DIVERSIFIKASI OLAHAN UBIJALAR MENUNJANG KETAHANAN PANGAN Erina Septianti*) dan Abdul Fatah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km 17,5 Makassar, Telp (0411) 556449 *) E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Ubijalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu sumber karbohidrat yang cukup potensial sebagai bahan penganekaragaman pangan dan agroindustri yang mampu menunjang program perbaikan gizi masyarakat. Ubijalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena kaya kalori. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubijalar kaya vitamin A dan C serta mineral Ca. Ubijalar tidak hanya dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk produk pangan, tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Selain dikonsumsi dalam bentuk ubi rebus atau ubi goreng, ubijalar dapat diolah menjadi berbagai produk olahan seperti keripik, dodol, selai, saos, dan jus ubijalar. Pengolahan ubijalar menjadi bahan setengah jadi (tepung dan pati) dapat memperpanjang masa simpan dan menciptakan nilai tambah. Di sisi lain, ubijalar cepat rusak dan harganya juga sangat berfluktuasi. Kelebihan produksi ubijalar tidak diimbangi oleh peningkatan konsumsi. Oleh karena itu, upaya peningkatan konsumsi ubijalar sebaiknya difokuskan pada keunggulan fungsional dan perbaikan kualitas produk melalui diversifikasi. Kata kunci: ubijalar, diversifikasi, ketahanan pangan, nilai tambah
ABSTRACT Diversification of sweetpotato processed (Ipomoea batatas) for support of national food security. Sweetpotato (Ipoema batatas) is one of carbohydrate sources that potential as diversification of food and agro-industry to capable of supporting public nutrition improvement program. Sweetpotatoes can be used as a substitute for a staple foods as a rich source of calory. Beside as a source of carbohydrate, sweetpotato is rich in vitamin A and C and minerals Ca. Sweetpotato plays a considerable role in the development of diversification of food programs to support the of national food security. Not only can be processed into various shapes of food products, sweetpotato can also be used as industrial raw materials and animal feed. Besides consumed in the form of boiled yam or sweetpotato fries, sweetpotato can be processed into a variety of processed products such as chip, lunkhead, jam, sauce, and sweetpotato juice. Sweetpotato processing into semi-finished (flour and starch) to extend the shelf life and create value added. But on the other side sweetpotato is a perishable material, sweet potato production and price also fluctuate widely. Excess production of sweetpotato is not being offset by the increasing of consumption of sweetpotato. Therefore, efforts to increase the consumption of sweetpotato should be focused on functional excellence and improving the quality of dairy products through diversification. Keywords: sweetpotato, diversification, food security, value-added
PENDAHULUAN Ubijalar merupakan sumber karbohidrat setelah padi, jagung dan ubi kayu. Namun konsumsinya cenderung menurun dari tahun ke tahun (BPS 2005). Jika dilihat dari kegunaannya, ubijalar memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan. Peningkatan pro682
Septianti dan Fatah: Diversifikasi olahan ubijalar menunjang ketahanan pangan
duksi ubijalar di Indonesia dapat didorong melalui pengembangan agroindustri pengolahan hasil panen menjadi produk-produk yang unggul, menarik, dan awet sehingga laku di pasaran, baik dalam negeri maupun pasar luar negeri (ekspor). Sekitar 87,4% produksi ubijalar digunakan untuk bahan pangan, namun terbatas pada bentuk pangan tradisional, sehingga tingkat konsumsinya cenderung stabil (Prasetiaswati et al. 2004). Oleh karena itu diperlukan upaya diversifikasi olahan ubijalar menjadi berbagai produk pangan, dengan tidak hanya mengolah dalam bentuk segar (ubi rebus, kolak, dan ubi goreng) namun juga dalam bentuk olahan jadi maupun setengah jadi (keripik, dodol, saus, selai, pati, tepung ubijalar, dll). Hasil olahan tersebut harus memiliki warna dan bentuk yang menarik, rasa dan aroma yang enak serta tekstur yang baik. Varietas dan kualitas ubijalar segar yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan menentukan mutu produk olahannya. Ubijalar merupakan salah satu pilihan dalam rangka diversifikasi pangan dengan pertimbangan bahwa: (1) tanaman ubijalar mampu beradaptasi pada berbagai tipe agroekologi, sehingga cocok dibudidayakan pada hampir seluruh wilayah Indonesia; (2) produktivitas tinggi sehingga menguntungkan untuk diusahakan; (3) mengandung nilai gizi yang berpengaruh positif terhadap kesehatan (probiotik, serat makanan, dan antioksidan); dan (4) cocok untuk program diversifikasi pangan (Hasyim dan Yusuf 2008).
KARAKTERISTIK DAN PRODUKTIVITAS UBIJALAR Tanaman ubijalar berasal dari Amerika Bagian Tengah. Pada tahun 1960-an ubijalar telah menyebar dan ditanam di hampir seluruh wilayah di Indonesia (Rukmana 2001). Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubijalar nomor empat di dunia. Sentra produksi ubijalar adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, dan Sumatera Utara. Luas panen, produksi dan produktivitas ubijalar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas ubijalar selama 7 tahun terakhir (2007–2012) Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Luas panen (ha) 176.932 174.561 183.874 181.073 178.121 178.298
Produksi (ton) 1.886.852 1.881.761 2.057.913 2.051.046 2.196.033 2.483.467
Produktivitas (t/ha) 10,7 10,8 11,2 11,3 12,3 13,9
Sumber : BPS (2013).
Ubijalar sebagai makanan pokok masih dijumpai di Jawa Barat, Papua, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Tonga, Hawaii, Afrika Barat, Tengah dan Timur. Komoditas ini juga menjadi sumber energi penting bagi penduduk Okinawa di Pulau Ryukyu, Jepang. Di Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Amerika Serikat, ubijalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan pokok tetapi juga diolah menjadi pangan olahan seperti selai, saos, juice, serta sebagai bahan baku industri dan pakan ternak (Anonymous 2010). Ubijalar memiliki karakteristik unik karena mempunyai berbagai warna kulit maupun daging umbinya, umur panen pendek berkisar antara 3–4,5 bulan dengan produktifitas tinggi 20–40 t/ha (Puslitbangtan 2002). Selain sebagai sumber karbohidrat ubijalar juga Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
683
kaya vitamin yang dapat diketahui dari warna daging umbinya. Ubijalar tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab, dengan suhu optimum 27 °C Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut (Hartoyo 2004). Ubijalar sebagai bahan baku makanan olahan mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubijalar tersebut mempunyai perbedaan bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Utomo dan Antarlina 1999). Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Menurut Rukmana (1997), kulit umbi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan, bergantung jenisnya (varietas). Daging umbi berwarna putih, kuning atau jingga sedikit ungu (Tabel 2). Kulit umbi maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit dan daging umbi (Woolfe 1992). Karakteristik fisik ditinjau dari warna kulit umbi tidak selalu berkolerasi dengan warna daging umbi. Mutu gizi dan cita rasa lebih ditentukan oleh warna daging umbinya (Jusuf et al. 2007). Tabel 2. Karakteristik beberapa varietas unggul ubijalar Varietas Cangkuang Sukuh Jago Sewu Boko Kidal Kalasan Prambanan Borobudur Sari
Produktivitas (t/ha)
Bahan kering (%)
Warna kulit ubi
Warna daging ubi
Rasa
30 25–30 25–30 28–30 25–30 25–30 31–48 35 20 30–35
30,7 35,0 33,3 27,7 32,0 31,0 28,0 28,0 28,0
Merah tua Kuning Putih Kuning coklat Merah Merah Merah Coklat muda Merah Merah
Kuning muda Putih Kuning muda Orange Krem Kuning tua Kuning Merah jingga Merah jingga Kuning tua
Enak manis Enak Enak Agak enak Enak manis Enak manis Agak manis Enak Enak manis Enak manis
Sumber: Puslitbangtan (1999, 2002)
Di tiap daerah di Indonesia, selalu ada varietas lokal ubijalar dimana rata-rata tiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda dengan keunggulan tertentu, seperti Ubi Selat Jawa Timur yang warna dagingnya dominan ungu dengan selingan cokelat-jingga dan terkenal sebagai bahan pembuatan keripik, Ubi Gunung Kawi yang jika dikukus warna kulit umbi akan mengkilap dan rasanya sangat manis, Ubi Madu Cilembu yang istimewa karena umbinya yang dipanggang mengeluarkan cairan kental dengan rasa yang sangat manis, Ubi Bali yang sering disajikan sebagai pendamping buah-buahan dalam pembuatan rujak manis, Ubi Papua yang diduga merupakan indukan dari varietas ubi jepang, dan Ubi Jepang yang cukup populer di Indonesia dengan berbagai varietas seperti Ibaraki, Beniazuma, dan Naruto (Hartoyo 2004).
KADAR GIZI DAN SIFAT FUNGSIONAL UBIJALAR Ubijalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung, dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan
684
Septianti dan Fatah: Diversifikasi olahan ubijalar menunjang ketahanan pangan
baku industri maupun pakan ternak. Ubijalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien. Selain itu, ubijalar juga mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup, asam askorbat, tianin, riboflavin, niasin, fosfor, besi, dan kalsium. Kadar vitamin C yang terdapat di dalam umbinya memberikan peran yang tidak sedikit bagi penyediaan dan kecukupan gizi dan dapat dijangkau oleh masyarakat di pedesaan (Anonymous 2011). Ubijalar mempunyai komposisi kimia yang kaya karbohidrat, mineral dan vitamin. Setiap 100 g ubijalar segar memiliki kandungan air 50–81 g, pati 8–29 g, protein 1–2 g, lemak 0,1–0,2, kalsium 55 mg, zat besi 0,7 mg, fosfor 51 mg dan vitamin A 0,01–0,69 mg. Kandungan vitamin A dalam ubijalar termasuk tinggi karena jumlahnya sekitar dua setengah kali kebutuhan minimum per hari orang dewasa. Dengan demikian pemanfaatan ubijalar sebagai pangan sumber karbohidrat masih sejalan dengan usaha-usaha peningkatan gizi masyarakat (Sudarwati 2011). Bagian tanaman ubijalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan adalah ubi, pucuk batang dan daun. Ubi dalam bentuk segar, produk jadi dan setengah jadi dapat dikonsumsi sebagai makanan pokok atau selingan, sedangkan pucuk dan daunnya untuk sayuran dan pakan ternak. Beberapa peluang penganekaragaman jenis penggunaan ubijalar adalah: (a) daun: sayuran, pakan ternak; (b) batang: bahan tanam; (c) kulit ubi: pakan ternak; (d) ubi segar: bahan makanan; (e) tepung: makanan; dan (f) pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat (Anonymous 2011). Ubijalar merupakan salah satu palawija yang potensial dikembangkan untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Ubijalar merupakan jenis ubi yang relatif tahan disimpan dibandingkan dengan jenis ubi yang lain, bahkan kualitasnya meningkat, yaitu semakin lama disimpan maka rasanya semakin bertambah manis, namun akan bertunas bila tidak disimpan pada tempat yang gelap (Wargiono dan Richana 2002). Sifat ini berbeda dengan ubi kayu yang hanya tahan disimpan segar selama dua hari, setelah itu akan mengalami kerusakan (ubi berwarna coklat kebiruan, lembek dan timbul rasa pahit) (Damardjati dan Widowati 1994). Keunggulan lain dari ubijalar adalah nilai gizi yang tinggi, kaya vitamin dan mineral (Tabel 3). Komposisi kimia ubijalar yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, pigmen warna sangat bervariasi, tergantung pada jenis/varietas, cara penyimpanan, musim tanam, dan lingkungan tumbuhnya. Ubijalar memiliki empat varietas yang berbeda warna daging umbinya, yaitu Sukuh (putih), Sari (krem), Pakhong (kuning muda), dan Ayamurasaki (ungu tua). Ubijalar yang daging umbinya berwarna ungu, banyak mengandung antosianin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai antioksidan, anthipertensi dan pencegah gangguan fungsi hati (Anonymous 2008; Anonymous 2010). Ubi ungu juga mengandung zat pewarna alami untuk makanan, mencegah sembelit, dan membantu menyerap kelebihan lemak dalam darah. Ubijalar yang daging umbinya berwarna kuning kemerah-merahan banyak mengandung vitamin A, kadar karotin pada ubijalar sebagai bahan utama pembentukan vitamin A setaraf dengan karotin pada wortel (Anonymous 2010). Ubi jingga juga memiliki kandungan serat tinggi yang dapat menangkal kanker. Kandungan serat oligosakarida yang bertipe larut pada ubi merah/jingga berperan menyedot kolestrol jahat, memudahkan buang angin, serta merangsang pertumbuhan bakteri berguna pada usus sehingga penyerapan zat gizi lebih efektif (Kurnia 2009).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
685
Keunggulan dari ubijalar adalah adalah mempunyai indek glikemik yang relatif rendah dibandingkan dengan beras. Indek glikemik rendah berfungsi untuk mengendalikan kadar gula darah sehingga dapat membantu mencegah penyakit diabetes mellitus. Disamping itu ubijalar juga memiliki kadar serat pangan yang tinggi sehingga direkomendasikan sebagai makanan diet. Tabel 3. Komposisi kimia ubijalar dan daun tiap 100 gram bahan edibel. Warna daging umbi
Kandungan gizi
Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat/pati (g) Serat (g) Abu (g) Air (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Natrium (mg) Kalium (g) Niacin (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg)
Daun
Putih
Merah/orange
Kuning
123,00 1,80 0,70 27,90 68,50 30,00 49,00 60,00 0,90 22,00
123,00 1,80 0,70 27,90 68,50 30,00 49,00 7.700,00 0,90 22,00
136,00 1,10 0,40 32,30 0,70 1,20 68,50 57,00 52,00 5,00 393,00 0,60 900,00 0,10 0,04 35,00
47,00 2,80 0,40 10,40 84,70 66,00 6.105,00 0,12 22,00
Sumber : Depkes RI (1981) dalam Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan (2002).
TEKNOLOGI PENGOLAHAN UBIJALAR Dalam pengembangan program diversifikasi pangan untuk mendukung pelestarian swasembada pangan, ubijalar merupakan salah satu komoditas pangan yang mempunyai keunggulan sebagai penunjang program tersebut. Ubijalar mempunyai potensi yang cukup besar untuk ditingkatkan produksinya dan umbinya dapat diproses menjadi aneka ragam produk yang mampu mendorong pengembangan agroindustri dalam diversifikasi pangan (Anonymous 2011). Oleh karena itu, upaya peningkatan konsumsi ubijalar sebaiknya difokuskan pada keunggulan fungsional dan perbaikan kualitas produk olahannya melalui diversifikasi (Che-Man 1996). Penyimpanan hasil panen umbi-umbian dalam bentuk segar mempunyai resiko kerusakan yang tinggi karena kadar air yang cukup tinggi yaitu sekitar 60%. Oleh karena itu teknologi pengolahan yang mengubah produk segar menjadi produk setengah jadi seperti tepung maupun produk olahan cepat saji dan siap makan yang lebih awet dapat menjadi solusi bagi penyelamatan hasil pertanian. Selain itu penerapan teknologi pengolahan akan memberikan nilai tambah sosial dan ekonomi baik bagi petani produsen maupun industri hilir pengolahan ubi. Alternatif produk yang dapat dikembangkan dari ubijalar ada empat kelompok, yaitu: 1. Produk olahan dari ubijalar segar, seperti ubi rebus, ubi goreng, obi, timus, kolak, nogosari, getuk, dll,
686
Septianti dan Fatah: Diversifikasi olahan ubijalar menunjang ketahanan pangan
2. Produk ubijalar siap santap, seperti saos, selai, keripik, hasil substitusi dengan tepung seperti biskuit, kue dan roti, bentuk olahan serupa dengan buah-buahan, seperti manisan dan asinan, 3. Produk ubijalar siap masak, umumnya berbentuk produk instan seperti chips, mi atau bihun, 4. Produk setengah jadi untuk bahan baku, umumnya bersifat kering, awet dan tahan disimpan lama, seperti irisan ubi kering (gaplek), tepung, tepung komposit dan pati. Kesukaan masyarakat terhadap ubijalar yang rendah dapat ditingkatkan jika ubijalar diolah menjadi produk yang lebih sempurna dan disukai oleh masyarakat. Demikian pula harga ubijalar yang rendah dapat ditingkatkan melalui peningkatan bentuk yang lebih sempurna. Pengolahan ubijalar dengan peningkatan keragaman produk pangan yang lebih sempurna dapat memberi nilai tambah dan mengangkat ubijalar menjadi komoditas yang bernilai tinggi. Berbagai macam bentuk olahan ubijalar yang berdaya guna dan dapat meningkatkan kesukaan masyarakat terhadap ubijalar, antara lain:
Tepung Ubijalar segar dapat dibuat tepung ubijalar. Pengolahan ubijalar menjadi tepung mudah dilakukan oleh petani dengan menggunakan peralatan sederhana (Utomo dan Artarlina 1999; Djaafar dan Siti Rahayu 2002). Kelebihan ubijalar menjadi tepung antara lain (1) lebih luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, (2) lebih tahan disimpan, sewaktu-waktu digunakan sebagai bahan baku industri, (3) memberi nilai tambah pendapatan bagi produsen dan menciptakan industri di pedesaan serta meningkatkan mutu produk (Darmardjati et al. 1996). Dengan teknologi pembuatan tepung ini selanjutnya tepung dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti cake, kue kering, mi dan bihun (Djaafar et al. 2000). Porsi penggunaan terigu terbesar adalah untuk bahan baku mi basah dan kering (30%), sedang sisanya untuk mi instan (25%), cake dan bakery (20%), snacks dan biscuit (15%), rumah tangga (5%) dan gorengan 5% (Welirang 2002 dalam Gafar 2010). Adapun tahapan pengolahan tepung disajikan pada Gambar 1. Beberapa varietas unggul ubijalar yang dapat diolah menjadi tepung antara lain Sukuh, Jago, dan Siroyutaka (putih), Boko dan Kidal (kuning), Sari (krem) (Balitkabi, 2008). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian melalui kegiatan penelitian tahun 2007 telah berhasil mendapatkan teknologi untuk memperbaiki tekstur dan aroma tepung ubijalar melalui penambahan senyawa aktif Bio-CF. Dengan proses fermentasi pada saat perendaman sawut akan dihasilkan tepung ubi dengan tekstur yang lebih lembut, warna yang lebih putih dan tidak ada aroma khas ubi yang kurang disukai (Widowati dan Wargiono 2011).
Pati Ubijalar yang digunakan untuk pembuatan pati adalah ubijalar yang berwarna cerah sehingga pati yang dihasilkan juga berwarna cerah. Kandungan pati pada ubijalar sebesar 25–80%. Tahap pembuatan pati ubijalar meliputi pencucian umbi, penggilingan, penyaringan, pengendapan untuk memisahkan pati, protein, polifenol dan lain-lain, dehidrasi dan dilanjutkan dengan pengeringan. Pati ubijalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelembut dalam pembuatan kue, sebagai pengganti pati jagung (maizena), bahan baku aneka kue, cake, dan soun, serta bahan industri perekat maupun farmasi (Setyono et al. 1992; Widowati dan Setyono 1992).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
687
Ubi segar -
Sortasi/pemilihan Pencucian Pengupasan Pengirisan Pencucian Penirisan dan pengepresan Penjemuran/pengeringan (50oC, ±40 jam)
Ubi irisan (sawut) kering (Kadar air ± 7%) -
Penggilingan dan penepungan Pengayakan 80 mesh Pengemasan
Tepung
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung ubijalar (Antarlina dan Utomo 1997).
Varietas ubijalar yang dapat diolah menjadi pati sebaiknya yang berwarna putih Untuk pengolahan tepung dan pati sebaiknya dipilih ubi yang dagingnya berwarna putih seperti varietas Sukuh, Jago dan Siroyukata (Jusuf et al. 2008) dengan kadar bahan kering atau kadar pati tinggi agar diperoleh tepung/pati yang berwarna putih dan rendemennya tinggi. Kadar pati ubi segar tergantung pada jenis/klon, kondisi lingkungan tumbuh dan umur tanaman (Bradbury dan Holloway 1988).
Keripik Keripik ubijalar memiliki cita rasa yang tidak kalah dengan keripik lainnya. Prinsip pembuatan keripik sangat sederhana, mulai dari proses pengupasan, pencucian, perajangan, penggorengan dan pengemasan (Gambar 2). Jenis bahan baku akan mempengaruhi mutu tekstur keripik dan bumbu yang menentukan rasa. Ubi dengan kadar gula tinggi dan kada pati rendah mengakibatkan tekstur keripik keras dan lembek. Dengan perbaikan teknologi pengolahan, diharapkan dapat lebih bersaing dengan keripik kentang maupun pisang. Keripik ubijalar dengan daging umbi berwarna ungu lebih disukai konsumen dibandingkan yang berwarna putih, kuning dan orange/jingga (Widowati dan Wargiono 2011).
Dodol Dodol adalah makanan setengah basah bertekstur liat dengan kadar gula, pati dan minyak yang tinggi. Dodol ubijalar adalah dodol yang menggunakan ubijalar sebagai sumber pati utama. Dodol ubijalar belum banyak dikenal meskipun rasa dan penampilannya tidak kalah dari dodol ketan. Dodol ubijalar dibuat dari campuran ubijalar (sebagai pengganti ketan), gula merah, santan kelapa, air dan garam. Pangan ini dapat disimpan sampai 1 bulan karena semi basah (kadar air 20–30%) dan kadar gula tinggi (15–20%) (Anonymous 2011).
688
Septianti dan Fatah: Diversifikasi olahan ubijalar menunjang ketahanan pangan
Ubi segar Pencucian Pengupasan Pengirisan Pencucian Ditambah larutan natrium metabisulfit
Perendaman Pencucian Penirisan Pengukusan Pengeringan Penggorengan
Pembubumbuan (garam/gula halus)
Keripik
Gambar 2. Diagram alir pembuatan keripik ubijalar (Suismono et al. 2011)
Saos Penggunaan ubi sebagai bahan pokok untuk saos telah berkembang secara komersial. Saos ubi jalar memiliki sifat kekentalan yang baik, rasa yang netral, warna yang sesuai, ketersediaan yang cukup dan harga yang memadai, maka penggunaan sebagai filler dalam pembuatan saos tomat maupun saos cabe dapat berkembang dengan baik. Hal ini dapat menjadi alternatif mengatasi keterbatasan bahan baku saos (tomat dan cabe) dan harga yang jauh lebih mahal (Widowati dan Wargiono 2011). Hasil penelitian menunjukkan indikasi yang positif. Kandungan pro vitamin A yang tinggi pada ubi mempunyai kontribusi dalam penyediaan vitamin A pada saos. Penelitian Syarif et al. (1992) menunjukkan bahwa saos substitusi yang disukai adalah 60% ubi yang dagingnya berwarna jingga/merah dan 40% tomat. Komposisi ini memberikan kadar βkaroten cukup tinggi yaitu 3.189,47 S.I. vitamin A. Dilaporkan bahwa penggunaan tepung ubi memberikan β-karoten saos yang lebih rendah dibandingkan dengan saos yang menggunakan ubi segar. Total padatan terlarut dari saos substitusi berkisar antara 22,76– 31,05%. Untuk memperpanjang masa simpan saos ubijalar dapat dilakukan dengan penambahan asam sitrat 1% (Suismono et al. 2005).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
689
KESIMPULAN 1. Potensi ubijalar dalam program diversifikasi pangan guna melestarikan swasembada pangan dan menunjang ketahanan pangan nasional cukup luas. Ubijalar tidak hanya dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk produk pangan jadi maupun setengah jadi tapi juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri kosmetik, pakan ternak, dll. 2. Sasaran pengembangan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan ubijalar tidak hanya pada penganekaragaman penyediaan bahan pangan secara kualitatif dan kuantitatif saja, tapi juga diharapkan dapat meningkatkan gizi masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, serta mendorong pengembangan agroindustri. 3. Guna mendukung pengembangan agroindustri berbasis ubi segar diperlukan penanganan pascapanen yang tepat, mengingat ubijalar mempunyai kadar air cukup tinggi (>65%) sehingga mudah rusak bila disimpan pada suhu kamar. Berdasarkan status gizi dan sifat fungsional ubijalar mempunyai keunggulan, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan permintaan ubi segar baik sebagai bahan baku industri maupun sebagai bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2008. Peluang pasar dan khasiat ubijalar. www.fapertaumy.wordpress.com [20 April 2012]. Anonymous. 2010. Teknologi produksi ubijalar di lahan sawah [22 Juni 2012]. . 2011. Ubijalar sebagai bahan pangan alternatif dan diversifikasi sumber karbohidrat. http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/06/08/ubi-jalar-sebagai-bahan-panganalternatifdan-diversifikasi-sumber-karbohidrat/ [22 Juni 2011]. Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1997. Substitusi tepung ubijalar pada pembuatan mie kering. Dalam: Budijanto, S.,F.Zakaria, R. Dewanti Hariyadi, dan B.Setiawiharja (Eds.). Prosiding Sem.Nas Teknologi Pangan. Denpasar, 16–17 Juli 1997. PATPI-Menpangan RI. P.188–204. Balitkabi. 2008. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balitkabi, Malang. 171 p. BPS. 2005. Nerasa bahan makanan penduduk Indonesia. BPS. Jakarta. BPS. 2013. Statistik Indonesia 2007–2012. Biro Pusat Statistik. Jakarta Bradbury, J.H. dan W.D. Holloway. 1988. Chemistry of tropical root crops; Significance for Nutrition and Agriculture the Pacific. ACIAR. Canberra. 201 pp. Che-Man, Y.B. 1996. Development and evaluation of a snack food from sweet potato. ASEAN Food Journal. 11(3):114–119. Damardjati, D.S. dan S.Widowati, 1994. Pemanfaatan ubijalar dalam program diversifikasi guna mensukseskan swasembada pangan. Dalam: Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapnen Ubijalar untuk Mndukung Agroindustri. Edisi khusus Balittan, Malang. No 3:1–25. Damardjati,D.S., S.Widowati dan Suismono. 1996. Sistem pengembangan agroindustri tepung cassava di pedesaan. studi kasus di Kabupaten Ponorogo. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Buku 4, Puslit Tanaman Pangan. Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan. 2002. Prospek dan Peluang Agribisnis Ubijalar. Direktorat Kabi, Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, Deptan. Jakarta. p.3. Djaafar T.F., S.Rahayu, Maryati, Wiryatmi, R. Kaliky dan A.Amin. 2000. Uji adaptasi diversifikasi pengolahan pangan non beras untuk pengembangan pangan lokal DIY. IPPTP Yogyakarta. Djaafar T.F., dan Siti Rahayu. 2002. Teknologi diversifikasi pengolahan tepung ubijalar dalam rangka pengembangan pangan lokal. BPTP Yogyakarta. un publish. Gafar, S. 2010.Diversifikasi pangan berbasis tepung belajar dari pengelolaan kebijakan terigu.
690
Septianti dan Fatah: Diversifikasi olahan ubijalar menunjang ketahanan pangan
http://www.majalahpangan.com/2010/04/diversifikasi-pangan-berbasis-tepung-belajar-daripengelolaan-kebijakan-terigu [20 April 2012]. Hartoyo, T. 2004. Olahan dari ubijalar. Trubus Agrisarana, Surabaya. Hasyim, A. dan M. Yusuf. 2008. Diversifikasi produk ubijalar sebagai bahan pangan substitusi beras. Sinar Tani 30 Juli-5 Agustus 2008. www.sinartani.com [20 April 2012]. Jusuf, M.A. Setiawan, D. Peters, C. Cargill, S. Mahalaya, J.Limbongan, dan Susbandi. 2007. Memperbaiki Efisiensi Produksi Ubijalar-Babi di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Makalah pada Sem.Nas. dan Ekspose Percepatan Inovasi Tekologi Pertanian Spesifik Lokasi. Jayapura, 5–6 Juni, 2007. Jusuf, M., St.A. Rahayuningsih, dan E.Ginting. 2008. Ubijalar ungu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30(4):13–14. Kurnia, K. 2009. Yuk makan kudapan sehat. Pusat Penelitian Bioteknologi Institut Teknologi Bandung. Prasetiaswati, N., E. Ginting, Y. Widodo, dan Gatot S.A.F. 2004. Studi penyimpanan ubijalar segar di tingkat petani dan pedagang di Jawa Timur. Dalam Makarim, A.K., Marwoto, M.M. Adie, A.A. Rahmianna, Heriyanto, dan I.K.Tastra (Eds). Kinerja Penelitian Mendukung Argibisnis Kacang-kacangan dan Ubi-ubian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hal. 603–610. Puslitbangtan. 1999. Deskripsi varietas unggul padi dan palawija 1993–1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. . 2002. Deskripsi varietas unggul padi dan palawija 2001–2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Rukmana, R. 1997. Ubijalar: budi daya dan pascapanen. Kanisius, Yogyakarta. Rukmana, H. R. 2001. Aneka Keripik Umbi. Kanisisius, Yogyakarta. Setyono, A., D.S. Damardjati, and A.H. Malian. 1992. Sweet potato and cassava Development: Present Status ang Future Prospect in Indonesia. pp:29–40. In: G.J.Scott, S. Wiersema and P.I.Ferguson (Eds.) Product Dev. For Root and Tuber Crops. Sudarwati, S. 2011. Teknologi Pengolahan Hasil Ubijalar dan Ubi Kayu. http://kaltim. litbang.deptan.go.id/ind/index.php/info-teknologi/26-lain/178-teknologi-pengolahan-hasil-ubijalar-dan-ubi-kayu [22 Juni 2011]. Suismono, Sudaryono, dan S. Banda. 2005. Pengaruh konsentrasi asam sitrat terhadap mutu saos ubijalar. Buletin Teknologi Pascapanen. Suismono, R.S. Adiandri, dan E. Ginting. 2011. Industri keripik dan model kemitraan. Dalam: Ubijalar Inovasi Teknologi dan Prospek Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hal 250–267. Syarief, R., J.P. Simarmata, dan S.A.Riantini. 1992. Studi karakteristik dan pengolahan ubijalar untuk pangan dan bahan baku industry: I. Bahan Pangan Sumber Vitamin A. Puslitbangtepa, LP–IPB. Utomo, J.S., dan S.S. Antarlina. 1999. Tepung komposit, potensi dan peluang mendukung diversifikasi ubijalar. Pemberdayaan tepung ubijalar sebagai substitusi terigu dan potensi kacang-kacangan untuk pengayaan kualitas pangan. Edisi khusus Balitkabi, Malang. Wargiono, J. dan N. Richana. 2002. Pengaruh lama penyimpanan ubijalar varietas lokal cilembu terhadap perubahan kualitas. Dalam Jusuf, M.; Soejitno, J.; Sudaryono; Arsyad, D.M.; Rahmianna, A.A.; Heriyanto; Marwoto; Tastra, IK.; Adie, M.M.; Hermanto (Eds). Teknologi inovatif tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung ketahanan pangan. Risalah Seminar Hasil Penelitian, 25–26 Juni 2002. Balitkabi. Malang. Widowati, S. dan A. Setyono. 1992. Beberapa cara pengolahan ubijalar. Prosiding Temu Lapang Ahli Teknologi Dataran Rendah Sedang. Kuningan, 19 September 1992. Widowati, S. dan J. Wargiono. 2011. Pengolahan pangan tradisional dan komersial. Dalam: Ubijalar Inovasi Teknologi dan Prospek Pengembangan. Puslitbangtan. Bogor. hal 215–230. Woolfe, J.A. 1992. Sweet potato: an untapped food resource. Cambridge Univ. Press. Cambridge. 643 p.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
691