Volume 3 No. 2 Desember 2015
PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII-A MTS NEGERI MODEL PALOPO Jumiatih MTs Negeri Model Palopo Abstrak: Penelitian ini bertujuan bertujuan mendeskripsikan peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah tindakan kelas (classroom action research). Data penelitian, yaitu hasil pengamatan di lapangan, dokumentasi, dan pencatatan terhadap tindakan pembelajaran menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas. Sumber data penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas sebanyak 20 orang. Teknik yang digunakan mengumpulkan data, yaitu observasi dan tes. Teknik analisis data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo dapat ditingkatkan melalui metode pemberian tugas. Peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas tampak pada perolehan nilai siswa siklus I berada pada kategori tidak tuntas meningkat pada siklus II menjadi kategori tuntas. Demikian halnya dengan proses belajar dan kekatifan siswa pada siklus I rata-rata kurang meningkat pada siklus II menjadi kategori sangat tinggi. Kata Kunci: Karangan narasi, pemberian tugas
Kemampuan menulis sebagai salah satu aspek keterampilan merupakan kemampuan yang paling sulit untuk dikuasai oleh sebagian besar siswa. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila siswa yang berkemampuan menulis dengan baik jumlahnya tidak begitu banyak. Hal ini disebabkan oleh kurangnya inspirasi, ide, dan gagasannya siswa yang lahir dalam dirinya. Dengan demikian, dalam kegiatan menulis terdapat aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu kemampuan memilih atau menentukan ide atau topik tulisan, mencari fakta, mengorganisasi tulisan, menyatukan sehingga menjadi suatu tulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu, seorang pengarang (penulis) yang ingin belajar mengarang pun harus tahu bahwa untuk menyelesaikan tugas-tugas menulis yang sederhana pun tetap diperlukan sejumlah kompetensi. Salah satu kompetensi menulis yang diharapkan dikuasai oleh siswa, yaitu menulis karangan. Karangan merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Karangan ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 2001: 231). Alwi (2001: 419) menyatakan karangan merupakan rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan 58
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
proposisi yang lain membentuk kesatuan. Selanjutnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi dkk. (2002: 506) menyatakan bahwa karangan adalah hasil mengarang, cerita, buah pena, ciptaan, gubahan, cerita mengada-ada, dan hasil rangkaian. Dalam proses belajar menulis (mengarang), berbagai kemampuan itu tidak mungkin dikuasai seseorang secara serentak. Semua kemampuan itu dapat dikuasai oleh para penulis yang sudah profesional mulai satu proses, setahap demi setahap. Proses penguasaan berbagai kemampuan berjalan cepat atau lambat bergantung pada besarnya potensi yang dimiliki dan ketekunannya dalam menulis. Menulis atau mengarang merupakan suatu proses yang menggunakan lambang-lambang atau sejumlah huruf untuk menyusun, mencatat, dan mengomunikasikan, serta dapat menampung aspirasi atau makna yang ingin disalurkan kepada orang lain (Darmadi, 1996: 21). Selanjutnya, pesan yang ingin disampaikan itu dapat berupa tulisan yang dapat menghibur, memberi informasi, mempengaruhi, dan menambah pengetahuan (Darmadi, 1996: 21). Penyusunan sebuah tulisan memerlukan teknik tersendiri sehingga tulisan yang dibuat merupakan hasil buah pikiran seseorang yang bagus dibaca. Salah satu teknik yang dapat diterapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis adalah menyusun bahan-bahan yang tersedia menjadi tulisan yang utuh. Bahkan yang telah tersedia yang diketahui atau dikuasai siswa sebagai sebuah pengalaman yang telah dimilikinya. Sebuah karangan dapat tersusun dengan berbagai komponen sebagai syarat terbentuknya suatu karangan deskripsi yang lengkap. Komponen yang dimaksud seperti isi, paragraf, penggunaan bahasa, keteraturan susunan dan urutan, pilihan kata, dan penggunaan ejaan dan tanda baca. Oleh karena, itu seseorang yang mampu menyusun karangan, maka mampu pula berbahasa Indonesua yang baik dan benar. Hal inilah yang harus ditanamkan pada anak didik (siswa). Siswa diharapkan mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbagai ragam tulisan, termasuk menulis karangan. Fenomena menunjukkan bahwa keterampilan menulis siswa masih sangat minim atau masih jauh dari tujuan yang diharapkan. Kenyataan ini sangat dipengaruhi oleh faktor, antara lain: 1) minimnya pengetahuan tentang strategi pengajaran menulis, 2) kurang kreatifnya guru menggunakan media pembelajaran, 3) kurangnya motivasi bagi siswa untuk menulis, 4) minimnya minat siswa dalam membaca, 5) tidak tersedianya waktu yang banyak melatih siswa dalam menulis, 6) pokok bahasan menulis tidak mendapat perhatian serius oleh guru, 7) motivasi siswa dalam menulis sangat minim, 8) sarana dan metode/strategi pembelajaran menulis belum efektif, hal tersebut mengisyaratkan bahwa dibutuhkan pembenahan dalam pengajaran menulis. Kenyataan lain di lapangan juga menunjukkan bahwa pembelajaran menulis karangan selalu diawali oleh guru dengan memberikan ceramah dan siswa mendengarkannya tanpa menuntut siswa menulis karangan sebagai kegiatan proses yang menghasilkan produk (bersifat teoretis). Sementara, penilaian hanya berfokus pada penilaian kognitif tahap pengetahuan (C1). Padahal, selain pengetahuan, siswa juga diharapkan mampu melakukan kegiatan kognitif tahap
59
Volume 3 No. 2 Desember 2015
penerapan (C4) sehingga pemahaman siswa dapat diaplikasikan dan ada hasil/produk (praktik menulis).
KARANGAN NARASI Karangan merupakan rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan (Alwi, dkk., 2005: 419). Selanjutnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karangan adalah hasil mengarang, cerita, buah pena, ciptaan, gubahan, cerita mengada-ada, dan hasil rangkaian (Alwi dkk., 2005: 506). Suatu tulisan (paragraf atau karangan) akan menjadi ideal dan efektif apabila dibentuk berdasarkan tiga syarat pembentukannya. Ketiga syarat tersebut yakni adanya unsur kesatuan, unsur koherensi, dan unsur pengembangan. Sejalan dengan uraian tersebut, Ruwin dan Sutjarso (1997: 117) mengemukakan bahwa paragraf yang baik harus bercirikan kepaduan. Kepaduan itu terbentuk oleh adanya (1) kesatuan dan (2) pertautan. Sejalan dengan pendapat di atas, paragraf yang baik harus melakukan tugasnya dengan sempurna. Karena fungsinya untuk mengembangkan suatu unit ke dalam suatu kerangka tiap kalimat pada paragraf itu, harus dengan jelas berhubungan dengan unit itu dan semua kalimat harus dirasakan oleh pembaca bahwa unit tersebut benar-benar telah dikembangkan secara efisien. Untuk menciptakan kesan itu, paragraf harus memenuhi empat syarat, yakni kelengkapan, kesatuan, keteraturan, dan koherensi (Enre dkk., 1985: 163). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa narasi adalah wacana yang menceritakan serangkaian peristiwa yang berusaha menjawab pertanyaan tentang apa yang terjadi atau bagaimana proses terjadinya sesuatu peristiwa atau perbuatan yang diungkapkan dalam narasi ada yang benar–benar dan ada pula yang hanya berdasarkan imajinasi penulis. Narasi adalah suatu peristiwa atau kejadian. Narasi diartikan sama dengan cerita. Karangan narasi adalah wacana yang berkisah dengan menjalin beberapa rangkaian peristiwa (Keraf, 2005: 140). Wacana ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya, dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmahnya dari cerita itu. Dengan kata lain, wacana semacam ini hendak memenuhi keinginan pembaca yang selalu bertanya-tanya. “Apa yang terjadi?’ Penataan peristiwa didasarkan alas urutan waktu ( kronologis). Ambo Enre dkk., (1994: 90) mengatakan bahwa narasi adalah karangan yang bersifat subjektif. Isinya bergantung pada selera pengarang. Maksudnya, sekalipun karangan itu bersumber dari suatu kenyataan, misalnya biografi, namun materi cerita dan penyusunannya tidak terlepas dari keinginan pengarang. Wacana narasi dapat berisi fakta yang benar-benar terjadi, dapat pula berisi sesuatu yang khayali. Wacana narasi yang berupa fakta misalnya otobiografi atau biografi seseorang tokoh terkenal. Isi wacana itu benar-benar nyata atau berdasarkan fakta sejarah yang tidak dibuat-buat. Namun, cerpen, novel, roman, hikayat, drama, dongeng, dan lain-lain digolongkan wacana narasi
60
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
yang khayali karena disusun atas dasar imajinasi seseorang pengarang yang tidak pernah terjadi. METODE PEMBERIAN TUGAS Perkataan “pemberian tugas” tak asing lagi bagi kita, arti minimal dari pemberian tugas itu ialah menyuruh menyelesaikan tugas-tugas. Apakah sebenarnya “pemberian tugas” itu? Bukankah menyuruh belajar kemudian ditanya, menyuruh diskusi dan melaporkan hasilnya, menyuruh membaca di dalam hati lalu ditanya, mengintisarikan suatu pembicaraan dan menyuruh menceritakannya, dan semacam itu juga pemberian tugas? Pemberian tugas luas sekali artinya. Mulai dari yang paling sederhana, misalnya menyuruh berpikir di kelas sampai kepada yang paling kompleks, misalnya mengerjakan tugas dengan metode proyek. Apakah metode tugas itu resitasi/tugas menghafal, menyimak sesuatu yang akan ditanya kemudian apakah metode tugas itu membuat makalah (tugas tulisan), apakah metode tugas itu diskusi yang hasilnya akan ditanyakan, itu semuanya sama yaitu suatu cara yang menggunakan metode tugas. Khasnya metode tugas ialah adanya tugas dan adanya pertanggung jawaban dari yang diberi tugas. Apakah tugas itu berupa perintah (guru otoriter), hasil kompromi atau keinginan siswa dan apakah hasil kerjanya lisan atau tulisan sama saja namanya adalah metode pemberian tugas. Penerapan metode penugasan dilakukan dengan menyajikan bahan pelajaran dengan memberikan perangkat tugas yang harus dikerjakan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam bahan pelajaran dan dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari serta untuk merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun kelompok. Metode pemberian tugas individu dan resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggungjawabkan. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam pelajaran, dan dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun kelompok (Sagala, 2005: 219). Roestiyah (1998: 132) mengemukakan bahwa “pemberian tugas adalah suatu tugas yang diberikan kepada siswa untuk dikerjakan di luar jam pelajaran”. Pendapat ini mengisyaratkan pemberian tugas yang diberikan guru kepada siswa untuk dikerjakan di luar jam pelajaran sebagai suatu bentuk latihan, baik dikerjakan secara sendiri-sendiri maupun dikerjakan secara kelompok dalam upaya meningkatkan kemampuan belajar siswa. Sukardi (1987: 56) mengemukakan “pemberian tugas merupakan bentuk latihan kemampuan dasar supaya anak lebih cakap dalam pelajaran dan berbagai bahan pelajaran yang ada hubungannya dengan tugas yang diberikan”. Hal senada dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002: 96) bahwa metode penugasan adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di
61
Volume 3 No. 2 Desember 2015
perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa, atau di mana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.
METODE PENELITIAN Penelitian merupakan penelitian tindakan kelas (Class room action research) yang bertujuan meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo yang berjumlah 20 orang, terdiri atas 5 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil 2014/2015. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi, dan tes. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitaf dan kualitatif. Untuk analisis kuantatif diguanakan statistik deskriptif, yaitu rata-rata dan persentase, standar deviasi, tabel frekuensi, persentase nilai terendah dan tertinggi, sedangkan analisis kualitatif yang digunakan adalah kategorisasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Deskripsi Siklus I a. Perencanaan Perencanaan pembelajaran ini mengambil pokok bahasan menulis karangan narasi. Pokok bahasan tersebut diambil dari KTSP 2006 kelas VII dengan alokasi waktu tiga kali pertemuan. Perencanaan disusun dan dikembangkan peneliti bersama guru, yaitu berupa: (1) menghubungi kepala sekolah dan guru kelas, (2) menelaah kurikulum, (3) membaut Program Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (4) memilih dan membuat media/alat peraga pembelajaran, (5) menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), dan (5) menyusun soal tes akhir siklus. Adapun tujuan yang akan dicapai pada tindakan pembelajaran ini adalah setelah proses pembelajaran selesai diharapkan siswa dapat menulis karangan narasi. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, perencanaan pembelajaran dibagi tiga tahap kegiatan, yaitu: (1) tahap awal, (2) tahap inti, dan (3) tahap akhir. Meskipun perencanaan ini dibagi menjadi tiga tahap kegiatan, namun setiap kegiatan tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan antara kegiatan satu dengan kegiatan lainnya. b. Pelaksanaan Siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dengan materi menulis karangan narasi. Berdasarkan pada rencana pembelajaran yang telah disusun, maka pembelajaran dalam penelitian ini melalui tiga tahap kegiatan yaitu: (1) tahap awal, (2) tahap inti dan (3) tahap akhir. Adapun kegiatan awal guru, yaitu: pertama-tama guru mengucapkan salam dan membuka membuka pelajaran. Setelah itu, guru melakukan apersepsi
62
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
untuk menggali kembali pengetahuan siswa tentang materi yang telah dipelajari. Kegiatan ini berlangsung selama 5 menit. Pada kegiatan inti dilaksanakan selama 55 menit. Kegiatan guru diawali dengan menampilkan media pembelajaran. Untuk membangkitkan keaktifan siswa, guru mengajukan pertanyaan tentang media yang ditampilkan dan semua siswa diharapkan menyiapkan jawaban. Dalam keadaan seperti ini, semua siswa tampak aktif mengamati media yang ditampilkan. Kegiatan selanjutnya adalah guru menciptakan kondisi yang kreatif dengan mengatur kelas dan memajang gambar–gambar yang disertai dengan tulisan narasi. Selanjutnya, guru membentuk kelompok kooperatif sebagai sarana interaktif, termasuk cara belajar kelompok. Tampak latar suasana kelas yang penuh dengan gambar-gambar sebagai wujud kreativitas guru. Berdasarkan gambar tersebut, guru kembali menumbuhkan semangat keaktifan belajar siswa secara berkelompok. Guru menugasi setiap kelompok untuk menjelaskan kembali gambar yang terpajang. Setelah itu, guru membagikan kertas kepada siswa dan menugasi agar menulis apa yang telah diamati dan disaksikan melalui suatu objek. Agar hasil belajar siswa tercapai dengan efektif, guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Dalam hal ini, suasana pembelajaran yang penuh dengan keleluasaan berpikir kritis dan santai, yaitu menugasi siswa memilih suatu objek sesuai dengan keinginannya. Misalnya, saat berlibur dan berkunjung ke rumah nenek . Selanjutnya, guru menugasi siswa mengumpulkan data dan merangkai kata-kata yang telah ditulis menjadi karangan narasi. Pembelajaran semakin menyenangkan ketika siswa diberikan kebebasan dan mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya. Terakhir, setiap kelompok ditugasi membacakan hasilnya. Guru memberikan pujian/hadiah bagi setiap kelompok dengan kategori kelompok hebat dan pujian lain yang berwujud motivasi. Kegiatan ini berlangsung selama 55 menit. Pada kegiatan akhir selama 5 menit, yaitu menugasi siswa untuk mengumpulkan hasil karangannya dan menutup pelajaran. Hasil Observasi Pengamatan aktivitas siswa digunakan pada lembar observasi untuk mencatat kejadian-kejadian yang terjadi selama proses belajar mengajar. Hasil observasi aktivitas belajar pada siklus I ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 4.1 Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I Kategori Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat No Aktivitas siswa Tinggi (65(55(35- Rendah (8584%) 64%) 54%) (0-34%) 100%) 1. Siswa yang hadir 97% 2. Siswa yang memperhatikan materi 87% 3. Siswa yang mengajukan 15% 63
Volume 3 No. 2 Desember 2015
4. 5.
6. 7.
8
pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dipahami pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Siswa yang aktif mengerjakan soal-soal latihan yang di berikan Siswa yang masih membutuhkan bimbingan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Siswa yang aktif mengerjakan soal latihan di papan tulis. Siswa yang mengerjakan aktivitas lain di kelas, selama proses belajar mengajar berlangsung. Siswa yang keluar masuk kelas
75% 30%
22% 25%
27%
Berdasarkan tabel hasil observasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada siklus I belum tampak adanya keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat pada indikator perilaku yang relevan dengan pembelajaran yang masih kurang, sedangkan kegiatan yang dilakukan yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar masih dilakukan oleh banyak siswa. Aktivitas siswa yang dikategorikan sangat tinggi siwa yang hadir dan siswa yang memperhatikan materi. Selanjutnya, siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dipahami pada saat proses belajar mengajar berlangsung dikategorikan rendah. Siswa yang aktif mengerjakan soal-soal latihan yang di berikan dikategorikan tinggi. Selanjutnya, berada pada kategori rendah, khususnya siswa yang membutuhkan bimbingan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, siswa yang aktif mengerjakan soal latihan di papan tulis, siswa yang mengerjakan aktivitas lain di kelas, selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa yang keluar masuk kelas. Jadi, aktivitas siswa siklus I masih berada pada kategori sangat rendah sampai dengan tinggi. Hal inilah yang menjadi bahan refleksi untuk pelaksanaan Siklus II. Hasil Belajar Peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas diukur berdasarkan hasil tes dan proses. Hasil tes dilaksanakan pada setiap akhir siklus I. Pada akhir siklus I dilaksanakan tes keterampilan menulis karangan narasi melalui metode pemberian tugas. Dari 20 jumlah siswa diperoleh nilai rata-rata hasil tes pada siklus I adalah 74,25. Nilai yang dicapai siswa tersebar dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 60 dari nilai maksimal yang mungkin dicapai, yaitu 100 dengan rentang nilai 25.
64
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
Apabila nilai hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam kategori kemampuan, maka diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo Melalui Metode Pemberian Tugas Frekuensi Persentase (%) No Interval nilai Kategori Siklus I Siklus I 1 0 – 34 Sangat rendah 0 0 2 35 – 54 Rendah 0 0 3 55 – 64 Sedang 1 5 4 65 – 84 Tinggi 15 75 5 85 – 100 Sangat tinggi 4 20 Jumlah
20
100
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dinyatakan bahwa keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas pada siklus I dikategorikan tinggi. Namun, masih ada siswa yang memperoleh nilai pada kategori sedang. Hal inilah yang harus diperbaiki pada siklus II. Selanjutnya, persentase ketuntasan nilai kemampuan siswa pada siklus I tampak pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi, Persentase, serta Kategori Ketercapaian Ketuntasan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VIIA MTs Negeri Model Palopo Melalui Metode Pemberian Tugas pada Siklus I Persentase (%) Siklus Nilai 70 ke atas Tuntas 16 80 I Nilai di bawah 70 Tidak tuntas 4 4 Berdasarkan tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa persentase keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas pada siklus I sebesar 80% atau 16 orang dari 20 siswa berada dalam kategori tuntas dan 20% atau 4 orang dari 20 siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa terdapat 4 orang dari 20 siswa yang perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria ketuntasan individual. Berdasarkan kriteria hasil belajar mengenai ketuntasan kelas, yaitu 85%, data hasil penelitian pada siklus satu di atas dianggap belum tuntas karena yang tuntas hanya mencapai 80% dari 20 orang siswa. Penelitian ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya karena berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu peningkatan hasil belajar belum terlihat, maka peneliti menganggap penelitian ini belum cukup dengan menyimpulkan bahwa keterampilan menulis Tes Belajar
Interval nilai
Kategori
Frekuensi
65
Volume 3 No. 2 Desember 2015
karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas belum maksimal. Refleksi Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas, guru/peneliti tidak terlepas pada perhatian perubahan sikap siswa, keaktifan siswa, dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan. Kegiatan siswa pada siklus satu ini, semangat dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. Hal ini tampak dari kurangnya perhatian serius dari siswa sehingga dalam menanggapi materi. Sikap siswa pada umumnya masih kurang memberikan tanggapan atau respons positif terhadap metode yang disajikan. Pada saat guru memantau siswa dalam mempelajari materi pada umumnya hanya sebagian kecil siswa yang benar-benar aktif. Selain itu, ditemukan adanya siswa yang bermain-main dan keluar masuk. Berdasarkan hasil observasi perlu diperhatikan agar perhatian dan semangat belajar siswa meningkat, yaitu: 1) Penguatan dan motivasi yang diberikan kepada siswa perlu ditingkatkan. 2) Struktur dan variasi kelompok perlu diubah yaitu dengan memasukkan satu atau lebih tutor yang bisa membimbing teman kelompoknya agar setiap siswa (individu) dapat berprestasi. 3) Gambar dan objek yang digarasikan harus lebih menarik sesuai dengan konteks dan kebiasaan anak. 4) Mengubah setting tempat duduk dan jarak bangku antartiap kelompok agar kejadian-kejadian yang kurang positif dapat diminimalisir. 5) Guru harus merencanakan tugas secara jelas dan sistematis, terutama tujuan penugasan dan cara pengerjaannya. 6) Guru harus menginformasikan tugas yang diberikan tentang waktu pelaksanaannya 7) Guru harus menginformasikan tugas yang diberikan tentang cara mengerjakannya 8) Guru harus menginformasikan tugas yang diberikan tentang lama tugas harus dikerjakan 9) Guru harus menginformasikan tugas yang diberikan tentang jenis tugas (individu atau kelompok). 10) Guru harus mengontrol proses penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh siswa. 11) Guru harus memberikan penilaian secara proporsional terhadap tugas-tugas yang dikerjakan siswa. 12) Pemberian penguatan perlu ditingkatkan Deskripsi Siklus II a. Perencanaan Perencanaan pembelajaran siklus II hampir sama dengan siklus I dengan mengambil pokok bahasan menulis karangan narasi. Pokok bahasan tersebut diambil dari KTSP 2006 kelas VII dengan alokasi waktu tiga kali pertemuan. 66
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
Perencanaan disusun dan dikembangkan peneliti bersama guru, yaitu berupa: (1) menghubungi kepala sekolah dan guru kelas, (2) menelaah kurikulum, (3) membaut Program Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (4) memilih dan membuat media/alat peraga pembelajaran, (5) menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), dan (5) menyusun soal tes akhir siklus. Adapun tujuan yang akan dicapai pada tindakan pembelajaran ini adalah setelah proses pembelajaran selesai diharapkan siswa dapat menulis karangan narasi. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, perencanaan pembelajaran dibagi tiga tahap kegiatan, yaitu: (1) tahap awal, (2) tahap inti, dan (3) tahap akhir. Meskipun perencanaan ini dibagi menjadi tiga tahap kegiatan, namun setiap kegiatan tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan antara kegiatan satu dengan kegiatan lainnya. b. Pelaksanaan Siklus II dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dengan materi menulis karangan narasi. Berdasarkan pada rencana pembelajaran yang telah disusun, maka pembelajaran dalam penelitian ini melalui tiga tahap kegiatan yaitu: (1) tahap awal, (2) tahap inti dan (3) tahap akhir. Adapun kegiatan awal guru, yaitu: pertama-tama guru mengucapkan salam dan membuka membuka pelajaran. Setelah itu, guru melakukan apersepsi untuk menggali kembali pengetahuan siswa tentang materi yang telah dipelajari. Kegiatan ini berlangsung selama 5 menit. Pada kegiatan inti dilaksanakan selama 55 menit. Kegiatan guru diawali dengan menampilkan media pembelajaran. Untuk membangkitkan keaktifan siswa, guru mengajukan pertanyaan tentang media yang ditampilkan dan semua siswa diharapkan menyiapkan jawaban. Dalam keadaan seperti ini, semua siswa tampak aktif mengamati media yang ditampilkan. Kegiatan selanjutnya adalah guru menciptakan kondisi yang kreatif dengan mengatur kelas dan memajang gambar–gambar yang disertai dengan tulisan narasi. Selanjutnya, guru membentuk kelompok kooperatif sebagai sarana interaktif, termasuk cara belajar kelompok. Tampak latar suasana kelas yang penuh dengan gambar-gambar sebagai wujud kreativitas guru. Berdasarkan gambar tersebut, guru kembali menumbuhkan semangat keaktifan belajar siswa secara berkelompok. Guru menugasi setiap kelompok untuk menjelaskan kembali gambar yang terpajang. Setelah itu, guru membagikan kertas kepada siswa dan menugasi agar menulis apa yang telah diamati dan disaksikan melalui suatu objek. Agar hasil belajar siswa tercapai dengan efektif, guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Dalam hal ini, suasana pembelajaran yang penuh dengan keleluasaan berpikir kritis dan santai, yaitu menugasi siswa memilih suatu objek sesuai dengan keinginannya. Misalnya, saat berlibur dan berkunjung ke rumah nenek . Selanjutnya, guru menugasi siswa mengumpulkan data dan merangkai kata-kata yang telah ditulis menjadi karangan narasi. Pembelajaran semakin menyenangkan ketika siswa diberikan kebebasan dan mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya. Terakhir, setiap kelompok ditugasi membacakan hasilnya. Guru memberikan pujian/hadiah bagi setiap kelompok dengan kategori 67
Volume 3 No. 2 Desember 2015
kelompok hebat dan pujian lain yang berwujud motivasi. Kegiatan ini berlangsung selama 55 menit. Pada kegiatan akhir selama 5 menit, yaitu menugasi siswa untuk mengumpulkan hasil karangannya dan menutup pelajaran.
Hasil Observasi Pengamatan aktivitas siswa digunakan pada lembar observasi untuk mencatat kejadian-kejadian yang terjadi selama proses belajar mengajar. Hasil observasi aktivitas belajar pada siklus II ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 4.4 Rata-rata aktivitas siswa pada siklus II Kategori Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat No Aktivitas siswa Tinggi (65(55(35- Rendah (8584%) 64%) 54%) (0-34%) 100%) 1. Siwa yang hadir 98% 2. Siswa yang memperhatikan materi 93% 3. Siswa yang mengajukan 12% pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dipahami pada saat proses belajar mengajar berlangsung. 4. Siswa yang aktif mengerjakan 83% soal-soal latihan yang di berikan 5. Siswa yang masih membutuhkan 22% bimbingan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. 6. Siswa yang aktif mengerjakan soal latihan di papan tulis. 17% 7. Siswa yang mengerjakan aktivitas lain di kelas, selama proses belajar mengajar berlangsung. 13% 8 Siswa yang keluar masuk kelas 18% Berdasarkan tabel hasil observasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada siklus II sudah tampak keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat pada indikator perilaku yang relevan dengan pembelajaran yang sudah meningkat tingkat persentasenya, misalnya siwa yang hadir dan siswa yang memperhatikan materi. Selanjutnya, siswa yang aktif mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan dikategorikan tinggi.
68
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
Selanjutnya, aktivitas siswa yang tidak ada relevansinya dengan pembelajaran berkurang, seperti siswa yang membutuhkan bimbingan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, siswa yang mengerjakan aktivitas lain di kelas selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa yang keluar masuk kelas. Hasil Belajar Peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas diukur berdasarkan hasil tes dan proses. Hasil tes dilaksanakan pada setiap akhir siklus II. Pada akhir siklus II dilaksanakan tes keterampilan menulis karangan narasi melalui metode pemberian tugas. Dari 20 jumlah siswa diperoleh nilai rata-rata hasil tes pada siklus I adalah 78,95. Nilai yang dicapai siswa tersebar dengan nilai tertinggi 93 dan nilai terendah 65 dari nilai maksimal yang mungkin dicapai, yaitu 100 dengan rentang nilai 28. Apabila nilai hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam kategori kemampuan, maka diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo Melalui Metode Pemberian Tugas No
Interval nilai
Kategori
1 2 3 4 5
0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84 85 – 100
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Frekuensi Siklus II 0 0 0 14 6
Jumlah
Persentase (%) Siklus II 0 0 0 70
20
30 100
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat dinyatakan bahwa keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas pada siklus II dikategorikan tinggi. Selanjutnya, tidak ada siswa yang memperoleh nilai pada kategori sedang. Selanjutnya, persentase ketuntasan nilai kemampuan siswa pada siklus II tampak pada tabel 4.7 beirkut ini. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi, Persentase, serta Kategori Ketercapaian Ketuntasan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VIIA MTs Negeri Model Palopo Melalui Metode Pemberian Tugas pada Siklus II Tes Belajar
Interval nilai
Kategori
Frekuensi
Siklus
Nilai 70 ke atas
Tuntas
19
Persentase (%) 95 69
Volume 3 No. 2 Desember 2015
I Nilai di bawah 70 Tidak tuntas 1 5 Berdasarkan tabel 4.7 di atas, terlihat bahwa persentase keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas pada siklus II sebesar 95% atau 19 orang dari 20 siswa berada dalam kategori tuntas dan 5% atau 1 orang dari 20 siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa terdapat 1 orang dari 20 siswa yang tidak tuntas. Berdasarkan kriteria hasil belajar mengenai ketuntasan kelas, yaitu 85%, data hasil penelitian pada siklus II di atas dianggap tuntas karena yang tuntas mencapai 95% dari 20 orang siswa. Penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya karena berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu peningkatan hasil belajar terlihat, maka peneliti menganggap penelitian ini cukup dengan menyimpulkan bahwa keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas maksimal atau meningkat. d. Refleksi Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas, guru/peneliti tidak terlepas pada perhatian perubahan sikap siswa, keaktifan siswa, dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan. Kegiatan siswa pada siklus II ini, semangat dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran meningkat. Hal ini tampak dari perhatian serius dari siswa dalam menanggapi materi. Sikap siswa pada umumnya tinggi dalam memberikan tanggapan atau respons positif terhadap metode yang disajikan. Pada saat guru memantau siswa dalam mempelajari materi pada umumnya aktif. Selain itu, siswa yang bermain-main dan keluar masuk kelas berkurang drastis. Berdasarkan hasil observasi yang mempengaruhi semangat belajar siswa sehingga meningkat, yaitu: 1) Guru menerapkan penguatan dan memotivasi siswa. 2) Guru mengubah struktur dan variasi kelompok yaitu dengan memasukkan satu atau lebih tutor yang bisa membimbing teman kelompoknya agar setiap siswa (individu) dapat berprestasi. 3) Guru menampilkan media yang menarik sesuai dengan konteks dan kebiasaan anak. 4) Guru mengubah setting tempat duduk dan jarak bangku antartiap kelompok agar kejadian-kejadian yang kurang positif dapat diminimalisir. 5) Guru merencanakan tugas secara jelas dan sistematis, terutama tujuan penugasan dan cara pengerjaannya. 6) Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang waktu pelaksanaannya 7) Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang cara mengerjakannya 8) Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang lama tugas harus dikerjakan 9) Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang jenis tugas (individu atau kelompok). 10) Guru mengontrol proses penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh siswa. 70
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
11) Guru memberikan penilaian secara proporsional terhadap tugas-tugas yang dikerjakan siswa. 12) Guru memberikan penguatan PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan kualitatif, terlihat bahwa pada dasarnya terjadi peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas. Berdasarkan uraian terdahulu, dinyatakan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Dengan kata lain, jika guru menerapkan metode pemberian tugas, dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo. Untuk menumbuhkan dan menigkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas, maka guru harus menerapkan langkah berikut ini. 1. Apersepsi dan pemberian motivasi belajar. 2. Guru harus mengidentifikasi masalah siswa secara menyeluruh dan membantu menyelesaikannya. 3. Guru harus membantu dan mengarahkan siswa dalam mengidentifikasi objek yang akan dinarasikan dalam pembelajaran untuk memudahkan memahami materi. 4. Guru harus memberikan gambaran bahwa siswa yang aktif dalam belajar bahasa Indonesia akan menjadi cerdas. 5. Guru menerapkan penguatan dan memotivasi siswa. 6. Guru mengubah struktur dan variasi kelompok yaitu dengan memasukkan satu atau lebih tutor yang bisa membimbing teman kelompoknya agar setiap siswa (individu) dapat berprestasi. 7. Guru menampilkan media yang menarik sesuai dengan konteks dan kebiasaan anak. 8. Guru mengubah setting tempat duduk dan jarak bangku antartiap kelompok agar kejadian-kejadian yang kurang positif dapat diminimalisir. 9. Guru merencanakan tugas secara jelas dan sistematis, terutama tujuan penugasan dan cara pengerjaannya. 10. Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang waktu pelaksanaannya. 11. Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang cara mengerjakannya. 12. Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang lama tugas harus dikerjakan. 13. Guru menginformasikan tugas yang diberikan tentang jenis tugas (individu atau kelompok). 14. Guru mengontrol proses penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh siswa. 15. Guru memberikan penilaian secara proporsional terhadap tugas-tugas yang dikerjakan siswa. 71
Volume 3 No. 2 Desember 2015
16. Guru memberikan penguatan Melalui penerapan hal tersebut, dapat meningkatkan motivasi siswa. Halhal yang tampak mengalami peningkatan pada diri siswa jika guru model metode penugasan, yaitu: 1. Rata-rata siswa menyimak dan memperhatikan pengarahan guru. 2. Siswa memberikan tanggapan dan mengajukan pertanyaan atas masalah yang diajukan oleh guru. 3. Siswa menjawab pertanyaan dengan benar dan tepat. 4. Siswa aktif mencari pemecahan masalah. 5. Kerajinan siswa membaca dan mengerjakan tugas. 6. Respons positif siswa yang tinggi terhadap materi. 7. Kurangnya kegiatan yang dilakukan siswa yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti ribut, mengganggu teman lain, dan keluar masuk kelas. Peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas diperkuat berdasarkan nilai siswa. Dari 20 jumlah siswa yang diteliti pada siklus I diperoleh nilai rata-rata, yaitu 74,25. Nilai yang dicapai siswa tersebar dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 60 dari nilai maksimal yang mungkin dicapai, yaitu 100 dengan rentang nilai 25. Selanjutnya, nilai kemampuan siswa pada siklus II menunjukkan bahwa dari 20 jumlah siswa diperoleh nilai rata-rata, yaitu 78,95. Nilai yang dicapai siswa tersebar dengan nilai tertinggi 93 dan nilai terendah 65 dari nilai maksimal yang mungkin dicapai, yaitu 100 dengan rentang 28. Dapat dinyatakan bahwa terdapat perubahan nilai keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas dari siklus I ke siklus II. Peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas tersebut merupakan hal mutlak. Hal ini dinyatakan sebab metode pemberian tugas dinilai oleh siswa sangat menarik. Model ini juga dianggap sebagai model belajar yang berpusat pada siswa sehingga siswa lebih aktif. Menurut peneliti bahwa melalui penerapan metode pemberian tugas sangat sesuai dengan minat dan karakter belajar siswa kelas IV. Siswa kelas IV pada dasarnya memiliki kesenangan belajar yang berpusat pada siswa karena pembelajaran memberikan kebebasan siswa berpikir bebas. Oleh karena itu, peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo dapat dilakukan melalui metode pemberian tugas. Selanjutnya, penerapan metode penugasan dilakukan dengan menyajikan bahan pelajaran dengan memberikan perangkat tugas yang harus dikerjakan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam bahan pelajaran dan dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari serta untuk merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun kelompok. Uraian tersebut sejalan dengan pendapat Sagala (2005: 219) bahwa metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar, kemudian 72
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
harus dipertanggungjawabkan. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam pelajaran, dan dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun kelompok PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo dapat ditingkatkan melalui metode pemberian tugas. Peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas VII-A MTs Negeri Model Palopo melalui metode pemberian tugas tampak pada perolehan nilai siswa siklus I berada pada kategori tidak tuntas meningkat pada siklus II menjadi kategori tuntas. Demikian halnya dengan proses belajar dan kekatifan siswa pada siklus I rata-rata kurang meningkat pada siklus II menjadi kategori sangat tinggi. Saran Sesuai dengan hasil penelitian ini diajukan saran sebagai berikut: 1. Para pengajar khususnya guru bahasa Indonesia hendaknya menerapkan model pembelajaran inovatif, seperti pemberian tugas karena dapat meningkatkan keaktifan siswa, menciptakan siswa yang kraetif, menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, dan menyenangkan sehingga minat belajar siswa meningkat. 2. Guru hendaknya mengadakan variasi mengajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena variasi tersebut juga dapat menumbuhkan semangat dan motivasi belajar dan menghilangkan kejenuhan siswa. 3. Bagi siswa, hendaknya lebih meningkatkan cara belajarnya khususnya pada menulis melalui kegiatan menyusun kalimat berdasarkan objek yang dinarasikan sehingga kemampuan dapat lebih meningkat. DAFTAR PUSTAKA Ackhadiat, Sabarti. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Alwi, Hasan dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Alwi, Hasan,dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka. Alwi, Hasan. 2005. Paragraf. Jakarta: Pusat Bahasa. Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rineka Cipta. Darmadi, Kaswan. 1996. Meningkatkan Kemampuan Menulis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Evaluasi dan Penilaian. Proyek Peningkatan Mutu Guru Dirjen DIKNASMEN. Jakarta. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
73
Volume 3 No. 2 Desember 2015
Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Enre, Fachruddin Ambo. 1985. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang. Enre, Fachruddin Ambo. 1994. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Ujung Pandang: Badan Penerbit IKIP Ujung Pandang. Halim, Amran. 2004. Teknik Pengajaran Menulis. Jakarta: Djambatan. Keraf, Gorys. 2005. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Edisi ketiga. Jakarta: Grammedia Pustaka Utama. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra . Yogyakarta: BPEE. Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Soerapto, dkk. 1986. Media Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sukardi, D. K. 1987. Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
74