PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS LAPORAN (Studi Eksperimen Semu pada Proses Pembelajaran Siswa Kelas VIII SMPN 1 Tengah Tani Kabupaten Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012) Abdul Rozak (Guru Besar FKIP-Unswagati Cirebon) Rudianto (Mahasiswa Pascasarjana, Angkatan 2009) ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini adalah mengukur ada tidaknya perbedaan kemampuan menulis laporan siswa antara siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai kelas eksperimen dan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri bebas. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas VIII di SMPN 1 Tengah Tani Kabupaten Cirebon. Untuk mengetahui kemampuan menulis laporan siswa dilakukan tes awal dan tes akhir kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sedangkan untuk mengetahui proses pembelajaran dilakukan observasi terhadap proses pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen. Berdasarkan uji t terhadap nilai tes akhir ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan eksperimen. Nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel, dalam tingkat probabilitas 0,05 (p <0,05). Hal ini berarti pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing lebih efektif dibandingkan denganpembelajaran dengan model inkuiri (bebas). Kata kunci : inkuiri terbimbing,inkuiri, menulis laporan A. PENDAHULUAN Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses pada Bab III Pelaksanaan Proses Pembelajaran Poin B. Pelaksanaan Pembelajaran dinyatakan sebagai berikut. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Sesuai dengan tuntutan tersebut, pembelajaran bahasa Indonesia di SMP banyak menggunakan metode pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan melibatkan siswa secara aktif dan mandiri. Salah satu metode tersebut adalah inkuiri. Dapatkah hal ini dijadikan jaminan bahwa pembelajaran telah dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik? Atau justru hal ini hanya bentuk “latah” guru dalam 1
menuliskan model pembelajaran yang terbaru tanpa memikirkan karakteristik peserta didik. Pemakaian model inkuiri, kuncinya ada pada penentuan pertanyaan. Pembelajaran inkuiri harus dirancang dengan kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan yang sesuai dengan materi yang diajarkan (Suherman, 2010:144). Bagi siswa sekolah menengah khususnya di Indonesia kegiatan inkuiri perlu dilatih secara bertahap, mulai dari inkuiri yang sederhana (inkuiri terbimbing) kemudian dikembangkan secara bertahap ke arah kegiatan inkuiri yang lebih kompleks dan mandiri (inkuiri (bebas)). Memperhatikan kenyataan di atas, tepatkah model pembelajaran inkuiri digunakan pada pembelajaran dengan peserta didik kelas delapan? Pembelajaran dengan model inkuiri menuntut guru harus bekerja keras. Bahkan setelah bekerja keras, pembelajaran akan dikategorikan gagal, jika kemampuan berpikir analisis peserta didik yang belum matang. Begitupun pada saat model ini digunakan dalam pembelajaran menulis lapora dibutuhkan kematangan berpikir siswa. Apalagi pembelajaran menulis belum menunjukkan hasil yang optimal. Salah satu indikatornya adalah masih rendahnya kemampuan menulis disebabkan siswa merasa sulit untuk menulis. Banyak siswa yang kurang berminat menulis, terutama menulis laporan (Kristiyani; tanpa tahun). Dari paparan di atas model pembelajaran yang tepat digunakan bagi siswa kelas delapan adalah model pembelajaran yang sederhana tetapi melatih kreatifias dan kemandirian. Artinya sebuah model pembelajaran masih memberikan kesempatan kepada guru untuk membimbing, memandu, dan mengarahkan peserta didik selama proses pembelajaran untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada proses belajar tanpa mengabaikan potensi peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Oleh sebab itu, menurut penulis hal ini perlu dijadikan sebagai bahan penelitian. Penelitian difokuskan kepada penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran menulis laporan hasil pengamatan dengan bahasa yang baik dan benar siswa kelas delapan di SMPN 1 Tengah Tani Kabupaten Cirebon tahun pelajaran 2011/2012. Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. mengukur ada tidaknya perbedaan kemampuan menulis laporan siswa antara siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri bebas; 2. mengobservasi, menganalisis, dan mendeskripsikan kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran menulis laporan dengan model inkuiri terbimbing; 3. menganalisis dan mendeskripsikan pola laporan yang dihasilkan oleh siswa dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing.
2
B. KAJIAN PUSTAKA Metode Inkuiri adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa , 2007:234). Inkuiri juga diartikan sebagai aktivitas siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu pengetahuan sebagaimana layaknya ilmuwan memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Widowati, 2007). Proses pembelajaran inkuiri harus melibatkan dengan kegiatan-kegiatan mengajukan pertanyaan yang ilmiah, merumuskan pertanyaan yang relevan, merencanakan observasi, penyelidikan atau investigasi dengan melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan peranan materi dalam pembelajaran inkuiri sangat berpengaruh pada proses pembelajaran, karena dalam kegiatan tersebut siswa melakukan penyelidikan berdasarkan permasalahan yang diajukan guru, tetapi sisiwa sendiri yang menentukan prosedur penyelidikannya. Selain itu kegiatan pembelajaran tersebut dapat mengembangkan sebuah komunitas kekeluargaan, saling bertukar informasi mengenai penyelidikan mereka masing-masing sehingga akan menciptakan kegiatan belajar-mengajar secara alami dan juga aktif di dalam kelas. Pekerjaan mengajar dengan inkuiri tidak berarti mendidik peserta didik lalu menjadi seorang ilmuwan, tetapi agaknya mencoba membawa peserta didik ke dalam situasi yang memberikan kesempatan pada dirinya untuk menggunakan apa yang telah diketahui dan menyadari apa yang mereka lakukan itu adalah perolehan mereka sendiri, bukan perolehan karena guru. Bonnstetter (2000) membedakan inkuiri menjadi lima tingkat yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured scienceexperiences), inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry), dan peneliti siswa (student research) (http://unr.edu/homepage/jeannon/ejsebonnstetter/html). Inkuiri terbimbing merupakan salah satu metode inkuiri. Pada inkuiri ini guru menyediakan materi atau bahan dan permasalahan untuk penyelidikan. Siswa merencanakan prosedurnya sendiri untuk memecahkan masalah. Guru memfasilitasi penyelidikan dan mendorong siswa mengungkapkan atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang membimbing mereka untuk penyelidikan lebih lanjut. Dalam inkuiri terbimbing, siswa diharapkan sampai pada kesimpulan yang sama karena kegiatan belajar, bahan belajar atau diskusi kelas, bahan ajar, dan visual disusun jadi semuanya adalah tersedia bagi siswa untuk sampai pada simpulan yang telah ditentukan (Lang, 2006: 370). Beamon (2002) menjelaskan unsur inkuiri terbimbing sebagai berikut. 1. Dipandu pertanyaan 2. Menghubungkan isi masalah, tema, dan masalah 3. Interaksi sosial 4. Aktif eksplorasi 3
5. Penilaian authentic 6. Membantu peserta didik untuk membuat hubungan yang bermakna antara ideide besar dari disiplin dan pengalaman pribadi mereka, konsepsi, dan keyakinan.(Lang, 2006: 371) Tahapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam menulis laporan adalah sebagai berikut. a. Tahap pertama, menghadapkan pada masalah. Pada tahap ini guru menyajikan permasalahan, menentukan prosedur untuk menyelesaikan masalah dan menjelaskan perbedaan-perbedaan. b. Tahap kedua, pengumpulan data – verifikasi. Pada tahap ini siswa memverifikasi hakikat objek dan kondisinya, memverifikasi peristiwa dari keadaan permasalahan. Hal ini dapat diwujudkan dengan menganalisis objek lalu membuat lembar observasi. c. Tahap ketiga, mengumpulkan data – eksperimentasi. Pada tahap ini siswa memisahkan variable yang relavan dan menghipotesiskan hubungan kausal. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan melakukan observasi berdasarkan lembar observasi yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan pembuatan laporan. d. Tahap keempat, mengolah/memformulasi suatu penjelasan. Pada tahap ini siswa memformulasikan aturan dan penjelasan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menyususn kerangka karangan. e. Tahap kelima, analisis proses penelitian. Pada tahap ini siswa menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang paling efektif. Tahap ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan atau laporan.(Joyce, 2009: 206-208) Menulis laporan berarti menyampaikan suatu keterangan mengenai peristiwa atau hal kepada pihak lain(Wirajaya, 2008: 20). Untuk mendapatkan laporan yang baik diperlukan langkah-langkah membuat laporan. Setelah mementukan tema, membuat laporan harus melalui tiga tahapan yaitu 1. melakukan pengamatan/observasi, 2. membuat kerangka laporan/karangan, dan 3. mengembangkan kerangka laporan/karangan menjadi laporan/karangan. (Suwandi, 2008: 63-68), (Hariningsih, 2008: 31), (Setyorini, 2008: 29) Laporan dapat dinilai dari segi (1) kesesuaian informasi dengan objek/hal yang dilaporkan, (2) kelengkapan rincian (detail informasi) yang seharusnya dilaporkan, (3) penggunaan kalimat, (4) penggunaan kata baku, dan (5) ketepatan penggunaan tanda baca/ejaan.(Laksono, 2008: 5) C. HASIL PENELITIAN Sesuai dengan tujuan penelitian ini, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Tengah Tani Kabupaten Cirebon. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 286 orang dengan laki-laki sebanyak 146 orang dan perempuan 140 orang. 4
Untuk mendapatkan data dilakukan dengan cara observasi dan tes. Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran di kelas kontrol dengan model inkuiri bebas dan di kelas eksperimen dengan model inkuiri terbimbing. Tes dilakukan di kelas kontrol dan kelas eksperimen berupa tes awal dan tes akhir. 1. Peningkatan Kemapuan Setelah didapatkan hasil pekerjaan siswa dilakukan penilaian terhadap laporan siswa. Penilaian dilakukan terhadap seluruh laporan siswa. Setelah dilakukan penilaian diperoleh data sebagai berikut. RERATA TES AWAL RERATA TES AKHIR KENAIKAN NO KELAS 1 EKSPERIMEN 53,86 81,36 27,5 2 KONTROL 53,08 66,65 13,57 3 SELISIH 0,78 14,71 14,07 Kemampuan dasar kelas kontrol dan eksperimen relatif seimbang. Hal ini dibuktikan oleh rerata hasil tes awal yang memiliki sedikit perbedaan yaitu 0,78. Kemampuan menulis laporan siswa baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen mengalami peningkatan dari tes awal ke tes akhir. Rata-rata nilai tes akhir kelas eksperimen mengalami kenaikan dari rata-rata nilai tes awal yaitu dari 53,86 menjadi 81,36 atau mengalami kenaikan sebesar 27,5. Hal ini mengandung arti model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas eksperimen dinilai efektif dalam meningkatkan nilai rata-rata tes. Sedangkan rata-rata nilai tes akhir kelas ontrol juga mengalami kenaikan dari rata-rata nilai tes awal yaitu dari 53,08 menjadi 66,65 atau mengalami kenaikan sebesar 13,57. Hal ini mengandung arti model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas kontrol juga dinilai efektif dalam meningkatkan nilai rata-rata tes. Meskipun demikian kenaikan nilai rata-rata di kelas kontrol ini lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan nilai rata-rata di kelas eksperimen yaitu 13,57 dengan 27,5. Selisihnya adalah 14, 07. Hal ini mengandung arti model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas eksperimen lebih efektif dibandingkaan dengan di kelas kontrol. Berdasarkan uji statistik menggunakan SPSS diperoleh fakta sebagai berikut, perbedaan nilai tes akhir kelas eksperimen dengan nilai tes akhir kelas kontrol. Pada taraf signifikansi atau p = 0,05 Berdasarkan hasil olah data diperoleh nilai-nilai sebagai berikut : a. Nilai t = 15,819 dengan signifikansi atau p =0,000 b. Nilai r = 0,189 dengan signifikansi atau p = 0,242 Karena signifikansi atau p dari nilai t adalah kurang dari 0,05 atau p < 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tes akhir kelas eksperimen dengan nilai tes akhir kelas kontrol. Artinya nilai tes akhir pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai tes akhir kelas kontrol. Hal ini menunjukkan pembelajaran di kelas eksperimen lebih efektif. Korelasi (hubungan) antara nilai tes akhir kelas eksperimen dengan nilai tes akhir kelas kontrol yaitu 0,189 dengan signifikansi atau p = 0,242. Karena p > 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tes akhir kelas eksperimen dengan nilai tes akhir kelas kontrol. 5
2. Proses Pemebelajaran Proses pemeblajaran di kelas kontrol dan eksperimen menggunakan model yang sama yaitu inkuiri. Kelas control inkuiri bebas atau inkuiri mandiri yang berarti siswa hanya mendapat topik dan tujuan pembelajaran dari guru, sedangkan permasalahan, bahan, dan menyelesaikan permasalahan dilakukan oleh siswa. Sedangkan kelas eksperimen menggunakan ikuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing pada dasarnya inkuiri juga, namun dalam proses pembelajaran siswa harus dibimbing oleh guru. Bimbingan yang dilakukan berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) challenge activity. LKS yang digunakan berupa petunjuk kerja, contoh laporan, contoh kerangka laporan, lembar observasi, dan lembar kerangka karangan. Dengan LKS ini siswa lebih kelihatan belajar mandiri, meskipun tidak banyak penemuan sendirinya. 3. Pola Laporan Siswa Pola Pengembangan Kerangka Karangan Kelas Kontrol dan Eksperimen PENGEMBANGAN Jumlah SESUAI TDK 1 Kontrol 11 29 40 2 Eksprmn 31 11 42 Pola pengembangan kerangka karangan menjadi karangan yang dilakukan oleh siswa ketika menyusun laporan dikatakan sesuai apabila pikiran utama pada kerangka karangan tertuang dalam karangan. Adapun data pengembangan kerangka karangan menjadi karangan menunjukan data sebagai berikut. Pada kelas kontrol, dari jumlah siswa 40 orang, karangan yang sesuai dengan kerangka yang sudah disusun hanya 11 orang atau 27,5%. Sementara yang tidak sesuai dengan kerangkanya ada 29 orang atau 72,5%. Pada kelas eksperimen, dari jumlah siswa 42 orang, karangan yang sesuai dengan kerangka yang sudah disusun ada 31 orang atau 73,8%. Sementara yang tidak sesuai dengan kerangkanya ada 11 orang atau 26,2%. NO
Kelas
Pola Pemakaian Kalimat Kelas Kontrol dan Eksperimen NO
1 2
Kelas
TOTAL
GRAMATIKAL
JUMLAH KALIMAT TDK GRMTKL TUNGGAL
MAJEMUK
Jml Siswa
Kontrol 253 200 53 81 119 40 Eksprmn 402 372 30 142 230 42 Pola pemakaian kalimat di atas berkaitan dengan bagaimana siswa menyusun kalimat dalam rangka mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan. Kalimat yang dikatakan tidak gramatikal adalah kalimat yang tidak memiliki kejelasan konsep. Contohnya adalah kalimat majemuk yang hanya menghadirkan anak kalimat saja. Berikut adalah contoh kalimat yang tidak gramatikal. 1. Karangan Rizal Fahrudin kelas kontrol ; anak kalimat saja(Keadaan di tempat parkir Sepeda motor dengan luas 10m2 terletak di SMPN I TENGAH TANI.) 2. Karangan Nur’aeni kelas kontrol; tidak ada subjek(Mengobservasi tentang keadaan parkir sepeda motor di SMPN 1 Tengah Tani.) 6
Dari data di atas kita bisa mengukur tingkat kreatifitas siswa. Pada kelas kontrol dari jumlah siswa 40 orang tersusun 253 kalimat. Ini berarti seorang siswa rata-rata membuat kalimat sebanyak 253 : 40 = 6.3 kalimat. Sedangkan pada kelas eksperimen dari 42 orang siswa tersusun 402 kalimat. Ini berarti seorang siswa rata-rata menyusun kalimat 402 : 42 = 9,6 kalimat. Pemakaian kalimat tunggal dan majemuk menunjukkan kalimat lebih sering digunakan oleh siswa baik di kelas control maupun kelas eksperimen. Untuk kelas control diperoleh perbandingan pemakaian kalimat tunggal dengan kalimat majemuk sebanyak 81 : 119 atau 1: 1,47. Sedangkan pada kelas eksperimen adalah 142 : 230 atau 1 : 1,62. Pola Kesalahan Bahasa Kelas Kontrol dan Eksperimen KESALAHAN BAHASA NO KELAS JML TANDA BHS HURUF KATA BACA DAERH 1 Kontrol 156 210 0 95 461 2 Eksprmn 155 153 0 143 451 Kesalahan berbahasa pada karangan siswa masih banyak. Kesalahan pemakaian tanda baca baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen didapati pada hal-hal sebagai berikut. 1. Tidak ada tanda titik diakhir kalimat. 2. Pemakaian tanda titik bukan pada tempatnya, seperti tanda titik setelah angka yang menunjukkan nomor alamat. Contoh: SMPN 1 Tengah Tani berada di Jl. Pahlawan Nomor 64. Dawuan. Seharusnya: SMPN 1 Tengah Tani berada di Jl. Pahlawan Nomor 64 Dawuan. 3. Tidak adanya tanda koma pada perincian lebih dari dua sebelun dan. Contoh : Helm ada yang berwarna putih, hitam, merah, biru dan ungu. Seharusnya : Helm ada yang berwarna putih, hitam, merah, biru, dan ungu. 4. Pemakaian tanda koma bukan pada tempatnya, seperti tanda koma setelah kata dan. Contoh: Berbagai merek sepeda motor diparkir di sana seperti Honda, Yamaha, dan, Suzuki. Seharusnya: Berbagai merek sepeda motor diparkir di sana seperti Honda, Yamaha, dan Suzuki. 5. Pemakaian tanda titik dua setelah kata perincian. Contoh: Warna sepeda motor bermacam-macam seperti: merah, hitam, dan biru. Seharusnya: Warna sepeda motor bermacam-macam seperti merah, hitam, dan biru. Penulisan huruf hanya berhubungan dengan penulisan huruf besar dan kecil. Kesalahan-kesalahan yang terjadi baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen relatif sama. Kesalahan-kesalahan itu terjadi pada hal sebagai berikut. 1. Awal kalimat yang masih menggunakan huruf kecil 2. Nama sekolah yang menggunakan huruf besar semua; SMPN 1 TENGAH TANI seharusnya SMPN 1 Tengah Tani. 3. Nama warna menggunakan huruf besar; Merah, Biru, Putih, Hitam, seharusnya merah, biru, putih, hitam. 4. Beberapa kata yang seharusnya menggunakan huruf kecil masih ditulis huruf besar. 5. Huruf besar masih berada di tengah kata. 7
Kesalahan penulisan kata, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen, relatif sama. Kesalahan itu terjadi pada hal sebagai berikut. 1. Penulisan di sebagai kata depan masih disatukan atau sebaliknya penulisan di sebagai awalan masih dipisahkan. 2. Penulisan imbuhan ke yang dipisahkan; ke simpulannya seharusnya kesimpulannya. 3. Penulisan dengan, yang, untuk yang disingkat menjadi dg, yg, ntk. 4. Penulisan kata ulang disingkat menggunakan angka 2; rata2, seharusnya rata-rata D. PENUTUP 1. Simpulan Rentetan penelitian mulai dari pengumpulan data, pengolahan data, sampai analisis data sudah dilakukan. Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis laporan siswa yang menggunakan model inkuiri terbimbing dan inkuiri bebas. Hal ini membuktikan pembelajaran menulis laporan hasil pengamatan dengan bahasa yang baik dan benar pada siswa kelas VIII SMP lebih efektif menggunakan model inkuiri terbimbing dibandingkan inkuiri bebas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata tes akhir kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Bukti lainnya yang membenarkan inkuiri terbimbing lebih efektif adalah diterimanya hipotesis kerja (H1) dan ditolaknya Hipotesisi Nol (H0). 2. Perbedaan anatara inkuiri bebas dan inkuiri terbimbing pada penelitian ini adalah pada model inkuiri terbimbing harus ada alat yang membimbing siswa, pada penelitian ini yaitu LKS challenge actifity. LKS ini sangan membantu siswa dalam melakukan aktifitas pembelajaran terutama saat melakukan observasi dan menyususn kerangka karangan. Sedaangkan pada inkuiri bebas tidak menggunakan alat bantu pembelajaran yang bersifat membimbing siswa. 3. Kerangka karangan yang dibuta oleh siswa belum berfungsi sebagai kerangka dalam membuat karangan. Tingkat kemampuan pemahaman dan pengetahuan aturan berbahasa tulis/kebahasaan siswa sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kalimat yang tidak gramatikal dan masih banyaknya kesalahan pemakaian ejaan, kesalahan penulisan huruf, serta kesalahan penulisan kata. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut di atas, penulis menyampaikan saran sebagai berikut. 1. Guru di dalam menyusun rencana pembelajaran bukan hanya memperhatikan tingkat kesulitan materi saja, tapi juga harus memperhatikan banyak hal. Selain memperhatikan kemampuan guru itu sendiri dan kemampuan sekolah, juga harus memperhatikan kemampuan siswanya. 8
2. Model inkuiri bebas dan inkuiri terbimbing yang selama ini lebih banyak digunakan dalam pembelajaran ilmu-ilmu sains juga dapat digunakan dengan baik pada mata pelajaran ilmu social, khususnya bahasa Indonesia. Namun dalam pemakaian model ini harus dimodifikasi dengan kreatif agar tepat dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa/pembelajar 3. Kemampuan kebahasaan siswa sangat lemah. Sehingga guru mata pelajaran bahasa Indonesia perlu mengajarkan kembali tentang kebahasaan di sekolah, dalam hal ini SMP, dan dimasukan ke dalam kurikulum sekolah. 4. Untuk penelitian model inkuiri dalam pembelajaran menulis selanjutnya akan lebih jelas tergambar kemampuan siswa kalau hasil laporan siswa ditampilkan di depan kelas sehingga siswa lain akan mendapat kesempatan untuk saling menilai. DAFTAR PUSTAKA Bonnstetter,Ronaldji. Inquiry: Learning from the Past with an Eye on the Future´ (http://unr.edu/homepage/jeannon/ejsebonnstetter/html) diakses 5 Oktober 2011 Hariningsih, Dwi, Bambang Wisnu, Septi Lestari. 2008. Membuka jendela ilmu pengetahuan dengan bahasa dan sastraIndonesia 2: SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional Joyce, Bruce, Marsha weil, dan Emily Cajhoun. 2009. Models of Teaching. (Penerjemah Achmad Fawaid dan Ateilla Miraz). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kristiyani, S.. tanpa tahun. Menulis Dan Pembelajarannya. http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._D AN_SASTRA_INDONESIA/ (diunduh 5 Oktober 2011) Kunandar. 2007. Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Laksono, Kisyani, Bambang Yulianto, Titik Harsiyati, Nurhadi. 2008. Contextual Teaching and Learning Bahasa Indonesia: Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Edisi 4. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Lang, Hellmut R. and David N. Evans. 2006. Models, Strategies, and Methods for Effektive Teaching. United States: Pearson. Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Setyorini, Yulianti dan Wahono. 2008. Bahasa Indonesia: SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Suherman, Uman dkk (editor). 2010. Bahan Ajar PLPG Bahasa Indonesia SMP/MTs. Bandung: Sertifikasi Guru Rayon 10 UPI. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Suwandi, Sarwiji dan Sutarmo. 2008. Bahasa Indonesia 2: bahasa kebanggaanku untuk SMP/MTs kelas VIII Cet.1.Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional 9
Widowati, Asri. 2007. Penerapan Pendekatan Inquiry dalam Pembelajaran Sains Sebagai Upaya Pengembangan Cara Berpikir Divergen. Majalah Ilmiah Pembelajan Vol 3 No. 1 Mei 2007 http://www.justsciencenow.com/inquiry, diakses pada tanggal 20 Januari 2011 Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawarti. 2008. Berbahasa dan Bersastra Indonesia 2 : Untuk SMP/MTs Kelas VIII; editor Siti Aminah. Jakarta: Pusat Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional Abdul Rozak, adalah Guru Besar dan Dekan FKIP-Unswagati Rudiyanto adalah mahasiswa Pascasarjana Angkatan 2009, Guru SMPN 1 Tengah Tani Kabupaten Cirebon
10