1
PENENTUAN NILAI INDEKS GLIKEMIK PROBIOTIK UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL BAGI PENDERITA DIABETES
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH WAHYU ANITA INDRARUKMANA NIM 08.035
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011
2
ABSTRAK
Anita I.R, Wahyu. 2011. Penentuan Indeks Glikemik Probiotik Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus) Sebagai Pangan Fungsional Bagi Penderita Diabetes.Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Drs. Sentot Joko Raharjo, S.Si. Kata kunci : probiotik, umbi suweg, indeks glikemik
Diabetes mellitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme glukosa di dalam tubuh. Penderita diabetes harus bisa memilih pangan yang sesuai dan tidak menyebabkan kenaikan glukosa darah pasca mengkonsumsinya. Salah satu pangan yang dianjurkan untuk pasien diabetes adalah pangan yang mengandung nilai indeks glikemik (IG) rendah. Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Penggunaan umbi suweg sebagai minuman probiotik dapat menjadi alternatif makanan bagi pasien diabetes. Oligosakarida pada umbi suweg yang berfungsi sebagai prebiotik yaitu karbohidrat yang tidak dicerna tubuh, namun dapat dicerna oleh mikroba yang menguntungkan dalam tubuh, sehinggadapat meningkatkan kesehatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai indeks glikemik probiotik umbi suweg. Penelitian ini dilakukan di laboratorium mikrobiologi Putra Indonesia Malang, selama bulan Appril 2010. Tahap – tahap dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan sampel meliputi pembuatan prebiotik umbi suweg, pembuatan probiotik umbi suweg serta penentuan total bakteri asam laktat (BAL), tahap selanjutnya yaitu penentuan nilai IG, dan tahap terakhir yaitu analisis data dengan membandingkan luas kurva dibawah respon pangan uji (probiotik umbi suweg) dengan luas kurva di bawah pangan standard (glukosa) Hasil penelitian menunjukkan bahwa probiotik umbi suweg memiliki nilai total BAL sebesar 2,0 x 1010 CFU/ml dan IG yang rendah yaitu sebesar 52,67. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai IG probiotik umbi suweg sebesar 52,67. Dengan demikian probiotik umbi suweg termasuk pangan dengan IG rendah sehingga dapat digunakan sebagai alternative pangan bagi pasien diabetes. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan dilakukan penelitian lanjutan yaitu mengetahui dosis optimal penggunaan probiotik umbi suweg berdasarkan jumlah total BAL sebagai penurun glukosa darah serta digunakan variasi bakteri probiotik dalam pembuatan probiotik umbi suweg.
3
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penentuan Nilai Indeks Glikemik Probiotik Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus) sebagai Pangan Fungsional Bagi Penderita Diabetes” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program Diploma III Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan karya tulis ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak, yaitu: 1.
Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo, S.Si., selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang, serta selaku dosen pembimbing.
2.
Bapak dan Ibu Dosen Akafarma serta semua staf.
3.
Kedua orang tua, yang memberikan doa serta motivasi.
4.
Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tak langsung yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih mempunyai
beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Malang, Agustus 2011 Penulis
4
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................... i KATA PENGANTAR..................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................... iii DAFTAR TABEL........................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN...................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah..............................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................ 4 1.4 Kegunaan Penelitian........................................................... 4 1.5 Asumsi Penelitian............................................................... 5 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah........................ 5 1.7 Definisi Istilah.................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 7 2.1 Uraian Tumbuhan..............................................................
7
2.2 Diabetes Melitus.............................................................
10
2.3 Indeks Glikemik.............................................................
12
5
2.4 Prebiotik..........................................................................
14
2.5 Probiotik.........................................................................
15
2.6Bakteri Lactobacillus casei............................................
17
2.7 Susu Skim.......................................................................
18
2.8 Pemilihan Hewan Uji......................................................
19
2.9 Kerangka Teori...............................................................
22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................
26
3.1 Rancangan Penelitian.....................................................
26
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian.....................................
26
3.3 Hewan Uji.......................................................................
26
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................
27
3.5 Instrumen Penelitian.......................................................
27
3.6 Definisi Operasional Variabel........................................
28
3.7 Pengumpulan Data.........................................................
28
3.8 Analisis Data..................................................................
31
6
BAB IV HASIL PENELITIAN....................................................
33
4.1 Tahap Persiapan Sampel................................................
33
4.2 Penentuan Indeks Glikemik...........................................
35
BAB V PEMBAHASAN...............................................................
38
5.1 Tahap Persiapan Sampel...............................................
38
5.2 Penentuan Indeks Glikemik..........................................
42
BAB VI PENUTUP......................................................................
47
6.1 Kesimpulan..................................................................
47
6.2 Saran ............................................................................
47
DAFTAR RUJUKAN...................................................................
48
LAMPIRAN
7
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Umbi Suweg Dalam 100 Gram Bahan.....................
9
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Umbi Suweg dalam 100 Gram Bahan......................
10
Tabel 2.3 Komposisi Susu Bubuk Skim................................................................
19
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Variabel.....................................................
28
Tabel 4.1 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Saat Pemberian Probiotik Umbi Suweg..........................................................................
35
Tabel 4.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Saat Pemberian Glukosa................
36
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Volume maksimum larutan dan cara pemberian dosis.....................
51
Lampiran 2. Konversi dosis berdasarkan luas permukaan binatang.....................
52
Lampiran 3. Tahapan Pemeliharaan Kultur...........................................................
53
Lampiran 4. Tahapan pembuatan kultur kerja.......................................................
54
Lampiran 5. Perhitungan Total Bakteri Asam Laktat (BAL)................................
55
Lampiran 6. Analisis Data.....................................................................................
56
Lampiran 7. Gambar Tanaman Suweg..................................................................
59
Lampiran 8. Pembuatan Kultur Kerja...................................................................
60
Lampiran 9. Pembuatan Probiotik Umbi Suweg...................................................
61
Lampiran 10. Pengukuran Glukosa Daah..............................................................
62
9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman, mobilitas manusia yang tinggi saat ini menyebabkan mereka tidak mengontrol asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh mereka. Dengan mobilitas yang tinggi maka dibutuhkan juga jumlah kalori yang tinggi pula. Untuk mendapatkan kalori tersebut salah satunya yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung glukosa. Kurangnya perhatian pada kebiasaan makan dan gaya hidup yang tidak sehat ini nantinya akan berakibat buruk bagi kesehatan, salah satunya yaitu menyebabkan penyakit diabetes. Penyakit diabetes merupakan penyakit yang berbahaya karena tingginya kadar glukosa darah secara terus menerus atau berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi diabetes seperti terjadinya borok akibat berkurangnya aliran darah ke kulit sehingga penyembuhan luka tersebut terhambat. Dan inilah yang kemudian bisa menyebabkan amputasi pada bagian tersebut. Selain itu juga bisa terjadi komplikasi penyakit jantung, penyakit mata, kerusakan ginjal dan lain-lain. Yang paling penting dalam hal diabetes adalah pengaturan makanan. Karena makanan adalah faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu hendaknya dalam pencegahan penyakit diabetes atau komplikasi diabetes salah satu upayanya adalah dengan cara pengelolaan diet dan pemilihan makanan yang tepat. Makanan yang tepat tidak hanya memenuhi
10
kebutuhan dasar tubuh, tetapi lebih jauh lagi mempunyai sifat fungsional yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan, yang dikenal dengan pangan fungsional. Salah satu pangan fungsional adalah minuman probiotik. Menurut Hidayat (2006), probiotik adalah pangan yang mengandung mikroorganisme hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai. Selain itu menurut Fuller (1991) dan Bahar (2008), probiotik sebagai pangan fungsional memiliki banyak manfaat antara lain membantu pengobatan penyakit diare, meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus, membantu meningkatkan sisitem kekebalan tubuh serta mengurangi kadar kolesterol darah. Selain dengan mengkonsumsi makanan fungsional, pencegahan penyakit diabetes dapat juga dengan cara memilih pangan yang tepat diantaranya melalui pendekatan indeks glikemik pangan. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Konsep indeks glikemik (IG) merupakan pendekatan yang relatif baru untuk memilih makanan yang tepat, khususnya pangan sumber karbohidrat. Konsep ini menekankan pada pentingnya mengenal pangan (terutama karbohidrat) berdasarkan kecepatan menaikkan kadar glukosa dalam darah. Pangan yang memiliki IG tinggi akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat dan sebaliknya. Dengan mengetahui IG pangan, penderita diabetes dan obesitas akan lebih mudah memilih makanan yang mengenyangkan namun tidak cepat menaikkan kadar glukosa darah.
11
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pangan fungsional adalah suweg.
Suweg merupakan tumbuhan herba dan menahun, batangnya berbentuk
tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam belang-belang putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil berwarna cokelat kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan suweg. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. (Setijo, 2007) Suweg mengandung berbagai macam gizi seperti karbohidrat dengan rendah kalori, kandungan air yang cukup tinggi, vitamin, serta kandungan serat. Dan protein yang tinggi didalamnya. Karbohidrat yang terkandung dalam umbi suweg adalah golongan
oligosakarida
khususnya
rafinosa.
Adanya
karbohidrat
golongan
oligosakarida yaitu rafinosa maka umbi suweg dapat digunakan sebagai bahan prebiotik dan probiotik . Prebiotik merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna tubuh (biasanya berupa oligosakarida) yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan usus. Umbi suweg dapat dibuat menjadi minuman prebiotik dengan cara mengambil ekstraknya, kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 70ºC agar senyawa-senyawa yang rusak oleh pemasan tidak hilang. Campuran ini kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat didiamkan selama semalam untuk memisahkan patinya, bagian yang tidak mengandung pati dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit. Untuk mendapatkan probiotik umbi suweg, prebiotiknya ditambahkan bibit Lactobacillus casei kemudian diinkubasikan selama 3 hari pada suhu 37oC.
12
Menurut Didah Nur Faridah (2007), umbi suweg mempunyai kemampuan sebagai daya hipokolesterolemik serta indeks glisemiknya rendah. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang khasiat dari umbi suweg. Dalam hal ini peneliti ingin menggunakan probiotik umbi suweg untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah dengan penentuan indeks glikemik. Indeks glikemik pangan merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan pangan bagi penderita diabetes, karena pangan yang memiliki IG tinggi akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat dan sebaliknya. Pengukuran indeks glikemik pangan ini dilakukan dengan cara pemberian pangan uji dan pangan acuan kepada hewan uji, yang nantinya diukur kadar glukosa darahnya tiap 30 menit sekali selama 2 jam. Kadar gula dalam darah diukur dengan menggunakan metode “Glukose Test”.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Berapakah nilai indeks glikemik dari probiotik umbi suweg ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1Untuk mengetahui berapakah nilai indeks glikemik dari probiotik umbi suweg
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1.4.1
Menambah pengetahuan masyarakat tentang kegunaan umbi suweg terutama terhadap kesehatan.
13
1.4.2
Menambah pengetahuan masyarakat tentang minuman prebiotik dan probiotik.
1.4.3
Meningkatkan upaya pemanfaatan potensi umbi suweg menjadi bahan yang lebih berguna unuk mendukung bidang farmasi.
1.5 Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1
Dalam umbi suweg terdapat karbohidrat golongan oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik
1.5.2
Dalam umbi suweg terdapat polisakarida glukomanan yang dapat menurunkan penyerapan glukosa menuju sirkulasi darah di vena porta hepatica.
1.5.3
Umbi suweg memiliki indeks glikemik rendah sehingga bisa digunakan untuk pasien diabetes mellitus
1.6Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengukur kadar gula dalam darah saat pemberian probiotik umbi suweg dan saat pemberian glukosa, dan diukur setiap 30 menit selama 2 jam menggunakan metode “Glucose Test”. Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini meliputi umbi suweg yang digunakan berasal dari Desa Kanigoro Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang, serta tidak digunakan variasi bakteri starter dalam pembuatan minuman probiotik umbi suweg.
14
1.7 Definisi Istilah 1.7.1 Suweg atau Amorphophallus campamulatus adalah tanaman umbi-umbian
dari famili Araceae yang batangnya berbentuk tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam belang-belang putih serta bunga yang berbeda dengan bunga pada umbi-umbian lainnya yaitu bunga muncul setelah periode vegetative berakhir dan daun suweg mati, tidak ada lagi daun diatas permukaan tanah. 1.7.2 Prebiotik adalah karbohidrat yang tidak dicerna tubuh, namun dapat dicerna
oleh mikroba yang menguntungkan dalam tubuh, sehingga meningkatkan kesehatan 1.7.3
Probiotik berarti mikroorganisme yang berguna, dan kalau konteksnya adalah pangan, berarti makanan atau minuman yang berisi mikroorganismemikroorganisme yang diharapkan begitu masuk dalam tubuh akan dapat berguna dan meningkatkan kesehatan tubuh dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai.
1.7.4
Oligosakarida fungsional adalah polisakarida pendek dengan struktur kimia yang unik sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia.
1.7.5 Indeks glikemik (IG) pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya
terhadap kadar glukosa darah
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.2.1Penyebaran dan Habitat Suweg awalnya ditemukan di daerah tropis dari Afrika sampai ke pulau-pulau Pasifik, kemudian menyebar ke daerah beriklim sedang seperti Cina dan Jepang, kemudian ke Myanmar masuk ke Thailand dan ke Indonesia. Tanaman ini tumbuh dimana saja seperti di pinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di semak belukar dan di tempat-tempat di bawah naungan yang beranekaragam. Tanaman suweg tumbuh subur di dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu idealnya adalah 25-35oC dengan curah hujan 10001500mm/tahun. Pada suhu di atas 350 C daun tanaman akan terbakar, sedangkan pada suhu rendah menyebabkan suweg mengalami dormansi. Untuk mencapai produksi umbi yang tinggi diperlukan naungan 50-60%. Suweg dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan yaitu pada kondisi liat berpasir, strukturnya gembur, dan kaya unsur hara, di samping itu juga memiliki pengairan baik, kandungan humus yang tinggi, dan memiliki pH tanah 6 - 7,5. Tanaman obat ini mudah ditemukan di pulau Jawa dan dapat tumbuh hingga mencapai satu meter. (Sutomo, (2008), dan Anonymousa (2006))
16
2.2.2Deskripsi Tumbuhan Suweg merupakan tumbuhan herba dan menahun, batangnya berbentuk tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam belang-belang putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil berwarna cokelat kehitamhitaman sebagai alat perkembangbiakan suweg. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Selama pertumbuhannya tanaman suweg memiliki beberapa daun, setiap daun terdiri atas satu tangkai dan mendukung satu daun tunggal. Bunga tanaman suweg berbeda dengan bunga pada bunga pada umbi-umbian lainnya. Bunga muncul setelah periode vegetative berakhir dan daun suweg mati, tidak ada lagi daun diatas permukaan tanah. Bunga suweg muncul dari dalam tanah, dapat terjadi pada musim kemarau namun biasanya pada awal musim hujan. Namun demikian, tidak setiap musim hujan tanaman mampu memunculkan bunga. Siklus pemunculan bunga berselang antara beberapa tahun. Umbi suweg berbentuk bulat, bagian atasnya berlekuk dangkal bekas tempat pangkal tangkai daun. (Setijo, 2007)
2.2.3Sistematika Tumbuhan Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
17
Kelas
: Monocotiledone
Ordo
: Aracales
Famili
: Araceae
Genus
: Amorphophallus
Species
: Amorphophallus campamulatus
Sumber: Setijo, (2007)
2.2.4Kegunaan Umbi suweg berkhasiat sebagai obat sakit perut dan obat luka. Suweg dapat digunakan sebagai bahan lem, agar-agar, mi, tahu, kosmetik dan roti. Suweg sebagai serat pangan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis. Sedangkan tangkai daun serta daun dapat dimasak sebagai sayur. (Anonymous:2006)
2.2.5Kandungan Kimia Tumbuhan Umbi mengandung saponin, flavonoid serta glukomanan . Batang dan daunnya mengandung saponin dan polifenol. (Arief, 2010 : 103).
18
Menurut Dep. Kes RI dalam Setijo (2007) adapun kandungan zat-zat kimia dari 100 gram umbi suweg Tabel 2.1 Komposisi Kimia Umbi Suweg Dalam 100 Gram Bahan No Komposisi Jumlah 1. Kalori (kal) 69 2. Protein (g) 1,0 3. Lemak (g) 0,1 4. Karbohidrat (g) 15,7 5. Kalsium (mg) 62 6. Fosfor (mg) 41 7. Besi (mg) 4,2 8. Vitamin A (IU) 0 9. Vitamin B1 (mg) 0,07 10. Vitamin C (mg) 5 11. Air (g) 82,0 12. Bahan dapat dimakan (%) 86 Sumber : Dep. Kes RI dalam Setijo (2007) Sedangkan menurut Jansen et.al., (1996) dalam Hikmah (2006), kandungan dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Umbi Suweg dalam 100 Gram Bahan Komposisi Jumlah Air (g) 75-79 Protein (g) 1-5 Lemak (g) 0,4-2 Karbohidrat (g) 4,5-18 Gula (g) 0,1 Mannan (g) 0-9 Serat (g) 0,6 Ca (mg) 50 P (mg) 20 Fe (mg) 0,6 Vitamin A (IU) 432 Sumber : Jansen et.al., (1996) dalam Hikmah (2006)
19
2.2 Diabetes Melitus 2.2.1Definisi Diabetes mellitus adalah keadaan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif sehingga menimbulkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, (2003), Setiawan Dalimartha, (2005), dan Soderman dan Sodeman, (1995))
2.2.2Gejala Diabetes Melitus Penyakit diabetes melitus ditandai oleh poliurea (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan), walaupun banyak makan tetapi berat tubuh menurun, hiperglikemia, glikosuria, ketosis dan asidosis (Ganong,1998).
2.2.3Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah biasanya diukur saat puasa atau 2 jam sesudah makan. Kadar glukosa darah dapat diukur dengan berbagai metode, salah satunya yang paling cepat, mudah, dan akurat adalah dengan cara enzimatik Glucose Test dan alat yang digunakan adalah glukometer. Dengan metode strip, baik berupa metode warna maupun meter elektronik sangat memungkinkan untuk melakukan tes
20
sewaktu-waktu dengan hasil yang cepat. Pemeriksaan ini didasarkan atas perubahan glukosa menjadi senyawa kompleks yang berwarna karena adanya reagen seperti, odianosidin atau o-toluidin sebagai akseptor O2. Adapun reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut : Glukosa asam glukoronat + H2O2 H2O2 + Akseptor O2 senyawa kompleks yang berwarna Besarnya nilai kadar gula darah sebanding dengan intensitas warna dari senyawa kompleks sebagai hasil akhir reaksi.
2.2.4Penatalaksanaan Diabetes Melitus Penatalaksanaan DM mempunyai tujuan untuk menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan DM yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila pada langkah pertama tujuan belum tercapai maka dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.
2.2.4.1 Terapi Tanpa Obat Terapi tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan DM. Diet yang dianjurkan adalah
21
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik. Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olahraga yang dilakukan tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
2.3 Indeks Glikemik Para ilmuwan awalnya berpendapat bahwa makanan-makanan yang mengandung karbohidrat kompleks lebih lambat untuk dicerna dan diserap tubuh sehingga memiliki efek glikemik rendah. Namun beberapa makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti kentang rebus dan roti ternyata memiliki kecepatan untuk dicerna dan diserap hampir sama dengan maltosa. Oleh karena itu konsep indeks glikemik mulai diperkenalkan untuk melihat gambaran tentang hubungan karbohidrat dalam makanan dengan kadar glukosa darah. Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Pangan menaikkan gula darah dengan cepat, memiliki kadar indeks glikemik tinggi, sebaliknya yang menaikkan gula darah dengan lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik pangan menggunakan indeks glikemik glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100) (Rimbawan dan Siagian, 2004).
22
Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama 2 jam. Dalam hal ini, glukosa sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell, 1992). Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan yang lainnya. Bahkan, pangan dengan jenis yang sama bila diolah dengan cara yang berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan stuktur dan komposisi kimia pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi IG pangan, adalah proses pengolahan, perbandingan amilosa dan amilopektin, kadar gula, daya osmotik pangan, kadar serat, lemak, protein serta anti gizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Setiap jenis makanan memiliki IG yang berbeda-beda. Makanan yang memiliki IG rendah akan menghasilkan kenaikan dan penurunan kadar gula darah yang tidak terlalu curam sesaat setelah makanan tersebut dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh. Menurut Miller (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) berdasarkan respon glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1). Bahan pangan dengan nilai IG rendah (<55), 2). Bahan pangan dengan nilai IG sedang (5570) dan 3). Bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70)
23
2.4 Prebiotik Prebiotik adalah karbohidrat yang tidak dicerna tubuh, namun dapat dicerna oleh mikroba yang menguntungkan dalam tubuh, sehingga meningkatkan kesehatan dengan cara menstimulir secara selektif pertumbuhan satu atau lebih sejumlah mikroba terbatas pada saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Efektivitas prebiotik dalam kolon menurut Yulian (2006) ditentukan berdasarkan : 1. Ketidakmampuannya dihidrolisa dan diserap pada saluran gastrointestinal bagian atas sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak diekskresikan dalam tinja. 2. Selektivitasnya
sebagai
substrat
pertumbuhan
sejumlah
mikroflora
menguntungkan dalam kolon untuk pertumbuhan bakteri yang aktif melakukan metabolisme. 3. Kemampuannya
merubah
mikroflora
kolon
menjadi
komposisi
yang
menguntungkan kesehatan.
2.5 Probiotik Probiotik berarti mikroorganisme yang berguna, dan kalau konteksnya adalah pangan, berarti makanan atau minuman yang berisi mikroorganisme-mikroorganisme
24
yang diharapkan begitu masuk dalam tubuh akan dapat berguna dan meningkatkan kesehatan tubuh dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai. Secara umum, fungsi probiotik serupa dengan antibiotik yaitu dapat meningkatkan kesehatan. Bedanya, mekanisme kerja antibiotik langsung membunuh mikroorganisme target dan meninggalkan residu dalam tubuh, sedangkan probiotik menekan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan merangsang mikroorganisme
sejenis,
serta
tidak
meninggalkan
residu
dalam
jaringan
(Soeharsono,1997). Probiotik menawarkan alternative yang lebih baik untuk memperbaiki keseimbangan mikroflora usus yang terganggu daripada antibiotik (Hull dan Evans,1992). Minuman probiotik termasuk kedalam makanan fungsional yang mempunyai komponen aktif dan dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Ada tiga fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh makanan fungsional, yaitu (1) sensory (warna dan penampilan menarik, citarasa enak), (2) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan (3) Physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan adalah (a) pencegahan timbulnya bahaya penyakit; (b) meningkatkan daya tahan tubuh; (c) regulasi kondisi ritme fisik tubuh; (d) memperlambat proses penuaan; dan (e) penyehatan kembali dari sakit (recovery).
25
Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik adalah yang memproduksi asam laktat terutama misalnya Lactobacillus dan Bifidobacteria walaupun jenis yang lain juga ada (Sudarmo dkk,2000). Tidak semua bakteri asam laktat bersifat probiotik. Bakteri probiotik adalah yang dikonsumsi dalam keadaan hidup, bertahan hidup dalam saluran pencernaan setelah melalui berbagai rintangan dan mampu menjaga keseimbangan mikroflora usus. Sedangkan menurut Shoortt (2000), kriteria bakteri probiotik sebagai pangan fungsional adalah berasal dari manusia (human origin), bersifat non-patogen dan tetap viable selama penyimpanan, serta terbukti memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan. Terdapat sekitar 56 spesies lactobacilli dan 29 spesies bifidobacteria yang terutama digunakan sebagai kultur probiotik namun spesies yang dipercaya dan terbukti secara klinis memilki karakteristik bakteri probiotik hanya L.casei, Bifidobacteria, dan L.acidophillus (Shah,2001). Menurut V.An Erl King et.al
(2006) syarat minuman probiotik adalah
minimal mengandung bakteri probiotik berjumlah 106 cfu/g produk. Sedangkan menurut Sri Winarti (2006) minuman probiotik efektif untuk kesehatan jika mengandung 108-1012 cfu bakteri probiotik. 2.6Bakteri Lactobacillus casei
Lactobacillus casei adalah bakteri gram positif, anaerob fakultatif, non motil dan tidak membentuk spora, berbentuk batang (ukuran sel=0.7-1.1 x 2.0-4.0
26
mikrometer), merupakan anggota bakteri asam laktat yang penting bagi industri. Lactobacillus casei tahan asam, menghasilkan asam laktat sebagai hasil akhir fermentasi. Lactobacillus casei telah diisolasi dari produk-produk segar maupun fermentasi susu, produk tanaman segar maupun fermentasi dan juga dari saluran pencernaan manusia dan beberapa hewan. Dalam industri Lactobacillus casei telah diaplikasikan sebagai probiotik, sebagai kultur starter produksi asam untuk susu fermentsi dan khususnya sebagai agen penguat flavor dalam beberapa varietas keju (Anonymous (2004) dalam Maligan (2006). Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 15-410C pada pH 3,5 atau lebih rendah. Kondisi pertumbuhan optimum pada 370C dan pH 6,8 dan apabila digunakan dalam starter dalam produk susu fermentasi, waktu inkubasi yang diperlukan adalah 24 jam pada suhu tersebut (Ferrero et al, 1996). Kemampuan bakteri ini dalam membentuk asam pada medium yang sama bergantung pada pertumbuhan organisme dan kemampuannya memfermentasikan karbohidrat yang tersedia. Sumber tenaga bagi pertumbuhan L.casei sebagai bakteri dalam
pembuatan
yakult
misalnya,
diperoleh
dari
gula-gula
yang
dapat
difermentasikan oleh bakteri ini. Selain digunakan menjadi sumber energi juga untuk menghasilkan produk fermentasi utama berupa asam laktat. L.casei selain membutuhkan gula juga membutuhkan unsur-unsur nutrisi lain seperti asam-asam amino, asam lemak, dan vitamin (Jay,1992)
27
Menurut Mitsuoka (1989), L.casei selama pertumbuhannya memerlukan asam amino dan peptide sebagai sumber N. Asam amino dan peptide tersebut diperoleh melalui pemecahan protein susu skim dengan enzim autolysis proteolitik bakteri dan sebagian asam amino akan diubah dalam fermentasi lebih lanjut menjadi asam laktat. Klasifikasi Lactobacillus casei menurut Tortora, et al (2001) dalam Maligan (2006) sebagai berikut : Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacillus
Ordo
: Lactobaciliales
Family
: Lactobacillaceae
Genus
: Lactobacillus
Spesies
: Lactobacillus casei
2.7 Susu Skim Susu merupakan media fermentasi yang serbaguna. Susu mengandung bahanbahan yang diperlukan oleh setiap organisme yang secara nutrisi membutuhkannya seperti jenis Lactobacilllus. Dalam penelitian ini jenis susu yang ditambahkan adalah susu skim (non fat skim milk). Penambahan susu skim dimaksudkan untuk
28
mengoptimalkan kerja bakteri asam laktat yang dapat menggunakan laktosa sebagai sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D, E, dan K (Buckle,1987). Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energy susu. Kandungan susu skim dijelaskan dalam tabel 2.3 Tabel 2.3 Komposisi Susu Bubuk Skim Komponen Air Lemak Protein Laktosa Mineral
Presentase 3,0 0,8 39,5 52,3 8,0
Sumber :Anonimous(1990) dalam Atina (2006)
2.8 Pemilihan Hewan Uji Pemilihan hewan uji yang tepat didasarkan pada kepekaan terhadap metode uji yang akan dilakukan dan berkaitan erat dengan faktor internal biologis pada masing-masing spesies.
29
Pada penelitian menggunakan mencit sebagai hewan uji karena mencit merupakan hewan coba yang mudah berkembangbiak dan tersedia dalam banyak galur.
2.7.1Klasifikasi Mencit Klasifikasi mencit menurut Departemen Kesehatan adalah : Dunia/kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Sub kelas
: Theria
Ordo
: Rodentia
Sub ordo
: Myomarpha
Family
: Muridae
Sub family
: Murinae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
30
2.7.2Ciri-ciri Mencit Berat badan 20-30 g, hidung runcing, badan kecil 6-10 cm, telinga tegak, ukuran binatang 15 mm/kurang, dan kebiasaannya rodentia pemanjat, kadang-kadang menggali lubang. (Info Kesehatan, Derektorat Pengembangan Sekolah Luar Biasa, dalam Amrullah, 2007). Mencit bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi, dan lebih aktif pada malam hari dibanding siang hari. 2.7.3Pemberian Obat pada Hewan Uji 2.7.3.1Alat suntik 1. Tabung dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci, marmot dan anjing. Tetapi tidak perlu steril melainkan sangat bersih untuk tikus dan mencit. 2. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan cairan ke
dalam gelas beaker, dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali. 2.7.3.2Pemberian Obat 1. Pemberian per-oral Pemberian obat-obatan dalam bentuk suspensi, larutan atau emulsi, kepada tikus dan mencit dilakukan dengan pertolongan jarum suntik yang ujungnya tumpul
31
(bentuk bola/klanula). Klanula ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahanlahan dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esophagus. Sebelum pemberian sampel uji terhadap mencit terlebih dahulu harus mengetahui cara penanganan atau perlakukan terhadap mencit. Cara yang dilakukan yaitu mula-mula mencit diangkat dari kandangnya dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan lalu diletakkan di atas permukaan kasar untuk mengurangi gerak mencit. Setelah itu lipatan kulit tengkuk dipegang diantara jari telunjuk dan ibu jari dan mencit dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri. 2. Pemberian secara intraperitorial
Peganglah mencit pada ekornya dengan tangan kanan, biarkan mereka mencengkeram anyaman kawat dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri jepitlah tengkuk tikus/mencit diantara jari telunjuk dan jari tengah (bisa juga dengan jari telunjuk dan ibu jari). Pindahkan ekor mencit dari tangan kanan ke jari kelingking tangan kiri sehingga kulit abdomennya menjadi tegang. Pada saat penyuntikan, posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomennya. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 45oC dengan abdomen. Agak menepi dari garis tengah, untuk menghindari terkenanya kandung kencing. Jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati. Volume penyuntikan untuk mencit umumnya adalah 1 ml/100 g bobot badan. Kepekaan larutan obat yang disuntikkan, disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikkan tersebut.
32
Panduan volume maksimum dan cara pemberian dosis pada binatang khususnya untuk mencit dengan berat badan 20-30 g secara intraperitorial yaitu sebanyak 1,0 ml begitu juga pemberian secara per oral. Konversi dosis berdasarkan perbandingan luas permukaan binatang untuk dosis mencit dengan dibandingkan dosis manusia diperoleh factor konversi sebesar 0,0026.
2.9 Kerangka Teori Penyakit diabetes merupakan penyakit yang berbahaya karena tingginya kadar glukosa darah secara terus menerus atau berkepanjangan sehingga nantinya menyebabkan komplikasi diabetes . Yang paling penting dalam hal diabetes adalah pengaturan makanan. Karena makanan adalah faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu hendaknya dalam pencegahan penyakit diabetes atau komplikasi diabetes salah satu upayanya adalah dengan cara pengelolaan diet dan pemilihan makanan yang tepat. Makanan yang tepat tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh, tetapi lebih jauh lagi mempunyai sifat fungsional yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan, yang dikenal dengan pangan fungsional. Salah satu pangan fungsional adalah minuman probiotik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai minuman probiotik adalah umbi suweg. Di dalam umbi suweg terdapat oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik yaitu karbohidrat yang tidak dicerna tubuh, namun dapat dicerna oleh
33
mikroba yang menguntungkan dalam tubuh, sehingga meningkatkan kesehatan. Selain itu di dalam umbi suweg juga terdapat senyawa saponin serta flavonoid yang dapat berfungsi sebagai penurun kadar glukosa darah.oleh karena itu suweg merupakan tanaman fungsional yang dapat digunakan untuk pasien diabetes. Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pembuatan prebiotik umbi suweg. Dalam 100 g umbi suweg terdapat sekitar 15,7g karbohidrat sehingga pembuatan diperlukan sekitar 1 kg umbi suweg,
1 kg umbi suweg tersebut
diharapkan dapat menjadi nutrisi yang cukup bagi bakteri probiotik sehingga produk yang dihasilkan nantinya memenuhi persyaratan jumlah total BAL yaitu minimal 106 cfu/ml. Kemudian ditambahkan air sebanyak 3 kali berat umbi suweg yang bertujuan untuk memudahkan proses pemblenderan serta jumlah air juga akan mempengaruhi jumlah rendemen. Setelah prebiotik umbi suweg jadi selanjutnya dibuat probiotik umbi suweg dengan cara prebiotik umbi suweg ditambah dengan 4% susu skim serta ditambahkan starter atau bibit Lactobacillus casei sebanyak 2 %. Penambahan susu skim digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat agar proses fermentasi berjalan lebih cepat serta pemilihan L.casei sebagai starter karena L.casei dipercaya dan terbukti secara klinis memiliki karakteristik bakteri probiotik. Minuman probiotik yang telah jadi diukur kandungan BAL (Bakteri Asam Laktat), yaitu dengan menggunakan metode hitungan cawan dengan cara metode tuang (pour plate). Sebanyak 1 ml sampel diambil, di masukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquadest steril (pengenceran 10-1), mengambil 1 ml larutan dari pengenceran 10-1 dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquadest steril (pengenceran 10-2) begitu seterusnya sampai pengenceran 10-8. Pengenceran
34
dilakukan agar perhitungan jumlah koloni lebih mudah dan cepat. Mengambil 1 ml sampel dari pengenceran 10-6 sampai 10-8 dituang dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 15 -20 ml de Man Rogosha Sharp Agar (MRSA) cair steril. Tiap media pengenceraan dibuat duplo. Setelah media membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 2-3 hari. Mikroba yang tumbuh dihitung dengan colony counter. Suatu produk probiotik dapat memberikan manfaat kesehatan apabila bakteri probiotik minimal berjumlah 106 cfu/ml produk. Minuman probiotik umbi suweg diukur pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah dengan cara dilakukan penelitian praklinis dengan menggunakan hewan uji. Hewan uji yang digunakan untuk penelitian ini yaitu mencit yang berumur 2-3 bulan hal ini dikarenakan pada keadaan tersebut mencit berada pada keadaan optimum untuk digunakan sebagai hewan uji yaitu mencit pada kondisi dewasa dan organ mencit sudah sempurna. Selain itu dipilih mencit dengan berat badan antara 20-30g hal ini dilakukan sebab bobot mencit berpengaruh terhadap perhitungan dosis serta bobot mencit yang ideal serta yang umumnya terdapat dipasaran yaitu pada bobot 2030 gram. Untuk mengetahui pengaruh probiotik umbi suweg terhadap kadar glukosa darah yaitu berdasarkan penentuan nilai indeks glikemik (IG). Pada pengujian indeks glikemik, hewan coba diberikan sampel probiotik umbi suweg yang jumlahnya setara dengan 50 gram karbohidrat sampel. Selanjutnya diukur efeknya terhadap kadar glukosa darah setiap 30 menit selama dua jam (pengukuran kadar glukosa menit ke30, ke-60, ke-90 dan ke-120).
Selang 3 hari, hal yang sama dilakukan dengan
memberikan glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada hewan coba. Hal ini
35
dilakukan untuk mengurangi efek keragaman glukosa dari hari ke hari. Perhitungan nilai IG dihitung dengan cara membandingkan antara respon luas area di bawah kurva kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan respon luas area kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan standar (glukosa)
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Untuk penentuan nilai indeks glikemik probiotik umbi suweg dilakukan beberapa tahapan. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap akhir. Pertama, tahap persiapan sampel meliputi pembuatan prebiotik umbi suweg, pembutaan probiotik umbi suweg. Kedua, tahap pelaksanaan terdiri dari pemilihan objek penelitian, perlakuan uji yaitu penetuan nilai indeks glikemik. Terakhir, tahap akhir yaitu melakukan analisis data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah probiotik umbi suweg yang dibuat sendiri dari tanaman Amorphophallus campamulatus dari famili Araceae yang berada di Desa Kanigoro Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang.
37
3.3 Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini mencit jantan berumur 2-3 bulan dengan bobot 20-30 gram.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.5.1Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 3.5.2Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah mulai disetujuinya proposal ini sampai terselesainya proposal ini pada bulan Juni 2011.
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat dan bahan yang digunakan untuk pengumpulan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
38
3.7.1Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : pisau, juicer, thermometer, pemanas, panci, pengaduk, gelas ukur, timbangan analitik, beaker glass, kandang mencit, spuit, sonde, blood glucose test, cawan petri, pipet mikro 1 ml, laminary air flow, colony counter. 3.7.2Bahan Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai berikut : mencit jantan sehat yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 g, umbi suweg, aquadest, media MRSA (de Man Rogosha Sharp Agar),
MRSbroth, susu skim, biakan
Lactobacillus casei.
3.6 Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah probiotik umbi suweg dan variabel terikatnya adalah indeks glikemik. Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Variabel Variabel
Definisi
Probiotik umbi salah satu bahan suweg pangan fungsional yang dapat mempengaruhi kadar gula darah Indeks tingkatan
Hasil ukur kadar glukosa darah mencit setelah pemberian probiotik umbi suweg Adanya
Alat ukur Glucosa test
perubahan Glucosa
Skala ukur Nominal
Nominal
39
glikemik
pangan menurut kadar gula darah test efeknya sesudah diberi terhadap kadar probiotik umbi suweg. glukosa darah
3.7 Pengumpulan Data 3.7.1Penentuan Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah mencit jantan sehat yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 20-30 gram yang sebelumnya tidak pernah digunakan sebagai objek penelitian lain dan sudah dikondisikan untuk perlakuan uji. Selain itu persyaratan hewan uji yang akan digunakan yaitu bulu mencit sehat dan tampak bersih, halus dan mengkilat, bola mata tampak kemerahan dan jernih, hidung dan mulut tidak berlendir atau mengeluarkan air liur secara terus-menerus, konsistensi fesesnya normal dan padat, hewan tampak aktif dan selalu bergerak ingin tau.
3.7.2Persiapan Sampel 3.7.2.1 Pembuatan Prebiotik Umbi Suweg 1. Sebanyak 1 kg umbi suweg dikupas kemudian dicuci. 2. Umbi suweg yang sudah dikupas kemudian dipotong-potong dan dimasukkan dalam juicer. 3. Ditambahkan air sebanyak 3 kali berat umbi suweg kemudian diblender 4. Campuran dipanaskan pada suhu 70oC selama 30 menit.
40
5. Campuran didinginkan kemudian disaring. Filtrat diambil dan diendapkan selama semalam. 6. Endapan dipisahkan, kemudian sarinya dipanaskan selama 10 menit.
3.7.2.2 Pembuatan Probiotik Umbi Suweg 1. Prebiotik umbi suweg yang sudah siap didinginkan sampai hangat-hangat kuku, kemudian ditambah susu skim sebanyak 4%. 2. Ditambahkan starter atau bibit Lactobacillus casei sebanyak 2 %. Perlakuan ini
dilakukan dalam laminary air flow. 3. Campuran diinkubasi pada suhu 37oC selama 3 hari.
4. Produk dapat disimpan pada lemari es agar lebih tahan lama.
3.7.2.3 Total Bakteri Asam Laktat 1. Sebanyak 1 ml sampel diambil, dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
aquadest steril (pengenceran 10-1) 2. Mengambil 1 ml larutan dari pengenceran 10-1 dimasukkan dalam tabung reaksi
yang berisi 9 ml lautan aquadest steril (pengenceran 10-2) begitu seterusnya sampai pengenceran 10-8
41
3. Mengambil 1 ml sampel dari pengenceran 10-6 sampai 10-8 dituang dalam cawan
petri steril, kemudian ditambahkan 15 -20 ml de Man Rogosha Sharp Agar (MRSA) cair steril. Tiap media pengenceraan dibuat duplo 4. Setelah media membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama
2-3 hari. 5. Mikroba yang tumbuh dihitung dengan colony counter.
3.7.3Penentuan Nilai Indeks Glikemik 1. Pangan uji yang akan ditentukan IG-nya diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam 2. Selama 2 jam pasca pemberian sampel darah sebanyak 50 µl diambil setiap 30
menit sekali untuk diukur kadar glukosa darahnya. 3. Selang 3 hari hal yang sama dilakukan dengan memberikan glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada relawan. 4. Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu dan kadar gula darah 5. Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva
antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan.
42
3.8 Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan analisis data sebagai berikut Tabel 3.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah saat Pemberian Probiotik Umbi Suweg Mencit
Saat puasa
Kadar Glukosa Darah Mencit (mg/dl) Saat 30 Saat 60 Saat 90 menit menit menit
Saat 120 menit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Tabel 3.3 Pengukuran Kadar Glukosa Darah saat Pemberian Glukosa Mencit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Saat puasa
Kadar Glukosa Darah Mencit (mg/dl) Saat 30 Saat 60 Saat 90 menit menit menit
Saat 120 menit
43
Setelah diperoleh data hasil pengukuran kadar glukosa darah yang diperoleh saat pemberian probiotik umbi suweg dan saat pemberian glukosa selanjutnya dari data diatas dibuat grafik yang selanjutnya dibandingkan luas area dibawah respon pemberian pangan uji (probiotik umbi suweg) dan luas
area dibawah respon
pemberian glukosa. Adapun rumus perhitungan luas dibawah kurva adalah sebagai berikut :
=
(
)
Keterangan : AUC = area under kurva (luas dibawah kurva) = waktu ke-n = waktu ke n-1 = kadar glukosa darah pada waktu n-1 = kadar glukosa darah pada waktu ke-n
44
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai pennetuan nilai indeks glikemik probiotik umbi suweg (Amorphophallus campanulatus) sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes diperoleh data sebagai berikut : 4.1 Tahap Persiapan Sampel 4.2.1Pembuatan Prebiotik Umbi Suweg Hasil organoleptis umbi suweg yang digunakan pada pembuatan prebiotik umbi suweg adalah umbi suweg yang sudah tua, yaitu berbentuk bulat, kulit umbi berwarna coklat tua serta daging umbi berwarna jingga atau kemerah-merahan. Hasil organoleptis prebiotik umbi suweg yaitu bentuk cair dengan warna coklat tua dengan bau suweg dan tidak berasa.
4.2.2Pembuatan Probiotik Umbi Suweg Hasil organoleptis probiotik umbi suweg adalah sebagai berikut: Bentuk : Cair Warna : Coklat susu Bau
: Khas minuman probiotik
Rasa
: Asam
45
4.2.3Hasil Perhitungan Total Bakteri Asam Laktat Total bakteri asam laktat ini dihitung dengan menggunakan metode hitungan cawan yaitu dengan cara metode tuang (pour plate). Sampel diencerkan dengan menggunakan air steril sampai pengenceran 10-8, lalu dari pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8 dipipet 1 ml larutan tersebut ke dalam cawan petri, kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukan de Man Rogosha Sharp Agar (MRSA) cair steril yang telah didinginkan sampai 450C sebanyak 15 ml. Setiap perlakuan dibuat duplo, lalu cawancawan tersebut di inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 2 x 24 jam. Perhitungan koloni dilakukan dengan menggunakan “Quebec Colony Counter”, dan didapatkan hasil seperti pada lampiran 5. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung berdasarkan “Standard Plate Count” (SPC). Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni 30 – 300 koloni. Pada pengenceran 10-6 dan 10-7 didapatkan hasil TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung), dan pada pengenceran 10-8 didapatkan hasil 226 dan 173. Dari ketiga pengenceran tersebut yang memenuhi syarat untuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) yaitu pada pengenceran 10-8 karena mengandung jumlah jumlah koloni 30 – 300 koloni. Dari perhitungan didapatkan total bakteri asam laktat sebesar 2,0 x 1010 Cfu/ml.
46
4.2 Penentuan Indeks Glikemik 4.2.1Pengukuran Kadar Glukosa Darah Mencit Saat Pemberian Minuman Probiotik Umbi Suweg Sebelum dilakukan perlakuan uji, hewan coba dipuasakan terlebih dahulu (kecuali air) selama semalam. Sebanyak 0,13 ml probiotik umbi suweg diberikan kepada setiap hewan coba. Selama 2 jam pasca pemberian, sampel darah sebanyak 50 µl diambil setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya. Data yang didapatkan seperti pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Saat Pemberian Probiotik Umbi Suweg Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) Mencit
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sebelum
Saat 30 menit
Saat 60 menit
Saat 90 menit
Saat 120 menit
132 90 134 117 61 98 71 116 137
137 105 142 125 75 114 81 120 146
120 110 128 123 65 114 90 104 153
98 106 79 108 50 108 88 98 127
94 89 87 100 54 87 71 76 120
47
10 Rata -rata
101 105,7
114 115,9
104 111,1
93 95,5
90 86,8
4.2.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Mencit Saat Pemberian Glukosa Perlakuan untuk glukosa murni dilakukan setelah 3 hari setelah perlakuan untuk sampel uji. Sebelum dilakukan perlakuan uji, hewan coba dipuasakan terlebih dahulu (kecuali air) selama semalam. Sebanyak 0,13 ml glukosa murni diberikan kepada setiap hewan coba. Selama 2 jam pasca pemberian, sampel darah sebanyak 50 µl diambil setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya. Data yang didapatkan seperti pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Saat Pemberian Glukosa Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) Mencit Sebelum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
145 143 126 103 144 142 96 88 101 117
Saat 30 menit 184 173 194 149 177 182 141 179 158 150
Rata -rata
120,5
168,7
Saat 60 menit 134 76 109 140 162 190 115 156 155 135
Saat 90 menit 109 72 103 127 155 188 97 152 142 128
Saat 120 menit 98 63 80 109 147 152 84 135 128 120
137,2
127,3
111,6
48
Dari hasil yang didapatkan saat pemberian probiotik umbi suweg dan pada saat pemberian glukosa diperoleh grafik seperti dibawah ini :
Kadar Glukosa Darah (mg/dl)
Gambar 4.1 Grafik Kadar Glukosa Darah
180 160 140 120 100 80 60 40
probiotik umbi suweg glukosa
20 0 Puasa
30'
60'
90'
120'
Waktu Sampling (menit)
Dari grafik diatas lalu dihitung nilai indeks glikemik (IG) dari sampel probiotik umbi suweg yaitu dengan cara membandingkan luas area di bawah kurva respon makanan uji (probiotik umbi suweg) dengan luas area di bawah kurva respon standar (glukosa). Nilai IG probiotik umbi suweg yaitu sebesar 52,67.
49
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Tahap Persiapan Sampel 5.1.1Pembuatan Prebiotik Umbi Suweg Sebelum diolah menjadi minuman probiotik, suweg terlebih dahulu dibuat minuman prebiotik. Tahap pertama yang dilakukan yaitu pemilihan umbi suweg yang akan digunakan. Suweg yang digunakan dalam pembuatan prebiotik adalah suweg yang sudah tua dengan ciri-ciri daunnya mulai layu dan batangnya berwarna kuning, kulit umbi suweg berwarna coklat tua dengan daging umbi yang berwarna jingga kusam sampai kemerah-merahan. Tahap kedua yaitu proses penghilangan kadar kalsium oksalat yang ada pada daging umbi suweg. Daging umbi suweg mengandung kalsium oksalat yang bisa menimbulkan rasa gatal. Menurut Riatyastie dan Arik Purwani rasa gatal pada talas yang mengandung kalsium oksalat dapat dihilangkan dengan perendaman menggunakan garam (NaCl) yang dilarutkan dalam air. Umbi suweg dicuci sampai bersih dengan air, kemudian umbi suweg direndam dalam larutan NaCl 1% selama 20 menit. Setelah itu umbi suweg dicuci kembali dengan air. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mengandung sedikit mineral serta NaCl yang digunakan
50
adalah NaCl murni agar tidak ada kotoran yang terserap dalam perendaman. Penurunan kadar oksalat terjadi karena reaksi seperti dibawah ini : CaC2O4 + 2NaCl à Na2C2O4 + CaCl2 Tahap ketiga yaitu proses penghancuran, suweg dirajang dan dihancurkan dengan blender. Dalam tahap penghancuran, ditambahkan air sebanyak tiga kali berat umbi suweg, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pemblenderan. Selain itu jumlah air yang ditambahkan mempengaruhi jumlah rendemen yang diperoleh. Tahap terakhir yaitu proses pasteurisasi. Menurut Buckle et all (1987) bakteri patogen yang berhubungan dengan bahan pangan tidak dapat tumbuh diluar kisaran suhu antara 40 - 600C. Pada penelitian ini suweg yang telah dihancurkan dipanaskan pada suhu 700C selama 30 menit, hal ini bertujuan untuk mematikan bakteri patogen dan mempersiapkan media pertumbuhan bagi bakteri probiotik. Setelah itu campuran didinginkan kemudian disaring untuk diambil filtratnya. Filtrate diendapkan semalam guna mengendapkan patinya sehingga sarinya dapat dipisahkan. Setelah patinya mengendap lalu diambil sarinya. Prebiotik yang dihasilkan bernarna coklat tua dengan bau suweg dan tidak berasa. Pada penelitian ini tidak dilakukan variasi suhu pasteurisasi sehingga tidak dapat diketahui pada suhu berapakah masih didapatkan kadar zat gizi yang tinggi pada umbi suweg.
51
5.1.2Pembuatan Probiotik Umbi Suweg Menurut Ety Kusmawati (2008) pembuatan minuman probiotik umbi suweg diawali dengan proses pemeliharan kultur dan pembuatan kultur kerja. Pada proses pemeliharaan kultur diambil satu ose bakteri probiotik kemudian ditanam pada beberapa tabung yang berisi media MRS broth cair steril. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi jika terjadi kontaminasi pada biakan bakteri dan digunakan sebagai cadangan . setelah proses pemeliharan kultur dilakukan proses pembuatan kultur kerja. Dengan cara, 0,5 – 1% kultur murni ditumbuhkan dalam 50 ml susu skim 10% steril. Kemudian diinkubasi pada suhu 370 C selama sehari dan disimpan dalam refrigenerator, ini yang dinamakan dengan kultur induk. Selanjutnya 5% kultur induk ditambahkan ke dalam 50 ml susu skim 10% steril dan diinkubasi pada suhu 370C selama sehari dan disimpan dalam refrigenerator, ini dimakan dengan kultur kerja. Kultur kerja ini yang selanjutnya dapat digunakan sebagai kultur starter. Kultur starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus casei. Menurut Koswara (1998) yang dikutip oleh Susanti (2005), glukosa, laktosa, dan sukrosa dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat agar proses fermentasi berjalan lebih cepat. Dalam pembuatan minuman probiotik ini, prebiotik umbi suweg ditambahkan dengan susu skim, karena di dalam susu skim mengandung jumlah laktosa yang cukup banyak yaitu sekitar 52,3% sehingga dapat digunakan dalam proses fermentasi oleh bakteri asam laktat selain itu penambahan susu skim dapat meningkatkan citarasa produk.
52
Tahap selanjutnya yaitu
penambahan kultur starter ke dalam campuran
tersebut. Kultur starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus casei. L.casei terbukti secara klinis memiliki karakteristik bakteri probiotik. Menurut Ferrero et al,(1996) kondisi pertumbuhan optimum L.casei yaitu pada suhu 370C apabila digunakan dalam starter dalam produk susu fermentasi. Dalam penelitian ini campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 3 hari.
Minuman probiotik yang
dihasilkan berwana coklat susu dengan bau khas minuman probiotik dan rasanya agak sedikit asam.
5.1.3Perhitungan Total Bakteri Asam Laktat Perhitungan total bakteri asam laktat (BAL) menggunakan metode hitungan cawan dengan cara metode cawan tuang. Prinsip metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung, serta dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba. Minuman probiotik yang akan dihitung total BAL (Bakteri Asam Laktat) nya dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum ditumbuhkan dalam medium agar di dalam cawan petri, sehingga setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan
53
tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang dapat dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) adalah 30 – 300 koloni. (Fardiaz, 1993) Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil satu ml sampel lalu dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Hal yang sama dilakukan sampai diperoleh pengenceran 10-8. Larutan pengencer yang digunakan adalah aquades steril. Dari tiga pengenceran terakhir yaitu pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8 dipipet 1 ml larutan tersebut ke dalam cawan petri, kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukan de Man Rogosha Sharp Agar (MRSA) cair steril yang telah didinginkan sampai 450C sebanyak 15 ml, hal ini bertujuan agar bakteri tidak mati. Untuk ketelitian yang lebih tinggi maka dilakukan pemupukan secara duplo yaiu menggunakan dua cawan petri untuk setiap pengenceran, lalu cawan-cawan tersebut di inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 2 x 24 jam, kondisi pertumbuhan optimum L.casei adalah pada suhu 370C. Perhitungan koloni dilakukan dengan menggunakan “Quebec Colony Counter” dengan satuan colony forming unit (cfu)/ml. Menurut V.An Erl King et.al
(2006) syarat minuman probiotik adalah
minimal mengandung bakteri probiotik berjumlah 106 cfu/g produk. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu pada pengenceran 10-6 dan 10-7 didapatkan hasil TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung), dan pada pengenceran 10-8 didapatkan hasil 226 dan 173. Dari ketiga pengenceran tersebut yang memenuhi syarat untuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) yaitu pada pengenceran 10-8 karena mengandung jumlah koloni 30 – 300 koloni. Dari perhitungan didapatkan total bakteri asam laktat sebesar 2,0 x 1010 CFU/ml, yang berarti dalam setiap ml sampel
54
mengandung 2,0 x x 1010 koloni bakteri. Nilai total BAL tidak kurang dari 106 cfu/ml sehingga produk ini dapat dikatakan sebagai minuman probiotik. Untuk menentukan pengaruh minuman probiotik terhadap kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan penentuan indeks glikemik dan penentuan dosis optimal berdasarkan total BAL. Dalam penelitian ini hanya menggunakan penentuan indeks glikemik untuk mengetahui pengaruh nya terhadap glukosa darah. 5.2 Penentuan Indeks Glikemik Efek glikemik dari suatu bahan pangan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menggambarkan seberapa cepat dan tinggi kenaikan kadar glukosa darah setelah mengonsumsi bahan pangan tertentu. Efek glikemik juga menggambarkan kecepatan respon tubuh manusia untuk mengembalikan kadar glukosa darah menjadi normal kembali (Whitney et al, 1990). Pada pengujian IG ini, hewan coba diberikan sampel probiotik umbi suweg yang jumlahnya setara dengan 50 gram karbohidrat sampel. Selanjutnya diukur efeknya terhadap kadar glukosa darah setiap 30 menit selama dua jam (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan menggunakan alat glukometer Easy Touch®. Selang 3 hari, hal yang sama dilakukan dengan memberikan glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada hewan coba. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek keragaman glukosa dari hari ke hari.
55
Menurut Marsono., et al (2002) perhitungan IG dilakukan berdasarkan perbandingan antara respon luas area di bawah kurva kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan respon luas area kenaikan glukosa darah setelah mengonsumsi pangan standar (glukosa). Semakin luas area dibawah kurva atau semakin tinggi respon glikemiknya maka indeks glikemiknya semakin tinggi. Dari hasil yang didapatkan pada perlakuan dengan pemberian probiotik umbi suweg dan pemberian glukosa murni dapat digambarkan pada grafik dibawah ini :
Kadar Glukosa Darah (mg/dl)
Gambar 5.1 Grafik Kadar Glukosa Darah
180 160 140 120 100 80 60 40
probiotik umbi suweg glukosa
20 0 Puasa
30'
60'
90'
Waktu Sampling (menit)
120'
Gambar 5.1 merupakan respon kadar glukosa darah hewan coba terhadap sampel probiotik umbi suweg dan pangan standard (glukosa) yang menunjukkan keduanya memiliki puncak kadar glukosa yang berada pada menit ke-30 setelah konsumsi. Pangan standard (glukosa) meningkatkan kadar glukosa darah dengan
56
sangat cepat pada 30 menit pertama konsumsi. Sedangkan sampel probiotik umbi suweg tidak meningkatkan kadar glukosa darah dengan sangat cepat pada 30 menit pertama konsumsi. Dari grafik diatas dapat dihitung nilai IG probiotik umbi suweg dengan cara membandingkan luas area di bawah kurva respon makanan uji (probiotik umbi suweg) dengan luas area di bawah kurva respon standard (glukosa). Luas area dihitung dengan menggunakan metode AUC (Area Under Curve). dari perhitungan didapatkan nilai IG sampel sebesar 52,67. Menurut Miller (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) berdasarkan respon glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1). Bahan pangan dengan nilai IG rendah (<55), 2). Bahan pangan dengan nilai IG sedang (5570) dan 3). Bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa probiotik umbi suweg termasuk makanan yang mempunyai nilai IG rendah. Menurut Jones (2002), pangan yang memiliki IG tinggi menyebabkan pengeluaran insulin dalam jumlah besar sebagai akibat dari kenaikan gula darah yang tinggi dan cepat. Penderita diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung IG rendah sehingga membantu mengontrol kadar gula darah dalam tubuh. Jadi, minuman probiotik umbi suweg baik dikonsumsi bagi penderita diabetes karena memiliki nilai IG rendah. Indeks glikemik merupakan sifat bahan pangan yang unik. Nilainya tidak dapat diprediksi dari komposisi kimia bahan saja. Hal ini antara lain karena berhubungan erat dengan respon fisiologis individu. Namun, masing-masing bahan
57
pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh antara sifat bahan hingga menghasilkan respon glikemik. Nilai IG dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain metode pengolahan pangan, kombinasi dengan makanan lain dan respon yang berbeda antara satu orang dengan yang lain (Anonim, 2007). Proses pengolahan pangan menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan komposisi kimia pangan sehingga terjadi perubahan daya serap zat gizi. Proses pengolahan umumnya meningkatkan daya cerna pangan. Selain itu kadar amilopektin dan amilosa juga berpengaruh pada nilai IG. Dilihat dari mekanisme kerja enzimatis, amilosa dapat dihidrolisis hanya dengan satu enzim saja yaitu α-amilase. Sedangkan amilopektin memerlukan dua jenis enzim yakni α-amilase dan α-(1-6) glukosidase karena mempunyai rantai cabang. Selain itu berat molekul amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa sehingga berdasarkan pertimbangan ini maka amilopektin memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan amilosa (Lehninger, 1982). Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan manusia tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan pencegahan berbagai penyakit. Serat pangan akan mempengaruhi penyerapan karbohidrat di dalam usus halus sehingga memperlambat kenaikan kadar glukosa darah. Oleh karena itu, pangan yang memiliki serat tinggi umumnya memiliki nilai IG yang rendah.
58
Menurut Nur Richana (2004) tepung umbi suweg memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan kadar amilosa. Selain itu suweg memiliki kandungan serat pangan yang cukup tinggi yaitu 13,71%. Selain faktor diatas faktor yang paling mempengaruhi nilai IG dalam penelitian ini adalah kandungan oligosakarida yang ada dalam umbi suweg. Oligosakarida merupakan karbohidrat yang tidak dicerna tubuh, namun dapat dicerna oleh mikroba yang menguntungkan dalam tubuh, sehingga glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula darah dihindarkan.
59
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang penentuan nilai indeks glikemik probiotik umbi suweg (Amorphophallus campanulatus) sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes didapatkan nilai IG dari minuman probiotik umbi suweg sebesar 52,67. Dari nilai IG tersebut dapat dikatakan bahwa probiotik umbi suweg termasuk pangan yang mempunyai IG rendah sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes.
6.2 Saran 6.2.1Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh probiotik umbi suweg terhadap penurunan kadar gukosa darah. 6.2.2Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis optimal penggunaan minuman probiotik umbi suweg berdasarkan jumlah total BAL sampel 6.2.3Digunakan variasi starter bakteri probiotik dalam pembuatan minuman probiotik umbi suweg.
60
DAFTAR RUJUKAN Anonimousa. 2006. Suweg (http://id.wikipedia.org/wiki/Suweg) diakses pada tanggal 2 november 2010 Buckle, K.A., et all. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Dalimartha, setiawan. 2005. Ramuan tradisional untuk diabetes mellitus. Jakarta: Penebar swadaya. Ennes Seitte, Yulian. 2006. Studi Viabilitas Dan Aktivitas Antimikrobial Bakteri Probiotik (Lactobacillus casei) Dalam Minuman Fermentasi Berbasis Susu Dan Bekatul Selama Proses Fermentasi (Kajian Susu Skim dan Bekatul). Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Ganong, W. F. 1998. Buku Ajar Fifiologi Kedokteran. Edisi XVII. Jakarta: Penerbit EGC Gibson, G. Gordon dan Paul Skett. 1991. Metabolisme Obat. Jakarta: UI-Press Gilman, A.G. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Volume 2. Jakarta: Penerbit EGC Harkness, Richard. 1984. Interaksi Obat. Bandung: Penerbit ITB Hidayat, et al. 2006. Membuat Minuman Prebiotik Dan Probiotik. Surabaya : Agrisarana Hikmah, Ulul. 2006. Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi Larutan Perendam (Garam Dapur Dan Abu Dapur) Terhadap Kadar Oksalat Dan Karateristik Fisikokimia Tepung Umbi Suweg (Amorphophallus companulatus BI.) Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
61
Isti. 2010. Cara Mengobati Luka Lama dan Bisul Menggunakan Suweg. (http://www.klipingku.com/2010/09/cara-mengobati-luka-lama-dan-bisulmenggunakan-suweg/) Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2010 Jansen, Silaahi. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius Jay, J. M. 1992. Modern Food Microbiology. 4th Ed. New York: Van Nostrand Reinhold Publisher Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika Maligan, Jaya Mahar. 2006. Studi Viabilitas Bakteri Probiotik (Bifidobacterium bifidum, Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei). Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Mitsuoka, T. 1989. Microbes In The Jutistine. Tokyo: Yakult-Honsha co ltd. Muchtadi, tien dan Ayustaningwarno, fitriyono. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung : penerbit Alfabeta Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe C.C. 2001. Farmakologi : Ulasan Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi kedua. Jakarta: Widya MedikaSutomo, Budi. 2008. Umbi Suweg Bahan Pangan Alternatif Pengganti Terigu : diakses pada tanggal 25 Oktober 2010 Pitojo, Setijo. 2007. Seri Budidaya suweg. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Rimbawan dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta : Penebar Swadaya Soedeman, W.A. dan Soedeman, T.M. 1995. Patofisiologi dan Mekanisme Penyakit. Jilid 2. Edisi 7. Jakarta : Hipokrates Sudarmo, M.S., Reza, G.R., Pitono, S., Like. S.D. 2000. Kontribusi Probiotik pada Formula untuk Pemeliharaan Ekosistem Mikrobiota Normal pada Usus. Surabaya: Laboratorium/ SMF Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. Soetomo, FK Unair Taufiq, Tuhana. 2008. Susu Fermentasi untuk Kebugaran dan Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Atmajaya
62
Tjay. T.H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek samping. Edisi VI. Jakarta: Elex Media Komputindo Tjokronegoro, Arjatmo. 2003. Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia. Jakarta: FKUI Tortora, G., B. Funke and C. Case. 2001. Microbiology: an Introduction. San Fransisco: Benjamin Cummings.
63
Lampiran 1 Volume maksimum larutan dan cara pemberian dosis yang bisa diberikan pada binatang Cara pemberian dan volume maksimum i.p (ml) p.o (ml) Binatang 1. Mencit (20-30g)
1,0
1,0
2. Tikus (100g)
2,0-5,0
5,0
3. Hamster (50g)
1,0-5,0
2,5
4. Marmot (250g)
2,0-5,0
10,0
5. Merpati (300g)
2,0
10,0
6. Kelinci (2,5kg)
10,0-20,0
20,0
7. Kucing (3 kg)
10,0-20,0
50,0
8. Anjing (5kg)
10,2-50,0
100,0
64
Lampiran 2 Konversi dosis berbagai macam hewan uji Dicari 20 g Dik
Mencit
200 g
400 g
1,5 kg
Tikus
Marmot Kelinci
2,0 kg
4,0
12,0
70,0 kg
Kucing
kg
kg
Manusia
Anjing 124,2
387,9
20 g
1,0
7,0
12,29
27,8
29,7
Kera 64,1
mencit 200 g
0,14
1,0
1,74
3,0
4,2
9,2
17,8
56,0
Tikus 400 g
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
Marmot 1,5 kg
0,04
0,25
0,44
1,0
1,06
2,4
4,5
14,2
Kelinci 2,0 kg
0,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
Kucing 4,0 kg
0,016
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
Kera 12,0 kg
0,008
0,06
0,10
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
Anjing 70,0 kg
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,013
0,16
0,32
1,0
Manusia
65
Lampiran 3 Tahapan Pemeliharaan Kultur
Diambil 1 loop kultur
Diinokulasikan pada media MRSbroth
Diinkubasi pada suhu 370C selama 1 hari
Disimpan dalam refrigenerator
66
Lampiran 4. Tahapan pembuatan kultur kerja
0,5 – 1 % kultur murni
Ditumbuhkan ke dalam 50 ml susu skim 10% steril
Diinkubasi pada suhu 370C selama 1 hari
Kultur induk
Disimpan dalam refrigenerator
5% kultur induk ditambahkan ke dalam 50 ml susu skim steril
Diinkubasi pada suhu 370selama 1 hari
Kultur kerja
Disimpan dalam refrigenerator
67
Lampiran 5 Perhitungan Total Bakteri Asam Laktat I.
Tabel Perhitungan Total Bakteri Asam Laktat (BAL) Jenis BAL 10-6 TBUD TBUD
Pengenceran 10-7 TBUD TBUD
CFU/ml 10-8 226 173
L.casei
2,0 x 1010
Keterangan : TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung) II.
Gambar Penelitian
Pengenceran 10-6 2 x 24 jam
Pengenceran 10-7 2 x 24 jam
Pengenceran 10-8 2 x 24 jam
Replikasi 1
Replikasi 1
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 2
Replikasi 2
68
Lampiran 6. Analisis Data Tabel Pengukuran Kadar Glukosa Darah Saat Pemberian Probiotik Umbi Suweg Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) Mencit Sebelum
Saat 30 menit
Saat 60 menit
Saat 90 menit
Saat 120 menit
132 90 134 117 61 98 71 116 137 101 105,7
137 105 142 125 75 114 81 120 146 114 115,9
120 110 128 123 65 114 90 104 153 104 111,1
98 106 79 108 50 108 88 98 127 93 95,5
94 89 87 100 54 87 71 76 120 90 86,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata -rata
Luas area di bawah kurva respon sampel uji =
•
=
(
)
(60
)
= 3405 •
=
(60
)
= 3099 •
= = 2734,5
(120
)
69
Luas Total = 3405 + 3099 + 2734,5 = 9238,5 Tabel Pengukuran Kadar Glukosa Darah Saat Pemberian Glukosa Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) Mencit Sebelum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
145 143 126 103 144 142 96 88 101 117
Saat 30 menit 184 173 194 149 177 182 141 179 158 150
Rata -rata
120,5
168,7
Luas area di bawah kurva respon glukosa =
•
=
(
)
(60
)
(90
)
= 4588,5 •
= = 3967,5
Saat 60 menit 134 76 109 140 162 190 115 156 155 135
Saat 90 menit 109 72 103 127 155 188 97 152 142 128
Saat 120 menit 98 63 80 109 147 152 84 135 128 120
137,2
127,3
111,6
70
•
=
(120
)
= 3583,5 Luas Total = 4588,5 + 3967,5 + 3583,5 = 17539,5
Kadar Glukosa Darah (mg/dl)
Gambar Grafik Kadar Glukosa Darah
180 160 140 120 100 80 60 40
probiotik umbi suweg glukosa
20 0 Puasa
IG =
= = 52,67
30'
x 100
x 100
60'
90'
120'
71
Lampiran 7 Gambar Tanaman Suweg
Tanaman Suweg
Umbi Suweg
72
Lampiran 8. Pembuatan Kultur Kerja Gambar Penelitian
Kultur Murni
Diambil 0,5 – 1 % kultur murni, Ditumbuhkan ke dalam 50 ml susu skim 10% steril, Diinkubasi pada suhu 370C selama 1 hari
Kultur induk
5% kultur induk ditambahkan ke dalam 50 ml susu skim steril, Diinkubasi pada suhu 370selama 1 hari
Kultur kerja
73
Lampiran 9. Pembuatan Probiotik Umbi Suweg Gambar penelitian
Kultur kerja
pengambilan kultur kerja
Penambahan kultur kerja pada prebiotik umbi suweg
Inkubasi pada suhu 370C selama 3 hari
Probiotik umbi suweg
74
Lampiran 10. Pengukuran Glukosa darah
Pemberian sampel secara oral
Setiap 30 menit sekali selama 2 jam diukur kadar glukosa darahnya
Pengukuran glukosa darah