PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT
(Skripsi)
Oleh DHES RETNO PUTRI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
i
ABSTRAK PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT Oleh DHES RETNO PUTRI
Penelitian dengan One Group Pretest-Posttest Design ini bertujuan mendeskripsikan kepraktisan, keefektivan, dan ukuran pengaruh (effect size) model pembelajaran discovery learning dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X.1 dan X.5 SMA Negeri 16 Bandar Lampung dengan teknik pengambilan sampel yaitu cluster random sampling. Kepraktisan diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP dan respon siswa. Keefektivan diukur melalui peningkatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama proses pembelajaran, kemampuan efikasi diri, dan penguasaan konsep siswa. Ukuran pengaruh (effect size) diukur setelah melakukan uji normalitas dan uji-t perbedaan pretes postes diperoleh ukuran pengaruh (effect size) dari pembelajaran discovery learning terhadap efikasi diri dan penguasaan konsep siswa. Kemampuan efikasi diri ditunjukkan dengan angket dan kemampuan penguasaan konsep diperoleh dari nilai n-Gain. Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran discovery learning memiliki
ii
kepraktisan dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa dengan kriteria sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran discovery learning yang memiliki kriteria sangat tinggi dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria sangat tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan model pembelajaran discovery learning efektif dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa dengan kriteria sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi, kemampuan efikasi diri meningkat dari kriteria tinggi menjadi sangat tinggi, dan kemampuan penguasaan konsep siswa memiliki kriteria sedang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan discovery learning memiliki ukuran pengaruh yang besar dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Kata kunci
: discovery learning, efikasi diri, penguasaan konsep, kepraktisan, keefektivan, dan ukuran pengaruh, effect size
iii
PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT
Oleh DHES RETNO PUTRI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
iv
v
RIWAYAT HIDUP
Pada tanggal 19 Desember 1994 penulis dilahirkan di desa Balekencono Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Almarhum Bapak Nahrowi Slamet dan Ibu Sartini. Pendidikan formal diawali di TK PKK Balekencono tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2001, kemudian dilanjutkan ke SD Negeri 1 Balekencono tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2007, lalu dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Batanghari pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010, dan diteruskan ke SMA Kartikatama Metro pada tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013.
Tahun 2013 terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa aktif dalam kegiatan organisasi kampus, diantaranya menjadi anggota bidang Pendidikan FPPI Periode 2014/2015. Beasiswa Bidik Misi didapatkan selama kuliah. Tahun 2016 mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Rumbia yang terakreditasi B dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Pekon Restu Baru, Kec. Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah.
viii
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur ke hadirat Allah SWT selalu terpatri dalam hati, sehingga karena-Nya skripsi ini dapat terselesaikan, dengan rasa bangga dan tulus hati, ku persembahkan bait-bait puisi sederhana ini: Bagaikan bunga yang menghiasi taman Yang setiap hari mekar dengan rupawanmu Yang selalu ditunggu para penikmat keindahan Bagaikan mata air di padang tandus Kalian yang selalu memberikan semangat Kesedihan sirna jika mengingat kalian Yang ada rindu menyiksa hati Doamu yang tulus setiap malam kau panjatkan hanya untuk anakmu tanpa memperdulikan dirimu sendiri Tak pernah henti bersyukur atas nikmat ini Teruntuk Ibu dan Almarhum Bapak, kedua orang tua yang selalu memberikan kasih sayang tiada henti, selalu mendukung, yang rela meneteskan keringat peluh keletihan untuk menguliahkan anaknya, doa yang tak pernah henti kalian panjatkan kepada Allah SWT untuk kesuksesan anaknya. Semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan umur bagi Ibu dan kebahagiaan akhirat untuk Bapak. Teruntuk guruku, dosenku, kakak-kakakku, keponakanku, teman dan sahabatku yang selalu menjadi sahabat dan guru kehidupan, tak pernah menyerah memberikan semangat, cerita, cinta, suka, duka, tangis, dan tawa.
Teruntuk almamater tercinta Universitas Lampung
ix
MOTTO
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. Ar-Rahmaan: 21)
“Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari kesusahankesusahan hari kiamat” (H.R Muslim)
“Barang siapa yang memberi kemudahan orang yang kesulitan, maka Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan di akhirat” (H.R Muslim)
“Jangan lupa bersyukur dan beristighfar, karena semua nikmat datang dari Sang Maha Pemberi Nikmat” (Dhes Retno Putri)
x
SANWACANA
Segala puji hanyalah untuk-Mu Allah yang Maha Menciptakan, Menghidupkan, dan Mematikan, yang karena rahmat serta Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada: 1. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. 3. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus sebagai Pembimbing I atas kesediaan dan kesabarannya memberikan bimbingan dalam skripsi ini, serta sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis, terima kasih atas segala bimbingan dan motivasi. 4. Ibu Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II atas kesediaan dan kesabarannya memberikan bimbingan dalam skripsi ini. 5. Bapak Dr. Sunyono, M.Si. selaku Pembahas, terima kasih atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini dan pelajaran hidup.
xi
6. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si., terima kasih atas fasilitas laboratorium, serta terima kasih untuk seluruh dosen Pendidikan Kimia Universitas Lampung. 7. Ibu Yohana Oktariana, S.Pd., M.Pd., terima kasih atas membantu memvalidasi angket efikasi diri agar menjadi instrumen yang baik. 8. Ibu Dra. Hj. Emi Astuti selaku Plt. Kepala SMA Negeri 16 Bandar Lampung, Bapak Kusnadi, S.Pd selaku Wakasek. Bidang kurikulum, dan Bapak Pimpralizal, S.Pd selakua guru mitra. 9. Ibu Sartini dan almarhum Bapak Nahrowi Slamet, dua orang paling hebat sedunia, mbakku Vivi Pravitasari, dan keluarga besar yang selalu mendo‟akan serta mendukung dengan senyuman dan suka cita. 10. Rekan-rekan seperjuangan (Ewid, Dini, dan Mae), sahabat-sahabatku ( Annisa Nur Rachmawaty, Yosi Lidia, Amanda Mutiara, Endang Mariyani, Desma, Beta), adek-adekku yang selalu menjadi teman dalam suka maupun duka (Yeni Oktaviani dan Rita Adiyati), rekan-rekan Reaction‟13, keluarga KKN-KT Pekon Restu Baru Kec. Rumbia (Prayitno, Ronaldo, Fince, Serli, Desyana, Dewi, Tasya, Rahma, dan Lia) yang sangat luar biasa.
Akhirnya, penulis meminta maaf atas segala salah dan khilaf. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan menjadi bahan rujukan. Menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekeliuran, kritik serta saran pembaca menjadi permintaan penulis untuk karya selanjutnya untuk lebih baik.
Bandarlampung, 06 Juli 2017 Penulis,
Dhes Retno Putri 1313023013
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6 D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6 E. Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivisme ............................................................ 9 B. Pembelajaran Discovery Learning ...................................................... 11 C. Efikasi Diri .......................................................................................... 20 D. Penguasaan Konsep ............................................................................ 25 E. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 28 F. Anggapan Dasar .................................................................................. 30 G. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subyek Penelitian ................................................................................ 32 B. Metode Penelitian ............................................................................... 32
xiii
C. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ............................. 33 D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian......................................................... 34 E. Analisis Data ....................................................................................... 37 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan ....................................................... 50 1. Validitas dan Reliabiltas Instrumen ............................................. 50 2. Kepraktisan Model Pembelajaran Discovery Learning ................ 52 a.
Keterlaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning .... 52
b.
Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model Discovery Learning ..................................................... 53
3. Keefektivan Model Pembelajaran Discovery Learning ................ 55 a. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajarang ............. 55 b. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung ............... 57 c. Kemampuan Efikasi Diri Siswa .............................................. 58 d. Kemampuan Penguasaan Konsep Siswa................................. 59 4. Ukuran Pengaruh .......................................................................... 60 a. Uji Normalitas ......................................................................... 60 b. Ukuran Pengaruh .................................................................... 61 B. Pembahasan ......................................................................................... 62 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................................. 80 B. Saran ................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
1. Analisis Konsep ................................................................................... 87 2. Analisis KI-KD .................................................................................... 90 3. Silabus .................................................................................................. 98 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .................................................... 99 5. Lembar Kerja Siswa ............................................................................. 111 6. Lembar Validasi Ahli Angket Kemampuan Efikasi Diri ..................... 118 7. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Kemampuan Efikasi Diri . 127 8. Kisi-Kisi Angket Kemampuan Efikasi Diri ......................................... 130 9. Angket Kemampuan Efikasi Diri ......................................................... 131 10. Rekapitulasi Kemampuan Efikasi Diri................................................. 133 11. Kisi-Kisi Soal Penguasaan Konsep ...................................................... 137 12. Soal Penguasaan Konsep...................................................................... 139 13. Rubrik Soal Penguasaan Konsep ......................................................... 142 14. Analisis Validitas Butir Soal Kemampuan Penguasaan Konsep ......... 146 15. Rekapitulasi Analisis Validitas Butir Soal .......................................... 148 16. Analisis Data Pemeriksaan Jawaban Soal Kemampuan Penguasaan Konsep ................................................................................................. 149 17. Analisis Data Kemampuan Penguasaan Konsep.................................. 151 18. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning ............................................................................................... 152 19. Rekapitulasi Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning .............................................................................. 154 20. Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Discovery Learning ... 160 21. Rekapitulasi Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Discovery Learning ............................................................................................... 162 22. Lembar Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran discovery learning ................................................................................ 165
xv
23. Rekapitulasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran doscovery learning ............................................................................... 167 24. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa .................................................. 171 25. Rekapitulasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran............... 173 26. Analisis SPSS Uji Normalitas .............................................................. 176 27. Hasil SPSS Perhitungan Uji-t .............................................................. 178 28. Perhitungan Ukuran Pengaruh ............................................................. 183
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Desain Penelitian ......................................................................................... 33 2. Kriteria Keterlaksanaan ............................................................................... 40 3. Instrumen Efikasi Diri ................................................................................. 44 4. Penskoran pada Angket Efikasi Diri ........................................................... 45 5. Validitas Instrumen Tes Penguasaan Konsep ............................................. 51 6. Hasil Observasi terhadap Keterlaksanaan RPP Model Pembelajaran Discovery Learning ..................................................................................... 53 7. Data respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan discovery learning ....................................................................................................... 54 8. Data lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan pembelajaran discovery learning .................................................... 55 9. Data aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran ..................................... 57 10. Data angket kemampuan efikasi diri siswa selama pembelajaran ............ 58 11. Data kemampuan penguasaan konsep siswa dengan menggunakan pembelajaran discovery learning .............................................................. 59 12. Nilai normalitas kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa . 60 13. . Nilai uji-t dan effect size kemampuan efikasi dri dan penguasaan konsep ....................................................................................................... 61
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 35
xviii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari berbagai fenomena dan hukum alam (Parning, Mika, & Horale, 2005). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (BSNP, 2006). Alam sekitar yang memiliki berbagai gejala alam dapat dipelajari melalui ilmu kimia, dimana ilmu kimia adalah salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam selain fisika, biologi, astronomi, dan geologi (Parning, Mika, & Horale, 2005). Belajar ilmu kimia, siswa membangun pemahaman pengetahuan kimia secara mandiri sehingga menumbuh-kembangkan rasa percaya diri yang proporsional dalam berpikir. Menurut Johnstone (dalam Sunyono, 2013) bahwa belajar kimia meliputi tiga level representasi yaitu: makroskopik, submikroskopik, dan simbolik.
Pemahaman seseorang terhadap ilmu kimia ditentukan oleh kemampuannya mentransfer dan menghubungkan antara fenomena makroskopik, submikroskopik,
2
dan simbolik (Sunyono, 2013). Pemahaman seseorang dalam menerima materi kimia perlu suatu metode dalam penyampaiannya agar dapat dipahami dengan mudah. Menurut Rosesshine (dalam Santrock, 2011) metode pembelajaran ada metode demonstrasi, eksperimen, tugas dan resitasi, ceramah, penjelasan dan lain sebagainya. Menurut Henson (dalam Santrock, 2011) ceramah, penjelasan, dan demonstrasi adalah aktivitas guru yang biasa digunakan dalam pendekatan pengajaran secara langsung.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru kimia di SMA Negeri 16 Bandar Lampung, diperoleh hasil bahwa pembelajaran kimia selama ini belum pernah menerapkan model pembelajaran yang memiliki sintak yang rumit dan banyak, misalnya seperti problem solving, discovery learning, atau seperti problem based learning. Kompetensi Dasar (KD) 3.8 selama ini tidak pernah melakukan eksperimen oleh guru yang mengajar disana dikarenakan laboratorium sekolah sebelumnya belum aktif digunakan, sedangkan KD 3.8 ini dituntut untuk melakukan eksperimen. Hal ini tidak akan memberikan pengalaman baru kepada siswa seperti pengalaman cara menggunakan alat-alat praktikum serta kurang mengenal bahan-bahan kimia, sehingga siswa kurang dilatih untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam kegiatan praktikum. Keterampilan praktikum siswa yang kurang dilatih ini dapat mempengaruhi efikasi diri siswa atau kepercayaan diri mereka dalam melakukan eksperimen. Ditambah lagi karena kekurangan ruang kelas, maka khusus siswa kelas X SMA Negeri 16 Bandar Lampung berangkat sekolah dan masuk pukul 13.00 WIB yang menambah suasana belajar kurang kondusif bagi siswa, sehingga diharapkan ada metode atau model
3
pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif bagi siswa kelas X di SMA Negeri 16 Bandar Lampung.
Dalam konteks kurikulum 2013, model pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah yang digunakan merupakan model pembelajaran yang memiliki konsep pendekatan ilmiah sehingga dalam praktiknya salah satu aktivitas dalam model pembelajaran adalah kegiatan penelitian atau eksperimen, dimana hal ini sesuai dengan materi KD 3.8. Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan dalam kurikulum 2013 adalah model pembelajaran discovery learning, dimana disocvery baik dalam konsep model maupun hanya konsep aktivitas siswa yang merupakan strategi pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan (Abidin, 2014). Siswa perlu mendapatkan pembelajaran yang berbasis masalah agar siswa dapat belajar untuk menemukan suatu rasa ingin tahu dari mencari solusi untuk masalah tersebut.
Discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis, sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku (Suhana, 2014). Pembelajaran discovery learning sesuai untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan masalah pembelajaran yang diberikan oleh guru karena pembelajaran ini menekankan siswa untuk menemukan sendiri solusi dari masalah yang diberikan guru sehingga akan meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Istiana (2015) model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan aktivitas belajar dari
4
37,00% menjadi 77,78%, sedangkan menurut hasil penelitian Diantini (2015) untuk materi larutan elektrolit dan non elektrolit rata-rata n-Gain kemampuan generating dengan model discovery learning berbeda secara signifikan dibandingkan rata-rata n-Gain kemampuan generating dengan pembelajaran ceramah, artinya pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan secara efektif kemampuan generating untuk materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Berdasarkan hasil penelitian di atas terlihat bahwa model pembelajaran discovery learning baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari hasil aktivitas dan nilai rata-rata n-Gain yang meningkat.
Menurut Bandura (dalam Feist, 2010) , efikasi diri merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku. Menurut Schunck (dalam Santrock, 2011) apabila siswa menerapkan konsep efikasi diri pada banyak aspek prestasi siswa, maka efikasi diri memengaruhi aktivitas belajar siswa. Siswa yang memiliki efikasi diri rendah akan menghindari banyak tugas pembelajaran, terutama yang menantang. Sebaliknya, siswa yang memiliki efikasi diri tinggi akan cenderung menyukai tugas pembelajaran serta mereka akan jauh lebih berusaha dan bertahan lebih lama dalam mengerjakan tugas pembelajaran dibandingkan mereka yang memiliki efikasi diri rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Harahap (2011) bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara efikasi diri siswa terhadap hasil belajar kimianya. Efikasi diri siswa sangat menentukan tingkat dan peningkatan prestasi belajar kimia siswa karena dengan efikasi diri siswa akan mampu merencanakan tindakan, menampilkan perilaku baru, merespon dengan aktif dan kreatif serta mampu memberikan solusi atau memecahkan masalah terhadap
5
persoalan yang diberikan oleh guru, sehingga siswa akan peraya diri dalam menemukan masalah yang terdapat dalam sintak pembelajaran discovery learning yang diberikan oleh guru dan berani menyampaikan masalah yang siswa temukan. Proses belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh efikasi diri saja melainkan banyak faktor. Pada kegiatan belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan konsep yang dimiliki siswa (Djamarah dan Zain, 2006). Menurut Izzati (2015) bahwa penguasaan konsep adalah usaha yang harus dilakukan oleh siswa dalam merekam dan mentransfer kembali sejumlah informasi dari suatu materi pelajaran tertentu, lebih ringkasnya penguasaan konsep adalah hasil dari kegiatan intelektual, maka dari itu penguasaan konsep siswa penting untuk dikuasai.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah kepraktisan pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit?
2.
Bagaimana keefektivan pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit?
6
3.
Bagaimana ukuran pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap peningkatan efikasi diri dan penguasaan konsep pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1.
Kepraktisan pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
2.
Keefektivan pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
3.
Ukuran pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap peningkatan efikasi diri dan penguasaan konsep pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah bagi: 1. Siswa Dengan pembelajaran discovery learning akan meningkatkan efikasi diri serta penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Efikasi diri siswa terukur dari sikap keyakinan yang tinggi dalam memecahkan masalah pada proses pembelajaran.
7
2. Guru dan calon guru Pembelajaran discovery learning dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan efikasi diri serta penguasaan konsep siswa. 3. Sekolah Menjadi sumbangan pemikiran, informasi, dan bahan referensi model pembelajaran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1.
Model discovery learning terdiri dari 6 langkah yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification atau pembuktian, dan generalization (Djamarah dan Zain, 2006).
2.
Efikasi diri (self-efficacy) sebagai pertimbangan-pertimbangan manusia tentang kemampuan-kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan sekumpulan kegiatan yang dibutuhkan untuk mendapatkan kinerjakinerja yang direncanakan (Bandura dalam Hartono, 2007). Efikasi diri siswa diukur melalui angket efikasi diri dimodifikasi dari Sunyono (2015) yang diisi oleh siswa sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran discovery learning.
3.
Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut (Djamarah dan Zain, 2006).
8
4.
Kepraktisan suatu model pembelajaran diukur berdasarkan keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lembar observasi) dan kemenarikan model pembelajaran berdasarkan angket respon siswa (Nieveen, 1999).
5.
Keefektivan model pembelajaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif bila pembelajaran dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasi-informasi yang diberikan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari guru/dosen (Nieveen dalam Sunyono, 2012). Keefektivan model pembelajaran discovery learning diukur berdasarkan peningkatan kemampuan guru dalam mengelola kelas, aktifitas siswa, efikasi diri siswa dan penguasaan konsep siswa.
6.
Materi pada penelitian ini adalah larutan elektrolit dan non elektrolit yang mencakup uji daya hantar listrik, penyebab perbedaan daya hantar listrik dan jenis ikatan pada senyawa yang dapat atau tidak dapat menghantarkan arus listrik.
7.
Ukuran pengaruh effect size berkenaan dengan tingkat keberhasilan suatu perlakuan yang diterapkan dalam suatu pembelajaran (Abujahjouh, 2014).
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut teori Sutarno (2008) yang menyatakan bahwa konstruktivisme adalah aliran filsafat yang tema utamanya berkenaan dengan hakikat pengetahuan. Konstruktivisme berimplikasi terhadap pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan sains dan matematika. Ada 3 jenis konstruktivisme, yaitu (a) konstruktivisme Psikologis Personal yang menekankan bahwa pribadi (subjek) sendirilah yang mengkonstruksikan pengetahuan; (b) Konstruktivisme Sosiologis yang lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan; dan (c) Sosiokulturalisme yang mengakui baik peranan aktif personal maupun masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pengetahuan Sosiokulturalisme inilah yang mulai banyak diterima dalam pendidikan sains dan matematika.
Menurut teori Budiningsih (2012) yang menyatakan bahwa paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari berkaitan dengan kimia. Kemampuan awal akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Kemampuan awal masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. Belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses
10
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini sependapat sesuai dengan yang telah diungkapkan bahwa menurut pandangan kontruktivisme pengetahuan pada dasarnya dibangun oleh anak melalui interaksi dengan lingkungan. Proses belajar anak harus dilakukan dalam lingkungannya, mengkreasi atau memanipulasi objek. Anak harus difasilitasi oleh guru untuk berbuat atau membangun sesuatu daripada sekadar melakukan atau meniru yang dibangun orang lain (Taufiq, Prianto, & Mikarsa, 2012). Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman (Budiningsih,2012).
Pendekatan konstruktivisme dalam belajar merupakan salah satu pendekatan yang lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini disajikan supaya lebih merangsang dan memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar berpikir inovatif dan mengembangkan potensinya secara optimal (Suhana, 2014). Menurut teori Sanjaya (2011) yang menyatakan bahwa konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Menurut Brooks
11
and Brooks (dalam Suhana, 2014) menyatakan bahwa konstruktivisme adalah suatu pendekatan dalam belajar mengajar yang mengarahkan pada penemuan suatu konsep yang lahir dari pandangan, dan gambaran serta inisiatif peserta didik.
Menurut teori Sunyono (2015) yang menyatakan bahwa teori belajar konstruktivisme ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat peserta didik. Seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan yang sudah dimiliki berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
B. Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran discovery pertama kali dikemukakan oleh Jerome Bruner (dalam Hamalik, 2011), yang menyatakan bahwa belajar penemuan (discovery learning) sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, siswa belajar yang terbaik adalah melalui penemuan sehingga berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Hamalik, 2011). Discovery learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri (Djamarah dan Zain, 1996). Menurut Dahar (dalam Hamalik, 2011) dengan model pembelajaran discovery, pengetahuan yang diperoleh siswa akan lama diingat, konsep-konsep jadi lebih mudah diterapkan pada situasi baru dan meningkatkan penalaran siswa. Menurut teori Djamarah dan Zain (1996) yang menyatakan bahwa discovery learning adalah pembelajaran di mana siswa-siswa membuat pemahaman sendiri. Sistem
12
belajar yang dikembangkan Bruner dimana menggunakan landasan pemikiran pendekatan belajar mengajar. Hasil belajar dengan cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan kecakapan anak didik bersangkutan lebih jauh dapat menimbulkan motivasi instrinsik, karena anak didik merasa puas atas penggunaannya sendiri.
Discovery learning berbeda dengan pendekatan pembelajaran langsung yang dibahas sebelumnya, di mana guru secara langsung menjelaskan informasi kepada siswa (Santrock, 2011). Pendukung utama pendekatan pembelajaran langsung ini adalah Piaget dan Bruner (dalam Hamalik, 2011) , yakni penganut Psikologi kognitif dan Humanistik. Menurut teori Hamalik (2011) yang menyatakan bahwa belajar penemuan dapat juga disebut „Proses Pengalaman‟. Teori juga menyebutkan langkah-langkah belajar proses pengalaman, adalah: 1.
Tindakan dalam instansi tertentu. Siswa melakukan tindakan dan mengamati pengaruh-pengaruhnya. Pengaruh-pengaruh tersebut mungkin sebagai ganjaran atau hukuman (operant conditioning), atau mungkin memberikan keterangan mengenai hubungan sebab akibat.
2.
Pemahaman kasus tertentu. Apabila keadaan yang sama muncul kembali, maka dia dapat mengantisipasi pengaruh yang bakal terjadi, dan konsekuensikonsekuensi apa yang akan terasakan.
3.
Generalisasi. Siswa membuat kesimpulan atas prinsip-prinsip umum berdasarkan pemahaman terhadap instansi tersebut.
4.
Tindakan dalam suasana baru. Siswa menerapkan prinsip dan mengantisipasinya.
13
Menurut pendidik John Dewey dan psikolog kognitif Jerome Bruner (dalam Santrock, 2011) memperkenalkan konsep discovery learning dengan mendorong guru untuk memberi siswa-siswa lebih banyak kesempatan untuk belajar sendiri. Pandangan mereka, discovery learning mendorong siswa untuk berpikir sendiri dan mengetahui bagaimana pengetahuan dibangun. Memperluas keingintahuan dan penyelidikan alamiah mereka.
Menurut De Jong dkk (dalam Santrock, 2011) guru memfasilitasi discovery learning dengan memberi siswa-siswa aktivitas yang menstimulasi yang mengaktifkan keingintahuan mereka. Menyampaikan aktivitas yang menstimulasi ini, berperan sebagai salah satu dari pemberi jawaban atas pertanyaan yang dibuat oleh siswa. Memajukan discovery learning di pihak siswa dengan bersikap seolah memiliki keingintahuan dan minat yang kuat dalam menyingkap solusi masalah dengan sendirinya. Menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri (Roestiyah, 2008). Menurut Glasson (dalam Santrock, 2011) discovery learning sangatlah efektif dalam kelas ilmu pengetahuan alam. Para peneliti menemukan bahwa siswa-siswa di kelas ilmu pengetahuan dengan discovery learning yang berbasis aktivitas mendapatkan nilai lebih tinggi dalam tes prestasi ilmu pengetahuan alam daripada siswa-siswa dalam kelas ilmu pengetahuan dengan pengajaran secara langsung yang tradisional. Penemuan ini berlaku di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas (Santrock, 2011).
14
Menurut teori Hamalik (2011) yang menyatakan bahwa secara bahasa, discovery berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang berarti penemuan. Pengertiannya secara istilah setiap ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda namun mempunyai maksud yang sama. Menurut teori Hamalik (2011) yang menyatakan bahwa beberapa ahli berpendapat tentang belajar penemuan atau discovery, di antaranya: 1.
Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008): proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.
2.
Menurut Suryosubroto (dalam Hamalik, 2011): discovery adalah suatu proses belajar mengajar dimana guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
3.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa discovery merupakan model pembelajaran yang melibatkan berbagai proses kepada siswa untuk menemukan suatu pengetahuan (konsep dan prinsip) dengan cara mengasimilasi berbagai pengetahuan (konsep dan prinsip) yang dimiliki siswa. Pembelajaran discovery, siswa didorong untuk aktif belajar dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong mereka untuk memiliki pengalaman-pengalaman dan menghubungkan pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri.
15
Menurut teori Hamalik (2011) yang menyatakan bahwa konsep dasar model pembelajaran discovery learning berorientasi pada keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, mengembangkan sikap kritis dan percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses discovery. Model pembelajaran ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.
Menurut teori Hamalik (2011) yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar dengan model discovery learning, seorang guru dalam menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final (utuh dari awal hingga akhir) atau dengan kata lain guru hanya menyajikan sebagian. Selebihnya diserahkan kepada siswa untuk mencari dan menemukannya sendiri. Menurut Syah (dalam Hamalik, 2011) guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mendapatkan apa-apa yang belum disampaikan oleh guru dengan pendekatan belajar metode problem solving. Tekanan dalam metode discovery learning adalah sebagai usaha menemukan dan meneliti pola-pola hubungan, fakta, pertanyaan-pertanyaan, pengertian, kesimpulan-kesimpulan, masalah, pemecahan-pemecahan dan implikasi-implikasi yang ditonjolkan oleh salah satu bidang studi sehingga dalam
16
pembelajaran terjadi sebuah penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan (Hamalik, 2011).
Menurut Trianto (dalam Hamalik, 2011), pembelajaran discovery ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Siswa telah terpancing untuk mengeluarkan ide-ide ketika guru mengajukan suatu masalah. Pikiran siswa akan terbawa untuk melakukan eksperimen dan mengumpulkan data. Pada dasarnya model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya dan mendorong peserta didik untuk bertindak aktif mencari jawaban atas masalah yang dihadapinya.
Menurut Trianto (dalam Hamalik, 2011) yang menyatakan bahwa penggunaan model discovery learning dalam proses belajar mengajar, untuk melatih siswa melakukan berbagai macam aktivitas, yaitu pengamatan, penyelidikkan, percobaan, membandingkan penemuan satu dengan yang lain, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri. Hasil dari kegiatan itu siswa akan mendapatkan fakta-fakta secara lengkap tentang objek yang diamati. Menurut Roestiyah (dalam Hamalik, 2011) seorang guru menggunakan metode discovery learning dengan tujuan agar siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti pemecahan masalah itu sendiri, mencari sumber, dan belajar bersama di dalam kelompok. Diharapkan juga siswa mampu mengemukakan pendapatnya, berdebat, menyanggah, dan memerhatikan pendapatnya, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan lain sebagainya.
17
Jadi, tujuan umum dari model discovery adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan intelektual dan keterampilan-keterampilan lainnya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan mencari jawaban yang berasal dari keinginan mereka, mengumpulkan data, menganalisisnya hingga mampu menarik suatu kesimpulan (Hamalik, 2011). Menurut teori Djamarah dan Zain (2006) yang menyatakan bahwa ada beberapa fungsi metode discovery dan inquiry di antaranya yaitu: 1.
2. 3.
Membangun komitmen (commitment building) di kalangan peserta didik untuk belajar, yang diwujudkan dengan keterlibatan, kesungguhan, dan loyalitas terhadap mencari dan menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran. Membangun sikap aktif, kreatif, inovatif, dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Membangun sikap percaya diri (self confidence) dan terbuka (openess) terhadap hasil temuannya.
Menurut teori Djamarah dan Zain (2006)yang menyatakan bahwa secara garis besar prosedur model pembelajaran discovery learning adalah demikian: 1.
Stimulation. Guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
2.
Problem statement. Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
3.
Data collection. Menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
18
informasi yang relevan, membaca literatur , mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya. 4.
Data processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
5.
Verification atau pembuktian. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6.
Generalization. Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi di atas, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.
Menurut Syah (dalam Abidin, 2014) dalam mengaplikasikan metode discovery di proses pembelajaran, ada beberapa tahapan pembelajaran yang harus dilaksanakan. Menurut Syah (dalam Abidin, 2014) yang menyatakan bahwa tahapan atau langkah-langkah tersebut secara umum dapat diperinci sebagai berikut. 1.
Stimulasi Pada tahap ini siswa diharapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan dan dirangsang untuk melakukan kegiatan penyelidikan guna menjawab kebingungan tersebut. Kebingungan dalam diri siswa ini sejalan dengan adanya informasi yang belum tuntas disajikan guru.
19
2.
Menyatakan Masalah Pada tahap ini siswa diarahkan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3.
Pengumpulan Data Pada tahap ini siswa ditugaskan untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pencarian, dan penelususran dalam rangka mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar hipotesisnya yang telah diajukannya. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui aktivitas wawancara, kunjungan lapangan, dan atau kunjungan pustaka.
4.
Pengolahan Data Pada tahap ini siswa mengolah dan informasi yang telah diperolehnya baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
5.
Pembuktian Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6.
Menarik Kesimpulan Pada tahap ini siswa menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Menurut teori Suryosubroto (2009) yang menyatakan bahwa tahapan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-langkah metode penemuan dapat disederhanakan sebagai berikut:
20
1. 2.
Identifikasi kebutuhan siswa. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari. 3. Seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas. 4. Membantu memperjelas. Tugas/problema yang akan dipelajari. Peranan masing-masing siswa. 5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan. 6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa. 7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan. 8. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh siswa. 9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses. 10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa. 11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan. 12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya. Menurut teori Suhana (2014) yang menyatakan bahwa beberapa keunggulan metode discovery dan inquiry yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Membantu peserta didik untuk mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif. Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya. Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk belajar lebih giat lagi. Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing. Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri, karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sangat terbatas.
C. Efikasi Diri Bandura (dalam Hartono, 2007) mendefinisikan efikasi diri (self-efficacy) sebagai pertimbangan-pertimbangan manusia tentang kemampuan-kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan sekumpulan kegiatan yang dibutuhkan untuk mendapatkan kinerja-kinerja yang direncanakan. Ini berhubungan bukan dengan
21
keahlian-keahlian yang dimiliki seseorang tetapi lebih ke pertimbanganpertimbangan apa yang seseorang dapat melakukan dengan keahlian-keahlian apapun yang dimilikinya. Definisi ini menunjukkan perbedaan antara komponenkomponen keahlian dengan kemampuan untuk mengorganisasikan dan mengeksekusi tindakan (dalam Hartono, 2007). Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah. Efikasi diri bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan kita (Feist, 2010). Menurut Bandura (dalam Feist, 2010) membedakan antara ekspektasi mengenai efikasi dan ekspektasi mengenai hasil. Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara ekspektasi atas hasil merujuk pada prediksi dari kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku tersebut, hasil merujuk pada konsekuensi dari perilaku, bukan penyelesaian melakukan tindakan tersebut.
Menurut Stipek (dalam Santrock, 2011) efikasi diri adalah kepercayaan bahwa “saya bisa”, dan ketidakberdayaan adalah kepercayaan bahwa “saya tidak bisa”. Siswa yang memiliki efikasi diri tinggi mendukung pernyataan seperti,”Saya tahu bahwa saya akan mampu mempelajari materi ini di dalam kelas” dan “Saya berharap saya dapat melakukan aktivitas ini dengan baik”. Menurut Schunk (dalam Santrock, 2011) menerapkan konsep efikasi diri pada banyak aspek prestasi siswa. Dalam pandangannya, efikasi diri memengaruhi pilihan aktivitas siswa. Siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah akan menghindari banyak tugas pembelajaran, terutama yang menantang. Sebaliknya, siswa yang memiliki
22
efikasi diri tinggi akan cenderung menyukai tugas pembelajaran serta mereka akan jauh lebih berusaha dan bertahan lebih lama dalam mengerjakan tugas pembelajaran dibandingkan mereka yang memiliki efikasi diri rendah. Menurut Harahap (2011) berpendapat bahwa efikasi diri merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian prestasi belajar baik guru maupun siswa yang memiliki kemampuan dan kepribadian yang utuh.
Menurut teori Feist (2010) yang menyatakan bahwa efikasi diri tidak hanya merupakan konsep global atau yang digeneralisasi, seperti harga diri (self-esteem) atau kepercayaan diri (self-confidence). Orang dapat mempunyai efikasi diri yang tinggi dalam satu situasi dan mempunyai efikasi diri yang rendah dalam situasi lainnya. Efikasi diri bervariasi dari satu situasi ke situasi lain, tergantung pada kompetensi yang dibutuhkan untuk kegiatan yang berbeda, ada atau tidaknya orang lain, kompetensi yang dipersepsikan dari orang lain tersebut.
Hal-hal yang memengaruhi efikasi diri , menurut Bandura (dalam Feist, 2010) efikasi personal didapatkan, ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari emapt sumber: (1) pengalaman menguasai sesuatu (master experiences), (2) modeling sosial, (3) persuasi sosial, serta (4) kondisi fisik dan emosional. Dengan setiap metodenya, informasi mengenai diri sendiri dan lingkungan akan diproses secara kognitif dan bersama-sama dengan kumpulan pengalaman sebelumnya, akan mengubah persepsi mengenai efikasi diri. Menurut Wals (dalam Santrock, 2011) seperti halnya pola pikir berkembang, efikasi diri (self –efficacy) , kepercayaan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan menghasilkan sesuatu yang baik, merupakan pandangan kognitif yang penting
23
untuk dikembangkan oleh anak. Menurut Bandura (dalam Santrock, 2011) teori sosial kognitifnya menekankan bahwa efikasi diri adalah faktor kritis yang dapat atau tidak diraih oleh siswa. Banyak kesamaan dengan motivasi untuk menguasai dan motivasi instrinsik. Menurut teori Hartono (2007) yang menyatakan bahwa mendefinisikan efikasi diri (self-efficacy), juga sangat penting untuk meninjau dimensi-dimensi dari pertimbangan efikasi diri (self-efficacy) yang relevan. Pertimbangan-pertimbangan efikasi diri berbeda dalam tiga aspek, tetapi mempunyai dimensi-dimensi yang berkaitan.
Menurut teori Hartono (2007) yang menyatakan bahwa tiga dimensi dari efikasi diri (self-efficacy) adalah 1) besaran (magnitude), 2) kekuatan (strength) dan 3) generalizabilitas (generalizability). 1.
Besaran (magnitude) Besaran (magnitude) dari efikasi diri (self-efficacy) berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas yang seseorang percaya dapat melakukannya. Individual-individual yang mempunyai efikasi siri (self-efficacy) dengan suatu besaran (magnitude) yang tinggi, akan melihat dirinya sendiri mampu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang rumit, sedang mereka yang mempunyai suatu besaran (magnitude) yang rendah, akan melihat dirinya sendiri hanya mampu melakukan tugas-tugas yang sederhana dari perilaku-perilaku.
2.
Kekuatan (strength) Kekuatan (strength) dari efikasi diri (self-efficacy) berhubungan dengan tingkat keyakinan tentang pertimbangan (judgment) yang akan dilakukan. Kekuatan (strength) efikasi diri (self-efficacy) juga merefleksikan penolakan
24
terhadap informasi yang belum yakin (disconforming information). Individual-individual dengan kekuatan lemah dari efikasi diri (self-efficacy) akan lebih mudah frustasi karena adanya halangan-halangan yang menghambat kinerja mereka dan akan merespon dengan persepsi kemampuannya yang menurun. Kebalikannya, individual-individual dengan kekuatan kuat dari efikasi diri (self-efficacy) tidak akan gentar dengan permasalahan-permasalahan sulit dan akan mempertahankan efikasi dirinya sendiri, dengan hasilnya mereka akan tetap melanjutkan persistensinya dan kemungkinan besar akan mampu memecahkan semua permasalahanpermasalahan apapun yang teradi.
3.
Generalisabilitas (generalizability) Generalisabilitas (generalizability) dari efikasi diri (self-efficacy) terbatas pada situasi-situasi tertentu. Beberapa individual-individual mungkin percaya mereka dapat melakukan beberapa perilaku, tetapi hanya pada suatu situasisituasi tertentu saja. Individual-individual ini dikatakan mempunyai generalisibilitas (generalizability) dari efikasi diri (self-efficacy) yang rendah. Sebaliknya, individual-individual yang lainnya mungkin berbeda, mereka mungkin merasa mampu melakukan perilaku di bawah kondisi-kondisi dan situasi-situasi apapun dan dapat melakukan perilaku-perilaku yang berbedabeda. Generalisibilitas (generalizability) dari efikasi diri (self-efficacy) yang tinggi.
25
D. Penguasaan Konsep
Menurut teori Dahar (1989) yang menyatakan bahwa konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsipprinsip dan generalisasi-generalisasi. Memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Konsep-konsep itu merupakan penyajianpenyajian internal dari sekelompok stimulus-stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati; konsep-konsep harus disimpulkan dari perilaku.
Menurut Flavell (dalam Dahar, 1989) menyarankan, bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu: 1.
Atribut. Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang berbeda.
2.
Struktur. Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atributatribut dari konsep itu sendir.
3.
Keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.
4.
Keinklusifan (inclusiveness). Ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam konsep pembelajaran.
5.
Generalitas atau keumuman. Diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya.
6.
Ketepatan. Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep. Menurut Klausmeier (dalam Dahar, 1989) mengemukakan empat tingkat pencapaian konsep (concept attainment), mulai dari tingkat
26
konkret ke tingkat formal. Konsep-konsep pada tingkat formal yang paling tepat, sebab pada tingkat ini atribut-atribut yang dibutuhkan konsep dapat didefinisikan. 7.
Kekuatan (power). Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju , bahwa konsep itu penting (Dahar, 1989).
Menurut Rosser (dalam Dahar, 1989) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Dilihat dari sumber lain suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang (person) (Hamalik, 2002).
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989) , konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsepkonsep sebelum anak-anak masuk sekolah. konkret menurut Gagne (dalam Dahar, 1989) formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah.
Menurut teori Djamarah dan Zain, (2006) yang menyatakan bahwa pembentukan konsep merupakan proses induktif. Bila anak dihadapkan pada stimulus-stimulus lingkungan, mengabstraksi sifat-sifat tertentu atau atribut-atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus-stimulus. Menurut Ausabel (dalam Dahar, 1989), pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan (discovery learnng), paling sedikit dalam bentuk primitif, yang melibatkan proses-proses
27
psikologi seperti analisis diskriminatif, abstraksi, diferensiasi, pembentukan (generation) hipotesis dan pengujian (testing), dan generalisasi.
Menurut teori Djamarah dan Zain (2006) yang menyatakan bahwa penguasaan konsep yang dimiliki siswa dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada kaitannya dengan konsep yang dimiliki. Penguasaan konsep siswa tidak terbatas hanya mengenal, tetapi siswa harus dapat menghubungkan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Sebagian materi pembelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Konsep sangat penting dalam proses belajar. Untuk menguasai konsep baru, maka diperlukan konsep awal yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman keseharian pada berbagai aspek pengetahuan.
Menurut Klausmeier (dalam Dahar, 1989), menghipotesiskan, bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Empat tingkat pencapaian konsep adalah tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikatori (classificatory), dan tingkat formal. Menurut Klausmeier (dalam Dahar, 1989) bahwa uraian tentang empat tingkat pencapaian konsep Klausmeier diberikan dibawah ini: 1.
Tingkat konkret. Kita dapat menyimpulkan, bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapinya sebelumnya.
2.
Tingkat identitas. Pada tingkat identitas, seorang akan mengenal suatu objek (a) sesudah selang suatu waktu, (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang (spatial orientation) yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indera (sense modality) yang berbeda,
28
misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bola itu bukan dengan melihatnya. 3.
Tingkat klasifikatori (clasificatory). Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan (equivalence) dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama.
4.
Tingkat formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep.
Menurut teori Djamarah dan Zain (2006) yang menyatakan bahwa pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. E. Kerangka Pemikiran
Konsep kimia yang bersifat abstrak yang harus dipahami oleh siswa dalam waktu relatif cepat membuat mata pelajaran kimia menjadi sulit bagi siswa. Sesuai dengan hal ini diperlukan model pembelajaran yang dirasa tepat yaitu discovery learning. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak akan pernah lepas dari peran seorang guru dalam memilih serta menerapkan suatu model pembelajaran.
Proses pembelajaran discovery learning terdiri dari enam langkah yaitu: stimulasi, menyatakan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, menarik kesimpulan. Langkah pertama dalam proses pembelajaran discovery learning yaitu guru merangsang siswa dengan suatu masalah yang diberikan sehingga
29
siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan dan dirangsang untuk melakukan kegiatan penyelidikan guna menjawab kebingungan tersebut. Langkah kedua siswa diarahkan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran atau dari masalah yang diberikan guru di awal. Langkah ketiga siswa ditugaskan untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pencarian, dan penelusuran dalam rangka mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar hipotesis yang telah diajukannya.
Langkah keempat siswa mengolah data dan informasi yang diperolehnya baik melalui percobaan, aktivitas wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Langkah kelima siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data. Langkah keenam siswa menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. Konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning.
Pada Model Pembelajaran discovery learning ini diharapkan siswa dapat terlibat langsung dengan aktif dalam proses pembelajaran seperti mengamati, menemukan masalah, memahami konsep-konsep dalam pemecahan masalah dengan sendirinya. Proses pembelajaran biasanya diperlukan kepercayaan diri pada masingmasing diri siswa yaitu efikasi diri. Sebenarnya dalam diri siswa sudah memiliki efikasi diri atau kepercayaan diri , namun tidak semua siswa memiliki efikasi yang
30
tinggi dalam semua materi atau materi kimia tertentu. Efikasi diri siswa ini akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Proses pembelajaran yang menyenangkan dan berpusat kepada siswa serta mengikutsertakan siswa dalam menemukan konsep diharapkan dapat meningkatkan efikasi diri siswa serta meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi pelajaran kimia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah efijkasi diri dan penguasaan konsep pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit dapat ditingkatkan dengan pembelajaran discovery learning. Data yang akan diolah diperoleh dari satu kelas yaitu satu kelas perlakuan yang diberikan pembelajaran dengan pembelajaran discovery learning. Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan efikasi diri siswa dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit dapat ditingkatkan dengan menggunakan pembelajaran discovery learning.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1.
Siswa kelas X SMA Negeri 16 Bandar Lampung menjadi subjek penelitian yang mempunyai kemampuan awal yang sama dalam penguasaan kompetensi kimia.
2.
Perbedaan efikasi diri siswa dan penguasaan konsep pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit terjadi karena adanya perlakuan yang berbeda selama proses pembelajaran berlangsung.
3.
Faktor-faktor lain diluar perlakuan pada kedua kelas diabaikan.
31
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah: 1.
Pembelajaran discovery learning praktis untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada meteri larutan elektrolit dan non elektrolit.
2.
Pembelajaran discovery learning efektif untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada meteri larutan elektrolit dan non elektrolit.
3.
Pembelajaran discovery learning memiliki ukuran pengaruh yang besar untuk meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada meteri larutan elektrolit dan non elektrolit.
32
III . METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 16 Bandar Lampung tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah ± 333 siswa dan tersebar dalam sepuluh kelas yaitu mulai dari kelas X.1 sampai kelas X.10. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara acak dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Berdasarkan pengambilan sampel didapatkan dua kelas eksperimen dengan cara random sehingga diperoleh kelas X.1 dengan jumlah siswa sebanyak 34 siswa dan kelas X.5 dengan jumlah siswa sebanyak 35 siswa.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah poor-exsperiment dengan One Group Pretest-Postest Design (Fraenkel, 2012). Pada desain penelitian ini melihat perbedaan pretes maupun postes pada kelas yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan memberi suatu perlakuan pada subyek penelitian dari satu kelas kemudian diobservasi.
33
Tabel 1. Desain Penelitian Kelas X.1 X.5
Pretes O1 O1
Perlakuan X X
Postes O2 O2
Keterangan: O1 : Kelas perlakuan diberi pretes X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan discovery learning O2 : Kelas perlakuan diberi postes Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2011), analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
C. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian
1. Perangkat Pembelajaran Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Analisis konsep
b.
Analisis KI-KD
c.
Silabus
d.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
e.
Lembar kerja siswa yang digunakan berjumlah dua LKS kelompok, yaitu LKS-1 mengenai sifat larutan berdasarkan daya hantar listriknya; LKS-2 mengenai daya hantar listrik larutan.
34
2.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Tes tertulis yang digunakan yaitu soal pretes dan postes pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang terdiri dari 5 butir soal uraian untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep siswa yang diadopsi dari Nurmala (2016). b.
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran discovery learning yang dimodifikasi dari Putra (2016).
c.
Lembar angket respon siswa terhadap pembelajaran discovery learning yang diadopsi dari Sunyono (2014).
d.
Lembar observasi kemampuan guru mengelola model pembelajaran discovery learning yang dimodifikasi dari Putra (2016).
e.
Lembar pengamatan aktivitas siswa pada pembelajaran discovery learning yang dimodifikasi dari Sunyono (2014).
f.
Tes efikasi diri dalam bentuk angket yang dimodifikasi dari Sunyono (2015).
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Observasi pendahuluan Prosedur wawancara pendahuluan: a. Meminta izin kepada kepala SMA Negeri 16 Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian. b. Mengadakan wawancara ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal, cara guru
35
mengajar kimia di kelas, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian. c. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian. 2.
Pelaksanaan penelitian a. Tahap persiapan Mempersiapkan analisis konsep, analisis Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar-indikator, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kisikisi soal pretes dan postes, soal penguasaan konsep (pretes-postes), Lembar Kerja Siswa (LKS), angket efikasi diri serta lembar observasi kemampuan guru , aktivitas siswa, lembar keterlaksanaan pembelajaran discovery learning, angket respon siswa. b. Tahap pelaksanaan Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan pada satu kelas perlakuan. Kelas perlakuan diberikan perlakuan berupa penerapan pembelajaran discovery learning , dilakukan observasi serta pemberian angket efikasi diri dan tes penguasaan konsep sebelum dan sesudah pembelajaran dengan discovery learning. c. Tahap akhir Tahap akhir dalam penelitian ini adalah pembahasan dan simpulan.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
36
Minta Izin Pendahuluan Melakukan wawancara
observasi pendahuluan
Menentukan subyek penelitian Mempersiapkan instrumen pembelajaran
Tahap persiapan
Menentukan Validitas dan reliabilitas instrumen 1. Angket Efikasi Diri 2. soal penguasaan konsep
1. 2.
Pretes : Efikasi Diri Penguasaan Konsep
Pembelajaran menggunakan model discovery learning
Postes: 1. Efikasi Diri 2. Penguasaan Konsep
Lembar observasi selama pembelajaran:
Tahap pelaksanaan
Kemampuanguru Aktivitas siswa Keterlaksanaan model pembelajaran Angket respon siswa
Analisis Data
Pembahasan Simpulan Gambar 1. Prosedur pelaksanaan penelitian Keterangan : : digunakan : Proses Berlanjut
Tahap akhir
37
E. Analisis Data
1.
Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik pengolahan data digunakan untuk mengetahui kualitas instrumen yang digunakan dalam penelitian. Uji coba instrumen untuk mengetahui dan mengukur apakah instrumen yang digunakan telah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2006). Berdasarkan hasil uji coba tersebut maka akan diketahui validitas dan reliabilitas instrument tes.
a. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen tes (Arikunto, 2006). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson. Soal tes penguasaan konsep mengadopsi dari Nurmala (2016). Uji validitas dilakukan pada kelas XI IPA 1 di SMA Negeri Bandar Lampung. Dimana dalam hal ini analisis dengan menggunakan program SPSS 17.0. Validitas instrumen angket efikasi diri siswa pada penelitian ini menggunakan uji empiris oleh siswa dan oleh ahli. Pada angket efikasi diri dilakukan uji ahli dengan responden ahli produk. Proses validasi ini disebut dengan judgment. Kegiatan ini dilakukan untuk mereview produk awal, memberikan masukan dan perbaikan. Pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Apabila antara unsur-
38
unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Untuk melakukan judgement diperlukan suatu ketelitian dan keahlian penilai maka perlu meminta ahli untuk melakukannya. Judgement tersebut dilakukan oleh ahli psikologi Unit Pelayanan Konseling Terpadu (UPKT) FKIP Universitas Lampung. Validasi angket ini juga dilakukan dengan cara validasi empiris yaitu diujikan ke siswa kelas XI SMA Negeri 16 Bandar Lampung.
b. Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kepercayaan instrumen penelitian yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika alat tersebut mampu memberikan hasil yang dapat dipercaya dan konsisten. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan derajat reliabilitas alat evaluasi menurut Guilford (dalam Suherman, 2003). Soal tes penguasaan konsep mengadopsi dari Nurmala (2016) , uji relabilitas dilakukan pada kelas XI IPA 1 di SMA Negeri Bandar Lampung., dalam hal ini analisis dengan menggunakan software SPSS 17.0. Reliabilitas teoritis angket efikasi diri yang dimodifikasi dari Sunyono (2015) telah diukur dan hasil Alpha Cronbach reliabilitas sebesar 0,77.
Kriteria derajat reliabilitas (r11) alat evaluasi menurut Guilford: 0,80 < r11 ≤ 1,00; derajat reliabilitas sangat tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80; derajat reliabilitas tinggi
39
0,40 < r11 ≤ 0,60; derajat reliabilitas sedang 0,20 < r11 ≤ 0,40; derajat reliabilitas rendah 0,00 < r11 ≤ 0,20; tidak reliable
2. Analisis Data Kepraktisan Pembelajaran Discovery Learning Analisis data kepraktisan meliputi analisis data keterlaksanaan pembelajaran discovery learning dan analisis data kemenarikan pembelajaran discovery learning. a. Analisis data keterlasanaan pembelajaran discovery learning Analisis data keterlaksanaan pembelajaran (melalui keterlaksanaan RPP) dilakukan secara deskriptif dengan mengolah data hasil pengamatan terhadap keterlaksanaan pembelajaran discovery learning (lembar observasi yang dinilai observer). Analisis data keterlaksanaan pembelajaran discovery learning diukur melalui penilaian terhadap keterlaksanaan RPP yang memuat unsurunsur pembelajaran discovery learning yang meliputi sintak pembelajaran, sistem sosial, dan prinsip reaksi. Langkah-langkah dalam menganalisis data keterlaksanaan pembelajaran sebagai berikut: 1) Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek pengamatan, kemudian dihitung persentase ketercapaian dengan rumus: x 100%
(Sudjana, 2005)
Keterangan: %Ji = persentase ketercapaian dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i ∑Ji = jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat pada pertemuan ke-i
40
N = skor maksimal (skor ideal) 2) Menghitung rata-rata persentase ketercapaian untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat. 3) Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagaimana Tabel 2 (Ratumanan dalam Sunyono, 2013). Tabel 2. Kriteria Keterlaksanaan (Sunyono, 2013) Persentase Kriteria 80,1% - 100,0% Sangat tinggi 60,1% - 80,0% Tinggi 40,1% - 60,0% Sedang 20,1% - 40,0% Rendah 0,0% - 20,0% Sangat rendah
b. Analisis data respon siswa terhadap pembelajaran discovery learning
Analisis data kemenarikan pembelajaran ditinjau dari respon siswa terhadap pelaksanaan penerapan pembelajaran discovery learning dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menghitung jumlah siswa yang memberikan respon positif dan negatif terhadap pelaksanaan pembelajaran. 2) Menghitung persentase jumlah siswa yang memberikan respon positif dan negatif, berikut rumusnya adalah:
(Sudjana, 2005)
Keterangan:
41
Persentase jawaban angket-i pada model pembelajaran discovery learning pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Jumlah skor jawaban. Skor maksimum yang diharapkan. 3) Menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagaimana Tabel 2.
3. Analisis Data Keefektivan Pembelajaran Discovery Learning Ukuran keefektivan pembelajaran dalam penelitian ini ditentukan dari kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, serta ketercapaian dalam meningkatkan efikasi diri dan penguasaan konsep. a. Analisis Data Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Untuk analisis data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran discovery learning, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek pengamatan, kemudian dihitung persentase kemampuan guru dengan rumus: (Sudjana, 2005) Keterangan: %Ji = Persentase dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i
42
∑Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat pada pertemuan ke-i N = skor maksimal (skor ideal) 2) Menghitung rata-rata persentase kemampuan guru untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat. 3) Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase kemampuan guru sebagaimana Tabel 2.
b. Analisis Data Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung Aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung diukur dengan menggunakan lembar observasi oleh dua orang pengamat. Analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menghitung persentase aktivitas siswa untuk setiap pertemuan dengan rumus: (Sunyono, 2014)
Keterangan: Pa = Persentase aktivitas siswa dalam belajar di kelas. Fa = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang muncul. Fb = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang diamati. 2) Menghitung jumlah persentase aktivitas siswa yang relevan dan yang tidak relevan dengan pembelajaran untuk setiap pertemuan dan menghitung rata-
43
ratanya, kemudian menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagaimana tabel 2. 3) Mengurutkan aktivitas siswa yang dominan dalam pembelajaran berdasarkan persentase setiap aspek aktivitas yang diamati. c. Analisis data Efikasi Diri
Data pada penelitian ini adalah data mengenai efikasi diri siswa, dengan menggunakan instrumen dalam bentuk angket. Angket yang digunakan dimodifikasi dari Sunyono (2015) dan telah divalidasi oleh ahli dari UPT Konseling Universitas Lampung. Angket efikasi diri ini terdiri dari 36 butir pernyataan yang terdiri dari tiga aspek yaitu magnitude, strength, dan generality. Butir-butir pernyataan disajikan dalam dua bentuk, yaitu pernyatan positif dan pernyataan negatif. Cara yang digunakan untuk Analisis data angket efikasi diri sebagai berikut: 1) Mengkode atau mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdsarkan pertanyaan angket. Pada pengkodean data ini dibuat buku kode yang merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak diukur, pertanyaan-pertanyaan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode jawaban setiap pertanyaan tersebut dan rumusan jawabannya. 2) Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). 3) Memberi skor jawaban responden.
44
Tabel 3. Instrumen Efikasi Diri
N o. A
Indikator
No. Pernyataan
Jumlah
Magnitude/ Tingkat kesulitan
1
Memiliki pandangan yang optimis
1(f), 14(u), 26(f)
3
2
Berminat terhadap tugas
2(u), 15(f), 27(u)
3
3
Memandang tugas sebagai tantangan bukan sebagai beban
3(u), 16(f), 28(f)
3
4
Merencanakan penyelesaian tugas
4(f), 29(u)
2
5
Mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar
5(u), 17(u), 30(f)
3
6
Kemampuan dalam menyelesaikan tugas
6(u), 18(f), 31(u)
3
7
Berkomitmen dalam melaksanaka tugas
7(f), 19(f), 32(u)
3
B. Strength 1
Bertahan menyelesaikan soal dalam kondisi apapun
8(u), 20(u), 33(f)
3
2
Memiliki keuletan dalam menyelesaikan soal / ujian
9(u), 21(u), 34(f)
3
3
Yakin akan kemampuan yang dimiliki
10(f), 22(f), 35(u)
3
4
Belajar dari pengalaman
11(f), 23(u), 36(f)
3
C . 1
Generality Menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan cara yang baik dan positif.
12(u), 24(f)
2
2
Memiliki cara menangani stres dengan tepat
13(f), 25(u)
2
Jumlah
36
45
Tabel 4. Penskoran Pada Angket Efikasi Diri No
Pilihan Jawaban
1 2 3
Sl KD (Kadang-kadang) TP (Tidak Pernah)
Skala Pemberian Skor Pernyataan Pernyataan Positif Negatif 3 1 2 2 1 3
4) Mengolah jumlah skor jawaban responden Pengolahan jumlah skor (∑s) jawaban angket adalah sebagai berikut: a) Skor untuk pernyataan Selalu (Sl) (1)
Pernyataan positif : skor = 3 x jumlah responden
(2)
Pernyataan negatif : skor = 1 x jumlah responden
b) Skor untuk pertanyaan Kadang-kadang (KD) (1)
Pernyataan positif : skor = 2 x jumlah responden
(2)
Pernyataan negatif : skor = 2 x jumlah responden
c) Skor untuk pernyataan Tidak Pernah (TP) (1)
Pernyataan positif : skor = 1 x jumlah responden
(2)
Pernyataan negatif : skor = 3 x jumlah responden
5) Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Sudjana, 2005) Keterangan: Persentase jawaban angket-i pada model pembelajaran discovery learning pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Jumlah skor jawaban. Skor maksimum yang diharapkan.
46
6) Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat efikasi diri pada model pembelajaran discovery learning dengan rumus sebagai berikut: (Sudjana, 2005)
Keterangan: = Rata-rata persentase angket-i pada model pembelajaran discovery learning pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. = Jumlah persentase angket-i pada model pembelajaran discovery learning pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. = Jumlah butir soal 7) Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis non statistik yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angkaangka yang tersedia (Marzuki, 1997). 8) Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran tabel 2 (Arikunto, 1997).
d.
Analisis Data Penguasaan Konsep
Penguasaan konsep kimia merupakan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum kimia ke dalam situasi yang konkrit pada pemecahan masalah dan ditunjukkan oleh nilai yang diperoleh siswa
47
dalam tes penguasaan konsep (pretes dan postes). Peningkatan penguasaan konsep ditunjukkan melalui nilai n-Gain tiap siswa yang dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hake (2002) sebagai berikut:
Kriterianya adalah (1) pembelajaran dengan nilai n-Gain “tinggi”, jika nGain>0,7 ; (2) pembelajaran dengan nilai n-Gain “sedang”, jika n-Gain terletak antara 0,3 < n-Gain ≤ 0,7 ; (3) pembelajaran dengan nilai n-Gain “rendah”, jika n-Gain ≤ 0,3 (Hake, 2002).
4.
Analisis Ukuran Pengaruh (Effect Size)
Analisis terhadap ukuran pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap peningkatan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa sebelumnya perlu dilakukan uji normalitas dan uji t perbedaan pretes-postes. a. Uji Normalitas Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data angket efikasi diri dan penguasaan konsep siswa dapat digunakan uji normalitas teknik kolmogorov-sminov dengan program SPSS Statistics 17.00. Uji normalitas menggunakan data pretes dan postes dari efikasi diri dan penguasaan konsep siswa kelas X.1 dan X.5. Hipotesis statistik untuk uji normalitas yaitu: H0 = Sampel acak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 = Sampel acak berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. (Rusman, 2014)
48
Kaidah yang digunakan untuk menguji normalitas adalah nilai signifikansi (Sig.) yang terdapat pada hasil perhitungan kolmogorov-sminov dengan taraf signifikan 5% (α = 0,05). Kriteria pengambilan keputusan yaitu apabila Sig. pada perhitungan lebih besar dari 0,05 (nilai Sig.> 0,05) maka H0 diterima dan apabila Sig. pada perhitungan lebih kecil dari 0,05 (nilai Sig. < 0,05) maka H0 ditolak (Santoso, 2010). Hasil analisis uji normalitas terlampir di lampiran 26 227.
b. Analisis Ukuran Pengaruh (Effect Size) Analisis terhadap ukuran pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap peningkatan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan uji t perbedaan pretes-postes dan uji effect size. Uji-t perbedaan pretes-postes dilakukan terhadap perbedaan rerata n-Gain antara pretes dan postes penguasaan konsep dan efikasi diri siswa. Perhitungan Uji-t perbedaan pretespostes dilakukan dengan software SPSS Statistics 17.0 digunakan data nilai pretes dan postes pada efikasi diri dan penguasaan konsep untuk masing-masing kelas. Pada SPSS menggunakan Analyze lalu Compare Means lalu menggunakan analisis Paired Samples T test karena sampel yang digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh suatu perlakuan sebelum dan sesudah diberi perlakuan, sehingga menggunakan Paired Samples T Test untuk uji t. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 5% atau α = 0,05. Nilai Sig. yang diperoleh dari perhitungan dengan program SPSS Statistics 17.00 dibandingkan dengan α yaitu 0,05, dengan kaidah keputusan adalah jika Sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 diterima, jika Sig. (2-tailed ) > 0,05 H0 ditolak (Wdhiarso, 2011). Jika nilai uji-t
49
dari program SPSS sudah diperoleh maka nilai uji-t selanjutnya digunakan dalam perhitungan untuk menentukan ukuran pengaruh dengan rumus:
Keterangan: = effect size = t hitung dari uji t df = derajat kebebasan
(Abujahjouh, 2014).
Kriteria: efek diabaikan (sangat kecil) efek kecil ; efek sedang efek besar efek sangat besar
(Dincer, 2015).
80
V.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1.
Pembelajaran dengan menggunakan discovery learning memiliki kepraktisan yang sangat tinggi dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit, hal ini ditunjukkan dengan kriteria sangat tinggi untuk keterlaksanaan pembelajaran respon siswa terhadap pembelajaran discovery learning.
2.
Pembelajaran dengan menggunakan discovery learning memiliki keefektivan yang sangat tinggi dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa, hal ini dibuktikan dengan kriteria yang sangat tinggi untuk kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa, kemampuan efikasi diri siswa, serta hasil penguasaan konsep siswa yang memiliki kriteria sedang.
3.
Pembelajaran dengan menggunakan discovery learning memiliki ukuran pengaruh yang besar dalam meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Pada kelas X.1 ukuran pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap peningkatan penguasaan konsep sebesar 97% dan efikasi diri sebesar 91%
81
sedangkan pada kelas X.5 ukuran pengaruh terhadap pembelajaran discovery learning terhadap peningkatan penguasaan konsep sebesar 95% dan efikasi diri sebesar 93%.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa: 1.
Penerapan pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan kemampuan efikasi diri dan penguasaan konsep siswa, oleh karena itu peneliti menyarankan hendaknya pembelajaran discovery learning diterapkan dalam pembelajaran kimia di kelas, terutama pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit sehingga dapat membantu siswa dalam menemukan sendiri masalah yang diberikan oleh guru.
2.
Penerapan pembelajaran discovery learning harus disertai kemampuan pengelolaan pembelajaran yang baik, mengembangkan aktivitas siswa di kelas, dan disertai lembar kerja siswa berbasis discovery learning sehingga pembelajaran berjalan dengan baik.
3.
Agar penerapan pembelajaran discovery learning di kelas berjalan dengan baik, hendaknya menyiapkan sarana dan prasarana lain seperti LCD projector, layanan internet, dan lembar kerja siswa berbasis masalah yang disertai gambar yang menarik dan sesuai dengan indikator yang ingin dicapai.
4.
Guru yang akan menerapkan pembelajaran discovery learning hendaknya sering berlatih agar model yang akan diterapkan berjalan dengan baik.
82
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013.Bandung : PT. Refika Aditama. Abu Jahjouh, Y.M. 2014. The Effectiveness of Blended E-Learning Forum in Planning for Science Intruction. Journal of Turkish Education, 11 (4) : 3 – 16. Aini, I. M., Riswandi., & Lilik S. 2015. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Tematik Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika. UNILA Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. Jakarta : BSNP. Budiningsih, A. 2012. Belajar & Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga. Diantini. 2015. Efektivitas Model Discovery Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Generating pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Skripsi. FKIP Unila. Bandarlampung. Dincer, S. 2015. Effect of Computer Assisted Learning on Students‟ Achievment In Turkey : a Meta- Analysis. Journal of Turkish Science Education, 12 (1) : 99-118. Djamarah, S.B & A. Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. .2006. Strategi Belajar Mengajar (Edisi Revisi).Jakarta : PT. Rineka Cipta. Elmasari, Y. 2016. Efektivitas Model Discovery Learning pada Materi Koloid dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Menyimpulkan. Skripsi. Fkip Unila. Bandarlampung. Fatmawati, A. (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Konsep Pencemaran Lingkungan Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk SMA Kelas X. EDU SAINS, 4(2).
83
Feist, J., & G.J.Feist. Teori Kepribadian, Edisi 7.Jakarta : Salemba Humanika. Fitriana, S., Hisyam I., Suwardi A. 2015. Pengaruh Efikasi Diri, Aktivitas, Kemandirian Belajar, dan Kemampuan Berpikir Logis terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP. Jurnal of EST. Takalar. Sulawesi Selatan, 1 (2) : 86-101. Fraenkel, J., & N, E.Wallen. 2012. How to design and evaluate research in education 8th edition. McGraw-Hill, A Business Unit Of The McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of The Americas, New York, NY 10020. Hake, R. R. 2002. Relationship of individual Student Normalized Learning Gains in Mathematics with Gender,High School, Physics, and Pre Test Scores in Mathematics and Spatial Visualization. Physics Education Research Conference. Tersedia pada : http://www.physics.indianaedu/hake.diakses pada tangga 12 Desember 2016. Hamalik, O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.Jakarta : PT. Bumi Aksara. . 2011. Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta : Bumi Aksara. Harahap, D. 2011. Analisis Hubungan antara Efikasi-Diri Siswa dengan Hasil Belajar Kimianya. Jurnal Jurusan Pendidikan Kimia. UMTS. Hartono, J. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan.Yogyakarta: Andi. Husain, R.T. 2013. Penerapan Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Qur‟an Hadits di MTs Kiayi Modjo Kecamatan Limboto Barat. Jurnal Pendidikan Agama Islam. IAIN Sultan Amai Gorontalo. Illahi, M.T. 2012. Pembelajaran Discovery Learning Strategy dan Mental Vocational Skill. Yogyakarta: DIVA Press. Istiana, G.A., Agung N.C., & J.S Sukardjo. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Pokok Bahasan Larutan Penyangga pada Siswa Kelas XI IPA Semester II SMA Negeri 1 Semplak Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia. UNS. Izzati, S. 2015. Penerapan Model Pembelajaran SiMayang Tipe II Berbasis Multiple Representasi Dalam Meningkatkan Efikasi Diri Dan Penguasaan Konsep Asam Basa. Skripsi. FKIP Unila. Bandarlampung. Liansari, R., Suwono H., & A. Tenzer. 2012. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Discovery Learning Berbantuan Kartu Pintar untuk Pembelajaran Biologi Materi Sistem Reproduksi Manusia Kelas XI SMA Negeri 6 Malang. Jurnal Pendidikan Biologi. UNM.
84
Marzuki. 1997. Metodologi Riset. Yogyakarta: BPEE. Muhamad N. 2016. Pengaruh Metode Discovery Learning untuk Meningkatkan Representasi Matematis dan Percaya Diri Siswa. Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Garut, 9 (1) : 9-22. Nieveen, N. 1999. Prototyping to Reach Product Quality, In Alker, Jan Vander, “Design Approaches and Tools in Education and Training”. Kluwer Academic Publisher. Dordrect. Nurmala, V. 2016. Pembelajaran Simayang Tipe II untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung. Parning., Mika., & Horale. 2005. KIMIA 1A Sekolah Menengah Atas Semester Pertama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Yudhistira. Putra, R.A.G. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran POE untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Orisinil Siswa pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Skripsi. FKIP Unila. Bandarlampung. Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar: Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi Belajar Mengajar : Teknik Penyajian.Jakarta : PT. Rineka Cipta. Rusman, Tedi. 2014. STATISTIK: Bahan Ajar. Bandar Lampung: FKIP Universitas Lampung. Sanjaya, W. 2011. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Prenada Media Group. Santoso, S. 2010. Statistika Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo. Santrock, J.W. 2011. Psikologi Pendidikan.Jakarta : Salemba Humanika. Sardiyo. 2015. Peningkatan Kemampuan Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran Melalui Kegiatan Supervisi Akademik. Jurnal Teknodika. Jurnapolo. Karanganyar, 13 (1). Sormin, D. 2016. Kompetensi Guru dalam Melaksanakan dan Mengelola Proses Belajar Mengajar di Pondok Pesantren Darul Mursyidi Desa Sialogo Tapanuli Selatan. Jurnal Fitrah. Padangsidimpuan. Sumatra Utara, 2 (1). Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suhana, C. 2014. Konsep Strategi Pembelajaran (Edisi Revisi). Bandung : PT. Refika Aditama. Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA
85
Universitas Pendidikan Indonesia. Sukmawati, Ni Pt.F., Ni Kt. Suarni., & Ndara T.R. 2012. Hubungan Antara Efikasi Diri dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas V SDN di Kelurahan Kaliuntu Singaraja. Jurnal Ilmu Pendidikan. UPG. Sunyono. 2012. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi (Model SiMaYang).Bandar Lampung : AURA Publishing. . 2013. Serba-Serbi: Mengajarkan Kimia dengan Imajinasi, Menyenangkan, dan Berkarakter (PESONA KIMIA-1). Bandar Lampung: Anugerah Utama Raharja (AURA). . 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi Dalam Menumbuhkan Model Mental Dan Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya : tidak diterbitkan. . 2015. Model Pembelajaran Multipel Representasi; Pembelajaran Empat Fase dengan Lima Kegiatan: Orientasi, Eksplorasi Imajinatif, Internalisasi, dan Evaluasi. Yogyakarta : Media Akademi. Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.Jakarta : PT. Rineka Cipta. Sutarno, N. 2008. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta : Universitas Terbuka. Sutiyo, E., Sikumbang D., & A. Achmad. 2014. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Learning Terhadap Aktivitas dan Penguasaan Konsep oleh Siswa. Jurnal FKIP Unila. UNILA. Suwisno, E. N. 2016. Efektivitas Model Discovery Learning pada Materi Larutan Penyangga dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi dan Menyimpulkan. Skripsi. Fkip Unila. Bandarlampung. Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia.Yogyakarta : Graha Ilmu. Taufiq, A., P, Lestari Prianto., & H, Lestari Mikarsa. 2012. Materi Pokok Pendidikan Anak di SD. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Prenada Media Group. Wardhani, P.A. 2015. Efikasi Diri dan Pemahaman Konsep IPA dengan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Sekolah Dasar Negeri Kota Bengkulu. Jurnal Pendidikan Dasar. UNJ. Widhiarso, D., dkk. 2011. Bab II. Uji Hipotesis Komparatif. Dalam:http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/wp/download/analisis-data/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2017.