PENERAPAN MODEL BILDERGESCHICHTE UNTUK PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI DALAM BAHASA JERMAN SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI 8 MALANG Lasmi Kurniasih Pembimbing 1: Sri Prameswari Indriwardhani, M.Pd. Pembimbing 2: Deddy Kurniawan, S.Pd., M.A. E-Mail:
[email protected] Abstract: This study aims to describe the implementation of the Bildergeschcihte in narrative writing. The design of the study is a qualitative descriptive study and the main data source is students of Languages Class XI SMA Negeri 8 Malang. The data show that the Bildergeschcihte helps students develop a story easier and get final score on average 82.87. The research result also shows that the implementation of the Bildergeschichte has run well.The students in the group have worked well and achieved good final scores. Keywords : writing skill, narrative writing, Bildergeschichte-Modell Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan model Bildergeschcihte untuk pembelajaran menulis narasi bahasa Jerman. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan sumber data penelitian adalah 8 orang siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 8 Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bildergeschichte dapat memudahkan siswa untuk menulis narasi dan mendapatkan nilai rata-rata 82,87. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penerapan model Bildergeschichte berjalan dengan baik. Seluruh siswa dapat bekerja sama di dalam kelompok dan memperoleh hasil yang memuaskan. Kata Kunci: Keterampilan menulis, narasi, dan model Bildergeschichte
Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa asing yang memiliki peranan penting dalam percaturan komunikasi global, hal ini dapat dilihat dari kaca mata politik, sosial, budaya, dan eknomi. Pembelajar bahasa Jerman tidak hanya dituntut untuk menguasai bahasa Jerman secara lisan, melainkan juga dalam bentuk tulisan. Bahasa Jerman telah diajarkan pada siswa SMA Negeri 8 Malang sejak masih duduk di kelas X, kemudian dilanjutkan lagi di kelas XI dan kelas XII. Kelas bahasa diberikan waktu lebih banyak dibandingkan dengan kelas pilihan, yaitu 3 x 90 menit setiap minggu, sedangkan kelas pilihan hanya 1 x 90 menit setiap minggu. Pada kenyataannya keterampilan menulis narasi siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 8 Malang masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya siswa mengalami kesulitan dalam menulis. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain: (1) siswa cenderung gaduh saat pembelajaran berlangsung, (2) siswa kesulitan dalam menuangkan ide dalam bentuk tulisan, (3) kurangnya pebendaharaan kata yang dimiliki siswa, (4) kurangnya kemampuan siswa untuk mengembangkan paragraf, (5) kurangnya keterampilan siswa dalam menentukan alur yang tepat untuk cerita narasi yang akan ditulis, dan (6) kurangnya metode atau model yang tepat dalam menulis narasi yang dapat membangkitkan minat dan ide siswa dalam menulis narasi.
1
Salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pembelajaran adalah dalam memilih model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran berkaitan dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga pencapaian tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Semakin tepat model pembelajaran yang dipilih oleh guru, diharapkan semakin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran dalam keterampilan menulis adalah model Bildergeschichte. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan Model Bildergeschichte pada pembelajaran keterampilan menulis Bahasa Jerman dengan judul “Penerapan Model Bildergeschichte untuk Pembelajaran Keterampilan Menulis Narasi dalam Bahasa Jerman Siswa Kelas XI Bahasa SMAN 8 Malang”. Kast (dalam Storch, 2008) menyatakan bahwa menulis dalam pembelajaran dapat dijadikan sebagai kegiatan yang berorientasi pada proses dan juga kegiatan yang berorientasi pada hasil. Menulis sebagai kegiatan yang berorientasi pada proses berkaitan dengan seluruh aktifitas latihan menulis, seperti latihan mengisi kalimat rumpang atau latihan menyusun kalimat, diktat, membuat kerangka dialog untuk persiapan bermain peran, dan lain sebagainya. Sedangkan menulis sebagai kegiatan yang berorientasi pada hasil selalu berkaitan dengan produksi teks dalam bahasa tertulis dengan menggunakan alasan yang sebenarnya (contohnya dalam membuat pernyataan pribadi mengenai sebuah tema). Di dalam penelitian ini keterampilan menulis yang digunakan adalah menulis sebagai kegiatan yang berorientasi pada hasil, karena tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana keterampilan menulis siswa dengan menggunakan model Bildergeschichte. Di dalam pelaksanaannya siswa diminta untuk menulis narasi bentuk insiden. Keraf (2011) mengartikan narasi sebagai suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu , sedangkan insiden (kejadian atau peristiwa) menurut Keraf (2011) adalah cerita yang memiliki karakter yang khas, hidup, bebas yang menjelaskan perbuatan atau kejadian itu sendiri yang mendukung kepentingan insiden tersebut. Model pembelajaran Bildergeschichte merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai medianya. Eckhard (dalam ZUM-Wiki, 2011) mengartikan Bildergeschichte sebagai gambar-gambar urut yang menghasilkan atau memberikan makna. Sedangkan langkah-langkah model ini dijelaskan Scholz (2004) adalah sebagai berikut: setelah dua hingga tiga kali perpindahan siswa membentuk sebuah kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Pembagian tugas untuk masing-masing kelompok adalah: masing-masing kelompok diminta untuk mengurutkan gambar menjadi urutan yang benar, sehingga gambar-gambar tersebut menjadi cerita bergambar yang bermakna yang sesuai dengan tema. Berilah sebuah judul: siswa juga dapat menambahkan subjudul pada masing-masing gambar dari cerita bergambar tersebut. Setelah itu salah satu dari anggota kelompok mempresentasikan hasil cerita bergambar yang telah dibuat. Langkah-langkah pembelajaran di dalam penelitian ini diadopsi dari langkahlangkah model Bildergeschichte menurut Scholz (2004) di atas, dengan tahapan
2
sebagai berikut: (1) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (2)materi disajikan sebagai pengantar pembelajaran, (3) siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil, (4) siswa yang telah dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil diberikan gambar-gambar acak yang berkaitan dengan materi, (5) siswa diminta untuk memperlihatkan urutan gambar dan ditanyakan alasannya, (6) siswa dengan dibantu oleh guru bersama-sama mengurutkan gambar menjadi urutan yang logis, (7) dari urutan gambar tersebut siswa diminta masing-masing untuk membuat karangan narasi, (8) kesimpulan/rangkuman. Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam penelitian ini peneliti bermaksud mendeskripsikan data-data yang diperoleh dengan menggunakan analisis non statistik dan menjelaskan informasi mengenai fenomena tanpa menyebutkan hubungan antar variabel-variabel tertentu. Data dalam penelitian ini diambil dari hasil observasi, dokumentasi narasi siswa, dan angket yang disebarkan kepada siswa. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 8 Malang yang berjumlah 8 orang. Pada penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama pengumpul data. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengobservasi proses pembelajaran dari awal hingga akhir, mendokumentasikan hasil narasi siswa, dan menyebarkan angket kepada siswa. Data hasil penelitian yang terkumpul terdiri dari data hasil observasi, dokumentasi, dan kuisioner. Dalam penelitian ini data-data yang terkumpul dianalisis meliputi tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa pada tahap prapembelajaran siswa bersemangat untuk memulai pembelajaran. Hal ini tampak pada saat siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang merupakan tahap eksplorasi pengetahuan awal siswa yang berhubungan dengan tema pembelajaran. Pada saat siswa diminta untuk menulis narasi, terdapat siswa yang mengantuk dan kurang bersemangat. Hal ini dapat disebabkan proses pembelajaran yang cukup panjang, yaitu 180 menit. Oleh karena itu guru berupaya untuk membangkitkan kembali semangat siswa dengan beristirahat sejenak sebelum melanjutkan untuk kegiatan menulis narasi. Skoring dilakukan terhadap hasil karangan narasi siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 8 Malang berdasarkan aspek-aspek penilaian hasil narasi siswa yang meliputi kesesuaian isi narasi dengan Bildergeschichte, hubungan atau kesinambungan antarkalimat dalam narasi, dan gramatika. Penilaian terhadap aspek-aspek tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan di dalam RPP. Aspekaspek dan kriteria penilaian yang digunakan dalam penelitian telah disesuaikan dengan aspek-aspek dan indikator yang digunakan oleh guru mata pelajaran bahasa
3
Jerman SMA Negeri 8 Malang. Rentang skor dalam setiap aspek tersebut adalah 1-3 yang telah memiliki kriteria tersendiri dalam penilaiannya. Pada aspek kesesuaian isi narasi dengan Bildergeschichte siswa mendapat skor 3 apabila semua Bildergeschichte diungkapkan dalam narasi. Apabila dalam narasi siswa hanya mengungkapkan 5 dari 8 gambar yang terdapat di dalam Bildergeschichte maka skor yang diperoleh adalah 2, dan siswa memperoleh skor 1 apabila Bildergeschichte yang dituangkan di dalam narasi kurang dari 5 gambar. Dari hasil penilaian ditemukan bahwa semua narasi siswa telah sesuai dengan seluruh gambar yag terdapat di dalam Bildergeschichte yang telah disediakan. Hal ini berarti 8 orang siswa mendapat skor 3 dalam aspek kesesuaian antara isi narasi dengan Bildergeschichte. Aspek penilaian kedua adalah aspek kesinambungan kalimat yang terdapat di dalam narasi siswa dengan kriteria-kriteranya. Siswa mendapat skor 3 apabila kalimat-kalimat yang diungkapkan di dalam narasi mempunyai kesinambungan, kohesi yang baik dan kata sambung yang tepat dan benar. Siswa mendapat skor 2 jika kalimat-kalimat yang diungkapkan mempunyai kesinambungan tetapi kohesi yang digunakan kurang dan penggunaan kata sambung yang kurang tepat. Sedangkan siswa yang menulis narasi dengan kalimat-kalimat yang memiliki kesinambungan, tetapi tidak ada kohesi dan menggunakan kata sambung yang tidak tepat mendapatkan skor 1. Dari 8 orang siswa, 5 orang telah dapat mengungkapkan kalimat dengan kohesi yang baik dan kata sambung yang tepat, sehingga kelima orang siswa tersebut mendapat nilai 3. Sedangkan 3 orang siswa lainnya mendapatkan skor 2. Tidak terdapat siswa yang mendapatkan skor 1. Aspek yang terakhir adalah aspek penilaian dari segi gramatika dan ortografi. Apabila siswa mengungkapkan kalimat sesuai konteks, tetapi terdapat kesalahan ortografi yang tidak terlalu menganggu makna kalimat dan masih dapat dimengerti, skor yang diperoleh adalah 3. Siswa mendapat skor 2 apabila di dalam kalimat siswa terdapat kesalahan gramatika dan ortografi, tetapi kalimat tersebut masih dapat dimengerti. Siswa mendapatkan skor 1, apabila kalimat yang diungkapkan telah sesuai konteks, tetapi masih terdapat kesalahan gramatika dan ortografi yang mengganggu makna kalimat. Pada aspek ini terdapat 3 orang siswa yang mendapatkan skor 3. 3 orang siswa mendapatkan skor 2, dan 2 orang siswa yang lain mendapatkan skor 1. Berdasarkan hasil angket yang telah diisi siswa ditemukan bahwa respon siswa terhadap penerapan model Biledrgeschichte memuaskan. Berdasarkan hasil angket yang telah di isi siswa ditemukan bahwa respon siswa terhadap penerapan model Biledrgeschichte memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner siswa yang menunjukkan minat siswa terhadap pembelajaran dengan model Bildergeschichte. Siswa mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini menarik dan menyenangkan, sehingga siswa dapat terbantu dan termotivasi bekerja di dalam kelompok, maupun individu saat menulis narasi. Pembahasan Di awal pembelajaran siswa diberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran, selanjutnya siswa mendengarkan penyampaian materi gramatik tentang Prӓ positionen mit Zeitangabe dan trennbare Verben yang
4
berhubungan dengan tema Tagesablauf. Siswa kemudian diberikan latihan sederhana mengenai kedua materi tersebut dengan cara memasangkan preposisi dan kata kerja yang merupakan kata kerja trennbar. Selanjutnya siswa diminta membuat sebuah kalimat dari kata kerja trennbar yang telah disusun dengan menggunakan Zeitangabe yang tepat. Siswa dan guru kemudian bersama-sama membahas beberapa kalimat yang telah dibuat siswa dan merangkai kalimat yang kurang tepat menjadi kalimat benar dan berterima. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Bildergeschichte, siswa dibagi menjadi 4 kelompok kecil dan mendapatkan sebuah kertas karton dan sebuah amplop bernomor 1 dan 2 yang berisi Bildergeschichte dan kata kerja yang berhubungan dengan Bildergeschichte. Bildergeschichte yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua Bildergeschichte yang berbeda, jadi dua kelompok mendapatkan amplop bernomor 1 dan dua kelompok yang lain mendapat amplop bernomor 2. Pada langkah berikutnya siswa diminta untuk memasangkan Bildergeschichte dengan kata kerja yang sesuai dan mengurutkannya sesuai dengan urutan yang logis dengan menempelkan Bildergeschichte tersebut di atas kertas karton yang telah disediakan. Setelah tersusun masing-masing kelompok kemudian mempresentasikan hasil kerjanya. Langkah-langkah tersebut sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang dimodifikasi dari model Bildergeschichte yang dijelaskan oleh Scholz (2004), yaitu setelah dua hingga tiga kali perpindahan siswa membentuk sebuah kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Pembagian tugas untuk masing-masing kelompok adalah: masing-masing kelompok diminta untuk mengurutkan gambar menjadi urutan yang benar, sehingga gambar-gambar tersebut menjadi cerita bergambar yang bermakna yang sesuai dengan tema. Berilah sebuah judul: siswa juga dapat menambahkan subjudul pada masing-masing gambar dari cerita bergambar tersebut. Setelah itu salah satu dari anggota kelompok mempresentasikan hasil cerita bergambar yang telah dibuat. Pada langkah selanjutnya siswa diberikan waktu 30 menit untuk membuat narasi, jumlah waktu tersebut sesuai dengan alokasi waktu yang tertuang di dalam RPP (lihat lampiran 3). Sedangkan narasi yang didapatkan dari penelitian ini berjumlah 8 buah narasi yang merupakan narasi bentuk insiden, karena dari gambargambar yang telah diurutkan menjadi urutan logis tersebut siswa siswa kemudian menulis cerita yang sesuai dengan kronologis tentang kejadian-kejadian yang terdapat dalam Bildergeschichte mengenai Tagesablauf yang diambil dari buku Themen Aktuell 1. Sejalan dengan itu Keraf (2011) mengartikan insiden (kejadian atau peristiwa) sebagai cerita yang memiliki karakter yang khas, hidup, bebas yang menjelaskan perbuatan atau kejadian itu sendiri yang mendukung kepentingan insiden tersebut. Dari hasil penerapan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa model Bildergeschichte dapat diterapkan dalam pembelajaran menulis narasi bahasa Jerman. Selain memudahkan siswa untuk aktif di dalam kelompok, media gambar yang digunakan di dalam model pembelajaran Bildergeschichte juga dapat membantu siswa mengembangkan imajinasi dan kreatifitasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Müller (dalam Lucardi, 2005) yang mengungkapkan bahwa gambar dalam
5
pembelajaran bahasa Jerman memberikan pembelajar sebuah jalan yang baik untuk bercerita, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan. Selain kelebihan yang telah diungkapkan di atas, ditemukan pula beberapa hambatan dalam penerapan model Bildergeschichte. Hambatan tersebut antara lain (1) tidak mudah untuk menemukan Bildergeschichte atau gambar seri yang sesuai dengan tema pembelajaran, karena dibutuhkan beberapa gambar yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk sebuah cerita utuh dan bermakna. Selain itu gambar harus jelas dan tidak mengandung makna yang ambigu. Hal ini sejalan dengan pengertian Bildergeschichte yang diungkapkan Eckhard (dalam ZUMWiki, 2011) bahwa Bildergeschichte adalah gambar-gambar urut yang menghasilkan atau memberikan makna, (2) dalam penerapan model Bildergeschichte untuk menulis narasi juga perlu dialokasikan waktu cukup panjang yaitu 180 menit, karena terdapat banyak langkah-langkah pembelajaran (lihat lampiran 3). Hal ini menyebabkan siswa kurang bersemangat pada saat menulis narasi yang merupakan langkah terakhir dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu siswa diberikan waktu istirahat selama 8 menit dan kemudian kembali mengerjakan tugas membuat narasi yang diberikan setelah waktu istirahat habis. Skor maksimal untuk masing-masing aspek di dalam penelitian ini adalah 9. Kemudian skor akumulasi dihitung dengaan rumus nilai total (skor akumulasi = 𝑥 98). 𝑆etelah dilakukan analisis terhadap masing9 masing aspek diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel hasil skoring narasi pada masing-masing aspek
No.
Nama Siswa
1. Dian 2. Aditya 3. Wardani 4. Vina 5. Meta 6. Angga 7. Silvie 8. Tia Rata-Rata Skor
Aspek Penilaian Kesesuaian Hubungan Isi dengan Antar Bildergeschichte Kalimat 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3
Ket. Gramatika Penulisan 3 3 2 3 2 2 1 1
Skor Akumulasi 98 87 87 87 76 76 76 76 82,87
T
BT
T T T T T T T T
-
Skor ketuntasan minimal mata pelajaran bahasa Jerman di SMA Negeri 8 Malang dengan berdasarkan KTSP adalah 75. Dari tabel di atas diketahui bahwa seluruh siswa telah mencapai skor ketuntasan minimal dengan skor rata-rata 82,87. Berdasarkan data-data hasil analisis diketahui bahwa siswa banyak melakukan kesalahan pada ortografi dan penyusunan kalimat. Kesalahan pada ortografi tersebut 6
banyak terjadi pada kesalahan penulisan huruf kata benda. Gschossmann dan Hendershot (1987) menjelaskan bahwa dalam bahasa Jerman semua kata benda dan kata yang digunakan sebagai kata benda ditulis dengan huruf kapital. Sedangkan kesalahan gramatik di dalam penelitian ini banyak ditemukan pada kesalahan siswa dalam menyusun kalimat yang di dalamnya terdapat konjungsi atau kata penghubung. Gschossmann dan Hendershot (1987) mengungkapkan bahwa di dalam bahasa Jerman terdapat kata penghubung koordinatif dan kata penghubung subordinatif. Lebih lanjut lagi Gschossmann dan Hendershot (1987) menjelaskan bahwa kata penghubung koordinatif tidak mempengaruhi urutan kata yang teratur dalam kalimat, seperti aber, denn, oder, und dann, sondern, dan und. Sedangkan pada kata penghubung subordinatif kata kerja dalam klausa terikat disusun di akhir kalimat. Berdasarkan hasil penerapan model Bildergeschichte tersebut dapat dikatakan bahwa Bildergeschichte adalah model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam pembelajaran menulis. Hal ini terlihat dari perolehan skor rata-rata siswa setelah akumulasi skor dari ketiga aspek, yaitu 82,87. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan model Bildergeschichte dalam pembelajaran menulis narasi bahasa Jerman berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi, hasil skoring terhadap narasi siswa, dan kuesioner. Penerapan model pembelajaran Bildergeschichte mampu memberikan suasana belajar yang baru dan menyenangkan bagi siswa. Hasil observasi menunjukkan bahwa antusiasme siswa cukup tinggi dalam proses pembelajaran. Selain itu siswa juga terlihat aktif dalam proses pembelajaran. Dari hasil skoring diketahui bahwa skor yang paling banyak diperoleh siswa adalah 76, sedangkan dari hasil skoring akumulasi skor seluruh aspek penilaian tersebut dapat dilihat bahwa seluruh siswa telah memenuhi skor minimal ketuntasan pelajaran bahasa Jerman dengan skor rata-rata 82,87. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model ini cukup efektif diterapkan untuk pembelajaran menulis narasi dalam bahasa Jerman. Sedangkan respon siswa terhadap penerapan strategi ini cukup baik dan positif. Dari hasil kuesioner dapat diketahui bahwa rata-rata siswa senang dengan penerapan model pembelajaran Bildergeschichte. Siswa mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini menarik dan menyenangkan, sehingga siswa dapat terbantu dan termotivasi bekerja di dalam kelompok, maupun individu saat menulis narasi. Selain kelebihan-kelebihan yang dijelaskan di atas, terdapat beberapa kekurangan yang ditemukan berdasarkan hasil observasi peneliti. Kekurangankekurangan tersebut antara lain: (1) kesulitan dalam pemilihan gambar seri untuk disesuaikan dengan tema, karena gambar harus jelas dan tidak mengandung makna yang ambigu, dan (2) dalam pelaksanaannya, model pembelajaran ini membutuhkan waktu yang relatif lama karena terdiri dari beberapa langkah pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk guru bahasa Jerman disarankan agar lebih kreatif lagi dalam pemilihan gambar seri yang disesuaikan dengan tema.
7
Selain itu Bildergeschichte yang digunakan juga harus jelas dan tidak mengandung makna yang ambigu, agar siswa tidak melakukan kesalahan dalam menafsirkan Bildergeschichte tersebut. Guru juga disarankan untuk memperhatikan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk penerapan model Bildergeschichte, karena dalam penerapannya model pembelajaran ini membutuhkan waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan model Bildergeschichte terdiri dari beberapa langkah pembelajaran yang dapat menyebabkan siswa jenuh dalam proses pembelajaran. Daftar Rujukan Eckhard . 2011. Bildergeschichten, (Online), (http://wiki.zum.de/Bildergeschichten), diakses 24 Februari 2012. Gschossmann, Elke F. dan Hendershot. 1987. Teori dan Soal-Soal Deutsche Grammatik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Keraf, Goris. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia. Scholz, Lothar. 2004. Methoden-Kiste. Bonn: bpb. Storch, Günter. 2008. Deutsch als Fremdsprache-Eine Didaktik. Germany: Wilhelm Finnk GmbH & Co. Verlags-KG.
8
Artikel oleh Lasmi Kurniasih ini telah diperiksa dan disetujui.
Malang, 26 April 2012 Pembimbing I
Sri Prameswari Indriwardhani, M.Pd. NIP 19770417 200501 2001
Malang, 26 April 2012 Pembimbing II
Deddy Kurniawan, S.Pd., M.A. NIP 19830801 200604 1002
Malang, 26 April 2012 Mahasiswa
Lasmi Kurniasih NIM 108241410648
9