PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERSTRUKTUR DIPADU STAD UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI MIA SMAN 1 SINGOSARI Afif Saifudin1., Susriyati Mahanal2., Siti Imroatul Maslikah3 Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRAK Kemampuan berpikir kreatif dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi persaingan abad 21. Hasil observasi menunjukkan bahwa kreativitas dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 1 masih rendah. Siswa kurang bisa mengungkapkan ide kreatif dalam pembelajaran. Hal itu terlihat dari pertanyaan yang diajukan siswa hanya bersifat definitif. Hasil belajar kognitif siswa masih rendah terlihat dari nilai ujian bab 1 sebesar 90% siswa berada di bawah KKM. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran inkuiri terstruktur dipadu STAD untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 1 SMAN 1 Singosari. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan tes menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa, catatan lapangan, tes essay untuk mengukur kreativitas dan hasil belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan pembelajaran inkuiri terstruktur dipadu STAD dapat meningkatkan kreativitas secara klasikal sebesar 72% meningkat menjadi 91% dan ketuntasan hasil belajar siswa kelas XI MIA 1 SMAN 1 Singosari meningkat dari 68% menjadi 86%. Kata kunci: Inkuiri Terstruktur, STAD, Kreativitas, Hasil Belajar ABSTRACK Creative thinking ability is need by students to faces competion in 21st century. Observation results define that creativity and students outcome in XI MIA 1 class still low. Students are lack of creative idea in learning. Its seemed in questions by students are still definitive. Cognitive students outcome still low by test score in chapter 1 are 90% of students under KKM. This research is classroom activities research with two cycle and used descriptive qualitative approach. Each cyle consist of planning, acting, observing, and reflecting. This research aims to determine the application of structured inquiry learning model combined STAD to enhance creativity and learning outcomes of students of class XI MIA 1 SMAN 1 Singosari. Data collected through observation and tests using learning activity observation sheet
1
by teachers and students, field notes, essay tests to measure creativity and learning outcomes. The results of this study indicate the application of structured inquiry learning combined STAD can enhance creativity from 72% to 91% and students learning outcomes of class XI MIA 1 SMAN 1 Singosari from 68% to 86%. Keywords: Structured Inquiry, STAD, Creativity, Learning Outcomes Kehidupan abad 21 menyajikan sebuah tantangan besar bagi setiap orang. Pada faktanya, kehidupan sosial dan ilmu pengetahuan semakin berkembang akhirakhir ini. Perkembangan tersebut tentu tidak lepas dari teknologi dan industri. Prianggono dkk., (2013) menyatakan bahwa dewasa ini teknologi dan industri berkembang pesat, perkembangan tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Perkembangan teknologi dan industri tersebut harus dihadapi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan berpikir logis, bersifat kritis, kreatif, inisiatif dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan. Longshaw (2009) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk berpikir, bukan hanya menghafal, tetapi menerapkan, mengembangkan, dan membuat analogi dari sebuah ide/gagasan yang dimiliki. Berpikir kreatif sangat dibutuhkan terutama oleh siswa pada jenjang sekolah menengah untuk bisa bersaing di masa depan. Alghafri & Ismail (2014) menyatakan bahwa dengan arus ilmu pengetahuan di dunia saat ini sangatlah penting bagi pendidik memberikan kesempatan pada siswa untuk menggunakan pikiran mereka dengan cara yang tidak biasa. Kurikulum 2013 yang dikembangkan saat ini menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kreatif dalam menanggapi masalah, kebebasan dalam berpikir, serta menemukan alternatif pemecahan masalah dari berbagai ide atau gagasan. Siswa diharapkan memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik dibanding Kurikulum sebelumnya. Siswa juga diharapkan menjadi lebih kritis dan kreatif sehingga nantinya dapat menghadapi berbagai persoalan dan bersaing di era globalisasi. Kenyataan di lapangan berbeda dengan yang disebutkan dalam Kurikulum 2013. Hasil observasi selama bulan Agustus-September tahun 2015 pada kelas XI MIA 1 SMAN 1 Singosari dalam pembelajaran Biologi menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa terlihat masih rendah. Hal ini terlihat dari 2
pertanyaan yang diajukan siswa selama proses pembelajaran. Siswa yang bertanya hanya sebatas pertanyaan tingkat rendah yang bersifat definitif dan jawabannya dapat ditemukan di buku, misalnya “apa saja macam jaringan pada tumbuhan?”. Berdasarkan hasil observasi juga diketahui bahwa hasil belajar siswa masih tergolong rendah. Hal itu dapat diketahui dari nilai ulangan harian bab 1 yang menunjukkan bahwa 90% siswa memperoleh nilai di bawah standar (KKM ≥ 75). Pembelajaran masih menggunakan model ceramah dan kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam merumuskan masalah, serta belum memicu aktivitas berpikir kreatif. Model pembelajaran seperti ini seharusnya diubah ke model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa untuk aktif dan berpikir kreatif. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan berpikir kreatif adalah inkuiri. Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2006). Model inkuiri memiliki beberapa kelemahan antara lain sulitnya mengontrol kegiatan siswa dan waktu yang dibutuhkan. Pembelajaran inkuiri memang dapat meningkatkan kreativitas siswa namun kurang bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, penerapan model inkuiri perlu dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif yang efektif untuk mengatur kondisi dan waktu yang dibutuhkan. Pembelajaran kooperatif akan meningkatkan hasil belajar karena siswa diminta untuk saling menjelaskan kepada sesama teman atau menjadi tutor sebaya. Salah satu contoh model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yaitu Student Team Achievement Divisions (STAD). Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dipadu STAD untuk Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI MIA SMAN 1 Singosari.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Setiap siklus terdiri atas tahap 3
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilakukan di SMAN 1 Singosari di Jalan Ki Hajar Dewantoro No. 1 Banjararum, Kabupaten Malang. Penelitian dilakukan pada kelas XI MIA 1 tahun ajaran 2015/2016 yaitu mulai Agustus sampai Maret 2016. Subjek penelitian yaitu siswa kelas XI MIA 1 SMAN 1 Singosari tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 36 siswa yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kreativitas dan hasil belajar kognitif siswa. Penilaian atau pemberian skor selama penelitian dilakukan guru dibantu observer dalam proses pembelajaran. Data hasil belajar aspek kognitif diperoleh dari skor tes di akhir setiap siklus. Penilaian kreativitas siswa dilakukan di akhir siklus dengan instrumen kreativitas yang telah disiapkan. Penilaian keterlaksanaan pembelajaran menggunakan lembar penilaian keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan pelaksanaan pembelajaran yang telah memenuhi langkah-langkah model pembelajaran inkuiri dipadu STAD serta analisis kesesuaian instrumen pengajaran yang lain. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran inkuiri dipadu STAD, catatan lapangan, soal tes, dan rubrik penilaian kreativitas. Data yang diperoleh berupa nilai atau skor siswa dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk setiap siklus. Tahapan analisis meliputi reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil. Keterlaksanaan penerapan model inkuiri terstruktur diukur dengan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa. Data yang diperoleh dipersentase menggunakan rumus berikut ini, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Tabel 1. Persentase keterlaksanaan pembelajaran =
∑ ∑
x 100%
Tabel 1 Persentase Keterlaksanaan Tindakan Taraf Keterlaksanaan Tindakan (%) Kategori 84
4
Data kreativitas siswa dianalisis berdasarkan taraf penguasaan kemampuan berpikir kreatif meliputi fluency, flexibility, originality, elaboration, dan methaporical thinking. Data tersebut dipersentase menggunakan rumus berikut ini, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Tabel 2. Tabel 2. Persentase Kreativitas Taraf Penguasaan Kemampuan (%)
Kategori Sangat kreatif Kreatif Cukup kreatif Kurang kreatif Tidak kreatif
60
Dimodifikasi dari: Suwarno (2013)
Hasil belajar aspek kognitif diperoleh dari skor tes di setiap akhir siklus pembelajaran. Ketuntasan hasil belajar aspek kognitif dapat tercapai apabila rata-rata kelas siswa mencapai nilai ≥ 75. Peningkatan hasil belajar aspek kognitif ditunjukkan dengan rata-rata nilai siswa pada setiap siklus. Rata-rata nilai hasil belajar aspek kognitif dihitung dengan menjumlahkan seluruh nilai yang diperoleh siswa kemudian dibagi banyaknya siswa satu kelas. Siswa dikatakan tuntas belajar bila jumlah siswa yang tuntas belajar mencapai 85% dari jumlah keseluruhan siswa. Nilai dan rata-rata hasil belajar aspek kognitif dihitung dengan rumus sebagai berikut. Nilai hasil belajar aspek kognitif individu = Ketuntasan klasikal =
∑
∑
x 100
∑
x 100%
∑
HASIL Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa keterlaksanaan pembelajaran siklus 1 meningkat pada siklus 2. Ringkasan data perbandingan keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa pada siklus 1 dan 2 dapat dlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Keterlaksanaan Tindakan Model Inkuiri dipadu STAD oleh Guru dan Siswa Rata-rata taraf keterlaksanaan pembelajaran (%)
Taraf keberhasilan
Tindakan Siklus 1 Siklus 2 Peningkatan
Guru
Siswa
Guru
Siswa
80,33 93,87 13,54
79,33 91,87 12,54
Baik Sangat baik
Baik Sangat baik
5
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa dampak tindakan siklus 2 menunjukkan peningkatan dibandingkan dampak tindakan siklus 1. Kemampuan berpikir klasikal meningkat sebesar 19% dari 72% menjadi 91%. Ringkasan data dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan Kreativitas Siswa Siklus 1 dan 2 No 1. 2. 3. 4. 5.
Aspek berpikir kreatif Fluency Flexibility Originality Elaboration Methaporical thinking Kemampuan berpikir klasikal
Siklus 1 (%) 78 60 74 59 89 72
Siklus 2 (%) 85 90 100 83 95 91
Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa dampak tindakan pada siklus 2 menunjukkan peningkatan dibandingkan pada siklus 1. Persentase ketuntasan hasil belajar kognitif pada siklus 1 dan siklus 2 secara berturut-turut adalah 68% dan 86% sehingga peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar kognitif sebesar 18%. Ringkasan perbandingan ketuntasan hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Gambar 1.
hasil belajar kognitif 100% 80%
86% 68%
60% ketuntasan hasil belajar
40% 20% 0% Siklus 1
Siklus 2
Gambar 1. Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Kognitif Siswa
6
PEMBAHASAN Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dipadu Students Team Achievement Divisions (STAD) dapat Meningkatkan Kreativitas Siswa 1. Fluency Aspek fluency merupakan aspek kreativitas yang mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan banyak ide untuk merespon pertanyaan yang bersifat terbuka. Pada siklus 1 siswa belum mampu untuk menghasilkan banyak ide atau gagasan untuk menyelesaikan masalah. Pada siklus 2 siswa terlihat sudah mampu dan semakin ahli untuk mengutarakan banyak ide untuk menyelesaikan masalah. Aspek fluency yang setiap pertemuan semakin baik dikarenakan pelaksanaan sintaks pembelajaran yaitu eksplorasi fenomena dan pemfokusan pertanyaan yang juga semakin baik. Menurut Llewellyn (2013) tahap eksplorasi fenomena memberikan kebebasan siswa untuk mengamati fenomena yang diberikan oleh guru. Siswa bisa menggali pengetahuan awalnya mengenai apa yang diketahuinya tentang fenomena. Pada tahap pemfokusan pertanyaan kegiatan yang mungkin dilakukan siswa antara lain membuat daftar pertanyaan, memilih pertanyaan untuk diinvestigasi, menganalisis pertanyaan, dan memodifikasi pertanyaan jika diperlukan. Menurut Artigue (2012) tahap eksplorasi awal merupakan tahap penggalian ide yang telah ada sebelumya. Tahap eksplorasi fenomena akan memicu seseorang untuk mengeluarkan beberapa ide dari pengalaman sebelumnya yang relevan dengan masalah. Ide tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai kemungkinan dalam memecahkan masalah. Berdasarkan literatur diatas maka dapat dikatakan bahwa tahap eksplorasi fenomena dan pemfokusan pertanyaan melatih siswa untuk mengeluarkan banyak ide kreatif. 2. Flexibility Aspek flexibility mengacu pada kemampuan untuk mengubah pola pikir atau sudut pandang dari seseorang. Peningkatan drastis pada aspek flexibility terjadi karena guru memberi kesempatan pada siswa untuk memikirkan berbagai kemungkinan solusi pada setiap masalah. Aspek flexibility semakin baik dengan meningkatnya pelaksanaan sintaks pemfokusan pertanyaan dan persiapan investigasi. Kegiatan 7
siswa pada tahap pemfokusan pertanyaan yaitu memilih pertanyaan dan memodifikasinya. Kegiatan siswa pada persiapan investigasi yaitu menentukan variabel, alat, bahan, dan prosedur. Tahap ini mengharuskan siswa untuk menyusun hipotesis dan tabel untuk menghimpun data terkait penelitian yang akan dilakukan. Menurut Vidal (2006) hal penting untuk meningkatkan flexibility adalah dengan menggunakan pertanyaan provokatif. Pertanyaan tersebut akan mengarahkan pada pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam yang tidak disadari sebelumnya. Pertanyaan tersebut mendorong seseorang untuk memikirkan ide atau konsep yang sebelumnya tidak terpikir olehnya. Beberapa pertanyaan provokatif seperti, apa yang terjadi jika: air terasa seperti wiski? Kucing dapat menggonggong? Wanita dapat terbang? Bagaimana jika: bunga menyerupai kucing? Apa yang terjadi jika: tidak pernah ada hari minggu? Bayangkan apa yang terjadi jika: mobil dapat terbang? Lakilaki dapat melahirkan? 3. Originality Aspek originality mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan ide baru dan tidak biasa yang berbeda dari kebanyakan orang. Peningkatan aspek ini dapat terjadi karena guru memberikan kebebasan siswa untuk mengeluarkan ide kreatif sesuai dengan pemikirannya sendiri. Guru tidak memaksakan siswa untuk menyamakan pemikiran dengan teman sekelasnya. Soal yang digunakan pada tes akhir siklus juga memicu siswa untuk mengutarakan ide dan menggunakan pola pikir kreatif yang berbeda dengan siswa lain. Hal tersebut penting dilakukan karena setiap siswa memiliki gaya kreativitas yang berbeda. Trnova (2014) menyatakan bahwa individu tidak hanya berbeda pada tingkat kreativitasnya, tapi juga berbeda pada gaya kreativitasnya. Kemampuan seseorang menyelesaikan masalah berbeda dengan cara dia menyelesaikan masalah. Dua individu yang berada pada tingkat kreativitas yang sama dapat memiliki gaya penyelesaian masalah yang berbeda. Aspek ini dapat meningkat karena semakin baiknya pelaksanaan sintaks eksplorasi fenomena dan pelaksanaan investigasi. Kegiatan tahap eksplorasi fenomena guru menunjuk beberapa siswa untuk mengutarakan ide kreatif yang dimiliki. Siswa
8
diminta untuk menggali idenya sendiri sehingga berbeda dengan teman sekelasnya. Siswa juga berusaha mengutarakan ide kreatif yang dimiliki pada tahap pelaksanaan investigasi agar invetigasi berjalan lancar. Guru tidak membatasi siswa untuk berpendapat sesuai dengan pola pikirnya. 4. Elaboration Aspek elaboration mengacu pada kemampuan untuk menambahkan detail dan mengembangkan ide agar menjadi lebih menarik dan lengkap. Aspek ini dapat meningkat karena pelaksanaan sintaks menganalisis data dan bukti yang ada serta membangun pengetahuan baru yang semakin baik setiap pertemuan. Kegiatan pada tahap pelaksanaan analisis data dan bukti antara lain menginterpretasikan data, mencari hubungan antar variabel yang digunakan, menganalisis data untuk menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan sementara berdasarkan bukti. Kegiatan membangun pengetahuan baru yaitu meyusun penjelasan untuk mendukung bukti yang diperoleh. Kegiatan tersebut akan memicu siswa untuk bisa mengembangkan ide yang dimiliki sehingga lebih detail. Guru membimbing siswa untuk bisa memperjelas ide yang dimiliki sesuai dengan hasil investigasi yang telah dilakukan. Tahap ini juga semakin baik dengan adanya sintaks team study. Siswa lebih bisa mengembangkan ide secara detail dengan adanya kerjasama dalam kelompok. Ariety (2009) menjelaskan bahwa seorang yang kreatif akan lebih baik dalam menghasilkan produk kreativitas apabila bekerja secara kelompok. 5. Methaporical thinking Aspek methaporical thinking mengacu pada kemampuan untuk menggunakan perbandingan atau analogi untuk membuat hubungan baru pada konsep yang telah didapat. Peningkatan aspek ini terjadi karena pelaksanaan sintaks membangun pengetahuan baru. Kegiatan pada tahap tersebut antara lain meyusun penjelasan untuk mendukung bukti yang diperoleh, merefleksi pengetahuan baru yang diperoleh, dan menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya. Kegiatan tersebut akan
9
memicu siswa untuk bisa mencari hubungan dan analogi dari konsep yang diperolehnya. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dipadu Students Team Achievement Divisions (STAD) dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai proses belajar mengajar. Setyowati (2007) menyatakan bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan dan pengelolaan motivasional berpengaruh terdadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan hasil analisis pada siklus 1 diperoleh ketuntasan sebesar 68% dengan 23 siswa tuntas dan 13 siswa tidak tuntas. Ketuntasan siswa pada siklus 2 sebesar 86% dengan 31 siswa tuntas dan 5 siswa tidak tuntas. Rendahnya ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 terjadi karena siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran inkuiri dipadu STAD. Siswa terlihat kebingungan dalam melaksanakan investigasi pada tahapan inkuiri. Guru juga kurang memberikan penguatan dan penghargaan pada siswa. Peningkatan hasil belajar pada siklus 2 dapat terjadi karena siswa sudah terbiasa melaksanakan tahapan inkuiri dipadu STAD. Siswa semakin mahir dalam melaksanakan inkuiri. Guru juga meningkatkan keterlaksanaan pembelajaran di kelas. Siswa lebih bersungguh-sungguh dalam kerja kelompok untuk mendapatkan nilai terbaik. Tahap inkuiri yang dipadu dengan team study membuat pembelajaran yang dialami siswa lebih bermakna. Setiap kelompok siswa telah berusaha untuk memahami masalah dan membantu anggota kelompoknya untuk bisa memahami. Slavin (2008) menyatakan bahwa tahap team study berfungsi untuk memastikan agar semua anggota tim benar-benar belajar dan untuk memastikan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik. Siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas dari guru dengan cara memecahkan masalah bersama. Astrawan (2003) menyatakan bahwa STAD memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir lebih banyak menjawab soal dalam kuis individu dan membantu satu sama lain dalam kelompok
10
belajar sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih bermakna dan menarik bagi siswa. Tahap lain yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah pemberian kuis di akhir pembelajaran. Astrawan (2003) menyatakan bahwa beberapa hal yang menyenangkan dan menarik bagi anak di sekolah dasar adalah belajar kelompok, tantangan (berupa kuis individu) dan imbalan/penghargaan atas hasil belajar yang dicapai. Tantangan yang dirancang dalam proses pembelajaran merupakan tantangan yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan merangsang agar siswa aktif bekerja sama dalam pembelajaran. Tantangan ini misalnya menjawab kuis secara individu. STAD akan dapat menguatkan ingatan siswa terhadap materi yang dipelajarinya, karena belajar kelompok dan kuis yang dialami siswa dalam pembelajaran berfungsi sebagai tinjauan untuk memantapkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang telah dipelajarinya sebelum siswa mengikuti evaluasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dengan mengacu pada langkah pembelajaran inkuiri terstruktur dipadu Student Teams Achievement Divisions (STAD) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Penerapan model inkuiri terstruktur dipadu STAD dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Singosari yang dapat dilihat dari masing-masing aspek berpikir kreatif. Peningkatan tersebut adalah sebagai berikut: (1) fluency meningkat sebesar 7% dari 78% menjadi 85%, (2) flexibility meningkat sebesar 30% dari 60% menjadi 90%, (3) originality meningkat sebesar 26% dari 74% menjadi 100%, (4) elaboration meningkat sebesar 24% dari 59% menjadi 83%, (5) methaporical thinking meningkat sebesar 6% dari 89% menjadi 95%. Kemampuan berpikir klasikal meningkat sebesar 19% dari 72% menjadi 91%. 2. Penerapan pembelajaran inkuiri terstruktur dipadu STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa XI MIA SMA Negeri 1 Singosari. Persentase ketuntasan hasil belajar kognitif siswa pada siklus 1 sebesar 68% meningkat menjadi 86% pada siklus 2.
11
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan adalah penelitian ini dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terstruktur dipadu STAD untuk mengukur hasil belajar aspek afektif dan psikomotor.
12
DAFTAR RUJUKAN Alghafri, Ali Salim Rashid & Ismail H. N. 2014. The Effects of Integrating Creative and Critical Thinking on Schools Students' Thinking. International Journal of Social Science and Humanity, 4 (6). (Online), (http://www.ijssh.org/papers/410-CH351.pdf), diakses 11 Nopember 2015 Ariety, Silvano. 2009. Creative Approaches to Problem Solving. (Online), (http://www.sagepub.com/sites/default/files/upmbinaries/32693_Chapter1.pdf), diakses 21 Nopember 2015 Artigue, Michele., Justin Dillon., Wynne Harlen., & Pierre Léna. 2012. Learning through Inquiry. Europe: Fibonacci Project Astrawan, Juni., I Wayan., Marhaeni., Arnyana. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division Terhadap Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar IPA. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha 3. (Online), (http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_pendas/article/viewFile/526/318), diakses 11 Mei 2016 Llewellyn, Douglas. 2013. Teaching High School Science Through Inquiry and Argumentation 2nd ed. USA: CORWIN co. Longshaw, Sarah. 2009. Creativity in Science Teaching. SSR, (Online), 90 (332): 9194, (http:// http://www.stevespanglerscience.com/experiment/00000109), diakses 11 Nopember 2015 Prianggono, Agus., Riyadi., & Trianti. 2013. Analisis Proses Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Menengah Kejururuan (SMK) dalam Pemecahan dan Pengajuan Masalah Matematika pada Materi Persamaan Kuadrat. (Online), (http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/view/3489) diakses 25 April 2015 Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana MediaGroup
13
Setyowati. 2007. Pengaruh Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPN 13 Semarang. Universitas Negeri Semarang: Skripsi tidak di terbitkan Slavin. 2008. Educational Psychology 3rd ed. Boston: Allyn & Bacon co. Suwarno. 2013. Penerapan Pembelajaran Problem Creating Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Menyelesaikan Masalah Teorema Phytagoras Siswa Kelas VIIID SMP Negeri 2 Blitar. Universitas Negeri Malang: Tesis tidak diterbitkan Trnova, Eva. 2014. Implementation of Creativity in Science Teacher Training. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, 5 (3). (Online), (http://www.ijonte.org/FileUpload/ks63207/File/06.trnova.pdf) diakses 15 April 2015 Vidal, Rene Victor Valqui. 2006. Chapter 5 Creative Tools. (Online), (www2.imm.dtu.dk/~vvv/CPPS/5Chapter5creatools.pdf), diakses 11 Mei 2016
14