Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 PENERAPAN MODEL KOLABORATIF DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MEDIA TRADISI NGABUNGBANG UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN BUDAYA LOKAL
Wulan Sondarika Program Studi Pendidikan Sejarah-FKIP-UNIGAL
[email protected]
ABSTRAK Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk: mengetahui bagaimanakah Penerapan Model Kolaboratif Dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang Untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas X.4 MAN 2 Ciamis). Meode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dari hasil penelitian tindakan kelas (PTK) berupa sikap dengan menggunakan model kolaboratif melalui media tradisi Ngabungbang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X.4 MAN 2 Ciamis. Data penelitian. Prosedur kerja dalam pelaksanaan tindakan dilakukan melalui lima langkah: 1). Apersepsi langkah 1 dan 2, 2). Eksplorasi langkah 3 dan 4, 3). elaborasi langkah 5 dan 6, 4). Konfirmasi langkah 6 dan 7, 5). Penutup. Kegiatan tersebut dilakukan denga tiga siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: 1). Observasi, 2). Wawancara, 3). Dokumen, 4). Tes, 5). Angket. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan model kolaboratif melalui media tradisi Ngabungbang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sikap terhadap ketahanan budaya lokal. Hasil belajar yang di capai pada siklus I memperoleh prosentase ketuntasan klasikal 62%, siklus II meningkat sebesar 65,5%, dan siklus III meningkat mencapai 82,7%. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa dengan nilai ratarata post test yaitu pada siklus I mencapai 69,1, pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 75,68, dan pada siklus III meningkat hingga 81,31. Apresiasi siswa terhadap ketahanan budaya lokal melalui angket pada siklus I mencapai 65,5%, pada siklus II 75,8% dan pada siklus III mencapai 82,7%. Kata kunci: Model Kolaboratif, Tradisi Ngabungbang, Ketahan Budaya Lokal.
PENDAHULUAN Sebuah masyarakat dapat dikenali melalui kebudayaan. Tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan setiap masyarakat melahirkan kebudayaan sendiri. Kebudayaan dan masyarakat merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus terpelihara dan dilestarikan. Biasanya mereka melestarikan budayanya dengan melakukan tradisi yang sejak dulu dipegang. Maka kelangsungan eksistensi sebuah masyarakat sangat terkait dengan upaya masyarakat dalam mempertahankan tradisi. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya
dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan. Mematuhi norma serta menjunjung nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup bermasayarakat. (Purwadi, 2005: 1). Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan yang sangat beraneka ragam baik jumlahnya maupun keanekaragamannya. Dengan keanekaragaman tersebutlah Indonesia menjadi daya tarik bangsa lain dari belahan dunia untuk mengetahuinya bahkan tidak sedikit mereka juga
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
| 110
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 mempelajarinya karena selain beraneka ragam, budaya Indonesia dikenal sangat unik. Sebagai negara kepulauan yang memiliki keberagaman budaya pastinya sangat sulit untuk mempertahankan persatuan antara masyarakat-nya. Namun hal tersebut pasti bisa terealisasikan jika kita sebagai masyarakat Indonesia yang bangga akan keberagaman tersebut bisa menjaga, mendalami, serta melestarikan keberagaman, kekhasan dan keunikan budaya itu yang khususnya berawal dari budaya lokal. Padahal sesungguhnya budaya lokal yang kita miliki ini dapat menjadikan kita lebih bernilai dibandingkan bangsa lain karena betapa berharganya nilai-nilai budaya lokal yang ada di negara ini. Untuk itu seharusnya kita bisa lebih tanggap dan peduli lagi terhadap semua kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Selain itu kita harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa. Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain. Namun, pada akhir-akhir ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat begitu pesat dan tidak dapat dipungkiri lagi akan berdampak pada lahirnya arus globalisasi dan modernisme yang mengakibatkan terjadinya pergeseran dalam struktur masyarakat. Derasnya arus globalisasi telah membawa pengaruh terhadap terkikisnya rasa kecintaan budaya lokal dan rasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Kemajuan teknologi pada kota-kota besar sangat berpengaruh sekali terhadap kehidupan di kota, kemajuan kehidupan di kotakota besar membawa pengaruh yang sangat cepat terhadap kehidupan di pedesaan. Penduduk di pedesaan ingin mengikuti dan merasakan hasil kemajuan tersebut. Hal ini dalam satu segi membawa pengaruh yang kurang baik, yaitu penduduk pedesaan menjadi konsumtif adanya perubahan kebudayaan yang kurang baik terhadap para muda mudinya. Ajib Rosidi (2011: 43) menyatakan, hal ini menyangkut juga pada sistem pendidikan seperti sekarang, nilai-nilai yang seharusnya
111 |
menjadi perlengkapan manusia Indonesia buat menghadapi terjangan globalisasi dengan kearifan lokal, tidaklah kita punyai. Pendidikan melalui sekola-sekolah kita lebih banyak memperkenalkan anak didik kita dengan kebudayaan barat daripada membuat mereka agar mengenal kebudayaan warisan nenek moyangnya. Dengan demikian, bangsa kita tidak mempunyai nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam warisan kebudyaan leluhurnya yang tidak sempat diperkenalkan kepada mereka melalui pendidikan formal maupun non-formal. Perkenalan dengan kebudayaan warisan nenek moyang kita hanya terjadi secara kebetulan atau uasaha pribadi atau kelompok kecil tertentu saja. Tidak ada usaha berencana serta terus menerus agar anak-anak didik kita sejak kecil mengenal sumber budayanya. Dengan demikian, mereka tidak sempat “membaca kembali, menafsirkan dan mengkreasikan makna serta memanfaatkan kearifan lokal dalam pembangunan karakter bangsa”. Karena itu janganlah heran kalau pembangunan kita selama ini menyebabkan kita sebagai bangsa menjadi kian tak berkarakter. Kita mengharapkan adanya kreativitas dari para pelaku budaya kita dalam menghadapi terjangan globalisasi, dengan memanfaatkan “kearifan lokal” yaitu nilai-nilai yang kita punyai dalam budaya peninggalan nenek moyang kita sendiri. Yang menjadi soal ialah selama ini, kita tidak pernah punya program yang jelas terhadap warisan budaya nenek moyang kita. Bahkan cenderung sama sekali tidak kita hiraukan. (Ajib Rosidi: 2011: 42) Oleh karena itu, untuk menghadang pengaruh globalisasi, lembaga pendidikan sebagai salah satu wadah untuk mentrasfer perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai yang ada di masyarakat, itu dapat dipelajari melalaui pendidikan sejarah dalam pembahasan materi Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Aksara dalam hal ini peneliti menggunakan contoh yaitu tradisi Ngabungbang di Kota Banjar karena tradisi ini merupakan tradisi asli orang
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 Sunda yang hampir punah dan sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat tatar Sunda. Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan model kolaboratif dalam pembelajaran sejarah dengan media tradisi Ngabungbang dapat meningkatkan ketahanan budaya lokal. Dan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah penerapan model kolaboratif dalam pem-belajaran sejarah dengan media tradisi Ngabung-bang dapat meningkatkan ketahanan budaya lokal siswa kelas X.4 MAN 2 Ciamis. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Ciamis kelas X.4 pada mata pelajaran sejarah tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh pengajar dikelasnya sendiri dengan cara (1). Merencanakan, (2) Melaksanakan, (3) Merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. (Wijaya Kusumah, 2012: 9) Dengan tahapan perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observasi), refleksi (reflect). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah obseravasi, dokumentasi, wawancara, tes dan angket. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil identifikasi nilai tradisi ngabungbang dan relevansinya terhadap nilai budaya lokal terdapat 15 nilai dari tradisi Ngabungbang yang di relevansikan terhadap nilai karakter dan budaya bangsa, diantaranya adalah: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebang-saan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/berkomunikatif, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawa.
Ngabungbang merupakan ritual penuh kesengajaan yang dilakukan secara kolektif atau komunal. Spirit utamanya sama, yakni berupaya untuk meluluskan hajat atau keinginan. Akan tetapi prosesi dan laku yang dijalankan lebih mirip dengan sebuah upacara yang bernuansa magis dan meninggalkan kesan spiritual yang lengket. Pertama, karena Ngabungbang ini dilakukan pada tengah malam. Kedua, pada saat bulan purnama, biasanya tanggal 14 bulan Maulud (bulan peringatan kalahiran Nabi Muhammad SAW). Dan ketiga, di dalamnya disertai prosesi mandi bersama dengan air dari tujuh sumur/mata air, baik secara langsung atau yang sudah dikumpulkan jadi satu. (Yanu Endar Prasetyo, 2010: 115). Tradisi Ngabungbang merupakan salah satu contoh bentuk dari folklore yang merupakan bukti peninggalan masa lalu yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat desa Batulawang tetapi tidak dengan cara di bukukan. Hal ini sesuai dengan materi yang terdapat di dalam pembelajaran sejarah kelas X yaitu cara masyarakat masa prasejarah mewariskan masa lalunya diantaranya melaui folklor, mitologi, legenda, upacara tradisional dan lagu-lagu daerah. Pada standar kompetensi (SK): Memahami Prinsif Dasar Ilmu Sejarah dan kompetensi dasar (KD): Mendeskripsikan Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Aksara. Sesuai dengan pernyataan Edi S. Ekadjati (2009: 12) sesungguhnya sebelum datang penga-ruh kebudayaan HinduBudha, di tatar Sunda telah hidup kebudayaan yang diciptakan dan di dukung oleh masyarakat yang telah lama mendiami wilayah ini, sebagaimana tampak dari peninggalan benda-benda budayanya. Karena tidak meninggalkan bukti-bukti berbentuk tulisan, maka masa ini dimasukkan ke dalam masa prasejarah dan kebudayaannyapun dipandang sebagai kebudayaan prasejarah. Hal ini sesuai dengan
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
| 112
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 Sandar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada kelas X yaitu Mendeskripsikan Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Aksara pada pembahasan pewarisan tradisi dan folklor. Dalam pembelajaran sejarah pada pembahasan folklor peneliti memasukan
media tradisi Ngabungbang, dari 18 nilai karakter dan budaya, terdapat 15 nilai karakter dan budaya di dalam tradisi Ngabungbang. Dari identifikasi nilai tradisi Ngabungbang yang di relevansikan terhadap nilai budaya dan karakter, diantaranya:
Idenifikasi Nilai-Nilai Tradisi Ngabungbang Dan Relevansinya Dengan Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nilai-nilai tradisi Ngabungbang
Nilai Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Religius
Ungkapan rasa syukur terhadap Allah SWT atas panen yang melimpah Kejujuran Jujur
Toleransi antar umat Toleransi beragama dan tetangga serta menghargai pendapat orang lain Disiplin dalam berpa- Disiplin kaian dan dalam meng-efektifkan waktu serta patuh pada berbagai per-aturan. Kerja keras, tekun dan Kerja keras ulet
7.
Kreatif dapat Kreatif mengemas tradisi Ngabungbang sehingga dapat diterima oleh masyarakat, mengandung estetis dan ekonomis Mandiri
8.
Demokratis, social
113 |
Demokratis
Deskripsi
Sikap dan perilaku yang patuh dalam me-laksanakan ajaran agama yang di anutnya. Perilaku yang di dasarkan pada upaya men-jadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dn pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai per-bedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Indakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berfikir dan melakukan sesuatu untuk meng-hasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesai-kan tugas-tugas Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 9.
10.
Pengetahuan tentang Rasa ingin tahu se-jarah, terutama sejarah lokal dan budaya Mengambil keputusn Semangat bersama dengan kebangsaan bermus-yawarah
11.
Melestarikan daerah
budaya Cinta tanah air
12.
-
Menghargai prestasi
13.
Gotong royong
Bersahabat/ berkomunikatif
14.
Hidup rukun dengan Cinta damai tetangga
15.
-
16.
Pelestarian Peduli lingkungan, kesa-daran lingkungan terhadap ekologi
17.
Memberikan makanan Peduli sosial berupa umbiumbian
18.
Patuh
Gemar membaca
Tanggung jawab
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, di lihat dan di dengar Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dab Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan berkerja sama de-ngan orang lain. Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebijakan bagi dirinya Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitar dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Selalu ingin member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social dan budaya) Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
(Muchlas Samawi dan Hariyanto: 2013: 9) Nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan pada peserta didik, diantaranya: 1. Religius; siswa mengagumi kekuasaaan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta.
2. Jujur: siswa mengemukakan pendapat atau gagasan tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi. 3. Toleransi; siswa menghargai pendapat teman-temannya.
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
| 114
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 4. Disiplin; siswa tepat waktu datang ke sekolah dan berpakain sesuai dengan aturan 5. Kerja keras; siswa bersungguh-sungguh dalam belajar atau mengerjakan tugas 6. Kreatif; memberi pemikiran alternative pada permasalahan yang dihadapi 7. Demokratis; memilih lider sesuai dengan suara terbanyak 8. Rasa ingin tahu; siswa aktif dalam mencari informasi 9. Semangat kebangsaan; siswa merespon dengan positif pembelajaran dengan menggunakan media tradisi Ngabungbang 10. Cinta tanah air; siswa ikut serta dalam melestarikan budaya daerah, yaitu dengan mengikuti permainan tradisional 11. Bersahabat/berkomunikatif; siswa bergotong royong dengan penuh komunikatif dalam memecakan masalah 12. Cinta damai; siswa hidup rukun dengan teman-temannya 13. Peduli lingkungan; siswa bersikap empasi dan simpati terhadap lingkungan sekolah dan kelas 14. Peduli sosial; siswa memberikan bantuannya terhadap temannya yang kesulitan dalam memecahkan suatu masalah 15. Tanggung jawab; siswa mengerjakan tugas sesuai dengan yang diperintahkan guru. Setelah mengidentivikasi nilai-nilai yang terdapat di dalam tradisi Ngabungbang dan mencocokkan dengan nilai karakter dan budaya bangsa, maka peneliti menyusun RPP yang kemudian di diskusikan dengan guru mitra. 2. Perencanaan model kolaboratif dalam pembelajaran sejarah. Permasalahan rendahnya minat belajar sejarah di kelas X.4 MAN 2 Ciamis akan mempegaruhi pada nilai akademik siswa dan hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan berimbas pada sikapnya.
115 |
Gokhale (dalam Subiyono, Zainur Roqib dan Taslima: 2) mendefinisikan bahwa kolaboratif adalah kerja dalam suatu kelompok dengan anggota yang berbeda-beda, saling membantu untuk memecahkan suatu masalah secara bersamasama, dan menghasilkan suatu produk. Dengan demikian, interaksi sosial, siswa di-harapkan mampu menjelaskan konsep, teori, gagasan dan fikirannya dalam suatu kelompok untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena dengan diskusi kelompok, itu merupakan proses pembelajaran yang efektif. Karena di dalam proses pembelajaran itu ada kegiatan ekulturasi/sosialisasi. Menyosialisasi pengetahuan kepada teman sebaya. Dengan demikian proses pembelajaran yang tak bersandar pada guru sebagai sumber informasi adalah proses pembelajaran yang frimus interpares atau yang utama diantara yang lain. (Ivan Illich, 2008: 129-130). Paradigama pendidikan kolaboratif diatas identik dengan pembelajaran konstruktivisme, yang di isyaratkan kurikulum KTSP. Kosntruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. (Mohammad Thobroni. Arif Mustofa: 2012: 108-109). Hal ini sesuai dengan pernyataan Nana Supriatna (2007: 93-94) bahwasanya dalam pembelajaran sejarah, pendekatan konstruktivistik memungkinkan para siswa melakukan dialog kritis dengan subjek pembelajar, menggali informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber untuk melakukan klasifikasi dan prediksi serta menganalisis masalah-masalah sejarah termasuk masalah-masalah sosial kontroversial yang dihadapinya. Dengan ini perencanaan pembelajaran yang telah disepakati oleh peneliti dan guru mitra diantaranya adalah sebagai berikut:
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 a. Menetapkan pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan September 2013 setiap hari saptu sesuai dengan jam mata pelajaran sejarah di kelas X.4. b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan di diskusikan dengan guru mitra. Dengan SK: Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah dan KD: Mendeskripsikan Tradisi Sejarah Dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara Dan Masa Aksara. c. Menetapkan sumber pelajaran yaitu dengan menggunakan video tradisi Ngabungbang yang dilaksanakan di Desa Batulawang Kecamatan Pataruman Kota Banjara Jawa Barat. d. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai sebagai sebagai bahan penilaian, analisis dan refleksi: 1) Mendeskripsikan dan mengidentifikasi cara masyarakat masa prasejarah mewariskan masa lalunya dengan media tradisi Ngabungbang. 2) Mengidentifikasi tradisi masyarakat masa prasejarah dengan pemutaran video tradisi Ngabungbang sebagai contoh dari tradisi lokal. 3) Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam folklore, mitologi, legenda, upacara dan nyanyian rakyat dari berbagai daerah di Indonesia. 4) Mempraktekkan permainan tradisional Sunda yang terdapat di dalam tradisi Ngabungabang yang diwariskan secara terun temurun. Hal ini menyangkut asfek penguasaan keterampilan (skill) e. Membagi jumlah kelompok : f. Menyusun format penilaian: tes, angket, lembar obsevasi.
a. Para siswa atau mahasiswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri. b. Semua siswa atau mahasiswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis, c. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah yang ditemukan sendiri. d. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing mahasiswa atau siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap. e. Dosen atau pengajar menunjuk salah sau kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, mahasiswa atau siswa pada kelompok lain, mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan seama lebih kurang 20-30 menit. f. Masing-masing mahasiswa atau siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulkan. g. Laporan masing-masing mahasiswa atau siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif. h. Laporan mahasiswa atau siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya dan didiskusikan.
3. Pelaksanaan model kolaboratif dalam pembelajaran sejarah dengan media tradisi Ngabungbang dapat dilihat mulai dari pelaksanaan siklus I sampai siklus III. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran kolaboratif:
Pelaksanaan pembelajaran siklus I masih terdapat kendala-kendala baik dari eksteren maupun interen. Diantarnya adalah guru dan peserta didik belum begitu terbiasa belajar dengan berkolaborasi dan belum bisa menyesuaikan pembelajaran
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
| 116
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 dengan menggunakan media tradisi Ngabungang. Selain itu, guru masih dominan dalam kegiatan belajar mengajar dan guru masih terlalu sering berdiri atau duduk di depan kelas tanpa menghampiri siswa untuk berkolaborasi dalam proses belajar mengajar. Namun sedikit demi sedikit tujuan dari pembelajaran ini dapat dicapai, yaitu dengan pencapaian nilai rata-rata tes prestasi sebesar 69,1 dan nilai tes skala sikap sebesar 77,32. Setelah dilakukan refleksi kemudian selanjutnya menentukan langkah-langkah untuk pembelajaran selanjutnya. Selanjutnya pada pembelajaran siklus II telah terjadi inovasi pembelajaran dimana pembelajaran dilakukan dengan mengkolaborasikan cara belajar antara media video tradisi Ngabungbang dengan berdiskusi di kelas menggunakan teknik brainstorming, sehingga suasana kelas menjadi ramai dan terarah yang berdampak pada peserta didik tidak merasa jenuh lagi dalam mengikuti pelajaran sejarah. Dengan dampak positif tersebut, maka hal ini berpengaruh pada kekreatifan siswa serta berdampak juga terhadap nilai pengetahuan siswa terhadap pelajaran sejarah terutama pada materi yang dipelajari yaitu cara pewarisan masyarakat pra aksara dan aksara, tradisi, dan folklore. Setelah diadakan tes untuk yang kedua kalinya, maka peningkatan terjadi khususnya pada tes prestasi sebesar 75,68 dan tes skala sikap terhadap ketahanan budaya lokal sebesar 79,11. Bila dibandingkan dengan siklus I yaitu sebesar 77,32, maka pencapaian pada siklus II ini sudah cukup baik. Namun pada tes prestasi belum memenuhi KKM. Dengan meningkatnya nilai skala sikap terhadap ketaha-nan budaya lokal, maka ini sudah membuktikan bahwa siswa sudah mulai peduli terhadap ketahan budaya lokal. Pada siklus III yang dilaksanakan satu kali pertemuan. Pada pertemuan terakhir itu selain di adakan pre test dan post test di praktekkan juga permainan anak
117 |
tradisional gobag dan bancak. Kemudian hasil penilaian tes prestasi pada siklus III mencapai 81,31 dan tes skala sikap terhadap ketahan budaya lokal yang dicapai dengan rata-rata 80,2. Bila dibandingkan dengan siklus I dan siklus II sudah banyak peningkatan, maka peneliti memutuskan untuk menghentikan penelitian sampai siklus III saja. 4. Dengan menggunakan media tradisi Ngabungbangsebagai contoh tradisi lisan dan folklore pada materi masyarakat prasejarah mewariskan masa lalunya sangat mempengaruhi hasil evalusi peserta didik pada pembelaran sejarah. Bahwa pada siklus I pertemuan ke dua sudah mulai nampak perubahan ke arah kemajuan peserta didik terhadap proses belajar dengan hasil belajar yang dicapai yaitu jumlah nilai 2000, rata-rata 69,1, nilai tertinggi 85, nilai terendah 60 dan ketuntasan klasikal 62%. Pada siklus II mereka sudah mulai percaya diri baik itu dalam berdiskusi dan dalam pengisian soal. Pre test siklus II, sebanyak 14 siswa yang mendapat nilai tuntas sedangkan Post test 18 siswa yang telah tuntas. Ini membuktikan bahwa pada siklus II juga sudah terdapat peningkatan nilai yang dicapai diantaranya jumlah nilai 2065, nilai rata-rata 75,08, nilai tertinggi 85, nilai terendah 60 dan ketuntasan klasikal 65,5%. Padasiklus III yaitu pada kegiatan pre test terdapat 20 siswa yang telah tuntas kemudian pada post test siswa yang tuntas berjumlah 24 orang dengan jumlah nilai 2215, nilai tertinggi 95, nilai terendah 70, nilai rata-rata 81,31 dan ketuntasan kelas 82,7%. Meningkatnya sikap ketahanan budaya lokal siswa dipengaruhi oleh pembelajaran dengan model kolaboratif dan media tradisi Ngabungbang. Siswa sudah terlatih untuk mengkonstruksi pengetahuan yang di dapatnya serta sudah terbiasa merancang informasi yang di perolehnya. Sikap yang di capai tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tri Puji Lestari (2013)
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 yang membuktikan dengan penggunaan media VCD tradisi Nyili-nyili pada pembelajaran sejarah membuktikan dapat meningkatkan prestasi belajar dan kecintaan siswa terhadap tradisi lokal. SIMPULAN Berdasarkan kajian teori dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Nilai tradisi Ngabungbang yang sudah di identifikasi yaitu terdapat 15 nilai dari 18 nilai karakter dan budaya bangsa diantaranya adalah 1). Nilai religius, 2). Kejujuran, 3). Toleransi, 4). Disiplin, 5). Kerja keras, 6). Kreatif, 7). Demokratis, 8). Rasa ingin tahu, 9). Semangat kebangsaan, 10). Cinta tanah air, 11). Bersahabat/berkomunikatif, 12). Cinta da-mai, 13). Peduli lingkungan, 14). Peduli social, dan 15). Tanggung jawab. Sesuai dengan nilai karakter dan budaya bangsa yang terdapat di dalam tradisi Ngabungbang, maka peneliti dan guru mitra dapat mengintegrasikan dalam pembelajaran sejarah dengan menyusun RPP pada SK: Memahami Prinsif Dasar Ilmu Sejarah dan KD: Mendeskripsikan Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Aksara melalui media tradisi Ngabungbang pada pembelajaran sejarah dengan tujuan meningkatkan ketahan budaya lokal. 2) Perencanaan penerapan model kolaboratif dengan media tradisi Ngabungbang dalam pembelajaran sejarah yang sudah di sepakati oleh peneliti dan guru mitra diantaranya adalah; a). Menetapkan pelaksanaan penelitian. b). Menyusun RPP. c). Menetapkan sumber pelajaran. d). Menetapkan tujuan yang ingin di capai. e). Membagi jumlah kelompok dan f). Menyusun format penilaian. 3) Pelaksanaan model kolaboratif dengan media tradisi Ngabungbang dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan sikap terhadap ketahanan budaya lokal pada siswa MAN 2 Ciamis kelas X.4 tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini terbukti
melalui siklus I yang mencapai nilai ratarata 69,1 nilai tertinggi 85, nilai terendah 60 dan nilai ketuntasan kelas 62%. Pada siklus II nilai rata-rata 75,68, nilai tertinggi 85, nilai terendah 60 dan nilai ketuntasan kelas 65,5% dan siklus III terjadi peningkatan sikap ter-hadap nilai prestasi dan sikap terhadap ketahanan budaya lokal pada peserta didik, hal tersebut dapat dilihat dari nilai tes dan nilai skala sikap yang mencapai ketuntasan nilai rata-rata 81,31, nilai tertinggi 95, nilai terendah 70 dan nilai ketuntasan kelas 82% dari 29 orang serta keantusiasan siswa terhadap permainan anak tradisional. 4) Evaluasi pembelajaran sejarah dengan media tradisi Ngabungbang dapat dilihat pada peningkatan tes prestasi dan tes skala sikap dari siklus I sampai siklus III yaitu pada siklus pertama nilai rata-rata pada post test adalah 69,1 dengan ke-tuntasan klasikal 62 %. Sedangkan untuk tes skala sikap terhadap ketahan budaya lokal yaitu ilai rata-rata 77,32 dan ketuntasan klasikal 65,5%. Pada siklus kedua nilai post test diperoleh rata-rata 75,68 dengan ketuntasan klsikal 65,5 % dan untuk tes skala sikap terhadap ketahanan budaya lokal yaitu nilai rata-rata 79,11 dan ketuntasan klasikal 75,8 %. Untuk siklus ketiga pada post test mampu memperoleh nilai rata-rata 81,31 dengan ketuntasan klasikal 82,7 % untuk tes skala sikap terhadap ketahanan bu-daya lokal yaitu nilai rata-rata 80,02 dan ketuntasan klasikal 82,7%. Peningkatan prestasi dan sikap siswa terhadap keta-hanan budaya lokal ini berpengaruh dari cara belajar. Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan akan memotivasi peserta didik untuk kreatif dalam belajar sehingga akan berpengaruh terhadap ni-lai akademik yang berimbas pada sikap siswa. Hal ini terbukti dengan terjadinya peningkatan prestasi dan sikap siswa terhadap ketahanan budaya lokal pada setiap siklusnya.
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal
| 118
Jurnal Artefak | Vol. 1 | No.1 | Januari 20013 DAFTAR PUSTAKA Perwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa Mengenal Untaian Kearifan Lokal. Yogyakarta. Pustaka Jaya. Rosid, Ajib. (2011). Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda. Bandung. Kiblat. Prasetyo, Yanu Endar. (2010). Mengenal Tradisi Bangsa. Yogyakarta. IMU. Samawi, Muchlas Hariyanto. (2013). Pendidikan Karakter. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Priyadi, Sugeng. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Sejarah. Yogyakarta. Ombak Thobroni, Muhammad. Mustofa, Arif. (2012). Melajar dan Pembelajaran. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media.
119 |
Illich, Ivan. (2008). Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Kusumah, Wijaya. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Indeks. MP, Subiyono. Rofiq, Zainur. Tasliman. Pengembangan Model Pembelajaran Perencanaan Teknik Mesin dengan Pendekatan Belajar Kolaboratif untuk Meningkatkan Kompetisi Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Yogyakarta. UNY. Wirasutisna, Haksan. (1956). Saran-Saran tentang Mengajarkan Sedjarah. Jakarta. Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P. dan K. Supriatna, Nana. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung. Historia Utama Press.
Penerapan Model Kolaboratif dalam Pembelajaran Sejarah Dengan Media Tradisi Ngabungbang untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal