Jurnal Media Pendidikan Matematika “J-MPM”
Vol. 3 No.1, ISSN 2338-3836
PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM Tari Asdiati1 & Agusfianuddin2 Pemerhati Pendidikan Matematika 2 Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram E-mail:
[email protected] 1
ABSTRAK: Permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran matematika di SMAN 8 Mataram adalah hasil belajar siswa yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan discovery learning dengan pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil belajar ruang dimensi tiga pada siswa SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan discovery learning dengan pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil belajar ruang dimensi tiga pada siswa SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2014/2015. Model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan saintifik adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan kemampuan siswa untuk mencari, menyelidiki dan menemukan secara sistematis dan kritis sehingga siswa mendapatkan pengetahuan sendiri. penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peneliti. Tindakan dilaksanakan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa LKS, soal tes, dan lembar aktivitas guru. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan aktivitas guru. Hasil penelitian menunjukan bahwa: peningkatan hasil belajar siswa kelas X.3 SMAN 8 Mataram setelah mengikuti pembelajaran dengan dengan model discovery learning dengan pendekatan saintifik terlihat bahwa nilai hasil belajar siswa pada siklus I adalah 66,67%, sedangan pada siklus II adalah 78,26%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dengan menerapakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik dapat meningkatkan hasil belajar ruang dimensi tiga pada siswa SMAN 8 Mataram. Kata Kunci: Discovery Learning, Pendekatan Saintifik, Hasil Belajar, Ruang Dimensi Tiga. PENDAHULUAN Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Mulyasa, 2006:21). Oleh karena itu pendidikan sangat penting diberikan untuk setiap individu. Matematika sebagai salah satu materi pelajaran yang harus dipahami setiap individu. Matematika merupakan ilmu dasar yang diberikan sejak pendidikan dasar sampai sekolah menengah yang mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Dalam pendidikan formal, salah satu mata pelajaran disekolah yang dapat
digunakan untuk membangun cara berfikir siswa adalah matematika. Oleh karena itu, pelajaran matematika di sekolah tidak hanya menekankan pada pemberian rumus-rumus melainkan juga mengajarkan siswa untuk dapat menyelesaikan berbagi masalah matematis yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di SMAN 8 Mataram menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika masih menggunakan pendekatan konvesional yang didominasi dengan metode ceramah telah berdampak kurang baik bagi siswa. Siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan, sehingga hasil belajar matematika kurang maksimal khususnya pada materi ruang dimensi tiga. Apabila permasalahan tersebut dibiarkan, maka akan menciptakan pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa akan lebih banyak mendengarkan dan mencatat penjelasan dari guru. Untuk mengatasi kendala tersebut, diperlukan model
397
Jurnal Media Pendidikan Matematika “J-MPM” dan pendekatan pembelajaran yang mampu mengajak siswa agar terlibat secara penuh dalam kegiatan pembelajaran. Salah satunya adalah model discovery learning dengan pendekatan saintific. Discovery Learning berasal dari bahasa inggris, dimana discovery berarti penemuan dan learning berarti belajar. Hal ini senada dengan yang dijelaskan Risnawati (2008:134) dalam Firdaus, dkk (2014) bahwa pembelajaran penemuan adalah suatu cara penyampaikan topik matematika sedemikian rupa sehingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika melalui pengalaman belajar dan tidak lepas dari pengawasan serta bimbingan guru. Di samping itu, menurut Hamiyah dan Jauhar (2014:182) bahwa langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut: Mengidentifikasi kebutuhan siswa, menyeleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan, menyeleksi bahan, masalah/tugas-tugas, membantu dan memperjelas tugas/masalah yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa, mempersiapkan kelas atau alat-alat yang diperlukan, mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, membantu siswa dengan informasi/data jika diperlukan oleh siswa, memimpin analisis sendiri (self-analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah, merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. Menurut Daryanto (2014:55) bahwa pendekatan saintifik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan siswa untuk aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mendeskripsikan penerapan discovery learning dengan pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil
Vol. 3 No.1, ISSN 2338-3836 belajar ruang dimensi tiga pada siswa SMA Negeri 8 Mataran tahun pelajaran 2014/2015. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan discovery learning dengan pendekatan saintifik untuk meningkatkan hasil belajar ruang dimensi tiga pada siswa SMA Negeri 8 Mataran.” METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom actions research), oleh karenanya prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur penelitian tindakan kelas. McNiff (1992:1) dalam Mohammad (2011:4) dengan tegas mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan dan perbaikan pembelajaran. Dalam penelitian ini digunakan dua siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan skenario yang telah dibuat dan dibagi menjadi empat tahap yaitu: tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan tahap refleksi. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas X.3 SMAN 8 Mataram yang berjumlah 28 orang, terdiri dari 11 lakilaki dan 17 perempuan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan aktivitas guru. Penelitian ini dikatakan berhasil, jika aktivitas guru dalam mengelolah pembelajaran di dalam kelas dan aktivitas seluruh siswa selama mengikuti proses pembelajaran melalui lembar observasi yang dianalisis minimal pada kategori baik, serta meningkatnya hasil belajar siswa. Pada siklus I dan siklus II, hasil belajar dikatakan meningkat apabila peneliti dalam menyajikan materi ruang dimensi tiga dapat dipahami oleh siswa, yang ditandai dengan sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal dengan benar. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus dilakukan dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua yakni menerapkan model discovery learning dengan pendekatan saintifik dengan materi kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga pada siklus I, dan jarak pada bangun ruang pada siklus II. Pelaksanaan tes akhir tindakan dilakukan pada pertemuan ketiga untuk setiap siklus. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: (1)
398
Jurnal Media Pendidikan Matematika “J-MPM” kegiatan awal, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir. Kegiatan awal pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II yaitu peneliti mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam, dan menyapa siswa dalam kelas. Selanjutnya, peneliti memberikan apersepsi kepada siswa tentang materi pengenalan bangun ruang dan unsurunsurnya. Setelah memberikan apersepsi, peneliti meminta siswa duduk berdasarkan anggota kelompoknya masing-masing. Pada pembelajaran tersebut, siswa dibagi menjadi 6 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 5 sampai 6 orang. Kegiatan inti setiap siklus, dengan menerapkan model discovery learning dengan pendekatan saintifik meliputi: (1) Tahap stimulus atau pemberian rangsangan, tahap ini merupakan langkah pendekatan scientific yaitu mengamati (2) Tahap pernyataan atau identifikasi masalah, tahap ini merupakan langkah pendekatan scientific yaitu menanya, (3) Tahap pengumpulan data, tahap ini merupakan langkah pendekatan scientific yaitu mengumpulkan data, (4) Tahap pengolahan data, (5) fase verifikasi data, tahap ini merupakan langkah pendekatan scinetific yaitu mengolah informasi (6) tahap menarik kesimpulan dan mengevaluasi, tahap ini merupakan langkah pendekatan scientific yaitu mengkomunikasikan. Peneliti memberikan LKS kepada setiap kelompok dan menyampaikan hal-hal yang dilakukan dalam mengerjakan LKS pada tahap stimulus atau pemberian rangsangan. Siswa diminta untuk membaca LKS tersebut. Pada siklus I, LKS yang diberikan tentang kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga dan siklus II tentang jarak pada bangun ruang. Peneliti menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan pada saat mengerjakan LKS. Setelah mendengarkan penjelasan peneliti, semua siswa mengamati gambar balok dan kubus yang ada di LKS. Tahap pernyataan atau identifikasi masalah merupakan kegiatan pendekatan scientific yaitu menanya. Pada tahap ini, peneliti meminta siswa untuk menanyakan yang ditemukan di LKS. Pada siklus I, fakta-fakta yang diamati adalah kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga, sedangkan pada siklus II adalah jarak pada bangun ruang. Pada siklus I banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami permasalahan pada LKS, siswa
Vol. 3 No.1, ISSN 2338-3836 juga merasa bingung dalam menuliskan pertanyaan yang sesuai dengan fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, peneliti membimbing dengan memberikan pertanyaan penuntun/pancingan agar siswa dapat mempertanyakan hal-hal yang diamati. Pada siklus II, siswa sudah bisa menuliskan pertanyaan yang berkaitan dengan fakta-fakta yang diamati walaupun siswa tidak menuliskan pertanyaan secara tepat. Tahap pengumpulan data merupakan kegiatan pendekatan scientific yaitu mengumpulkan informasi. Pada tahap ini, guru meminta siswa untuk mengumpulkan data-data baik melalui LKS maupun dari sumber lain. Pada siklus I, informasi yang dikumpulkan tentang kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga dan siklus II tentang jarak pada bangun ruang. Tahap pengolahan data dan tahap verifikasi data, merupakan kegiatan pendekatan scientific yaitu mengolah data. Peneliti meminta siswa untuk mengolah data-data atau informasi yang diperoleh pada saat mengerjakan LKS, pada siklus I tentang kedudukan titik, garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga dan siklus II tentang jarak pada bangun ruang. Pada siklus I, sebagian besar siswa dalam kelompoknya masih bingung cara menghubungkan berbagai informasi yang diperoleh. Tahap verifikasi data, pada siklus I dan siklus II, guru meminta siswa untuk menganalisa dan memeriksa kembali datadata yang telah diperoleh secara cermat untuk memperoleh kesimpulan yang tepat. Tahap selanjutnya yaitu tahap menarik kesimpulan dan mengevaluasi. Tahap ini merupakan kegiatan pendekatan scientific yaitu mengkomunikasikan. Pada setiap siklus, peneliti meminta satu diantara perwakilan kelompok untuk mempresentasikan jawaban akhir dan menyampaikan bahwa kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya pelaksanaan tes evaluasi pertemuan pertama dan pertemuan kedua. Pada tes akhir tindakan siklus I, siswa diberikan 5 nomor soal. Berdasarkan hasil tes akhir tindakan siklus I, diketahui bahwa beberapa siswa sudah dapat menyelesaikan soal keliling layang-layang, namun hanya sebagian siswa yang dapat menyelesaikan soal tersebut dengan tepat. Sedangkan sebagian siswa lainnya masih melakukan kesalahan. Kesalahan yang dialami siswa diantaranya siswa keliru dalam menemukan rusuk-rusuk yang
399
Jurnal Media Pendidikan Matematika “J-MPM” bersilangan dan rusuk-rusuk yang menembus suatu bidang. Pada tes evaluasi siklus II, siswa diberikan 3 nomor soal. Hasil tes akhir siklus II menunjukkan bahwa siswa telah dapat menyelesaikan soal dengan baik. Namun, masih terdapat beberapa kesalahan siswa yang disebabkan siswa masih belum dapat menyelesaikan soal dengan tepat.
B. Pembahasan Berdasarkan deskripsi pelaksanaan penelitian tindakan kelas di atas, pada pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II, setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Pelaksanaan tindakan pada siklus I pertemuan pertama, pada tahap mengamati, siswa mengamati fakta-fakta yang ada di LKS yaitu mengamati gambar kubus yang mengarah ke materi kedudukan titik dengan garis dalam bangun ruang, dan kedudukan titik dengan bidang dalam bangun ruang. Akan tetapi pertemuan pertama kemampuan siswa dalam mengamati masih rendah, siswa masih bingun terhadap fokus pengamatan sehingga peneliti harus membimbing dan mengarahkannya. Pada tahap menanya pertemuan pertama, terlihat masih banyak siswa bingung dalam menuliskan pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang diamati. Hal ini besar kemungkinan disebabkan oleh tingkat pemahaman siswa terhadap suatu yang diamati cenderung kurang. Penyebab siswa masih bingung dalam menuliskan pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang diamati adalah kurang terbiasanya siswa menulis suatu pertanyaan karena siswa baru pertama kali mengenal model discovery learning dengan pendekatan saintifik yang menuntut siswa lebih berperan aktif dalam langkahlangkah model pembelajaran tersebut. Hal tersebut terlihat ketika siswa merasa kebingungan mengenai apa yang harus mereka tulis dalam bentuk pertanyaan. Peneliti memberikan suatu pertanyaan penuntun/pancingan yang berfungsi untuk mengarahkan siswa agar mempertanyakan hal-hal yang diamati. Tahap mengumpulkan informasi, siswa secara individu maupun secara berkelompok mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diamati baik melalui buku maupun dari sumber lain. Kemampuan siswa dalam mengumpulkan informasi pada pertemuan
Vol. 3 No.1, ISSN 2338-3836 pertama masih belum sesuai harapan. Oleh karena itu, peneliti harus terus membimbing cara mengumpulkan informasi dengan baik. Selanjutnya tahap mengolah informasi, siswa mengolah informasi yang sudah di kumpulkan dan melakukan verifikasi atau memeriksa kembali hasil/proses yang telah didapatkan secara cermat untuk memperoleh kesimpulan yang tepat. Kemudian tahap komunikasi, siswa belum percaya diri dalam mengkomunikasikan atau mempresentasikan hasil diskusinya dan tidak ada satupun siswa dari anggota kelompok lain yang memberikan tanggapan terhadap hasil presentasi dari kelompok yang tampil. Dilihat dari deskripsi pelaksanaan tindakan pada pertemuan kedua, tahap mengamati, kemampuan siswa dalam mengamati mulai ada peningkatan, siswa sudah mulai fokus terhadap fakta yang diamati. Siswa mengamati fakta-fakta yang ada di LKS yaitu mengamati gambar balok yang mengarah ke materi kedudukan dua garis dalam bangun ruang, kedudukan garis dengan bidang dalam bangun ruang, dan kedudukan dua bidang dalam bangun ruang. Pada tahap menanya pertemuan kedua, sebagian siswa masih belum bisa menuliskan pertanyaan sesuai dengan permasalahan tersebut. Tahap mengumpulkan informasi, siswa secara individu maupun secara berkelompok kemampuan siswa dalam mengumpulkan informasi sudah mulai nampak. Hal ini terlihat karena siswa sudah dapat menemukan informasi yang berkaitan dengan permasalahan pada LKS baik melalui buku maupun dari sumber lain. Setelah melakukan proses mengkumpulkan informasi siswa diminta untuk mengolah informasi yang sudah dikumpulkan dan memverifikasi hasil yang diperoleh. Ketika tahap mengolah informasi, banyak siswa bertanya kepada peneliti tentang dua garis yang bersilangan dan garis yang menembus atau memotong bidang pada balok. Hal ini besar kemungkinan siswa tidak paham mengenai materi tersebut karena peneliti tidak memberi penjelasan materi terlebih dahulu kepada siswa. Selanjutnya siswa melakukan verifikasi atau memeriksa kembali hasil/proses yang telah didapatkan secara cermat untuk memperoleh kesimpulan yang tepat. Pada saat tahap komunikasi, siswa mulai percaya diri dalam mempresentasikan hasil diskusi akan tetapi
400
Jurnal Media Pendidikan Matematika “J-MPM” kelompok lain belum berani juga memberikan tanggapan. Pada tes siklus I, peneliti mengingatkan siswa bahwa dalam menyelesaikan soal-soal tes siswa harus menggunakan langkah-langkah yang benar dan lengkap yaitu menuliskan apa yang diketahui, ditanyakan dan menyelesaikan permasalahan. Hasil dari tes akhir siklus I yaitu 66.67%. Pelaksanaan tindakan pada siklus II, peneliti masih menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik sesuai dengan langkah-langkah yang sudah diperbaiki oleh peneliti yaitu menjelaskan materi secara singkat sebelum dilaksanakan tahap mengamati. Tahap mengamati, siswa mengamati dan memahami fakta-fakta yang ada di LKS yaitu mengamati gambar kubus yang mengarah ke materi jarak antara titik dengan garis dalam bangun ruang, jarak antara titik dengan bidang dalam bangun ruang, dan jarak dua garis dalam bangun ruang. Pada siklus II kemampuan siswa dalam tahap mengamati sudah mengalami peningkatan. Adanya peningkatan tersebut terlihat dari kemampuan siswa dalam menunjukkan rasa ingin tahunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Daryanto, (2014:59) yang menyatakan bahwa Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Pada tahap menanya peneliti memberi arahan kepada siswa tentang apa yang harus ditulis ketika menuliskan sebuah pertanyaan. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena melihat pada tahap menanya siklus I, siswa belum bisa menuliskan pertanyaan sesuai dengan hal-hal yang diamati. Pada akhirnya, siswa mulai paham dan mampu menuliskan sebuah pertanyaan pada tahap menanya pada siklus II, terlepas dari apakah pertanyaan tersebut benar atau salah, artinya kemampuan siswa untuk bertanya sudah meningkat. Dalam kaitan dengan hal tersebut Daryanto, (2014:59) menyatakan bahwa guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, atau dibaca. Pada tahap mengumpulkan informasi, kemampuan siswa secara individu maupun secara berkelompok dalam mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diamati baik melalui buku maupun dari sumber lain sudah meningkat. Hal ini terlihat bahwa
Vol. 3 No.1, ISSN 2338-3836 siswa sudah bisa mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan permasalahan melalui buku paket atau sumber lain. Selanjutnya siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan. Hal ini Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 dalam Daryanto (2014:70) mengungkapkan bahwa pengumpulan informasi secara baik dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Pada saat tahap mengolah informasi siklus II secara umum terlihat bahwa sebagian besar siswa mengolah informasi dengan baik dan mudah dibandingkan dengan siklus I. Apabila ada yang belum paham, siswa bertanya pada anggota kelompoknya maupun kepada peneliti. Hal ini besar kemungkinan disebabkan oleh peneliti menjelaskan terlebih dahulu materi sebelum tahap mengamati, sehinnga berpengaruh baik pada aktivitas mengolah informasi. Oleh karena itu Daryanto (2014:70) menyatakan Pengolahan informasi yang dikumpulkan bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi untuk memperoleh solusi. Selanjutnya tahap verifikasi, pada tahap ini, siswa menganalisa kembali proses penyelesaian masalah, data-data atau informasi yang diperoleh. Pada tahap komunikasi, secara umum terlihat bahwa siswa sudah optimal melakukan presentasi hasil diskusinya. Pada saat presentasi siklus II lebih baik dibandingkan siklus I. Hal ini terlihat ketika perwakilan kelompok mempersentasikan hasil proses dari menyelesaikan suatu masalah mulai dari tahap mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, dan mengolah informasi ada beberapa kelompok lain menanggapinya. Hal ini besar kemungkinan disebabkan karena peneliti memancing siswa untuk bertanya dan menanggapi kelompok yang sedang presentasi. Sebelum dilakukan tes siklus II, peneliti mengingatkan kembali pada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal siswa harus menggunakan langkah-langkah yang benar dan lengkap yaitu menuliskan apa yang diketahui, ditanyakan, menuliskan strategi penyelesaian soal, menyelesaikan soal dengan benar, dan menuliskan kesimpulan setiap soal. Berdasarkan hasil tes siklus II, sebagian besar siswa sudah memahami atau mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah dengan benar. Hal ini terlihat pada presentasi skor yang
401
Jurnal Media Pendidikan Matematika “J-MPM” diperoleh siswa yaitu 78,26%. Sehingga dapat dikatakan bahwa presentasi skor yang diperoleh siswa pada siklus II lebih baik dari pada siklus I. Sehingga dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan perbaikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Risnawati (2008:134) dalam Firdaus, dkk (2014) bahwa pembelajaran penemuan adalah suatu cara penyampaikan topik matematika sedemikian rupa sehingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika melalui pengalaman belajar dan tidak lepas dari pengawasan serta bimbingan guru sehingga rangkaian kegiatan belajar melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki serta menemukan secara sistimatis, kritis, sehingga siswa mendapatkan pengetahuan sendiri. Di samping itu, Daryanto (2014:55) bahwa pendekatan saintifik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan siswa untuk aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Dengan demikian, aplikasi penyatuan konsep discovery melalui pendekatan saintific mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil dengan dua siklus, serta penerapan discovery learning dengan pendekatan saintifik dapat meningkatkan hasil belajar ruang dimensi tiga pada siswa kelas X.3 SMAN 8 Mataram. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan discovery learning dengan pendekatan saintifik yang dapat meningkatkan
Vol. 3 No.1, ISSN 2338-3836 hasil belajar siswa kelas X.3 SMAN 8 Mataram dalam menyelesaikan masalah kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang serta jarak pada bangun ruang dengan fokus kegiatan yaitu: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mengumpulkan informasi, (4) mengolah informasi, (5) mengkomunikasikan. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I, diperoleh ketuntasan klasikal 66.67% sedangkan pada siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 78,26%. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa para guru disarankan hendaknya menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan saintifik. Penulis juga menyarankan bagi sekolah SMAN 8 Mataram sebagai alat evaluator dari pengelolaan sekolah yang sudah berjalan sehingga dapat meningkatkan mutu, proses pembelajaran dan hasil pendidikan di sekolah. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan mencoba menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik pada sekolah lain dengan mengikuti prosedur yang benar. DAFTAR RUJUKAN Asrori, M. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : CV Wacana Prima. Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik. Yogyakarta: Gava Media. Firdaus, dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kepenuhan Pada Materi Persegi Panjang dan Segitiga. Riau. Jurnal. Hamiyah, N & Jauhar, M. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
402