3|Antologi UPI
Volume
PENGGUNAAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SEDERHANA DI KELAS III (Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas III SDN Jalan Anyar Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)
JANISKA MEDIANA 1205139
Pada abad 21 ini ditandai oleh arus globalisai yang tentunya banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi di dunia ini, baik itu perubahan dalam segi gaya hidup, teknologi, maupun di dalam dunia pendidikan itu sendiri. Pada hakikatnya kita tidak akan bisa terhindar dari besarnya dampak arus globalisasi ini, menurut Yasin (dalam Halimah, 2013, hlm 19) secara garis besar karakteristik abad 21 adalah adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat sehingga setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan segala kebutuhannya dengan cepat dan pesat. Adapun ciri-cirinya, diantaranya adalah (1) integrasi kehidupan ekonomi dan fragmentasi kehidupan politik; (2) adanya arus globalisasi; (3) perubahan secara radikal pasar tenaga kerja; (4) industrialisasi ekonomi dengan high teknologi; dan (5) lahirnya gaya hidup baru dengan ekses ekses tertentu. Memperhatikan gambaran saat ini abad 21 memberikan tantangan dalam kehidupan kita sehari-hari terutama dalam segi pendidikan. Pendidikan kita saat ini haruslah mengikuti zaman dan harus terus berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik lagi. Akan sangat
Edisi No.
Juni 2016
sulit dan tertinggal jauh apabila kita masih saja berdiam diri dan tidak melakukan pergerakan. Menurut Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 (UUSPN) Pasal 3 : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Kita ketahui bahwa pendidikan di Indonesia sudah mencoba untuk memperbaiki kurikulum yang dipakai dengan tujuan agar pendidikan di Indonesia menjadi lebih maju dan lebih baik lagi dalam segala aspek. Perubahanperubahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut, dari semua kurikulum yang pernah digunakan di Indonesia ini tentunya tidak akan pernah lepas dari pembelajaran Bahasa Indonesia. Seperti kita ketahui bersama bahasa merupakan alat komunikasi kita dengan orang lain. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang disusun oleh Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2006, hlm 9), dijelaskan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis. Setiap jenjangnya pembelajaran Bahasa Indonesia pasti dipelajari bahkan menjadi mata pelajaran atau mata kuliah
Janiska Mediana1, Ernalis2, Titing Rohayati3 PENGGUNAAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SEDERHANA DI KELAS III |4 yang sangat penting dan harus semua siswa serta mahasiswa bisa mempelajari dan menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada empat keterampilan yang harus dikuasi keterampilan tersebut menurut Henry Guntur Tarigan (dalam Mahargyani, D.A., Waluyo, J.H & Saddhono, K, 2012, hlm 30) yaitu (1) keterampilan menyimak (listening skill); (2) keterampilan berbicara (speaking skill); (3) keterampilan membaca (reading skill); dan (4) keterampilan menulis (writing skill). Keempat keterampilan ini saling berhubungan dan saling menunjang satu sama lain. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar tentunya sangat memberikan efek positif karena banyak sekali manfaat yang didapatkan dari mempelajari Bahasa Indonesia ini seperti misalnya mempengaruhi perkembangan siswa dalam berinteraksi dengan teman sejawatnya dengan guru dan lain sebagainya, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasanya. Ada empat keterampilan bahasa yang harus dikuasai oleh siswa, dimulai dari tingkat yang termudah hingga tersusah. Dalam pembelajarannya ada beberapa upaya yang harus dilakukan oleh guru agar tujuan dari pembelajarannya dapat tercapai dengan baik. Peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia selalu berkaitan dengan berbagai kebutuhan yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, baik kebutuhan lisan maupun tulisan. Dari ke empat aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasi oleh siswa, menulis merupakan bagian dari ke empat aspek keterampilan berbahasa yang tentunya harus di kuasi oleh siswa dengan baik. Menulis merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang menuangkan ide, gagasan, maupun perasaan yang
dituangkan melalui lambang atau ke dalam bahasa tulis. Dari ke empat aspek keterampilan berbahasa menulis merupakan aspek yang paling sulit daripada aspek yang lainnya karena di dalam proses menulis seseorang harus berpikir. Hal ini sejalan dengan pendapat Iskandarwassid dan Sunendar (dalam Ambarwati, Y., Andayani, & Rakhmawati, A, 2015, hlm 2) bahwa dibandingkan dengan tiga keterampilan berbahasa yang lain, menulis lebih sulit dikuasai bahkan penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling kompleks. Lado (dalam Cahyani 2012, hlm 73) menulis merupakan suatu kegiatan menurunkan atau menggambarkan suatu lambang grafik ke dalam suatu bahasa sehingga seseorang dapat membaca dan memahami bahasa dan lambang grafik tersebut. Adapun menurut Nurrudin (2007, hlm 4) yang dimaksud dengan menulis adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan seseorang dalam mengungkapkan gagasan melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dimengerti. Adapun pendapat dari Abidin (2012, hlm 182) dalam sudut pandang lain, menulis merupakan suatu kegiatan mereaksi yang berarti mengemukakan pendapat atas dasar masukan yang diperoleh penulis dari beberapa sumber ide yang sudah tersedia. Sumber ide tersebut bisa banyak hal, bisa dari pengalaman penulis bisa dari objek yang dilihat dan lain sebagainya. . Menurut Tarigan (dalam Cahyani, 2012, hlm 74) menulis sangat penting dalam dunia pendidikan karena dapat memudahkan para pelajar untuk berpikir kritis. Selain itu Abizar (dalam Darmayanti, M.A.I, 2014, hlm 146) menyatakan bahwa menulis dengan teknik yang baik dan benar serta bermakna menjadi syarat utama dalam upaya mewujudkan siswa cerdas menulis.
5|Antologi UPI
Volume
Pada dasarnyan setiap orang pasti bisa menulis , namun sayangnya kegiatan menulis ini menurut Graves (dalam Yunus, 2009, hlm 1.8) ada beberapa faktor yang membuat orang enggan untuk menulis, diantarnya : (1) orang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa ia menulis, (2) orang enggan menulis karena merasa tidak berbakat dalam menulis, (3) orang enggan menulis karena merasa tidak tahu bagaimana menulis. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang positif yang pasti banyak manfaatnya. Menulis merupakan suatu kegiatan yang positif dimana di dalamnya ada proses atau langkah-langkah yang harus dilakukan oleh penulis itu sendiri. Bila tidak lakukan maka hasilnya tidak akan memuaskan. Banyak ahli yang berupaya membuat langkah-langkah menulis agar pemula dapat melakukannya juga. Terdapat perbedaan dalam pengurutannya itu disebabkan karena berbedanya pengalaman menulis. Rusyana (dalam Cahyani, 2012, hlm 84) langkah-langkah menulis dapat ditempuh melalui perbuatan pokok-pokok pikiran, garis besar, paragraf dan wacana. Sabarti (dalam Cahyani, 2012, hlm 84) proses menulis dilakukan melalui langkah-langkah pemilihan topik, pembatasan topik, topik dan judul, tujuan penulisan,bahan penulisan dan kerangka. Kemudian Syamsuddin (dalam Cahyani, 2012, hlm 84) menjelaskan langkahlangkah menulis melalui kegiatan merencanakan karangan, kerangka karangan, dan pengembangan karangan. Berkenan dengan jenis tulisan, banyak ahli yang berpendapat mengenai klasifikasi mengenai tulisan. Namun terdapat perbedaan dalam pengklasifikaian jenis-jenis tulisan. Karena, para ahli tersebut memiliki pandangannya masing-masing. Menurut Rusyana (dalam Cahyani, 2012, hlm 77) ada enam jenis tulisan yaitu tulisan deskripsi, narasi, bahasan, argumentasi,
Edisi No.
Juni 2016
dialog dan surat. Adapun menurut Weaver dan Moris (dalam Cahyani, 2012, hlm 77) bahwa jenis tulisan di bagi menjadi empat tulisan yaitu eksposisi, narasi, deskripsi, dan argumentasi. Sedangkan menurut Semi (dalam Putri, D, 2012, hlm 25) tulisan atau karangan dapat dikembangkan dengan empat jenis yaitu: (a) narasi; (b) eksposisi; (c) deskripsi; dan (d) argumentasi. Dari pendapat para ahli tersebut perbedaannya tidak banyak, jadi secara umum kita mengenal jenis tulisan itu ada tulisan deskripsi, argumentasi, eksposisi, narasi, persuai. Dalam penelitian ini membahas mengenai karangan narasi. Seperti yang diketahui, di dalam pelajaran bahasa Indonesia terdapat pembelajaran tentang menulis karangan narasi. Karangan narasi didalamnya menyajikan serangkain peristiwa. Dalam karangan ini penulis menyampaikan sebuah peristiwa menurut urutan terjadinya suatu peristiwa tersebut, dengan tujuan memberi arti kepada pembaca agar dapat memahami makna atau hikmah dari cerita tersebut. Sejalan dengan itu, Yunus, dkk (2009, hlm 8.21) berpendapat bahwa narasi merupakan wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam sutatu rangkaian waktu. Kolb (dalam Salavastru, 2014, hlm 549), belajar merupakan proses pemerolehan pengetahuan yang diciptakan melalui transformasi pengalaman. Sejalan dengan Kolb menurut Beard & Wilson, (dalam Dobos, 2014, hlm 5086) berpendapat bahwa belajar terjadi hanya jika seseorang terlibat dalam pengalaman dengan cara yang berarti. Adapun menurut Cahyani (2012, hlm 164) model experiential learning adalah suatu model pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai sikap melalui pengalaman yang dialami oleh siswa. Experiential learning mampu
Janiska Mediana1, Ernalis2, Titing Rohayati3 PENGGUNAAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SEDERHANA DI KELAS III |6 melibatkan dan membuat siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran untuk memperoleh dan menyimpan pengetahuan dalam jangka waktu yang lama dan belajar bagaimana menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi berbeda (Alon dalam Erselcan, 2015). Experiential Learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep saja. Namun, memberikan pengalaman yang nyata pada siswa. Adapun gagasan yang diungkapkan oleh filsuf China, Konfusius (dalam Silberman, hlm 2) dalam tiga jalan kita dapat mempelajari kearifan: pertama, yaitu melalui perenungan, yang paling luhur; kedua, melalui peniruan, yang paling mudah; dan yang ketiga melalui pengalaman, yang paling berat. David Kolb (dalam Cahyani,2012, hlm 172), bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran experiential learning yaitu: a. Experience (mengalami) Langkah yang pertama dalam pembelajaran eksperiensial adalah mengalami. Dalam hal ini yang dimaksud dengan mengalami adalah siswa mengalami sendiri suatu peristiwa atau kejadian dalam hidupnya. b. Share (membagi) Langkah selanjutnya adalah sharing atau berbagi, yaitu siswa mengemukakan pengalaman pribadi mengenai hal dan menuliskan pengalaman pribadi tersebut ke dalam karangan narasi. c. Process (analisis pengalaman) Langkah ini adalah tindak lanjut dari langkah sebelumnya yaitu menganalisis pengalaman yang telah didapat. Siswa melakukan diskusi denan teman ataupun guru apabila kesulitan dalam menuangkan gagasannya. Siswa saling bertukar pikiran dalam menuliskan ide karangan narasi. d. Generalize (menghubungkan pengalaman dengan situasi nyata) siswa menyusun semua ide karangan narasi menjadi satu kesatuan utuh, dan
siswa menuliskan kembali karangannya sampai akhir. e. Apply (menerapkan terhadap situasi yang serupa) siswa mampu menuliskan kembali karangan narasi sampai akhir. METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Jalan Anyar, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik kelas III Sekolah Dasar Negeri Jalan Anyar dengan jumlah 34 siswa, yang terdiri dari 21 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas sesuai untuk digunakan dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada proses pembelajaran dikelas terutama dalam perbaikan hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ebbutt (Wiriaatmadja, 2005, hlm. 11) penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Sedangkan desain penelitian yang penulis gunakan untuk penelitian tindakan kelas adalah desain penelitian dari John Elliot. Desain penelitian menurut John Elliot ini sesuai untuk dilakukan karena desain ini terdiri dari tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan. Model pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) dalam penelitian ini adalah serangkaian aktivitas siswa dalam menulis karangan narasi. Aktivitas menulis karangan narasi dalam penelitian ini adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan siswa selama
7|Antologi UPI
Volume
proses pembelajaran menulis karangan narasi berlangsung. Aktivitas ini dapat diukur dengan indikator (1) Menentukan Judul Karangan (2) Membuat Karangan Narasi dan (3) Membacakan Hasil Karangan ini diiukur dengan menggunakan skoring rubrik dengan skor terendah adalah satu dan skor tertinggi adalah tiga. Kemampuan menulis karangan narasi dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Kemampuan ini dapat diukur melalui indikator (1) Isi Karangan, (2) Bahasa, (3) Penggunaan Huruf Kapital dan (4) Pemggunaan Tnada Baca ini diukur dengan menggunakan skoring rubrik dengan skor terendah adalah satu dan skor tertinggi adalah tiga. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui lembar penilaian, lembar observasi baik untuk guru maupun siswa, lembar catatan lapangan, dokumentasi, dan wawancara. Teknik analisis data dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan teknik kualitatif, teknik kuantitatif, dan teknik triangulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan perencanaan yaitu mempersiapkan berbagai perlengkapan penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), alat dan media pembelajaran, serta berbagai instrumen penelitian. Penelitian siklus I dilaksanakan pada tanggal 22, 25 dan 27 April 2016. Penelitian pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 29 April, 2 dan 4 Mei 2016. Penelitian pada siklus III dilaksanakan pada tanggal 09, 11 dan 13 Mei 2016. Berdasarkan waktu tersebut, setiap siklus dilaksanakan selama 3 hari dengan setiap hari terdiri dari 1 tindakan. Pada setiap tindakan dalam menulis karangan narasi menggunakan tema yang berbeda-beda agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan. Tindakan
Edisi No.
Juni 2016
dilaksanakan dengan mengacu pada RPP yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir. Berbagai temuan esensial yang ditemukan pada setiap siklusnya adalah sebagai berikut. Pada siklus I tindakan 1 dan 2 siswa masih tidak kondusif diawal pembelajaran karena baru selesai istirahat. Namun pada tindakan 3 siswa sudah mulai mengkondisikan diri untuk siap dalam belajar kembali. Pada tindakan 1 siswa masih tidak semangat dalam menulis karangan, namun pada tindakan 2 dan 3 sudah semangat dan antusias dalam menulis karangan. Pada tindakan 1 siswa masih kebingungan dalam menentukan judul, pada tindakan 2 dan 3 sudah tidak kebingungan lagi. Pada saat proses menulispun siswa mengerjakan dengan kondusif tidak ribut. Pada tindakan 1 isi karangan semua siswa hampir sama, sehingga itu yang membuat nilai siswa banyak yang kurang dari KKM. Sedangkan pada tindakan 2 dan 3 sudah mulai ada peningkatan dari segi isi, bahasa, penggunaan huruf karangan, dan tanda baca. Pada umumnya siswa sudah bagus dalam menulis hanya saja masih banyak yang salah dalam menggunakan huruf kapital dan tanda baca. Siswa juga hampir sebagian sudah dapat menuangkan idenya ke dalam bentuk tulisan. Namun bahasa yang digunakan masih bahasa yang kurang sesuai dengan EYD. Pada siklus I siswa juga masih kurang percaya diri untuk membacakan hasil karangan di depan kelas. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa dengan menggunakan model experiential learning peneliti melakukan perbaikan-perbaikan pada siklus 2. Perbaikan-perbaikan tersebut diantaranya mencari lagu-lagu yang membuat siswa bersemangat dalam belajar, mencari tema yang menarik untuk menulis karangan narasi, menggunakan media pembelajaran yang menarik dan inovatif, memberikan
Janiska Mediana1, Ernalis2, Titing Rohayati3 PENGGUNAAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SEDERHANA DI KELAS III |8 reward kepada siswa yang aktif dalam pembelajaran,memberi motivasi kepada siswa. Pada siklus II tindakan 1 peneliti menggunakan media lingkungan sekolah, tindakan 2 menggunaka video tentang bermain di rumah dan tindakan 3 menggunakan power point serta membuat buku zig-zag dan perubahan tempat duduk. Secara keseluruhan pada siklus 2 aktivitas dan kemampuan dalam menulis karangan narasi siswa sudah meningkatkan dari siklus sebelumnya. Semua indikator siswa sudah ada peningkatan baik itu dari menentukan judul karangan narasi, membuat karangan narasi, membacakan hasil karangan, sedangkan untuk kemampuan indikatornya isi karangan, bahasa, penggunaan huruf kapital, penggunaan tanda baca. Pada umumnya siswa sudah bagus dalam menulis hanya saja masih banyak yang salah dalam menggunakan huruf kapital dan tanda baca. Siswa juga hampir sebagian sudah dapat menuangkan idenya ke dalam bentuk tulisan. Namun bahasa yang digunakan masih bahasa yang kurang sesuai dengan EYD. Meski ada beberapa siswa yang butuh perhatian khusus karena siswa tersebut sangat kurang sekali dalam menulis khusunya menulis karangan narasi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa dengan menggunakan model experiential learning peneliti melakukan perbaikanperbaikan pada siklus 3. Perbaikanperbaikan tersebut diantaranya mencari lagu-lagu yang membuat siswa bersemangat dalam belajar, mencari tema yang menarik untuk menulis karangan narasi, menggunakan media pembelajaran yang menarik dan inovatif, memberikan reward kepada siswa yang aktif dalam
pembelajaran, memberi motivasi kepada siswa. Berdasarkan pembelajaran pada siklus III, dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi baik dari segi aktivitas maupun hasil dengan menggunakan model experiential learning meningkat. Hal ini ditandai dengan peningkatan aktivitas kemampuan siswa dalam menentukkan judul karangan, membuat karangan narasi, dan membacakan hasil karangan narasi. Selain itu peningkatan kemampuan siswa juga terlihat dari hasil karangan narasi yang telah dibuat oleh siswa yang memuat isi karangan, bahasa, penggunaan huruf kapital, penggunaan tanda baca. Berdasarkan serangkaian tindakan yang telah dilaksanakan, secara umum proses pembelajaran siswa dalam menulis karangan narasi mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya. Peningkatan proses pembelajaran siswa dalam menulis karangan dapat diketahui dari sajian gambar di bawah ini. Nilai Rata-rata Aktivitas Menulis Karangan Narasi Siswa 90 85 80 75 70 65
86.9 79.2 73.5
Nilai Ratarata Aktivitas Menulis Karangan Narasi Siswa
Berdasarkan diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata aktivitas siswa dalam menulis karangan narasi mengalami peningkatan. Pada siklus 1 nilai rata-ratanya adalah 73,5, pada siklus 2 nilai rata-ratanya adalah 79,72 pada siklus 3 nilai rata-ratanya adalah 86,9. Nilai rata-rata yang dicapai oleh siswa tersebut menunjukan bahwa
9|Antologi UPI
Volume
aktivitas menulis karangan narasi siswa mengalami peningkatan yang baik. Pada setiap tindakan, setiap indikator tidak mengalami peningkatan secara konsisten. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, bisa dari siswa ataupun dari peneliti. Indikator yang meningkat paling signifikan pada aktivitas siswa adalah membuat karangan narasi. Indikator yang kurang konsisten dalam peningkatannya adalah membacakan hasil karangan. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor. Namun secara keseluruhan aktivitas siswa sudah baik pada setiap siklusnya hanya perlu pembiasan agar bisa konsisten. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari model yang peneliti gunakan yaitu model experiential learning. Selain aktivitas menulis ada pula kemampuan hasil menulis karangan narasi. Adapun diagram pemerolehan rata-rata nilai kemampuan menulis karangan narasi siswa pada setiap indikatornya adalah sebagai berikut. Nilai Rata-rata Hasil Menulis Karangan Narasi Siswa 80
63.2 68.9
76.8
60
Nilai Ratarata Hasil Menulis Karangan Narasi Siswa
40 20 0 Siklus Siklus Siklus 1 2 3
Berdasarkan diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi mengalami peningkatan. Pada siklus 1 nilai rata-ratanya adalah 63,2, pada siklus 2 nilai rata-ratanya adalah 68,9 pada siklus 3 nilai rataratanya adalah 76,8. Nilai rata-rata yang dicapai oleh siswa tersebut menunjukkan bahwa kemampuan menulis karangan narasi siswa mengalami peningkatan
Edisi No.
Juni 2016
yang baik. Pada setiap tindakan, setiap indikator tidak mengalami peningkatan secara konsisten. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, bisa dari siswa ataupun dari peneliti. Indikator yang meningkat paling signifikan pada kemampuan menulis karangan narasi siswa adalah isi karangan dan bahasa. Indikator yang kurang konsisten dalam peningkatannya adalah penggunaan huruf kapital dan pengunaan tanda baca. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor. Namun secara keseluruhan nilai rata-rata siswa meningkat hal tersebut tidak terlepas dari model yang peneliti gunakan yaitu model experiential learning. Situasi belajar yang kondusif akan meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Pembelajarannya pun harus dikemas semenarik mungkin agar siswa tidak jenuh dalam pembelajaran. Pada setiap tindakan peneliti mengajak siswa untuk bernyanyi terlebih dahulu, dan pada tindakan selanjutnya peneliti memutar sebuah musik agar siswa merasa senang dan pembelajaran menjadi menarik serta membuat siswa untuk bersemangat dalam belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Phillips (2004, hlm. 94) yang menyatakan bahwa anak-anak sangat menyukai belajar sambil menyanyikan lagu. Salah satu faktor yang lainnya yang mendukung keberhasilan siswa dalam pembembelajran adalah pengaturan ruangan kelas. Peneliti pada siklus 2 meminta siswa untuk duduk liter U agar siswa tidak jenuh dan adanya suasana baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Dananjaya (2010, hlm 265) bahwa pengaturan ruang kelas dpat mendorong siswa dalam aktivitas penbelajaran. Jika ruang kelas menjadi tempat yang menyenang dan membuat siswa merasa aman serta menimbulkan rasa bangga yang memungkinkan terjadinya aktivitas-aktivitas maka guru juga kan merasa nyaman dan murid semakin senang belajar. Riset Eversten
Janiska Mediana1, Ernalis2, Titing Rohayati3 PENGGUNAAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SEDERHANA DI KELAS III | 10 (dalam Dananjaya, hlm 265) pengaturan ruangan ynag baik adalah terbebasnya dari hambatan pergerakan. Selain itu juga peneliti harus bersahabat dengan siswa serta terus memberikan motivasi dan penguatan kepada siswa setiap pembelajarannya dan memberikan reward kepada siswa yang aktif dalam pembelajaran agar siswa termotivasi dalam pembelajaran. Dengan adanya penguatan bertujuan agar siswa menjadi senang dan merasa dihargai atas pendapatnya, hal tersebut sesuai dengan pendapat D.N Pah dan Joni (dalam Halimah, hlm 54) penguatan merupakan respons dari suatu tingkah laku siswa yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tidak hanya itu media pembelajarannya pun menjadi salah satu faktor yang membuat meningkatnya keantusiasan siswa dalam belajar, media pembelajaran yang digunakan harus menarik agar membuat siswa merasa terpancing untuk belajar khusunsya dalam menulis karangan narasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Cahyani (2012, hlm 151) peranan media pembelajaran dalam mengembangkan karakterk siswa sangat penting. Dengan media siswa mampu meningkatkan berbagai kecerdasaan, misalnya kecerdasan linguistik, kecerdasaan kata-kata, logikamatematika, kecerdaaan imajinasi dan gambar-gambar, dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan model experiential learning yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat kelebihan model tersebut. Kelebihan model experiential learning adalah membantu siswa memudahkan dalam menuangkan ide atau gagasannya ke dalam bentuk tulisan karena dalam penerapannya pengalaman siswa yang berperan penting. Dari penjelasan tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran menulis
karangan narasi dengan menggunakan model experiential learning telah terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. KESIMPULAN Aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan model experiential learning terbukti mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat terlihat dari meningkatnya nilai aktivitas siswa pada tiap siklusnya. Pada siklus 1 masih banyak siswa yang belum bisa menentukan judul, masih salah dalam membuat karangan narasi, dan belum percaya diri ketika membacakan hasil karangannya di depan kelas. Pada siklus 2 siswa sudah mulai bisa menentukan judul dan membuat karanagan narasi dengan benar serta sudah mulai percaya diri untuk membacakan hasil karangan di depan kelas. Pada siklus 3 siswa sudah bisa menentukan judul karangan dan membuat karangan narasi serta membacakan hasil karangan di depan kelas. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata aktivitas siswa dalam menulis karangan narasi. Adapun nilai hasil aktivitas siswa tiap siklusnya adalah pada siklus 1 nilai aktivitas siswa 73,5, pada siklus 2 nilai aktivitas siswa adalah 79,2, dan siklus 3 nilai aktivitas siswa 86,9. Kemampuan menulis karangan narasi siswa meningkat dengan menggunakan model experiential learning. Secara keseluruhan nilai hasil menulis karangan narasi siswa pada tiap siklusnya meningkat pada siklus 1 nilai hasil menulis karangan narasi siswa adalah 63,2, pada siklus 2 nilai hasil menulis karangan narasi siswa adalah 68,9, dan siklus 3 nilai hasil menulis karangan narasi siswa adalah 76,8. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah
11 | A n t o l o g i U P I
Volume
mencapai nilai KKM yang ditentukan oleh sekolah SDN Jalan Anyar yaitu 70. Dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi baik dari segi aktivitas maupun hasil dengan menggunakan model experiential learning meningkat. Hal ini ditandai dengan peningkatan aktivitas kemampuan siswa dalam menentukkan judul karangan, membuat karangan narasi, dan membacakan hasil karangan narasi. Selain itu peningkatan kemampuan siswa juga terlihat dari hasil karangan narasi yang telah dibuat oleh siswa yang memuat isi karangan, bahasa, penggunaan huruf kapital, penggunaan tanda baca. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2012). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung : Refika Aditama. Ambarwati, Y., Andayani, & Rakhmawati, A, (2015). Pembelajaran keterampilan menulis Karangan argumentasi. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 3 (2), hlm 1-17. Cahyani, I. (2012). Pembelajaan menulis berbasis karakter dengan pendekatan experiential learning. Bandung : Program Studi Pendidikan Dasar SPS UPI. Dananjaya, U. (2010). Media pembelajaran aktif. Bandung : Nuansa. Darmayanti, M.A.I. (2014). Peningkatan keterampilan Menulis paragraf argumentasi Melalui pembelajaran berbasis masalah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 47, 2(3), hlm. 145-154.
Edisi No.
Juni 2016
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2003). Undang-undang republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jakarta: Depdikbud. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Jakarta: Depdiknas. Dobos, A. (2014). Experiential Learning for Professional Depelovment in the Civil Service. Procedia-Social and Behaviour Science, 116 (2014), hlm. 5895-5090. Erselcan, F. (2015). Relevance of education to real life and of real life to education-experiential learning for international business. Procedia-social and behavioral sciences, 177 (2015), hlm. 410-405. Halimah, L. (2012). Sikap profesional guru dan keterampilan dasar mengajar. Bandung : Rizqi Press. Mahargyani, D.A., Waluyo, J.H & Saddhono, K. (2012). Peningkatan kemampuan menulis deskripsi dengan menggunakan metode field trip pada siswa sekolah dasar. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1 (2), hlm. 30-44. Nurrudin. (2007). Dasar-dasar penulisan. Malang : UMM Press. Phillips, & Sarah. (2004). Young learners. New York : Oxford University Press. Putri, D. (2012). Kemampuan menulis karangan persuasi Siswa kelas x sman 1 kabupaten solok selatan. Jurnal Al-Ta’lim, 1(1), hlm. 24-37.
Janiska Mediana1, Ernalis2, Titing Rohayati3 PENGGUNAAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SEDERHANA DI KELAS III | 12 Salavastru, D (2014). Experiential learning and the pedagogy of interrogation in the education of adults. Procedia-Social and Behavioral Science, 142 (2014), hlm. 548-552. Silbermen, M. (2014). Handbook experiential learning strategi pembelajaran dari dunia nyata. Bandung: Nusa Media. Wiriaatmadja, R. (2005). Metode penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yunus, dkk. (2009). Menulis 1. Jakarta : Universitas Terbuka.