13
PEMUPUKAN TANAMAN SUWEG (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) DAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.) PADA SISTEM TUMPANGSARI
LISNA DEVI SAPITRI A24080009
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PEMUPUKAN TANAMAN SUWEG (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) DAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.) PADA SISTEM TUMPANGSARI Fertilizer application on Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) and Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.) in Intercropping System Lisna Devi Sapitri1, Edi Santosa2 Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 2 Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 1
Abstract Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) and iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.) are shade-tolerant plants and generally cultivated under the tree stands. This study aimed to develop a fertilizer application technology for suweg and Iles-iles in intercropping systems. The study was conducted using randomized block design (RBD) using two the species suweg and iles-iles. Method of application of fertilizer with three level (sidedressing, soil spray and control). The study was conducted from June 2011 to May 2012 at the University Farm, Bogor Agricultural University, Leuwikopo, Bogor. The results indicated that fertilizer aplication gave a significant effect on parameters on suweg observation. Spread techniques gave the highest yield on yield tuber dry weight of 221 g, fresh weight of tuber 1152 g, yield weight total around 28 tons / ha, tuber diameter 8.05 cm, and 13.00 cm tuber tall. The results indicated that fertilizer on Iles-iles only gave a significant effect on plant height parameters with the highest yield on control that reached 72 cm. Keywords : Amorphophallus, fertilizer application, sidedressing, soil spray Abstrak Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) dan iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.) merupakan tanaman yang toleran terhadap naungan sehingga banyak dibudidayakan di bawah tegakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemupukan tanaman suweg dan iles-iles pada sistem tumpangsari, terutama pada cara pemberian pupuk. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) menggunakan dua spesies yaitu suweg dan iles-iles. Pada kedua spesies diberi tiga faktor yaitu, cara pemberian pupuk yang terdiri atas pemupukan dengan cara dikocor, disebar dan kontrol. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2011 hingga Mei 2012 di University Farm IPB Leuwikopo, Bogor. Hasil percobaan menunjukan bahwa cara pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pengamatan tanaman suweg. Perlakuan terbaik adalah cara pemberian pupuk dengan disebar. Perlakuan tersebut memberikan hasil tertinggi pada komponen hasil, yaitu parameter bobot umbi kering 221 g, bobot umbi panen 1152 g, bobot hasil total mencapai 28 ton/ha, diameter umbi 8.05 cm dan tinggi umbi 13.00 cm. Aplikasi pemupukan terhadap tanaman iles-iles hanya memberikan pengaruh nyata pada parameter tinggi tanam. dengan perlakuan terbaik perlakuan kontrol mencapai 72 cm. Kata Kunci : Amorphophallus, aplikasi pemupukan, sebar, kocor
14
RINGKASAN
LISNA DEVI SAPITRI. Pemupukan Tanaman Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) dan Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume.) pada Sistem Tumpangsari, Dibimbing oleh EDI SANTOSA.
Penelitian bertujuan untuk mengkaji cara pemberian pupuk tanaman Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) dan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.) pada sistem tumpangsari. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada bulan Juni 2011-Mei 2012. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pada dua spesies yaitu, Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) dan Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume.). Pada kedua spesies diberi tiga perlakuan cara pemberian pupuk yang terdiri atas pemupukan dengan cara dikocor, disebar dan kontrol, dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali sehingga secara keseluruhan terdapat 18 satuan percobaan. Ukuran setiap satuan percobaan adalah 4 m x 4 m. Tanaman berasal dari koleksi kebun percobaan Leuwikopo. Analisis statistik dilakukan terpisah untuk masing-masing spesies. Hasil percobaan menunjukan bahwa cara pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pengamatan tanaman suweg dan iles-iles. Perlakuan terbaik adalah cara pemberian pupuk dengan disebar pada kedua jenis tanaman. Perlakuan tersebut memberikan hasil tertinggi pada komponen hasil tanaman suweg, yaitu parameter bobot umbi kering 221 g, bobot umbi panen 1152 g, bobot hasil total mencapai 28 ton/ha, diameter umbi 8.05 cm dan tinggi umbi 13.00 cm. Aplikasi pemupukan terhadap tanaman iles-iles memberikan pengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dengan perlakuan terbaik perlakuan kontrol mencapai 72 cm.
15
PEMUPUKAN TANAMAN SUWEG (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) DAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.) PADA SISTEM TUMPANGSARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
LISNA DEVI SAPITRI A24080009
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
16
Judul : PEMUPUKAN TANAMAN SUWEG (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) DAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.) PADA SISTEM TUMPANGSARI
Nama : Lisna Devi Sapitri NIM : A24080009 Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. NIP 19700520 199601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal lulus :
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 22 Februari 1990. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Bapak Tarhuli dan Ibu Iting Saptini. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK MAHARDIKA Karanganyar
tahun
1995-1996,
kemudian
pendikan
dasar
di
SDN
3
KERTAHARJA Desa Karanganyar tahun 1996-2002. Pendidikan menengah pertama di MTSs DARUL ULUM Petirhilir tahun 2002-2005. Pendidikan menengah atas di MAN 2 CIAMIS pada tahun 2005-2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2008 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama studi di Institut Pertanian Bogor penulis bergabung dengan organisasi internal kampus UKM Bola voli IPB dari tahun 2008-sekarang. Penulis menjadi Ketua Bidang Kesekretariatan periode 2008-2009 dan organisasi eksternal kampus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari tahun 2009-sekarang. Pada organisasi HMI penulis menjadi Wasekum Pemberdayaan Perempuan pada periode 2010-2011 dan menjadi Ketua Korps HMI-wati pada periode 2012-2013. Penulis berpartisipasi aktif menjadi peserta IPB “goes to field 2010”. Kegiatan tersebut bekerja sama dengan CSR PT Indocement Tunggal Prakasa di Desa Pasirmukti Kec. Citeureup Kab. Bogor. Penulis menjadi peserta program Program Mahasiswa Wirausaha 2011 yang diselenggarakan oleh DPKHA IPB dan finalis Make and Sell Competition 2012 yang diselenggarakan oleh Himatek Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Profesi pada tahun 2011 di Desa Donowangun Kec. Talun Kab. Pekalongan.
18
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Pemupukan Tanaman Suweg (Amorphophallus
paeoniifolius
(Dennst.)
Nicolson)
dan
Iles-Iles
(Amorphophallus muelleri Blume.) pada Sistem Tumpangsari” dengan baik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan dan dukungan yang sangat bermanfaat kepada : 1. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si selaku pembimbing skripsi, Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc selaku pembimbing akademik, Dr. Dwi Guntoro, SP. M.Si selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Heni Purnamawati, M.Sc. Agr selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan. 2. Bapak Tarhuli, Ibu Iting Saptini, Agus Ropiana, Chevy Ropiana dan keluarga besar yang menjadi semangat untuk penulis. Kepada Novi, Tesa, Nira, Tutur dan Akhir, keponakan yang akan melompat lebih tinggi untuk menggapai citanya. 3. Keluarga kecil (Agry, Cucun, Yelli, Nindy), urang sunda AGH dan keluarga besar indigenous 45, keluarga Pondok Harum Putri, sahabat pramuka Kab. Ciamis, sahabat UKM bola voli, juga kepada Kawan, Kanda dan Yunda HMI Komisariat Pertanian dan HMI se cabang Bogor. 4. Pemberi Beasiswa BKM, beasiswa ARMADA dan beasiswa GENKSI angkatan 14 atas bantuan dana selama penulis studi. 5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Bapak Haryanto dan karyawan kebun percobaan Leuwikopo atas bantuan dan kerja sama yang sangat bermanfaat bagi penulis serta kawan-kawan yang membantu dalam proses pengolahan data. 6. M. Isbayu yang tanpa henti memberikan semangat kepada penulis untuk segera lulus. Serta keluarga Bapak Mardonal, Ibu Syafni, Uning Tricia dan Raja kecil Daud Maulana.
19
7. Ratih Larasati dan Munandar Irvanda terimakasih atas kebersamaan dan semangat selama prosesi tugas akhir dari awal pengajuan sampai tulisan ini bisa selesai.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kemajuan pertanian Indonesia.
Bogor, September 2012 Penulis
20
DAFTAR ISI Hal DAFTAR TABEL .................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
ix
PENDAHULUAN ............................................................................................... Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan........................................................................................................ Hipotesis ....................................................................................................
1 1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... Tanaman Suweg ........................................................................................ Tanaman Iles-iles ...................................................................................... Budidaya....................................................................................................
4 4 5 6
BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 9 Waktu dan Tempat .................................................................................... 9 Bahan dan Alat .......................................................................................... 9 Metode Penelitian...................................................................................... 9 Pelaksanaan ............................................................................................... 10 Pengamatan ............................................................................................... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. Kondisi Umum Penelitian ......................................................................... Tinggi Tanaman ........................................................................................ Diameter Batang........................................................................................ Panjang Rachis dan Lebar Kanopi ............................................................ Jumlah Anak Daun .................................................................................... Jumlah Bulbil Iles-iles .............................................................................. Jumlah dan Bobot Cormel......................................................................... Panen ......................................................................................................... Keseragaman Umbi ................................................................................... Kesehatan Umbi ........................................................................................ Pembahasan ...............................................................................................
13 13 16 17 19 20 21 22 23 26 26 29
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 32 Kesimpulan................................................................................................ 32 Saran .......................................................................................................... 32
21
DAFTAR TABEL Nomor
Hal
1. Rata-rata tinggi tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................................................ 17 2. Rata-rata diameter petiol bagian atas tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................. 18 3. Rata-rata diameter petiol bagian tengah tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................. 18 4. Rata-rata diameter petiol bagian bawah tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................. 19 5. Rata-rata panjang rachis tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk ........................................................................................ 20 6. Rata-rata lebar kanopi tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ......................................................................... 20
7. Jumlah anak daun tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................................................ 21
8. Rata-rata jumlah bulbil tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................................................ 21
9. Rata-rata jumlah dan bobot cormel dari umbi suweg pada berbagai cara pemberian pupuk ........................................................................................ 22 10. Bobot panen dan bobot kering umbi serta ukuran umbi iles-iles dan suweg dari berbagai perlakuan pemberian pupuk .............................................. 23 11. Persentase klasifikasi bobot umbi suweg pada setiap petakan dari perlakuan pemberian pupuk yang berbeda ......................................................... 25
22
12. Persentase klasifikasi bobot umbi iles-iles pada setiap petakan dari perlakuan pemberian pupuk yang berbeda ......................................................... 25 13. Persentase kesehatan umbi hasil panen pada setiap petak percobaan Tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk.................. 27
23
DAFTAR GAMBAR Nomor
Hal
14. Gambar organ tanaman dan cara pengukuran parameter pengamatan. ....................................................................................................... 12
15. Persentase hidup tanaman suweg pada berbagai perlakuan cara pemberian pupuk ................................................................................................ 13 16. Persentase hidup tanaman iles-iles pada berbagai perlakuan cara pemberian pupuk ................................................................................................ 14 17. Hama yang menyerang tanaman suweg dan iles-iles di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Darmaga ................................................................. 15 18. Penyakit yang menyerang tanaman iles-iles ...................................................... 15 19. Gulma yang tumbuh di lahan percobaan di Kebun Percobaan Leuwikopo ......................................................................................................... 16 20. Bentuk petiol tanaman iles-iles yang telah mengkerut sebagai salah satu indikator daun telah senescence.................................................................. 18 21. Kondisi umbi hasil panen yang sehat ................................................................. 28 22. Kondisi kesehatan beberapa umbi iles-iles dan suweg akibat serangan hama dan penyakit .............................................................................. 28 23. Bentuk umbi iles-iles abnormal karena serangan penyakit balon dengan penyebab belum diketahui ..................................................................... 28
24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Hal
24. Rekapiitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan pertumbuhan tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk .................................... 35 25. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah anak daun dan jumlah bulbil tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ..................................... 35 26. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan panen tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk ..................................... 35 27. Rekapiitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan pertumbuhan tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk ....................................... 36 28. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah anak daun tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk ................................................................. 36 29. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah cormel dan bobot cormel tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk ....................................... 36 30. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan panen tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk ....................................... 37 31. Data iklim kabupaten Bogor .............................................................................. 37
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia kaya akan aneka ragam sumber bahan pangan baik nabati maupun hewani guna memenuhi kebutuhan gizi untuk kesehatan masyarakat. Umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok sumber karbohidrat, sehingga ketergantungan pada beras semakin besar. Sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut maka perlu menggali potensi lokal berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Salah satu alasan pentingnya diversifikasi pangan, adalah mengurangi ketergantungan terhadap impor beras dari negara lain (Suyastiri, 2008). Suweg dan iles-iles merupakan salah satu alternatif sebagai bahan pangan diversifikasi. Selain alasan diversifikasi pengembangan tanaman iles-iles dan suweg telah terbukti efektif untuk menaikkan pendapatan masyarakat di pedesaan terutama di sekitar kawasan hutan. Desa-desa di sekitar kawasan hutan banyak dihuni oleh petani gurem yang tidak mudah untuk menemukan pekerjaan selain bertani. Seperti kita ketahui, keterbatasan lapangan kerja tersebut telah menyebabkan banyak konflik antara penduduk desa dengan perusahaan kayu yang berdekatan, seperti pembalakan liar, budidaya illegal dan perambahan lahan karena lahan hutannya digunakan untuk bercocok tanam (Sugiyama dan Santosa, 2008). Sugiyama dan Santosa (2008) telah menstudi bahwa penanaman iles-iles dan suweg di hutan dapat mengatasi konflik. Hal tersebut karena tanaman suweg dan iles-iles toleran terhadap naungan cocok ditanam di lahan bawah tegakan pohon kehutanan, tanpa mengganggu tanaman kehutanan. Suweg adalah tanaman umbi tradisional yang dimanfaatkan sejak lama di Indonesia. Di Jawa, umbi direbus dan dikonsumsi sebagai pengganti nasi terutama selama musim kering. Sekarang suweg telah diketahui banyak manfaatnya sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Perhutani di Jawa Timur bekerja sama dengan masyarakat sampai tahun 2007 telah mengelola budidaya suweg seluas 254 ha di bawah tegakan pohon jati (Prihatyanto, 2007). Santosa et al (2002) telah
2
melaporkan adanya peningkatan ekonomi bagi masyarakat sejak tanaman tersebut diintroduksi di wilayah hutan. Suweg dan iles-iles merupakan tanaman umbi-umbian yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Keduanya telah diusahakan secara agroforestri sejak tahun 1975 di kawasan hutan KPH Blitar sekitar 100 ha, dan di Saradan mulai tahun 1990 dengan luas sekitar 20 ha lalu tahun 1994 luasan meningkat jadi 200 ha. Iles-iles di KPH Nganjuk di budidayakan sejak tahun 2003 oleh masyarakat Desa Sugihwaras yang tergabung dalam LMDH Argo Mulyo, yang beranggotakan 239 KK di RPH Cabean. Perhutani memberikan lahan olahan seluas 0.25 ha dan bibit porang kepada setiap KK (Prihatyanto, 2007). Porang adalah sebutan lokal untuk iles-iles. Umbi iles-iles mengandung glukomanan yang banyak manfaatnya sebagai bahan baku konniyaku makanan khas Jepang, perekat, industri tekstil, industri film, industri listrik, industri senjata perang dan gelatin mannan sebagai pengganti media tumbuh (Lingga et al., 1989). Umbi suweg mengandung pati dalam jumlah besar sehingga sering dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan (Jansen et al., 1996). Berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para peneliti menyatakan bahwa tepung suweg dan iles-iles, sangat potensial sebagai sumber bahan pangan baru. Jepang telah mengembangkan konnyaku dan shirataki. Sementara di Indonesia permintaan besar glukomanan sebagai bahan dasar pada industri kosmetik. Peluang ekspor terbuka lebar untuk tujuan ke Korea, Jepang dan Taiwan (Lingga et al., 1989). Dengan demikian ketersediaan umbi dalam jumlah banyak dan berkelanjutan sangat penting untuk mendukung peningkatan permintaan. Suweg dan iles-iles membutuhkan naungan, sehingga sangat ideal sebagai tanaman sela pada sistem tumpangsari ataupun agroforestri. Tanaman penaung selain memberikan lindungan dari sinar matahari langsung, serasah yang dihasilkan merupakan mulsa untuk mempertahankan kelembaban tanah dan sumber hara organik (Lingga et al., 1989). Saat ini pengelolaan tanaman iles-iles dan suweg yang dilakukan petani bervariasi, sehingga kualitas umbi yang dipanen juga beragam. Umbi suweg dan iles-iles biasanya dijual menurut bobot, semakin besar semakin mahal. Namun
3
karena
hasil umbi yang dihasilkan petani ukurannya tidak seragam
mengakibatkan patokan harga menjadi kurang pasti dan akibatnya pendapatan petani juga menjadi tidak pasti. Dengan demikian standar operasional prosedur untuk budidaya suweg dan iles-iles pada sistem agroforestri penting dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih berkualitas, sehingga ada jaminan pendapatan bagi petani. Pupuk NPK umumnya diaplikasikan dalam bentuk butiran. Hal yang sama cara pemberian pupuk untuk suweg dan iles-iles termasuk dalam sistem agroforestri atau tumpangsari. Penggunaan pupuk butiran pada pertanaman suweg dan iles-iles mengalami beberapa kendala diantaranya tajuk tanaman yang saling menutupi rapat membuat pupuk NPK tersangkut pada daun. Karena kedua tanaman merupakan kelompok sukulen, cara tersebut menyebabkan daun tanaman terbakar. Disisi lain, jika dilakukan dengan menggunakan alur/dikubur kurang efektif karena dapat merusak perakaran, sehingga pemberian pupuk dengan dikocorkan menjadi gagasan untuk menaikkan efektifitas pemupukan dan lebih mudah. Namun demikian, penelitian mengenai cara pemupukan untuk suweg dan iles-iles masih sangat sedikit.
Tujuan Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan cara pemupukan tanaman Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) dan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.) pada sistem tumpangsari.
Hipotesis Cara pemberian pupuk akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) dan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.).
4
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Suweg Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) ialah salah satu anggota famili Araceae. Suweg memiliki batang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah menjadi tiga rachis dengan tangkai daun yang tegak yang keluar dari umbinya. Tangkai daun berwarna hijau belang putih, panjangnya 50-150 cm (Lingga et al., 1989; Sastrapradja 1977). A. muelleri memiliki warna hijau terang, hijau kehitaman, hijau tua dan yang paling umum ditemukan warna hijau (Sugiyama dan Santosa, 2008). Bunga muncul setelah daun hilang dari permukaan tanah, terdiri dari tangkai bunga, seludang dan tongkol. Tangkai bunga tinggi 50-120 cm, berwarna hijau dengan noda-noda putih, tongkolnya mengeluarkan bau tidak enak. Tongkol terdiri atas tiga bagian yaitu bagian bawah bunga betina, bagian tengah bunga jantan dan bagian atas adalah bunga mandul. Tanaman ini berasal dari Asia tropika tumbuh mulai dataran rendah sampai 800 m dpl, untuk pertumbuhannya diperlukan naungan (Lingga et al., 1989). Umbi A. paeoniifolius telah digunakan sebagai makanan pokok sebagian besar penduduk Jawa, terutama sampai tahun 1960 pada saat produksi beras atau jagung kekurangan. Tahun 1940 sampai 1950-an umbi A. paeoniifolius adalah makanan pokok penting di Jawa, Lombok, Sumatera dan beberapa wilayah dari Sulawesi. Umbi suweg dikumpulkan dari hutan terdekat yang daunnya telah layu atau mereka menanam potongan umbi di pekarangan rumah mereka dan di lahan tidur (Sugiyama dan Santosa, 2008). Umbi suweg dapat dikonsumsi setelah dikupas, diiris, dicuci, dan dikukus untuk menghilangkan rasa gatal (Kasno et al., 2007). Umbi A. paeoniifolius terutama digunakan sebagai bahan pangan. Daun A. paeoniifolius bisa digunakan sebagai tambahan pakan ikan di Jawa Barat. Daun dan petiole dipotong kemudian ditebar ke dalam kolam satu atau dua kali seminggu. Diyakini oleh masyarakat bahwa daun A. paeoniifolius memiliki efek disinfektan di kolam ikan. Selain itu, daun muda yang masih tertutup seluruhnya oleh cataphylls (selubung daun) kadang-kadang dimasak sebagai sayuran di Jawa dan Lombok, dengan cara mengupas lapisan kulit petiol yang selanjutnya di
5
tumis. Umbi rebus A. paeoniifolius dikonsumsi dengan parutan kelapa di Jawa Tengah (Sugiyama dan Santosa, 2008). Saat ini suweg tidak hanya dikonsumsi langsung (direbus) tetapi juga dijadikan tepung. Pembuatan tepung dari umbi suweg dilakukan dengan cara membersihkan kulit umbi, kemudian dikupas dan dicuci dengan air bersih. Setelah bersih, umbi diiris tipis-tipis dan dikeringkan di terik matahari atau di oven dengan suhu 50OC selama 18 jam. Keripik umbi yang sudah kering, ditumbuk atau diblender lalu diayak untuk mendapatkan tepung halus ukuran 60 mesh, yang banyak digunakan untuk bahan dasar pembuatan kue (Kasno et al., 2007).
Tanaman Iles-iles Iles-iles (Amorphophallus muelleri) termasuk family Araceae dan merupakan tumbuhan menahun yang mempunyai umbi di dalam tanah, sama dengan suweg. Iles-iles tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian hingga 750 m dpl. Selain umbi di dalam tanah, iles-iles mempunyai umbi yang terletak di tangkai-tangkai daun yang disebut bulbil. Tanaman ini mempunyai masa dorman pada musim kemarau. Kadar glukomanan pada umbi sangat tinggi yaitu ± 35% per bobot keringnya (Dirjen BPTP, 2002). Glukomanan dari umbi iles-iles memiliki daya merekat yang kuat. Glukomanan banyak digunakan pada : (a) bidang industri kertas, sebagai bahan perekat kertas yang kuat; (b) lem yang tahan suhu dingin; (c) untuk bidang biologis, menggantikan fungsi agar-agar atau gelatin; (d) dipakai juga dalam bidang farmasi yaitu untuk bahan pengisi tablet (pengembang tablet dan sebagai pengikat); (e) bidang industri jas hujan, industri cat dan industri tekstil; (f) industri pertambangan digunakan sebagai pengikat mineral yang tersuspensi secara koloidal; dan (g) sebagai penjernih air (Sumarwoto, 2007). Karakter istimewa glukomanan antara lain dapat mengembang di dalam air hingga mencapai 138-200% dengan cepat (pati mengembang 25%). Glukomanan larut dalam air dingin, membentuk massa yang bersifat kental. Perlakuan pemanasan sampai terbentuk gel, akan mengakibatkan “mannan" tidak larut kembali di dalam air. Larutan glukomannan yang disiramkan di atas lembaran
6
kaca dan dikeringkan akan membentuk lapisan film yang dapat dilepaskan dari lembaran kaca dan mempunyai sifat tembus pandang (Sumarwoto, 2007). Keunggulan tanaman iles-iles perlu disosialisasikan sebagai sumber pangan dan bahan baku industri dan sumber pendapatan alternatif (Karsono, 2008). Saat ini banyak tanaman iles-iles dibudidayakan di Kabupaten Subang dan Sumedang Jawa Barat oleh Propiles Konyakku dan di Kabupaten Blitar Jawa Timur oleh PT. Ambico. Hingga kini pengumpulan umbi iles-iles dari hutan masih terus dilaksanakan oleh para eksportir dan hasilnya di ekspor ke Jepang, Singapura dan Hongkong (Dirjen BPTP, 2002). Organ vegetatif Amorphophallus sp. terdiri dari daun, umbi dan akar. Pertumbuhan awal menggunakan cadangan nutrisi pada umbi bibit (umbi lama), dan umbi baru akan membesar dengan menggunakan hasil fotosintesis. Selama periode pertumbuhan, nutrisi disimpan dalam umbi dan digunakan untuk pertumbuhan organ baru seperti daun, akar dan umbi. Setelah sekitar 60 hari setelah tanam, umbi bibit busuk dan digantikan oleh umbi baru (Sugiyama dan Santosa, 2008). Budidaya Iles-iles dan suweg banyak ditanam petani secara tumpangsari dan agroforestri. Sistem tumpangsari adalah suatu bentuk agroforestri yang dipraktekkan di berbagai negara seperti India, Myanmar, Indonesia, Bangladesh dan Afrika merupakan perladangan dengan reboisasi terencana. Pada sistem agroforestri di Indonesia, petani menanam tanaman semusim selama 2 sampai 3 tahun setelah penanaman pohon hutan. Setelah 3 tahun, petani dipindahkan ke tempat baru. Sistem ini telah berhasil di Jawa pada hutan jati, pinus dan rasamala. Usaha tani ini dapat menciptakan sumber pendapatan tambahan dan menyerap penggunaan tenaga kerja, selain itu dapat mengurangi erosi tanah dan melindungi sumber daya air (Arsyad, 2006). Pada saat kanopi hutan telah menutup dan tanaman semusim tidak dapat tumbuh dengan baik, tanaman suweg atau iles-iles ditanam sebagai tanaman sela diantara pepohonan.
7
Umbi, cormel, bulbil dan potongan umbi dapat digunakan sebagai bahan tanam. Pada umumnya, iles-iles tidak menghasilkan cormel berbeda dengan suweg, tetapi iles-iles menghasilkan bulbil. Penanaman menggunakan umbi membutuhkan sekitar 20-40% dari hasil panen. Oleh karena itu, penggunaan umbi besar utuh untuk menanam kembali dianggap kurang menguntungkan. Cormel biasanya ditanam sebagai bahan tanam A. paeoniifolius, sementara A. muelleri ditanam menggunakan bulbil atau biji. Biji iles-iles dihasilkan setelah tanaman berumur 3 tahun atau lebih (Sugiyama dan Santosa, 2008). Cara lain untuk mendapatkan bahan tanam adalah dari hasil kultur jaringan yang diketahui mampu menyediakan bibit secara cepat dan seragam (Imelda et al., 2008). Penanaman iles-iles dan suweg dilakukan pada musim hujan dengan masa pertumbuhan selama musim tersebut (Kasno, 2008). Tanaman tidak memerlukan perawatan khusus, tetapi akan lebih subur pertumbuhannya jika tanah digemburkan serta gulma dibersihkan (Dirjen BPTP, 2002). Ciri-ciri tanaman sudah siap panen adalah daun sudah mulai menguning, batang mengering/roboh. Umbi kemudian digali dengan hati-hati agar tidak luka terkena alat panen (Kasno 2008). Ketersediaan unsur merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat produksi tanaman, terutama unsur makro yaitu NPK. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3
–
dan NH4+.
Penyediaan nitrogen berhubungan dengan penggunaan karbohidrat. Apabila persediaan N sedikit maka hanya sebagian kecil hasil fotosintesa yang dirubah menjadi protein dan sisanya diendapkan. Pengendapan karbohidrat ini menyebabkan sel-sel vegetatif tanaman menebal. Pada saat keteresediaan N dalam tanaman cukup banyak, maka karbohidrat akan disintesis menjadi protein penyusun protoplasma (Leiwakabessy et al., 2003). Semakin tinggi kapasitas fotosintesis, maka tingkat kebutuhan nitrogen juga akan semakin tinggi (Sarief, 1985). Kadar P total dalam tanah umumnya rendah dan berbeda-beda menurut jenis tanah. Jumlah fosfat yang tersedia di tanah pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan kadarnya dalam tanah yang tidak diusahakan, seperti agroforestri (Leiwakabessy et al., 2003). Fosfor merupakan bagian dari inti sel, bagian penting
8
dalam pembelahan sel dan perkembang jaringan meristem. Fosfor merangsang pertumbuhan akar dan tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, serta sebagai penyusun lemak dan protein (Sarief, 1985). Kalium merupakan unsur hara mineral yang banyak dibutuhkan tanaman setelah nitrogen. Jumlah K yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai 200 kg/ha tergantung dari besar produksi. Umbi-umbian seperti ubi kayu dan kentang mengambil banyak unsur K, karena terkait dengan kebutuhan untuk akumulasi karbohidrat. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5–2.5 persen dengan rata-rata 1.2 persen (Leiwakabessy et al., 2003). Kalium sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ionion amonium. Kalium berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi terhadap penyakit dan penentuan kualitas buah (Sarief 1985), merangsang pertumbuhan awal perakaran, penentuan kematangan fisiologis tanaman, serta transportasi ion-ion dalam sel (Yulipriyanto, 2010).
9
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian pemupukan budidaya Suweg (A. paeoniifolius) dan Iles-iles (A. muelleri) pada sistem tumpangsari dilaksanakan mulai bulan Juni 2011 hingga bulan Mei 2012 di Kebun Percobaan Leuwikopo (245 m dpl), Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah umbi suweg (A. paeoniifolius) dan iles-iles (A. muelleri) yang diperoleh dari koleksi kebun percobaan Leuwikopo berumur satu tahun. Pupuk N diberikan dalam bentuk urea, pupuk P2O5 dalam bentuk SP36, pupuk K2O dalam bentuk KCl dan pupuk kandang kambing. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengolahan tanah, alat tanam, penggaris, jangka sorong, ajir, label, kamera, kain warna merah, „hand counter’ (digunakan untuk menghitung jumlah anak daun) dan timbangan.
Metode Penelitian Pelaksanaan penelitian menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK), kemudian data diolah secara terpisah untuk masing-masing spesies. Percobaan terdiri dari dua faktor yaitu spesies (Suweg dan Iles-iles) dan cara pemberian pupuk (disebar kemudian ditimbun/alur melingkar, dicairkan kemudian dikocor dan kontrol/tidak dilakukan pemupukan). Dengan demikian, penelitian terdapat 6 satuan percobaan yang diulang tiga kali, sehingga ada 18 petak percobaan. Luas setiap petak percobaan adalah 4 m x 4 m. Data yang diperoleh dilakukan uji ANOVA jika terdapat pengaruh nyata lalu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan DMRT.
10
Pelaksanaan Penelitian diawali dengan persiapan lahan, pembuatan petakan dan pemupukan dengan pupuk kandang. Umbi Suweg (A. paeoniifolius) dan Iles-iles (A. muelleri) ditanam pada petakan dengan jarak 80 cm x 60 cm. Dosis pupuk adalah N sebesar 100 kg/ha, P2O5 sebanyak 60 kg/ha, K2O 80 kg/ha. Dengan demikian, dosis yang diberikan adalah NPK : 100:60:80 kg/ha. Aplikasi pemupukan dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu setengah dosis pada 3 dan setengah dosis pada 4 BST (bulan setelah tanam). Aplikasi pupuk kandang kambing kering dilakukan bersamaan dengan saat penanaman yaitu sebanyak 4 ton/ha. Aplikasi pertama pada 3 BST, yaitu pada saat daun pertama telah berumur satu bulan. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit dan pembumbunan. Penyiraman sebanyak 250 cc/tanaman dilakukan jika tidak terjadi hujan yang cukup (73 mm) selama dua hari berturut-turut. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dilakukan secara manual. Panen dilakukan 45 minggu setelah tanam untuk tanaman suweg dan pada 36 minggu setelah tanam untuk tanaman iles-iles. Panen dilaksanakan setelah seluruh tanaman memasuki masa dorman.
Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap minggu yaitu lima tanaman contoh pada setiap petak percobaan. Bagian tanaman dan cara pengukuran disajikan pada Gambar 1. Peubah yang diamati meliputi : A. Peubah pertumbuhan tanaman 1. Diameter batang semu, diameter batang pada penelitian ini diukur pada tiga bagian yaitu diameter atas, tengah dan bawah. Hal ini dilakukan karena batang Amorphophallus sp memiliki ukuran yang berbeda dari atas sampai bawah. a. batang bawah diukur pada 5 cm di atas permukaan tanah. b. batang tengah diukur pada pertengahan tinggi tanaman. c. batang atas diukur 2 cm di bawah percabangan rachis.
11
2. Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik pecah daun. Tinggi tanaman yang dimaksud adalah panjang petiole yang diukur dari permukaaan tanah sampai percabangan rachis. 3. Jumlah anak daun dihitung pada setiap helai yang memiliki tulang daun dan daun utuh, tanpa mempertimbangkan ukuran anak daun. 4. Jumlah bulbil pada tanaman iles-iles dihitung seluruhnya dengan kriteria ukuran lebih dari 0.5 cm. Bulbil dengan ukuran < 0.5 cm tidak dihitung sebagai bulbil. 5. Lebar kanopi tanaman diukur secara diametral dari tepi ke tepi anak daun terluar. 6. Panjang rachis diukur dari titik percabangan rachis sampai ujung daun terluar. B. Komponen hasil 1. Bobot basah umbi setiap petak. Bobot basah adalah dengan menimbang semua umbi suweg setelah dibersihkan, dicuci dan dilepas cormelnya. Hal yang sama dilakukan untuk iles-iles. Sebagai catatan umbi iles-iles tidak menghasilkan cormel. Umbi yang ditimbang adalah yang sehat dan normal. Penimbangan dilakukan setelah air cucian umbi kering. 2. Bobot kering umbi contoh. Umbi dibersihkan, dilepas cormelnya (jika ada) lalu dicuci. Setelah kering, kulit umbi dikupas setebal ± 0.5 mm lalu umbi dipotong tipis-tipis setebal ± 0.5 cm. Umbi dikering-anginkan dengan dijemur matahari selama ± 3 hari umbi tersebut lalu dikeringkan kembali menggunakan oven dengan suhu 120oC selama 3 hari, sampai umbi benar-benar kering secara konstan. 3. Diameter umbi diukur dari bagian umbi yang paling lebar dengan melewati mata tunas. Tinggi umbi diukur dari bawah umbi ke titik tertinggi umbi dengan mata tunas menghadap ke atas. 4. Jumlah cormel dihitung setelah dipisahkan dari umbi suweg yang telah bersih, cormel kemudian ditimbang. Semua cormel yang tumbuh ditimbang tanmpa mempertimbangkan ukurannya.
12
A
B
C
D
F E
Gambar 1. Gambar bagian tanaman dan cara pengukuran peubah pengamatan. (A) garis merah merupakan cara mengukur lebar kanopi dan panjang rachis tanaman suweg; (B) Panah berwarna merah pada anak daun adalah cara menghitung jumlah anak daun dan lingkaran merah merupakan tanda untuk menghitung jumlah bulbil pada tanaman ilesiles; (C) Tinggi umbi diukur dari bawah umbi ke titik tertinggi umbi dengan mata tunas menghadap ke atas; (D) Diameter umbi diukur dari bagian umbi yang paling lebar dengan mata tunas menghadap ke atas; (E) Cormel yang sudah dipisahkan dari umbi suweg untuk dihitung jumlah dan diukur bobotnya; (F) Cara pengukuran tinggi tanaman yaitu dari permukaan tanah hingga titik percabangan rachis dan diameter batang bawah, tengah dan atas.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penanaman dilakukan pada bulan Juni 2011 yaitu pada musim hujan dengan curah hujan 274.6 mm/bulan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman pada saat masa awal vegetatifnya. Suhu pada saat awal penanaman berkisar pada 26.1 0C. Tanaman dengan perlakuan tanpa pemupukan (kontrol) mulai tumbuh pada 17 MST, sedangkan tanaman mulai tumbuh sejak 15 MST pada perlakuan pupuk disebar dan kocor (Gambar 2). Tanaman dari perlakuan pemupukan dengan cara disebar memiliki persentase pertumbuhan lebih rendah daripada tanaman dengan perlakuan cara pemberian pupuk dengan dikocor. Tanaman dengan perlakuan dikocor pada 17 MST, sudah tumbuh 100% dengan daun sudah mekar sempurna. Secara umum tanaman suweg memiliki pertumbuhan vegetatif lebih lama dibandingkan dengan tanaman iles-iles. Tanaman suweg rata-rata telah memasuki masa dorman pada 32 MST, terutama untuk perlakuan pemupukan dengan cara di kocor dan kontrol, tanaman dengan perlakuan pemberian pupuk dengan cara disebar dorman seluruhnya setelah 34 MST. Pelaksanaan panen dilakukan pada 45 MST setelah seluruh tanaman dalam petakan memasuki masa dorman.
Tanaman Hidup (%)
100 80 60 sebar kocor
40
kontrol 20 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
MST
Gambar 2. Persentase hidup tanaman suweg pada berbagai perlakuan cara pemberian pupuk
14
Tanaman iles-iles menunjukan pertumbuhan vegetatif yang seragam. Pada saat 15 MST, telah menghasilkan satu daun sempurna. Tanaman iles-iles mulai dorman pada 23 MST terutama pada kontrol. Tanaman iles-iles telah dorman semuanya pada 30 MST dan pelaksanaan panen dilakukan
saat 36 MST.
Perlakuan pemupukan menyebabkan tanaman iles-iles memasuki masa dorman lebih lama dibandingkan dengan kontrol. Tidak terdapat beda nyata waktu awal dorman pada perlakuan pupuk disebar dan kocor (Gambar 3).
Tanaman Hidup (%)
100 80 60
sebar
40
kocor kontrol
20 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 MST
Gambar 3. Persentase hidup tanaman iles-iles pada berbagai perlakuan cara pemberian pupuk Secara umum keadaan pertumbuhan tanaman di lapang tergolong baik. Pengendalian hama terutama ulat dan belalang dilakukan dengan cara manual setiap kali pengamatan dan kutu kebul (Bemisia tabaci) yang menyerang tanaman dibersihkan secara manual dengan melap daun hingga bersih (Gambar 4). Penyakit yang menyerang tanaman diantaranya busuk pangkal petiol menyerang 0.69% pertanaman dan daun terbakar pada tanaman iles-iles menyerang 0.4% dari seluruh pertanaman (Gambar 5). Pengendalian gulma dilakukan secara manual sebanyak 3 kali. Gulma yang tumbuh di lahan penelitian antara lain Mimosa invisa, Boreria alata, Caladium bicolor dan Asystacia sp (Gambar 6).
15
A
B
C
Gambar 4. Hama yang menyerang tanaman suweg dan iles-iles di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Darmaga. A. Ulat Hijau B. Belalang (Oxya sp) C. Kutu Putih (Bemisia tabacci)
A
B
Gambar 5. Penyakit yang menyerang tanaman iles-iles. A. Patah pangkal petiol yang disebabkan oleh fusarium. B. Anak daun iles-iles mengering secara sporadis sehingga menurunkan kapasitas fotosintesis
16
A
B
C
D
Gambar 6. Gulma yang tumbuh di lahan percobaan di Kebun Percobaan Leuwikopo. A. Boreria alata. B. Mimosa invisa. C. Asystacia sp, dan D. Caladium bicolor
Tinggi Tanaman Perlakuan cara pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman iles-iles pada 21 MST sampai akhir pengamatan, tanaman yang memiliki panjang petiol paling tinggi yaitu tanaman kontrol mencapai 72 cm. sementara cara pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman suweg pada 19MST sampai 21 MST. Adanya batasan pengaruh tersebut diduga berkaitan dengan meningkatnya curah hujan dari 256.0 mm/bulan menjadi 457 mm/bulan. Curah hujan tinggi tersebut dapat melarutkan hara-hara yang terdapat dalam tanah dari pupuk kandang atau pupuk NPK yang diberikan terutama pada perlakuan dikocor. Selain itu tinggi tanaman sebagai refleksi dari panjang petiol tidak berubah setelah mencapai panjang maksimal. Suweg dan iles-iles termasuk monokotil dan memiliki pertumbuhan yang cenderung determinate. Tinggi tanaman suweg rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman iles-iles (Tabel 1).
17
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk
19 Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
Umur Tanaman (MST) 20 21 22 23 24 25 26 ……………………………………cm…………………………………
63.00a 55.00a 69.60a
63.10a 55.40a 69.80a
63.50ab 55.90b 71.40a
63.60ab 56.70ab 72.60a
63.20ab 56.30b 71.90a
62.60ab 56.40b 72.00a
62.60ab 57.40b 72.00a
62.60ab 57.40b 72.00a
75.20a 69.80a 32.90b
78.90a 73.90a 50.60b
83.30a 82.20a 65.80b
87.00a 84.40a 74.30a
84.50a 90.60a 78.80a
84.60a 94.20a 81.90a
81.10a 93.90a 86.90a
81.10a 94.00a 86.90a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Petiol A.muelleri terlihat normal, memiliki corak bintik dan garis-garis vertikal. A. paeoniifolius memiliki banyak variasi warna petiole yaitu hijau tua, abu-abu, kemerahan, putih dan merah muda. Warna dasar petiol kedua spesies yang diuji adalah hijau.
Diameter Batang Diameter batang tanaman iles-iles tidak berbeda nyata baik pada bagian atas (Tabel 2), tengah (Tabel 3) dan bawah (Tabel 4) pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk dan kontrol. Cara pemberian pupuk nyata mempengaruhi ukuran diameter bagian atas pada seluruh pengamatan, diameter paling lebar adalah tanaman yang dipupuk dengan cara disebar mencapai 2.25 cm (Tabel 2). Diameter tanaman bagian bawah menunjukan berbeda nyata pada pengamatan 19 MST dan 20 MST, setelah itu seluruh diameter tanaman tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (Tabel 4). Khalimah (2011) mengemukakan bahwa setelah diameter iles-iles mencapai maksimal, selanjutnya terjadi penurunan diameter. Hal tersebut diduga karena kandungan air dalam petiole semakin berkurang dan mulai senescence (Gambar 7).
18
Gambar 7. Bentuk petiole tanaman iles-iles yang telah mengkerut sebagai salah satu indikator daun telah senescence Tabel 2. Rata-rata diameter petiol bagian atas tanaman suweg dan iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk
19 Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
Umur Tanaman (MST) 20 21 22 23 24 25 26 ……………………………………cm…………………………………
1.41a 1.31a 1.27a
1.44a 1.32a 1.32a
1.47a 1.32a 1.41a
1.48a 1.33a 1.33a
1.48a 1.34a 1.35a
1.49a 1.33a 1.38a
1.49a 1.32a 1.38a
1.48a 1.38a 1.33a
2.07a 1.93ab 1.65b
2.16a 2.01ab 1.73b
2.20a 2.15ab 1.88b
2.22a 2.25a 1.88b
2.23a 2.35a 2.06b
2.24ab 2.42a 2.08b
2.24ab 2.44a 2.11b
2.24ab 2.25a 2.12b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Tabel 3. Rata-rata diameter petiol bagian tengah tanaman suweg dan ilesiles pada berbagai cara pemberian pupuk
19 Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
Umur Tanaman (MST) 20 21 22 23 24 25 26 ……………………………………cm…………………………………
1.76a 1.62a 1.70a
1.76a 1.65a 1.72a
1.77a 1.66a 1.75a
1.67a 1.78a 1.81a
1.77a 1.69a 1.83a
1.68a 1.68a 1.83a
1.88a 1.66a 1.83a
1.87a 1.83a 1.66a
2.57a 2.42a 2.16a
2.65a 2.52a 2.33a
2.68a 2.74a 2.44a
2.68a 2.78a 2.58a
2.69a 2.87a 2.64a
2.67a 2.89a 2.67a
2.67a 2.90a 2.66a
2.66a 2.90a 2.66a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
19
Tabel 4. Rata-rata diameter petiol bagian bawah tanaman suweg dan ilesiles pada berbagai cara pemberian pupuk
19 Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
Umur Tanaman (MST) 20 21 22 23 24 25 26 ……………………………………cm…………………………………
2.58a 2.25a 2.29a
2.38a 2.29a 2.30a
2.37a 2.35a 2.29a
2.37a 2.31a 2.38a
2.39a 2.29a 2.41a
2.40a 2.23a 2.41a
2.40a 2.23a 2.41a
2.40a 2.23a 2.41a
3.39a 3.22a 2.65b
3.5a 3.36a 2.88b
3.64a 3.53a 3.23a
3.72a 3.65a 3.50a
3.77a 3.89a 3.58a
3.83a 3.96a 3.64a
3.72a 3.96a 3.64a
3.72a 3.96a 3.64a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Panjang Rachis dan Lebar Kanopi Perlakuan cara pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang rachis tanaman iles-iles, tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang rachis tanaman suweg. Tanaman suweg hasil perlakuan pemupukan dengan cara disebar memberikan respon panjang rachis terbaik yaitu mencapai 67.20 cm pada pengamatan 26 MST (Tabel 5). Begitujuga, perlakuan pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata pada lebar kanopi tanaman iles-iles. Cara pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman suweg. Tanaman suweg hasil perlakuan pemupukan dengan disebar dan dikocor memiliki pengaruh terbaik mencapai 128 cm dan 118 cm (Tabel 6). Rachis yang panjang dengan lebar kanopi yang besar harapannya dapat menunjang peningkatan kapasitas fotosintesis. Sugiyama dan Santosa (2008) menyatakan bahwa saat anak daun telah mekar sempurna, lebar kanopi pada iles-iles dapat mencapai 100-125 cm.
20
Tabel 5. Rata - rata panjang rachis tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk
19 Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
Umur Tanaman (MST) 20 21 22 23 24 25 26 ……………………………………cm…………………………………
44.70a 56.60a 39.90a
45.40a 58.60a 40.30a
46.00a 58.40a 40.60a
46.10a 58.40a 40.70a
46.90a 58.60a 40.70a
47.30a 58.70a 41.00a
47.30a 58.80a 41.00a
47.30a 58.80a 41.00a
31.90b 63.60a 43.40a
32.00c 64.90a 46.70b
33.70c 65.40a 49.00b
33.80c 66.60a 51.20b
34.20b 67.00a 54.90a
34.50b 67.20a 58.70a
34.50b 67.20a 58.90a
34.50b 67.20a 58.90a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Tabel 6. Lebar kanopi tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk
19 Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
Umur Tanaman (MST) 20 21 22 23 24 25 26 ……………………………………cm…………………………………
72.40a 67.80a 77.20a
73.30a 77.50a 77.50a
75.90a 69.00a 82.00a
76.90a 70.00a 82.80a
77.50a 70.70a 82.20a
77.30a 70.90a 82.30a
77.30a 70.90a 82.30a
99.60a 91.00ab 78.80b
105.70a 110.20a 112.60a 92.00ab 100.00ab 111.00a 84.20b 89.40b 94.60b
117.60a 115.10a 99.40b
128.10a 118.50a 103.10b
128.10a 118.60a 103.30b
128.10a 118.60a 103.30b
75.20a 68.20a 79.10a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah Anak Daun Cara pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman iles-iles dan suweg pada peubah jumlah anak daun setiap pengamatan (Tabel 7). Menurut Setiasih (2008) pemberian pupuk K memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah anak daun pada tanaman iles-iles. Pemberian pupuk K sebanyak 100 kg/ha meningkatkan jumlah anak daun pada daun ke 2 dan ke 3 tanaman iles-iles. Bentuk anak daun suweg kecil-kecil jumlahnya sangat banyak (Gambar 1.A) suweg memiliki tipe anak daun accuminate dan bentuk anak daun iles-iles cenderung besar-besar dan lebih sedikit
21
jumlahnya (Gambar 1.B) sebagian besar iles-iles memiliki tipe anak daun bentuk cuspidate (Sugiyama and Santosa, 2008).
Tabel 7. Jumlah anak daun tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk
Iles-iles Kocor Sebar Kontrol Suweg Kocor Sebar Kontrol
15
Umur Tanaman (MST) 19
23
32.80a 31.80a 32.70a
32.70a 31.80a 32.70a
32.70a 31.80a 32.70a
290.10a 264.40a 278.50a
312.60a 279.00a 278.50a
315.20a 279.00a 271.00a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Jumlah Bulbil Iles-iles Jumlah bulbil pada tanaman iles-iles tidak berbeda nyata pada perlakuan pemberian pupuk dengan cara disebar, kocor dan kontrol pada saat 15 MST dan 19 MST. Pada pengamatan 23 MST perlakuan pemupukan dengan cara disebar menunjukan peningkatan jumlah bulbil. Perlakuan disebar meningkat lebih tinggi yaitu 4.50 bulbil diduga karena persediaan unsur hara yang diberikan masih tersedia. Sementara untuk perlakuan kontrol memiliki jumlah bulbil yang lebih sedikit (Tabel 8). Tabel 8. Rata-rata jumlah bulbil tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk
Perlakuan Kocor Sebar Kontrol
15 2.88a 3.00a 2.80a
Umur Tanaman (MST) 19 3.11a 3.37a 2.80a
23 3.37ab 4.50a 2.80b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
22
Jumlah bulbil sangat bergantung pada jumlah percabangan daun, dan lebar kanopi. Sugiyama dan Santosa (2008) menyatakan iles-iles memiliki bulbil di pusat percabangan dan sepanjang tiga rachis utama. Bulbil atau umbi udara terlihat 1-1.5 bulan setelah tanam dan daun telah berkembang sempurna. Bulbil matang berwarna coklat terang atau abu-abu tua. Jumlah bulbil berkisar dari satu sampai 50, tergantung pada ukuran tanaman. Tanaman berumur 2 tahun biasanya memiliki 16-20 bulbil. Diameter bulbil dari 1-5 cm (3-60 g), tergantung posisinya pada rachis dan ukuran tanaman. Bulbil yang terletak di tengah rachis biasanya memiliki ukuran paling besar.
Jumlah dan Bobot Cormel Cara pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah cormel dan bobot cormel pada tanaman suweg. Pemupukan dengan disebar menghasilkan jumlah rata-rata cormel lebih banyak mencapai 7.9 cormel dan bobot cormel lebih berat dibanding dengan perlakuan lain yaitu mencapai 150 g (Tabel 9). Ukuran maksimum cormel dan bulbil diproduksi oleh suweg dan iles-iles, masing-masing adalah sekitar 100 g. Cormel dan bulbil dengan ukuran besar dapat menghasilkan umbi baru yang lebih besar bila digunakan sebagai bahan tanam. Oleh karena itu, petani mengunakan sejumlah besar cormel besar dan bulbil sebagai bahan tanam saat budidaya selanjutnya (Sugiyama dan Santosa 2008). Tabel 9. Rata-rata jumlah dan bobot cormel dari umbi suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Perlakuan Kocor Sebar Kontrol
Jumlah cormel 5.90ab 7.90a 1.50b
Bobot cormel (g) 45.00ab 150.00a 6.80b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
23
Panen Panen dilaksanakan setelah seluruh tanaman memasuki masa dorman. Panen tanaman suweg dilakukan 45 MST dan 36 MST untuk tanaman iles-iles. Iles-iles lebih dulu dipanen karena dikhawatirkan jika dipanen bersamaan dengan suweg tanaman akan bertunas dan memasuki masa vegetatif selanjutnya. Panen iles-iles sebaiknya dilakukan pada keadaan kadar glukomanan umbi maksimum, yaitu setelah tanaman memasuki masa dorman, pada saat dorman hasil umbi maupun glukomanannya juga semakin besar (Sumarwoto, 2005). Cara pemupukan tidak berpengaruh nyata pada tanaman untuk peubah panen tanaman iles-iles. Aplikasi pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap pengamatan parameter panen tanamn suweg. Cara pemupukan dengan disebar menghasilkan bobot umbi kering 221 g, bobot umbi panen 1152 g, bobot hasil total mencapai 28 ton/ha, diameter umbi 8.05 cm dan tinggi umbi 13.00 cm. Perlakuan pemupukan dengan cara dikocor berbeda tidak nyata dengan perlakuan pemupukan dengan cara disebar pada tanaman suweg (Tabel 10). Tingginya akumulasi bobot kering pada umbi suweg dibandingkan dengan iles-iles diduga karena umur vegetatif tanaman suweg yang lebih lama. Lama masa vegetatif akan berkorelasi dengan durasi berfotosintesis lebih panjang sehingga tanaman mampu membentuk umbi yang lebih besar.
Tabel 10. Bobot panen dan bobot kering umbi serta ukuran umbi iles-iles dan suweg dari berbagai perlakuan pemberian pupuk
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
24
Hasil penelitian Sumarwoto (2005) menunjukan bahwa penambahan pupuk kandang memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas dan garis tengah umbi. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi pemberian pupuk kandang, semakin besar garis tengah umbi dan semakin tinggi kecepatan tumbuh tunas. Dosis pupuk kandang yang digunakan dalam penelitian Sumarwoto (2005) dari 1 – 7 ton/ha.
Tabel 11. Persentase klasifikasi bobot umbi suweg pada setiap petakan dari perlakuan pemberian pupuk yang berbeda
Perlakuan
Sebar 2 Sebar 3 Kocor 2 Kocor 3 Kontrol 2 Kontrol 3
Klasifikasi Bobot Basah Umbi Suweg (gram) 20140160180110011201140116011801< 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 >2000 …………………………………………………..…….%....................................................................................................... 12.90 12.90 12.9 12.90 6.45 9.68 19.35 3.23 3.23 6.45 86.11 11.11 1.39 1.39 23.33 30.00 10.00 13.33 3.33 6.67 3.33 3.33 3.33 3.33 84.51 14.08 1.41 14.28 17.86 14.28 28.57 7.14 3.57 3.57 3.57 7.14 88.24 7.84 3.92 -
Keterangan : Data diperoleh dari seluruh tanaman per petak
Tabel 12. Persentase klasifikasi bobot umbi iles – iles pada setiap petakan dari perlakuan pemberian pupuk yang berbeda
Perlakuan
Sebar 2 Sebar 3 Kocor 2 Kocor 3 Kontrol 2 Kontrol 3
Klasifikasi Bobot Basah Umbi Iles-iles (gram) 20140160180110011201140116011801< 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 >2000 …...…………………………………………………%………………………………………………………………….. 8.57 25.71 25.71 28.56 5.72 2.86 2.86 94.51 5.48 2.86 28.57 45.71 19.99 2.86 90.41 9.59 11.43 60.00 22.85 5.71 94.92 5.08 -
Keterangan : Data diperoleh dari seluruh tanaman per petak
25
25
26
Keseragaman Umbi Keseragaman umbi merupakan aspek penting pada pasca panen, karena akan mempermudah dalam pengolahan selanjutnya, terutama pada pengupasan menggunakan mesin. Umbi suweg yang memiliki keseragaman paling tinggi yaitu perlakuan pemupukan dengan cara disebar pada ulangan 3, kocor pada ulangan 3 dan kontrol pada ulangan 3. Tingkat keseragaman yaitu berturut-turut 86.11%, 84.51% dan 88.24% pada ukuran keseragaman bobot kurang dari 200 g (Tabel 11). Jika ukuran umbi terlalu kecil sebaiknya tidak dipanen tapi dibiarkan untuk pertanaman selanjutnya. Hobir (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ukuran bibit umbi 200 g nyata menghasilkan pertumbuhan dan produksi umbi yang lebih tinggi. Umbi iles-iles memiliki keseragaman yang tinggi pada perlakuan pemupukan dengan cara disebar ulangan 3, kocor ulangan 3 dan kontrol ulangan 3 dengan nilai 94.51%, 90.41% dan 94.92% pada ukuran keseragaman bobot kurang dari 200 g (Tabel 12). Keseragaman bobot 201 g – 400 g mencapai 60.00% pada perlakuan kontrol.
Kesehatan Umbi Persentase kesehatan umbi pada setiap petak percobaan rata-rata lebih dari 90% bahkan ada yang mencapai 100%. Namun ada petak percobaan yang kesehatan umbinya 81.6% (Tabel 13). Iles-iles memiliki rata-rata umbi abnormal lebih tinggi dibandingkan dengan suweg. Tingginya angka umbi abnormal ilesiles diduga ada kaitannya dengan agroekologi percobaan yang relatif lembab. Penyebaran iles-iles di Indonesia utamanya di wilayah-wilayah kering. Namun dugaan abnormalitas berkaitan dengan agroekologi masih perlu kajian lebih lanjut. Abnormalitas umumnya berkaitan dengan serangan hama penyakit. Umbi yang sehat merupakan prasyarat agar tepung yang dihasilkan berkualitas tinggi (Gambar 9). Pada percobaan yang dilakukan juga terdapat umbi abnormal dalam umbinya terdapat benjolan seperti gelembung balon, jika dibuka terlihat seperti rongga udara (Gambar 11). Umbi yang busuk ada yang sampai bentuk umbinya tidak utuh lagi (Gambar 10.A). Penyakit busuk kering (dry rot) disebabkan oleh
27
Batryodiplodian theobromae (Kasno et al., 2007) dan ada yang di luar hanya lubang kecil tetapi dalam umbinya sudah terdapat lubang panjang dan busuk (Gambar 10.B). Busuk umbi (foot rot) juga disebabkan oleh Sclerotium rolfsii (Kasno et al 2007). Umbi terinfeksi Fusarium sp. (Gambar 10.C) terlihat masih utuh dari luar tetapi setelah dikupas umbi terasa lunak, sedikit layu dan mengandung banyak air dan jika di tekan terlalu kuat umbi akan hancur. Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) di Bogor, Jawa Barat, beberapa umbi iles-iles dan suweg ditemukan terinfeksi oleh penyakit sebabkan oleh Rhizoctonia solani, Fusarium sp. dan Sclerotium sp. Busuk akar atau busuk basah pada pangkal petiol menyebar dengan sangat cepat, terutama ketika hari-hari panas kemudian berlanjut setelah itu hujan deras. Ketika umbi terinfeksi Sclerotium, bagian-bagian yang terinfeksi menjadi putih oleh miselia dan akhirnya umbi menjadi busuk. Tangkai daun bagian dekat permukaan tanah mudah terinfeksi oleh jamur tersebut.
Tabel 13. Persentase kesehatan umbi hasil panen pada setiap petak percobaan tanaman iles-iles dan suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Spesies
Iles-iles
Suweg
Perlakuan Kocor Kocor Sebar Sebar Kontrol Kontrol Kocor Kocor Sebar Sebar Kontrol Kontrol
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Umbi Sehat (%) 90 90 100 90 97.5 92.5 81.6 98.6 94.3 100 94 98.2
Keterangan : Data diperoleh dari bobot umbi tanaman per petak percobaan bukan contoh sehingga tidak cocok untuk dilakukan analisis statistik.
28
A
B
Gambar 8. Kondisi umbi hasil panen yang sehat. A. Irisan umbi suweg sehat terlihat putih bersih. B. Umbi utuh tanaman iles-iles yang sehat
A
B
C Gambar 9. Kondisi kesehatan beberapa umbi iles-iles dan suweg akibat serangan hama dan penyakit; A. Umbi iles-iles busuk kering akibat seragan penyakit. B. Umbi suweg terkena penyakit busuk basah C. Kondisi umbi suweg yang terkena penyakit busuk Fusarium sp
29
Gambar 10. Bentuk umbi iles-iles abnormal karena serangan penyakit balon. Penyebab penyakit balon belum diketahui Pembahasan Cara pemupukan dengan cara disebar lebih efektif dalam mendukung pertumbuhan tanaman iles-iles dan suweg dibandingkan dengan cara dikocor. Pemupukan disebar mampu menyediakan unsur hara dalam waktu yang lebih lama (slow release), karena hara yang diberikan tidak langsung larut dalam air. Efektifitas cara tersebut dapat di lihat dari tanaman yang dipupuk dengan cara disebar lebih lama memasuki waktu dorman (Gambar 2 dan 3), yang berarti, periode vegetatif lebih lama sehingga memungkinkan tanaman mengakumulasi hasil lebih tinggi. Cara pemupukan ini lebih efektif diduga karena selama masa pertanaman curah hujan cenderung semakin tinggi. Pupuk butiran yang diberikan membutuhkan air untuk pelarut agar pupuk dapat diserap oleh akar, hal ini menjadikan pupuk relatif lebih tersedia untuk tanaman. Pemupukan dengan cara dikocor mampu menyediakan unsur hara secara cepat, karena hara yang diberikan sudah dilarutkan dalam air. Namun pada saat percobaan, curah hujan cenderung tinggi maka hara dari pupuk diduga sebagian besar tercuci karena terbawa air hujan. Dengan demikian tanaman lebih cepat memasuki masa dorman. Cara pemupukan dengan dikocor lebih tepat digunakan jika curah hujan rendah dengan intensitas pemberian pupuk lebih sering.
30
Pemupukan pada iles-iles menambah jumlah bulbil. Tanaman yang diberi pupuk jumlah bulbilnya meningkat pada setiap pengamatan. Jumlah bulbil yang banyak dapat berarti meningkatnya jumlah bahan tanam pada pertanaman selanjutnya. Cara aplikasi pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap kesehatan umbi. Aplikasi pemupukan dengan cara di kocor menunjukan tingkat kesehatan umbi yang lebih baik untuk spesies suweg maupun iles-iles (Tabel 13). Cara aplikasi pemupukan dengan disebar, memiliki kesehatan umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi yaitu mencapai 548.9 mm pada bulan Februari dengan kelembaban mencapai 87% dapat memicu pertumbuhan hama penyakit yang lebih besar. Kondisi kelembaban dan curah hujan tinggi memungkinkan banyak penyakit menyerang tanaman percobaan. Pada akhir bulan Februari, secara umum tanaman percobaan mencapai masa dorman. Tanaman dengan perlakuan disebar masih lebih banyak yang belum memasuki masa dorman sehingga peluang untuk terserang penyakit lebih banyak dan mempengaruhi kesehatan umbi. Selain karena faktor lingkungan, status hara tanah juga diduga berperan dalam keberadaan hama penyakit. Tanaman penghasil umbi jika kelebihan suplai N akan mengalami penipisan dinding sel yang menyebabkan vigor (ketegaran) batang menurun, sehingga menyebabkan tanaman lebih peka terhadap serangan hama dan penyakit (Hanafiah, 2007). Apabila pupuk N diberikan dalam jumlah besar, maka cadangan karbohidrat dalam tanaman diduga akan menurun. Penurunan tersebut karena tanaman memasuki masa vegetatif yang lebih lama. Selain itu, status N akan mempengaruhi asimilasi N yang merangsang penggunaan cadangan karbohidrat dalam tanaman yang kemudian mempengaruhi produksi. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya gejala kekurangan atau kelebihan unsur K. Namun tingginya angka umbi abnormal pada iles-iles (Tabel 13), mengindikasikan adanya tanaman yang mengalami masalah terkait dugaan defisiensi unsur K. Tanda-tanda defisiensi K antara lain akan meningkatkan kerentanan terhadap serangan penyakit seperti kerusakan batang dan busuk akar. Unsur K berfungsi sebagai pengimbang atau penetral efek dari
31
kelebihan N. Tanaman yang kelebihan unsur N menjadi lebih sukulen sehingga lebih mudah terserang hama penyakit dan rapuh. Unsur K meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding sel dan ketegaran batang (Hanafiah, 2007). Penelitian ini menunjukan perlunya pemupukan pada tanaman iles-iles dan suweg yang ditanam secara tumpangsari. Pada sistem tumpangsari, kondisi hara dalam tanah umumnya lebih dinamis dibandingkan dengan tanaman monokultur. Adanya serasah yang dihasilkan oleh penaung dalam hal ini tanaman kopi, diduga meningkatkan suplai hara seperti NPK. Akibatnya, perbedaan tanaman iles-iles yang diaplikasikan pemupukan pada percobaan ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan kontrol, tidak tergantung pada cara pemberian pupuk. Tanaman suweg diduga lebih responsif terhadap aplikasi pupuk NPK tambahan, hal ini dapat terlihat dari parameter hasil pengamatan pertumbuhan ataupun parameter pengamatan hasil. Tanaman yang diaplikasikan pemupukan memiliki hasil lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi pemupukan yang paling baik mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman suweg adalah cara pemupukan dengan disebar. Perbedaan respon tanaman terhadap pemupukan yang menjadikan hasil panen berbeda karena kandungan umbi yang dihasilkan juga berbeda. Untuk tanaman suweg seluruh energi yang dihasilkan dari fotosintesis disintesis membentuk pati, sementara untuk tanaman iles-iles seluruh energi yang dihasilkan dari fotosintesis setelah disintesis menjadi pati harus disintesis kembali menjadi glukomanan. Secara teoritis, pemupukan dengan cara dikocor akan lebih memudahkan tanaman dalam menyerap unsur hara. Namun, ada dugaan bahwa sistem perakaran iles-iles dan suweg tidak terlalu efektif dalam mengoptimalkan hara yang tersedia cepat tersebut. Khalimah (2011) melakukan percobaan pemupukan iles-iles melalui daun (disemprot) menunjukan bahwa daun iles-iles relatif sensitif terhadap pemupukan via daun yaitu daun-daun mudah terbakar oleh pupuk. Dengan demikian, penelitian ini masih perlu untuk dilanjutkan pada tata cara pemberian pupuk yang lebih efektif pada tanaman iles-iles dan suweg.
32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Cara pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap
parameter
pengamatan tanaman suweg dan iles-iles. Perlakuan terbaik adalah cara pemberian pupuk dengan disebar pada kedua spesies. Perlakuan disebar memberikan hasil tertinggi pada komponen hasil tanaman suweg, yaitu parameter bobot umbi kering 221 g, bobot umbi panen 1152 g, bobot hasil total mencapai 28 ton/ha, diameter umbi 8.05 cm dan tinggi umbi 13.00 cm. Aplikasi pemupukan terhadap tanaman iles-iles memberikan pengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dengan perlakuan terbaik perlakuan kontrol mencapai 72 cm. Penelitian ini memberikan implikasi bahwa cara pemupukan disebar pada tanaman suweg lebih efektif dibandingkan dengan dikocor. Efektifitas tersebut diduga terkait dengan curah hujan tinggi selama penelitian berlangsung.
Saran Perlu membandingkan kembali cara aplikasi pemupukan dengan disebar dan dikocor pada musim kemarau atau di tempat yang curah hujannya rendah. Cara pemupukan dengan dikocor diduga akan cukup efektif jika diaplikasikan di tempat yang curah hujannya lebih rendah dibandingkan dengan di Bogor.
33
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 396 hal. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 2002. Pengenalan dan Budidaya Talas, Garut, Ganyong, Gembili, Ubi Kelapa, Gadung, Ilesiles, Suweg/Acung. Direktoran Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 84 hal. Hanafiah, K.A. 2007. Dasar – dasar Ilmu Tanah.Rajagrafindi Persada. Jakarta 360 hal. Hobir, 2002. Pengaruh Ukuran dan Perlakuan Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Iles-iles. Jurnal LITRI vol. 8 No. 2 Imelda, M., A. Wulansari, dan Y. S. Poerba. 2007. Regenerasi tunas dari kultur tangkai daun iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Biodiversitas. 9 (3):173-176. Jansen, P.C.M., C. Van Der Wilk dan W.L.A. Hetterscheid. 1996. Amorphophallus Blume ex. Decaisne. In M. Flach and F. Rumawas (Eds). PROSEA : Plant Resources of South-East Asia. No. 9. Plant Yielding Nonseed Carbohydrates. Backhuys Publisher. Leiden. p. 45-50. Kasno, A., Trustinah, M. Anwari, dan B Swarsono. 2007. Prospek suweg sebagai bahan pangan saat paceklik. Dalam Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal 257262. Karsono, A. 2008. Iles-iles Umbi-umbian Potensial Sebagai Tabungan Tahunan. Bulletin palawija No. 15: 15-20 Khalimah, S. 2011. Pengaruh pemberian KNO3 terhadap pertumbuhan tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. 57 hal. Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Lingga, P., B. Sarwono, F. Ramahardi, P. C. Rahardja, J. J. Afriastini, W. Rini, dan W. H. Apriadji. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya IKAPI. Jakarta. 281 hal.
34
Prihatyanto, T. 2007. Budidaya belimbing dan porang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan disekitar hutan. http://www.dephut.go.id. [Oktober 2011]. Sarief, S. 1985. Kesuburan dan pemupukan tanah pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 160 hal. Sastapradja, S., N. W. Soetjipto., S. Danimihardja, dan R. Soejono. 1977. Buku Ubi-ubian. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor. 69 hal. Setiasih, I. 2008. Produktivitas tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada berbagai perlakuan dosis pupuk N dan K. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. 28 hal. Sugiyama, N. and E. Santosa. 2008. Edible Amorphophallus in IndonesiaPotential crops in Agroforestry. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 125 p. Sumarwoto. 2005. Pengaruh pemberian kapur dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). J. Agroland. 12 (4) : 323-329. Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) deskripsi dan sifatsifat lainnya. Biodiversitas 6(3):185-190. Sumarwoto, 2007. Review : kandungan manan pada tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Bioteknologi 4 (1):28-32. Suyastiri, N. M. 2008. Diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal ekonomi pembangunan kajian ekonomi negara berkembang. 51 – 60. Yulipriyanto, H. 2010. Biologi tanah dan strategi pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 hal.
35
Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan pertumbuhan tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk
Tabel Lampiran 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah anak daun dan jumlah bulbil tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk Iles-iles
Jumlah anak daun Jumlah bulbil
Umur Tanaman (MST)
Perlakuan KK Perlakuan KK
15 tn 29.11 tn 35.41
19 tn 28.88 tn 37.62
23 tn 28.88 * 36.36
Tabel Lampiran 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan panen tanaman iles-iles pada berbagai cara pemberian pupuk
36
Tabel Lampiran 4. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan pertumbuhan tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk
Tabel Lampiran 5. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah anak daun tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk Suweg
Umur Tanaman (MST)
Jumlah anak daun
Perlakuan KK
15 tn 42.12
19 tn 41.73
23 tn 42.04
Tabel Lampiran 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah cormel dan bobot cormel tanaman suweg pada berbagai cara pemberian pupuk
37
Tabel Lampiran 7. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pengamatan panen tanaman Suweg pada berbagai cara pemberian pupuk
Tabel 8. Data iklim kabupaten Bogor Bulan
Curah Hujan (mm)
Temperatur Kelembaban Penyinaran (0C) Udara (%) Matahari Lama Intensitas % (cal/cm2) Juni 274.6 26.1 80 8 Juli 202 25.6 84 87 Agustus 142 26.0 75 89 September 105 26.0 76 91 Oktober 256.0 26.3 75 74 256.0 November 457.7 26.2 80 56 457.7 Desember 344.6 26.1 84 44 344.6 Januari 272.0 25.1 86 28 224.0 Februari 548.9 25.6 87 57 318.3 Maret 136.0 26.2 80 55 310.0 April 389.5 26.0 86 61 296.0 Mei 194.8 26.1 85 75 296.4 Sumber : Stasiun Klomatologi Dramaga dan BMKG Pusat.
Lokasi
: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
Lintang
: 6033‟LS
Bujur
: 106045‟BT
Elevasi
: 207 m
Kecepatan angin
4 5 5 5 5 4 -