Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006
PENELUSURAN: STATE OF THE ART ILMU EKONOMI PERTANIAN INDONESIA Oleh: Dr.Ir.H.Meneth Ginting, M.A.D.E.
Dalam Panel Diskusi Penelusuran State of the Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia yang dilaksanakan Jurusan Sosek Fakultas Pertanian USU 18-11-2000 Pertama, dibahas_2 topik (2 dari 7 bagian) makalah Prof Mubyarto, (1997) yaitu:(1)Ilmu Ekonomi Pertanian sebagai Ilmu Perjuangan dan (2) Perekonomian Desa dan Ilmu Pertanian Kedua, Paparan akan dilaksanakan dengan (1) Review topik tersebut dan (2) Mengajukan ulasan singkat REVIEW 1. Ilmu Ekonomi Pertanian sebagai Ilmu perjuangan.
Ilmu Ekonomi Pertanian lahir tanggal 13/2/1969 dengan berdirinya perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) yaitu perhimpunan profesi ekonomi pertanian dengan anggota yang terbuka kepada peneliti, penyuluh, LSM, paraktisi, pengusaha, petani dan nelayan.
Keanggotaan PERHEPI yang “terbuka”: siapa saja yang ingin memajukan pertanian serta pedesaan Indonesia, menunjukan bahwa ilmu ekonomi pertanian sebagai ilmu perjuangan. Hal ini juga ditunjukkan oleh anggaran dasar PERHEPI dengan tujuan [1] memajukan serta, mengembangkan Ilmu Ekonomi Pertanian [2] mengamalkan ekonomi pertanian bagi pembangunan bangsa dan negara [3] memperluas dan memperdalam pengetahuan dan pengamalan para anggota dalam Ilmu Ekonomi Pertanian untuk bekal sebagai warga negara yang ikut bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa dan negara
Dalam pengamalan Ilmu Ekonomi dan Pertanian oleh para anggota PERHEPI ada kalanya berhasil dan ada pula yang gagal. Berhasil misalnya dalam hal penerapan Rumus Tani sebelum tahun 1970-an, gagal membela tani tebu : gagal menentang Inpers No 9/1975. Rumus tani muncul pada waktu para petani perlu pembelaan tahun 1968/1969 harga beras turun 50%, sedangkan harga kebutuhan pokok naik 46%. Inpres No.9/1975 yang melarang pabrik gula menyewa dari petani ternyata tidak tepat melindungi petani yang tanahnya sudah sangat sempit. 1 Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006
2. Perekonomian Desa dan Ilmu Ekonomi Perairan
Studi yang menarik mengenai perekonomian pedesaan scjak masasa penjajahan adalah mengenai teori “dualistic economics” Boeke dan aspek praktis studi ekonomi pedesaan adalah mengenai “exploltasi” atas negeri terjajah dapat lebih efisien dan efektip bagi negeri terjajah tersebut.
Apa yang sebenarnya terjadi berdasarkan kebijakan “tanaman paksa” dan exploitasi perkebunan, negeri Belanda yang kecil dan miskin menjadi negara yang paling makmur di Eropah (tahun 1830-1900). Kepahitan yang dialami masyarakat Indonesia digambarkan oleh Max Havelar (1860) mengenai tanaman paksa dan kerja paksa dan Van Deventer (1904) menjelaskan bahwa rata-rata penduduk jawa “berhutang” pada pemerintah Belanda sebanyak 2% dari pendapatan totalnya.
Teori “dualistic economics” dipandang secara berbeda oleh ahli-ahli Indonesia (1) sebagai racun dan merugikan para peneliti dan “pejuang” Indonesia (2) ajaran “murni” dari seorang ilmiawan yang mengungkapkan “kebenaran” kehidupan di Jawa dan berbeda dengan teori ckonomi barat dan menganggap relevan sebagai kerangka analisis.
Satu hal mengenai perkebunan besar menurut Prof.Mubyarto (1977) adalah bahwa pengambil alihan perkebunan besar menjadi BUMN setelah 25 tahun era PJP I ternyata tidak berhasil berperan mcnjadi tulang punggung ekspor Indonesia dan sektor pertanian umumnya tcrabaikan. Alasan sektor pertanian terabaikan terutama olch karena kecenderungan tunduk pada berbagai teori yang berkembang di dunia barat: pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi. Di Indonesia meskipun perhatian terhadap pertanian sudah sangat besar sehingga tercapai swasembada pangan, namun dana yang dicurahkan bagi industrialisasi jauh melebihi kewajaran dengan sekaligus kurang mempcrhatikan pengembangan “agribisnis” dan “agroindustri” yang seharusnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses industrialisasi.
Ada semacam dualisme yang tetap bertahan, dengan “serbuan” teknologi maju di segala bidang, penduduk pedesaan dewasa ini bekerja dan berjuang keras semata-mata agar bisa bertahan menghadapi komersialisasi yang amat kuat menekan kehidupan mereka dan kemiskinan masih tetap memperhatikan di desa. 2 Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006
ULASAN
1.
Ilmu Ekonomi Pertanian sebagai alat perjuangan sebenarnya juga cocok dengan gagasan
Prof.Glenn Johnson (1986) mengenai jenis riset yang sepatutnya dikembangkan ekonomi adalah disiplin (disciplionary), subjek (subject matter) dan pemecahan masalah (problem solving). Bukan hanya mengenai disiplin ilmu Ekonomi Pertanian dan itulah barangkali apa sebabnya nama perhimpuanan yang diciptakan tahun 1969 itu PERHEPI bukan PERSETAN (persatuan Sarjana Ekonomi Pertanian) yang hanya berdasarkan disiplin ilmu.
2.
Ilmu Ekonomi Pertanian di USU bukanlah dimulai setelah PERHEPI namun sebelumnya
(tahun 1964) waktu Dosen muda D.H.Penny dalam merancang mata pelajaran Sosek telah menciptakan jurusan Sosek. Beliau semula ingin menerapkan apa yang beliau pelajari di Australia dan Cornell University Amerika Serikat namun sangat terpengaruh oleh Prof, Sayogyo , yang menyatakan kepada beliau “Kalau belajar Ekonomi Pertanian Indonesia, belajarlah mengenai sosial budayanya.” Beliau (DHP) sangat sering memperlihatkan memang Ilmu Ekonomi tidak menggambarkan dan menjelaskan gejala (banyak diutarakan dalam buku Pekarangan Petani dan Kemiskinan, 1984). DHP mengajak mahasiswanya mendalami dcsa, usaha tani dan keluarga petani. Mahasiswa Sosek berkali-kali melaksanakan praktek desa (praktek umum, studi kasus dll). Apa yang terjadi adalah pendekatan Ekonomi Pertanian bagi Sosek Pertanian USU adalah lebih kepada pcndekatan mikro.
3. Pada pembentukan PERHEPI di Ciawi tahun 1969 ada diskusi kecil (di luar sidang) mengenai siapa sepatutnya ketua PERHEPI : apakah yang orang-orangnya mengadakan pendekatan makro dalam ekonomi pertanian (latar belakang Fakultas Ekonomi) atau yang mikro (latar belakang Fakultas Pertanian). Pada waktu itu dianggap perlu “advokasi dalam perjuangan” (ini istilah masa kini, dulu istilahnya adalah supaya lebih dekat dengan pengambil keputusan dan dapat mempengaruhinya). Ketua dengan pendekatan makro terasa yang lebih pas dan itulah sebabnya terangkatnya Dr. Mubyarto dari Fakultas Ekonomi UGM sebagai ketua PERHEPI yang pertama. 3
Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006
Catatan kenangan (1) Dalam pembentukan PERHEPI saya menjadi salah seorang pengurus PERHEPI pusat (2) Prof Sayogyo pada waktu bersamaan mengangkat saya sebagai ketua tim Survey Agro Ekonomi (SAE) Indonesia untuk Sumatera Utara dan (3) Pada kesempatan itu pula saya dapat berbincang panjang lebar dengan Dr.A.T.Mosher dalam ‘field trip’ ke Sukabumi. (4) Sewaktu Dr. Ace Partidiredja (UGM) mendapat ‘asigment’ mcngenai pembentukan majalah PERHEPI, beliau menanyakan apakah kiranya nama majalahnya saya ajukan nama : Agro Ekonomika dan ternyata jadilah nama tersebut.
4. Kegagalan dan keberhasilan perjuangan PERHEPI pusat tergambar juga di Sumatera Utara (1) Ir.K. Sebayang dalam tulisannya mengenai Bimas (dalam Konpernas Ekonomi pertanian-II, Bukit Tinggi, 1970) memperlihatkan adanya 17 meja yang dilalui dalam pengurusan kredit Bimas. Waktu hal ini pengurus PERHEPI Sumatera Utara mengajukan kepada pejabat di Sumatera Utara. Jawaban adalah : “Itu kebijaksanaan pusat” (waktu itu istilah adalah kebijakan tetapi kebijaksanaan). (2) Kegagalan untuk mengadakan penelitian di perkebunan terhalang oleh “rahasia perusahaan” yang ketat dipegang penguasa kebun.(3) Keberhasilan PERHEPI tidak secara organisatoris tctapi perjuangan anggota-anggotanya, yang menjadi penyusun Repelita II dan III Sumatera Utara dan beberapa Repelita I dan III di daerah tingkat II Sumatra Utara. (4) Keberhasilan lain adalah proyek P3RSU yang dipimpin Sdr Ir.Rahman Rangkuti di Labuhan Batu (cikal bakal PIRBUN)clan (5) Banyak orang tidak tahu bahwa ada peran pengurus PERHEPI Sumatera Utara dalam meng-golkan H.Westenberg (Alm) untuk memperoleh Magsaysay Award.
4. Teori “dualistic economics” Boeke (dapat dibaca dalam buku Sajogyo, 1982) membuat asumsi bahwa dari sudut ekonomi suatu masyarakat terdiri dari 3 unsur yang berkaitan yang menentukan ciri khas masyarakat yaitu (1) jiwa sosial (social spirit), (2) bentuk-bentuk organisasi dan (3) teknik-teknik yang mendukungnya. Teori ini meninjau pertentangan antara desa, timur, pra kapitalisme dan lain pihak kota, barat, kapitalisme dan apa ciri-ciri hubungan antara kelompok-kelompok dari dunia tersebut. Dalam masyarakat ganda, salah satu dari sistem-sistem sosial yang menonjol biasanya tcrmaju diimpor 4
Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006
dari luar dan hidup dalam lingkungannya yang baru tanpa hasil menyisihkan atau menyerap sistem sosial yang lain yang telah tumbuh lama di situ: Di. Sumatera Utara contoh perkebunan besar dan perkebunan (atau pertanian) rakyat adalah peninggalan Belanda jelas memperlihatkan secara nyata ciri “duslistic economics” Dalam kuliahnya DHP tahun 1960-an (Selalu mengajukan topik diskusi bahwa berdasarkan hasil penelitian, analisis ekonomi (Barat) ternyata perkebunan karet rakyat (yang merupakan hutan karet semrawut) lebih efisien dari perkebunan besar (yang karetnya teratur dan jenjang “span of control” administrasinya: mandor.asisten-asisten, kepala administrator, direktur) teratur rapi. Dan untuk mendalami teori Boeke maupun mendalami masalah dilapangan diskusinya adalah : Bagaimanakah analisis “dualistic economics” dalam hal karet perkebunan besar yang karetnya teratur tak pernah berhasil menularkannya kepada perkebunan karet rakyat di sebelahnya?
5. Teori membesarkan dulu kue lalu nanti akan terbagi merata (triele down effect) yang menjadi pegangan kebijaksanaan nasional Cukup lama kiranya tidak terjadi. Kue besar hanyalah dikuasai segelintir orang dan rupanya “kue” tidak pernah menetes.
6. Kebijaksanaan agribisnis yang didengungkan Menteri Pertanian dan Kehutanan RI (Prof Dr. Ir. Bungaran Saragih, Mec) hendaklah mengingat yang terpenting di atas segalanya, adalah “the-singer” : petani, bukan bisnis bukan komoditi. Kebijaksanaan pangan yang membawa Indonesia menjadi swa sembada pangan adalah pelajaran yang berharga sebab rupanya yang terpenting adalah (strategi) peningkatan pangan bukan peningkatan pendapatan petani, produksi naik tidaklah menjadi jaminan kesejahteraan petani menjadi naik!.
7. Menyongsong Otonomi Daerah (tahun 2001) kiranya patut jurusan Sosek Fakultas Pertanian dari Universitas yang ada di Sumatera Utara yang berkumpul hari ini, patut menjadikan studi Pedesaan menjadi Agenda Penelitian dan bagaimana pula memberdayakan masyarakat tani didaerah-daerah dalam sistem pemerintahan yang baru tersebut. Agenda lainnya yang patut dicatat adalah dalam hal apakah subjek matter yang akan menjadi persoalan masa mendatang dan resep-resep apakah yang patut dicari berdasarkan persoalan nyata yang memerlukan pemecahan masalah. 5 Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006
RUJUKAN
Boeke, J.H. 1953.
Memperkenalkan Teori Ekonomi Ganda, dalam Sajogyo.(1982). Bunga Rampai Perekonomian Desa. Yayasan Obor Indonesia dan Institut pertanian Bogor.
Penny, D.H. 1990.
Kemiskinan : Peranan sistem Pasar, UI Press.
Penny, D.H. & Meneth Ginting, 1984. Pekarangan Petani dan Kemiskinan Gadjah Mada Universitas Press, Yayasan Agro Ekonomika.
Johnson, Glenn L. 1986.
Research Methodology for Economist. Macmillan. Publishing Company, New York. Collier Macmillan Publisher. London
Mubyarto. 1977.
State of the Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Komisi Ilmu Sosial. Jakarta.
Sajogyo (Penyunting). 1982.
Bunga Rampai Perekonomian Desa. Yayasan Obor Indonesia dan lnstitut Pertanian Bogor.
6 Penelusuran : State of The Art Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia, 2000 USU Repository©2006