Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
PENERAPAN INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN MEDIA VISUALISASI SEJARAH KONTROVERSIAL UNTUK MENINGKATKAN KETERBUKAAN DIRI Prijadji2, Wasino2, Djono3. Program Studi Magister Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan investigasi kelompok dengan media visualisasi sejarah kontroversial meliputi persiapan pembelajaran sejarah, peningkatan keterbukaan diri, dan peningkatan prestasi belajar sejarah siswa Kelas XII IPS 2 SMA Negeri 2 Magelang. Metode penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan 3 siklus tindakan. Setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Setiap siklus dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, wawancara, test, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan: perencanaan penerapan investigasi kelompok dengan media visualisasi sejarah kontroversial sesuai dengan rencana. Peningkatan keterbukaan diri siswa dengan presentase angket 71,43% pada siklus I, menjadi 80,95% pada siklus II, dan meningkat 90,48% pada siklus III. Peningkatan prestasi belajar sejarah 83,58% pada siklus I, menjadi 88,22% pada siklus II, dan meningkat 90,43% pada siklus III. Dengan demikian penerapan investigasi kelompok dengan media sejarah kontroversial terdapat keterbukaan diri siswa dan peningkatan prestasi pada siswa XII IPS 2 SMA 2 Magelang. Kata kunci: investigasi kelompok, media visualisasi sejarah kontroverisal, keterbukaan diri.
pembelajaran sekarang ini, misalnya,
PENDAHULUAN Masalah utama dalam pembelajaran
sebagian besar siswa berbicara dengan
pada pendidikan formal dewasa ini
teman sebangkunya ketika kegiatan
adalah masih rendahnya daya serap
belajar
siswa yang dapat diketahui dari rerata
Kemudian
berpikir
pertanyaan, siswa menjawab secara
kritis
memprihatinkan. berdasarkan
siswa
yang masih
Secara
penelitian,
empiris,
serempak.
mengajar
berlangsung.
guru
mengajukan
Siswa
kurang berminat
rendahnya
dengan mata pelajaran sejarah karena
berpikir kritis siswa disebabkan oleh
tidak termasuk mata pelajaran yang
dominannya
diujikan
pembelajaran
secara
konvensional dan teacher centered
dianggap
sehingga siswa menjadi pasif (Triyanto,
membosankan.
2010: 5). Selanjutnya permasalahan yang
muncul
dalam
kegiatan
sebagai
nasional
sehingga
pelajaran
yang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) maju dengan
Page | 278
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
pesat, mengakibatkan tuntutan dan
rendahnya minat siswa untuk membaca
persaingan
pendidikan
kembali pelajaran yang telah dipelajari,
tinggi. Kebutuhan untuk
dan rendahnya kemampuan berpikir
semakin
di
meningkatkan menjadi
dunia
kualitas
dalam
kritis. Selain itu, pemberdayaan siswa
upaya
dalam pembelajaran akan berpengaruh
mengantisipasi adanya perkembangan
terhadap penerimaan materi pelajaran
IPTEK yang begitu cepat dan modern
dari guru tanpa diberikan kesempatan
(Warkim, 2013: 1). Dalam kegiatan
melakukan investigasi secara individual
pembelajaran,
guru
dapat
atau
memanfaatkan
perkembangan
ilmu
mengalami kesulitan dalam upaya
pengetahuan dan teknologi itu sebagai
mencari peningkatan sikap atau afektif
sarana sumber dan media visualisasi
karena
pembelajaran yang efektif dan efesien.
diperlakukan
Permasalahan peran media visualisasi
pembelajar sehingga siswa menjadi
pembelajaran sering tidak maksimal
pasif. Kegiatan pembelajaran seperti ini
dalam
dianggap oleh Abu Suud, sama halnya
kurang
terpenting
pendidikan
pembelajaran, membiasakan
memanfaatkan
karena
guru
diri
untuk
media
visualisasi
kelompok.
sejak
Guru
awal
juga
akan
siswa
sebagai
tidak subjek
guru mengajar di depan kuburan. Kondisi
demikian
akan
gambar dan film dokumenter yang
mempengaruhi penurunan keterbukaan
berhubungan
materi-materi
diri siswa dalam pembelajaran sehingga
menantang
akan berdampak pada prestasi siswa
keingintahuan siswa. Guru menyusun
dan penurunan kemampuan berpikir
media
kritis. Dalam keterbukaan diri juga
yang
dengan
menarik
dan
pembelajaran
kebanyakan
berbentuk power point yang dianggap
mempunyai
keterkaitan
mudah, cepat, dan murah. Kemudian
motivasi,
guru memberikan tugas kepada siswa
perbedaan, dan menghargai kelebihan
untuk menyusun makalah atau laporan
atau kekurangan diri atau orang lain.
sederhana yang disertai power point
Dalam
pembelajaran
tanpa melihat tingkat kesulitan atau
penilian
tidak
mengadalkan
kompleksitas dari materi itu.
kemampuan
kognitif,
pertimbangan
teloransi,
dengan menerima
kooperatif,
Kondisi ini akan berdampak pada
kemampuan afektif, dan psikomotor
menurunnya motivasi belajar sejarah,
karena paradigma penilian sekarang ini
Page | 279
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
untuk memberikan penilaian pada siswa
pembelajaran
harus menggunakan sistem penilaian
konstruktivisme
autentik. Proses penilaian ketiga ranah
pembelajaran demokrasi. Kemudian
itu akan berpengaruh juga dengan sikap
Made
kemampuan berpikir kritis.
pembelajaran
Hasil nilai rata-rata ulangan harian
yang
berbasis
dan
Wena
prinsip
(2008)
model
kooperatif
tipe
investigasi kelompok adalah model
semester ganjil khusus kelas XII IPS 2
pembelajaran
hasilnya kurang
memuaskan apabila
pembentukan kelompoknya didasari
dibandingkan dua kelas, yaitu kelas XII
atas minat anggotanya. Sedangkan
IPS 1 dan kelas XII IPS 3. Berdasarkan
menurut Miftakhul Huda (2011) model
hasil nilai ulangan harian diperoleh
pembelajaran
71,43% atau 15 siswa dari jumlah 21
investigasi
siswa kelas XII IPS 2 nilainya di bawah
dikembangkan oleh Sharan dan Sharan
KKM. Siswa yang tuntas berjumlah 6
ini lebih menekankan pilihan dan
siswa, sedangkan 15 siswa nilainya
kontrol siswa dari pada teknik-teknik
tidak
pengajaran di ruang kelas.
tuntas.
Selanjutnya
peneliti
mengambil keputusan untuk melakukan
Dasar
kooperatif
yang
kooperatif kelompok
pemikiran
tipe yang
investigasi
tindakan kelas yang diharapkan dapat
kelompok dalam pembelajaran berasal
memperbaiki prestasi belajar sejarah.
dari
pandangan
Dewey
dengan
Berdasarkan uraian di atas, muncul
memanfaatkan kelas sebagai latihan
masalah bagaimana dengan penerapan
untuk menghadapi berbagai macam
model
masalah kehidupan
kooperatif
tipe
investigasi
yang komplek
kelompok dengan media visualisasi
dalam masyarakat demokrasi. Kelas
sejarah
untuk
adalah sebuah kreativitas kreatif di
meningkatkan keterbukaan diri siswa
mana guru dan siswa membangun
SMA Negeri 2 Magelang?
proses pembelajaran yang didasarkan
kontroversial
Menurut Isjoni (2011) pengertian
pada perencanaan mutual dari berbagai
model pembelajaran kooperatif tipe
pengalaman, kapasitas, dan partisipasi
investigasi kelompok merupakan model
aktif segala aspek kehidupan sekolah,
pembelajaran
yang
membuat keputusan terhadap apa yang
kompleks karena memadukan antara
mereka kerjakan. Kelompok dijadikan
prinsip
sebagai sarana sosial dalam proses ini.
belajar
kooperatif
kooperatif
dengan
Page | 280
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
Rencana kelompok adalah satu metode
pengetahuan dan pengalaman, siswa
untuk
keterlibatan
memperoleh nilai-nilai kerja sama baik
maksimal para siswa (Slavin, 2013:
antarsiswa dalam kelompok maupun
214-215).
menjalin komunikasi dengan anggota
mendorong
Investigasi kelompok tidak dapat
kelompok
lain ketika mendapatkan
diimplementasikan dalam lingkungan
variasi tugas.
pendidikan yang tidak mendukung
Penerapan
investigasi
kelompok
dialog interpersonal dari pembelajaran
menurut Rusman (2012) dilakukan
di dalam kelas. Sikap kooperatif
untuk
antarsiswa dapat dipertahankan apabila
tergolong tinggi. Untuk mempermudah
membentuk kelompok-kelompok kecil
pemahaman siswa diperlukan media
di antara teman sekelas sehingga
pembelajaran supaya siswa tidak terlalu
terdapat aspek rasa sosial, pertukaran
berpikir
intelektual, dan maksud dari subyek
Sardiman dalam Musfiqon (2012: 26)
yang
dapat
media adalah perantara atau pengantar
sumber-sumber
pesan dari pengirim ke penerima pesan.
penting maksud tersebut bagi usaha
Sedangkan menurut Oemar Hamalik
para siswa.
mendefinisikan media adalah teknik
berkaitan
bertindak
dengannya
sebagai
Kelebihan
investigasi
siswa
sekolah
secara
menengah
abstrak.
Menurut
kelompok
yang digunakan dalam rangka lebih
mempunyai komprehensivitas tinggi
mengefektifkan antara guru dan murid
karena
dalam
memadukan
penelitian
proses
pendidikan
dan
akademik, integrasi dan belajar sosial.
pembelajaran di sekolah (Syukur, 2005:
Model investigasi kelompok dapat
125). Media pembelajaran merupakan
digunakan untuk semua areal subyek,
alat
dengan seluruh tingkatan usia yang
menjelaskan sebagian dari keseluruhan
mengandalkan kerja sama kelompok
program
dalam
dijelaskan
menyelesaikan
tugas-tugas
bantu
yang
berfungsi
pembelajaran secara
yang
verbal.
untuk
sulit Materi
kelompok. Untuk menyelesaikan tugas,
pembelajaran akan lebih mudah dan
siswa diorganisir secara berkelompok-
jelas
apabila
dalam
pembelajaran
kelompok dengan jumlah tiga sampai
menggunakan
media
pembelajaran.
dengan lima siswa agar lebih efektif dan
Media
efesien.
menjelaskan
Selain
memperoleh
pembelajaran
tidak
keseluruhan
untuk materi
Page | 281
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
pelajaran, tetapi yang belum jelas. Hal
kelompok, tetapi juga mudah ditolak
ini sesuai dengan fungsi media sebagai
oleh seseorang atau kelompok lain.
penjelas pesan.
Melalui
bacaan
atau
mendengar
Media pembelajaran yang digunakan
mengenai suatu kejadian, maka dia
selama penelitian berlangsung adalah
secara spontan bereaksi menentukan
media
kepada
gambar
dan
media
film
pihak
mana
dia
berada.
dokumenter. Menurut Oemar Hamalik
Mungkin juga seorang peserta didik
(1986:43) berpendapat bahwa media
memerlukan
gambar adalah segala sesuatu yang
dapat menentukan.
diwujudkan secara visual dalam bentuk
Materi
beberapa
sejarah
saat
untuk
kontroversial
dua dimensi sebagai curahan perasaan
menuntut siswa untuk mempelajari
atau pikiran. Film dokumenter dapat
berbagai sumber informasi menegenai
digunakan
macam
kebenaran peristiwa-peristiwa sebelum
maksud dan tujuan seperti: informasi
menjadi bahan diskusi yang menarik.
atau berita, biografi, pengetahuan,
Banyaknya sumber informasi menutut
pendidikan, sosial, ekonomi, politik
siswa untuk memiliki keterbukaan diri
(propaganda), dan lain sebagainya
dalam berkomunikasi karena setiap
(Prastisa, 2008: 4). Semua bahan
menemukan
diunduh dari internet karena sangat
berhubungan dengan tugas kelompok,
efektif
dengan
maka komunikasi antarsiswa menjadi
memperhatikan saran dari Ongkowo
kewajiban yang tidak bisa dihindari.
(2007:
Keterbukaan diri
untuk
dan
29)
berbagai
efesien
meliputi
visualisasi
informasi
yang
merupakan jenis
mencerminkan kenyataan, memperluas
komunikasi yang memfokuskan pada
mutu teknis, dan ketrampilan guru atau
penyampaian
ketersediaan alat bantu.
sesuatu
informasi
yang
mengenai
sebelumnya
tidak
Materi sejarah dalam penerapan
diketahui oleh orang lain dan untuk
investigasi kelompok mengenai sejarah
dapat diketahui, informasi tersebut
kontroversial yang diawali setelah
harus dikomunikasikan secara sadar
proklamasi
maupun tidak sadar.
kemerdekaan
sampai
dengan pemberontakan PKI. Sejarah kontroversial adalah
sesuatu
Menurut
Devito
(2011:
64)
yang
mengemukakan bahwa keterbukaan diri
mudah diterima oleh seseorang atau
adalah jenis komunikasi dimana kita
Page | 282
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
mengungkapkan informasi tentang diri
cemas, merasa rendah diri, dan tertutup
kita
(Gainau, 2009: 56).
sendiri
yang
biasanya
kita
sembunyikan. Menurut Morton (dalam
Peningkatan keterbukaan diri siswa
Dayaksini 2009: 81) mengemukakan
dalam penerapan investigasi kelompok
bahwa
dengan
keterbukaan
kegiatan
diri
membagi
erupakan
perasaan
dan
media
kontroversial
visualisasi
sejarah
menggunakan
aspek-
informasi yang akrab dengan orang
aspek
lain. Dengan demikian keterbukan diri
mengklarifikasi
adalah suatu tindakan sengaja atau rela
adanya dengan menggunakan data dan
untuk
ketetapan
mengungkapkan
atau
sebagai
berikut: pesan
logika
(1)
secara
(2)
apa
memiliki
menyampaikan informasi, pendapat,
kemampuan
keyakinan, perasaan, pengalaman atau
cermat (3) beroroentasi pada isi (4)
bahkan masalah yang dijaga atau
dapat
dirahasiakan
berbagai macam sumber yang dapat
untuk
diungkapkan
membedakan
memberikan
dengan
informasi
kepada orang lain secara apa adanya
dipertanggungjawabkan
sehingga pihak lain memahaminya.
memperbaiki posisi terkait dengan
Untuk memahami keterbukaan diri
(5)
dari
dapat
kepercayaan yang tidak sesuai dengan
siswa, Johnson pernah melakukan
kepercayaan
penelitian
pengertian pesan yang tidak sesuai
mengenai
siswa
yang
mempunyai keterbukaan diri dan tidak, menunjukkan mampu
bahwa
membuka
siswa
yang
diri
dapat
mengungkapkan diri dengan tepat, mampu menyesuaikan adaptif,
diri
atau
lebih percaya diri,
lebih
(6)
dapat
mencari
dengan rangkaian kepercayaan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Magelang. Penelitian ini menggunakan
model
penelitian
kompeten, dapat diandalkan, lebih
tindakan kelas (PTK) dengan desain
mampu
percaya
Surharsimi Arikunto melalui tahapan 3
terhadap orang lain, lebih objektif, dan
siklus yaitu perencanaan, tindakan,
terbuka. Sebaliknya siswa yang kurang
observasi,
mampu dalam keterbukaan diri tidak
penelitian adalah kelas XII IPS 2
mampu
dengan jumlah 21 siswa. Teknik
bersikap
positif,
menyesuaikan diri, kurang
percaya diri, timbul perasaan takut,
dan
pengumpulan
refleksi.
data
Subyek
dokumentasi,
Page | 283
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
observasi,
tes,
wawancara,
dan
pengisian angket.
Karakteristik analisis data kuantitatif
Analisis data merupakan cara yang
pada
penelitian
tindakan
seperti
paling menentukan untuk menyusun
frekwensi, persen, dan rata-rata. Pada
dan mengolah data yang terkumpul
umumnya
sehingga dapat menghasilkan suatu
menggunakan tabel distribusi atau
kesimpulan yang dapat dipertanggung
grafik
jawabkan. Dalam penelitian ini analisis
seperangkat data agar mempermudah
data yang digunakan adalah analisis
untuk dibaca dan dianalisis. Data
data
data
kuantitatif pada penelitian tindakan
kuantitatif. Analisis data kualitatif
kelas meliputi hasil angket skala sikap
dalam
keterbukaan diri dan pre test atau post
kualitatif
dan
penelitian
analisis
ini
adalah
menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman. Analisis data
analisis
data
yang
kuantitatif
menggambarkan
test. Untuk
mengetahui
tolok
ukur
kualitatif tentang mempergunakan kata-
keberhasilan dalam penelitian tindakan
kata yang selalu disusun dalam sebuah
kelas ini sebagai berikut:
teks yang dideskripsikan. Selanjutnya
1. Peningkatan sikap keterbukaan diri
Miles dan Huberman menggunakan
pada siswa minimal 85% pada
model interaktif dalam menganalisa
setiap siklus
data kualitatif yang meliputi: reduksi
Adapun untuk mengetahui sikap
data, display data, dan
keterbukaan
penarikan
kesimpulan. Model interaktif di atas
diri
pada
setiap
siklusnya menggunakan rumus
prosesnya tidak dapat liner, tetapi bersifat simultan atau siklus yang interaktif. Untuk alurnya sesuai dengan
Skala Sikap =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑖𝑘+𝑏𝑎𝑖𝑘 𝑆𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎
X 100%
gambar 1 sebagai berikut. Data kemudian
yang
dipresentasikan
ditafsirkan
dengan
menggunakan kalimat yang bersifat kualitatif Gambar 1. Skema model Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, 1994)
untuk
mengetahui
seberapa jau tingkat pencapaian dari masing-masing
data
sudah
Page | 284
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
diperoleh.
Adapun
tingkat
hasil penelitian prestasi belajar dan
dimaksudkan
angket keterbukaan diri yang dicapai
dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
oleh Kelas XII IPS 2 dibandingkan
berikut.
dengan kelas yang lain tergolong cukup
Tabel 1. Distribusi Skala Sikap
rendah. Berdasarkan hasil nilai ulangan
pencapaian
yang
No
Interval
1
55,00-64,90
Kategore
F
N/%
Baik
nilai tuntas hanya 4 siswa, sedangkan
2
65.00-74,90
Cukup
17 siswa tidak memperoleh nilai tuntas.
3
70.00-79.90
Baik
4
80.00-95.00
Baik
Untuk nilai tertinggi 88, sedangkan
Sekali
nilai terendah 58, rata-rata kelas 31,30
Kurang
harian dari 21 siswa yang memperoleh
Jumlah
dengan jumlah nilai nilai 1665 sehingga 2. Hasil
prestasi
belajar
siswa
mencapai 85% telah mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan
Minimal
(KKM) yang ditetapkan sekolah
prestasi
ketuntasan belajar
19,05%
siswa
dan
35,61%.
Kemudian hasil angket skala sikap keterbukaan diri memperoleh 61,91%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
yaitu 80. Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Prestasi =
presentasi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑅𝑎𝑡𝑎 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Sedangkan
untuk
x 100%
mengukur
ketuntasan dengan rumus: Ketuntasan: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑇𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎
x 100%
tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2. Hasil Test Prasiklus No
Jenis Data
N/%
1
Nilai Tinggi
88
2
Nilai Rendah
58
3
Rata-rata
31,30
4
Jumlah nilai
1565
5
Nilai Prestasi Harian 1
35,61%
6
Presentasi Ketuntasan
19,05%
7
Angket Keterbukaan diri
61,91%
(Sumber: Dokumen Nilai Kelas XII IPS 2 Semester Ganjil)
PEMBAHASAN
Penerapan
Pada tahap pra siklus, penelitian tindakan penerapan
kelas
belum
model
melakukan
kooperatif
investigasi
kelompok
dengan media sejarah kontroversial dapat meningkatkan keterbukaan diri
tipe
pada siswa kelas XII IPS 2 SMA Negeri
investigasi kelompok dengan media
2 Magelang. Untuk lebih jelasnya dapat
visualisasi sejarah kontroversial dengan
dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Page | 285
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
sebesar 19,05%, dan dari tindakan
Angket Nilai Keterbukaan Diri
siklus 90.48% 80.95%
II
ke
siklus
III
mengalami kenaikan sebesar 9,3%. Penerapan
71.43%
tindakan
investigasi
kelompok
dengan media sejarah kontroversial
61.91%
dapat meningkatkan keterbukaan diri berpengaruh pula pada prestasi belajar sejarah siswa. Hal itu dapat dibuktikan Pratindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 2. Grafik Perbandingan Antara Sikap Keterbukaan Diri dari Pratindakan,
dengan
peningkatan
perolehan
prosentase hasil belajar pada gambar 3 berikut ini.
Siklus I, siklus II, dan Siklus III
Berdasarkan gambar 2 di atas, dapat dilihat
kenaikan
keterbukaan
diri
skala dari
Nilai Hasil Belajar
sikap 80.90% 83.58%
pratindakan
86.93% 88.22% 90.38% 90.43%
sampai dengan pada akhir tindakan siklus III. Pada pratindakan sebesar
35.56%
61,91% meningkat sebesar 71,43% pada akhir tindakan siklus I. Kemudian pada akhir tindakan siklus II meningkat sebesar
80,95%,
dan
meningkat
Gambar 3 Grafik Perbandingan Antara
kembali pada akhir tindakan siklus III
Sikap Keterbukaan Diri dari Pratindakan,
sebesar 90,48%. Untuk mengetahui
Siklus I, siklus II, dan Siklus III
selisih kenaikan dari pratindakan ke siklus
I
sebesar
10,24%,
dari
Berdasarkan gambar 3 di atas, dapat dilihat
kenaikan diri
skala dari
sikap
pratindakan ke siklus II mengalami
keterbukaan
pratindakan
kenaikan sebesar 19,04%, dan dari
sampai dengan pada akhir tindakan
pratindakan ke tindakan siklus III
siklus III. Pada pra tindakan dengan
mengalami kenaikan sebesar 28,57%.
nilai prestasi hasil belajar sejarah
Selanjutnya dari tindakan siklus I ke
sebesar 35,61%. Selanjutnya dengan
tindakan siklus II mengalami kenaikan
melakukan pre test soal 30 nomor pada
sebesar 9,52%, dari tindakan siklus I ke
awal tindakan siklus I denga hasil
tindakan siklus III mengalami kenaikan
sebesar 80,90% dan melakukan post
Page | 286
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
test dengan hasil sebesar 83,58%
Prosentasi Ketuntasan
setelah akhir tindakan pada siklus I. Pada awal tindakan siklus II melakukan
71.43%
95.24% 100% 80.95%
pre test soal 30 nomor dengan soal yang 39.00%
berbeda
dari
siklus
I
tetapi
19.05%19.05%
respondennya masih sama, dari data tersebut diperoleh sebesar 86,93% meningkat menjadi sebesar 88,22% pada akhir tindakan siklus II. Berdasarkan data tersebut sudah kelihatan peningkatan hasil prestasi belajar sejarah siswa, tetapi peneliti
Gambar 4. Grafik Perbandingan Prosentase Ketuntasan pada ratindakan, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Berdasarkan gambar
4,
Tingkat
mempunyai keinginan dengan hasil
ketuntasan
prestasi belajar sejarah yang maksimal.
pratindakan berdasarkan ulangan harian
Kemudian peneliti membagikan pre test
hanya mencapai 19,05%, pada siklus I
berjumlah 21 soal dengan 30 soal
pre test memperoleh 19,05%, dan
pertanyaan yang berbeda dari siklus I
meningkat 71,43% setelah post test.
dan siklus II. Sebelum tindakan dimulai
Pada siklus II pre test memperoleh
memperoleh hasil sebesar 90,38%,
39,00% kemudian meningkat menjadi
setelah menerima tindakan akhir siklus
80,95% setelah post test, dan pada
III
90,43%.
siklus III dari 95,24% hasil pre test
Sehubungan dengan hasil dari pra
meningkat menjadi 100% setelah post
tindakan sampai dengan akhir siklus,
test. Hal ini membuktikan terdapat
diketahui adanya peningkatan secara
peningkatan ketuntasan hasil belajar
terus menerus, dan telah mencapai
siswa, sehingga peneliti menghentikan
target
penelitian tindakan kelas.
meningkat
dari
sebesar
indikator
yang
sudah
direncanakan. Untuk
mengetahui
ketuntasan metode
Untuk
belajar
investigasi
sejarah
siswa
dimulai
mengetahui
pada
hasil
tingkat
pembelajaran maka diadakan evaluasi
dengan
yang
kelompok
dan
bertujuan
untuk
mengetahui
sejauhmana daya serap siswa terhadap
media visualisasi sejarah kontroversial
materi
dapa dilihat pada gambar 4 berikut.
penilian
pembelajaran untuk
dan
sebagai
melaksanakan
Page | 287
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
perbaikan.
Penilaian
dilakukan
memanfaatan media gambar dan film
bertujuan untuk merangsang aktivitas
dokumenter yang langsung terkait
siswa
dengan
dan
menemukan
penyebab
jaringan internet sekolah,
kemajuan atau kegagalan pembelajaran
ternyata melatih siswa untuk menerima
serta memberikan bimbingan yang
suatu pesan yang masih menjadi
sesuai, memberikan laporan mengenai
perdebatan. Siswa akan mengolah
kemajuan siswa kepada orang tua dan
pesan itu melalui serangkaian diskusi
lembaga pendidikan terkait, dan sebagai
dengan teman satu kelompok sebelum
feed back (Suharsimi Arikuntuo, 2001:
menyatakan
9-11).
terhadap informasi tersebut. Hal ini
keterbukaan
dirinya
Peningkatan keterbukaan diri siswa
sesuai pendapat Devito (2011: 67)
mempunyai hubungan dengan aktivitas
bahwa diskusi mempunyai efek baik
individu-individu
ketika
yang
membentuk
suatu kelompok sosial yang teratur dan memiliki
fungsi
peran
komunikasi
kepada lawan bicara.
yang
Peningkatan keterbukaan diri siswa
kompleks dalam kacamata pendidikan.
terhadap sejarah kontroversial yang
Ruang kelas memenuhi standar definisi
diperoleh melalui jaringan internet
kelompok sosial karena sekumpulan
biasanya
orang
diungkapkan kepada teman dalam satu
yang
dan
menyampaikan
memiliki
kesadaran
disembunyikan
bersama akan keanggotaan dan saling
kelompok.
berinteraksi.
keberadaan
mengungkapkan secara terbuka karena
kelompok sosial pada kesadaran untuk
terkait hubungannya dengan perasaan,
berinteraksi, sehingga kelas bersifat
sikap, dan kepercayaan sesama anggota
permanen dan tidak hanya suatu
kelompok. Setiap kelompok terdapat
agregasi atau kolektivitas semata. Pada
seorang
akhirnya, peran dan fungsi
kemampuan pengungkapan diri dalam
Hakikat
yang
Siswa
sebelum
siswa
diembannya dalam struktur pendidikan
menyampaikan
lebih terjamin.
kepercayaan
Penerapan dengan
investigasi
media
kelompok
visualisasi
kontroversial
untuk
keterbukaan
diri
sejarah
meningkatkan siswa
dapat
norma diterima
yang
oleh
berani
mempunyai
komunikasi
diri,
timbal
tidak
dan
balik
verbal,
mempunyai yang
anggota
mudah
kelompok.
Dengan membuka diri dan membalas keterbukaan diri orang lain, siswa dapat
Page | 288
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
meningkatkan
komunikasi
dan
keterbukaan diri tersebut, maka guru
hubungan dengan orang lain, siswa
akan berhasil dalam mengelola proses
yang rela membuka diri cenderung
belajar mengajar, dapat memenuhi
memiliki
sifat-sifat
kebutuhan anak didiknya dengan baik,
ekstrovert,
fleksibel,
kompeten, adaptif
dan
kepribadian
guru
merupakan
satu
intellegen. Seorang siswa yang terbuka
kesatuan antara sifat-sifat pribadinya,
akan lebih mudah untuk memecahkan
peranannya sebagai pendidik, pengajar
permasalahan yang sedang dihadapi
dan pembimbing.
karena siswa mampu untuk bercerita dan meminta pendapat dari orang lain. Peran
guru
dalam
memberikan
Berdasarkan hasil catatan lapangan observasi ditemukan
peneliti
dan
beberapa
observer
keterbatasan
teladan keterbukaan diri kepada siswa
dalam penerapan model kooperatif
dapat
investigasi kelompok dengan media
dilihat
peneliti
melalui
ketika
kemampuan
menyampaikan
sejarah
kontroversial
untuk
informasi dengan baik sehingga siswa
meningkatkan keterbukaan diri siswa
menerima informasi tersebut tanpa
kelas XII IPS 2 SMA Negeri 2
hambatan.
Magelang sebagai berikut:
Keterbukaan
diri
mempunyai hubungan psikologis pada
a. Dalam penerapan model kooperatif
diri seorang guru. Biasanya ditandai
investigasi
dengan kesediaannya yang relatif tinggi
membutuhkan waktu yang lama
untuk
dan penerapannya sampai 3 siklus
mengkomunikasikan
dirinya
dengan faktor-faktor ekstern seperti
dibandingkan
siswa, teman sejawat, dan lingkungan
konvensional.
pendidikan.
Komunikasi
dengan
model
dapat
b. Dalam penerapan model kooperatif
dilakukan dengan bersedia menerima
investigasi kelompok sebelumnya
kritik dengan ikhlas, memiliki empati
memperlukan
dan simpati terhadap orang lain.
pengalaman
Keterbukaan
membutuhkan ketrampilan khusus
psikologis
ini
kelompok
merupakan
yang
lama,
karakteristik kepribadian yang penting
agar
bagi guru dalam hubungannya sebagai
pembelajaran kooperatif.
direktur belajar, disamping sebagai panutan
bagi
siswanya.
Dengan
dapat
persiapan,
menerapkan
dan
model
c. Jumlah nilai siswa Kelas XII IPS 2 ada 21 siswa, dalam hal ini peneliti
Page | 289
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
menjadi kurang perhatian ketika
kurang memperhatikan judul yang
melaksanakan
lain.
observasi
dan
memperhatikan pada setiap prilaku yang ditampilkan oleh siswa. d. Observasi
selama
tindakan
KESIMPULAN
penelitian
kelas
berlangsung
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan
pembahasan,
maka
dilakukan oleh peneliti dan teman
disimpulkan
sejawat tidak dapat merekam semua
investigasi kelompok dengan media
aktivitas
siswa,
visualisasi sejarah kontroversial untuk
instrument
meningkatkan keterbukaan diri secara
dan
ekspresi
meskipun didukung sederhana.
mengenai
dapat
penerapan
rinci sebagai berikut:
e. Kontribusi siswa yang berprestasi
a. Peningkatan sikap keterbukaan diri
rendah tergolong pasif dan ada
dapat dibuktikan dari angket skala
kecenderungan
sikap
membentuk
yang
terus
mengalami
kelompok, semua tugas diserahkan
peningkatan pada setiap siklusnya,
kepada siswa
pada pratindakan prosentase angket
investigasi
yang aktif dari sampai
dengan
skala
sikap
sebesar
61,91%,
presentasi khususnya siswa yang
mengalami
bergabung dengan kegiatan OSIS
9,52% pada akhir tindakan siklus I,
dan Pramuka.
sehingga menjadi sebesar 71,43%.
f. Kemampuan
individual
dalam
peningkatan
Selanjutnya
sebesar
mengalami
pembelajaran kooperatif menjadi
peningkatan dari siklus I ke siklus II
kendala utama karena siswa yang
sebesar 9,52% sehingga pada akhir
demikian ada kecenderungan tidak
tindakan siklus II sebesar 80,95%,
bisa
dan pada akhir tindakan siklus III
bekerja
sama
dan
subyektivitasnya tinggi.
mengalami
g. Setiap kelompok terlalu konsentrasi pada judul tugas yang diberikan peneliti
untuk
investigasi
kelompok
peningkatan
sebesar
9,53% dari siklus II sehingga menjadi sebesar 90,48%.
melakukan
b. Prestasi hasil belajar sejarah siswa
sehingga
kelas XII IPS 2 SMA Negeri 2
masing-masing kelompok menjadi
Magelang mengalami peningkatan setelah
mengikuti
penerapan
Page | 290
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
metode
investigasi
kelompok
penerapan
investigasi
media
kelompok
dengan media visualisasi sejarah
dengan
visualisasi
kontroversial dapat diketahui dari
kontroversial
pra siklus dengan hasil test prestasi
keterbukaan
hanya memperoleh 35,56% dan
memberikan saran sebagai berikut:
untuk presentasi nilai ketuntasan
a. Guru Mata Pelajaran
untuk diri,
sejarah
meningkatkan maka
peneliti
memperoleh 19,05%. Pada akhir
Dalam mengajar hendaknya guru
tindakan siklus I hasil test nilai
memperhatikan
prestasi memperoleh 83,58% dan
pembelajaran
presentasi ketuntasan memperoleh
terutama melibatkan siswa secara
71,43%. Pada akhir tindakan siklus
aktif,
II
prestasi
sebagai fasilitator dan motivator.
memperoleh 88,22% dan presentasi
Salah satu yang dapat dipraktekan
ketuntasan memperoleh 80,95%.
adalah
Pada akhir tindakan siklus III hasil
kooperatif investigasi kelompok.
test
memperoleh
Guru harus mempunyai kreativitas
90,43% dan presentasi ketuntasan
dan kemampuan inovasi dalam
memperoleh 100%. Peningkatan
menggunakan
prestasi
pembelajaran
hasil
nilai
test
nilai
prestasi
belajar
presentasi
model yang
sedangkan
model
digunakan
peranan
guru
pembelajaran
pendekatan serta
mampu
ketuntasan dari pra tindakan ke
memanfaatkan
siklus I sebesar 52,38%, selanjutnya
mengintegrasikan keterbukaan diri
peningkatan dari siklus I ke siklus II
yang berada di lingkungan sosial
sebesar 9,52%, dan peningkatan
siswa sehingga siswa mempunyai
dari siklus II ke siklus III sebesar
pemahaman
4,76%. Dengan melihat hasil yang
pendapat yang tidak menimbulkan
sudah dicapai
penelitian
pertentangan yang berakhir dengan
tindakan kelas ini dihentikan karena
konflik, pemahaman nilai sejarah
telah mencapai indikator yang telah
untuk dipraktekan dalam kehidupan
ditetapkan dan dapat dikatakan
sehari-hari, dan menanamkan siswa
penelitian berhasil dengan baik.
menjadi pribadi yang toleran serta
Berdasarkan
maka
analisis
hasil
dan
tentang
perbedaan
saling menghormati perbedaan.
penelitian dan pembahasan mengenai
Page | 291
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
b. Siswa Siswa
menjadi hendaknya
meningkatkan
kerjasama yang positif dan saling
tempat
penelitian
tersebut. 2) Hendaknya penelitian ini dapat
menghormati baik siswa dalam
menjadi
kelompok maupun siswa dari luar
kemudian
kelompoknya serta guru. Siswa
menghubungkan
harus lebih tekun dan giat dalam
yang belum diungkapkan dan
belajar sejarah sehingga prestasi
dikembangkan
belajar
yang
maksimal.
diperoleh
Siswa
akan
hendaknya
acuan
penelitian dengan aspek-aspek
3) Diharapkan peneliti lain dapat mengembangkan
penelitian
senantiasa menerapkan keterbukaan
dengan subyek dan materi yang
diri dalam kehidupan sehari-hari,
berhubungan
baik
kontroversial
di
lingkungan
keluarga,
dengan
sejarah
sekolah, dan masyarakat sehingga kehidupan
saling
menghargai,
toleransi, saling pengertian, dan hubungan
antarkelompok
yang
DAFTAR RUJUKAN Abdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: Sastra
mempunyai latar belakang ideologi
Historika.
dapat berdampingan dengan rukun
Achmad, Arief.
2005.
sebagai wujud keterbukaan diri dan
Berpikir
kemampuan berpikir kritis.
University Press.
c. Penelitian Berikutnya
Antarmanusia.
ingin melakukan penelitian yang
Selatan:
sejenis dapat melakukan analisa
Group
terhadap
pembelajaran
Surabaya
:
A, Devito, Joseph. 2011. Komunikasi
1) Hendaknya peneliti lain yang
kembali
Kritis.
Memahami
perangkat
Karisma
Tsabit,
Publishing
Azinar.
2010.
sudah
Implementasi Critcal Pedagogy
disesuaikan
Dalam Pembelajaran Sejarah
waktu
Kontroversial di SMA Negeri
penggunaannya, fasilitas yang
Kota Semarang. Surakarta: Tesis
mendukung, dan karakter siswa
Tidak Dipublikasikan.
disusun cengan
yang
Ahmad,
Tanggerang
untuk alokasi
yang ada pada sekolah yang
Page | 292
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
Ali, Muhammad, Resink, Kahim, dan Soedjatmoko.
1965.
Introduction
to
An
Indonesia
Historiography
(Pengantar
Penulisan
Sej
Indonesia).
arah
Ithaca-New York:
Cornell University Press. Achmad, Arief. Berpikir
2005.
Surabaya
:
University Press
Suatu
Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. ________________ Penelitian
Hardwood, A. M. & Hahn, C. L. (1990). Controversial
issues
in
the
classroom. Eric Digest. 327453. Retrieved
from
rces/Controversial_Issues_in_the _Classroom.pdf Huda, Miftahul. 2011. Cooperative
Arikunto, Suharsimi. 2001. Prosedur Penelitian
ilmu. Dakarta: PT. Bhratara.
http://www.coastal.edu/cetl/resou
Memahami
Kritis.
Gazalba, Sidi. 1966. Sejarah Sebagai
Learning.
Yogyakarta:
PT.
Pustaka Belajar. Ibrahim M, Rachmadiarti F dan, Nur M
dkk.
2007,
., Ismono. 2000. Pembelajaran
Tindakan
Kelas.
Kooperatif.
Jakarta: Bumi Aksara
Surabaya:
PT.
University Press
Berg, Graffe & Holden. 2003. Teaching Controversial Issues: a European Perspective. London: CiCe.
Isjoni. 2007. Pembelajaran Visioner. Jakarta. Pustaka Pelajar. __________, M. Moh Arif Hj. Ismail
Dayaksini, T & Hudaniah. 2003.
P.H.
2008.
Model-Model
Psikologi Sosial. Malang: UMM
Pembelajaran
Press.
Perpaduan Indonesia Malaysia.
Enggen and Kauchak. 1996. Strategies for Teacher Teaching Content
Muhtakhir
Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar. _____________.
2009.
Menuju
and Thinking Skill. Boston: Allyn
Masyarakat
Belajar
untuk
and Bacon
Pendidikan
Dalam
Arus
Gainau, M. B. (2009). Keterbukaan diri (self disclosure) siswa dalam perspektif
budaya
implikasinya
bagi
Perubahan.
Yogyakarta:
PT.
Pustaka Pelajar.
dan
konseling.
Joyce, Bruce, et all. 2011. Models Of
Jurnal Ilmiah Widya Warta,
Teaching
terjemahan
Ahmad
33(1), 95-112.
Fawaid dan Ateilla Mirza, Edisi
Page | 293
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
Kurniawan,
Hendra.
2013.
Audio
Visual
Pemanfaatan
Schunk. 2012. Learning Theories: An Educational
Perspective.
Dalam Pembelajaran Sejarah
University of North Carolina at
yang Konstruktif Studi Kasus
Greensboro
pada Kelas Kelas XI Ilmu Sosial
Slavin, Robert, E. 2005. Cooperative
1 SMA Regina Pacis Surakarta.
Learning: Teoeri, Riset, dan
Surakarta
Praktik. London: Allyman Bacon
Tesis
Tidak
Dipublikasikan
Sugiyono. 2008. Pembelajaran Aktif,
Lestyana, Pepi. 2004. “Presence of
Kedelapan.
Yogyakarta:
PT
Mind in the Process of Learning
Pustaka Pelajar. Kreatif, Efektif,
and Knowing: A Dialogue with
dan Menyenangkan.
Paulo Freire”. Teacher Education
Sumantri.
2010.
Strategi
Belajar
Quarterly. Winter 2004. Hlm. 17-
Mengajar Edisi Revisi. Jakarta:
29
Depdikbud
Mulyasa.
(2006).
Menjadi
Guru
Profesional
Pembelajaran. Jakarta: Gramedia
Menciptakan Kreatif
dan
Suprijono, Agus. 2011. Model-Model
Pembelajaran Menyenangkan.
Pustaka Jaya. Sutama. 2007. Model Kooperatif Tipe
Bandung: Remaja Rosdakarya
Group
Offset.
Pengembangan
Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan
Sumber
Pembelajaran.
Jakarta: Prestasi Pustaka Rusman.
2013.
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Kedua.
Jakarta:
Wena.
Pembelajaran Proses
Kreativitas
19, No 1, Juni. Fatah.
2005.
Teknologi
Pendidikan. Semarang: RaSAIL Tilaar. 2000. Pendidikan Kebudayaan
Guru
Edisi
dan
PT.
Raja
Indonesia. Bandung: PT. Remaja
Grafindo Persada. Sanjaya,
Untuk
Mahasiswa. Jurnal Varidika, Vol
Syukur,
Model-Model
Investigation
Masyarakat
Madani
Rosda Karya.
2008.
Strategi
Berorientasi
Pendidikan.
Jakarta:
Kenana Prenada Media Grouf.
Trianto.
2011.
Model-Model
Pembelajaran
Inovatif
Berorientasi Konsep,
Konstruktivistik:
Landasan
Teoritis-
Page | 294
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. ISBN 978-602-70216-2-4
Praktis, Prestasi Pustaka Raya
Sikap Sosial dan Prestasi Belajar
Jakarta.
Sejarah Siswa Kelas X SMA
Warkhim.
2013.
Pembelajaran
Penerapan Koperatif
Tipe
Negeri
Banyumas.
Surakarta:
Tesis Tidak Dipublikasikan
Group Investigasi Dengan Media Folklor
Untuk
Meningkatkan
Page | 295