PENERAPAN METODE SIMULASI BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI ISI CERPENPADA SISWA SMP NEGERI 1 KARANGAN TRENGGALEK Sukatman Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
ABSTRAK: Pembelajaran kemampuan bersastra di SMP selain bertujuan untuk mengan-tarkan peserta didik memiliki kemampuan bersastra, juga diharapkan dapat mem-bekali mereka agar memiliki kemampuan menggali nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu. Sehubungan dengan hal itu, pembelajaran memahami isi cerpen yang diselenggarakan di kelas IX SMP selama ini, ternyata belum mampu mewujudkan harapan ideal sebagaimana yang diharapkan. Hal itu disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat. Permasalahan tersebut diya-kini dapat diatasi dengan menerapkan Metode Simulasi Bermain Peran. Untuk membuktikan hal itu, dilakukan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Karangan, Trenggalek. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dapat meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan hasil kegiatan pembelajaran memahami isi cerpen pada siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Karangan, Trenggalek. Kata kunci: peningkatan, kemampuan, memahami, cerpen Pendidikan hakikatnya adalah suatu bentuk aktivitas yang berupaya untuk menggerakkan terciptanya sebuah proses pewarisan nilai-nilai. Oleh karena itu, peran yang dijalankan oleh satuan pendidikan tidaklah memadai apabila hanya mampu memacu kemampuan intelektual, melainkan juga harus dapat membangun kecerdasan emosional dan menumbuhkan komitmen spiritual peserta didik. Seja-lan dengan persepsi tersebut, indikator keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran, hendaknya tidak hanya terukur melalui perolehan nilai-nilai akade-mis yang
dianggap memadai atau cukup tinggi, melainkan harus tercermin pula pada kemampuannya dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai kehidupan dan etika yang diperolehnya secara terintegratif dalam proses pembelajaran untuk dikembangkan pada komu-nitas sosialnya. Berpijak pada persepsi tersebut, proses pembelajaran kemampuan bersastra yang dilaksanakan di SMP selain diharapkan dapat mengembangkan potensi pe-serta didik agar memiliki kemampuan bersastra, juga harus senantiasa mengarah pada upaya pembentukan
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 743
penguasaan kemampuan menggali nilai-nilai yang ter-kandung dalam karya sastra itu. Sebab karya satra adalah hasil karja yang sengaja diciptakan oleh pengarang atau sastrawan agar dapat dinikmati, dipahami, dan di-manfaatkan oleh masyarakatnya. Selain itu, karya sastra umumnya juga sarat dengan pesan-pesan moral yang bersumber pada komitmen spiritual penciptanya. Oleh karena itu, keberhasilan proses pembelajaran kemampuan bersastra selain harus mencerminkan keberhasilan kemampuan peserta didik dalam mengapresiasi unsur-unsur pembangun karya sastra, juga harus sanggup mengantarkan peserta didik sanggup membangun kemampuan dalam mengaktualisasikan kedalaman kandungan makna karya sasra itu. Sebab sastra sebagai sebuah bentuk komunikasi seni yang hidup bersama bahasa, memiliki kecenderungan untuk mewujudkan dirinya melalui ungkapan-ungkapan yang sangat khas sifatnya. Sesuai dengan karakteristik ungkapan kebahasaannya yang khas itu, karya sastra merupakan sarana yang sangat efektif dalam mengungkapkan suasana yang mendukung emosi atau perasaan sehingga dapat membeberkan gagasan-gagasan yang sejalan dengan suasana jiwa. Melalui bahasanya yang khas itu, sastra dapat menciptakan efek dan menimbulkan sugesti-sugesti tertentu kepada pembacanya (Aftarudin, 1983: 9-10). Mengacu pada pemikiran tersebut, dapat ditegaskan bahwa belajar bersastra hakikatnya adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Melalui pembelajaran bersastra, para peserta didik diharapkan dapat menyaring hal-hal yang berguna, belajar
menjadi diri sendiri, dan menyadari eksistensi budayanya sehingga tidak tercabut dari lingkungannya. Konsekuensinya, dalam mengikuti kegiatan pembelajaran bersastra, para peserta didik harus dapat memperoleh kebiasaan-kebiasaan dan tatacara sosial yang beraneka ragam agar dengan itu mereka memiliki kemampuan menafsirkan bahasa, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Oleh karena itu, pembelajaran kemampuan bersastra, selain bertujuan untuk meningkatkan keterampilan bersastra, juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bernalar dan kemampuan memperluas wawasan. Untuk itu, para peserta didik tidak hanya dituntut agar pandai dalam bernalar, melainkan juga harus memiliki kepekaan di dalam interaksi sosial dan dapat menghargai perbedaan, baik dalam hubungan antarindividu maupun di dalam kehidupan bermasyarakat yang berlatar berbagai budaya dan agama. Dengan demikian, melalui pembelajaran tersebut, para peserta didik benar-benar diajak untuk memahami, menikmati, menghayati, dan memanfaatkan isi dan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Adapun pengetahuan tentang sastra hanya sebagai penunjang dalam mengekspresikan karya sastra (Depdiknas, 2003: 5-10). Memperhatikan demikian pentingnya persoalan tersebut, proses pembelajaran memahami isi cerpen sebagai sebuah hasil karya sastra yang dilaksanakan di SMP, dipandang tidak memadai dan kurang bermakna apabila hanya diarahkan untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam memahami unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut, melainkan juga
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 744
harus sanggup mengantarkan peserta didik memiliki kemampuan menggali nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen tersebut. Persoalan tersebut dipandang sangat penting untuk dilaksanakan dan dijadikan sebagai parameter keberhasilan proses pembelajaran karena tanpa disertai dengan upaya pembentukan kemampuan dalam menggali dan memanfaatkan nilainilai kehidupan yang terkandung dalam karya sastra atau cerpen, pencapaian kepemilikan penguasaan kompetensi dasar dalam pembelajaran memahami isi cerpen tersebut akan kehilangan kualitas kebermanfaatan dan kebermaknaannya bagi pengembangan potensi peserta didik. Sehubungan dengan hal tersebut, Endraswara (dalam Nugroho, 2008: 1) menyatakan bahwa sastra sebagai sebuah hasil imajinatif, selain berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga berguna untuk menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Mengingat fungsinya yang demikian penting dalam membongkar makna hakikat kehidupan itu, maka cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra diharapkan mampu memunculkan pemikiran-pemikiran yang positif bagi pembacanya, sehingga pembaca peka terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berperilaku yang baik. Cerpen dapat dijadikan bahan perenungan untuk mencari pengalaman karena cerpen mengandung nilai-nilai kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Pengalaman batin dalam sebuah cerpen dapat memperkaya kehidupan batin penikmatnya. Berkaitan dengan pesoalan tersebut, Subyantoro, dkk. (2004 : 5-
24) menyatakan bahwa tujuan utama membaca teks sastra adalah memahami atau menangkap maksud penulis dalam karyanya. Oleh karena itu, agar dapat memahami karya sastra, seseorang harus membaca teksnya terlebih dahulu. Sehubungan dengan hal itu, ditegaskannya pula bahwa cerpen, seperti halnya puisi, merupakan sebuah dunia simbol. Untuk itu, agar dapat memahami makna dan amanat yang terkandung dalam sebuah cerpen, seseorang harus dengan tekun mengkaji unsur-unsur signifikan pembangun cerpen tersebut. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran memahami isi cerpen, sangat bergantung pada kemampuan peserta didik dalam memahami alur, tokoh dan penokohan, latar, penyudutpandangan, amanat/ makna, tema, dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen itu. Berkenaan dengan hal tersebut, Mulyasa (2005 b: 25-26) menyatakan bahwa segala aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran hendaknya senantiasa mengarah pada upaya pembudayaan dan pemberdayaan terhadap peserta didik. Terselenggarakannya upaya tersebut akan dapat menjadikan proses kegiatan pembelajaran sebagai wahana yang sangat efektif untuk membangun kultur belajar yang dapat menggerakkan dan memacu kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, proses kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru hendaknya senantiasa mengarah pada upaya pembangunan paradigma keberhasilan bagi para peserta didik. Pembangunan paradigma keberhasilan yang dikembangkan dalam proses pembelajaran tersebut harus bersifat
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 745
menyeluruh, yang dapat mengakomodasi segala potensi peserta didik. Agar dapat mengimplementasikan hal tersebut, hal utama yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir guru. Sebab guru merupakan faktor utama yang amat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan kegiatan belajar peserta didik. Untuk itu, guru harus dapat memahami bahwa diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang sekarang berkembang menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu, pada dasarnya adalah suatu bentuk perubahan orientasi pola pendidikan, yakni perubahan dari pola pendidikan yang berorientasi terhadap hasil dan materi ke pola pendidikan yang berorientasi pada proses. Perubahan pola pendidikan tersebut menuntut sebanyak mungkin keterlibatan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah. Berkenaan dengan hal itu, guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan mitra belajar peserta didik. Hal itu berarti, seorang guru tidak hanya bertugas untuk menyampaikan informasi, melainkan ia juga harus mampu memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada peserta didiknya agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak diliputi perasaan cemas, serta memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat secara terbuka. Sejalan dengan perubahan orientasi pola pendidikan tersebut, sejumlah kriteria yang dapat memperlihatkan gambaran secara
akurat mengenai indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus ditentukan, baik dari segi proses maupun dari segi hasilnya. Dari segi proses, pembelajaran dinyatakan berhasil dan berkualitas apabila semua peserta didik benar-benar terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial, dalam proses pembelajaran. Selain itu, mereka harus menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang kuat, dan rasa percaya pada diri sendiri. Adapun dari segi hasil, pembelajaran dinyatakan berhasil dan berkualitas apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri semua peserta didik (Mulyasa, 2005 b: 131). Berdasarkan landasan pemikiran tersebut, maka secara ideal pembelajaran memahami isi cerpen dengan kompetensi dasar menemukan tema, latar, penokohan, dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen yang diselenggarakan di kelas IX SMP hendaknya dapat mengantarkan peserta didik meraih keberhasilan sesuai dengan kriteria indikator keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana yang dikemukakan di atas. Untuk mewujudkan harapan ideal tersebut, dibutuhkan model pengelolaan proses pembelajaran yang berkualitas, yang mampu membelajarkan peserta didik melalui proses pemahiran dalam membentuk dan mendapatkan penguasaan kompetensi tersebut. Dengan demikian, proses kegiatan pembelajaran memahami isi cerpen ini dapat dinyatakan berhasil apabila mampu memperlihatkan peningkatan kemampuan peserta didik, baik dari segi proses maupun
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 746
dari segi hasil, sesuai dengan kriteria indikator keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan perubahan orientasi pola pendidikan tersebut. Berorientasi pada harapan ideal tersebut, ternyata pelaksanaan proses pembelajaran memahami isi cerpen dengan kompetensi dasar menemukan tema, latar, penokohan, dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen yang diselenggarakan di kelas IX SMP selama ini, belum mampu menampakkan indikator keberhasilan sebagaimana yang dikemukakan di atas. Bahkan bila dicermati secara detail, justru diperoleh temuan yang sangat jauh dari harapan ideal tersebut. Keterlibatan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran terlihat demikian rendah. Tingkat kerja sama mereka dalam kegiatan kelompok pun relatif kurang. Bahkan mereka bersikap demikian pasif, gairah belajarnya sangat rendah, dan semangat belajarnya pun lemah. Sementara itu, guru menjadi gagal melaksanakan perannya sebagai mitra belajar peserta didiknya sehingga seluruh kegiatan pembelajaran nyaris didominasi dan berpusat pada dirinya. Akibatnya para peserta didik hanya menerima ”barang jadi” dan mereka pun menjadi gagal dalam membangun kemampuan untuk membentuk kompetensi yang harus dikuasainya. Bertolak dari hasil temuan kegiatan refleksi, dapat diketahui bahwa hal yang paling dominan yang menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan proses pembelajaran memahami isi tersebut adalah penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat. Sedangkan faktorfaktor penyebab kegagalan lainnya
hanyalah merupakan akibat dari ketidaktepatan penggunaan metode pembelajaran tersebut. Sebab dalam melaksanakan proses pembelajaran tersebut, ternyata selama ini guru cenderung hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan, guru tidak bakal mampu mengukur proses pembentukan kompetensi yang dapat menggambarkan aktivitas keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Selain itu, kemampuan hasil belajar peserta didik yang semata-mata diukur melalui penilaian penugasan yang tanpa disertai atau ditindaklanjuti dengan kegiatan konfirmasi pada dasarnya tidaklah dapat dipandang sebagai kemampuan hasil belajar yang dapat merepresentasikan penguasaan kompetensi peserta didik. Menyikapi berbagai persoalan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang benar-benar inovatif. Dengan upaya itu, diharapkan para peserta didik dapat terpacu dan termotivasi untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Adapun solusi yang dipandang sangat tepat untuk mengatasi berbagai faktor penyebab terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan proses pembelajaran tersebut adalah melalui penerapan Metode Simulasi Bermain Peran. Metode ini merupakan suatu bentuk kegiatan atau cara pembelajaran yang dilaksanakan dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan. Dengan kata lain, metode ini pada dasarnya merupakan semacam permainan dalam pembelajaran yang diangkat dari
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 747
sebuah realitas kehidupan. Tujuan penggunaan metode ini dalam pembelajaran adalah untuk memberikan pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip atau dapat juga untuk melatih kemampuan memecahkan masalah yang bersumber dari realita kehidupan (Sumiati, 2007: 99) Berkenaan dengan hal itu, Ahmadi, dkk. (2011: 33-34) menyatakan bahwa bermain peran adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu peserta didik menemukan makna diri (jati diri) dalam dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Melalui bermain peran, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaan dirinya sendiri dan perasaan orang lain. Dengan itu, mereka dapat memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi situasi masalahnya seperti yang didapatkan dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. Lebih lanjut dinyatakannya bahwa pembelajaran dengan Metode Simulasi Bermain Peran merupakan suatu model pembelajaran yang dapat dibuat atau dilakukan berdasarkan asumsi, yakni adalah hal yang sangat mungkin menciptakan suatu analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Selain itu, simulasi bermain peran dapat mendorong peserta didik mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya. Dalam kegiatan tersebut akan terjadi proses psikologis yang melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief) serta dapat mengarahkan pada kesadaran spontan yang disertai dengan analisis.
Adapun proses tingkah laku secara tiruan atau permainan yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran ini adalah simulasi bermain peran dengan jenis permainan prosesi sidang kasus pengadilan. Dalam permainan tersebut, para peserta didik akan berperan dan mengidentifikasikan dirinya sebagai para aparat dalam pelaksanaan prosesi sidang kasus pengadilan untuk mengungkapkan pemahamannya terhadap isi cerpen. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (2005 b: 122-123) menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran selain menggunakan pendekatan pedagogi, juga sangat dianjurkan untuk menggunakan pendekatan andragogi. Pendekatan ini menempatkan peran peserta didik sangat dominan dalam pembelajaran dan meletakkan perhatian dasar terhadap individu secara utuh. Dalam pendekatan ini, belajar dipandang sebagai proses pelibatan diri dalam interaksi antara diri sendiri dengan realita di luar individu yang bersangkutan. Bila hal itu dikaitkan dengan pelaksanaan KBK atau KTSP, maka belajar dapat dipandang sebagai aktivitas psikologis yang sangat memerlukan dorongan dari luar. Oleh karena itu, pendekatan andragogi sangat relevan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran karena banyak prinsip andragogi yang layak diadopsi dan diadaptasi dalam praktik pedagogi. Memperhatikan hal tersebut, maka penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dengan jenis permainan prosesi sidang kasus pengadilan dalam proses pembelajaran memahami isi cerpen dapat dipandang sebagai bentuk penggunaan pendekatan andragogi yang diadaptasi dalam praktik
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 748
pedagogi. Metode ini dianggap penting untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran tersebut karena dipandang sangat layak untuk memenuhi tuntutan aktivitas psikologis kegiatan belajar peserta didik. Metode tersebut sangat efektif untuk memacu dan memotivasi peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam keseluruhan proses pembelajaran. Penerapan metode tersebut juga sekaligus dapat memotivasi dan membangkitkan kegairahan belajar peserta didik. Dengan demikian, penerapan metode tersebut akan dapat menggerakkan dan membangun dorongan yang kuat kepada peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya dalam proses pembentukan dan penguasaan kompetensi dasar yang dibutuhkannya. Sesuai dengan konsepsi tersebut, Silberman (2006: 154) menyatakan bahwa pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan teknik memanfaatkan pengadilan bohongbohongan lengkap dengan saksi, jaksa penutut, pembela, anggota pengadilan, dan lain-lain. Metode ini merupakan metode yang baik untuk memicu belajar berbeda pendapat, yakni belajar dengan secara efektif mengemukakan sebuah sudut pandang dan menentang pendapat yang sebaliknya. Dengan demikian, penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dengan jenis permainan prosesi sidang kasus pengadilan dalam pembelajaran memahami isi cerpen merupakan suatu keniscayaan. Metode ini diyakini dapat memacu dan memotivasi semangat belajar peserta didik dalam proses pembentukan dan penguasaan kompetensi dasar dalam proses pembelajaran. Metode ini juga dapat menggerakkan peserta didik
untuk terlibat secara aktif dalam keseluruhan proses pembelajaran. Dengan metode ini, proses pembelajaran akan berhasil membangun sikap kooperatif yang tinggi pada diri para peserta didik dalam membentuk dan mencapai penguasaan kompetensi dasar. Sebab dengan metode ini, kegiatan belajar peserta didik telah dipola sedemikian rupa agar mereka dapat mengaktualisasikan kemampuannya secara optimal dalam melaksanakan perannya sebagai petugas atau aparat dalam pelaksanaan prosesi sidang kasus pengadilan. Dalam proses pembelajaran ini, masing-masing peserta didik akan tergabung dalam tim atau kelompok yang berperan sebagai model aparat atau oknum yang terlibat dalam prosesi sidang kasus pengadilan. Dengan pola pembelajaran yang demikian itu, peserta didik akan menampilkan dirinya sebagai anggota tim penyidik, tim jaksa, majelis hakim, pengacara, terdakwa, saksi, bahkan ada yang berperan sebagai panitera pelaksanaan proses persidangan. Dengan demikian, proses pembelajaran akan berlangsung sangat menarik dan sangat menantang daya kreativitas peserta didik. Untuk membuktikan keberhasilan penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dengan jenis permainan prosesi sidang kasus pengadilan tersebut dalam meningkatkan kemampuan peserta didik pada proses pembelajaran memahami isi cerpen, dilakukan penelitian tindakan kelas yang diselenggarakan dalam dua siklus pada siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Karangan, Trenggalek. METODE PENELITIAN
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 749
Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam paparan di atas bahwa penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang berupa penelitian tindakan kelas karena permasalahan yang diangkat untuk dipecahkan serta kondisi yang diangkat untuk ditingkatkan kualitas keberhasilannya berangkat dari praktik pembelajaran nyata yang muncul di kelas, yaitu rendahnya kemampuan siswa dalam pembelajaran memahami isi cerpen. Hal itu sesuai dengan pengertian yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005 a: 155) yang menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan melalui tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Dengan memberikan pengertian yang senada, Suyanto (dalam Imam,dkk. 2004: 6) lebih lanjut menegaskan bahwa Penelitian Tindakan Kelas itu mempunyai krakteristik bahwa permasalahannya diangkat dari dalam kelas tempat guru mengajar yang benar-benar dihayati oleh guru sebagai masalah yang harus diatasi. Penelitian tersebut bersifat kolaboratif sehingga guru tidak harus berupaya secara pribadi untuk memperbaiki praksis pembelajarannya. Selain itu, penelitian tersebut memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas. Berkaitan dengan dengan hal itu, Sukidin, dkk. (2002: 16) secara lebih detail menegaskan bahwa Penelitian Tindakan Kelas itu adalah suatu bentuk kajian reflektif yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, dan memperbaiki kondisi praktikpraktik pembelajaran yang telah dilakukan. Berkenaan dengan hal tersebut, penelitian ini bermaksud mendeskripsikan peningkatan kemampuan memahami isi cerpen pada siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Karangan, Trenggalek melalui penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dengan jenis permainan Prosesi Sidang Kasus Pengadilan. Oleh karena itu, objek penelitian ini terdiri atas (1) peningkatan aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran memahami isi cerpen yang meliputi rincian aspek kegiatan ekspresi keseriusan atau kesungguhan dalam membawakan peran, kecermatan dan atau kelancaran berbahasa dalam mengungkapkan isi cerpen, sikap kemandirian dalam memainkan peran, kemampuan merespon atau menanggapi pertanyaan atau pernyataan teman dan atau lawan dalam bermaian peran, dan kemampuan berkontribusi dalam kerja sama kelompok dalam bermain peran; dan (2) peningkatan kemampuan hasil kegiatan pembelajaran yang meliputi aspek kemampuan menyimpulkan tema cerpen, menentukan latar cerpen, menenentukan karakter tokoh dan cara penokohan dalam cerpen, menganalisis nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen, dan menentukan hal atau masalah yang paling menarik mengenai isi kandungan cerpen dengan menggunakan alasan yang logis. Sesuai dengan jenis dan objek penelitian tersebut, maka subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Karangan,
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 750
Trenggalek pada semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa di kelas tersebut sebanyak 32 siswa, yang terdiri dari 18 laki-laki dan 14 perempuan. Subjek tersebut dipilih karena kemampuan siswa pada kelas tersebut relatif memiliki kemampuan yang homogen. Selain itu, pemilihan atas subjek tersebut juga didasarkan atas pertimbangan bahwa subjek adalah siswa peneliti dalam melaksanakan tugas sehari-hari yang mayoritas mengalami kesulitan dalam pembelajaran memahami isi cerpen. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan lembar penilaian hasil kegiatan pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk mengamati dan memperoleh data tentang peningkatan aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran memahami isi cerpen dan lembar penilaian hasil kegiatan pembelajaran digunakan untuk memperoleh data tentang peningkatan kemampuan hasil kegiatan pembelajaran siswa dalam pembelajaran memahami isi cerpen. Dengan demikian, data penelitian ini terdiri atas dua kategori, yaitu data tentang peningkatan aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran memahami isi cerpen dan data tentang peningkatan kemampuan hasil kegiatan pembelajaran siswa dalam pembelajaran memahami isi cerpen. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana yang dinyatakan dalam paparan di atas bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan memahami isi cerpen pada siswa kelas IX B SMP Negeri 1
Karangan,Trenggalek. Gambaran mengenai peningkatan kemampuan siswa tersebut harus tampak dan dapat dicermati, baik dari segi proses maupun dari hasil kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian yang menggambarakan peningkatan kemampuan siswa tersebut dapat dicermati dalam paparan berikut. Pratindakan Hasil penelitian pratindakan dapat memberikan informasi bahwa pencapaian aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran hanya 13 siswa atau sebanyak 40,63% dari keseluruhan jumlah 32 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan pencapaian peningkatan kemampuan hasil kegiatan pembelajaran siswa hanya sebanyak 15 siswa atau sebanyak 46,88% dari keseluruhan jumlah 32 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran. Informasi ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa belum berhasil meningkatan kemampuannya dalam pembelajaran memahami isi cerpen, baik dilihat dari segi proses maupun dari hasil kegiatan pembelajarannya. Hasil Siklus I Hasil penelitian siklus I dapat menginformasikan bahwa siswa yang dapat dinyatakan berhasil meningkatkan aktivitas keterlibatannya dalam proses pembelajaran mencapai sebanyak 26 siswa atau 81,25% dari keseluruhan jumlah 32 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran. Pencapaian peningkatan aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pencapaian peningkatan hasil kegiatan pembelajarannya karena persentase
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 751
jumlah siswa yang dapat dinyatakan berhasil mencapai peningkatan hasil kegiatan pembelajaran dalam penelitian siklus I ini juga sebanyak sebanyak 26 siswa atau sebanyak 81,25% dari keseluruhan jumlah 32 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, hasil penelitian siklus I ini telah menginformasikan bahwa mayoritas siswa telah berhasil meningkatkan kemampuannya dalam pembelajaran memahami isi cerpen melalui penerapan Metode Simulasi Bermain Peran. Akan tetapi, peningkatan kemampuan siswa tersebut belum terjadi pada semua siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Hasil Siklus II Hasil penelitian siklus II menginformasikan bahwa semua siswa atau 100% siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran memahami isi cerpen melalui penerapan Metode Simulasi Bermain Peran tersebut telah berhasil meningkatkan kemampuannya, baik dilihat dari segi proses maupun dari hasil kegiatan pembelajarannya. Sebab semua siswa atau 100% siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut telah berhasil meningkatkan aktivitas keterlibatannya dalam proses pembelajaran maupun hasil kegiatan pembelajarannya dalam pembelajaran memahami isi cerpen. Mencermati hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian peningkatan kemampuan siswa dalam memahami isi cerpen pada pelaksanaan pembelajaran pratindakan relatif sangat rendah atau kurang memuaskan, baik dilihat dari segi proses maupun dari hasil kegiatan pembelajarannya. Oleh
karena itu, diperlukan solusi berupa tindakan yang tepat agar kemampuan siswa tersebut dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara maksimal. Data hasil penelitian siklus I dapat memberikan informasi yang akurat bahwa pelaksanaan pembelajaran memahami isi cerpen tersebut telah berhasil mewujudkan harapan ideal sebagaimana yang diharapkan. Hal itu telah membuktikan bahwa penerapan Metode Simulasi Bermaian peran telah berhasil mening-katkan kemampuan siswa dalam pembelajaran memahami isi cerpen. Akan tetapi, peningkatan kemampuan siswa tersebut dipandang masih perlu untuk dimaksimalkan mengingat dalam hasil pembelajaran siklus I tersebut, masih terdapat sebanyak 6 siswa atau 18,75% siswa yang belum berhasil meningkatkan kemampuannya , baik dilihat dari segi proses maupun dilihat dari segi hasil kegiatan pembelajarannya. Data hasil penelitian siklus II memperlihatkan hasil yang sangat memuaskan. Proses pembelajaran memahami isi cerpen tersebut telah berhasil mengantarkan semua siswa meningkatkan kemampuannya dalam membentuk dan menguasai kepemilikan kompetensi tersebut, baik dilihat dari segi proses maupun dari hasil kegiatan pembelajarannya. Dengan demikian, hasil penelitian siklus II tersebut, telah memberikan informasi yang akurat bahwa penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dengan jenis permainan Prosesi Sidang Kasus Pengadilan dapat mengoptimalkan peningkatan aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan pencapaian hasil kegiatan pembelajaran secara maksimal pada siswa kelas IX B
NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 752
SMP Negeri 1 Karangan, Trenggalek dalam pembelajaran memahami isi cerpen. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bawa Penerapan Metode Simulasi Bermain Peran dengan jenis permainan Prosesi Sidang Kasus Pengadilan dapat meningkatkan aktivitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan hasil kegiatan pembelajaran memahami isi cerpen pada siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Karangan, Trenggalek. Berkenaan dengan hal itu, disarankan agar hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti, dijadikan sebagai landasan pertimbangan atau dijadikan sebagai rujukan, dan jika dipandang perlu dapat direkomendasikan oleh sekolah kepada para guru yang mengampu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan model pembelajaran kemampuan bersastra di sekolah yang berorientasi pada prinsip pemberdayaan dan pembudayaan pengembangan potensi peserta didik.
Mulyasa, E. 2005 a. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2005 b. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nugroho, Kholik Aji. 2008. Nilai Edukatif Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari. Surakarta: Unmuh Surakarta. Silberman, Melvin l. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia Subyantoro, dkk. 2004. Pengembangan Kemampuan Membaca Sastra.Jakarta: Depdiknas. Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: InsanCendikia. Sumiati. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
DAFTAR RUJUKAN Aftarudin, Pesu. 1983. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa Ahmadi, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Sekolah Menengah Pertama danMadarasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas. Imam, dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas. NOSI Volume 1, Nomor 7, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 753