meliputi : 1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. 2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. 3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas. 4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan model-model lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. 5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Lambertus (2014) menyimpulkan bahwa problem solving melatih siswa untuk mencari informasi sendiri dan lebih banyak berinteraksi dengan siswa yang lain. Hal inilah yang menyebabkan pembelajaran problem solving lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Langkah-langkah dalam penggunaan model problem solving yaitu sebagai berikut 1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. 2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. 3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas. 4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan kegiatan lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
12
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi (Djamarah dan Zain, 2010). Kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2010) adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan pembelajaran problem solving a. Pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya. 2. Kekurangan pembelajaran problem solving a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. 3. Cara-Cara Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Metode Problem Solving a. Masalah yang diajukan untuk diselesaikan, carilah masalah yang aktual, sering terjadi. Untuk itu juga perlu kiranya memperoleh input dari peserta diklat terlebih dahulu. Bagaimana menurut pendapat mereka tentang masalah itu. Apakah kemampuan dan pengetahuan peserta diklat diperkirakan masih sanggup untuk menyelesaikannya. b. Diusahakan agar melihat sesuatu masalah dari sudut lain, dalam arti masalah itu harus diolah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan prior knowledge dan kemampuan peserta diklat. c. Uraikanlah suatu masalah menjadi unsur-unsur sebab akibat, dan pilihlah mana yang betul-betul relevan serta cocok dengan keadaan peserta diklat. Jangan sampai terjadi kekaburan bagi peserta diklat tentang dari mana mereka harus memulai tugasnya. d. Cara menyelesaikan masalah, peserta didik bisa dibantu dengan membuat
13
model pohon masalah, atau memetakan masalah (problem mapping) dan masing-masing dicarikan alternatif penyelesaiannya.
C. Penguasaan Konsep
Dahar (1989) menyatakan konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpikir abstrak manusia terhadap benda peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Menurut Herman Hudojo (dalam Rokhayati, 2011) konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut.
Menurut Rokhayati (2011) sendiri menyatakan bahwa konsep merupakan suatu pengertian yang dapat digunakan atau memungkinkan sseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan suatu objek atau peristiwa termasuk atau tidak termasuk dalam pengertian tersebut. Untuk membangun konsep, siswa melakukan dengan cara pengamatan atau membayangkan sesuatu yang konkret terlebih dahulu. Siswa tersebut dikatakan dapat membangun konsep jika dia dapat membedakan mana yang termasuk contoh dan bukan contoh dari suatu ide abstrak.
Santrock (2009) mengemukakan bahwa konsep adalah kategori yang mengelompokkan objek, kejadian dan karakteristik berdasarkan bentuk-bentuk yang sama sehingga dapat dibayangkan jika siswa tidak memiliki konsep maka siswa akan memperoleh masalah, walaupun masalah itu dipandang sepele menjadi masalah yang sulit utuk dirumuskan bahkan sulit dipecahkan. Selanjutnya Izzati (2015)
14
menyatakan bahwa penguasaan konsep adalah usaha yang harus dilakukan oleh siswa dalam merekam dan mentransfer kembali sejumlah informasi dari suatu materi pelajaran tertentu. Lebih ringkasnya penguasaan konsep adalah hasil dari kegiatan intelektual. Selain siswa mampu menguasai suatu konsep, kreativitas juga sangat diperlukan dalam memecahkan masalah. Seyogyanya penguasaan konsep tidak lepas dari proses belajar pengetahuan seperti yang diungkapkan oleh Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002) bahwa belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
D. Kepraktisan Pembelajaran
Nieveen (Sunyono, 2012) menyatakan bahwa kepraktisan suatu model pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas model yang ditinjau dari hasil penelitian pengamat berdasarkan pengamatannya selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Kepraktisan mengacu pada sejauh mana bahwa pengguna (atau ahli lain) mempertimbangkan interverensi yang dikembangkan dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal, aspek kepraktisan dipenuhi jika (1) ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan, dan (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. Sunyono dan Yulianti (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoritis model
15
dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya termasuk kriteria “tinggi/baik ”, serta siswa memberikan respon yang positif.
E. Efektivitas Pembelajaran
Nieveen (Sunyono, 2012) menyatakan bahwa keefektifan model pembelajaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif bila proses pembelajaran melibatkan siswa secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasi–informasi yang diberikan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari guru atau dosen. Indikator keefektivan meliputi: 1. Pencapaian tujuan pembelajaran dan ketuntasan belajar pembelajar. 2. Pencapaian aktivitas pembelajar dan guru atau dosen. 3. Pencapaian kemampuan dosen dalam mengelola pembelajaran. 4. Pembelajar memberi respon positif dan minat yang tinggi terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) mengacu pada: 1.
2.
3.
Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila sekurangkurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang signifikan). Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.
16
Eggen dan Kauchak (dalam Warsita, 2008) menyatakan bahwa suatu pembelajaran akan efektif bila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan 19 penemuan informasi (pengetahuan). Hasil pembelajaran tidak saja meningkatkan pengetahuan, melainkan meningkatkan keterampilan berpikir. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diperhatikan aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Semakin siswa aktif, pembelajaran akan semakin efektif. Minat juga akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Jika tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan siswa akan belajar dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Jika siswa belajar sesuatu dengan minatnya maka dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik. Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen dan Kauchak (dalam Warsita, 2008) adalah: 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaankesamaan yang ditemukan. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam Pelajaran. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada peserta didik dalam menganalisis informasi. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir. Guru menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya pembelajaran guru.
F. Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan pengajaran bagi pencapaian konsep, suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan (Herron, et al., 1977).
17
Markle dan Tiemann (1970) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguhsungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep tersebut. Untuk dapat mendefinisikan konsep, maka diperlukan suatu analisis konsep yang dapat menghubungkan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya.
Oleh karena itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep dan menghubungkanya dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Herron dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variable, posisi konsep, contoh, dan non contoh. Markle dan Tiemann (1970) menyatakan bahwa tujuan dari analisis konsep adalah untuk memilih seperangkat contoh dan noncontoh yang digunakan dalam pembelajaran dan penilaian pemahaman materi. Analisis konsep pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit dapat dilihat pada lampiran 5.
G. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving seperti yang telah dijelaskan merupakan pembelajaran berupa langkah-langkah dalam memecahkan suatu masalah. Langkah-langkah tersebut meliputi orientasi masalah, pengumpulan informasi, hipotesis masalah, pengujian hipotesis, dan menarik kesimpulan. Salah satu materi dalam pembelajaran kimia yang dapat diterapkan
18
model pembelajaran problem solving ini adalah materi larutan elektrolit dan non elektrolit pada kelas X MIPA semester genap dengan kompetensi dasar dari pengetahuan yaitu menganalisis sifat larutan berdasarkan daya hantar listriknya, sedangkan kompetensi dasar dari keterampilannya yaitu membedakan daya hantar listrik berbagai larutan melalui perancangan dan pelaksanaan percobaan.
Langkah awal pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving yaitu orientasi masalah. Dalam kegiatan orientasi masalah ini terdapat masalah yang jelas untuk dipecahkan. Guru memberikan suatu abstraksi/fenomena/fakta berupa gambar, grafik, ataupun tabel mengenai larutan elektrolit dan non elektrolit dalam kehidupan sehari-hari. Guru memberi kesempatan bagi siswa untuk menemukan masalah berdasarkan fenomena yang diberikan. Guru meminta siswa untuk merumuskan masalah yang ada dalam fenomena tersebut menggunakan 3 (tiga) kata kunci yang disediakan. Pada tahap ini terlebih dahulu siswa akan mengamati uraian permasalahan yang diberikan guru, dan setelah itu siswa dapat merumuskan masalah.
Tahap kedua dari model pembelajaran problem solving adalah pengumpulan informasi. Pada tahap ini, siswa diminta untuk mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang telah ditemukan. Siswa juga dituntut untuk berperan aktif dalam mencari informasi sebanyak-banyaknya baik dari membaca buku, berdiskusi dengan teman ataupun browsing di internet atau berbagai sumber yang relevan untuk mendapat jawaban dari masalah yang telah ditemukan.
Tahap ketiga yakni menetapkan jawaban sementara atau hipotesis dari masalah
19
yang telah ditemukan. Dimana dugaan sementara ini diperoleh siswa setelah mendapatkan data atau informasi pada tahap kedua diatas, kemudian siswa akan menghubungkan hasil temuannya dengan masalah yang ditemukan. Maka siswa akan memperoleh jawaban sementara atas masalah tersebut.
Tahap selanjutnya adalah siswa menguji kebenaran dari jawaban sementara atau hipotesis yang telah dibuat. Pada tahap ini siswa akan melakukan eksperimen ataupun mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS dalam rangka untuk memecahkan masalah berdasarkan hasil eksperimen serta membuktikan kebenaran hipotesis yang telah dibuat sebelumnya.
Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan. Pada tahap ini siswa akan menyimpulkan hasil eksperimen serta hasil diskusi dalam kelompok sebagai jawaban dari pemecahan masalah yang telah ditemukan. Ketika siswa telah mendapatkan kesimpulan dari masalah tersebut, diharapkan siswa dapat mempresentasikan hasilnya dan memberikan penjelasan dari data yang didapat untuk menyelesaikan masalah. Peran guru dalam hal ini adalah membimbing siswa dalam menemukan jawaban dan menarik kesimpulan. Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, dengan diterapkannya model pembelajaran problem solving, akan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit
H. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving pada
20
materi larutan elektrolit dan non elektrolit akan menghasilkan tingkat penguasaan konsep yang lebih baik daripada sebelum dilakukan penelitian. 2.
Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi peningkatan penguasaan konsep pada materi elektrolit dan non elektrolit siswa kelas X MIPA 2 semester genap SMA Negeri 13 Bandarlampung tahun pelajaran 2016/2017 diupayakan sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan.
I. Hipotesis Penelitian Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah : 1.
Model pembelajaran Problem Solving praktis dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
2.
Model pembelajaran Problem Solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
3.
Model pembelajaran Problem Solving memiliki ukuran pengaruh yang besar dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIPA yang ada di SMA Negeri 13 Bandarlampung tahun pelajaran 2016/2017 yang tersebar dalam lima kelas yaitu kelas X MIPA 1, X MIPA 2, X MIPA 3, X MIPA 4, dan X MIPA 5. Dari seluruh populasi yang ada pada kelas X tersebut diambil satu kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara acak dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Berdasarkan teknik pengambilan sampel, maka diperoleh satu kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas X MIPA 2 dengan jumlah siswa yaitu 31 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Group Pretest Posttest Design (Fraenkel, 2012). Pada desain penelitian ini melihat perbedaan nilai pretes maupun postes pada kelas yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan memberi suatu perlakuan pada subyek penelitian dari satu kelas kemudian diobservasi.
22
Tabel 1. Desain Penelitian Kelas
Pretes
Perlakuan
Postes
X MIA 2
O1
X
O2
Keterangan: O1 : Kelas perlakuan diberi pretes X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran problem solving O2 : Kelas perlakuan diberi postes Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2012), analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2006). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1.
Silabus
2.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
3.
Lembar kerja siswa (LKS) LKS yang digunakan adalah LKS berbasis problem solving pada materi larutan
23
elektrolit dan non elektrolit dari hasil pengembangan Elsie Tiara Pramesti. 4.
Tes penguasaan konsep yang terdiri dari soal pretes dan postes. Soal pretes dan postes pada penelitian ini mengenai materi larutan elektrolit dan non elektrolit dari hasil pengembangan instrumen asesmen pengetahuan berbasis problem solving yang dibuat oleh Ekha Oktharia.
5.
Lembar observasi keterlakasanaan penerapan model pembelajaran problem solving. Lembar observasi ini bertujuan untuk mengukur tingkat keterlaksanaan model pembelajaran problem solving pada materi pokok larutan elektrolit dan non elektrolit. Lembar observasi ini disusun dengan memodifikasi instrumen yang dikembangkan oleh Putri (2016).
6.
Angket respon siswa yang bertujuan untuk mengumpulkan data respon siswa terhadap kemenarikan model pembelajaran problem solving (kegiatan dan komponen pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran kimia). Angket tersebut disusun dengan memodifikasi instrumen yang dikembangkan oleh Putri (2016)
7.
Lembar observasi penilaian kemampuan guru yang bertujuan untuk mengukur kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kimia di kelas dengan menggunakan model pembelajaran problem solving. Melalui lembar observasi ini, peneliti akan mendapatkan informasi tambahan tentang kekurangan-kekurangan apa saja yang telah dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Solving. Pengamatan terhadap aktivitas guru dilakukan oleh observer teman sejawat dari peneliti. Lembar observer ini di susun dengan memodifikasi instrumen yang dikembangkan oleh Putri (2016)
8.
Lembar pengamatan aktivitas siswa yang bertujuan untuk mengamati aktivitas
24
siswa dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini disusun dengan memodifikasi instrumen yang dikembangkan oleh Putri (2016). 9.
Lembar penilaian sikap dan keterampilan yang bertujuan untuk mengamati sikap dan keterampilan siswa selama melakukan praktikum percobaan daya hantar listrik pada pertemuan pertama. Pengamatan dilakukan oleh observer teman sejawat dari peneliti.
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan Adapun prosedur observasi pendahuluan sebagai berikut : a. Membuat surat izin penelitian ke sekolah b. Meminta izin kepada wakil kepala SMA Negeri 13 Bandarlampung untuk melakukan penelitian dan memberikan surat izin penelitian. c. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan sekolah, data siswa, karakteristik siswa, data nilai, jadwal, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung pelaksanaan penelitian. d. Menentukan kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. 2.
Pelaksanaan penelitian Adapun prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap yaitu : a. Tahap persiapan Mempersiapkan silabus, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
25
(RPP), mempersiapkan lembar kerja siswa (LKS) yang disesuaikan dengan tahap-tahap model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, mempersiapkan soal pretes-postes, membuat lembar observasi keterlaksanaan penerapan model pembelajaran problem solving, membuat angket respon siswa, membuat lembar observasi penilaian kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, membuat lembar pengamatan aktivitas siswa, membuat lembar penilaian asesmen sikap serta keterampilan, dan selanjutnya validasi seluruh instrumen penelitian. b. Tahap penelitian Pada tahap ini, penelitian dilakukan pada satu kelas sebagai sampel yang diambil secara acak. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran problem solving. Adapun prosedur pada tahap penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pretes 2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit dengan model pembelajaran problem solving. 3. Melakukan postes c. Tahap Akhir Tahap akhir dalam penelitian ini adalah menganalisis data, menulis pembahasan terhadap analisis data serta menarik kesimpulan.
26
Secara umum alur penelitian prosedur pelaksanaan penelitian dapat digambarkan melalui bagan di bawah ini : Pembuatan surat izin penelitian
Pelaksanaan observasi kesekolah
Observasi Pendahuluan
Penentuan kelas sebagai sampel penelitian
Pembuatan instrumen Tahap Persiapan Validasi instrumen
Pretes
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan model pembelajaran problem solving
Tahap Penelitian
Postes
Analisis data
Pembahasan terhadap analisis data
Kesimpulan
Gambar 1 Bagan prosedur pelaksanaan penelitian.
Tahap Akhir
27
E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis validitas dan reliabilitas instrumen, analisis data kepraktisan, keefektivan serta ukuran pengaruh.
1. Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik analisis data validitas dan reliabilitas instrumen tes penguasaan konsep siswa dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tes yang digunakan telah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai pengumpul data. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Arikunto, 2006) yang menyatakan bahwa instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dilakukan analisis validitas dan reliabilitas instrumen tes penguasaan konsep siswa. a. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen tes (Arikunto, 2006). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Uji validitas yang pertama dilakukan adalah uji validitas ahli dengan seorang validator, selanjutnya uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus product moment pearson correlation dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson, dalam hal ini analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS statistic 17.0 untuk soal penguasaan konsep. Soal akan dikatakan valid apabila nilai dari rhitung yang diperoleh lebih besar dari rtabel (rhitung> rtabel) dengan taraf signifikan sebesar 5%. b. Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kepercayaan
28
instrumen penelitian yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika alat tersebut mampu memberikan hasil yang dapat dipercaya dan konsisten. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan derajat reliabilitas alat evaluasi menurut Guilford (Suherman, 2003), dalam hal ini analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS statistic 17.0. Kriteria derajat reliabilitas (r11) alat evaluasi menurut Guilford: 0,80< r11≤ 1,00; derajat reliabilitas sangat tinggi 0,60< r11≤ 0,80; derajat reliabilitas tinggi 0,40< r11≤ 0,60; derajat reliabilitas sedang 0,20< r11≤ 0,40; derajat reliabilitas rendah 0,00< r11≤ 0,20; tidak reliabel
2. Analisis Data Kepraktisan Model Pembelajaran Problem Solving
Analisis data kepraktisan model pembelajaran problem solving ditentukan dari keterlaksanaan model pembelajaran problem solving dan kemenarikan model pembelajaran problem solving. a. Analisis data keterlaksanaan model pembelajaran problem solving. Keterlaksanaan model pembelajaran diukur melalui penilaian terhadap keterlaksanaan RPP yang memuat unsur-unsur dalam metode pembelajaran, meliputi sintak pembelajaran, sistem sosial, dan perilaku guru. Langkah-langkah dalam menganalisis data keterlaksanaan model pembelajaran problem solving, yaitu sebagai berikut: 1. Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek
29
pengamatan, kemudian dihitung persentase ketercapaian dengan rumus: Ji =
∑ Ji N
x 100
(Sudjana, 2005)
Keterangan : %Ji = Persentase dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i ∑Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat pada pertemuan ke-i N = Skor maksimal (skor ideal) 2. Menghitung rata-rata persentase ketercapaian untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat. 3. Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase ketercapaian secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran.
Tabel 2 Tafsiran skor (persentase) Persentase 75,1% - 100,0% 50,1% - 75,0% 25,1% - 50,0% 0,0% - 25,0%
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik
b. Analisis data kemenarikan model pembelajaran problem solving Kemenarikan model pembelajaran ditinjau dari angket respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran problem solving. Analisis data tersebut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengolah jumlah skor jawaban responden dengan model skala sikap. Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 13 pernyataan positif
30
dan 13 pernyataan negatif. Komponen sikap dalam pernyataan ini mencangkup kognisi (berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya), afeksi (berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut), dan konasi (berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut). Pernyataan yang terdapat diangket tersebut mencangkup segala kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, hubungan kimia dalam kehidupan sehari-hari, isi dari LKS problem solving, evaluasi pembelajaran berupa instrumen asesmen pengetahuan, cara guru mengajar, serta cara guru merespon jawaban dan pertanyaan dari siswa. Pengolahan jumlah skor (∑S) dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Pengolahan jumlah skor pada skala sikap Respon Setuju (S) Tidak Setuju (TS)
Skala Pernyataan Positif 4 x jumlah responden 2 x jumlah responden
Skor Pernyataan Negatif 2 x jumlah responden 4x jumlah responden
2. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap pernyataan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: %xin =
∑S Smaks
x 100%
(Sudjana, 2005)
Keterangan : %Xin = Persentase jawaban respon siswa pada kemenarikan model pembelajaran problem solving ∑S
= Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
31
3. Analisis Data Keefektivan Model Pembelajaran Problem Solving
Ukuran keefektivan model pembelajaran dalam penelitian ini ditentukan dari kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung serta ketercapaian dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa. a. Analisis data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran Untuk analisis data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek pengamatan, kemudian dihitung persentase kemampuan guru dengan rumus: ∑J
Ji = ( N i ) x 100
(Sudjana, 2005)
Keterangan : %Ji = Persentase dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i ∑Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat pada pertemuan ke-i N = Skor maksimal (skor ideal) 2. Menghitung rata-rata persentase kemampuan guru untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat. 3. Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase kemampuan guru sebagaimana pada Tabel 2
b. Analisis data aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung Aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung diukur dengan menggunakan
32
lembar observasi oleh dua orang pengamat. Analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menghitung persentase aktivitas siswa untuk setiap pertemuan dengan rumus: a
% Pa = b x 100%
(Sunyono, 2014)
Keterangan: Pa = Persentase aktivitas siswa dalam belajar di kelas. Fa = Frekuensi total aktivitas siswa yang muncul disetiap aspek. Fb = Frekuensi total maksimum aktivitas siswa disetiap aspek. 2. Menghitung jumlah persentase aktivitas siswa yang relevan dan yang tidak relevan dengan pembelajaran untuk setiap pertemuan dan menghitung rataratanya, kemudian menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagaimana pada Tabel 2 3. Mengurutkan aktivitas siswa yang dominan dalam pembelajaran berdasarkan persentase setiap aspek aktivitas yang diamati.
Aktivitas siswa juga dinilai melalui penilaian sikap dan keterampilan pada saat melakukan praktikum percobaan daya hantar listrik di pertemuan pertama dengan menggunakan lembar penilaian sikap dan keterampilan praktikum yang dinilai oleh observer teman sejawat. Penilaian ini dilakukan karena materi larutan elektrolit dan non elektrolit menggunakan metode praktikum untuk membangun konsep awal, sehingga penilaian ini berfungsi sebagai data pendukung untuk mengetahui keefektivan model pembelajaran problem solving.
33
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Nilai =
Skor yang diperoleh Skor maksimum
x 100
Tabel 4. Kriteria Penilaian: Nilai
Kriteria
66,7 – 100
Baik
33,3 – 66,7
Cukup Baik
0 – 33,3
Kurang Baik (Zamroni, 2004)
c.
Analisis data penguasaan konsep siswa Penguasaan konsep kimia merupakan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum kimia ke dalam situasi yang konkrit pada pemecahan masalah dan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh siswa dalam tes penguasaan konsep (pretes dan postes). Selanjutnya peningkatan penguasaan konsep ditunjukkan melalui perolehan skor gain, yaitu selisih antara skor postes dan skor pretes (Sunyono, 2012). Namun untuk menghindari pembiasan pada skor gain, maka dilakukan normalisasi skor gain tersebut dengan mengacu pada rumus yang dikemukakan oleh Hake (2002). n-gain =
postes 100 -
pretes pretes
Kriterianya adalah (1) pembelajaran dengan n-gain “tinggi”, jika n-gain>0,7 ; (2) pembelajaran dengan n-gain “sedang”, jika n-gain terletak antara 0,3
34
4. Analisis Ukuran Pengaruh (Effect Size)
Analisis terhadap ukuran pengaruh pembelajaran dengan model problem solving terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan uji-t dan uji effect size. Uji-t dilakukan terhadap perbedaan rerata n-gain penguasaan konsep antara postes dan pretes. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah α = 0,05. Rumus yang digunakan dalam uji-t adalah: t =
(n )
√(
(n )
n1 n 2
1
) (n
1 n
)
Keterangan: t = nilai uji-t x = nilai rerata hasil pretes x = nilai rerata hasil postes = varians pretes = varians postes n = jumlah sampel pretes n = jumlah sampel postes
(Sudjana, 2005)
Berdasarkan uji-t terhadap nilai n-gain, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan ukuran pengaruh dengan rumus:
Keterangan : µ = effect size t = t hitung dari uji-t df = derajat kebebasan
Kriteria: µ ≤ 0,15; efek diabaikan (sangat kecil) 0,15 < µ ≤ 0,40; efek kecil 0,40 < µ ≤ 0,75; efek sedang 0,75 < µ ≤ 1,10; efek besar µ > 1,10; efek sangat besar
(Jahjouh, 2014)
(Dincer, 2015).
66
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai penerapan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit, maka diperoleh simpulan sebagai berikut : 1.
Penerapan model pembelajaran problem solving praktis dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran problem solving memiliki kriteria “sangat baik” dan kemenarikan model pembelajaran problem solving memiliki respon yang positif dari siswa.
2.
Penerapan model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa yang relevan selama pembelajaran yang memiliki kriteria “sangat baik”, serta nilai pretes dan postes penguasaan konsep mengalami peningkatan dengan rerata nilai n-gain sebesar 0,51237 dengan kriteria “sedang”.
3.
Penerapan model pembelajaran problem solving memiliki ukuran pengaruh yang “besar” dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi
67
larutan elektrolit dan non elektrolit.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan: Kepada guru-guru kimia untuk mengimplementasikan model pembelajaran problem solving di kelas, khususnya pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit dengan menggunakan LKS dan asesmen pengetahuan berbasis problem solving. Hal ini dikarenakan model pembelajaran problem solving terbukti praktis, efektif dan berpengaruh besar dalam meingkatkan penguasaan konsep siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., et.al. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia (1st ed.). Universitas Negeri Malang: Malang. Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Dahar, R. W 1989. Teori-teori Belajar. Erlangga: Jakarta. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Dincer, S. 2015. Effect of Computer Assisted Learning on Students’ Achievment In Turkey : a Meta- Analysis. Journal of Turkish Science Education, 12 (1) : 99118. Djamarah, S.B dan A. Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta. Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi ( Suatu Studi deskriptif-Cross Sectional). Disertasi Program doktor Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan. Fitriani, R. D., dan B. Sugiarto. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Pada Materi Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit (Implementation Of Problem Based Instruction To Exercised Of Science Process Skill On Electrolyte And Non Electrolyte). Jurnal Mahasiswa Teknologi Pendidikan, 2 (3). Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., dan H. H. Hyun. 2012. How to design and evaluate research in education 8th edition. McGraw-Hill, A Business Unit Of The McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of The Americas, New York, NY 10020. Hake, R. R. 2002. Relationship of individual Student Normalized Learning Gains in Mathematics with Gender,High School, Physics, and Pre Test Scores in Mathematics and Spatial Visualization. Physics Education Research Conference. Tersedia pada : http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002hHake.pdf .diakses pada tangga 21 oktober 2016.
Hamalik, O. 2005. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta. Herman, T. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika, 1 (1): 47-56. Herron, J. D., L. Luis, Cantu, R. Ward, & V. Srinivasan. 1977. Problems Associated with Concept Analysis. Journal Science Education, 61 (2): 185199. Izzati, S. 2015. Penerapan Model Pembelajaran SiMayang Tipe II Berbasis Multiple Representasi Dalam Meningkatkan Efikasi Diri Dan Penguasaan Konsep Asam Basa. Skripsi. FKIP Unila. Bandarlampung: Tidak diterbitkan. Jahjouh, A. Y. M. 2014. The Effectiveness of Blended E-Learning Forum in Planning for Science Instruction. Journal of Turkish Science Education, 11(4): 3-16. Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran. Yrama Widya: Bandung. Lambertus., Bey, A., Anggo, M., Fahinu., Sudia, M., dan Kadir. 2014. Developing Skills Resolution Mathematical Primary School Students. International Journal of Education and Research, 2(10): 601- 614. Lidiawati. 2011. Penerapan Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Pokok Sistem Koloid Dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa dan Keterampilan Mengkomunikasikan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung: Tidak diterbitkan Markle, S.M., and Tiemann, P.W. 1970. Really Understanding Concepts: Or in Frumious Pursuit of the Jabberwoch. Stipes.Champaign, Illionis. Nessinta, N. 2010. Penerapan Metode Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Asam Basa (PTK Kelas XI IPA 4 SMA Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009-2010). Skripsi. FKIP Universitas Lampung. Bandarlampung: Tidak diterbitkan. Putri, D. E. N. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Mengkomunikasikan Siswa pada Materi Larutan Penyangga. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung: Tidak diterbitkan Raufl, R. A. A., Rasul, M. S., Mansor, A. N., Othman, Z., dan Lyndon, N. 2013. Inculcation of Science Process Skill in a Science Classroom. Journal of Science and Education, 9(8):55. Rokhayati, N. 2011. Peningkatan Penguasaan Konsep Matematika Melalui Model
Pembelajaran Guided Discovery-Inquiry Pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Sleman .Doctoral dissertation. UNY. Yogyakarta. Rusmiyati, A. dan Yulianto, A. 2009. Peningkatan Keterampilan Proses Sains dengan Menerapkan Model Problem Based-Instruction. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 4 (5): 75-78. Safitri, E. I., I. Rosilawati dan T. Efkar. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi Hidrolisis Garam dalam Meningkatkan Keterampilan Mengklasifikasi dan Penguasaan Konsep. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Kimia, 1 (1). Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Santrock, J. W. 2009. Psikologi Pendidikan (Educational Psychology) Edisi 3 buku 2. Jakarta : Salemba Humanika Silberberg. 2009. Principal of General Chemistry Second Edition. International Edition. New York: Mc. Graw Hill. Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta: Jakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito: Bandung. Sugiyono, 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R& D. Alfabeta: Bandung. Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UPI: Bandung. Sukarno. 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains. Graha Ilmu: Yogyakarta. Sunyono. 2012. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi (Model SiMaYang). Aura Printing & Publishing: Bandarlampung. Sunyono. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi dalam Menumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya: Tidak diterbitkan. Sunyono dan D. Yulianti. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia SMA Berbasis Multipel Representasi dalam Menumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelas X. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius: Yogyakarta.
Taufiq, A. 2012. Pendidikan Anak di SD. Universitas Terbuka. Tangerang. Tim Penyusun. 2006 Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Isi Standar Kelulusan IPA. Jakarta: Depdiknas. ____________. 2014. Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 Lampiran III tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah . Depdikbud: Jakarta. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara: Jakarta. Warsita, B. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan, dan Aplikasinya. Rineka Karya: Jakarta. Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. http://agungprudent.wordpress. com/2009/06/18/efektivitas-pembelajaran/.diakses pada 25 Februari 2017. Yustika, Ana, Eko Budi Susatyo, and Murbangun Nuswowati. 2015. Uji Kriteria Instrumen Penilaian Hasil Belajar Kimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 8 (2) : 1330 – 1339. Zamroni. 2004. Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif dan Psikomotor. Depdiknas: Jakarta.