e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
PENERAPAN MEDIA KARTU CERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) NURUN NAJAH SUMBERKIMA Lina Mayawati1, Ni Nym. Garminah2, Nym. Kusmariyatni3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas V MI Nurun Najah Sumberkima setelah diterapkan media kartu cerita. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V semester II MI Nurun Najah Sumberkima Tahun Pelajaran 2012/2013, yang berjumlah 27 orang. Data kemampuan menulis karangan narasi siswa dikumpulkan menggunakan tes hasil menulis karangan narasi. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terjadi peningkatan pada nilai rata-rata siswa dalam menulis narasi sebesar 19,49% dari 60,55 pada siklus I menjadi 80,04 pada siklus II, (2) terjadi peningkatan pada daya serap (DS) siswa sebesar 19,49% dari 60,55% pada siklus I menjadi 80,04% pada siklus II, (3) terjadi peningkatan pada ketuntasan belajar (KB) siswa sebesar 41% dari 37% pada siklus I menjadi 78% pada siklus II, (4) terjadi perbedaan yang signifikan pada kemampuan menulis karangan narasi pada siswa sebelum menggunakan media kartu cerita dengan setelah menggunakan media kartu cerita. Hal ini berarti penerapan media kartu cerita berpengaruh positif terhadap kemampuan menulis karangan narasi. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diterapkan media kartu cerita untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa. Kata kunci : media, kartu cerita, karangan narasi, kemampuan menulis Abstract This study aimed to determine the increase of the ability in writing narrative essays of the fifth grade students of MI Nurun Najah Sumberkima through the application media story cards. This research is a classroom action research which was conducted in two cycles. The subjects were the second semester of fifth grade students of MI Nurun Najah Sumberkima in the Academic Year of 2012/2013, as many as 27 people. The data of the ability in writing narrative essays were collected using the test results of students’ narrative essays. The collected data was then analyzed by quantitative descriptive method. The results through the application of card media stories showed that (1) an increase in the value of the students’ average in writing narrative by 19.49% from 60.55 to 80.04 in the first cycle to the second cycle, (2) an increase in power absorption (DS) 19.49% of the students at 60.55% in the first cycle to 80.04% in the second cycle, (3) an increase in students’ mastery learning (KB) by 41% from 37% in the first cycle to 78 % in the second cycle, (4) there is a significant difference in the ability in writing a narrative essay on students before and after using the media story card. This means the application of media card story has a positive effect on the ability in writing a narrative essay.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Therefore, the learning can be applied to Indonesian media story cards to improve students' ability in writing a narrative essay. Keywords: media, story cards, narrative essay, writing skills
PENDAHULUAN Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Kegiatan menulis menjadikan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dan merangsang keterampilan siswa dalam merangkai kata. Akan tetapi dalam penerapannya banyak orang mengalami kesulitan untuk membiasakan siswa belajar menulis. Penyebabnya adalah kesalahan dalam hal pengajaran yang terlalu kaku sehingga menimbulkan kesan bahwa menulis itu sulit. Belum banyak guru yang dapat menyuguhkan materi pelajaran dengan cara yang tepat dan menarik. Maka dari itu, wajar jika murid pun akhirnya tidak mampu dan tidak menyukai pelajaran menulis (mengarang) Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar memiliki empat aspek keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa. Keterampilan tersebut adalah keterampilan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis (Kurikulum 2006 KTSP: 34). Menurut Zainurrahman (2011:2) menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang mendasar (berbicara, mendengar, menulis, dan membaca). Diantara keterampilan berbahasa yang lain, menulis merupakan salah satu keterampilan yang tidak dikuasai oleh setiap orang, apalagi menulis dalam konteks akademik (academic writing), seperti menulis esai, karya ilmiah, laporan penelitian, dan sebagainya. Salah satu standar kompetensi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V sekolah dasar adalah “Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis” dengan kompetensi dasar “Menulis Karangan Berdasarkan Pengalaman dengan Memperhatikan Pilihan Kata dan Penggunaan Ejaan” sesuai dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia pada KTSP 2006.
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, siswa kelas V dituntut agar memiliki kemampuan menulis berdasarkan pengalaman. Oleh karena itu dipilih standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut untuk diteliti agar dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas V dalam menulis karangan narasi. Berbagai pengalaman yang diperoleh siswa secara bebas dapat diwujudkan melalui tulisan. Kenyataan menunjukkan bahwa siswa kelas V merasa sulit menulis pengalamannya dalam bentuk narasi. Hal ini diketahui dari hasil observasi yang dilakukan pada hari selasa, 10 April 2012. Pada saat itu siswa disuruh membuat sebuah karangan narasi . Sebagian besar siswa ada yang menoleh ke kiri dan ke kanan untuk bertanya kepada temannya ada juga yang diam saja tidak mengerjakan apa-apa. Hal ini terjadi karena siswa tidak bisa membuat karangan atau tulisan narasi. Ada pula siswa yang ribut karena tidak bisa membuat tulisan narasi, dan bermain-main dengan temannya. Di samping hasil observasi yang dilakukan pada 10 April 2012, ketidakpahaman siswa menulis narasi dapat ditunjukkan dari hasil penilaian menulis atau karangan. Hasil menulis karangan narasi menunjukkan bahwa:15 orang siswa dari 27 orang (56 %) tidak mampu mendapatkan nilai 63 yang menjadi standar KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia di MI Nurun Najah Sumberkima. Setelah dicermati ternyata siswa mengalami kesulitan menyusun kalimat, memilih kata-kata, menyusun paragraf, memilih tema, dan mengurutkan kejadiankejadian yang dialami. Dari temuan tersebut maka ditemukan permasalahan-permasalahan: (1) siswa belum mampu menulis terstruktur untuk mengungkapkan ide atau membuat karangan dengan baik, (2) siswa tidak dapat secara cepat dan tepat menulis karangan narasi, (3) siswa mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat, memilih kata-kata, menyusun paragraf, memilih
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 tema, dan mengurutkan kejadian-kejadian yang dialami, dan (4) siswa bingung menentukan bentuk karangan yang harus ditulis, sehingga sangat sulit untuk memulai menulis. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menulis narasi maka diupayakan penggunaan media pembelajaran yang relevan agar siswa lebih mudah menulis narasi. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang berarti ’tengah’,’perantara’ atau ’pengantar’. Pengertian media secara terminologi cukup beragam, sesuai sudut pandang para pakar pendidikan. Sadiman (2009:6) mengatakan media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Menurut Oemar Hamalik (2001:125) mendefinisikan media sebagai teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Menurut Asra (2007:5) kata media dalam ”media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau pengantar; sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang melakukan suatu kegiatan belajar. Dengan demikian, media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengkondisikan seseorang untuk belajar. Dengan kata lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung bahan belajar yang diterima siswa diperoleh dari media. Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti kebenarannya yaitu bahwa pelajar sebanyak-banyaknya berinteraksi dengan sumber belajar. Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diharapkan dapat diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang optimal. Atas
dasar ini, beberapa media pembelajaran Bahasa Indonesia sangat perlu diaplikasikan dalam setiap pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Di samping itu, penggunaan media pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk mengaktifkan siswa dalam belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah wahana penyalur pesan berupa sumber-sumber belajar lain yang memadai untuk mengkondisikan seseorang untuk berinteraksi dan belajar sehingga tercapai hasil belajar yang optimal. Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting. Sebab media dapat menunjang keberhasilan pembelajaran, begitupun sebaliknya tanpa adanya media dalam pembelajaran maka keberhasilan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan baik. Bahkan kalau dikaji lebih jauh, media tidak hanya sebagai penyalur pesan yang harus dikendalikan sepenuhnya oleh sumber berupa orang, tetapi dapat juga menggantikan sebagian tugas guru dalam penyajian materi pelajaran. Dalam proses pembelajaran antara materi, guru, strategi, media, dan siswa menjadi rangkaian mutual yang saling mempengaruhi sesuai kedudukan masingmasing. Guru berkedudukan sebagai penyalur pesan dan siswa berkedudukan sebagai penerima pesan. Sedangkan media berkedudukan sebagai perantara dalam pembelajaran. Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan berkenaan dengan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa antara lain: a) pengajaran agar lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, b) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik, c) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran, d) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain. Salah satu media pembelajaran yang cocok untuk digunakan adalah kartu cerita. Media pembelajaran kartu cerita sebagai salah satu alat pembelajaran yang berupa kartu yang berisi kalimat digunakan dalam upaya meningkatkan mutu hasil belajar siswa dalam pembelajaran mengarang. Media pembelajaran kartu bercerita adalah kartu yang berisi kalimat utama yang harus dikembangkan siswa menjadi kalimat-kalimat penjelas agar menjadi sebuah wacana (Depdikbud, 1997:16). Secara berkelompok siswa menganalisis kartu-kartu yang diberikan, mengurutkannya, kemudian membuat sebuah karangan dari rangkaian kartu yang telah diurutkan. Media kartu cerita berisi kalimat utama sebuah cerita sesuai dengan urutannya dan membentuk sebuah kerangka karangan yang baik. Dengan penggunaan media kartu cerita dalam pembelajaran siswa diharapkan dapat mengorganisasikan daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur karangan secara tepat. Kartu cerita sebagai salah satu media pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran mengarang. Penggunaan media pembelajaran kartu cerita adalah dengan mengurutkan kartu-kartu yang berisi kalimat utama sebuah cerita sehingga sesuai dengan urutannya dan membentuk sebuah kerangka karangan yang baik. Dengan menggunakan media pembelajaran kartu cerita, siswa diajak bermain sambil belajar. Artinya guru membuat suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa secara tidak disadari melakukan kegiatan belajar dalam permainannya. Melalui media pembelajaran kartu cerita ini siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya baik secara individu maupun
kelompok agar dapat memenangkan permainan. Dalam kegiatan belajar menggunakan media pembelajaran kartu cerita ini, guru hanya bertindak sebagai ”juri” atau ”wasit” yang menentukan waktu dan pemenang permainan. Dengan demikian siswa akan merasa tertantang dan berusaha supaya mereka dapat memenangkan permainan ini. Guru bertugas sebagai motivator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat. Artinya, siswa tidak berlaku curang, misalnya dengan melihat pada buku pelajaran, mencontoh siswa atau kelompok lain, dan sebagainya. Sebelum melakukan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran kartu cerita terlebih dahulu guru harus mengetahui tahap-tahap pelaksanaan media pembelajaran kartu cerita dalam pembelajaran. Tahap-tahap penggunaan media pembelajaran kartu cerita adalah sebagai berikut: 1) guru menginformasikan siswa tentang cara bermain kartu cerita dan menetapkan waktu permainan, 2) guru membagikan kartu cerita kepada siswa, 3) siswa secara berkelompok berusaha mengurutkan kartu-kartu tersebut sesuai dengan urutannya yang tepat, guru mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan kegiatan siswa, 4) secara perwakilan, siswa menempelkan hasil kartu cerita di papan tulis, 5) siswa membuat draf karangan narasi sesuai dengan urutan kartu cerita yang sudah dibuat, 6) siswa melakukan revisi apabila ada kesalahan draf karena susunan kartu cerita yang salah, guru mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan kegiatan siswa, 7) secara perwakilan kelompok, siswa membacakan hasil tulisan narasi yang dibuat, 8) melakukan diskusi kelas untuk menentukan urutan kartu cerita yang tepat dan pemenang permainan. Dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan media pembelajaran kartu cerita di atas, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisasikan daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur karangan secara tepat. Hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang karangan daripada guru menerangkan teknik dan cara mengarang dari awal hingga akhir pelajaran. Dalam hal
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 ini, siswa secara aktif dapat menyimpulkan sendiri materi pelajaran tersebut. Beberapa kelebihan media kartu cerita diantaranya: (1) siswa lebih aktif dalam berpikir dan mengolah sendiri informasi yang diberikan, (2) kegiatan belajar lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar kepada siswa, (3) pembentukan semangat kebersamaan, kerja sama, dan saling menghargai pendapat sesama anggota dalam kelompok, (4) siswa lebih dikenalkan pada kompetisi yang sehat. Sedang kekurangan dari media kartu cerita antara lain: (1) siswa terkadang saling mengandalkan dalam mengurutkan kartu cerita, (2) suasana belajar yang dibentuk dalam permainan terkadang membuat siswa ada yang bermain-main dalam belajar, (3) kartu cerita sering dijadikan bahan permainan oleh siswa, (4) banyak waktu yang dibutuhkan. Penggunaan media pembelajaran kartu cerita adalah dengan mengurutkan kartu-kartu yang berisi kalimat utama sebuah cerita sehingga sesuai dengan urutannya dan membentuk sebuah kerangka karangan yang baik. Secara berkelompok siswa menganalisis dengan cara kartu-kartu yang diberikan, mengurutkannya, kemudian membuat sebuah karangan dari rangkaian kartu yang telah diurutkan. Proses pembuatan karangan dilakukan oleh masing-masing siswa tidak secara berkelompok seperti pada saat menganalisis kartu cerita. Dengan menggunakan media pembelajaran kartu cerita, siswa akan lebih mudah merangkai kalimat dan membuat karangan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengkaji tentang Penerapan Media Kartu Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi pada Siswa Kelas V MI Nurun Najah Sumberkima Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan menulis karangan narasi setelah penggunaan media kartu cerita pada siswa kelas V MI Nurun Najah Sumberkima.
METODE Penelitian yang akan dilaksanakan termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (PTK), yang dilaksanakan secara berulang dalam bentuk siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yang meliputi: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan evaluasi serta refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di MI Nurun Najah Sumberkima Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 27 orang siswa terdiri dari 11 orang siswa putri dan 16 orang siswa putra. Yang menjadi objek penelitian ini adalah kemampuan menulis karangan narasi. Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai guru Bahasa Indonesia kelas V, sehingga diharapkan nantinya dapat memberikan hasil yang optimal dalam pembelajaran. Data yang dicari dalam penelitian ini adalah data hasil tulisan narasi siswa. Untuk mengumpulkan data hasil tulisan narasi tersebut digunakan metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes keterampilan menulis kepada setiap siswa yang dikerjakan secara individu pada setiap akhir pembelajaran. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Agar data kemampuan menulis karangan narasi dapat dianalisis dengan analisis deskriptif kuantitatif, maka terlebih dahulu dihitung rata-rata ( X ), daya serap (DS), dan ketuntasan belajar (KB). Berhasil atau tidaknya siswa menulis karangan narasi secara klasikal dapat diketahui melalui daya serap (DS) dan ketuntasan belajar (KB). Hasil perhitungan kemudian dikonversikan ke dalam penilaian acuan patokan (PAP) skala 5 (Agung,2010:58). Kriteria Penilaian Kemampuan Menulis Karangan Narasi disajikan pada Tabel 1.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Tabel 1. Kriteria Penilaian Kemampuan Menulis Karangan Narasi Persentase 90 % - 100 % 80 % - 89 % 65 % - 79 % 55 % - 64 % 0 % - 54 %
Predikat Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
Kriteria keberhasilan hasil belajar yang digunakan adalah tercapainya ratarata kelas minimal 70, daya serap siswa minimal 85 %, dan ketuntasan belajar minimal 80 %. Sehingga rentangan hasil belajar yang dicapai siswa 80 % - 89 % dan masuk dalam kategori Baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa daya serap lebih baik dibandingkan dengan
ketuntasan belajar karena ketuntasan belajar belum dianggap berhasil apabila siswa tidak menguasai materi yang telah diajarkan HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data deskriptif kuantitatif yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Hasil Tulisan Narasi Siswa Siklus I Kategori Rata-rata kelas (X) Daya serap (DS) Ketuntasan belajar (KB)
Hasil 60,55 60,55 % 37 %
Standar Keterangan 70.00 Di bawah standar/ Belum Tuntas 70 % Di bawah standar/ Belum Tuntas 70 % Di bawah standar/ Belum Tuntas
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa nilai rata-rata siswa tergolong belum tuntas karena belum mencapai standar minimal yang ditentukan, yaitu 70. Daya serap (DS) dan ketuntasan belajar (KB) secara klasikal tergolong kategori belum tuntas karena belum mencapai standar minimal yang ditentukan, yaitu 70%.
Pencapaian daya serap (DS) sebesar 60,55% dan untuk ketuntasan belajar (KB) hanya 37 %. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hasil menulis karangan narasi siswa pada siklus I termasuk dalam kategori belum tuntas. Hasil Tulisan Narasi Siswa Siklus II disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Tulisan Narasi Siswa Siklus II Kategori Rata-rata kelas (X) Daya serap (DS) Ketuntasan belajar (KB)
Hasil 80,04 80,04 % 78 %
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa nilai rata-rata siswa, daya serap (DS), dan ketuntasan belajar (KB) tergolong kategori tuntas karena sudah di atas standar minimal yang ditentukan, yaitu 70. Hasil yang dicapai siswa untuk rata-rata (X) sebesar 80,04. Daya serap (DS) sebesar 80,04 % dan untuk ketuntasan belajar mencapai 78 %.
Standar Keterangan 70,00 Di atas standar / Tuntas 70 % Di atas standar / Tuntas 70 % Di atas standar / Tuntas
Rata-rata kelas meningkat 19,49 dari 60,55 pada siklus I menjadi 80,04. Daya serap (DS) meningkat 19,49 % dari 60,55 % pada siklus I menjadi 80,04%. Ketuntasan belajar (KB) meningkat 41 % dari 37 % pada siklus I menjadi 78 % pada siklus II. Persentase hasil menulis karangan narasi siswa disajikan pada Tabel 4.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Tabel 4. Persentase Hasil Menulis Karangan Narasi Siklus I dan Siklus II Kategori Rata-rata (X) Daya serap (DS) Ketuntasan belajar (KB)
Siklus I 60,55 60,55 % 37 %
Hasil menulis karangan narasi siswa pada siklus II sudah jauh meningkat bila dibandingkan dengan siklus I. Siswa sudah mampu menggunakan ejaan yang benar, pemilihan diksi sudah tepat, kalimat sudah runtut, tema dan judul karangan juga sudah sesuai dengan kartu cerita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hasil menulis karangan narasi termasuk kategori tuntas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan media kartu cerita mampu meningkatkan kemampuan siswa menulis karangan narasi. Berdasarkan hasil tersebut, perbaikan pembelajaran masih perlu dilaksanakan. Karena kriteria penelitian yang ditentukan sudah tercapai dan siklus penelitian telah berakhir, perbaikan pembelajaran pun tidak bisa dilaksanakan. Namun, perbaikan pembelajaran dengan jalan membimbing siswa akan dilakukan oleh guru melalui pembelajaran selanjutnya. Oleh karena itu, peneliti memberi masukan kepada guru sebagai berikut: 1) siswa perlu mendapat bimbingan yang intensif tentang penyusunan kalimat tunggal, penggunaan huruf kecil, huruf kapital, dan penulisan kata depan. 2) siswa tetap dibimbing pada saat berdiskusi, sehingga diskusi menjadi lebih terarah. Hal ini akan berpengaruh pada cepat lambatnya penyelesaian tulisannya. 3) siswa perlu diberikan kesempatan membaca hasil penyusunan kartu cerita temannya, sehingga siswa mampu membandingkan hasil tulisannya sendiri dengan tulisan temannya. Hal ini akan membantu siswa di dalam memperkaya kosa kata. Berdasarkan hasil penelitian menulis karangan narasi pada siswa kelas V yang telah dilaksanakan dalam dua siklus menunjukkan terjadinya peningkatan hasil tulisan karangan narasi siswa melalui penerapan media kartu cerita. Dengan memperhatikan tabel 4 tentang perbandingan hasil tulisan narasi
Siklus II 80,04 80,04 % 78 %
Keterangan Naik 19,49 Naik 19,49 % Naik 41 %
Kesimpulan Tuntas Tuntas Tuntas
siswa siklus I dan siklus II terlihat bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan yang paling tinggi terjadi pada kategori ketuntasan belajar (KB). Secara umum kriteria keberhasilan minimal sudah terlampaui. Ini berarti bahwa penggunaan media kartu cerita secara efektif mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Penggunaan media kartu cerita ini bertujuan agar siswa mampu menyusun dan mengurutkan kartu cerita menjadi sebuah kerangka karangan yang bagus. Selanjutnya, kerangka karangan yang sudah tersusun bagus tersebut dikembangkan dengan kalimat sendiri menjadi sebuah karangan yang lengkap. Dengan strategi ini ternyata terjadi peningkatan hasil yang memuaskan. Kendala yang ditemukan pada siklus I adalah siswa kurang antusias dalam menyusun kartu cerita. Hal ini terjadi karena media kartu cerita yang digunakan seragam untuk semua kelompok dan dicetak tidak berwarna. Untuk mengatasi kendala ini sekaligus untuk menarik minat siswa, maka pada siklus II kartu cerita yang digunakan berbeda-beda untuk masing-masing kelompok dan kartu cerita dicetak warna. Strategi ini ternyata berhasil. Siswa sangat antusias dalam menyusun kartu cerita dan aktif berdiskusi dengan teman-temannya, sehingga menghasilkan susunan kartu cerita yang bagus. Susunan kartu cerita tersebut merupakan sebuah kerangka karangan yang utuh sehingga siswa dengan kemampuan masing-masing mampu mengembangkan kerangka karangan tersebut menjadi sebuah karangan narasi yang memenuhi syarat. Siswa mengembangkan kerangka karangan sesuai dengan topik yang telah ditentukannya. Pada kesempatan itu, guru sebagai partner belajar siswa, sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan. Secara leluasa siswa melakukan aktivitas
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 menyusun kartu cerita sehingga menjadi tulisan narasi. Dengan demikian, tulisan narasi berhasil disusun oleh siswa melalui kondisi belajar yang interaktif. Dalam kelas yang interaktif, diupayakan antara siswa yang satu dan lainnya serta antara guru dan siswa menjalin komunikasi untuk mewujudkan tulisan narasi. Arini (2010: 44) mengutip teori Cummins dalam Gibbons (1993) menyatakan sebagai berikut, “Perkembangan anak dalam belajar di sekolah ditekankan pada sebuah kelas yang interaktif. Kelas yang interaktif merupakan kelas yang tidak berpusat pada guru dan di dalam kelas itu sungguhsungguh ada kesempatan berkomunikasi antara siswa dan guru serta antara siswa dan siswa lainnya”. Dalam situasi kelas yang interaktif, guru tidak hanya mendorong siswa agar menghasilkan tulisan narasi berdasarkan kartu cerita, tetapi juga menciptakan situasi agar siswa aktif belajar. Bimbingan guru sangat diperlukan pada saat siswa mengalami kesulitan. Bimbingan guru yang diberikan kepada siswa pada dasarnya merupakan pembuka jalan untuk mencapai tingkat keterampilan menulis secara mandiri. Bila siswa telah mampu menulis tanpa bimbingan guru, secara perlahanlahan bimbingan dikurangi. Hal ini senada dengan pernyataan Vygotsky (dalam Gunning 1992: 400) yang dikutip Arini (2005: 43) dengan teori scaffolding yaitu bimbingan yang diberikan guru kepada siswa hanya berfungsi sebagai perancah untuk memperkuat potensi siswa mencapai tingkat kemampuan yang maksimal. Hal ini berarti bahwa siswa diberikan bimbingan apabila siswa memerlukannya. Dengan bimbingan itu, siswa lebih percaya pada hasil kegiatan yang telah diperolehnya. Apabila siswa telah mampu mewujudkan tulisan narasi tanpa difasilitasi oleh guru, maka bimbingan tidak diperlukan lagi. Dengan demikian, siswa menjadi siswa yang mandiri, baik pada saat mereka bekerja secara berkelompok maupun secara individu. Disamping itu, siswa memiliki kemandirian belajar meskipun tidak didampingi oleh guru. Mereka juga memiliki kemandirian dalam menentukan topik yang ditulis serta kemandirian mengembangkan topik menjadi tulisan.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran kartu cerita dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas V MI Nurun Najah Sumberkima pada saat menulis karangan narasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai ratarata (X) sebesar 19,49 dari 60,55 menjadi 80,04. Daya serap (DS) mengalami peningkatan sebesar 19,49 % dari 60,55 % menjadi 80,04 %. Ketuntasan belajar (KB) mengalami peningkatan sebesar 41 % dari 37 % menjadi 78 %. Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut. 1) Siswa hendaknya senantiasa belajar menulis yang nantinya dapat dimanfaatkan pada pelajaran menulis pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, 2) Guru sekolah dasar hendaknya berusaha mencari informasi yang lebih banyak tentang strategi pembelajaran menulis yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi, 3) Guru hendaknya aktif dan kreatif membimbing siswa selama kegiatan menulis karangan narasi baik secara individual maupun berkelompok sehingga kemampuan siswa menulis karangan narasi meningkat. Dengan demikian, siswa akan tertarik melakukan aktivitas menulis, baik di sekolah maupun di rumah, 4) Guru hendaknya berupaya memilih dan memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Dengan media pembelajaran siswa menjadi lebih tertarik untuk belajar, 5) Pihak sekolah dan kepala sekolah hendaknya berupaya memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran dengan menyediakan sarana pembelajaran yang sesuai. DAFTAR RUJUKAN Agung, A.A. Gede. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Agung, A.A. Gede. 2010. ”Penelitian Tindakan Kelas”. Makalah disajikan dalam Workshop Jurusan PGSD. FIP
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Undiksha. Singaraja 27 September 2010. Agung, A.A. Gede. 2010. Evaluasi Pendidikan. Singaraja: FIP Universitas Pendidikan Ganesha. Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia pada http://scribd.com (diakses tanggal 13 April 2012). Arini,
Arini,
Ni Wayan. 2002. Implementasi Tahapan Proses Manulis Menurut Tompskins dalam pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Ni Wayan. 2005. Implementasi Strategi Aktivitas Menulis Terbimbing dalam menulis deskripsi pada Siswa Kelas 4 SD Nomor 2 Banjar Bali Singaraja. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Arini, Ni Wayan. 2006. Mengefektifkan Pembelajaran Menulis Deskripsi dengan Memanfaatkan Benda-benda Lingkungan Kelas Sebagai Sumber Belajar Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar No. 3 Kampung Anyar Singaraja. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja: FIP Universitas Pendidikan Ganesha. Asra, dkk. 2007. Bahan Ajar Cetak PJJ: Komputer dan Media Pembelajaran di SD. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Azhar Arsyad. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Depdikbud. 1997. Pedoman Pembuatan dan Penggunaan Alat Peraga/Praktik Sederhana Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Pedoman Penilaian di Sekolah Dasar. Jakarta. Endrayani, IGAE. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (problem- Based Learning) dan penilaian Dokumen portofolio untuk meningkatkan Efektivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran KKPI di Kelas XII TMO3 SMK Negeri 3 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: FTK Universitas Pendidikan Ganesha. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Handayani, I Gusti Ayu. 2011. Penggunaan Kartu Bercerita untuk Meningkatkan Aktivitas dan Kemampuan Menulis Karangan narasi Siswa Kelas V SD No. 1 Penglatan. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: FIP Universitas Pendidikan Ganesha. Kurikulum 2006 KTSP. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. 2008. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Muliadi. 2007. Kemampuan Mengembangkan Karangan narasi Berdasarkan Teks Wawancara oleh Siswa Kelas 1 SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Skripsi (tidak diterbitkan). FKIP Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh. Tersedia pada http://downloads.ziddu.com/downloadfile/90 47841/Pend-Bhs-Indonesia 4.zip.html (diakses tanggal 12 April 2012). Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Nana Sudjana, Ahmad Rivai. 2010. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Neni Suherni. 2009. Penggunaan Media Pembelajaran Kartu Bercerita untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kenanga Kabupaten Cirebon. Skripsi (tidak diterbitkan). FKIP Universitas Pendidikan Indonesia, Sumedang. Tersedia pada http://www.scribd.com (diakses pada tanggal 21 Mei 2012). Sadiman, Arief S., dkk. 2009. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sholeh Hamid, Moh. 2011. Metode Edutainment. Yogyakarta: Diva Press. Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Warsidi, Edi dan Farika. 2008. Buku Sekolah Elektronik (BSE) Bahasa Indonesia Kelas V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Wibawa, Basuki dan Farida Mukti. 1991. Media Pengajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Zaki,
Muhamad. 2009. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Bacaan Wacana Narasi Siswa Kelas 5 SD No. 4 Gerokgak. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: FIP Universitas Pendidikan Ganesha
Zainurrahman.2011. Menulis: Dari Teori Hingga Praktik (Penawar Racun Plagiarisme). Bandung: Alfabeta