Penentuan Daerah Potensi Rawan Bencana Letusan Gunung Kelud Menggunakan Citra Satelit Tri Martha KP*1), Widya Utama2), Istiqomah Ari K2) 1) Jurusan Fisika 2) Program Studi Teknik Geofisika InstitutTeknologi Sepuluh Nopember *email :
[email protected]
Abstrak β Gunung Kelud adalah salah satu gunung api di Jawa Timur yang masih aktif. Hingga tahun 1990, letusan gunung telah menelan korban kurang lebih 10.000 korban jiwa. Banyaknya korban meninggal akibat letusan disebabkan oleh letusan gunung yang bersifat eksplosif. Upaya mitigasi untuk mengurangi jumlah korban akibat letusan dibutuhkan informasi daerah rawan bencana sesuai dengan data aktivitas terbaru. Penentuan wilayah potensi rawan bencana dilakukan analisa citra satelit. Analisa citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa DEM, NDVI, dan filter Laplace band 4 citra Landsat 7 ETM+. DEM digunakan untuk menentukan kondisi morfologi dalam penentuan cakupan wilayah dengan mensimulasikan ketinggian letusan. Penentuan pola aliran lava ditentukan berdasarkan analisa NDVI dan filter Laplace. Analisa NDVI digunakan untuk mengetahui daerah dengan pola menerus dengan kondisi vegetasi yang lebih buruk dibandingkan sekitarnya. Kondisi vegetasi yang buruk disebabkan karena bekas jalur lava letusan sebelumnya atau merupakan daerah patahan. Daerah patahan memiliki stress yang tinggi sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Selain menggunakan itu, pola aliran juga ditentukan berdasarkan analisa citra band 4 yang telah dilakukan filter dengan persamaan lapalace. Pola garis terang menunjukkan garis puncak tertinggi dari suatu tempat. Daerah yang sempit dan dibatasi oleh garis terang pada citra membentuk saluran. Saluran yang dipilih sebagai estimasi jalur lava adalah saluran yang menerus dari kawah menuju kaki gunung. Korelasi antara citra NDVI dan citra band 4 yang telah dilakukan filter laplace diperoleh pola aliran lava. Kata kunci : Gunung Kelud, Landsat 7 ETM+, NDVI, DEM, Laplace. 1. PENDAHULUAN Pada November 2007, Gunung Kelud kembali menampakkan aktivitasnya dengan memunculkan anak Gunung Kelud. Sejarah mencatat terdapat 31 kali letusan diawali pada tahun 1.000 hingga 1990 [2]. Dampak dari letusannya yang bersifat eksplosif, kurang lebih 15.000 korban akibat letusan Gunung Kelud. Gunung yang memiliki puncak hingga
mencapat ketinggian 1731 m di atas permukaan air laut ini merupakan salah satu objek wisata alam pegunungan di Jawa Timur. Wahana wisata yang ditawarkan berupa tebing dike batuan beku andesit, anak Gunung Kelud, dan mata air panas. Air panas yang keluar melalui saluran yang dibuat pada saat pemerintahan Belanda bertujuan untuk mengurangi volume air pada kawah. Air panas yang disalurkan saat ini digunakan sebagai salah satu tempat wisata pemandian air panas. Di sisi lain, keberadaan air panas ini yang bersuhu 52Β°C memberikan isyarat bahwa pada kawasan puncak Gunung Kelud masih dalam kondisi aktif. Itu artinya masih akan terjadi kemungkinan untuk erupsi. Upaya mitigasi letusan gunung api yang saat ini kawasan ini menjadi tempat wisata maka dibutuhkan zonasi bencana. Zonasi bencana dilakukan dengan menentukan pola aliran lava dan cakupan wilayah yang terimbas oleh letusan eksplosif. Pada tulisan ini akan dibahas zonasi daerah potensi bencana dengan menggunakan analisa citra satelit. Data citra yang digunakan adalah DEM (Digital Elevation Model) dan citra Landsat 7 ETM+. Pengolahan data citra diperoleh analisa NDVI dan filter band 4 menggunakan filter Laplace untuk menentukan pola aliran lava. Sedangkan data DEM digunakan untuk mensimulasikan ketinggian letusan Gunung Kelud untuk mengetahui daerah imbasanl dari letusan. Penggabungan kedua citra diperoleh peta zonasi daerah rawan bencana letusan Gunung Kelud. 2. MORFOLOGI GUNUNG KELUD Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api kuarter, dikelilingi oleh beberapa gunungapi yang lebih tua, seperti Gunung Butak di sebelah timur, serta Gunung Arjuno-Welirang di sebelah timur laut lihat gambar 1. Gunung-gunung tersebut membentuk morfologi kasar dengan bukit dan jurang yang terjal di timur laut dan di lereng timur G. Kelud. Tampak bahwa Gunung Kelud memotong atau mendesak gunung disekitarnya. Hal ini yang menunjukkan bahwa Gunung Kelud adalah gunung termuda terhadap gunung-gunung yang ada disekitanya. Garis merah pada gambar 1 adalah batas atau kontak antara Gunung Kelud dengan Gunung Kawi dan Gunung Butak. Puncak dan kawah G. Kelud mempunyai
ketinggian lebih dari 1731 m dpl, dan mempunyai morfologi yang tidak teratur. Seperti puncak Sumbing (1518 m), Lirang (1414 m), Gajahmungkur (1488 m) dan Kombang (1514 m), puncak Kelud merupakan kubah ekstrusif dengan kemiringan rata-rata > 40Β°.
DEM
Morfologi
Simulasi ketinggian erupsi lava Gunung Arjuno-Welirang
Cakupan wilayah imbasan letusan
NVDI
band 4
Kalkulasi
Filter Laplace 1 1 1
Slicing
1 8 1
Pola aliran lava
Gunung Anjasmoro
Gunung Kelud
Gunung Kawi Gunung Butak
Gambar 1 : Digital Elevation Model Gunung Kelud dan sekitarnya.
Gunung Kelud memiliki 10 kawah dan 32 patahan normal. Kesepuluh kawah tersebut umurnya berurutan dari yang tertua (kawah Lirang) hingga termuda (kawah Kelud), dan merupakan pusat erupsi yang berpindah-pindah berlawanan arah jarum jam. Masing-masing erupsinya menghasilkan batuan piroklastik, dan pada umumnya merusak sebagian kubah kawah lama. Hal ini menunjukkan bahwa erupsi Gunung Kelud bersifat eksplosif [2]. Karakter letusan Gunung Kelud yang eksplosif dipengaruhi oleh magma yang memiliki viskositas tinggi atau sangat kental yang bersifat riolitis. Tipe magmanya adalah magma andesitik. Karena kentalnya magma riolitis, maka gelembung gas di perangkap oleh magma, mengalami ekspansi, dan dapat menyebabkan erupsi yang eksplosif [1].
Peta daerah rawan bencana letusan Gunung Kelud
Gambar 2 : Bagan penentuan wilayah daerah potensi bencana.
3.1 Normalized Different Vegetation Index (NDVI). Ada berbagai macam transformasi indeks vegetasi, salah satunya yaitu NDVI (Normalized Different Vegetation Index). NDVI merupakan jenis transformasi indeks vegetasi yang mempunyai korelasi paling besar untuk aspek kerapatan kanopi. Persamaan NDVI adalah sebagai berikut:
ππππππππ =
(π
π
ππππππ β π
π
ππππππ ) (π
π
ππππππ + π
π
ππππππ )
(1)
Nilai NDVI memiliki nilai berkisar antara -1 hingga 1. Wilayah yang memiliki nilai indeks vegetasi 1 merupakan wilayah bervegetasi rapat, sedangkan wilayah berindeks -0,9 adalah wilayah tidak bervegetasi atau kawasan perairan lihat gambar 3 [3].
3. METODE Metode utama yang digunakan dalam makalah ini adalah analisa citra satelit untuk memperoleh pendekatan zonasi daerah rawan bencana letusan gunung api. Data yang diigunakan adalah data DEM tahun 2009 dan data citra Landsat 7 ETM+ pada tahun 2001. Data citra Landsat yang digunakan adalah band 3 dan band 4 untuk menentukan jalur lava melalui analisa NDVI dan filter band 4. Bagan alur analisa zonasi daerah rawan bencana tergambar pada gambar 2. Gambar 3 : Citra NDVI Gunung Kelud dan sekitarnya.
Untuk mempermudah interpretasi jenis tutupan lahan dilakukan pengkategorian berdasarkan range indeks vegetasi. Analisa NDVI digunakan untuk kondisi wilayah resapan air. Kondisi reservoir hidrotermal di bawah permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi air tanah yang dalam hal ini dikontrol oleh kerapatan vegatasi.
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN Kawasan Gunung Kelud pada umumnya bervegetasi baik yaitu kawasan hutan (gambar 5). Di kaki gunung bervegetasi sedang yang merupakan lahan perkebunan kopi dan nanas. Pada kawah Gunung Kelud merupakan kawasan vegetasi sedang dan adanya air.
Gambar 4 : Citra NDVI yang telah di slicing.
Gambar 5 : Citra NDVI Gunung Kelud.
Setiap warna pada gambar 4 mewakili jenis tutupan vegetasi suatu wilayah. Warna merah dan hijau pada kolom di atas merupakan tutupan awan. Adanya perbedaan warna yang mewakili jenis tutupan lahan suatu wilayah mempermudah untuk melakukan analisa dan interpretasi.
Pola garis hitam pada gambar 5 dibentuk berdasarkan kelurusan pola dari jenis tutupan yang sama membentuk saluran atau aliran. Saluran terbentuk karena pengaruh elevasi yang lebih rendah dan kondisi wilayah yang merupakan daerah yang memiliki tegangan lebih tinggi daripada sekitarnya. Tegangan atau stress yang dtimbul disebabkan oleh patahan atau sesar. Oleh sebab itu, vegetasi tidak dapat tumbuh dengan baik. Perincian estimasi saluran/aliran lava didasarkan pada efek tepi hasil filter I 4 menunjukkan pola yang sama dengan pola saluran hasil analisa NDVI pada gambar 6. Pola yang terbentuk adalah pola radial. Garis terbanyak mengarah ke selatan dan utara. Sebagian kecil arah garis ke arah barat. Saluran terbesar mengarah ke barat yang merupakan saluran pembuangan air panas dari kawah Gunung Kelud.
3.2 Filter Laplace terhadap Citra Band 4. Laplacian merupakan proses turunan kedua yang digunakan untuk melakukan perbaikan citra. Fungsi dari proses turunan pertama menghasilkan tepi citra lebih tebal dan proses turunan kedua untuk meningkatkan ketelitian garis tepi dari proses turunan pertama. Pada intinya, perbaikan yang didapatkan memperjelas tepi atau kontras pada citra. Secara umum persamaan filter lapacian sebagai berikut :
β2 f =
β2 f β2 f + β2x β2 y
Filter lapacian yang digunakan pada penelitian ini adalah laplacian dengan gain 1 yang menunjukkan matriks di bawah ini [4] : 1
1
1
1
-8
1
1
1
1 Gambar 6 : Citra Laplacian Gunung Kelud.
Pola-pola saluran yang diestimasi merupakan jalur lava yang dimungkinkan dikorelasikan dengan kondisi
morfologinya pada citra DEM. Hal ini berkaitan dengan beda ketinggian yang dapat berakibat pada pemusatan aliran lava pada sebagian kecil jalur aliran lava.
Gambar 7 : Simulasi letusan Gunung Kelud dengan ketinggian erupsi 100 meter.
Saat terjadi erupsi yang bersifat ekplosif dengan ketinggian 100 meter maka daerah imasan letusan hanya berada pada kawasan kawah (gambar 7). Hal ini disebabkan gradien ketinggian tebing atau tepi kawah terhadap posisi kawah lebih dari 100 meter. Oleh karena itu saat terjadi erupsi dengan ketinggian 100 meter hanya terpusat daerah bencana pada pusat kawah yang kemudian lava mengalir melalui saluransaluran yang memiliki gradien elevasi lebih rendah.
sisi barat dan timur. Oleh karena itu bagian utara dan sebagian kecil bagian selatan wilayah imbasan lebih sedikit.
Gambar 9 : Zonas daerah potensi bencana letusan Gunung Kelud.
Garis hitam menujukkan pola aliran lava sesuai dengan analisa NDVI yang digabung dengan analisa citra Lapacian band 4. Warna orange pada kawah menunjukkan tingkat bahaya tinggi, warna kuning menunjukkan tingkat bahaya sedang, dan warna putih menujukkan tingkat bahaya rendah. Aliran lava Gunung Kelud dapat mencapai 6,5 km. Gradasi warna cerah dan intensitas ketajaman warna menggambarkan intensitas bahaya, Warna Cerah menunjukkan tingkat bahaya yang lebih tinggi dibandingkan pada daerah yang blur. Hal ini diperoleh dari simulasi jangkauan letusan Gunung Kelud berdasarkan data DEM. Jadi daerah potensi bahaya terbesar letusan Gunung Kelud berada pada wilayah bagian barat dan selatan.
5. KESIMPULAN
Gambar 8 : Simulasi letusan Gunung Kelud dengan ketinggian erupsi 1.000 meter. Pada saat terjadi erupsi setinggi 1.000 meter, cakupan wilayah yang akan terkena imbasan dari letusan akan membentuk zonasi radial. Wilayah yang berwarna merah pada gambar 8 adalah wilayah daerah rawan bencana letusan saat terjadi erupsi setinggi 1.000 meter. Daerah yang tidak berwarna merah di sekitar puncak gunung adalah wilayah yang terkena imbas lebih kecil dibandingkan dengan zona warna merah. Hal ini disebabkan oleh adanya penghalang berupa tebing yang lebih tinggi dari pada tebing pada
Zonasi potensi bahaya bencana letusan gunung api dapat didekati menggunakan analisa citra satelit. Analisa yang digunakan untuk memetakan daerah bahaya digunakan citra DEM, NDVI dan citra Laplacian band 4 atau band dengan gelombang Near Infra Red (NIR). DEM digunakan untuk menentukan wilayah cakupan efek letusan sedangkan NDVI dan Laplacian band 4 digunakan untuk menentukan pola aliran lava. Diketahui dari analisa estimasi zona bahaya kawasan Gunung Kelud berada pada daerah barat dan selatan pada umumnya. Jangkauan aliran lava yang memungkinkan adalah sejauh 6,5 km dari pusat semburan atau letusan. REFRENSI [1] H. Humaida, K. S Brotopuspito, dkk (2011), βPermodelan Perubahan Densitas dan Viskositas Magma serta Pengaruhnya terhadap Sifat Erupsi
Gunung Keludβ, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 4. [2] Kirbani Sri B dan Wahyudi (2007), βErupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-B Gempabumi Disekitarnyaβ, Berkala MIPA 17(3), UGM. [3] Tri Martha KP, Widya Utama, Dwa Desa W, Arief B, Bachtera I, 2012, βAnalisis Citra Satelit Landsat 7 ETM+ dan Citra DEM dalam Kajian Karakteristik Geotermal di Wilayah Gunung Kelud, Jawa Timurβ, Proceedings the 12th Annual Indonesian Geothermal Association Meeting & Conference. Bandung. [4] Widya Utama, S. Riski, A.S. Bahri, dan D.D. Warnana (2012), βAnalisis Citra Landsat 7 ETM+ untuk Kajian Awal Penentuan Daerah Potensi Panas Bumi di Gunung Lamongan, Tiris, Probolinggoβ, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Volume 8, nomor 1, ITS Surabaya.