Antologi : Vol..., No..., Juni 2015
MODEL MENULIS BERBASIS GENRE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENULIS KARANGAN NARASI PETUALANGAN PADA SISWA KELAS IV SD Siti Septiani Swastika1 Titing Rohayati2 Kurniawati3 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] [email protected]
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini di latar belakangi oleh rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi berpengaruh pada rendahnya aktivitas dan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi. Salah satu penyebabnya adalah siswa kesulitan dalam menentukan jenis karangan dan penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajaran menulis karangan. Penelitian ini dilakukan di SDN Cempaka Baru 03 Pagi dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis genre untuk dapat mengefektifkan pembelajaran menulis karangan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan Penelitian dilakukan dengan menggunakan PTK Elliot. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman penilaian, pedoman observasi, dokumentasi dan wawancara. Data yang dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif, kualitatif, dan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi petualangan mengalami peningkatan dengan menggunakan model menulis berbasis genre. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan nilai aktivitas dan hasil belajar siswa dalam menulis karangan narasi petualangan. Nilai rata-rata aktivitas yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi pada siklus pertama adalah 35,6 untuk aktivitas menganalisis teks. Nilai 59,09 untuk menulis draft. Nilai 63,65 untuk editing, revisi dan publikasi. Pada siklus dua adalah 55,3 untuk aktivitas menganalisis teks. Nilai 65,15 untuk menulis draft. Nilai 68,65 untuk editing,revisi dan publikasi dan pada siklus tiga diperoleh nilai rata-rata aktivitas adalah 75,78 untuk menganalisis teks. Nilai 79,68 untuk menulis draft. Nilai 84,08 untuk editing, revisi dan publikasi. Nilai rata-rata menulis karangan narasi petualangan siswa pada siklus pertama adalah 54,34 ,siklus kedua adalah 71,3 dan siklus ketiga adalah 75,29.
Kata Kunci : Model Menulis Berbasis Genre, Karangan Narasi
1
Penulis Penanggung Jawab 1 Penulis Penanggung Jawab 2 3 Penulis Penanggung Jawab 3 2
Siti Septiani Swastika Model Menulis Berbasis Genre Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan Pada Siswa Kelas IV SD ABSTRACT Research background is writing decreas student ability in essay narration writing. Writing decreas student ability in essay naration writing influence to learning activity decrease and student learning result in essay naration writing. One of cause is student difficulty in establish essay kind and using learning model which not precise learning in essay writing. This research was did in SD Cempaka Baru 03 Pagi with 33 student. The purpose of step class reaserch is to aplly learning model in genre basis for streamline essay writing learning until increase student result in essay narration writing use step class research elliot. Data accumulation in this research was did use value directive, observation directive, documentation, and interview. Assemble data analysis in a quantitative manner, qualitative, and triangulation technique. Research result indicate that student ability in essay adventure narration writing was raising with use learning model in genre basis. That thing is evidence with result value activity and student learning result in essay narration learning. Activity mean value that student get in essay naration writing learning at first cycle is 35,6 for analysis text. 59,09 value for draft writing. 63,65 value for editng, revision, and publication. Second cycle get 55,3 for analysis text activity, 65,15 value for draft writing. 68,65 for editing, revision, and publication and in third cycle activity mean value is 75,78 for analysis text,. 79,68 value for draft writing. 84,08 for editing, revision, and publication. Student Mean value in essay adventure narration writing at firt cycle is 54,34, second cycle is 71,3, and third cycle is 75,29.
Qey word: Method of genre basede writing, Naration of Essay
Fungsi pendidikan Nasional mempunyai makna bahwa pendidikan mempunyai peranan dalam membentuk karakter siswa dan mengembangkan segala potensi-potensi yang dimiliki siswa sehingga potensi tersebut dapat diasah dan lebih diarahkan agar siswa dapat mengembangkan segala kreatifitasnya dan menjadikan dirinya sebagai warga negara yang baik dan berakhlak mulia yang sesuai dengan fungsi pendidikan nasional itu sendiri. Oleh sebab itu untuk mencapai pendidikan perlu adanya pembelajaran. Dengan adanya pembelajaran maka peran pendidikan tersebut akan sesuai dengan fungsi pendidikan Nasional. Dalam mengimplementasikan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusunya pada sekolah dasar maka dibuatlah seperangkat rencana dan pengaturan isi pelajaran, bahan kajian, dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang disebut dengan kurikulum sekolah dasar. Saat ini kurikulum yang dipakai
untuk sekolah dasar adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa dituntut untuk memiliki keterampilan menulis, khususnya menulis sebuah karangan narasi. Seharusnya kondisi yang ideal dalam pembelajaran bahasa Indonesia saat ini adalah siswa harus mampu mempunyai keterampilan dalam seluruh aspek berbahasa. Keterampilan berbahasa yang lengkap mencakup empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Pada kenyataannya saat ini dari keempat keterampilan berbahasa, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang sulit untuk dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar khususnya pada siswa Sekolah Dasar kelas IV dalam materi membuat karangan narasi. Heaton (dalam Winarti,2011 hlm.2) mengatakan bahwa“ keterampilan menulis bersifat kompleks dan kadang-kadang sulit untuk diajarkan karena menulis tidak saja memerlukan penguasaan aspek tata bahasa
Antologi : Vol..., No..., Juni 2015
dan gaya bahasa, tetapi juga unsur konseptual dan pertimbangan lainnya ”. Keterampilan menulis harus dibina dan dilatih sejak bangku sekolah dasar karena sekolah dasar merupakan dasar pengetahuan menulis pertama kali diperkenalkan pada seseorang. Masalah saat ini yang dialami siswa dalam menulis khususnya menulis sebuah karangan yaitu ketidakmampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Hal tersebut dikarenakan siswa kesulitan dalam membuat jenis karangan, dan tujuan karangan tersebut, serta terdapat siswa yang masih mencontek hasil tulisan temannya. Kondisi seperti itu yang saat ini dialami oleh siswa Sekolah Dasar kelas IV di SDN Cempaka Baru 03 Pagi. Siswa di SD tersebut masih mengalami kesulitan dalam membuat karangan narasi. Hal tersebut berdampak kepada hasil belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia tentang menulis karangan narasi. Berdasarkan kondisi permasalahan yang telah dipaparkan di atas, terdapat solusi yang dapat membantu meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa serta mengemas proses pembelajaran yang menarik dan tepat dalam mengajarkan pembelajaran menulis karangan narasi. Penggunaan model yang tepat dapat memberikan kemudahan bagi guru dalam kegiatan pembelajaran serta memudahkan dan menarik minat siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis khususnya menulis karangan narasi. Dalam sebuah pembelajaran menulis karangan narasi, model yang ditawarkan adalah model menulis berbasis genre (Genre-Based Writing). Model menulis berbasis genre (Genre-Based Writing) merupakan model pembelajaran menulis yang menekankan pentingnya pemahaman sebuah teks sebagai bekal kegiatan menulis menurut Macken, et,al (Dalam Abidin,2013 hlm.201). Selain itu menurut pendapat Abidin (2013, hlm.201) mengenai model menulis
berbasis genre (Genre-Based Writing) mengemukakan bahwa “pembelajaran menulis akan diawali dengan membekali siswa tentang bagaimana sebuah tulisan dengan genre tertentu dibuat secara tepat berdasarkan contoh atau model tulisan yang sudah jadi.” Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa model pembelajaran menulis berbasis genre (Genre-Based Writing) ini memang lebih mengutamakan pemahaman siswa terlebih dahulu mengenai jenis tulisan apa yang akan dibuatnya dan ketentuan-ketentuan apa saja yang terdapat dalam genre tulisan yang akan dibuat oleh siswa. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dapat menggunakan model menulis berbasis genre (Genre-Based Writing) sebagai salah satu jalan keluar dalam mengajarkan siswa menulis karangan narasi petualangan guna untuk memecahkan permasalahan yang ada saat ini. Oleh karena itu penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Model Menulis Berbasis Genre untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan.” METODE
Penelitian ini di latar belakangi oleh rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi berpengaruh pada rendahnya aktivitas dan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi. Salah satu penyebabnya adalah siswa kesulitan dalam menentukan jenis karangan dan penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajaran menulis karangan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan PTK model John Elliot, yang terdiri dari 3 siklus dengan 3 tindakan disetiap siklusnya. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SDN Cempaka Baru 03 Pagi yang terdiri
Siti Septiani Swastika Model Menulis Berbasis Genre Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan Pada Siswa Kelas IV SD dari 33 orang, yang terdiri dari 19 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian aktivitas menulis, penilaian hasil menulis, observasi, catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi. Untuk penilaian aktivitas menulis terdapat indikator menganalisis teks, menulis teks,editing, revisi, dan publikasi. sedangkan untuk penilaian hasil menulis yaitu terdapat indikator tema, tokoh, alur, latar, bahasa, organisasi, dan teknik penulisan. Penerapan model menulis berbasis genre ini dilakukan dengan tiga tahapan yakni tahap pramenulis, tahap menulis, dan tahap pascamenulis. Adapun langkah-langkah pembelajarannya didasarkan pada langkah pembelajaran model menulis berbasis genre yaitu (1) siswa diminta untuk menganalisis teks yang dibacanya (2) siswa berdiskusi mengenai hasil analisisnya (3) siswa diminta untuk memulai menulis mengenai karangan narasi dengan tema yang telah ditentukan (4) siswa melakukan editing serta revisi (5) serta siswa melakukan publikasi karangan dengan menampilkan karangannya pada tempat yang tepat. Data yang dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif, kualitatif, dan triangulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan dengan langkah awal membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut. Pelaksanaan penelitian dilakukan di bulan Maret sampai dengan bulan Mei tahun 2015. Pada siklus pertama penggunaan model menulis berbasis genre dalam pembelajaran menganalisis jenis teks, unsur-unsur teks dan tujuan teks masih belum optimal pembelajarannya. Hal itu dilihat dari pengamatan yang dilakukan ketika pembelajaran berlangsung. Pada saat proses pembelajaran, siswa masih terlihat
kurang kondusif dan kurang aktif dalam mengemukakan pendapatnya. Kurangnya kondisi yang kondusif dan kurangnya keaktifan siswa dapat mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kurniawan (2014, hlm. 1) mengemukakan bahwa “karena pembelajaran merupakan suatu aktivitas pengkondisian belajar maka pembelajaran harus mampu mengkondisikan siswa unuk aktif-kreatif dalam proses pembelajarannya.” Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ini masih memiliki kekurangan baik dari segi proses maupun kemampuan menulis karangan narasi petualangan. Dari segi proses yaitu siswa masih belum mampu menganalisis karangan narasi. Padahal dalam model menulis berbasis genre ini pemahaman tentang suatu jenis teks merupakan hal yang penting. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Macken et. al, (dalam Abidin, 2013, hlm. 201) “ model menulis berbasis genre pada dasarnya model pembelajaran menulis yang menekankan pentingnya pemahaman sebuah teks sebagai bekal kegiatan menulis”. Pembelajaran dengan menggunakan model menulis berbasis genre ini dilakukan dengan tiga tahap yang dikemukakan oleh Macken (dalam Abidin, 2013, hlm.201) sebagai berikut yaitu tahap pramenulis, tahap menulis dan tahap pascamenulis. Pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre ini dirasakan masih belum optimal, hal ini ditandai dengan tahap pramenulis yaitu mengenai kebingungan siswa saat menganalisis jenis karangan, menyebutkan unsur-unsur karangan dan menuliskan tujuan karangan yang dibagikan guru pada tahap diskusi model. Kebingungan itu terjadi karena pengetahuan siswa tentang karangan masih rendah. Mereka tidak mengetahui karangan secara keseluruhan. Mereka hanya mengetahui beberapa contoh jenis-jenis
Antologi : Vol..., No..., Juni 2015
karangan saja sehingga pada saat diskusi model kondisi kelas menjadi gaduh. Siswa sibuk bertanya pada teman-teman yang lainnya dan bahkan terdapat siswa yang berdiskusi diluar pembelajaran. Menganalisis pada mulanya dilakukan secara individu, namun untuk menyamakan persepsi dan menarik sebuah kesimpulan dari analisis tersebut diperlukan kegiatan berdiskusi. Berdiskusi untuk kegiatan menganalisis diperlukan agar pembelajaran berlangsung aktif. Dananjaya (2012, hlm. 31) menyatakan bahwa “pembelajaran berlangsung aktif ketika siswa berinteraksi dengan temannya perihal pokok bahasan yang sedang dihadapi, mengembangkan pengetahuan (bukan menerima informasi).” Selain itu dengan berdiskusi siswa belajar mengemukakan pendapat yang dimiliki serta menghargai pendapat orang lain. Memang pada mulanya kegiatan diskusi dilakukan dengan kondisi kelas yang ramai dan gaduh, namun kegaduhan tersebut pada dasarnya memang membuat siswa menjadi aktif dalam berdiskusi, meskipun terdapat siswa yang masih mengobrol dengan temannya. Pada tahap menulis, penuangan gagasan atau ide dalam bentuk tulisan melalui karangan narasi yang bertemakan “Liburan” pada siklus I ini kurang memuaskan. Meskipun secara keseluruhan siswa sudah dapat menceritakan pengalamannya namun apa yang ditulis siswa masih belum sesuai dengan apa yang diperintahkan. Pada dasarnya dalam tahap menulis ini guru mempersilahkan siswa menulis apa yang ada dipikiran mereka tanpa mengecek kesalahan-kesalah tulisan yang dibuat siswa. Guru juga memberitahukan kepada siswa agar menuangkan apa yang ada dipikiran mereka ke dalam bentuk tulisan dan jangan dahulu mengecek kesalahan dari sebuah tulisan, karena akan ada waktu tersendiri untuk mereka mengedit dan merevisi tulisan mereka. Hal itu sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sorenson (dalam Abidin dkk. 2015, hlm. 195)
mengatakan bahwa “Selama menulis jangan pernah memedulikan penggunaan ejaan, kesalahan kata, kalimat, dan paragraf, serta jangan melakukan kegiatan membaca tulisan yang belum selesai”. Nilai aktivitas dari tahap menulis ini masih belum optimal, hal ini dikarenakan cerita yang siswa tulis masih tidak selesai dan unsur-unsur yang ada pada karangan narasi belum sepenuhnya dihadirkan. Siswa masih cenderung mengikuti karangan yang dibuat oleh gurunya. Oleh sebab itu nilai aktivitas dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dirasa kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai aktivitas dan hasil belajar yang diperoleh siswa. Setelah dilakukan perbaikan, pembelajaran menulis karangan narasi petualangan yang dilakukan pada siklus kedua lebih baik dari siklus sebelumnya, namun masih terdapat kekurangan. Pada siklus kedua, siswa sudah mulai dapat dikondisikan dengan baik jika dibandingkan pada saat siklus pertama. Siswa sudah mulai kondusif dalam mengerjakan LKP yang diberikan oleh guru, meskipun masih terdapat beberapa siswa yang masih melihat-lihat pekerjaan temannya. Pada siklus kedua dalam kegiatan aktivitas menganalisis karangan, terdapat siswa yang tidak meningkat dalam hasil menganalissnya. Siswa tersebut bernama Syaid Fauzan. Syaid Fauzan mendapatkan nilai 25 pada aktivitas menganalisis karangan pada siklus satu dan siklus dua. Hal ini dikarenakan siswa tersebut dalam menganalisis masih melihat-lihat pekerjaan temannya dan kurang percaya diri. Berbeda dengan siklus pertama, pada siklus kedua ini, siswa yang aktif dan mau mengemukakan pendapatnya sudah bertambah dibandingkan pada siklus pertama. Hal ini dikarenakan guru selalu memberikan pujian kepada siswa yang berani dan benar dalam mengemukakan pendapatnya, meskipun terdapat siswa yang berani namun dalam memberikan
Siti Septiani Swastika Model Menulis Berbasis Genre Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan Pada Siswa Kelas IV SD jawaban kurang benar, guru tetap memberikan pujian dengan disertai meluruskan jawaban siswanya . Pemberian pujian untuk siswa yang sudah berani mengemukakan pendapat meskipun salah perlu diberikan, agar siswa dapat memahaminya. Selain itu siswa sudah mulai terlihat mandiri dalam menulis dan menuangkan gagasannya jika dibandingkan dengan siklus pertama yang sebagian siswa masih melihat-lihat karangan temannya. Pada siklus kedua ini, penilaian aktivitas menulis yang didapatkan oleh siswa yang bernama Bagus Toradipo tidak mengalami kenaikan dari siklus pertama. Hal ini dikarenakan siswa tersebut ketika pembelajaran menulis berlangsung, masih terlihat bercanda dan mengobrol dengan temannya. Hal ini berdampak pada nilai aktivitas menulis Bagus yang statis tidak berubah di setiap siklusnya. Pada siklus dua ini, siswa sudah mulai mampu mengedit dan merevisi karangan temannya. Tetapi masih ada beberapa siswa yang tidak secara menyeluruh menuliskan kembali hasil perbaikan karangan yang telah direvisi. Pada siklus kedua ini siswa sudah mempunyai kemajuan untuk mau membacakan hasil karangannya didepan kelas, meskipun masih terlihat nampak malu-malu dan ragu. Tetapi hal ini sudah lebih baik jika dibandingkan dengan siklus pertama yang di mana siswa masih sangat malu-malu dalam membacakan karangannya.Pemberian motivasi ini penting dilakukan seorang guru untuk memberikan semangat belajar siswanya. Hal itu sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rusyan( dalam Sagala, 2006, hlm. 55) bahwa “motivasi, kematangan, dan kesiapan diperlukan dalam proses belajar mengajar, tanpa motivasi dalam proses belajar mengajar tidak akan efektif”. Ketepatan siswa dalam mempublikasikan karangannya dengan cara memajang hasil karangan sudah terlihat lebih baik pula dar siklus pertama. Pada siklus ketiga proses pembelajaran menulis karangan narasi petualangan sudah
menjadi lebih baik dari siklus sebelumnya. Hal itu dikarenakan adanya perbaikanperbaikan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu, siswa juga sudah mulai terbiasa dengan setiap tahapan pembelajaran yang dilakukan selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Pembiasaan dalam proses pembelajaran sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov (dalam Halimah, 2010, hlm. 188) bahwa “pembiasaan atau pengontrolan (conditioning) merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, agar siswa berhasil dalam belajar maka harus dibiasakan”. Pada siklus ketiga ini, siswa sudah memiliki kemajuan dalam menganalisis karangan yang diterimanya. Baik dalam menentukan jenis karangan, unsur-unsur karangan dan tujuan karangan. Menganalisis jenis karangan sangat penting dilakukan agar siswa mampu mengetahui secara menyeluruh mengenai suatu karangan. Pada siklus ketiga ini kegiatan diskusi juga sudah semakin membaik dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Pada dasarnya kegiatan diskusi harus fokus membicarakan mengenai materi yang didiskusikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sagala (2006, hlm. 208) bahwa “dalam diskusi selalu ada suatu pokok yang dibicarakan. Dalam percakapan itu diharapkan para pembicara tidak menyimpang dari pokok pembicaraan. Mereka harus selalu senantiasa kembali kepada pokok masalahnya”. Pada siklus ketiga ini juga siswa sudah terbiasa untuk menuangkan gagasannya melalui tulisan. Siswa juga sudah dapat menulis karangan narasi yang sesuai dengan langkah-langkah menulis karangan. Pada siklus ketiga ini mereka mulai terbiasa mengungkapkan pengalaman mereka ke dalam tulisan yang berbentuk karangan. Meskipun demikian terdapat siswa yang bernama Bagus Toradipo yang tidak mengalami kenaikan nilai dari siklus
Antologi : Vol..., No..., Juni 2015
satu hingga siklus ketiga dalam penilaian aktivitas menulis draft ini. Nilai yang didapatkan siswa tersebut masih 50 dari setiap siklusnya. Hal ini dikarenakan, Bagus Toradipo memang merupakan anak yang susah untuk diatur. Pada kegiatan editing dan revisi, mereka sudah mulai mampu dan mandiri dalam melakukannya. Kegiatan tersebut mereka lakukan guna memperbaiki hasil tulisannya yang masih terdapat kesalahan sebelum pada akhirnya mereka publikasikan atau mereka pajang hasil karangannya. Kegiatan pengkoreksian itu sangat penting dilakukan, hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Brown dan Sorenson (dalam Abidin dkk. 2015, hlm. 196) yang mengatakan bahwa “yang terpenting adalah bahwa seluruh koreksi yang dilakukan selanjutnya harus diperbaiki oleh siswa yang menulis sebelum karya tersebut dipublikasikan”. Nilai aktivitas Bagus Toradipo dalam mengedit pada siklus satu dan dua tidak mengalami peningkatan, namun pada siklus tiga ini siswa tersebut sudah mengalami peningkatan dalam aktivitas yang dilakukan di tindakan ketiga pada siklus tiga ini. Selain Bagus Toradipo, siswa yang tidak mengalami kenaikan dalam aktivitas menulis pada siklus tiga ini adalah Syaid Fauzan, siswa tersebut tidak mengalami peningkatan dari siklus kedua ke siklus tiga. Hal ini juga di karenakan Syaid memang merupakan anak yang suka mengobrol sehingga untuk menghindari nilai yang tidak berubah ke arah peningkatan yang lebih baik. Keragu raguan dan sikap malu dalam pembacaan profesional sudah benar-benar tampak berkurang. Mereka sudah mulai mampu tampil membacakan karangannya di depan kelas. Hal itu dikarenakan guru selalu memberikan motivasi kepada siswa agar berani tampil di depan kelas. Pemberian motivasi ini sangat penting dan berdampak pada prestasi belajar siswa. Hal itu sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Agustin (2011, hlm. 19) mengemukakan
bahwa “motivasi berprestasi sangat dibutuhkan dalam proses belajar. Motivasi berperan penting dalam setiap pencapaian tujuan sesorang. Berdasarkan beberapa penjelasan yang ada, seorang anak yang tidak memiliki motivasi dalam belajar akan berakibat buruk terhadap prestasi akademiknya”. Dalam kegiatan publikasi berupa pemajangan, mereka juga sudah tepat dalam memajangkan hasil karangannya. Pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre mengalami kemajuan, baik dalam aktivitas selama proses pembelajaran maupun hasil yang diperoleh siswa selama pembelajaran menulis. Adapun nilai rata-rata aktivitas yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dari siklus pertama sampai siklus ketiga ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Grafik Nilai Rata-Rata Aktivitas Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Siswa
Nilai rata-rata aktivitas yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi pada siklus pertama adalah 35,6 untuk aktivitas menganalisis teks. Nilai 59,09 untuk menulis draft. Nilai 63,65 untuk editing, revisi dan publikasi. Nilai rata-rata aktivitas pada siklus dua adalah 55,3 untuk aktivitas menganalisis
Siti Septiani Swastika Model Menulis Berbasis Genre Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan Pada Siswa Kelas IV SD teks. Nilai 65,15 untuk menulis draft. Nilai 68,65 untuk editing,revisi dan publikasi. sedangkan pada siklus tiga diperoleh nilai rata-rata aktivitas adalah 75,78 untuk menganalisis teks. Nilai 79,68 untuk menulis draft. Nilai 84,08 untuk editing, revisi dan publikasi. Berdasarkan gambar 4.1 di atas, aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan mengalami peningkatan pada setiap indikator disetiap siklusnya. Pada siklus pertama, nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada indikator menganalisis adalah 1,4. Nilai rata-rata pada indikator menulis draft adalah 2,36. Nilai rata-rata pada indikator editing adalah 2,75. Nilai rata-rata pada indikator revisi adalah 2,75 , sedangkan pada indikator publikasi adalah 2,12. Pada siklus kedua, nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada indikator menganalisis adalah 2,2 . Nilai rata-rata pada indikator menulis draft adalah 2,60. Nilai rata-rata pada indikator editing adalah 2,90. Nilai rata-rata pada indikator revisi adalah 2,87 , sedangkan pada indikator publikasi adalah 2,48. Pada siklus ketiga, nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada indikator menganalisis adalah 3,03 . Nilai rata-rata pada indikator menulis draft adalah 3,18. Nilai rata-rata pada indikator editing adalah 3,40. Nilai rata-rata pada indikator revisi adalah 3,46 , sedangkan pada indikator publikasi adalah 3,21. Berdasarkan uraian di atas, indikator yang paling meningkat yaitu kegiatan siswa dalam menganalisis karangan dan menulis draft. Hal itu dikarenakan siswa sudah mulai mengetahui dan memahami mengenai karangan narasi dan juga siswa mulai dapat terbiasa menuangkan cerita pengalamannya ke dalam sebuah karangan. Gagasan yang siswa tuangkan dalam sebuah karangan sudah mengalami kemajuan yang lebih baik pada setiap siklusnya. Kemajuan ini dikarenakan dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model
menulis berbasis genre siswa terus dilatih untuk mengenal terlebih dahulu jenis karangan. Pengenalan jenis karangan sangat penting bagi siswa agar di dalam membuat karangan jenis apapun siswa dapat terlebih dahulu mengerti mengenai unsur-unsur serta tujuan karangan. Selain menganalisis teks, indikator yang paling meningkat adalah menulis draft. Dalam kegiatan pembelajaran ini siswa diminta untuk menuangkan terlebih dahulu apa yang akan mereka tuliskan. Dalam kegiatan menulis draf ini nilai ratarata yang diperoleh siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa ini tidak terlepas dari peran guru di dalam kelas. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa untuk mampu menulis pengalaman yang pernah di alaminya ke dalam sebuah tulisan Indikator yang kurang meningkat dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan adalah kegiatan siswa dalam editing. Hal ini dikarenakan siswa baru mengalami kegiatan editing dalam pembelajaran menulis karangan narasi. Adapun nilai rata-rata hasil belajar menulis karangan narasi petualangan yang diperoleh siswa pada siklus pertama hingga siklus ketiga ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini.
Gambar 4.2
Antologi : Vol..., No..., Juni 2015
Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Siswa
Nilai rata-rata hasil belajar menulis karangan narasi petualangan yang diperoleh siswa pada siklus pertama adalah 54,34. Dari perolehan nilai rata-rata pada siklus pertama dapat dikatakan bahwa hasil belajar menulis karangan narasi petualangan siswa masih rendah. Kemampuan siswa dalam mengenali jenis teks dan menuangkan gagasan atau ide masih tampak kurang, sehingga hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Pada siklus kedua nilai rata-rata hasil belajar menulis karangan narasi petualangan yang diperoleh siswa adalah 71,37. Dari perolehan nilai tersebut terlihat adanya peningkatan dari siklus sebelumnya. Kemampuan siswa dalam mengenali jenis karangan dan menuangkan ide atau gagasan sudah mulai tampak meningkat dan memiliki kemajuan. Dari siklus sebelumnya. Pada siklus ketiga nilai ratarata hasil belajar menulis karangan narasi petualangan yang diperoleh siswa adalah 75,29. Hal ini juga menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata pembelajaran menulis karangan narasi petualangan siswa dari siklus sebelumnya. Dari nilai rata-rata hasil menulis karangan narasi petualangan tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari setiap siklusnya. Hal tersebut dikarenakan siswa dalam menulis sudah melibatkan unsur-unsur karangan narasi yang di dalamnya terdapat alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan amanat. Alur merupakan jalan cerita. Alurlah yang mengatur bagaimana peristiwaperistiwa bertemalian satu sama lain dan terjadilah hubungan sebab akibat, bagaimana situasi dan karakter dalam tindakan itu terkait dalam satu kesatuan waktu. Alur juga berjalan sesuai dengan terjadinya plot (Jauhari, 2013, hlm. 50). Tokoh adalah orang atau binatang yang memerankan cerita.
Selain alur dan tokoh terdapat pula latar. Menurut (Jauhari, 2013, hlm. 53) mengemukakan bahwa latar terbagi menjadi tiga jenis, diantaranya adalah latar waktu, latar tempat dan latar psikologis. Selain itu pula terdapat sudut pandang yang merupakan penentu gaya pada cerita. Serta yang terakhir adalah amanat yang merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya. Ada dua cara penyampaian pesan dalam karangan narasi. Pertama, secara tersurat, dan kedua secara tersirat. Secara tersurat dapat dilihat secara kasat mata tandatandanya atau dapat ditunjukkan. Menurut Nurgiantoro (dalam Jauhari, 2013, hlm. 56) Berdasarkan gambar 4.2 di atas, nilai rata-rata yang diperoleh siswa dalam kegiatan menulis karangan narasi petualangan mengalami peningkatan pada setiap indikatornya. Pada siklus pertama nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada indikator tema adalah 3,33. Pada indikator tokoh adalah 1. Pada indikator alur adalah 2,33. Pada indikator latar adalah 2,27. Pada indikator bahasa adalah 2,18. Pada indikator organisasi adalah 1,78, sedangkan pada indikator teknik penulisan adalah 2,30. Pada siklus kedua nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada indikator tema adalah 4. Pada indikator tokoh adalah 2,36. Pada indikator alur adalah 2,60. Pada indikator latar adalah 2,69. Pada indikator bahasa adalah 2,51. Pada indikator organisasi adalah 2,81, sedangkan pada indikator teknik penulisan adalah 3. Sedangkan pada siklus ketiga nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada indikator tema adalah 4. Pada indikator tokoh adalah 2,5. Pada indikator alur adalah 2,71. Pada indikator latar adalah 2,81. Pada indikator bahasa adalah 2,84. Pada indikator organisasi adalah 2,81 , sedangkan pada indikator teknik penulisan adalah 3,40 . Berdasarkan uraian tersebut nilai ratarata hasil belajar pada pembelajaran menulis karangan narasi petualangan siswa mengalami peningkatan pada setiap indikatornya. Indikator yang paling
Siti Septiani Swastika Model Menulis Berbasis Genre Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan Pada Siswa Kelas IV SD meningkat adalah teknik penulisan. Peningkatan tersebut dikarenakan siswa pada setiap pembelajarannya mulai terbiasa dilatih terus menerus mengenai ejaan yang benar, penggunaan huruf kapital dan kerapian tulisan. Hal itu sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles (dalam Sagala, 2006, hlm. 39) menyatakan bahwa “dalam belajar mengajar menekankan pada proses latihan. Pada indikator tema, terdapat beberapa siswa yang masih kurang tepat dalam membuat tulisan dengan tema yang telah ditentukan. Pada indikator tokoh, siswa belum mampu sepenuhnya mendeskripsikan tokoh tersebut, baik deskripsi dalam hal fisik maupun deskripsi dalam perilaku. Pada indikator alur, siswa masih cenderung menggunakan alur maju saja. Pada indikator latar, mayoritas dari siswa menggambarkan latar tidak sesuai dengan apa yang mereka tuliskan. Pada indikator bahasa, siswa sudah mulai dapat memilih kata dan kalimat yang baik dan sesuai, namun masih perlu dilatih dalam eulisan sehari-hari mengenai pemilihan bahasa agar siswa dapat terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sedangkan pada indikator organisasi kohesi dan koherensi kurang diperhatikan oleh siswa. Berdasarkan gambar 4.1 dan 4.2 , baik dalam aktivitas maupun hasil yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan, disetiap siklusnya mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre berhasil, meskipun terdapat beberapa indikator yang kurang meningkat. Keberhasilan penggunaan model menulis berbasis genre dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan relevan dengan apa yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shelly Yuliantini (2013)
dan Zainul Muttain (2013) bahwa dengan menggunakan model menulis berbasis genre pada proses pembelajaran menulis mengalami peningkatan. Penerapan model menulis berbasis genre dalam menulis karangan narasi petualangan juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan dari penelitian ini tidak berarti penelitian yang dilakukan oleh peneliti memeroleh hasil yang sempurna. Dalam penelitian ini terdapat kelemahankelemahan, baik pada saat aktivitas pembelajaran maupun hasil yang diperoleh siswa. Dalam aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran kelemahan terletak pada kegiatan siswa dalam menganalisis teks yang dilakukan dengan tahapan diskusi model. Dalam diskusi model, memang siswa mengalami peningkatan dalam keaktifan berdiskusi, namun masih saja terdapat beberapa siswa yang kurang memperhatikan dan kurang ikut terlibat dalam kegiatan berdiskusi. Pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre kurang dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam berdiskusi. Dalam proses pembelajaran menulis karangan narasi petualangan, siswa terlihat cenderung jenuh dalam kegiatan menulis karangan. KESIMPULAN Berdasarkan temuan, pembahasan dan kajian pustaka yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses penerapan menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre terdiri atas beberapa tahapan yaitu, menganalisis jenis karangan, menulis draf karangan, merevisi, pembacaan profesional dan publikasi. Nilai dari setiap tahapan tersebut pada setiap siklusnya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan yang signifikan pada setiap siklus. Pada siklus I siswa
Antologi : Vol..., No..., Juni 2015
kurang menampakan antusias dalam berdiskusi, padahal diskusi model ini merupakan salah satu langkah dari model menulis berbasis genre. Keunggulan dari adanya diskusi model ini adalah agar siswa mampu mengetahui mengenai jenis, unsurunsur dan tujuan suatu karangan setelah mereka melakukan kegiatan menganalisis. Kesulitan dalam siklus I juga terdapat pada kegiatan menulis draft. Pada langkah menulis draft ini siswa diminta untuk menuangkan terlebih dahulu apa saja yang ingin mereka tuliskan, tanpa harus mengecek kesalahan-kesalahan atas tulisan mereka. Pada mulanya siswa memang cenderung merasa kesulitan menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan, namun kesulitan tersebut sudah mulai mengalami pengurangan pada setiap siklusnya. Pada langkah editing dan revisi juga mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Siswa sudah mulai dapat mengoreksi tulisan yang kurang benar. Kegiatan editing dan revisi ini memiliki kelebihan yaitu melatih siswa untuk dapat mengoreksi setiap kesalahan dalam kegiatan menulis. Siswa juga pada mulanya kurang mempunyai rasa percaya diri di dalam membacakan karangannya serta mempublikasikan hasil karangannya pada tempat yang kurang tepat. Padahal kegiatan publikasi ini bermanfaat untuk mereka, agar orang lain dapat menerima informasi baru dari hasil tulisan mereka. Pada siklus II siswa mulai bisa berdiskusi dengan temannya, mulai terampil dalam menuangkan gagasan atau idenya ke dalam draft penulisan, memiliki kemajuan dalam mengedit dan merevisi karangan dan mulai benar dalam mempublikasikan karangannya pada tempat yang tepat. Pada siklus III lebih baik dari siklus sebelumnya, di sini siswa sudah mampu berdiskusi dengan setiap anggota kelompok
2.
3.
dalam menganalisis karangan, terampil dalam menuangkan gagasan atau idenya kedalam draft, serta bisa mengedit dan merevisi karangan dan sudah tepat dalam memajang hasil karangannya sebagai bentuk publikasi. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre cukup efektif. Hal itu dapat dilihat dari nilai rata-rata aktivitas yang diperoleh dalam belajar meningkat. Selain itu peningkatan juga terlihat dari setiap indikator yang dicapai siswa. Nilai rata-rata aktivitas yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi pada siklus pertama adalah 35,6 untuk aktivitas menganalisis teks. Nilai 59,09 untuk menulis draft. Nilai 63,65 untuk editing, revisi dan publikasi. Nilai rata-rata aktivitas pada siklus dua adalah 55,3 untuk aktivitas menganalisis teks. Nilai 65,15 untuk menulis draft. Nilai 68,65 untuk editing,revisi dan publikasi. sedangkan pada siklus tiga diperoleh nilai ratarata aktivitas adalah 75,78 untuk menganalisis teks. Nilai 79,68 untuk menulis draft. Nilai 84,08 untuk editing, revisi dan publikasi. Hal ini memunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada setiap siklusnya. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi petualangan dengan menggunakan model menulis berbasis genre mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan oleh kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi petualangan mengalami meningkat. Nilai rata-rata menulis karangan narasi petualangan siswa pada siklus pertama adalah 54,34. Pada siklus kedua adalah 71,3. Sedangkan pada siklus ketiga adalah 75,29.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Septiani Swastika Model Menulis Berbasis Genre Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menulis Karangan Narasi Petualangan Pada Siswa Kelas IV SD Abidin, Y. (2013). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. (2015). Pembelajaran Literasi dalam Konteks Pendidikan Multiliterasi, Integratif, dan Berdiferensiasi. Bandung: RIZQI PRESS. Dananjaya, U. (2012). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa. Halimah, L. (2010). Pengembangan Kurikulum. Bandung: RIZQI PRESS. Jauhari, H. (2013). Terampil Mengarang. Bandung: Nuansa Cendekia. Kurniawan, H. (2014). Pembelajaran Menulis Kreatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung: Alfabeta. Winarti, S. (2011). Perihal Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.Maguwoharjo Yogyakarta: Elmatera Publishing.