perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KANDUNGAN PATI UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) PADA BERBAGAI KONDISI TANAH DI DAERAH KALIOSO, MATESIH DAN BATURETNO TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Magister Sains Program Studi Biosains
Oleh : Dawam S 900208005
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KANDUNGAN PATI UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) PADA BERBAGAI KONDISI TANAH DI DAERAH KALIOSO, MATESIH DAN BATURETNO TESIS
Oleh : Dawam S 900208005 Telah disetujui oleh tim pembimbing
Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto,M.Sc. ..................... NIP. 19601008 198503 1 001
..................
Pembimbing II
Dr. Sugiyarto,M.Si. ...................... NIP. 19670430 199203 1 002
..................
Mengetahui Ketua Program Studi Biosains
Dr. Sugiyarto,M.Si. NIP. 19670430 199203 1 002
commit to user
ii
Tanggal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KANDUNGAN PATI UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) PADA BERBAGAI KONDISI TANAH DI DAERAH KALIOSO, MATESIH DAN BATURETNO TESIS
Oleh : Dawam S 900208005 Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat Pada tanggal .................... 2010
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Dr. Artini Pangastuti,M.Si. NIP. 19540605 199103 1 002
........................
..............
Sekretaris
Dr. Sunarto,MS. NIP. 10750531 200003 2 001
........................
.............
Anggota Penguji
Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto,M.Sc. ........................ NIP. 19601008 198503 1 001
.............
Dr. Sugiyarto,M.Si. NIP. 19670430 199203 1 002
.............
.......... .............
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program Studi Biosains
Prof. Drs. Suranto,M.Sc.,Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Dr. Sugiyarto,M.Si. NIP. 19670430 199203 1 002
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa : 1. Tesis yang berjudul “Kandungan Pati Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus pada Berbagai Kondisi Tanah di Daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bnersedia Tesis beserta gelar Magister saya dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70). 2. Tesis ini merupakan hak milik Prodi Biosains PPs-UNS. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin Ketua Prodi Biosains PPs-UNS dan minimal satu kali publikasi menyertakan tim pembimbing sebagai author. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Biosains PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Biosains PPs-UNS dan atau media ilmiah lain yang ditunjuk. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 3 Nopember 2010 Mahasiswa
Dawam NIM S 900208005
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KANDUNGAN PATI UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus) PADA BERBAGAI KONDISI TANAH DI DAERAH KALIOSO, MATESIH DAN BATURETNO
Dawam, Edi Purwanto, Sugiyarto Program Studi Magister Biosains, PPS-UNS Surakarta ABSTRAK
Suweg (Amorphophallus campanulatus) termasuk tanaman penghasil umbi (tuber crop) dengan kandungan pati yang tinggi dan sangat berguna sebagai makanan diet bagi penderita diabetes militus serta dapat menunjang ketahanan pangan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk membandingkan kandungan pati umbi suweg di beberapa daerah dengan kondisi tanah yang berbeda. Penelitian survei dilakukan di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno. Pengambilan sampel tanaman dan tanah secara random, masing-masing dengan lima ulangan. Data karakteristik morfologi tanaman suweg diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran secara langsung. Analisis kadar N melalui penetapan N-total, Uji Penetapan P tersedia menggunakan metode Bray 1, penetapan K menggunakan pengekstrak HCl 25% dan kandungan pati umbi menggunakan Metode Nelson Somogyi. Hasil penelitian memperlihatkan, ciri-ciri morfologi tanaman suweg di Kalioso, Matesih dan Baturetno tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kandungan pati umbi suweg tertinggi terdapat di daerah Baturetno yaitu sebesar 90,01 %, sedangkan Matesih 74,47 % dan Kalioso 50,22 %. Kandungan pati umbi suweg tidak terkait secara langsung dengan kandungan N, P dan K tanah. Kata kunci : suweg (Amorphophallus campanulatus), tuber crop, pati, hara tanah.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CONTENT OF AMYLUM SUWEG (Amorphophallus campanulatus) CROP AT SOIL CONDITIONS IN KALIOSO, MATESIH AND BATURETNO
Dawam, Edi Purwanto, Sugiyarto Master of Bioscience, Post Graduate Program Sebelas Maret University Surakarta
ABSTRACT
Suweg (Amorphophallus campanulatus) is one of the tuber crops with high ingredient of amylum. It is very useful for sufferer of diabetes militus who has to do diet. It is also for staying power of food in Indonesia. The research aims to compare the suweg morphology and test the ingredient of amylum at several soil conditions. The survey research was done in Kalioso, Matesih and Baturetno. The samples of plants and soils were randomly taken from that districts, five times at every five areas. The plant morphological character were got by directly observation and measurement. The analisys of N content using N-total, P analysis content using Bray 1 method, K content using HCl 25% extractor, and amylum content of crop using Nelson Somogyi method. The result of this reseach showed that morphological characters of suweg plants in Kalioso, Matesih and Baturetno did not indicate different things significantly. Suweg from Baturetno has the most amylum content (90,01%), Matesih (74,47%) and Kalioso (50,22 %). There was no directly corelation about amylum content of Amorphophallus campanulatus with N, P, K soil mineral conditions. Key words : Amorphophallus campanulatus , tuber crop, amylum, soil minerals.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (Q.S. Al-‘Ankabut : 69)
Karya ilmiah ini dipersembahkan kepada Anak-anakku tercinta Arina, Arini dan Alfi
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyajikan tulisan tesis yang berjudul “Kandungan Pati Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus) pada Berbagai Kondisi Tanah di Daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno”. Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi karakteristik morfologi tanaman suweg, keadaan hara tanah khususnya N, P dan K dan kandungan pati umbi suweg di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno. Nilai penting penelitian ini adalah penggalian potensi sumber bahan makanan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian warga masyarakat, padahal memiliki manfaat yang besar,
yaitu bahan makanan yang memiliki
indeks glisemik rendah dan mengandung zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa di daerah lereng gunung kapur Baturetno, tanaman umbi suweg memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Matesih yang merupakan lereng gunung Lawu dan Kalioso yang datar dan merupakan cekungan antara kaki gunung Lawu dan Merapi – Merbabu. Pengembangan penelitian ini ke arah pembuatan peta daerah budi daya tanaman suweg penghasil pati, sebagai tepung alternatif di samping terigu dan sebagai bahan makanan diet bagi penderita diabetes militus di masa depan. Sumber daya alam hayati yang cukup melimpah di hampir semua daerah di Indonesia tersebut juga dapat digali secara optimal guna menunjang ketahanan pangan nasional. Adapun kendala-kendala yang ada meliputi sikap masyarakat yang belum dapat menerima sepenuhnya diversifikasi pangan selain beras maupun terigu
commit to user
dan adanya sedikit rasa gatal pada sebagian tanaman umbi suweg ketika
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikelupas kulitnya maupun pada waktu mengkonsumsinya. Kekurangan ini dapat diperbaiki melalui penelitian lanjut tentang metode penghilangan kalsium oksalat sebagai penyebab timbulnya rasa gatal pada umbi suweg serta kreasi olahan tepung suweg sehingga masyarakat tertarik dan sadar serta merasa butuh untuk mengkonsumsi pati suweg ini. Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih
dirasakan
banyak
kekurangtepatan.
Oleh
karena
itu
penulis
mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.
Surakarta, 3 Nopember 2010
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Kandungan Pati Umbi Suweg (Amorphophllus campanulatus) pada Berbagai Kondisi Tanah di Daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno”. Ucapan terima kasih setulusnya kami ucapkan kepada : 1.
Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ.(K), Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijinnya untuk mengikuti studi lanjut di Universitas ini.
2.
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Direktur PPs UNS atas fasilitas dan sarana perkuliahan, perpustakaan serta laboratorium yang menunjang selesainya tesis ini.
3.
Dr. Sugiyarto,M.Si Ketua Prodi Biosains sekaligus sebagai pembimbing II yang telah memberikan motivasi, arahan serta petunjuk penilisan tesis ini.
4.
Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto,M.Sc. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan baik materi, metode penelitian serta penulisan tesis ini.
5.
Segenap staf dosen Prodi Biosains PPs UNS Surakarta yang telah memberikan materi perkuliahan yang menunjang kelancaran pelaksanaan penelitian.
6.
Bp. Soedjono (warga Matesih Karanganyar) dan Mas Sunowo (warga Baturetno Wonogiri) yang telah mendampingi dan membantu penulis untuk mendapatkan sampel penelitian di lapangan.
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Bp. M. Muzayyin, petugas Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian UNS yang telah membantu pelaksanaan penelitian kandungan hara tanah.
8.
Ibu Liswardani, petugas Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas Pertanian UNS yang telah membantu pelaksanaan penelitian kandungan pati umbi suweg.
9.
Mas Rosyid yang telah membantu pelayanan administrasi selama penulis menempuh pendidikan di Program Psacasarjana UNS.
10.
Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga tersusun tesis ini. Segala bantuan dan kebaikan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini semoga menjadi amal soleh yang akan memperoleh imbalan yang berlipat ganda dari Allah Subhanahu Wata’ala. Amin.
Surakarta, 3 Nopember 2010
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………........... i PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………………………… ii PENGESAHAN TIM PENGUJI ...................................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... iv ABSTRAK ...................................................................................... v ABSTRACT ................................................................................... vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................... viii UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................. x DAFTAR ISI .................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………..... 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………... 4 C. Tujuan Penelitian ………………………………………..... 5 D. Manfaat Penelitian ………………………………………... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka 1.Taksonomi Amorphophallus campanulatus .......….. 7 2. Morfologi Amorphophallus campanulatus .............. 8
commit to user 3. Klasifikasi Tanah ..................................................... 15
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Kondisi Hara Tanah ………………………................. 18 5. Pati ……………………………………………............ 22 6. Isolasi dan Penrtapan Kadar Pati ............................ 23 B. Kerangka Pemikiran ...................................................... 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………… 26 B. Bahan dan Alat ............... ……………………………….. 26 C. Rancangan Penelitian …………………………………… 28 D. Prosedur Pengambilan Data ......................................... 28 E. Analisis Data ................................................................. 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Morfologi Tanaman Suweg (Amorphophallus campanulatus) ………………………. 38 B. Kondisi Hara Tanah dan Kandungan Pati Umbi ........... 40 C. Hubungan antara Kondisi Tanah dengan Berat Umbi dan Kadar Pati Umbi Suweg ...................... 49 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................... 54 B. Saran ............................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 56 LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 70
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karaktereistik morfologi dan kandungan pati A. campanulatus … 38 Tabel 2. Kondisi hara tanah lokasi penelitian.............................................. 40 Tabel 3 Hubungan antara kondisi tanah, berat umbi dan kandungan pati.
................................................................. 49
Tabel 4 Hasil analisis korelasi antara kandungan hara tanah dengan pati umbi di Kalioso .......................................................... 50 Tabel 5 Hasil analisis korelasi antara kandungan hara tanah dengan pati di Matesih ....................................................... 51 Tabel 6 Hasil analisis korelasi antara kandungan hara tanah dengan pati umbi ................................................................ 52
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Umbi suweg................................................................ 11
Gambar 2
Batang semu/tangkai suweg...................................... 13
Gambar 3
Daun suweg ……………............................................. 14
Gambar 4
Bunga suweg.............................................................. 15
Gambar 5
Bagan Penelitian Kandungan pati Umbi suweg ........ 25
Gambar 6
Bagan Penentuan Kadar Pati .................................... 36
Gambar 7
Grafik hubungan antara berat umbi dan kandungan pati ........................................................ 39
Gambar 8
Grafik Kadar rata-rata Bahan Organik tanah sampel.. 41
Gambar 9
Grafik rata-rata pH tanah sampel di Kalioso, Matesih dan Baturetno ............................................. 43
Gambar 10 Grafik rata-rata kandungan N di Kalioso, Matesih dan Baturetno .............................................. 44 Gambar 11 Grafik rata-rata kandungan P di Kalioso, Matesih dan Baturetno .............................................. 45 Gambar 12 Grafik rata-rata kandungan K di Kalioso, Matesih dan Baturetno .............................................. 45 Gambar 13 Grafik rata-rata kandungan pati di Kalioso, Matesih dan Baturetno .............................................. 50
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Perbandingan morfologi Suweg, iles-iles dan acung .......... 61
Lampiran 2
Daerah Penelitian, tempat pengambilan sample Penelitian ............................................................................ 62
Lampiran 3
Perbandingan gambar (foto) morfologi suweg, iles-iles dan acung ............................................................... 63
Lampiran 4
Perbandingan Morfologi Tumbuhan Suweg di Kalioso, Matesih dan Baturetno ...................................... 64
Lampiran 5
Data morfologi Amorphophallus campanulatus .................. 65
Lampiran 6
Analisis ANOVA satu jalan berat umbi suweg..................... 66
Lampiran 7
Tabel Kandungan Hara Tanah dan Pati Umbi A.campanulatus ................................................................ 67
Lampiran 8
Korelasi kondisi tanah terhadap berat umbi....................... 68
Lampiran 9
Korelasi kondisi tanah, berat umbi terhadap kadar pati umbi .................................................................. 69
Lampiran 10 Korelasi kondisi tanah terhadap kadar pati umbi di Kalioso ………………………………................................ 70 Lampiran 11 Grafik Kandungan Pati Umbi Suweg Sampel Kalioso.....
71
Lampiran 12 Korelasi kondisi tanah terhadap kadar pati umbi di Matesih ............................................................72 Lampiran 13 Grafik Kandungan Pati Umbi Suweg Sampel Matesih ....... 73 Lampiran 14 Korelasi kondisi tanah terhadap kadar pati umbi di Baturetno ....................................................... 74 Lampiran 15 Grafik Kandungan Pati Umbi Suweg Sampel Baturetno .... 75 Lampiran 16
Laporan hasil analisis pati suweg ....................................... 76
Lampiran 17
Laporan hasil analisis kimia tanah ...................................... 77
Lampiran 18
Tabel Data Pengamatan Ekologi A. Campanulatus ........... 78
Lampiran 19 Biodata Penulis ................................................................... 79
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Alam
Indonesia
memiliki
kekayaan
sumber
daya
hayati
dan
keanekaragamannya yang besar terutama pada jenis tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang terdapat di Indonesia adalah Amorphophallus, yaitu marga dari talas-talasan yang dapat hidup di berbagai jenis maupun kondisi tanah. Indonesia juga kaya lahan hutan, kebun maupun perkebunan yang terbentang dari dataran tinggi sampai dataran rendah, dari tanah berkapur hingga tanah bergambut
yang
Amorphophallus.
dapat
ditumbuhi
berbagai macam
tanaman termasuk
Karena tanaman talas ini tidak memerlukan sinar matahari
secara langsung, maka Amorphophallus dapat ditemui di sela-sela tanaman hutan, perkebunan atau di kebun penduduk. Sebagian
penduduk
pedesaan
masih
menganggap
tanaman
Amorphophallus sebagai tanaman liar di kebun-kebun atau hutan yang belum banyak dimanfaatkan dan dibudidayakan. Mereka sering memandang rendah bahkan menganggapnya sebagai pembawa sial, karena berumbi gatal dan berbunga bangkai, atau tak lebih dari pada tanaman pengganggu. Kalau pun memanfaatkannya baru sebatas makanan selingan atau bahan makanan darurat di musim paceklik. Sedangkan di negara lain seperti Jepang tepung dari umbi iles-iles (termasuk genus Amorphophallus) telah digunakan sebagai bahan pembuat konyaku (sejenis tahu) dan shirataki (sejenis mi) atau sebagai pengganti agar-agar dan gelatin. Secara alami Amorphophallus merupakan tanaman tahunan yang memiliki aktivitas musiman. Pada awal musim penghujan, muncul bunga dari
commit to user dalam tanah. Setelah bunga layu muncul batang semu dan daun. Sedangkan
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada waktu menjelang musim kemarau, daun Amorphophallus akan menguning, layu dan gugur bersama dengan tangkainya dan umbi yang berada di dalam tanah akan mengalami dorman.
Secara umum Amorphophallus memiliki
kemampuan regenerasi generatif melalui bijinya dan secara vegetatif melalui organ vegetatifnya seperti umbi atau potongan umbi, bulbil, dan stek daun. Iklim tropis Indonesia dan kekayaan akan lahan humus sebagai habitat tumbuhan Amorphophallus negeri ini menyimpan potensi bahan pangan yang besar. Kalau melihat potensi yang dimilikinya dan persyaratan lingkungan tumbuhnya yang relatif mudah serta kemampuan produktivitasnya yang tinggi, maka perlu dilakukan peningkatan nilai ekonomi tanaman umbi ini melalui produk olahan makanan sela atau sebagai bahan baku industri.
Pengembangan
tanaman ini menjadi tanaman pangan maupun industri tentu akan menambah diversifikasi bahan makanan dan meningkatkan produksi bahan komoditas ekspor bagi negeri ini. Lahan humus yang bukan hutan pun seperti yang dimiliki banyak penduduk, sebenarnya secara alami dapat pula digunakan sebagai lahan untuk hidup tanaman liar ini. Amorphophallus yang dapat hidup di berbagai jenis dan struktur tanah dapat ditanam oleh penduduk bersama dengan tanaman tahunan seperti jati, sengon dan mahoni secara tumpang sari. Salah satu jenis Amorphophallus adalah Amorphophallus campanulatus (suweg). Suweg dapat tumbuh liar di daerah-daerah yang bermusim kemarau kuat mulai dari dataran rendah hingga 800 m di atas permukaan laut, di suatu tempat kadang-kadang dalam jumlah yang sangat besar (Heyne K., 1987). Di Jawa umbi suweg yang berbentuk bola pepat itu digunakan untuk sayur, kolak dan sedap-sedapan lainnya.
Bahkan di Pekalongan umbi yang
sudah dikupas, dimakan mentah. Suweg dalam bentuk bubur dipakai sebagai
commit to user
obat
untuk
tapel
(tuam)
perut
terhadap
sembelit
(Heyne
K.,
1987).
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketergantungan pada bahan makanan pokok beras dan bahan makanan tambahan seperti terigu, menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan yang berasal dari negara lain. Suweg dapat menambah diversifikasi pangan dan mengangkat potensi lokal dan daerah sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan secara nasional. Komposisi kimia umbi suweg segar yaitu kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat masing-masing sebesar 72.14%, 1.10%, 3.25%, 0,33% dan 23.18%. Hasil pengamatan karakter kimia tepung umbi meliputi kadar pati, kadar amilosa, kadar serat pangan, pati resisten, dan daya cerna pati masing-masing adalah 63,45% bk, 15,92% pati, 15,10% bk, 2,15% bk dan 81,68 (Didah Nur Faridah, 2009). Berdasarkan komposisi kimia umbi suweg di atas, suweg termasuk bahan makanan yang layak dapat dikonsumsi dan memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh. Kecenderungan pola makan masyarakat yang banyak mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi, kandungan protein tinggi dan sedikit zat serat sangat berperan dalam meningkatkan adanya gangguan sistemik di dalam tubuh. Pada umumnya tepung aneka umbi memiliki indeks glikemik rendah dan pati resisten tinggi dan kaya oligosakarida, sehingga dapat membantu dalam pencegahan primer timbulnya penyakit degeneratif (Widowati, 2009) Terjadi peningkatan yang signifikan berbagai penyakit modern seperti hipertensi, jantung koroner, ginjal, struk dan diabetes.
Sebagian besar dari
penyakit-penyakit tersebut berkaitan dengan makanan dan pola makan. Umbi suweg yang memiliki komposisi nutrisi rendah kalori, rendah protein dan tinggi serat dapat dipilih untuk mengantisipasi penurunan derajat kesehatan tubuh yang berkaitan dengan pola makan dan sumber bahan pangan.
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Surakarta dan sekitarnya memiliki struktur dan kondisi tanah yang berbeda-beda. Daerah Baturetno Kabupaten Wonogiri
berada di atas tanah
pegunungan kapur, daerah Matesih Kabupaten Karanganyar berada di lereng gunung Lawu yang subur, sedangkan Kalioso (termasuk wilayah administratif Kabupaten Karanganyar) berada di atas cekungan yang dibentuk oleh kaki gunung Merapi - Merbabu dan gunung Lawu. Amorphophallus yang banyak ditemukan di daerah Surakarta dan sekitarnya adalah suweg, acung dan iles-iles. Namun dari ketiga jenis Amorphophallus tersebut yang paling banyak dijumpai populasinya adalah suweg (Amorphophallus campanulatus). Karena tanaman suweg dapat hidup di mana-mana, baik sengaja ditanam maupun melalui penyebaran alami, maka perlu dilakukan penelitian tentang besar kandungan pati umbi suweg di daerah-daerah tersebut.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah karakteristik morfologi tanaman suweg di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno ? b. Bagaimanakah kandungan pati umbi suweg dikaitkan dengan kandungan hara tanah N, P dan K di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi tanaman suweg di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno yang memiliki habitat jenis tanah yang berbeda. Jenis tanah yang berbeda diduga memiliki kandungan hara makro N, P dan K yang berbeda pula. Penelitian juga ingin mengetahui hubungan antara berbagai jenis tanah dari daerah-daerah yang berbeda kadar N, P dan K yang ada di dalam tanah tersebut, terhadap kandungan pati umbi
commit to user
tanaman suweg (Amorphophallus campanulatus).
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Ciri-ciri morfologi
tumbuhan Amorphophallus campanulatus dapat
memberikan informasi kepada masyarakat tentang salah satu tanaman liar yang sebenarnya dapat dimanfaatkan, dilestarikan dan dibudidayakan, sehingga sesuai dengan besarnya nilai nutrisi maka akan dapat dikembangkan dan ditingkatkan nilai ekonominya. Dengan diketahuinya kadar pati umbi suweg yang berada di daerah-daerah dengan jenis tanah beserta kandungan hara N, P dan K sebagai habitat
yang tepat bagi Amorphophallus campanulatus, maka akan
semakin efektif penanaman suweg di daerah-daerah tersebut. Kandungan pati suweg diharapkan dapat mengangkat suweg sebagai bahan makanan alternatif yang dapat dimasyarakatkan, sehingga menambah diversifikasi bahan makanan, sebagai makanan diet bagi penderita diabetes militus dan dapat menunjang ketahanan pangan nasional. Indonesia sangat luas dan subur, penelitian ini juga ingin mendapatkan peta tanah yang potensial dan produktif untuk ditanami dan dibudidayakan suweg. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data maupun informasi bagi peneliti berikutnya khususnya dalam rangka pembudidayaan tanaman suweg (Amorphophallus campanulatus) yang terkait dengan produksi pati suweg sebagai salah satu bahan makanan diet bagi penderita diabetes militus dan sebagai bahan komoditas eksport seperti yang telah dilakukan pada iles-iles (Amorphophallus muelleri) di Saradan Madiun.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN
A. Tinjauan Pustaka 1. Taksonomi Amorphophallus campanulatus Amorphophallus adalah tanaman daerah tropis yang termasuk famili talas-talasan (Araceae). Genus Amorphophallus telah diketahui adanya 228 species. Tiga diantaranya hidup subur di Indonesia dengan ciri-iri morfologis yang
sangat
mirip,
yaitu
Iles-iles
(Amorphophallus
muelleri),
Acung
(Amorphophallus rivairi) dan Suweg (Amorphophallus campanulatus atau Amorphophallus paeoniifolius). Perbandingan ciri-ciri morfologi ketiga talas tersebut jika hanya didasarkan pada pengamatan sesaat tanpa memperhatikan siklus hidupnya maka terdapat banyak persamaan. Persamaan tersebut terdapat pada bentuk dan warna daun, besar dan tinggi batang semu, warna batang semu, bentuk umbi serta lingkungan sebagai tempat hidupnya. Batang semu berwarna hijau dengan totol-totol berwarna hijau lebih muda atau tua. Daun bercabang tiga menyebar secara mendatar dengan arah yang saling berlawanan. Lingkungan ekologi ketiga amorphophallus ini berada di bawah naungan tumbuhan lain yang lebih besar. Perbedaan yang nyata terdapat pada perbungaan, percabangan daun dan cara perkembangbiakan. Bunga acung dan iles-iles memiliki tangkai bunga yang panjang, berbentuk seperti batang semu, dan memiliki tongkol serta biji, sedangkan pada suweg bertangkai pendek dan berbunga besar. Warna bunga suweg merah kecoklatan, warna bunga acung putih bersih dan warna bunga ilesiles merah muda. Aroma bangkai lebih menyengat hidung pada bunga iles-iles dan acung dari pada suweg. Perbedaan ciri daun terdapat pada masalah warna.
commit to user
Daun iles-iles dan acung berwarna hijau tua sedangkan daun suweg berwarna
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hijau muda. Daun iles-iles memilki ciri khusus yaitu adanya katak (bulbil) pada percabangan daun. Perkembangbiakan iles-iles, acung dapat terjadi secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif dengan umbi atau anak umbi, sedangkan perkembangbiakan secara generatif dengan biji dan bulbil (khusus pada iles-iles). Perkembangbiakan pada suweg hanya terjadi secara vegetatif, yaitu dengan umbi atau tunas umbi (lampiran 1 dan lampiran 3). Nama-nama
daerah
untuk
tanaman
Suweg
(Amorphophallus
campanulatus) antara lain elephant yam dan telinga potato (Inggris), Kembang bangke (Indonesia),suweg dan walur (Jawa), Acung, ileus (Sunda ) (Heyne, 1987). Taksonomi suweg sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas
: Arecidae
Ordo
: Arales
Familia
: Araceae (suku talas-talasan)
Genus
: Amorphophallus
Spesies
: Amorphophallus campanulatus (Tjitrosoepomo, 2002)
2. Morfologi Amorphophallus campanulatus Tanaman A. campanulatus merupakan tumbuhan herba yang memiliki batang semu tegak menjulang dari bagian tengah umbi yang bercabang tiga dengan sistem akar berada pada tanah permukaan (Gopi at al, 2009). Tanaman ini diduga berasal dari Asia Tropika, tersebar di Malaysia, Jawa, Filipina sampai Pasifik (LIPI, 1980).
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A. campanulatus hidup di daerah tropis maupun subtropis, tetapi memerlukan sinar matahari secara tidak langsung, cahaya maksimum hanya sampai 40% dan dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 700 M dpl. Namun yang paling bagus pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 M dpl, dengan suhu 25–35°C, sedangkan curah hujannya 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhan. Pada suhu di atas 35°C daun tanaman akan terbakar, sedangkan pada suhu rendah menyebabkan dorman (Perhutani, 2007). Secara alami Suweg tumbuh di bawah naungan tanaman tahunan yang lain, misalnya naungan rumpun bambu di kebun dan di sela-sela tanaman hutan mahoni maupun jati. Menjelang musim hujan tiba, A. campanulatus muncul berupa setangkai bunga berwarna ungu kecoklatan. Selama musim penghujan tumbuhan A. campanulatus tampak sebagai batang semu / tangkai daun yang tegak keluar dari umbinya (LIPI, 1980). Tangkai daun bersifat lunak dan halus berwarna hijau muda atau kecoklatan hitam belang-belang (totol-totol) putih kekuningan. Batang semu tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter (Steenis, 1975). A. campanulatus bukan tanaman semusim tetapi tumbuhnya secara musiman. Selama musim penghujan A. campanulatus tumbuh dan menghasilkan makanan yang ditandai dengan bertambah besarnya umbi. Tanaman ini pada umumnya dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai perubahan kondisi iklim dan tanah. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Secara genetik, tanaman yang toleran terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan (Mohr dan Schopfer dalam Djukri, 2003).
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertumbuhan tanama suweg yang baik pada tanah yang berstruktur liat berpasir,
gembur,
Amorphophallus
dan
tidak
kaya
unsur
hara.
Karena
dalam,
maka
yang
sangat
sistem
perakaran
berpengaruh
pada
pertumbuhannya adalah keadaan tanah lapisan atas. Pepohonan hutan atau kebun pekarangan biasanya berupa tumbuhan tahunan yang memilki perakaran yang sangat dalam dan panjang. Sehingga kondisi tanah permukaan sekitar tumbuhan tersebut sebenarnya kosong bagi tanaman musiman yang berakar serabut. Bahkan perakaran di bagian bawah dapat menahan larinya zat-zat hara dari lokasi tersebut. Daun dari pepohonan yang gugur ke tanah sebagai serasah berguna sebagai penutup tanah (mulsa), meningkatkan penyediaan N dan hara lainnya yang berguna bagi tanaman semusim (Hairiah, 2008). Untuk hasil budidaya yang baik, tanaman Amorphophallus menghendaki tanah yang gembur / subur serta tidak becek (tergenang air). Derajat keasaman tanah yang ideal adalah antara PH 6 - 7 serta pada kondisi jenis tanah apa saja terutama yang berdosis kapur tinggi (Sumarwoto, 2004). Perkembangbiakan tanaman A. campanulatus di alam dapat berlangsung secara vegetatif melalui tunas umbi yakni perbanyakan dengan umbi anak atau mata yang terdapat pada kulit umbinya. Jika ditanam dari umbi anak, umbi dapat dipanen 4 – 5 bulan kemudian, setelah tangkai daunnya membusuk. Jika matanya yang dijadikan bibit, suweg baru dapat dipanen setelah berumur 9 – 10 bulan ( BBPP Lembang, 2010). Berbagai penelitian telah dapat mengembangbiakkan Amorphophallus sp, antara lain dengan stek batang/tangkai daun, stek daun dan mikropropagasi .tunas. umbi. (Imelda,.2007). Di samping tunas umbi, maka tangkai daun juga merupakan sumber eksplan yang efisien (Imelda, 2008). Secara modern tanaman Amorphophallus sp. dapat dikembangbiakkan secara mikropropagasi
commit to user
kultur jaringan. Media terbaik untuk induksi dan penggandaan tunas in vitro
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah MS yang mengandung kombinasi zat pengatur tumbuh TDZ (0,2 mg/l) dan BAP (0,5 mg/l). Sedangkan media terbaik untuk pengakaran tunas in vitro adalah MS tanpa zat pengatur tumbuh dan media terbaik untuk aklimatisasi planlet adalah campuran tanah, kompos dan cocopeat dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (Imelda, 2007). Dikenal adanya 2 varitas suweg, ialah A. Campanulatus var. Hortensis yang sudah dibudidayakan dan A. Campanulatus var. Sylvestris yang tumbuh liar di hutan jati atau di kebun-kebun yang tidak terpelihara (BBPP, 2010). bagian dari tanaman ini secara umum
Bagian-
adalah umbi, akar, batang semu,
daun dan bunga. Umbi A. campanulatus termasuk umbi batang, berbentuk bola pepat atau bulatan pada bagian tengah terdapat cekungan bekas pangkal tangkai (batang semu). Umbi ini merupakan perubahan dari bentuk batang yang berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan. Antara batang dan umbi menyatu sehingga sulit dibedakan antar keduanya. Umbi A. campanulatus memiliki bekas tempat pangkal pelepah daun dan mata-mata tunas yang berperan dalam perkembangbiakan.
Gambar 1. Umbi suweg Sumber : Data Primer (2009) Umbi A. campanulatus terdiri dari bagian kulit dan daging umbi. Kulit luar merupakan lapisan kutikula yang melindungi daging umbi. Kulit umbi berwarna keabu-abuan atau kecoklatan. Pada kulit umbi terdapat beberapa jenis mata tunas dan akar. Tunas-tunas yang dimaksud adalah tunas utama, tunas
commit to user
anakan dan tunas akar, sedangkan akar yang ada pada kulit dapat dibedakan
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi akar aktif dan akar mati dengan ujung akar yang telah membusuk (Lingga, 1990). Mata tunas utama adalah mata tunas yang melakat pada umbi bagian bawah pangkal pelepah daun. Mata tunas ini tidak akan muncul mejadi tunas sebelum pelepah daun layu dan terlepas dari umbi. Mata tunas anakan adalah tunas baru yang muncul dari kulit umbi. Mata-mata tunas mengalami dormansi bersama dengan umbi selama musim kemarau dan akan tumbuh dan berkembang pada musim penghujan. Mata tunas akar adalah calon akar aktif pada kulit umbi, sedangkan akar mati adalah akar-akar yang sudah tidak berfungsi dan akan lepas dengan sendirinya dari umbi. Daging umbi mengandung karbohidrat sebagai cadangan makanan selama dorman maupun perkembangan dan pertumbuhan. Kandungan makanan pada umbi
dapat
mencapai optimal setelah mengalami beberapa periode tumbuh. Umbi akan berkembang dengan baik apabila suweg tumbuh di tanah lempung berpasir (Lingga, 1990). Tanaman A. campanulatus memiliki akar berbentuk serabut dan berwarna putih. Akar-akar lama akan layu dan membusuk kemudian digantikan dengan akar-akar baru. Panjang akar tanaman baru dapat mencapai 40 cm. Setiap akar membentuk rambut-rambut akar yang berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan air di dalam tanah. Akar-akar tumbuh ke segala arah, sehingga dapat memperkokoh tegaknya batang semu di atas tanah (Pitojo, 2010) Batang A. campanulatus menyatu dengan umbinya. Batang berada di dalam tanah, sehingga pada saat umbi mengalami dorman di musim kemarau, tidak akan tampak adanya tanaman A. campanulatus ini. Tetapi ketika tanah dicangkuli, maka banyak ditemukan berbagai macam umbi, termasuk umbi A. campanulatus. Menjelang tumbuhnya umbi, maka batang berada diatas umbi
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berupa cekungan sebagai bekas tempat pangkal pelepah daun. Bagian vegetatif berwarna hijau muda atau tua dengan noda-noda atau loreng (Steenis, 1975).
Gambar 2. Batang semu/tangkai suweg Sumber : Data Primer (2009) Pada perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya batang mengalami perubahan bentuk menjadi umbi, atau menambah volume umbi setelah satu kali periode tumbuh. Bentuk batang akan tampak jelas pada tanaman muda, sedangkan pada tanaman dewasa sudah menyatu dengan umbi. Pada awal musim penghujan, dari dalam tanah kuncup daun yang terbungkus
seludang
muncul
di
permukaan
tanah.
Sesuai
dengan
pertumbuhannya, pelepah daun makin panjang dan pada ketinggian tertentu daun terbuka. Daun A. campanulatus termasuk daun tunggal yang beranak daun majmuk. Tangkai daun terbagi menjadi tiga arah tangkai daun secara mendatar. Setiap tangkai daun bercabang lagi menjadi tiga dan tumbuh ke arah yang saling berlawanan (Pitojo, 2010).
Gambar 3. Daun suweg Sumber : Data Primer (2009)
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tinggi dan besar tangkai daun tergantung pada besar kecilnya umbi. Tangkai daun yang tumbuh dari anak umbi berukuran relatif kecil, sedangkan tangkai daun yang muncul dari umbi berukuran lebih besar. Tangkai yang besar mampu menopang banyak daun dan berukuran lebar, sedangkan tangkai yang kecil hanya mampu mendukung daun-daun yang kecil pula. Jumlah anak daun A. campanulatus umumnya antara 8 sampai 200 lembar. Tangkai daun A. campanulatus tidak berkayu dan memiliki warna kulit hijau belang-belang putih kehijauan tak beraturan. Bagian dalam tangkai berupa jaringan spon padat yang mengandung banyak air. Tangkai daun akan layu, biasanya menjelang musim hujan berakhir, kemudian berangsur-angsur rapuh dan lepas dari umbi. Secara morfologis, suweg sangat mirip dengan iles-iles. Meski tidak berumur lama, ternyata tangkai daun merupakan sumber eksplan yang efisien untuk perbanyakan in vitro pada iles-iles (Amorphophallus muelleri) (Imelda , 2008) Berbeda dengan umumnya tanaman, bunga A. campanulatus langsung muncul dari dalam tanah. Dari tengah-tengah umbi tumbuh tangkai bunga yang mirip dengan tangkai daun, pada akhir musim kemarau atau awal musim penghujan. Pada awalnya bunga tertutup oleh seludang, setelah muncul di atas tanah seludang sobek oleh desakan pertumbuhan bunga. Tinggi bunga antara 10 – 40 cm, diameter antara 15 – 60 cm dan warna bunga pada bagian bawah hijau kemudian makin ke atas menjadi coklat (Gopi, 1996).
Gambar 4. Bunga commit to usersuweg Sumber : Data Primer (2009)
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Bunga A. campanulatus berupa bunga majemuk yang terdiri dari tangkai berwarna ungu kecoklatan, seludang dan tongkol. Pembiakan tanaman ini tidak melalui bunga, meskipun bunga suweg termasuk bunga lengkap. Hal ini diduga karena adanya sifat protogeni, yaitu putik masak lebih dahulu dari pada serbuk sari, sehingga ketika serbuk sari masak dan siap menyerbuki putik, putik sudah melewati masa reseptifnya (Prana, 2008). Tanaman A. campanulatus yang sering ditemukan di daerah Surakarta adalah suweg, acung dan iles-iles. Di atas permukaan tanah, tanaman berkerabat ini kadang sulit dibedakan, baik menyangkut tangkai daun, daun, habitat maupun masa hidupnya. Perbandingan morfologi antara Suweg, Iles-iles dan Acung terdapat pada lampiran 1. 3. Klasifikasi Tanah Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika Serikat dikenal dengan nama Soil Taxonomy (USDA, 1975; Soil Survey Satff, 1999; 2003). Sistem klasifikasi ini menggunakan 6 kategori, yaitu ordo, sub ordo, grup, sub-grup, famili dan seri. Berdasarkan morfologi horizon-horizon penciri dan sifat-sifat penciri lainnya, tanah di permukaan bumi ini dapat dikelompokkan ke dalam 12 ordo (Rayes, 2006) Tanah yang termasuk ordo alfisol merupakan tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa yang tinggi, yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Mediteran merah kuning, latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning. Tanah alfisol memiliki kesuburan tanah yang tinggi (Rayes, 2006). commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tanah ordo aridisol merupakan tanah-tanah di daerah iklim kering yang mempunyai kelembapan arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil. Tanah ini memiliki kesuburan rendah sampai sedang (Rayes, 2006). Ordo entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan.
Dibentuk dari sedimen vulkanik,
batuan kapur dan metamorfik. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata ent berarti recent atau baru. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol dan Litosol. Tanah yang termasuk ordo histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% untuk tanah bertekstur liat. Bahan organik yang didekomposisi dari jaringan tanaman pada umumnya membentuk tanah ini. Jenis tanah ini lebih populer disebut tanah gambut. Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah organik atau organosol. Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang dari pada Entisol. Kata Inceptisolk berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus dan lain-lain. Tanah ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam gelap, kandungan bahan organik lebih dari 1%,
commit to user
kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bila kering. Umumnya dibentuk dari bahan batuan kapur dan proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh iklim. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Rendzina. Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit atau miskin hara. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me /100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol, Lateritik atau Podzolik Merah Kuning. Spodosol merupakan ordo tanah yang banyak memiliki kandungan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, di lapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol. Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol, Podzolik Merah Kuning dan Hidromorf Kelabu. Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit. Vertisol adalah tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman, bertekstur liat, mempunyai slickendide dan rekahan yang secara periodik dapat
commit to user
membuka dan menutup. Tanah vertisol umumnya terbentuk dari bahan sedimen
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen and Dudal, 1989 dalam Prasetyo, 2007). Pada tanah vertisol umumnya sifat-sifat fisik lebih merupakan kendala dibanding dengan sifat-sifat kimianya. Kendala utama untuk tanaman adalah tekstur yang liat berat, sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan filtrasi air yang rendah serta drainase yang lambat (Mukanda and Mapiki, 2001 dalam Prasetyo, 2007). Tanah andisol umumnya terbentuk dari bahan abu vulkan muda. Memiliki bobot isi rendah, mengandung mineral-mineral berordo pendek atau mineral amorf serta berpotensi fiksasi fosfat yang tinggi. Tanah mengalami permaforst (bahan-bahan/horizon) yang membeku secara permanen, atau bahan gelik (bahan tanah mineral atau organik yang memiliki krioturbasi dalam bentuk lensa/ baji). 4. Kondisi Hara Tanah Tumbuhan berumpun Amorphophallus spp. yang tumbuh pada kondisi tanah yang kurang subur dan berbatu akan mengalami perkembangan tanaman dan umbi tidak optimal (Prana, 2008).
Salah satu faktor penentu kesuburan
tanah adalah ketersediaan hara yang diperlukan tanaman di dalam tanah. Unsur hara yang melarut dalam larutan tanah berasal dari beberapa sumber seperti pelapukan mineral primer, dekomposisi bahan organik, deposisi dari atmosfer, aplikasi bahan pupuk, rembesan air tanah dari tempat lain, dan lainnya (Soemarno, 2007). Keberadaan bahan organik di dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah
yang
berdampak
pada
perbaikan
aerasi
tanah.
Aerasi
tanah
mencerminkan keadaan oksigen dalam tanah. Tanah yang beraerasi baik akan mempunyai oksigen cukup untruk respirasi akar tanaman dan untuk aktivitas organisme aerob. Tanah berliat banyak mempunyai pori-pori mikro yang terisi
commit to user
oleh air, maka tanah berliat umumnya beraerasi buruk. Pada kondisi ini CO2
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dihasilkan oleh fauna tanah, akar tanaman dan mikroorganisme tanah menjadi terakumulasi, oleh karena itu sering kali terjadi bahwa kandungan CO2 dalam tanah berliat bisa ratusan kali lebih tinggi dibandingkan CO2 atmosfer (Handayanto, 2007). Pada
tanah
halus
lempungan,
pemberian
bahan
organik
akan
meningkatkan pori meso dan menurunkan pori mikro. Dengan demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi udara dan menurunkan pori yang berisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah lempung berat (Wiskandar, 2002). Pada lahan kering berlereng bahan organik berdampak pada penurunan laju erosi tanah. Hal ini dapat terjadi akibat dari perbaikan struktur tanah yaitu dengan semakin mantapnya agregat tanah, sehingga menyebabkan ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan meningkat. Di samping itu, dengan meningkatnya kapasitas infiltrasi air akan berdampak pada aliran permukaan dapat diperkecil, sehingga erosi dapat berkurang (Stevenson,1982). Unsur hara dalam tanah diserap oleh tanaman dalam bentuk ion negatif atau ion positif. Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain pada kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Bahan organik memberikan kontribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20 – 70% kapasitas pertukaran kation tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh : Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah (Stevenson,1982). Penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat terjadi secara langsung bersamaan dengan penyerapan air dari larutan tanah, sehingga tingkat kelarutan unsur hara dalam air sangat penting dan penting juga menjaga pH tanah. Faktor abiotik tanah yang juga sangat berpengaruh pada kehidupan tanaman ialah
commit to user
tingkat keasaman (pH). Tingkat
keasaman (pH) menyatakan banyaknya
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(konsentrasi) ion H+ dan ion OH- di dalam tanah. Kondisi pH tanah merupakan faktor
penting
yang
menentukan
kelarutan
unsur
yang
cenderung
berkesetimbangan dengan fase padatan (Soemarno, 2007). Makin tinggi konsentrasi ion H+ di dalam tanah, makin asam tanah tersebut. Sebaliknya makin tinggi ion OH-, makin basa tanah tersebut. Tingkat keasaman (pH) tanah penting karena organisme tanah dan tanaman sangat responsif terhadap sifat kimia di lingkungannya. Sebagian besar tanaman dan organisme tanah menyukai pH netral berkisar 6-7 karena ketersediaan unsur hara cukup tinggi pada nilai pH ini (Handayanto, 2007). Penyerapan juga dapat terjadi secara difusi melewati membran sel, jika konsentrasi ion dalam larutan tanah lebih tinggi maka akan menembus membran sel akar-akar tanaman yang memiliki konsentrasi ion lebih rendah. Penyerapan hara dapat pula terjadi dengan proses pertukaran ion (Isnaeni, 2006). Faktor lain yang sangat penting dalam menentukan konsentrasi hara dalam larutan tanah adalah potensial redoks. Faktor ini berhubungan dengan keadaan aerasi yang selanjutnya sangat tergantung pada laju respirasi jasad renik dan laju difusi oksigen. Tekstur tanah merupakan sifat penting yang menentukan aerasi dan drainase tanah (Handayanto, 2007). Kandungan air yang mendekati atau melebihi kondisi kejenuhan merupakan sebab utama dari buruknya aerasi, karena kecepatan difusi oksigen melalui pori yang terisi air jauh lebih lambat dari pada pori yang berisi udara. Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara. Reduksi nitrat berlangsung kalau tanahnya dijenuhi oleh air (Sutedjo, 1991), dengan persamaan reaksi sebagai berikut : 2NO3ˉ + 8H+ + 6e ====== > N2 + 4H2Oˉ
commit to user
NO3ˉ + 2H+ + 2e ====== > NO2ˉ + H2O
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebagian besar tanaman pertumbuhan akarnya terhambat bila < 10% volume pori yang berisi udara dan laju difusi O2 kurang dari 0.2 ug/cm2/menit. Keadaan lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa O2 disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi). Kondisi anoksia tercapai pada jangka waktu 6 – 8 jam setelah genangan, karena O2 terdesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Pada kondisi lahan di daerah zone ekologi/sub wilayah fluxial, yaitu berada pada muka air tanah yang sangat dangkal dan berawa dihadapkan kepada berbagai kendala seperti kemasaman tanah yang tinggi, kurang tersedianya unsur hara makro seperti N, P dan K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan meningkatnya konsentrasi Al, Fe dan Mn dalam tanah yang dapat meracuni tanaman. (Rauf, 2000). Unsur N merupakan unsur yang cepat kelihatan pengaruhnya terhadap tanaman. Peran utama unsur ini adalah merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun), meningkatkan jumlah anakan dan meningkatkan jumlah bulir/rumpun. Kehilangan N-tanah ternyata meningkat pada kondisi pH tinggi, suhu tinggi, tekstur kasar, KTK rendah dan pengeringan tanah yang dipupuk oleh urea (Shankaracharya dan Mehta 1969 dalam Soemarno, 2007). Fungsi utama fosfor dalam pertumbuhan tanaman adalah untuk perkembangan akar halus dan akar rambut, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah dan memacu terbentuknya bunga (Rauf, 2000). Rata-rata pertumbuhan dan hasil tanaman yang menggunakan pupuk organik jerami pada berbagai pemupukan memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding tanpa pemberian pupuk organik jerami walaupun secara statistik tidak memberikan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga karena dalam suasana reduksi, proses perombakan bahan organik akan banyak menghasilkan asam-asam organik, di
commit to user
mana amnion dari asam organik tersebut dapat mendesak P yang terikat oleh
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fe, Al atau Ca sehingga P dapat terlepas dan tersedia bagi tanaman (Alexander 1977 dalam Arafah, 2003). Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim. Dengan adanya kalium yang tersedia dalam tanah menyebabkan ketegaran tanaman terjamin, dapat merangsang pertumbuhan akar dan tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Rauf, 2000). Sumber-sumber kalium adalah beberapa jenis mineral, sisa tanaman, air irigasi, abu tanaman dan pupuk buatan. Dengan kecukupan kalium maka fungsi N dan P lebih efisien (Isnaeni, 2006). Kemasaman tanah dan keadaan hara yang menyertainya merupakan akibat kekurangan kation basa yang dapat ditukarkan. Penambahan kationkation tertentu dalam jumlah cukup dapat menaikkan pH tanah. Dua kation yang paling cocok untuk mengurangi keasaman tanah ialah kalsium dan magnesium (Soepardi, 1986). Kalsium (Ca) merupakan unsur penting untuk pertumbuhan ujung bulu-bulu akar. Kalsium juga berhubungan dengan pembentukan protein dan bagian tanaman yang aktif untuk membentuk dinding sel sehingga berpengaruh pada kesegaran tanaman. Kalsium dapat menetralkan asam dalam tubuh. Sumber kalsium yang paling umum adalah batu kapur, meskipun sisa-sisa tanaman juga mengandung kalsium (Isnaeni, 2006). 5. Pati Pati merupakan karbohidrat asal tanaman sebagai hasil fotosintesis, yang disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai cadangan makanan (Soebagio, 2007). Pati merupakan bentuk paling umum dari karbohidrat hasil fotosintesis yang disimpan untuk keperluan pada masa yang akan datang. Dalam sebuah sel tumbuhan hidup, molekul amilosa dan amilopektin dibentuk dalam leukoplas
commit to user
khusus dan disimpan dalam bentuk butiran (Loveless, 1987).
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pati adalah timbunan karbohidrat pada tanaman yang terdiri dari dua macam molekul, sebagian kecil berupa amilosa dan bagian terbanyak berupa amilopektin. Amilopektin mempunyai struktur mirip glikogen, tetapi dengan percabangan yang lebih sedikit. Pati merupakan sumber energi utama makanan manusia. (Mc Gilvery, 1998). Sebagian besar sel tanaman dapat menyimpan pati dan paling banyak tersimpan dalam umbi seperti kentang dan biji-bijian seperti jagung, padi, gandum dan lain-lain (Sudiatso, 2000). Tepung Amorphophallus selain digunakan sebagai bahan makanan juga digunakan untuk bahan kosmetik, menurunkan kolesterol dan tekanan darah dan maag, serta sebagai makanan kesehatan dan penurun berat badan (Sudiatso, 2000).
6. Isolasi dan penetapan kadar pati Umbi talas dibersihkan kulit luarnya setelah pemanenan.
Setelah itu
diiris-iris tipis dengan ketebalan ± 2 mm dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga beratnya berkurang sekitar 70% dari berat basah. Selanjutnya gaplek suweg digiling dengan mesin penggiling (pembuat tepung beras) untuk dijadikan tepung dan diayak dengan saringan 200 mesh. Penetapan kadar pati dilakukan dengan cara menghidrolisis tepung talas dengan alkohol 80% dalam waterbath. Kemudian endapan dipisahkan dan dihidrolisis kembali dengan 9,2 N HClO4 sebanyak 3 kali dan dinetralisir dengan 1N NaOH dan selanjutnya direduksi dengan pereaksi Cu dan Nelson. Kadar pati diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm (Hartati, 2003).
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Data morfologi Amorphophallus campanulatus diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran secara langsung di lokasi pengambilan sampel, yaitu daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno pada waktu umbi tanaman masih segar. Pengambilan sampel umbi dan tanah dilakukan setelah batang semu dan daun layu serta menguning. Hal itu terjadi pada akhir musim penghujan, saat kandungan nutrisi umbi optimal. Masing-masing lokasi penelitian diambil 5 buah umbi dan tanah tempat tumbuhnya akar sebagai sampel. Pemisahan pati dari umbi suweg dilakukan terhadap setiap sampel dari tiap-tiap lokasi penelitian. Tahap pertama isolasi pati kasar umbi, dan tahap kedua menguji kadar pati dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm (Hartati, 2003). Di samping itu uji kadar N, P dan K tanah juga dilakukan terhadap setiap tanah tempat tumbuh suweg-suweg tersebut. Untuk mengetahui ketepatan variabel pada pengamatan karakteristik morfologi tanaman suweg digunakan ANOVA satu jalan, dan untuk mengetahui hubungan antara besar kandungan hara N, P dan K tanah dengan kandungan pati umbi suweg digunakan korelasi pada program SPSS 16. Bagan penelitian korelasi antara karakteristik morfologi dan kandungan BO, pH, N, P dan K tanah terhadap kandungan pati umbi suweg (A. campanulatus) sebagai berikut :
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tanaman Suweg (Amorphophallus campanulatus)
Pengukuran - lingkar batang - tinggi batang - diameter daun - diameter umbi - jumlah anakan - berat umbi
Sampel Umbi Suweg
Sampel Tanah
Analisis Kadar Pati
Analisis Kadar BO, pH, N, P, dan K
Kadar Pati
Kadar BO, pH, N, P, dan K
Analisis Data
Korelasi karakteristik morfologi dan kondisi tanah terhadap kadar pati (C6H10O5)n umbi suweg
Gambar 5 Bagan penelitian korelasi kondisi tanah terhadap kandungan pati umbi suweg di berbagai daerah penelitian
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian karakteristik
morfologi sekaligus pengambilan sampel
Amorphophallus campanulatus dilakukan di tiga daerah yang memiliki kondisi tanah yang berbeda. Daerah-daerah tersebut masih termasuk karesidenan Surakarta, yaitu di
tanah liat hitam Desa Tuban (Kalioso) Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar, tanah merah dataran tinggi Desa Bancak Kecamatan
Matesih
Kabupaten
Karanganyar,
dan
tanah
Sendangrejo, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri.
kapur
Desa
Selain jenis tanah
yang berbeda, maka tanah-tanah tersebut juga memiliki topografi yang berbeda. Denah penelitian terdapat pada lampiran 2. Penelitian laboratoris dilakukan di tiga laboratorium. Isolasi pati kasar dari umbi suweg dilakukan di laboratorium SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar, penentuan kandungan air dan kadar pati Amorphophallus campanulatus dilakukan di Laboratorium THP Fakultas Pertanian UNS Surakarta, dan uji kandungan N, P, K dan pH tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Waktu penelitian morfologi maupun ekologi tanaman suweg dilaksanakan mulai bulan Pebruari sampai dengan April 2009, sedangkan penelitian laboratorium pada bulan April sampai dengan Juni 2009.
B. Bahan dan Alat Bahan tanaman suweg yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 umbi suweg yang berasal dari tiga stasiun pengamatan yang berbeda jenis dan struktur tanah serta lingkungan ekologisnya. Lima umbi tanaman suweg beserta tanahnya
masing-masing
commit dari to userKalioso, berasal
termasuk
kecamatan
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dengan jenis tanah liat hitam dan topografi datar, Matesih kabupaten Karanganyar dengan jenis tanah gembur merah dan topografi lereng dataran tinggi, dan Baturetno kabupaten Wonogiri dengan tanah liat hitam agak berkapur serta topografi lereng pegunungan kapur. Ekstraksi pati kasar dari umbi suweg menggunakan alat-alat berupa neraca Ohauss, pisau, blender, gelas kimia 1000 ml, elenmeyer 300 ml, kain saring dan kertas saring, sedangkan bahan-bahan untuk ekstraksi
berupa
sampel-sampel umbi suweg, air dan alkohol 70 %. Bahan laboratorium digunakan untuk uji N,P, K dan pH tanah serta uji kandungan pati adalah air bebas ion, larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0, KCl 1 M (Larutkan 74,5 g KCl p.a. dengan air bebas ion hingga 11), asam sulfat pekat (95-97%), campuran selen p.a. (tersedia di pasaran) atau dibuat dengan mencampurkan 1,55 g CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4 anhidrat dan 1,55 g selen kemudian dihaluskan, Asam borat 1%, Natrium hidroksida 40%, Bata didih, Penunjuk Conway, Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol), H2SO4 4 N, Larutan baku asam sulfat 0,050 N, Nelson A terdiri dari 12,5 g Na2CO3 anhidrat + 12,5 g Rochelle (K-Na- tartrat) + 10 g NaHCO3 + 100 G Na2SO4 anhidrat dalam 350 ml aquades, kemudian diencerkan sampai 500 ml. Nelson B terdiri dari 7,5 g CuSO4 5H2O dalam 50 ml aquades + 1 tetes H2SO4 pekat. Regensia Arsenomolibdat yang terdiri dari 25 g ammonium molibdat dalam 450 ml aquades + 25 ml H2SO4 pekat, campur rata. Tambah 3 g Na2 H2SO4 yang telah dilarutkan dalam 25 ml aquades. Alat yang digunakan adalah neraca analitik dengan ketelitian dua desimal, botol kocok 100 ml, dispenser 50 ml gelas ukur, mesin pengocok, labu semprot 500 ml, pH meter, neraca analitik ketelitian tiga desimal, tabung digestion dan blok digestion, labu didih 250 ml, erlenmeyer 100 ml bertera, buret
commit to user
10 ml, pengaduk magnetik, dispenser, tabung reaksi, pengocok tabung, alat
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
destilasi atau spectrofotometer, botol timbang, eksikator, oven, penjepit, neraca, blender, pisau, kain saring, gelas ukur 1000 ml, elemenyer 500 ml, corong, kertas saring, neraca analitik, pipet ukur 1 ml dan 10 ml, beker glass 500 ml, spektrofotometer.
C. Rancangan Penelitian Data ekologi dan morfologi tanaman suweg berdasarkan pengamatan langsung terhadap tempat-tempat pengambilan sampel. Besar pH tanah diukur dengan pH-meter, kandungan N melalui penetapan N-total, penentuan kadar air dengan cara Thermogravimetri, dan kandungan pati umbi menggunakan Analisis Kadar Gula Reduksi dengan Metode Nelson Somogyi. Analisis hasil penelitian berupa hubungan antara kandungan hara N, P, K tanah dengan kandungan pati umbi suweg diperoleh melalui program SPSS regresi searah.
D. Prosedur Pengambilan data a. Uji pH tanah Nilai pH menunjukkan
konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang
dinyatakan sebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan hanya mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+.
Potensial yang timbul
diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri atas elektrode pembanding dan elektrode gelas (elektrode kombinasi). Konsentrasi H+ yang diekstraks dengan air menyatakan kemasaman aktif (aktual) sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan
commit to user
(potensial). Contoh tanah ditimbang 10,00 g sebanyak dua kali, masing-masing
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang satu (pH H2O) dan 50 ml KCl 1M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer Ph 7,0 dan pH 4,0. Nilai pH dilaporkan dalam 1 desimal. Prosedur tersebut menggunakan rasio 1 : 2,5 b) Penetapan N-total Senyawa
nitrogen
organik
dioksidasi
melalui
pemanasan
dalam
lingkungan asam sulfat pekat dengan katalis campuran selen membentuk (NH4)2SO4. Kadar amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi atau spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan penambahan larutan NaOH. Selanjutnya NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 menggunakan penunjuk Conway. Cara spektrofotometri menggunakan metode pembangkit warna indofenol biru. Reaksi destruksi dengan asam sulfat pekat (95-97%) yang dapat dibuat dengan campuran selen p.a. (tersedia di pasaran) atau buat dengan mencampurkan 1,55 g CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4 anhidrat dan 1,55 g selen kemudian dihaluskan. Reaksi destilasi menggunakan Asam borat 1% yang dapat dibuat dengan melarutkan 10 g H3BO3 dengan 1 liter air bebas ion, Natrium hidroksida 40% ( dengan melarutkan 400 g NaOH dalam gelas piala dengan air bebas ion 600 ml, setelah dingin diencerkan menjadi 1 liter), bata didih yang terbuat dari batu apung yang dihaluskan dan Penunjuk Conway. Proses destilasi menggunakan larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol), H2SO4 4 N, dan larutan baku asam sulfat 0,050 N. Cara kerja destruksi dengan menimbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, dimasukkan ke dalam tabung digestion. Ditambahlkan 1 g campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 350 ˚C (3-4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih
commit to user
dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam).
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml . Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi atau cara kolorimetri. Pengukuran N dengan cara destilasi dengan memindahkan secara kualitatif seluruh ekstrak contoh ke dalam labu didih (digunakan air bebas ion dan labu semprot). Ditambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah volume labu. Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu elenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah 3 tetes indikator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur ditambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh secepatnya ditutup. Didestilasi hingga volume penampung mencapai 5075 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah muda. Volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb) dicatat. Kadar nitrogen (%)
= (Vc – Vb) xNx bst N x 100 mg contoh¯¹ x fk = (Vc – Vb) xNx 14 x 100 500¯¹ x fk = (Vc – Vb) xNx 2,8 x fk
Keterangan : Vc-b
= ml titar contoh dan blanko
N
= normalkitas larutan baku H2SO4
14
= bobot setara nitrogen
100
= konversi ke %
Fk
= faktor koreksi kadar air = 100(100-% kadar air)
c). Uji Penetapan P tersedia metode Bray 1 Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43-
commit to user
Pengekstrak ini biasanya digunakan pada tanah dengan pH <5,5.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Alat-alat yang digunakan dalam penetapan P ini adalah neraca analitik de gan ketelitian tiga desimal, dispenser 25 ml dan 10 ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok 50 ml, mesain pengocok dan spektrofotometer. Adapun bahan-bahan pereaksi yang digunakan adalah HCl 5 N, pengekstrak Bray dan Kurts 1 (larutan 0,025 N HCl + 0,03 NH4F), pereaksi P pekat, pereaksi pewarna P, standar induk 1.000 ppm PO4 (Tritisol), standar100 ppm PO4, dan deret standar PO4 (0-20 ppm). Carta kerja penetapan P ini diawali dengan menimbang 2,500 g contoh tanah <2 mm, ditambah pengekstrak Bray dan Kurt 1 sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Larutan tanah disaring dan bila larutan masih keruh maka dikembalikan ke atas saringa semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Ekstrak jernih dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok
dan
dibiarkan
selama
30
menit.
Absorbsinya
diukur
dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan Kadar P2O5 tersedia (ppm) adalah sebagai berikut : Kadar P2O5
= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml g (g contoh) ¯¹ x fp x
142/190 x fk = ppm kurva x 25/1.000 x 1.000/2,5 x fp x 142/190 x fk = ppm kurva x 10 x fp x 142/190 x fk Keterangan : ppm kurva
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubunghan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
fp
= faktor pengenceran (bila ada)
142/190
= faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
fk
= faktor koreksi kadar air = 100/(100- % kadar air)
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d). Uji Penetapan K Dasar
penetapan
kalium
menggunakan
pengekstrak
HCl
25%.
Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa kalium mendekati kadar K total. Intensitas warna larutan dapat diukur dengan alat flamefotometer. Peralatan yang digunakan untuk uji K ini adalah neraca analitik dengan ketelitian tiga desimal, botol kocok, mesin kocok bolak-balik, alat sentrifuse, tabung reaksi, dispenser 10 ml, pipet volume 0,5 ml, pipet volume 2 ml, pipet ukur 10 ml dan flamefotometer, edangkan bahan pereaksi yang digunakan adalah HCl 25%, standar induk 1.000 ppm K (Tritisol), standar 200 ppm K, deret standar K (0; 4; 8; 12; 16 dan 20 ppm). Cara kerja penetapan K, tanah ukuran <2 mm ditimbang 2,000 g, kemudian dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu dikocok dengan mesin kocok selama 5 menit. Setelah dimasukkan mesin kocok larutan tanah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan semalam atau disentrifuse. Dipipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20 x) dan dikocok. Dipipet 2 ml ekstrak contoh encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ekstrak contoh encer dan deret standar K diukur langsung dengan alat flamefotometer. Kadar K potensial mg K2O (100 g) ¯¹ = ppm kurva x 10 x 94/78 x fk Keterangan : ppm kurva
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubunghan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
94/78
= faktor konversi bentuk K menjadi K2O
fk
= faktor koreksi kadar air = 100/(100- % kadar air)
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e). Uji Kadar Air dengan cara Thermogravimetri Prinsip kerja dari Thermogravimetri adalah menguapkan air yang ada di dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air dalam bahan telah diuapkan. Botol timbang yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC dengan tutup dibuka selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator dalam kondisi tertutup. Setelah dingin botol ditimbang (C g). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1-2 g (D g) dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya, kemudian keringkan dalam oven pada suhu 105ºC dengan tutup dilepas selama 6-24 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Panaskan lagi dalam oven selama 30 menit, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (E g). Berat konstan artinya = selisih penimbangan berturut-turut (0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan. Perhitungan : % Air (wb)
=C+D–E D
x
100%
% Air (db)
=C+D–E E–C
x
100%
% Berat Kering
=E-C D
100% = 100 – kadar air (%wb)
x
f). Penentuan kadar pati Penentuan kadar pati melalui tiga tahap yaitu ekstrak pati kasar, hidrolisis pati dan uji spektrofotometer. Tahap pertama adalah ekstrak pati kasar. Pati merupakan polisakarida dengan glukosa sebagai monomernya. Penentuan kadar pati dapat dengan cara pati diekstraksi terlebih dahulu dari sampel, selanjutnya didispersikan menjadi larutan koloidal hingga terpisah dari zat lainnya. Pati ini
commit to user selanjutnya diendapkan, dikeringkan dan ditimbang. Untuk pati dalam bahan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berlemak atau protein tinggi, pati dipisahkan dulu dengan alkali sehingga terbentuk alkohol kompleks yang tidak larut, selanjutnya dipisahkan, dikeringkan dan ditimbang. Hasil penimbangan menunjukkkan kandungan pati kasar dalam bahan. Cara kerja ekstrak pati kasar dengan terlebih dahulu menimbang sampel sebanyak 300 gram kemudian dicuci dan dikecilkan ukurannya. Bahan dimasukkan ke dalam blender dan ditambah dengan 500 ml aquades kemudian diblender selama 30 detik. Hal itu dilakukan sebanyak 3 kali. Residu disaring dengan kain dan larutan yang keruh ditampung di dalam gelas ukur 1000 ml, kemudian ditambahkan 200 ml aquades dan dikocok. Larutan keruh didiamkan sehingga terjadi endapan, dan larutan yang jernih didekantasi. Larutan keruh dan endapannya ditambah dengan 200 ml alkohol 96% dan disaring dengan kertas saring. Pati yang tertinggal di kertas saring dikeringkan dengan meratakan pati pada suhu kamar. Perhitungan pati kasar :
% Pati (wb)
=
Pati yang diendapkan (g) ------------------------------- x 100% Berat sampel (g)
g). Analisis Kadar Gula Reduksi Metode Nelson Somogyi Gula
reduksi
akan
mereduksi
kuprioksida
menjadi
kuprooksida.
Kuprooksida yang terbentuk direaksikan dengan arsenomolibdat sehingga terbentuk molybdenum yang berwarna biru, intensitasnya diukur dengan pengukuran
absorbansi
menggunakan
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang 510 – 600 nm. Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, pipet ukur 1 ml dan 10 ml, beker glass 500 ml, spektrofotometer, sedangkan bahan-bahan yang
commit to user10 ml glukosa anhidrat/100 ml, digunakan adalah larutan glukosa standar
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reagensia Nelson yang terdiri dari campuran 25 bagian nelson A dan 1 bagian nelson B. Nelson A terdiri dari 12,5 g Na2CO3 anhidrat + 12,5 g Rochelle (K-Natartrat) + 10 g Na2CO3 + 100 G Na2SO4 anhidrat dalam 350 ml aquades, kemudian diencerkan sampai 500 ml. Nelson B terdiri dari 7,5 g CuSO4 5H2O dalam 50 ml aquades + 1 tetes H2SO4 pekat. Regensia Arsenomolibdat yang terdiri dari 25 g ammonium molibdat dalam 450 ml aquades + 25 ml H2SO4 pekat, campur rata. Tambah 3 g Na2H2SO4 yang telah dilarutkan dalam 25 ml aquades. Aduk dan simpan dalam botol coklat, inkubasi pada 37ºC selama 2448 jam. Langkah pertama berupa preparasi sampel. Dibuat larutan sampel dari 10 g sampel yang telah dihaluskan kemudian dilarutkan menjadi 250 ml dengan aquades menggunakan labu takar. Larutan disaring, kemudian filtrat yang diperoleh jika belum jernih disentrifuge sehingga diperoleh sampel jernih. Langkah berikutnya adalah pembuatan Kurva Standar. Disiapkan 6 tabung reaksi masing-masing diisi dengan 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1 ml larutan gula standar. Ke dalam tiap tabung tersebut ditambahkan aquades sehingga volumenya mencapai 1 ml. Pada tiap-tiap tabung ditambahkan 1 ml reagensia Nelson dan dipanaskan dalam air mendidih selama 20 menit. Semua tabung didinginkan dengan cara direndam dalam air dingin hingga suhunya mencapai 25 ºC. Ditambahkan 1 ml reagen Arsenomolibdat pada tiap-tiap tabung , kocok homogen sampai semua endapan Cuprooksida larut. ditera absorbansinya pada λ 540 nm dengan spektrofotometer. Kemudian dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi dan konsentrasinya selanjutnya ditentukan persamaan kurva standarnya.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h). Penentuan Kadar Gula Reduksi Sampel Disiapkan 1 ml larutan sampel jernih, kemudian dilakukan prosedur yang sama dengan pembuatan kurva standar. Kadar gula reduksi sampel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan kurva standar. Kadar gula reduksi dikali 0,9 maka hasilnya adalah kadar pati, seperti pada gambar 6.
Umbi Suweg
Ekstrak pati
Ekstrak
Pembuatan Larutan Standar
Pati Kasar
Hidrolisis Hidrolisis
Kurva Standar
Penentuan Kadar Gula Reduksi
Persamaan Kurva Standar
Kadar Gula Reduksi Penentuan Kadar Pati dengan Spektrofoto meter
X 0,9
Kadar Pati
Gambar 6. Bagan Penentuan Kadar Pati
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Analisis Data Penelitian menggunakan metode deskriptif yaitu metode dalam meneliti suatu obyek atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, dengan tujuan untuk membuat pencandraan (karakter) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sifat-sifat atau karakteristik serta hubungan fenomena yang diamati (Suryabrata, 2003). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. ANOVA satu jalan untuk menentukan ketepatan variabel-variabel ciri morfologi tanaman suweg terhadap berat umbi di lokasi pengambilan sampel. 2. Korelasi : a. antara variabel-variabel kandungan hara tanah berupa bahan organik, pH tanah, N, P dan K dengan berat umbi suweg. b. antara variabel-variabel kandungan hara tanah berupa bahan organik, pH tanah, N, P dan K dengan kandungan pati umbi.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Morfologi Tanaman Suweg (Amorphophallus campanulatus) Tanaman suweg yang diamati pada lokasi penelitian terdapat di kebunkebun warga dan tumbuh secara liar. Tidak ada perawatan tanaman, pembasmian hama/penyakit maupun pemupukan. Pengamatan dan pengukuran secara langsung dilakukan pada dua tahap, yaitu tahap vegetasi dan tahap dormansi.
Pada tahap vegetasi dilakukan pengamatan dan pengukuran
terhadap lingkar batang semu, panjang batang semu dan diameter rentang daun, serta ekologinya. Pada tahap dormansi dilakukan pengukuran terhadap diameter umbi, berat umbi dan jumlah anakan umbi. Data yang diperoleh dari pengamatan tersebut disajikan pada table 1. Tabel 1 Karakteristik morfologi dan kandungan pati A. campanulatus Stasiun
Diameter Jumlah Umbi (cm) Anakan
Kalioso Matesih Baturetno
18,7 27,02 25,18
22,6 31,2 6,8
Lingkar Tinggi Diameter Batang (cm) Batang (cm) Daun (cm)
14,02 15,58 15,74
117,6 130,6 124,8
106,6 117 114,28
Berat Umbi (g)
1.307 2.846 2.680
Kadar Pati (%)
59,92 74,47 90,01
Dengan menggunakan ANOVA satu arah, berat umbi dapat didukung oleh variabel-variabel lingkar batang, tinggi batang, diameter daun dan diameter umbi. Karena F hitung sebesar 44 dan R square sebesar 0.947 maka pemilihan variabel-variabel sudah tepat (lampiran 6). Berdasarkan data tabel di atas, ukuran tinggi batang dan diameter daun suweg di tiga daerah pengamatan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, namun diameter umbi, berat umbi dan jumlah anakan umbi suweg tampak adanya perbedaan yang nyata. Umbi suweg di Kalioso berukuran ratarata kecil (18,7 cm), sedangkancommit di Matesih to userdan Baturetno lebih besar, yaitu
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masing-masing (27,02 cm) dan (25,18 cm). Rata-rata berat umbi di Kalioso 1,307 kg, Matesih 2,864 kg dan Baturetno 2,680 kg. Ukuran besar maupun berat umbi yang ditemukan di lokasi penelitian ini tidak menentukan besar kandungan patinya. Umbi suweg di Matesih memiliki ukuran diameter maupun berat tertinggi, yaitu masing-masing 27,02 cm dan 2.846 g, namun kandungan patinya hanya mencapai 74,47%, sedangkan umbi suweg Baturetno memiliki ukuran diameter maupun berat masing-masing 25,18 cm dan 2.680 g, tetapi kandungan patinya tinggi yaitu 90,01%. Salah satu faktor yang berpengaruh pada besar ukuran dan berat umbi adalah besar kandungan air pada pati umbi (Matesih 13,108% sedangkan Baturetno 12,884% pada lampiran 16) dan adanya pohon-pohon pelindung dan pendamping yang besar-besar, sehingga perakarannya dapat menahan nutrisi untuk diserap oleh tanaman. Dedaunan pohon-pohon yang besar juga menyediakan serasah yang menjamin ketersediaan humus dan kesuburan tanah, sedangkan kandungan pati umbi di Matesih lebih rendah bisa disebabkan banyaknya jumlah anakan umbi (Matesih 31,2, Baturetno 6,8). HUBUNGAN ANTARA BERAT UMBI DENGAN KADAR PATI 100
90,01
90 74,472
80 70
59,922
60 50 40
28,46
30 20
26,8
13,074
10 0 Kalioso
Matesih
Baturetno
Lokasi Penelitian Berat Umbi (100g)
Kadar Pati(%)
Gambar 7. Grafik hubungan antara commit to berat user umbi dan kandungan pati
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Umbi suweg berisi cadangan makanan berupa pati sebagai hasil fotosintesis tanaman suweg. Besar cadangan makanan pada umbi dipengaruhi oleh besar nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman suweg dan aktivitas tanaman tersebut. Jika kegiatan vegetatif selama musim penghujan dapat melakukan fotosintesis secara optimal dan sedikit mengalami pertunasan, maka kandungan pati umbi akan besar. Tetapi jika terjadi banyak pertunasan, maka sebagian potensi pati akan digunakan untuk aktivitas pertunasan.
B. Kondisi Hara Tanah di Lokasi Penelitian Pengambilan sampel umbi suweg dan tanahnya dilakukan pada bulan April 2009, pada saat tanaman ini memasuki masa dorman. Kondisi daun dalam keadaan telah layu, kering bahkan mulai menghilang, sehingga proses fotosintesis yang menggunakan daun untuk menangkap sinar matahari serta akar untuk menyerap air dan mineral tidak sedang terjadi. Pengambilan umbi seperti ini dilakukan mengingat kandungan pati optimal pada waktu umbi suweg sedang mengalami dorman (Sumarwoto, 2005). Salah satu faktor penentu kesuburan tanah adalah ketersediaan hara yang diperlukan tanaman di dalam tanah (Soemarno, 2007). Kandungan bahan organik, pH, N, P dan K tanah sampel mencerminkan keadaan secara umum kesuburan tanah di tempat tersebut. Data yang diperoleh dari uji laboratorium terhadap sampel-sampel tanah dari lokasi penelitian terdapat pada lampiran 17 dan rata-rata kondisi hara tanah dari tiga lokasi penelitian pada tabel 2. Tabel 2. Kondisi hara tanah lokasi penelitian No.
Keadaan hara/tanah
Kalioso
Matesih
Baturetno
1 2 3 4 5
Bahan Organik (%) pH N (%) P (ppm) K (%)
2,97 7,01 0,19 9,94 0,22
2,65 6,55 0,19 11,05 0,20
2,79 7,11 0,22 11,37 0,22
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kandungan bahan organik sampel tanah di Kalioso paling tinggi (2,97%), menyusul kemudian Baturetno (2,79%) dan Matesih (2,65%). Tekstur tanah lempung berat di Kalioso tidak hanya menahan air lebih lama, tetapi juga bahan organik yang diam dan terus-menerus tertumpuk oleh serasah-serasah baru dari atas tanah. Menurut Wiskandar, 2002, pada tanah halus lempungan, pemberian bahan organik akan meningkatkan pori meso dan menurunkan pori mikro. Dengan demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi udara dan menurunkan pori yang berisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah lempung berat . Hal ini dapat terjadi jika sistem drainase tanah tersebut memadai. Tanah sampel Kalioso memiliki rata-rata kandungan bahan organik tinggi namun genangan air banyak terjadi dan dalam waktu yang lama, sehingga poripori mikro tetap terisi oleh air, maka tanah tersebut tetap beraerasi buruk. Satusatunya sampel tanah Kalioso yang memiliki aerasi dan drainase yang baik adalah sampel 3. Sampel tanah 3 memiliki kandungan bahan organik 3,66%, sehingga kandungan N, P dan K pun lebih tinggi yaitu masing-masing 0,23%, 12,19% dan 0,26%. Tetapi secara umum tingginya kandungan bahan organik tanah-tanah sampel Kalioso tidak menyebabkan tingginya kadar N, P dan K, karena buruknya drainase. Pada kondisi ini CO2 yang dihasilkan oleh fauna tanah,
akar tanaman dan mikroorganisme tanah menjadi terakumulasi
(Handayanto, 2007). Perbandingan kadar rata-rata bahan organik di tiga daerah penelitian ditunjukkan oleh gambar 8.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
KADAR RATA-RATA BAHAN ORGANIK TANAH 3
2,968
2,9
2,786
%
2,8 2,648
2,7 2,6 2,5 2,4 Kalioso
Matesih
Baturetno
Sampel
Gambar 8. Grafik Kadar rata-rata Bahan Organik tanah sampel
Rata-rata kandungan bahan organik di Matesih adalah 2,65%, lebih rendah dari pada di Kalioso (2,97%) dan Baturetno (2,79%). Data berat umbi di Matesih menunjukkan angka tertinggi, yaitu 2.846 g, sementara di Kalioso 1.307 g dan Baturetno 2.680 g. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa tanah di Matesih berbentuk lereng yang tidak bersifat menahan air, drainase lancar dan aerasi baik, sehingga di musim penghujan (saat tanaman suweg tumbuh secara vegetatif) bahan organik dapat optimal menyediakan cukup hara bagi tanaman tersebut. Pada musim kemarau (saat tanaman suweg mengalami dorman dan diambil sampel tanahnya) bahan organik telah terserap tanaman, tercuci selama musim penghujan atau terjerap oleh organisme hidup lain, sehingga kandungan bahan organik tanah sampel Matesih relatif kecil. Perombakan
bahan
organik
melalui
proses
mineralisasi
akan
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro. Untuk tanah-tanah berkapur seperti Baturetno yang banyak mengandung Ca dan Mg, maka kandungan fosfat tinggi, karena terbentuk asam karbonat akibat dari pelepasan CO2 dalam proses dekomposisi bahan organik.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini mengakibatkan kelarutan P mengalami peningkatan, dengan reaksi sebagai berikut : CO2
+ H2O
========= > H2CO3
H2CO3 + Ca3(PO4)2
========= > CaCO3+ H2PO4
Asam-asam organik hasil proses dekomposisi bahan organik juga dapat berperan sebagai bahan pelarut batuan fosfat, sehingga fosfat terlepas dan tersedia bagi tanaman (Atmojo, 2003). Berdasarkan data penelitian, kandungan P di Baturetno paling tinggi (11,37 ppm) sedangkan di Matesih dan Kalioso masing-masing (11,052 ppm) dan (9,94 ppm). Kondisi pH tanah merupakan faktor penting yang menentukan kelarutan unsur yang cenderung berkesetimbangan dengan fase padatan (Soemarno, 2007). Sebagian besar tanaman dan organisme tanah menyukai pH netral berkisar 6-7 karena ketersediaan unsur hara cukup tinggi pada nilai pH ini (Handayanto, 2007). Data pH tanah-tanah sampel tersaji pada tabel 2.
pH TANAH 7,2
7,018
7,006
pH
7 6,8 6,548
6,6 6,4 6,2 Kalioso
Matesih
Baturetno
Sampel
Gambar 9. Grafik rata-rata pH tanah sampel di Kalioso, Matesih dan Baturetno
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sampel tanah Matesih memiliki pH rata-rata 6,55, tingkat keasaman tanah yang mendekati ideal bagi kelarutan hara dan penyerapannya oleh tanaman. Kondisi di Kalioso dan Baturetno, keasaman tanah mencapai masingmasing 7,11 dan 7,01. Hal ini ditunjukkan dengan adanya data morfologi tanaman suweg di Matesih paling baik (tabel 1). Berdasarkan data tabel di atas, semua tanah sampel di lokasi penelitian memiliki kandungan hara N, P dan K. Kandungan hara N, P dan K di Baturetno paling tinggi dibandingkan dengan yang ada di Matesih dan Kalioso, yaitu N (0,218%), P(11,37 ppm) dan K(11,37%). Data kandungan N, P dan K antara Matesih dan Kalioso tidak menunjukkan adanya perbedaan yang konsisten. Kandungan N dan K di Kalioso lebih tinggi dari Matesih, sedangkan kandungan P lebih tinggi di Matesih dari pada Kalioso.
Kadar N (%)
KADAR RATA-RATA N TANAH 0,22 0,215 0,21 0,205 0,2 0,195 0,19 0,185 0,18
0,218
0,195
0,194
Kalioso
Matesih
Baturetno
Sampel Stasiun
Gambar 10.
Grafik rata-rata kandungan N di Kalioso, Matesih dan Baturetno
Kadar rata-rata N di Baturetno paling tinggi, yaitu 0,218 %, di Kalioso 0,195 % dan di Matesih 0,194. Tanah di Kalioso liat dan aerasi kurang baik sehingga terjadi denitrifikasi yang melepaskan N ke atmosfer. Tanah di Matesih yang berupa lereng 15 - 30° terjadi pencucian hara termasuk N, sehingga banyak hara tanah yang menuju ke bagian bawah, sedangkan tanah di Baturetno yang
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berupa lereng bergelombang 0 - 15° memiliki aerasi yang baik tetapi tidak banyak terjadi pencucian hara tanah termasuk N.
Kadar P (ppm)
KADAR RATA-RATA P TANAH 11,37
11,5
11,052
11 10,5 10
9,94
9,5 9 Kalioso
Matesih
Baturetno
Sampel Stasiun
Gambar 11.
Grafik rata-rata kandungan P di Kalioso, Matesih dan Baturetno
KADAR RATA-RATA K TANAH
Kadar K (%)
0,225
0,22
0,218
0,22 0,215 0,21
0,204
0,205 0,2 0,195 Kalioso
Matesih
Baturetno
Sampel Stasiun
Gambar 12.
Grafik rata-rata kandungan K di Kalioso, Matesih dan Baturetno
Kondisi tanah di Baturetno khususnya tempat pengambilan sampel, memiliki bentuk topografi yang tidak rata. Kecuraman lereng termasuk golongan C yaitu 8 – 15% kategori agak miring atau bergelombang dengan drainase baik (d1) dimana tanah memiliki peredaran udara (aerasi) yang baik (Rayes, 2006). Berdasarkan ciri-ciri tanah pada Soil Survey Staff. 1998, tanah sample termasuk
commit to user
jenis Entisol, yang dibentuk dari sedimen vulkanik, batuan kapur dan metamorfik
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tekstur tanah liat hitam agak kasar
dan sebagian bercampur padas putih.
Dibandingkan dengan liat hitam Kalioso, maka tanah Baturetno lebih gembur. Dibandingkan dengan jenis tanah di Matesih, maka lebih liat dengan porositas lebih besar, akibat adanya campuran bebatuan kecil. Tanah di Baturetno berada di daerah pegunungan kapur yang banyak mengandung kalsium dan magnesium. Pengaruh kimia pada tanah kapur ialah kepekatan ion hidroksil akan naik, daya larut besi, aluminium dan mangaan menurun. Sedangkan pengaruh biologinya adalah dinetralkannya senyawasenyawa beracun, penekanan penyakit tanaman dan ketersediaan beberapa unsur hara meningkat serta rangsangan terhadap kegiatan jasad mikro yang sangat menguntungkan ketersediaan unsur hara (Soepardi, 1983). Meskipun menurut Ispari, A. 2005, pengapuran tidak banyak pengaruhnya terhadap kadar pati dalam umbi, namun adanya zat kapur kalsium dan magnesium merupakan penopang utama kesuburan tanah bagi penyerapan hara tanah oleh tanaman, sehingga secara umum sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi umbi. Permukaan tanah di daerah Kalioso relatif datar, meskipun terdapat kemiringan kurang dari 3% (kategori A), merupakan dasar cekungan antara lereng gunung Merapi - Merbabu dengan lereng gunung Lawu (Driessen and Dudal, 1989 dalam Prasetyo, 2007). Dua hal yang menjadi karakterisasi tanah pengamatan di Kalioso, yaitu liat dan kurangnya aerasi tanah. Tanah liat berwarna hitam, yang merekah pecah-pecah dan keras di musim kemarau karena mengkerut serta
liat lengket dan mengembang di musim penghujan.
Menurut Rayes, 2006 drainase tanah termasuk kategori sangat buruk, bila seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu atau terdapat air yang menggenang
di
permukaan
tanah
dalam
waktu
yang
lama
sehingga
menghambat pertumbuhan tanaman. Drainase dan aerasi tanah kurang lancar
commit to user
sehingga mempengaruhi serapan hara tanah oleh akar-akar tanaman.
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan karakteristik tanah tempat sampel umbi suweg diambil, maka tanah Kalioso termasuk jenis tanah Vertisol. Pada tanah vertisol umumnya sifat-sifat fisik lebih merupakan kendala dibanding dengan sifat-sifat kimianya. Kendala utama untuk tanaman adalah tekstur yang liat berat, sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan filtrasi air yang rendah serta drainase yang lambat (Mukanda and Mapiki, 2001 dalam Prasetyo, 2007). Secara umum, hara tanah esensial khususnya N, P dan K di Kalioso sulit melakukan difusi untuk masuk ke dalam jaringan akar tumbuhan. Tanah liat dan datar menyebabkan air hujan tidak lancar bergerak sehingga menimbulkan genangan. Pori-pori mikro tanah banyak terisi air, sehingga terjadi kekurangan O2 dan berlebihan CO2. Kondisi demikian juga menimbulkan terjadinya denitrifikasi, seperti pada persamaan reaksi berikut : 2NO3ˉ + 8H+ + 6e ====== > N2 + 4H2Oˉ NO3ˉ + 2H+ + 2e ====== > NO2ˉ + H2O Nitrat tidak terserap tanaman tetapi mengalami reduksi menjadi gas nitrogen atau amonia sehingga terlepas dan menguap ke atmosfer. Karena nitrogen yang diserap oleh tanaman dalam bentuk nitrat berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun), maka secara morfologis tanaman suweg di Kalioso berukuran lebih kecil dibandingkan dengan tanaman suweg di Matesih dan Baturetno (tabel 1). Hal ini berdampak pada hasil fotosintesis menjadi tidak maksimal dan kandungan pati pun menjadi relatif rendah. Sampel Kalioso 3 yang terletak di pinggir kali karena memiliki aerasi dan drainase yang cukup baik dan ternyata tanah di tempat tersebut memiliki kandungan N, P dan K tertinggi, dan kadar pati umbi suwegnya juga tertinggi, yaitu 80,65 %. Hara tanah sampel 3 tersebut khususnya nitrogen, karena memiliki aerasi yang baik maka tidak terjadi denitrifikasi. Keadaan demikian
commit to user
memungkinkan tanaman untuk menyerap air dan hara secara optimal serta
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhindar dari genangan air yang dapat meningkatkan keasaman tanah dan mengganggu aerasi tanah. Tanah tempat pengambilan sampel di Matesih, Karanganyar merupakan areal kebun warga dengan topografi yang tidak rata atau lereng. Kecuraman lereng termasuk
golongan D yaitu 15 – 30% kategori miring atau berbukit
(Rayes, 2006). Tanah tempat penelitian termasuk jenis tanah Latosol, yang bersifat gembur berpasir, berwarna merah kuning dan tidak pecah-pecah di musim kemarau tetapi lengket di musim penghujan. Di samping meresap ke dalam tanah, air hujan juga mengalir langsung ke tempat-tempat yang lebih rendah. Tidak pernah tampak adanya genangan air di musim penghujan. pH tanah di lima tempat sampel berkisar 6,32 – 6,65, lebih bersifat alkali meskipun banyak sampah daun yang membusuk. Hal ini dapat disebabkan oleh kemiringan lahan. Bahan-bahan organik yang terbentuk oleh humus ikut mengalir ke bawah bersama aliran air hujan dari atas. Selain pengaruh aerasi yang baik, di tanah yang miring/lereng selama musim penghujan terjadi pencucian hara tanah. Hara tanah ikut mengalir bersama air menuju bagian bawah. Pada waktu pengambilan sampel tanah dilakukan, yaitu pada saat umbi suweg sedang dorman, hara tanah telah terserap oleh tanaman pada masa sebelumnya.
Hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi rendahnya kandungan N, P dan K pada tanah sampel, sehingga dapat dikatakan, bahwa rendahnya kandungan hara di tanah yang miring setelah musim penghujan dapat menunjukkan adanya keberhasilan proses penyerapan hara oleh tanaman.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hubungan antara Kondisi Tanah dengan Berat Umbi dan Kadar Pati Umbi Suweg Setelah dilakukan uji tanah sampel terhadap kandungan bahan organik, pH tanah, kandungan N, P dan K, dari ketiga lokasi penelitian menunjukkan kondisi tanah dengan kandungan hara yang berbeda-beda. Kondisi tanah yang berbeda-beda tersebut juga menghasilkan kadar pati umbi suweg yang berbeda pula. Data hasil uji tanah dan kandungan pati umbi disajikan pada tabel 3. Tabel 3 Hubungan antara kondisi tanah, berat umbi dan kandungan pati Stasiun
Bo (%)
pH
N (%)
P (ppm)
K (%)
Berat Umbi Pati Umbi (g) (%)
Kalioso Matesih Baturetno
2,97 2,65 2,79
7,01 6,55 7,11
0,19 0,19 0,22
9,94 11,05 11,37
0,22 0,20 0,22
1.31 2.85 2.68
59,92 74,47 90,01
Dengan menggunakan analisis korelasi pada program SPSS 16, hubungan antara variabel-variabel berupa bahan organik, pH, kandungan hara N, P dan K terhadap berat umbi tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan. Hal ini menunjukkan adanya variabel-variabel lain yang lebih berpengaruh terhadap berat umbi suweg (lampiran 8). Hal yang sama juga terjadi pada kandungan pati umbi suweg. Variabelvariabel berupa bahan organik, pH, kandungan hara N, P dan K serta berat umbi tidak signifikan terhadap kandungan pati umbi suweg. Hal ini menunjukkan adanya variabel-variabel lain yang lebih berpengaruh terhadap berat umbi suweg (lampiran 9). Jika dibandingkan rata-rata kandungan hara khususnya N, P dan K di daerah-daerah penelitian, maka di Baturetno memiliki angka tertinggi yaitu hara N 0,218%, P 11,37% dan K 0,22%, tetapi angka-angka tersebut ternyata
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukanlah merupakan faktor-faktor signifikan yang menyebabkan rata-rata kadar pati di Baturetno juga tertinggi yaitu 90,01%. Rata-rata kandungan hara N, P, K serta kandungan pati umbi suweg di Kalioso, Matesih dan Baturetno selengkapnya teresaji pada gambar 13. KADAR PATI UMBI SUWEG 100
90,01
90 74,472
Kadar pati
80 70
59,922
60 50 40 30 20 10 0 Kalioso
Matesih
Baturetno
Sampel stasiun
Gambar 13.
Grafik rata-rata kandungan pati di Kalioso, Matesih dan Baturetno
Khusus data yang diperoleh dari stasiun pengamatan Kalioso tampak adanya korelasi positif antara kadar N tanah sampel dengan kandungan pati umbi suweg, dan tidak pada hara tanah yang lain yaitu P dan K. Semakin tinggi kadar N tanah sampel, semakin tinggi pula kandungan pati pada tanah sampel tersebut. Data uji N, P dan K tanah dan kandungan pati umbi suweg dianalisis dengan menggunakan korelasi program SPSS diperoleh signifikansi hubungan antara kandungan hara tanah dengan kandungan pati umbi pada tabel 4.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Hasil analisis korelasi antara kandungan hara tanah dengan pati umbi di Kalioso Korelasi antara
Nilai Korelasi (pearson correlation)
Probabilitas Korelasi [sig. (2-taled)]
BO dengan Pati pH dengan Pati N dengan Pati P dengan Pati K dengan Pati
0,845 0,419 0,993 *) 0,800 0,789
0,071 0,483 0,001 0,104 0,113
Catatan : *) Korelasi signifikan pada taraf 0,01 (2-tailed)
Data yang diperoleh dari stasiun pengamatan Matesih tampak adanya korelasi negatif antara kadar N, P dan K tanah sampel dengan kandungan pati umbi suweg.
Dengan analisis data menggunakjan SPSS tidak diperoleh
informasi adanya pengaruh langsung antara keadaan hara tanah dengan kandungan pati umbi suweg (lampiran 12). Tabel 5. Hasil analisis korelasi antara kandungan hara tanah dengan pati di Matesih Korelasi antara
Nilai Korelasi (pearson correlation)
Probabilitas Korelasi [sig. (2-taled)]
BO dengan Pati pH dengan Pati N dengan Pati P dengan Pati K dengan Pati
-0.726 -0.715 -0.840 -0.593 -0.745
0.165 0.175 0.075 0.292 0.149
Catatan : *) Korelasi signifikan pada taraf 0,01 (2-tailed)
Ukuran umbi besar dan beberapa anakan yang menempel berwarna kekuningan,
tanpa
adanya
bagian
umbi
yang
mengalami
kerapuhan.
Berdasarkan hasil penelitian, kandungan pati umbi suweg rata-rata di stasiun pengamatan Baturetno sebesar 90,01 %. Sampel Baturetno 2 memiliki kandungan pati terendah yaitu 84,03 %, dengan kandungan N, P dan K masing-
commit user masing 0,24 %, 13,02 ppm dan 0,21 %. to Sedangkan kadar pati tertinggi sebesar
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
96,28 terdapat pada sample Baturetno 4, dengan kandungan N, P dan K berturut-tururt 0,19 %, 10,58 ppm dan 0,21%. Korelasi antara kandungan N, P dan K tanah dengan kadar pati umbi di Baturetno adalah negatif. Artinya semakin rendah kandungan N, P dan K tanah maka semakin tinggi kadar pati umbi suweg. Hal ini dapat dijelaskan seperti halnya tanah di Matesih, di mana terjadi penyerapan hara tanaman secara optimal dan terjadinya pencucian hara di musim penghujan. Dengan analisis data menggunakan SPSS tidak diperoleh informasi adanya pengaruh langsung antara keadaan hara tanah dengan kandungan pati umbi suweg (lampiran 14) Tabel 6. Hasil analisis korelasi antara kandungan hara tanah dengan pati umbi di Baturetno Korelasi antara
Nilai Korelasi (pearson correlation)
Probabilitas Korelasi [sig. (2-taled)]
BO dengan Pati pH dengan Pati N dengan Pati P dengan Pati K dengan Pati
-0.216 0.768 -0.571 -0.517 -0.097
0.727 0.130 0.314 0.373 0.877
Catatan : *) Korelasi signifikan pada taraf 0,01 (2-tailed) Secara umum kondisi hara tanah khususnya N, P dan K di lokasi penelitian secara kuantitatif tidak jauh berbeda angkanya.
Unsur-unsur hara
tersebut bukanlah faktor-faktor signifikan yang menyebabkan besarnya berat umbi maupun kadar pati umbi. Dengan demikian terdapat faktor-faktor lain yang lebih dominan dan signifikan sebagai penentu kandungan pati umbi suweg. Tingginya kandungan pati umbi suweg di Baturetno di atas Matesih dan Kalioso dapat terkait dengan kondisi tanah yang berkapur, dengan banyak kadar kalsiumnya. Adanya kalsium di dalam tanah dapat berpengaruh terhadap
commit usertanah yang basah, kalsium dan keadaan fisik, biologi dan kimia tanah.to Di
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagian kecil magnesium, bersama-sama dengan H+ merupakan kation-kation dominan pada kompleks jerapan (Soepardi, 1986). Keberadaan kalsium di dalam tanah seperti sampel Baturetno dapat menukar ion Hirogen tanah pada misel, sehingga dapat membaikkan pH tanah. Jerapan kalsium dapat digambarkan sebagai berikut :
H Misel
+ Ca(OH)2
---------- Ca
Misel
+ 2H2O
Misel
+ Ca(HCO3)2 ---------- Ca
Misel
+ 2H2O + 2CO2
Misel
+ 2H2O
H H H
Dalam larutan
H Misel H
+ CaCO3 Fase padat
---------- Ca
+ 2CO2
Jerapan kalsium dan magnesium menaikkan persentase kejenuhan basa dari kompleks koloid dan pH larutan ikut naik, daya larut besi, aluminium dan mangan akan menurun. Di dalam pertumbuhan tanaman kalsium juga berperan sebagai pengatur translokasi karbohidrat, kemasaman dan permeabilitas sel. Faktor-faktor inilah yang diduga dapat menyebabkan tingginya kadar hara N, P dan K tanah serta pati umbi suweg di Baturetno.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang kandungan pati umbi suweg di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik morfologi tanaman suweg (A. campanulatus) di daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun berat umbi di Matesih paling besar. 2. Korelasi antara kandungan hara tanah N, P dan K terhadap kandungan pati umbi tidak tampak adanya keterkaitan secara langsung.
Kandungan pati umbi suweg di Baturetno paling
tinggi jika dibandingkan dengan daerah Kalioso dan Matesih.
B. Saran Hasil penelitian ini hanyalah sebagian kecil dari usaha untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari tanaman suweg.
Maka dari itu perlu
dilakukan pengembangan baik penelitian maupun budidaya tanaman suweg menyangkut hal-hal sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang korelasi antara N, P dan K tanah atau media lain dengan kandungan pati umbi suweg, dengan pemberian berbagai macam dosis tertentu
dan dalam
waktu minimal empat kali putaran tumbuh. 2. Meskipun di setiap tanah dapat tumbuh tanaman suweg, namun berdasarkan kandungan patinya dapat dipilih daerah-daerah yang
commit to user
potensial untuk ditanami dan dibudidayakan tanaman suweg.
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Seperti halnya budi daya tanaman iles-iles di hutan Saradan, Madiun Jawa Timur, maka perlu dilakukan budi daya tanaman suweg secara tumpang sari di sela-sela pepohonan hutan daerah kapur di sepanjang pegunungan kapur di bagian selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
commit to user