UMBI SUWEG SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN Rudy Purwantoro Staf Pengajar FTP UNMA Banten ABSTRAK Umbi suweg ( Amorphophallus campanulatus ) tidak banyak dikenal di daerah Banten. Suweg banyak tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi kurang lebih 800 m dpl. Kandungan gizi setiap 100 gram umbi suweg meliputi: Kalori 60 – 69 kal, Protein 1 gr, Lemak 0,1 gr, Karbohidrat 15,7 gr, Kalsium 62 mg, Fosfor 41 mg, Besi 4,2 mg, Vit B1 0,07 mg, Air 82 gr. Kandungan zat gizi pada umbi suweg berbeda - beda, tergantung tempat tumbuhnya. Umbi suweg sangat mungkin sebagai bahan diversifikasi pangan di masa depan, karena kandungan patinya kurang lebih 18,44%. Untuk mendukung ketahanan pangan di Provinsi Banten, umbi suweg perlu dibudidayakan dan diperkenalkan pada masyarakat, karena dapat menggantikan peran beras sebagai makanan sumber karbohidrat. Suweg mudah tumbuh di bawah naungan pohon tanpa pemeliharaan rutin, dan juga pada lahan yang tidak produktif seperti lahan perkebunan maupun lahan milik perhutani dapat dijadikan tumpang sari. Kata kunci : Umbi suweg, pangan fungsional, ketahanan pangan PENDAHULUAN Indonesia adalah negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia setelah Brasil. Kekayaan hayati yang ada di Indonesia belum banyak dieksplorasi secara maksimal, akan tetapi saat ini eksploitasi besar – besaran pada tanaman hutan, sehingga terabaikan fungsi dan manfaat dalam jangka panjang pada hutan tersebut. Keragaman hayati di daerah hutan memiliki potensi sebagai penyangga kerawanan pangan di Indonesia. Tanaman suweg adalah tanaman liar dan tumbuh baik di tempat – tempat yang lembab dan terlindungi dari sinar matahari. Tanaman suweg banyak tumbuh di hutan dan salah satu jenis umbi – umbian yang dapat hidup di dalam naungan tanaman hutan yang tinggi, tanpa dipelihara dan perawatan secara kontinyu serta relatif tahan terhadap penyakit. Ukuran umbi suweg bisa mencapai diameter 40 cm, bentuknya bundar pipih, diameter tinggi umbi bisa mencapai 30 cm, umbinya memiliki bobot kurang lebih 5 kg ( Pinus, 1997) Umbi suweg memiliki prospek baik di masa datang sebagai sumber pangan karbohidrat untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini
juga mampu menghasilkan karbohidrat dan tingkatan panen yang tinggi. Rasanya relatif netral dan tepungnya mudah dipadukan dengan makanan tradisional maupun modern. Umbi suweg dapat diambil tepung maupun patinya, sehingga suweg dapat mendukung diversifikasi pangan di Banten khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Tepung Suweg adalah salah satu alternatif pilihan sebagai pangan fungsional, karena memiliki nilai indeks glikemik (IG) rendah. Sumber pangan karbohidrat yang memiliki IG rendah bermanfaat untuk menekan peningkatan kadar gula darah dan juga mengurangi kadar kolesterol serum darah. Manusia yang memiliki resiko tinggi penyakit gula darah dan kolesterol tinggi, dianjurkan mengkonsumsi tepung suweg sebagai alternatif asupan makanan pengganti beras setiap harinya. Indonesia dengan fakta yang ada adalah negara yang gemah rimah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo (bahasa jawa) yang memiliki arti hasil bumi yang berlimpah ruah. Kasus daerah Yahukimo di Irian Jaya kurang lebih pada tahun 2005, memberikan gambaran yang sangat ironis dengan julukan Indonesia tersebut. Masyarakat Yahukimo pada tahun tersebut kekurangan pangan, sebagian besar masyarakat disana makanan utamanya adalah sagu dan umbi – umbian. Bahan baku umbi – umbian tersebut dapat diambil disekitar rumahnya. MANFAAT UMBI SUWEG Sumber pangan karbohidrat tidak hanya berasal dari beras saja, akan tetapi masih ada yang lain seperti umbi – umbian yang sangat potensial contohnya umbi suweg. Tujuan dan manfaat dalam pemaparan makalah umbi suweg adalah untuk memberikan beberapa informasi bahwa umbi suweg memiliki keunggulan yang tidak kalah dengan jenis umbi lainnya, antara lain 1.
Umbi suweg dapat digunakan sebagai obat luka ( Setijati Sastrapradja et al, 1977)
2.
Umbi suweg dapat sebagai pangan fungsional
3.
Umbi suweg juga seperti umbi – umbi yang lain dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa, salah satunya untuk pengisian infus glokosa dalam bidang kedokteran
4.
Tepung suweg sebagai bahan baku aneka makanan tradisional maupun makanan modern.
5.
Tanaman suweg dapat menyumbang untuk pengurangi kerawanan pangan dan dapat menjaga ketahanan pangan di masa paceklik pada waktu di musim kemarau maupun bencana alam.
Untuk itu perlu dibahas lebih jauh tentang keguanaan umbi Suweg antara lain : 1. Umbi Suweg Sebagai Pangan Fungsional Pada era globalisasi saat ini masyarakat modern disibukkan oleh pekerjaan setiap hari, hampir tidak memiliki lagi waktu untuk belanja dan masak di rumah dan masyarakat mulai pintar memilih makanan. Bukan hanya sekedar enak, murah, menarik, bisa menghilangkan rasa lapar, haus dan juga mampu memenuhi asupan energi serta mempunyai khasiat kesehatan. Masyarakat Indonesia sudah banyak melirik fungsional foods atau pangan fungsional sebagai jawaban dalam memilih asupan makanan setiap hari. Dalam dokumen konsensus “Scientific Concepts of Functional Foods in Europe” yang dikeluarkan oleh European Commission Concerted Action on Functional Food
Science in Europe (FUFOSE) disebutkan bahwa pangan dapat dikatakan memiliki sifat fungsional jika terbukti dapat memberikan satu atau lebih manfaat terhadap target fungsi tubuh (selain fungsi gizi normalnya) dengan cara yang relevan dapat memperbaiki status kesehatan dan kebugaran serta menurunkan resiko penyakit (Anonymous, 2011) Keanekaragaman pangan tradisional maupun modern dituntut juga memiliki fungsi kesehatan dan menurunkan resiko penyakit. Pangan tradisional di Indonesia kaya akan rasa, aroma, gizi, bentuk atau corak dan bahan baku yang berlimpah dari berbagai daerah. Kekuatan pangan lokal tersebut sudah selayaknya diangkat menjadi pangan lokal fungsional dan berkhasiat. Umbi suweg adalah salah satu bahan baku yang relatif banyak di daerah – daerah hutan
di Indonesia, dan saat ini banyak
dibudidayakan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kelebihan umbi suweg adalah kandungan serat pangan, protein dan karbohidratnya yang cukup tinggi dengan kadar lemak yang rendah (Gambar 1 dan 2).
Hasil penelitian Didah Nur Farida (2011)
mengungkap bahwa Nilai Indeks Glikemik (IG) tepung umbi suweg tergolong rendah yaitu 42 sehingga dapat menekan kadar gula darah, dapat digunakan untuk terapi penderita diabetes mellitus. Konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis.
Gambar1. Suweg tumbuh di bawah naungan pohon besar dan bunganya seperti bunga bangkai ( Sumber : http//www.plantamor.com/index, rejang-lebong.blogspot, 2010)
Gambar2. Umbi – umbi suweg yang potensial sebagai sumber pangan karbohidrat (sumber : blogs.unpad.ac.id /2010, bangka.tribunnews.com /2012, http//simonbwidjanarko.wordpress.com, 2008) Indeks glikemik (glycemic index/GI) adalah ukuran kecepatan makanan diserap menjadi gula darah. Semakin tinggi indeks glikemik suatu makanan, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah. Untuk menentukan indeks glikemik suatu makanan, beberapa subyek manusia diberi porsi makanan tunggal, kemudian gula darah mereka diukur setelah waktu tertentu. Kurva respons yang dihasilkan dibandingkan dengan glukosa dan dinilai dalam angka. Glukosa murni memiliki indeks glikemik 100, dan semua makanan lain diukur relatif terhadapnya. Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 s.d. 69 sedang, dan 55 ke bawah rendah (Anonymous, 2011).
Berdasarkan beberapa peneliti bahwa tepung suweg memiliki
potensi sebagai pangan fungsional , karena kandungan zat gizi umbi suweg dalam 100 gram bahan antara lain : Kalori 60 – 69 kal, Protein 1,gr, Lemak 0,1 gr, Karbohidrat 15,7 gr, Kalsium 62 mg, Fosfor 41 mg, Besi 4,2 mg, Vit B1 0,07 mg, Air 82 gr (Sutomo,2008).
2. Tepung Umbi Suweg Masyarakat Jawa sebenarnya sejak dulu sudah mengenal diversifikasi pangan, misalnya di Kabupaten Gunung Kidul (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), masyarakatnya sampai saat ini masih tergantung pada ubi singkong untuk dibuat nasi tiwul, masyarakat Kabupaten Trenggalek ( Provinsi Jawa Timur ) masih menyimpan beberapa karung gaplek singkong sebagai cadangan makanan jika kondisi iklim di aerah Trenggalek sudah tidak ada hujan lagi. Etnis Madura tergantung pada jagung untuk dibuat beras jagung. Program swasembada telah menghilangkan
kebiasaan sebagian masyarakat
yang tidak tergantung pada beras, beralih pada beras. Pengaruh dari program tersebut berakibat pada saat sekarang. Pemulihan untuk kembali pada makanan pokok non beras seperti masa lalu sangat sulit dan perlu waktu panjang dalam memberikan penyuluhan dan pengertian pada generasi – generasi sekarang maupun yang akan datang. Diversifikasi
pangan
atau
penganekaragaman
pangan
yang
diprogram
pemerintah saat ini sebenarnya merupakan suatu upaya untuk peningkatan ketahanan pangan nasional, yang berkaitan dengan kecukupan pangan yang beragam, bermutu, bergizi dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Dalam tataran kebijakan, UndangUndang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Ditinjau
dari
kondisi
agroekologi,
Indonesia
memiliki
potensi
dalam
pengembangan pangan pokok non-beras, akan tetapi kebanyakan pangan sumber karbohidrat tersebut selama ini masih tersisih sebagai pangan inferior. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan pemerintah tentang pangan pokok yang dirasakan masih belum mendukung perkembangan IPTEK dan riset yang mampu mendorong pengembangan diversifikasi pangan pokok non-beras. Oleh karena itu upaya penganekaragaman ini harus terus ditingkatkan dengan semaksimal mungkin memanfaatkan sumberdaya lokal dan menekan ketergantungan pada pihak/negara lain, harus berbasis kemandirian dan memberikan dampak yang positif terhadap kesejaheraan petani dan pelaku agribisnis lainnya dalam negeri dengan tujuan akhir terjadinya keragaman pola konsumsi pangan masyarakat dengan parameter Pola Pangan Harapan (Jamrianti dan Rinrin, 2008). Pemanfaatan umbi suweg dalam kehidupan sehari-hari juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan kita akan bahan pangan impor, dalam hal ini terigu (Gambar 3).
Gambar 3. Aneka makanan dari umbi suweg (sumber : Antony lee dan Nasrul A, 2012) Umbi suweg mengandung karbohidrat relatif tinggi, dimana dalam 100 gram bahan baku memiliki kandungan 15, 7 gram atau 80% sampai dengan 85%. Kandungan karbohidrat pada umbi suweg dapat dijadikan beraneka produk seperti tepung suweg walaupun masih belum populer bila dibandingkan dengan tepung singkong dan jenis tepung lainnya (Pinus, 1997). Di Kabupaten Pandeglang lahan yang dibiarkan terlantar dan tidak produktif saat ini diperkirakan kurang lebih 4.000 – 5.000 Ha. Besarnya lahan tersebut memiliki prospek yang menjanjikan untuk ditanami tanaman suweg dan sangat disayangkan apabila tidak termanfaatkan dalam menghasilkan produk pangan berbasis karbohidrat yang berasal dari umbi suweg. Sebagai gambaran, populasi tanaman suweg setiap hektar lahan adalah 11.904 tanaman dengan jarak tanam 70 cm X 120 cm. Berat umbi perbatang rata – rata 5 kg. Estimasi hitungan secara kasar dengan tanaman yang mati kurang lebih 10%, maka tanaman yang hidup sebanyak 10.713 tanaman yang dapat menghasilkan umbi ( Pinus, 1997). Dari jumlah tersebut, jika dikalikan dengan 5 kg, maka akan menghasilkan umbi basah sebanyak 53.565 kg/ Ha. Diperkirakan rendemen umbi suweg jika dikeringkan untuk dijadikan gaplek kurang lebih 10 – 15 %, sehingga dari 1(satu) hektar dapat menghasilkan gaplek kering sebanyak 5356, 5 kg – 8034,75 kg /Ha. Angka yang cukup fantastis dan menjanjikan apabila tanaman suweg dapat digalakan di daerah Banten. Selain gaplek suweg produk yang lain adalah pati, tepung, tepung mokaf suweg. dari turunan tepung maupun patinya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan aneka makanan dan tidak menutup kemungkinan dapat dijadikan bahan baku pembuatan etanol (bahan bakar terbarukan). Produk gaplek, tepung , pati dan lainnya sudah dapat memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam mendukung
adanya diversifikasi maupun ketahanan pangan di Banten maupun Indonesia. Dengan demikian, tanaman Suweg sangat prospek dikembangkan dalam upaya mendukung diversifikasi pangan, sehingga pengembangan agroindustri Suweg dapat digambarkan seperti skema di bawah ini. 3. Pohon Industri Tanaman Suweg Kita selama ini belum begitu melihat tanaman suweg sebagai tanaman yang memiliki potensi cukup besar. Kegunaannya pun masih belum banyak diketahui, oleh sebab itu tanaman tersebut tidak pernah dibudidayakan secara komersial atau sungguh – sungguh oleh para pelaku usaha. Jika dikembangkan secara komersial oleh pelaku usaha yang handal, tidak menutup kemungkinan umbi suweg dan juga pada hasil turunannya dapat sebagai komoditas eksport non migas, sebab kalau dilihat dari pohon industri di bawah ini ada beberapa peluang produk dan turunannya memiliki prospek yang dibutuhkan oleh beberapa negara untuk kebutuhan obat – obatan ( syrup glukosa ), dan bidang perindustri minuman, tepung dan tepung terfermentasi serta produk – produk lainnya. Daun muda Suweg: bahan sayuran tumis Tepung suweg Tanaman Suweg
Gaplek
Umbi suweg
tepung suweg fermentasi
Bibit tanaman suweg Aneka industri makanan (crispi,rebusan dll )
Pati suweg
Aneka industri lem dan Industri perfilman Bahan baku aneka kue atau Sebagai substitusi terigu Bahan bakar terbarukan Hasil – hasil fermentasi (misalnya syrup glukosa)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tanaman suweg adalah tanaman yang menghasilkan sumber karbohidrat alternatif selain serealia, sehingga dapat berfungsi sebagai cadangan bahan pangan dalam kondisi paceklik, rawan pangan dan bencana alam. 2. Ditinjau dari budidayanya, tanaman suweg sangat toleran terhadap kondisi tanah, iklim dan hama penyakit. Tanaman suweg mudah dibudidayakan walaupun ada naungan di atasnya. 3. Umbi suweg memiliki potensi sangat besar jika diproses dalam beberapa produk, seperti produk syrup glukosa, tepung suweg, tepung suweg terfermentasi, dan sebagainya 4. Tepung umbi suweg sebagai pangan fungsional karena memiliki Index Glikemik relatif rendah. Saran 1. Diharapkan ada politicallwill dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan budidaya, dan sosialisasi manfaat tanaman suweg melalui
para
penyuluh
di
pedesaan
selaku
ujung
tombak
dalam
memperkenalkan tanaman tersebut. 2. Pemerintah Daerah memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam pengembangan tanaman suweg, dari hulu sampai hilir.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2011. Indek Glikemik arti dan Manfaatnya. Majalah kesehatan.com/indekglikemik-arti-dan-manfaatnya/. Anonymous. 2011. Pangan Fungsional. id.wikipedia.org/wiki/pangan_fungsional. Antony Lee dan Nasrul A.A,. 2012. Kue ini dibuat dari umbi Amorphophallus. Megapolitan.kompas.com. Didah Farida. 2011. Temukan tepung suweg sebagai ganti oatmeal bagi penderita kolesterol tinggi, indonesiaproud.wordpress.com.
Jamriati,
rinrin. 2008. Pangan tradisional, Alternatif http://beritaiptek.com/pilihberita.php?id=388.
makanan
pokok.
Pinus Lingga. 1997. Bertanam Umbi – umbian. Penebar Swadaya. Jakarta. Setijati Sastrapradja. 1977. Umbi – umbian. LIPI. Jakarta. Sutomo B. 2008. Umbi Suweg – Potensial sebagai pengganti tepung terigu. http://myhobbyblogs.com.