Warta
Penelitian Perhubungan Volume 20Nomor12 Tahun 2008
Terakreditasi B, SK 42fAkred-LIPJ/P2MBJ/9/2006 1Nopember2006
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
~
Warta
Penelitian Perhubungan Dewan Redaksi PELINDUNG Kepala BadanPenelitian danPengembangan Perhubungan PENASEHAT Sekretaris Badan Lltbang Perhubungan Kepala Pusat Litbang Manajemen Transportasi Multimoda Kepala Pusat Lltbang Perhubungan Darat Kepala Pusat Lltbang Perhubungan Laut Kepala Pusat Lltbang Perhubungan Udara PEMIMPIN UMUM Ir. Rachrnad, Ms. Tr.
·-
PEMIMPIN REDAKSI Besar Setyiabudi, SIP, MM ·,
REDAKTUR PELAKSANA Abdul Mutholib, SE
WAKIL REDAKTUR PELAKSANA Ratna Herawati, BSc.
DEWAN REDAKSI Profersor.lr.Panal Sitorus, M.Si; Ors. W. Nik.son S., MM Peneliti Utama; Ors. Juren Capah; Ora. Nurdjanah, M.M.; Ors. M. Herry Purnama; Ora. Atik S. Kuswati; Ors. Budi Prayitno. PENYUNTING AHLI Prof. Dr. Ir. Agus Salim Ridwan Prof. Dr. Ing. M. Yamin Jinka, M.S.Tr. KEUANGAN Ir. Sugeng Karyanto; Rini Suliyanti, S. Sos; TATA USAHA DAN DISTRIBUSI Sri Atun SE, R. Sukhiar Bastaman P. Supratnawati, ALAMAT REDAKSI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN Jalan Medan Merdeka Timur 5Jakarta10110 Telepon: (021) 34832945, Faksimil : (021) 34833065.
[email protected]
Warta Penelitian rnenerirna surnbangan karya tulis bail< rnengenai ihnu pengetahuan dan teknologi rnaupun infonnasi tentang kegiatan ilrniah lain yang berkaitan dengan dunia transportasi. Penulis yang artikelnya dirnuat akan rnendapat honorarium. Redaksi berhak rnengadakan perubahan tulisan tanpa mengubah isi. Memuat sebuah tu1isan tidak berarti Badan Lltbang Perhubungan/Redaksi setuju akan isinya. Untuk mengetahui abstrak penelitian/ studi terdahulu dapat dibuka di homepage kami dengan situs http://www.litbangdanpustaka-dephub.go.id
c.Penfiantar ~si ejadiankecelakaan pelayarandiJndonesiadalam beberapatahun terakhirini menunjukanlemahnya penanggulangan kecelakaan, hal ini dilihat dari jumlah kecelakaan pertahun semakin meningkat u sejak tahun 2002 s.d tahun 2006 sekitar 14, 12 %. Kajian ini bertujuan tersusunnya kebijakan mengenai penanggulangan kecelakanan pelayarandiJndonesia yangmeliputi pengembangan aspekperaturan perundang-undangan,kelembagaan,sistem dan prosedur,sarana dan prasarana dan SDM. Analisis permasalahan kajian ini mengunakan pendekatan analisis deskriftif,analisis kebijakan yang menghasilkan rumusan kebijakan penanggulangan kecelakaan pelayaran nasional. Demikian ungkapan WdlemNikson. S dalam kajiannya yang berjudul "Kajian PenanggulanganKecelakaanPelayaran di, Wilayah Perairan Indonesia".
7(
Purwoko don Noviyanti. dalam tulisannya yang berjudul ''Kajian Evahmsi Kece/akaan pada Perlintasan KeretaApi don Upaya Pemecahannyd' menyatakan bahwa, untuk mempengaruhi prilaku pengemudi pada perlintasan sebidang dapat dilakukan dengan cara teori advokasi melalui promosi dan sosialiasai baik langsung maupun tidak langsung.Advokasiadalah suatu usahayangsistematisdan terorganisiruntukmempengaruhi dan mendesakterjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara ber1ahap maju semakin baik.
Penguj ian emisi gas buang kendaraan bermotor sebagai suatu sistem yang integralistik antara penguji, alat ujidanprosedurpengujianyangbertujuanmenjaminkesehatanmanusiadanlingkunganmasihmenghadapi kendalakelembagaan,jumlah dan kualitas peralatan, SDM yangprofesional dan sistem prosedur sehingga kinerjanya belum optimal. Demikia ungkapanPanal Sitorus dalam tulisannya yang berjudul "Pengujian Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor yang Efekllf' Keberadaan Terminal Peti Kemas Gedebage sangat bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi Jawa Barnt, namun disisi lain kinerja Terminal Peti Kemas Gedebage dirasakan belum optimal, terutama pemanfaatan saranadan prasarana yang dibangun oleh pemerintah serta pengelolaannya belum sepenuhnyadilaksanakan sesuai tatanan dan arahan.Analisis dilakukan dengan pengumpulan datadan evaluasi mengenai kondisi dan kinerja terminal serta inventarisasi peraturan, prosedur. manajemen, SDM serta pangsa pasar, ha<>il analisis menunjukkan adanya penurunan kinerja yangdisebabkan banyaknya persaingan seperti adanyadepo-depo yang berfungsi sebagai TPS (tenpat penimbunan Sementara) dan kawasan berikat serta banyaknya trailer dariJakarta yangtarifuya lebihmurah. Demikian ung)
"Kajian Aksesibilitas Angkutan Penumpang Antarnwda di Terminal Terpadu Bandara Adisucipto Thgyakarta" yang disusun oleh Yessi Gusleni dan Listantari bertujuan untu mengetahui seberapa besar tingkat aksesibilitas terminal terpadu kesimpul transportasi jalan/rel serta ke pusat kegiatan utama industry,perdagangan,perumahan dan wisata. Metode yang digunakan dalam kanjian ini menggunakan rata-rata normalisasi dengan variable jarak, waktu dan ganti moda dari simpul transportasi dan pusatkegiatan utama. Dari hasil analisis menunjukan bahwajarak terminal terpadu dengan simpul transportasi dan pusat kegiatan ralatifdekat, sedangjumlah ganti moda yangterjadi cukup banyak. Keterpaduan sarana dan prasarana transportasi merupakan harapan dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi wilayah Pulau Sulawesi. Pendekatan evaluasi yang digunakan adalah interaksi antar ruang wilayah dan keterkaitan sektor dengan sistem bobot relative kualitatif, efisien dan efektifitas terhadap kinerja transportasi, sedangkan kaj ian ini dimaksudkan untukmember gambaran dasarperencanaan kedepan untuk pengembangan prasarana dan sarana transportasi sehingga terwujud sistem transportasi terpadu di Pulau Sulawesi. Demikian ungkapan Paulus Raga dalam tulisannya yang berjudul "Evaluasi Keterpaduan jaringan Prasarana dan Sarana Transportasi Pu/au Sulawesi "
Idjon Sudjono dan Tri Retno Andiniwati dalam tulisannya yang berjudul 'Pengkajian Sisten Biaya Perawatan Power By The Hours ( PBTH) pada Pesawat B- 737-200" menyatakan bahwa, untuk mengetahui lebih jauh sistem perwatan pesawat melalui kontrak pada perusahaan bengkel pesawat Maintenance Repair Overhaul (MRO) khususnya perawatan pesawat Boeing 737-200, maka dilakukan kajian tentang Sistem Biaya Perawatan Power by the Hours (PBTII) pada pesawat B-737-200, dengan pendekatan analisis metode deskriptif melalui pengumpulan data kuantitatif maupun kualitiatif serta pengamatan dan wawancara. SriAtun danRiniSuliyanti dalam tulisannya yang berjudul "PenataanParkir dalamrangkaMengurangi Kepadatan Lalu - lintas di Wilayah DK!" mengungkapkan tentang penataan sistem perparlciran di Jakarta yang tidak efektif karena kurang memperhatikan pola parkir yang sesuai dengan kondisi wilayah,selanjutnya dalam rangka terwujudnya penataan parl
DAFl'ARISI Pengujian Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Yang Efektif _ _ _ _ _ 1764 Panal Sitorus
Kajian Evaluasi Kecelakaan Pada Perlintasan Kererta Api dan Upaya Pemecahannya _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1773 Punooko dan Naviyanti Kajian Penanggulangan Kecelakaan Pelayaran Di Wilayah Perairan Indonesia _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1782 Vl/illemNiksan
s
Optimalisasi Pemanfaatan Terminal Petikemas Gede Bage Sebagai Pelabuhan Daratan Abdul Mutholib
1801
Kajian Peran Syahbandar Di Pelabuhan Dalam Rangka Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Pelayaran L. Denm; Siahaan
1815
Kajian Aksesibilitas Angkutan Penumpang Antarmoda Di Terminal Terpadu Bandara Adisucipto-Yogjakarta Yessi Gusleni dan Iistantari
1836
Evaluasi Keterpaduan Jaringan Prasarana dan Sarana Transportasi Pulau Sulawesi Paulus Raga
1852
Pengkajian Sistem Biaya Perawatan Power By The Hours(PBTH) Pada Pesawat B 737-200 Idjon Sudjono dan Tri Retno Andiniwati
1860
Penataan Parkir Dalam Rangka Mengurangi Kepadatan Lalu Lintas Di Wilayah DKI Jakarta Sri Atun dan Rini Suliyanti
1878
Kajian Profil Kinerja dan Prioritas Pembangunan Keselamatan Transportasi Jalan Di Indonesia L. Denm; Siahaan
1905
PENGUJIAN EltDSI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR YANG EFEKTIF Panal Sitoms *) ABS1RACI'
Not at all areas having motor vehicle testing 11101'roUe1' with mechanical testing equipments, complete and standard especially in unfold area. VVith quick its motor vehicle growth 21,17% per year already reached out until 63.318.522 units in 2007 and when all motor vehicle types are entered indude personal car and motorcycle will obliged to test periodic is induding tested gas emission then focility and testing equipments current insufficient, in ronsequence, must formulated amrept of effective testing ofgas emission supported lJy enough testing facilities and sophisticated, personal rompetena, certified and professional., completely with enough fund, and correct executor arganization, transparent and accountable involving with acredited workshop in one management and remain handling lJy Directorate General of Land Transport, Ministry of Transportation.
Key words : Effective emission testing. PENDAHULUAN Perkembangan jum1ah kendaraan bermotor di kota-kota besar rata-rata meningkat lebih 10% pertahun, sedangkan pertumbuhan atau penyediaan jalan hanya 0,01-2,5% pertahun, konclisi ini menimbulkan kemacetan lalu lintas yang menyebabkan pemborosan bahan bakar minyak serta pencemaran udara tinggi mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia serta menimbulkan gas rumah kaca dari polutan co2. Emisi karl:xm monoksida (CO) dan nitrogen dioksida (N02 ) dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa oksigen, akibatnya memperberat penyakit jantung dan pernapasan. Sedangkan hidrokarl:xm (Hq dan partikulat (debu, jelaga, asap) menyebabkan kanker dan penyakit jantung. Tingginya tingkat pencemaran udara di perkotaan akibat transportasi telahmengganggu kesehatan rnasyarakat danmenelan biaya besar, contohnya di DKI Jakarta sebesar Rp. 2 triliun belum termasuk hilangnya produktivitas.
Selanjutnya berdasarkan penelitian Bank Dunia, di Jakarta 4 % dari 400.000 orang meninggal disebabkan oleh polusi dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Dalam penelitian Badan Lltbang Perhubungan tahun 2CXJ7 beberapa instansi terkait dan para pakar di beberapa kota di Indonesia mengungkapkan bahwa pelaksanaan pengujian emisi gas buang saat ini, yaitu untuk pengujian pertama dilakukan pada Dinas Perhubungan Provinsi dan pengujian secara berkala oleh Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota ditemui masalah yaitu : ada beberapa kabupaten/kota yang belum memiliki peralatan mekanis bahkan ada yang belum memiliki balai pengujian kendaraan bermotor dan ada beberapa kota balai pengujian kendaraan bermotor tidak dapat menampung kendaraan yang wajib uji (angkutan penumpang umum dan mobil barang).
Jika semua jenis kendaraan bermotor termasuk mobil pribadi dan sepeda motor terealisasi menjadi wajib uji, maka akan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaanya karena berbagai
1764
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
keterbatasan yang dihadapi menjadi masalah yang perlu pemecahannya. Tulisan ini mencoba mengemukakan solusi pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor yang memanfaatkan berbagai potensi dalam pembinaan yang efektif dalam rangka menciptakan udara bersih di perkotaan bagi kehidupan manusia, lingkungan clan estetika.
KONDISI PENCEMARAN UDARA DAN PENANGGULANGANNYA Kondisi pencemaran udara sangat ditentukan oleh jumlah clan keadaan kendaraan bermotor karena terkait dengan BBM yang digunakan sebagai sumber energinya. Perkembangan kendaraan bermotor di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun 2002-2007 (Unit) Jenis Kendaraan
1.
Mobil Penumpang
3.862.579
5.133.746
2.015.347 731.990
2002
2
Mobil Beban
3.
Mobil Bus
4.
Sepeda Motor Jumlah
RataRata Pertumbuhan (%)
Tahun
No
2003
2004
2005
2006
2007
6.748.762
7.484.175
7.678.891
9.501.241
20,32
3.058.218
4.260.889
4.573.864
4.896.065
5.013.544
21,57
1.270.020
2.013.176
2.413.711
2.737.610
2.854.990
33,92
18.061.414
23.312.945
28.963.987
33.193.076
35.106.492
45.948.747
20,91
24.671.330
32.774.929
41.986.814
47.664.826
50.415.058
63.318.522
21,17
Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, Ec:bs1 N Maret 2008
Perkembangan jumlah kendaraan bermotor yang meningkat ta.jam terjadi pada tahun 2007 yaitu dari 50.415.058 unit tahun 2006 menjadi 63.318.522 unit atau meningkat sebanyak 12.903.464 unit atau rata-rata pertumbuhan dari tahun 2002 hingga tahun 2007 sebesar 21,17%. Tingkat emisi gas buang kendaraan bermotor dipengaruhi oleh faktor karakteristik teknis clan faktor operasional. Karakteristik teknis terkait dengan desain clan rekayasa kendaraan, sedangkan kondisi operasional terkait dengan peri1aku kendaraan tersebut dalam jaringan jalan. Karakteristik teknis kendaraan yang mempengaruhi tingkat emisi gas buang antara lain tipe mesin, ukuran (cc) mesin, berat kendaraan, tipe bahan bakar, sistem transmisi, penggunaan katalis dan sebagainya. Pada umumnya emisi gas buang akan mengalami penurunan jika kecepatan operasi bertambah, dan pada titik tertentu akan mengalami peningkatan kembali misalnya apabila operasi kendaraan terjebak kemacetan, lalu lintas padat yang kecepatannya cenderung pelan. Kendaraan bermotor yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan ambang baku kualitas udara agar tidak mengganggu kehidupan manusia clan lingkungan. Persyaratan ambang baku kualitas udara yang harus dipenuhi ditunjukkan pada Tabel 2
1765
Tabel 2. Ambang Baku Kualitas Udara di Indonesia
No 1.
Parameter
2.
co
3.
N02
4.
03
5. 6. 7.
HC PM10 TSP (Ash)
8.
Pb
SOi
Durasi Pen1111kuran ljam 24jam 1 tahun ljam 24iam ljam 24jam 1 tahun ljam 1 tahun 3iam 24iam 24jam 1 tahun 24jam 1 tahun
Standar 900 µg/m3 365 µg/m3 60µJ?:/m3 30.000 µg/ m3 10.000 µeJ mJ 400 µgfm3 150 µg/m3 100 µJ?:/m3 235 µg/m3 50 µ2/m3 160 µJ?:/m3 150µJ?:/m3 230 µg/m 3 90 µJ?:/m 3 2 µgfm3 1 µJ?:/m 3
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 41Tahun1999
Uji emisi kendaraan bermotor sama halnya dengan uji berkaJa dapat dikategorikan sehlgai barang publik (ti.dak murni) karena rnanfaatnya dapat dirasakan oleh orang hmyak dan dapat dinilai secara ekonomi. Apabila terjadi keti.dakadilan yang dirasakan oleh ~t da1am pelaksanaanya berarti telah terjadi kegagalan pasar dan juga merupakan kegagalan pembina Pelaksanaan uji emisi gas buang kendaraan bermoror sebenamya bisa dilakukan bail< oleh pemerintah sendiri maupun oleh swasta karena bukan merupakan barang publik mumi Seti.ap tenaga penguji harus mempunyai kompetensi dan sudah diakreditasi Terdapat 4 (empat) tingkatan tenaga penguji yaitu Penguji Pemula, Pelaksana, Pelaksana lanjutan dan Penyelia. Ketentuan kompetensi ini berdasarkan SK Menhub Nomor 1076/KP.100/DRJD/ 2005 tanggal 5 Agustus 2005 tentang Kompetensi Penguji Kendaraan Bermotor. Lembaga yang ditunjuk untuk melakukan training pengujian lanjutan berdasarkan surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor GL.106/4/2/DRJD/2007tanggal16 Maret 2007 tentang Diklat Lanjutan Pengujian Kendaraan Bermotor. Sertifikat kompeten.si penguji kendaraan bermotor dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pada unit pengujian kendaraan bermotor memang ada kewajiban penyediaan alat-alat seperti uji suspensi roda, rem, lampu utama, speedo meter, emisi gas buang, kepekatan gas buang, pengukur berat, kincup roda depan, alat ukur kebisingan, pengukur dimensi, tekanan udara, uji kaca dan beberapa alat bantu lain. Pengujian se1ama ini umumnya masih di1ak5anakan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan peralatan yang terratas dan masih ada yang tidak memadai terutama di daerah ~Karena masih dilakukan sendiri dan tidak ada saingan menyeOObkan ketidake&ienan retab petrerintah
seragai regulator sekaligus operator yang cenderung :rrenghasiikan kinetja tidak optimal Operator pengujian yang ditunjuk melakukan pengujian apabila melakukan penyimpangan mestinya segera ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penindakan ini akan sulit dilakukan oleh Dinas Perhubungan setempat bila operasionalnya oleh pemerintah dan pengawasannya dari lernbaga yang sama dimana lernbaga penguji dan pengontrol dapat menjadi sama-sama ti.dak efisien. Apabila pengujian ada yang dilakukanswasta dan bengkel-
1766
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
bengkel umum, maka Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan seoogai kordinator dan melakukan supervisi langsung terhadap pusat pengujian yang berada di wilayahnya dan melaporkanhasil pengujian secara periodik ke Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Setiap kesalahan atau ketidaksempumaan uji ernisi yang dilakukan oleh operator dapat diberikan sanksi mulai dari peringatan sampai dengan pencabutan izin operasinya Setiap kendaraan yang telah melakukan uji emisi gas buang dan layak operasi diberikan stiker dilengkapi nomor registrasi dan tanggal uji emisi gas buang. Uji emisi dilakukan setiap 6 bulan secara berkala dan dapat lebih cepat bila pengujian menilai kendaraan tersebut mernang sudah kurang layak operasinya. Dengan demikian uji emisi gas buang merupakan kewenangan Pemerintah daerah kabupaten/kota, sedangkan Departemen Perhubungan merupakan pembina teknis yang memberikan pedoman teknis meliputi karakteristik bangunan pengujian, peralatan yang direkomendasikan, jenis komponen yang diuji termasuk toleransinya, dan standardisasi. Kurikulum pendidikan dan pelatihan penguji kendaraan bermotor dapat mengacu pada pedoman yang diberikan berdasarkan peraturan Kepala Badan Diklat Perhubungan Nomor SK.772/DL.001/Diklat-05 tanggal 12 Desember 2005. Alat-alat yang digunakan melakukan uji emisi gas buang harus sesuai standar yang direkomendasikan oleh Ditjen Perhubungan Darat dan setiap peralatan haruslah dikalibrasi oleh Direktorat Metrologi Departemen Perdagangan, periode kalibrasi minimal setiap tahun dan bisa lebih cepat bila kondisi peralatan dinilai harus segera dikalibrasi lebih awal. Pola operasi peralatan harus berdasarkan pedoman yang dikeluarkan masing-rnasing pabrik.
PENGUJIAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR MASA DATANG Adapun pengujian kendaraan bermotor dari tahap pembuatan sampai beroperasi di jalan meliputi Pengujian Tipe (Iype ApprOlJlll), Pengujian Kesesuai Produksi (Conformity ofProduction), Pengujian Berkala (Periodical Inspection), dan Pengujian Acak di Jalan (On Road Test). Pengujian berkala yang di dalamnya termasuk pengujian emisi gas buang mempunyai perangkat sistem pengujian kendaraan bermotor mencakup standar, teknologi, SDM, sistem dan prosedur. Khusus pengujian acak di jalan yang dilakukan secara random terhadap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan berguna sebagai pemeriksaan silang (cross check) antara hasil pengujian berkala dengan kondisi aktual di jalan sebagai kontrol efektifitas pengujian berkala. Pengujian berkala dilaksanakan oleh Pemda yang secara operasional dilakukan oleh DLLAJ dan dapat diserahkan kepada Pemda Kabupaten/Kota. Lembaga yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengujian berkala adalah Ditjen Perhubungan Darat. Lebih lanjut, untuk merealisasikan peningkatan hasil pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor, bengkel umum dapat diberikan peran yang lebih besar dalam perawatan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan untuk siap diuji. Untuk ijin usaha bengkel umum telah ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dengan SK 255/MPP/Kep/7/1997. Ambang batas emisi gas buang tetap mengacu pada ketentuan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan BPLl-ID setempat dan pengawasan lapangan dilaksanakan oleh Polantas dan PPNS dari Dishub, dengan melakukan uji emisi jika dirasakan pencemaran melebihi arnbang batas.
1767
Selanjutnya mengenai kelembagaan pengujian kendaraan bermotor pada masa datang, berdasarkan penelitian Baclan Lltbang Perhubungan Tahun 200'7 di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali clan Larnpung, persepsirespondensetuju terhadap pelaksanaan uji ernisi menyatu dengan uji berkala clan sepenuhnya dilaksanakan oleh Dishub adalah sebagai berikut : Instansi
Alasan Setuju
Dishub Provinsi
• • •
Dishub Kabupaten/Kota
• •
• •
BPLHD
• •
•
Bengkel
•
Uji emisi dan uji berkala menjadi satu kelaikan jadi tidak perlu dipisah agar tidak memperpanjang prosedur dan menyulitkan konsumen. Uji kelaikan harus ditangani oleh pemerintah sendiri, selama ini telah dilaksanakan oleh Dishub, hanya fasilitasnya perlu dilengkapi dan diperbaharui. Bila semua kendaraan diuji, dapat mehbatkan swasta dan bengkel dengan legalisasi dari Pemerintah/Dishub. Laik jalan berarti laik pula emisi gas buangnya, jadi lebih baik disatukan dengan uji berkala dan tidak memperlambat proses dan rantai birokrasi. Dalam uji berkala juga telah ditentukan ambang batas emisi, jadi tidak perlu dipisah dengan uji berkala tetapi peralatan perlu ditambah dan kualitasnya ditingkatkan. Efisiensi waktu dan biaya karena pelavanan satu a tap . Pelaksanaan dalam satu atap akan lebih baik dan memudahkan konsumen, serta memudahkan pengawasan sistematis. Efisiensi waktu, biaya dan tenaga . Sia papun yang melaksanakan uji emisi, pemerintah hams senantiasa mengawasi pelaksanaannya jangan sampai terjadi penyimpangan. Uji berkala dan uji emisi sangat berkaitan erat dengan persyaratan teknis dan kelaikan kendaraan bermotor untuk dioperasionalkan. Untuk memudahkan konsumen sebaiknya satu atap saja dan dapat melibatkan swasta/bengkel.
Dari alternatif pelaksanaan uji ernisi gas buang kendaraan bermotor yang dikemukakan oleh instansi terkait dan para pakar melalui hasil penelitian sebagaimana diuraikan sebelumnya, diketahui kelebihan dan kekurangan beberapa alternatif yang diringkas pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Altematif Pelaksanaan Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Alternatif Pelaksanaan Uji Emisi Uji emisi menyatu dengan uji berkala dilaksanakan oleh Dishub (UPKB)
• •
. •
1768
Kekurangan
Kelebihan Efisiensi waktu, biaya dan tenaga. Memudahkan konsumen karena dilaksanakan satu atap Bisa memanfaatkan fasilitas yang ada di UPKB. Memudahkan pengawasan bas!i pemerintah.
•
.
Memerlukan tambahan fasilitas, SDM dan peralatan di UPKB. Akan terjadi ketidakseimbangan antara kapasitas dengan volume kendaraan uji menimbulkan antrian di UPKB yang rentan memicu penyimpangan pelaksanaan uji.
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Uji emisi terpisah dengan uji berkala
Uji emisi menyatu dengan uji berkala dan melibatkan swasta/bengkel
•
•
• •
Akan tetjadi penyerapan tenaga ketja karena akan ada lapangan ketja baru
•
Peralatan uji bisa lebih profesional dan lebih independen. Masyarakat mempunyai altematif pilihan pelayanan sehingga tidak akan tetjadi antrian. Bisa membantu kekurangan pemerintah dalam pengadaan fasilitas, neralatan uii dan SOM.
•
• • • •
•
Akan mempersulit konsumen karena tidak dilaksanakan dalam satu proses. Tidak efisien. Memperpanjang rantai birokrasi. Butuh investasi baru untuk pengadaan lahan, fasilitas, peralatan dan SOM baru. Akan ada kecenderungan bersifat bisnis apabila aturan mainnya tidak jelas. Akan ada perbedaan kualitas uji antara satu bengkel dengan bengkel lainnya apabila belum ada ketentuan yang jelas mengenai pemeriksaan, persyaratan teknis dan ambang batasnya. Mengurangi fungsi Dishub dalam pelaksanaan uji kendaraan bermotor.
Uji emisi gas buang menyatu dengan uji berkala clan melibatkan pihak swasta clan bengkelbengkel umum yang tetap satu penanganan atau satu atap atas tanggung jawab Dinas Perhubungan Propinsi clan Dishub Kabupaten/Kota yang tetap da1ain pembinaan Ditjen Perhubungan Darat akan berdampak pada profesionalisme dan lebih independen yang merupakan harapan da1ain perubahan paradigma clan IPIEK Kondisi seperti ini sekaligus memberi peluang atau kesempatan swasta berpartisipasi atas m;as kemampuan, profesionalisme yang bertanggnngjawab clan keadilan. Namun demikian
pemerintah sebagai pernbuat kebijakan clan pengawas harus lebih transparan, akuntabel dalammembuatregulasi terdiri dari pedoman, petunjuk pelaksanaan teknis serta melakukan pengawasan secara bertanggung jawab agar sasaran menciptakan udara bersih atau mengurangi gas rumah kaca dari kendaraan bermotor tercapai. Sebagai penjabaran upaya tersebut di atas, maka SDM tenaga penguji yang profesional, peraJatan pengujian mekanis yang canggih, dana yang rukup serta mekanisme pengujian harus benar-benar dipersiapkan. Penyedia training pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor haruslah yang direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat karena ini menyangkut kepentinganclankeselamatanpublik.SekolahTinggiTransportasiDarat(SITD) Bekasiadalah sa1ah satu lembaga yang ditunjuk untuk me1akukan training PKB Ianjutan berdasarkan surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. GL1064/ 4/2/DRJD/2007 tanggal 16 Maret 'lf.JJ7 tentang Dildat Lanjutan Pengujian Kendaraan Beimotor. Hal ini haruslah terlaksana secara konsekwen, konsisten clan berkelanjutan agar dapat memberi manfaat positif bagi
masyarakat Mekanisme pengujian berkala emisi gas buang kendaraan bermotor untuk mobil pribadi clan sepeda motor yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota sebagai
berikut
1769
Pernilik Kendaraan
Dinas Phb Kab/Kota
l~~~~~!..~.~~.-.:~~~~~~~~~!Dispenda/Samsa1 4 -
'---~~~~~~----'~~~~~~~~---'
Mengisi Forrnulir ..-'\. Perrnohonan Uji Ernisi L..../
Mendokumentasikan
:
Data Kendaraan
~
,.-·'
----------
~-------
Peng~j~an '-....~ Enus1
Dilakukan
~ Perbaikan
Diberikan Sertifikat
Aturan untuk pengujian swasta dan bengkel-bengkel resmi tertunjuk melakukan pengujian emisi gas buang haruslah berdasarkan apa yang telah dilakukan untuk pengujian yang dilakukan pemerintah. Sertifikat kompetensi pengujian kendaraan bermotor dikeluarkan dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat
PENUTUP A. Kesimpulan
1. Pengujian emisi gas buang kendaraan bennotor sebagai suatu sistem yangintegralistik antara penguji, alat uji dan prosedur pengujian yang bertujuan menjamin kesehatan manusia dan lingkungan masih menghadapi kendala kelembagaan, jum1ah dan kualitas peralatan, SOM yangprofesional dansistem prosedur sehinggakinerjanya belumoptimal, terlebihlagiapabila diterapkan peraturan bahwa semua k.endaraan bennotor akan wajib uji 2. Pemerintah dituntut dalam kondisi unggul, handal dan terpercaya artinya rnampu mewujudkan perubahan berskala besar dan beketja inovatif dan proaktif terhadap tuntutan masyarakat. 3. Uji berkala yaitu KM.71 Tahun 1993 masih bersifat sentralistik artinya belum mengadop konsep otonomi daerah, hal ini masih memerlukan penyelesaian segera agar tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. B.
Saran
1. Perlu melengkapi peralatan uji emisi yang canggih dan presisi dengan dana dari berbagai sumber, dan SDM profesional atau terakreditasi sesuai kebutuhan pada masing-masing unit pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor. Peralatan pengujian dikalibrasi secara teratur agar tetap memberi hasil pengukuran yang presisi
1770
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
2. Melakukan pengawasan lebih ketat clan penert:ihm operasi kendaraan bermotor yang ernisi gas buangnya melampaui ambang batas supaya semua merasa penting me1akukan uji ernisi gas buang kendaraan bermotor dalam rangka menjaga kualitas udara Dalam perpanjangan SINKkendaraanharus lulus uji ernisisebagai bagian tanda laik operasi Petugas pengawasan di lapangan dilengkapi berbagai fasilitas termasuk peralatan chek ernisi 3. Memanfaatkanlaboratorium uji emisi yangtelah diakreditasi baik rnilik pemerintahseperti LTMP Puspiptek Serpong maupun milik Agen Tunggal Pemegang Merek, dan laboratorium prinsipal di negara asa1 untuk meningkatkan kualitas pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor. 4. Terns mengingkatkan koordinasi dan kerjasa antara seluruh instansi terkait dengan pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor untuk kelancaran pengujian, mernberikan masukan umpan balik, memperbaiki dan menyempurkan sistem dan prosedur kerja sesuai perkembangan teknologi dan tugas yang diemban 5. Tidak tertutup kemungkian dituntutnya pengujian kendaraan bermotor karena hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan.
DAFfAR PUSTAKA Asian Least-Cost Greenhouse Gas Abatement Strategy (ALGAS), 1997. Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaea. Jakarta.
Badan Litbang Perhubungan, 2007. Studi Kelembagaan Pengujian Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Jakarta. Juli Sumirat Slamet, 1996. Kesehatan Lingkungan Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Kementerian Lingkungan Hidup, 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141Tahun2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi, KlH, Jakarta. KementerianNegara LingkunganHidup,2006. PeraturanMenteriNegara LingkunganHidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor lama, KIH, Jakarta Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2W. Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim, Jakarta. Margono, 1996. Kamus Lingkungan Hidup. BAPEDAL. Jakarta. UNEP, 1990. The Kyoto Protocol to The Convention on Climate Chance.. Geneva. Switzerland. Regional Workshop on Climate Change. Vulnerability and Adoptation in Asia and The Pacific. Manila. Philippines.15-19 Juni 1996 The Kyoto Protocol to The Convention on Climate Chance. UNEP. Geneva. Switzerland .1990
1771
Regional Workshop on Climate Olange. Vulnerability and Adaptation in Asia and The Pacific. Manila. Philippines.15-19 Juni 1996 Undang-undang Norn.or 14 Tahun 1992 tentang l.alu Llntas dan Angkutan Jalan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Ketja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Llngkungan Hidup Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi *)
Lahir14Juli 1946 diPorsea. Sarjana TekniklndustridariFTUSUMedan 1975. MagisterSainsdari Universitas Indonesia Jakarta 1991. Staf pengajar Ff UNKRJS danFf USNI Jakarta. Peneliti Utama di Badan Litbang Perhubungan.
1772
Volume 20, Nomor lZ Tahun 2008
KAJIAN EVALUASI KECELAKAAN PADA PERLINTASAN KERETA API DAN UPAYA PEMECAHANNYA Purwoko*) Noviyanti **) ABSTRAK
Dal.am upaya menekan tingkat kecelakaan pada perlintasan sebidang antara kereta api dengan lalu lintas jalan, maka sangat penting diketahui ~bah utamanya. Penyebab ufrl:ma kece~ ~ perilaku pengemudi yang kurang disiplin dan terkait merebaknya dengan perlzntasan sebidang tidak resmz. Upaya meningkatkan disiplin para pengemudi kendaraan bermotor pada lalu lintas angkutan jal.an di perlintasan sebidang, maka perlu mempengaruhi perilakunya dengan cara teori advokasi melalui promosi dan sosialisasi, baik sosial.isasi secara langsung maupun tidak langsung, ten.tang peraturan lalu lintas kereta api yang terkait dengan kecelakaan pada perlintasan sebidang. Untuk menciptakan suatu tingkat keselamatan yang tinggi bahkan tidak terjadi kecelakaan (zero accident). Untuk menghindari kecelakaan pada perlintasan sebidang dida1am undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 pasaJ. 91 ayat (1), bahwa perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang,
sehingga apabi1a masih terdapat perlintasan sebidang, maka kereta api mendapat prioritas berjalan dan pemakai jalan menunggu sampai kereta api lewat. Selain itu perlu penataan perlintasan sebidang melalui pembuatan fly urer dan under pass dan menertibkan perlintasan tidak resmi. Kata kunci : Kecelakaan pada Perlintasan Sebidang
PENDAHULUAN Perlintasan sebidang merupakan salah satu ti.tik rawan tetjadinya kecelakaan tabrakan antara kereta api dengan kendaraan bermotor. Kecelakaan yang terjadi pada perlintasan, mengakibatkan merenggut banyak korban baik nyawa manusia dengan kerugian material yang sangat ti.nggi. Selain itu berdampak pada gangguan lalu lintas baik pengguna jalan rel maupun lalu lintas jalan. Dampak kemacetan lalu lintas cul
1773
/
rnasih t~~dapat perlintasan sebidang, rnaka kereta api rnendapat prioritas berjalan dan pernakai Jalan rnenunggu sarnpai kereta api lewat
~ntuk ~enekan tingkat kecelakaan pada perlintasan kereta api, rnaka sangat penting dik~tahw peny~bab ~tarna terjadinya kecelakaan dan berupaya pemecahan masalahnya. Sehingga kerugran hilangnya waktu, energi dan faktor psikologis dapat dihindari sedini rnungkin, tidak berkelanjutan terjadinya kecelakaan pada perlintasan sebidang. Maksud kajian ini adalah dalam rangka rnenernukenali terjadinya kecelakaan, kereta api tabrakan dengan angkutan jalan di perlintasan sebidang, sedangkan tujuan kajian ini adalah untuk rnencegah atau menekan tingkat kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang. Ruang lingkup kajian ini dibatasi oleh peri1aku pengernudi yang mengakibatkan kecelakaan kereta api tabrakan dengan angkutan jalan di perlintasan sebidang, meliputi: 1. Inventarisasi kecelakaan kereta api di perlintasan sebidang; 2. Inventarisasi pintu perlintasan; 3. Identifikasi perrnasalahan penyebab utarna kecelakaan Pokok Perrnasalahan tingkat kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang cenderung rneningkat dari tahun ke tahun, belum bisa ditekan atau berkurang bahkan dihindari. Sedangkan hasil yang diharapkan dapat rnenekan tingkat kecelakaan di perlintasan sebidang bahkan tidak terjadi kecelakaan (zero accident). METODOLOGI Pernecahan masalah dalam kajian ini rnenggunakan metodelogi pendekatan peran serta rnasyarakat untuk berperilaku tertib dan disiplin dalam berlalu lintas yang terkait pada perlintasan sebidang. Berkaitan dengan keselamatan di perlintasan sebidang terdapat unsur yang sangat penting menyangkut pihak ketiga, dimana hal tersebut mernerlukan advokasi, prornosi dan sosialisai keselarnatan untuk mendapatkan partisipasi dan dukungan rnasyarakat dari semua pihak. Bergulirnya undang-undang yang baru tentang perkeretaapian, rnaka mono operator telah berakhir dan saat ini berlaku multi operator dimana peran pemerintah daerah, swasta dan rnasyarakat sangat penting. Terkait hal tersebut pada pasal 172 butir (a) rnasyarakat berhak rnemberi masukan kepada pemerintah, penyelenggara prasarana perkeretaapian, dan penyelenggara sarana perkeretaapian dalarn rangka pembinaan, penyelenggara, dan pengawasan perekeretaapian. Untuk menjaga ketertiban, keamanan dan keselamatan penyelenggara perkeretaapian, masyarakat wajib pula terlibat dalam hal ini, ti.dak terkecuali untuk perlintasan sebidang yang sering terjadi kecelakaan tabrakan antara kereta api dengan angkutan jalan yang sering mernakan korban jiwa dan harta. Pola Pikir dan tahapan dalam penyelesaian masalah kajian sebagai berikut : 1. Instrumental Input, undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian peran pemerintah daerah, swasta dan masyarakat dalam keikutsertaannya untuk
1774
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
penyelenggaraan kereta api, terutama tentang ketertiban, keamanan dan keselamatan petjalanan kereta api; 2. Input, kondisi perlintasan sebidang saat ini terkait dengan lalu lintas jalan sering tetjadi kecelakaan tabrakan kereta api dengan kendaraan bermotor; 3. Subyek, lembaga yang terkait adalah lembaga pembina, ~ teknis dan operator penyelenggara serta pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam keselamatan penyelenggaraan kereta api; 4. Obyek, tingginya tingkat kecelakaan pada perlintasan sebidang yang melibatkan kereta api dengan angkutan jalan; 5. Metode, ana1isis penyelesaian kajian menggunakan pendekatan deskriftip kualitatif terhadap permasalahan, dengan pendekatan prilaku manusia dengan cara advokasi, promosi dan sosialisasi; 6 Putput, menekan tingkat kecelakaan di perlintasan sebidang tabrakan antara kereta api dengan kendaraan bermotor; 7. Out Come, keselamatan petjalanan kereta api dan lalu lintas jalan pada perlintasan sebidang lancar; 8. Environmental Input, masyarakat turut serta menjaga keamanan dan ketertiban petjalanan kereta api
LANDASAN TEORI Advokasi adalah suatu usaha yang sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesak tetjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap maju semakin baik. Hal ini suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi dalam sistem berlaku.
Secara umum tujuan advokasi adalah suatu upaya terencana untuk memperoleh komitmen dan dukungan kebijakan, sumber daya, kemudahan dan ketertiban seluruh jajaran masyarakatmelalui proseskomunikasi yangefektif. Advokasidapatmembantu subyekdalam beberapa hal antara lain : -
Mempetjelas pandangan dan keinginan; Mengungkapkan pandangan secara efektif dan tepat; Diperolehnya informasi dan nasihat yang indenpenden dan akurat;
-
Merundingkan dan menyelesaikan konfilk.
Untuk mencapai sasaran advokasi melalui proses promosi dan sosia1isasi, berbagai alat atau media yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada masyarakat, untuk mematuhi ketentuan yang berlaku pada perlintasan sebidang.
LANDASAN HUKUM 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor Z3 Tahun 2fXll tentang Perkeretaapian;
1775
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Sarana dan Prasarana kereta api; 4.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 22 Tahun .aXX3 tentang Pengoperasian Kereta Api;
5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional. GAMBARAN UMUM Perlintasan sebidang antara jalan rel dengan jalan raya merupakan fenomena yang sangat unik di bidang transportasi, sebab masing-masing moda tersebut memiliki sistem prasarana yang berbeda serta sarana yang dioperasikan dengan sistem yang berbeda juga. Dari kedua moda transportasi tersebut masing-masing memiliki undang-undang tersendiri, dari sisi pengelola dan penanggung jawab berbeda juga. Apabila kedua moda transportasi dengan karakteristik yang berbeda tersebut bertemu pada pintu perlintasan (level crossing), daerah tersebut memiliki resiko tinggi Pertemuan antara dua moda tersebut berpotensi terjadinya kecelakaan yaitu tabrakan antara kereta api dengan angkutan jalan. Perkeretaapian yang operasinya dapat dikontrol merupakan sebagian permasalahan sedangkan sebagian permasalahan lainnya yaitu kendaraan jalan raya, dimana sepenuhnya tidak mampu di kontrol oleh satu entitas. Meskipun peraturan lalu lintas dan standar desain jalan raya dianggap sudah rukup mapan, namun pergerakan pengguna jalan tidak diorganisir dan dipantau oleh satu entitas spesifik seperti halnya pergerakan kereta api. Kecelakaan perlintasan sebidang mengakibatkan tewas atau terluka serius kepada para pengguna jalan raya atau penumpang kereta api Selain kerugian tersebut juga memberikan beban finansial yang berat akibat kerusakan dan kerugian harta benda, bahkan armada serta terhentinya pelayanan KA maupun angkutan jalan untuk sesaat akibat kecelakaan tersebut DATA DAN INFORMASI Kecelakaan kereta api atau p eristiwa luar biasa tersebut (PLI-I) terdiri dari tabrakan kereta api dengan kereta api, tabrakan kereta api dengan kendaraan bermotor, anjlogan/ terguling, banjir/longsor dan lain-lain. Dewasa ini dalam pengoperasiannya kereta api sering terjadi suatu kecelakaan, akibat dari suatu kecelakaan mengakibatkan korban jiwa yang meninggal, Iuka berat dan Iuka ringan. Pada tahun 2000 sampai dengan 2006 kecelakaan tertinggi adalah anjiogan/ terguling betjumlah 531, kejadian atau rata-rata pertahun 76 kejadian, urutan kedua katagori IainIain yaitu 256 kejadian rata-rata pertahun 37 kejadian. Sedangkan tabrakan kereta api dengan kendaraan bermotor betjumlah 220 kejadian atau rata-rata 31 kejadian pertahun dan urutan kempat banjir/Iongsor betjumlah 59 kejadian rata-rata pertahun 8 kali kejadian, urutan kelima tabrakan KA dengan KA berjumlah 46 kejadian atau rata-rata 7 kali kejadian. Terkait dengan kecelakaan pada perlintasan sebidang sebagai acuan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah melalui Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi sangat konsen, dimana dalam rapat koordinasi Traffic Board tentang upaya pencegahaan kecelakaan lalu lintas pada perlintasan sebidang tanpa palang pintu, digagas tim terpadu untuk mengatasi
1776
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
permasa1ahan tersebut Dalam pembentukan tim akan melibatkan lintas sektoral, yaitu terdiri Poida Jateng, Dishubkomifo Jateng, Pf. KA (Persero) Daop N Semarang clan Bina Marga. Data clan informasi Daerah Operasi N Semarang, jumlah perlintasan sebidang yang ada pada saat sekarang sebanyak 623 buah perlintasan, 90 pintu perlintasan ~esmi dijaga. Sedangkan yang tidak resmi tidak dijaga berjumlah 428 buah dan yang .liar 114 buah perlintasan. Dengan panjangan jaringan 417 kilometer, maka rata-rata setiap 660 meter terdapat perlintasan sebiclang. Jumlah kecelakaan kereta api selama enam tahun sebanyak 1.102 ka1i, dari kejadian tersebut jum1ah meninggal dunia 523 orang atau pertahun rata-rata 75 orang, Iuka berat sebanyak 688 orang atau rata-rata pertahun 98 orang, seclangkan Iuka ringan berjumlah 582 orang atau rata-rata pertahun 83 orang. Untuk Iebih jelasnya pada tabel 1. Tabel 1. Kecelakaan Kereta Api (PlH) Tahun 2000-2006 Rata-
Tahun Katagori Tabrakan kereta api dengan kere ta api Tabrakan Kereta api dengan Ken daraan bermotor Anjlog/ terguling Banjir/longsor
Jumlah
rata
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
11
7
6
1
7
9
5
46
7
25
19
58
57
31
10
20
220
31
64
54
69
80
90
99
75
531
76
10
10
12
7
4
3
3
59
8 37
Lain-Iain
12
7
86
72
38
29
12
256
Jumlah
122
97
231
217
170
150
115
1.102
Meninggal dunia
89
128
76
72
78
35
45
523
75
Luka berat
71
156
114
104
87
85
71
688
98
Luka ringan
93
114
60
122
33
109
51
582
83
250
298
198
229
167
1.793
Jumlah
253
398
Sw11ba . Kantor Pusat PT. KA (Persero) Bandung
ANALISIS Keseiamatan transportasi kereta api merupakan salah satu bagian arah kebijakan pembangunan perkeretaapianmenyongsongpembangunan jangka menengahnasional 2010 - 2014. Terkait hal tersebut di dalam undang-unclang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun '2ID7 tentang perkeretaapian, pada pasal 173 berbunyi Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban, keamanan clan keselamatan penyelenggaraan perkeretaapian, tidak terkecuali keselamatan pada perlintasan sebiclang. Untuk mewujudkan sasaran pembangunan jangka menengah tersebut, diperiukan suatu keselamatan yang meliputi :
A. Penurunan Kecelakaan Kecelakaan tabrakan kereta api dengan kendaraan bermotor pada perlintasan sebidang setiap tahun mengalami peningkatan. Meningkatnya terjadi suatu kecelakaan di akibatkan oleh merebaknya perlintasan sebiclang baik jalan negara, propinsi clan kabupaten. Se1ain ketiga jalan tersebut pada daerah pedesaan perlintasan sebiclang yang tidak mendapatkan suatu perizinan merebak jumlahnya, sebagai ilustrasi adalah Jumlah pintu perlintasan kereta
1777
api yang dapat diinventarisir baik yang resmi dijaga maupun resmi tidak dijaga clan liar, pada tahun 2008 untuk Daop ill Cirebon, Daop N Semarang, Daop V Purwakerto clan ~~op VI Yogyakarta berjum1ah 1.482 buah pintu perlintasan, status dijaga 274 buah, tidak dijaga 992 buah clan perlintasan liar 216 buah. Sernakin meningkat pintu perlintasan tidak dapat dikendalikan jumlahnya, meningkatjuga terjadinya kecelakaan pada pintu perlintasan. Perjalanan kereta api terkait dengan jadwal dan jalan rel (track bound), maka untuk menciptakan keselamatan pada perlintasan sebiclang kereta api mendapat prioritas berjalan terlebih dahulu clan pemakai jalan atau lalu lintas jalan menunggu sampai kereta apilewat Merebaknya pintu perlintasan cenderung mengunclang tingkat kecelakaan semakin tinggi, hal ini terbukti pada tujuh tahun terakhir hasil inventarisasi data yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 jumlah tabrakan kereta api dengan kendaraan bermotor berjum1ah 220 ka1i atau rata-rata pertahun 31 kali kejadian Maka kondisi dernikian hanya perilaku pengemudi kendaraan bermotor sajalah yang mampu menekan tingkat kecelakaan di perlintasan sebiclang. Pintu perlintasan kereta api resmi dijaga tidak menutup kemungkinan tabrakan antara kereta api dengan kendaraan bermotor tidak bisa dihindari. Karena hal ini dipengaruhi oleh sikap perilaku para pengemudi yang kurang terpuji, sebab pengguna jalan atau lalu lintas jalan yang menerobos pintu perlintasan tanpa memperdulikan tanda bahwa kereta api akan lewat, clan walupun secara jelas-jelas pintu perlintasan sudah atau sedang ditutup. Maka untuk mencegah tingginya kecelakaan pada perlintasan sebidang, perlu dilakukan mempengaruhi perilaku manusia dengan cara : 1. Advokasi pada tingkat makro upaya mempengaruhi terhadap perilaku masyarakat pengguna perlintasan untuk meningkatkan pengetahuan, pengkondisian perubahan sikap dan perubahan prilaku masyarakat untuk berpartisipasi aktif da1am menciptakan budaya keselamatan (safety behavior) di perlintasan. Selain perubahan sikap dan perubahan perilaku, advokasi bertujuan menggalang keterlibatan masyarakat dalam upaya keselamatan di perlintasan. Dalam upaya advokasi ditingkat makro perlu diperhatikan khalayak dengan sasaran baik primermaupunsekunder ataukelompokyang berpengaruh dikalanganmasyarakat Upaya mempengaruhi peri1aku para pengemudi untuk taat kepada ketentuan yang berlaku, dimana pada waktu kereta api melintas, kendaraan bermotor yang akan lewat pada perlintasan untuk berhenti terlebih dahulu rnemberikan kesempatan kereta api lewat atau menunggu situasi sudah aman. Secara umum advokasi ditingkat umum bertujuan untuk merangsang keterlibatan masyarakat dalam upaya pembentukan budaya keselamatan di perlintasan sebidang, secara khusus, tujuan advokasi ditingkat makro adalah: a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang masalah di perlintasan, peraturanperaturan serta ketentuan lainnya yang menyangkut keselamatan di perlintasan sebidang; b. Pembentukan sikap positif terhadap keselamatan di perlintasan sebidang; c. Perubahan perilkau masyarakat yang kondusif untuk keselamatan di perlintasan sebidang;
1778
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
d Meningkatkan keterlibatan/ partisipasi masyarakat dalam menunjang budaya .keseJamatan di perlintasan sebidang. 2. Promaii dan Soc;ialisasi suatu upaya memberikan informasi kepada masyarakat, untuk mengajak peran serta masyarakat meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang dengan metode dan teknik antara lain :
a. Penyuluhanatau tatap muka tmtuk mendapatkan penjelasan tentang perkeretaapian terkait dengan kese1amatan; b. Penyebaran media cetak, seperti poster, leaflet, brosure dan lain sebagainya;
c. Penggunaan media elektronik. seperti 'IV, Radio, Situs Internet;
d Penggunaan media tradisional sesuai dengan kondisi masyarakat setempat Darikeempatmetode dan teknik promooi dansosialisasi tersebut, upaya memberikan informasi tentang peraturan perjalanan kereta api pada perlintasan sebidang terkait dengankese1amatan, baik tmtukkereta api danlalulintas jalan da1am upaya menekan tingkat kerugian jiwa dan harta serta armada Pelaksanaan sooialisasi dapat diiaksanakan dengan dua cara yaitu sosialisasi secara Jangmmgdan tidaklangsung. Untukpelaksanaansosialisiasilangsung dalamberbagai benbJkdiantaranyamelalui penyuluhan,seminar, workshopmanajemenkeselamatan di perlintasan kereta api, pertemuan-pertemuan internal dengan kelompok masyarakat sekitar perlintasan, pengguna jalan, lembaga pendidikan, maupun Imtitusi lokal yang ada Sedangkan sosialisasi tidak langsung dengan menggunakan medium rambu-~ leaflet, poster, buku petunjuk keselamatan, spanduk dan media cetak.
B. Pemmman Jumlah Perlinlasan Sebidang Dida1am undang-undang Ncnu 23 TalnmmJ tmtmg perkeretaapian, sudah je1as disebutkan JDia ptsa191 ayat (1) OOhwa perpotongan antara jalur kereta api dan ja1an dibuattidak sebidang. Untuk meagurangi dan meniadakan per1intasan sebidang perlu diadakan kerjasama dengan penuinlah daerah, da1am perenranaan jaringan ja1an sehingga dalam pembangunan jalan JDia ietinla&m dengan angkutan ja1an per1u dibuat fly arer atau under fXlSS· Perlintasan sebidang yang saat ini merebak perkembangannya di daerah pedesaan yang tidak resmi perlu ditutup, hal ini terkait pasa194 ayat (1) untuk keselamatan petjalanan kerelaapidan pemakaijalan, perlintasansebidangyangtidakmempunyaiizinharus ditutup. Memperpanjang jarak pintu lintasan antara satu pintu perlintasan dengan pintu perlintasan yang lainnya dengan cara menyatukan perlintasan, dimana yang jaraknya kurang satu kilometer. Sebagai contoh panjang jaringan kereta api pada daerah operasi IV semarang meliputi 417 kilo meter rata-rata setiap 660 meter terdapat perlintasan Karena saat sekarang terdapat 633 pintu perlintasan baik dijaga, tidak dijaga dan liar, status liar saat ini mencapai 213 pintu perlintasan. Terkait dengan upaya menekan merebaknya perlintasan sebidang, maka perlu menerapkan suatu peraturan yang telah berlaku dengan secara penuh dan tepat sasaran. Penegakan
1779
h~ perlu ~ sangat segera dibidang perkeretaapian yang terkait dengan perlintasan seb1dang, terutama dalam mernbangun jalan, jalur kereta api khusu, terusan, saluran air dan prasarana lainnya yang melintas pada jalan kereta api
Dari beberapa ha1 tersebut telah diatur dalam pasal 201 undang-undang Perkeretaapian yang berbunyi sebagai berikut : setiap orang yang membangun jaJan, jalur kereta khusus, terusan, saluran air, dan/ a tau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan, perpotongan, atau persinggungan dengan jalan kereta api umum tanpa izin pemilik Prasarana Perkeretaapian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda pidana paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), maka untuk pelaksanaannya perlu advokasi, promosi dan sosialisasi agar masyarakat memahami. Pendekatan dalam advokasi diupayakan dengan sangat bijak, dimana untuk melaksanakan peraturan yang berlaku agar tidak menirnbulkan konflik dan kesalah pahaman. Apabila advokasi ditujukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat luas terhadap perilaku keselamatan, maka pendekatan yang paling cocok adalah Public Interest Approach, hal ini yang lebih efektif lagi melalui tokoh-tokoh masyarakat dan ISM yang mewakili masyarakat PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Kecelakaan pada perlintasan sebidang diakibatkan merebaknya perlintasan sebidang tidak resmi baik pada jalan negara, propinsi dan kabupaten, bahkan dipedesaan dan tidak menutup kemungkinan bahwa perlintasan sebidang yang resmi di jaga terjadi kecelakaan; 2. Kurang taatnya para pengemudi kendaraan bermotor mentaati peraturan yang berlaku pada perlintasan sebidang, bahkan tidak memahami peraturan perjalanan lalu lintas kereta api dan lebih parah lagi tidak memperhatikan terhadap keselamatan nyawa diri sencliri dan orang lain
B. Saran 1. Menertibkan perlintasan sebidang tidak resmi dan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk pembangunan fly over atau under pass, terhadap perlintasan-perlintasan sebidang yang saat sekarang sudah ada. Selain itu perlu penataan terhadap lintasan yang rawan terhadap kecelakaan. 2. Perlu sosialisasi terhadap masyarakat tentang peraturan perjalanan kereta api di perlintasan sebidang terkait dengan keselamatan Sehingga masyarakat memahami akan resiko yang dihadapi dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
1780
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pengoperasian Kereta Api; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Massal
(Sistranas). ")
Lahir di Semarang, 8 Juli 1961, Sarjana Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Terbuka 1988, Peneliti Bidang Tran.sportasi Darat
**) Lahir di Cianjur, 25November1956, Sarjanan Administrasi Negara, Universitas Terbuka Tahun 2000, saat ini beketja di Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan sebagai PenelitiPertama BidangTran.sportasi Darat
1781
KAJIAN PENANGGULANGAN DCELAKAAN PELAYARAN DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA 'Willem Nikson.S *) ABSTRAK
Kejadian kecelakaan pelatjaran di Indonesia dalam bererapa tahun terakhir ini menunjukka.n lemahnya rx:nanggulangan kecelakaan pelatjaran di wilatjah perairan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tmgkat perkembangan kecelakaan pelatjaran rata-rata per tahun sejak tahun 2002 sd tahun 2006 sekitar 14.12%. Tentunya kejadian kecelakaan pelayaran tidak semata-mata terjadi dengan demikian saja, karena proses bagaimana moda transportasi laut dioperasikan untuk melakukan kegiatan pemindahan barang, penumpang dan hewan melalui suatu pelayaran ke tempat tujuannya tentunya melalui suatu proses atau tahapan yang tidak mudah karena melz'batkan beberapa faktor seperti perangkat lunak, perangkat keras, lingkungan/alam dan manusia. faminan terhadap penyelenggaraan angkutan yang aman, nyaman dan men-yenangkan sangat tergantung dari kepekaan dan kepedulian para pelaksana atau pelaku dan penentu kebijakan (regulator) terhadap situasi yang terjadi di lapangan. Dengan demikian mencapai hal tersebut tentum1a kewajiban Pemerintah untuk menyediakan dan menjamin penyelenggaraan keselamatan sarana dan prasarana transportasi laut yang aman, nyaman, lancar dan menyenangkan bagi pengguna jasa. Oleh karena itu kecelakaan pelayaran tidak terjadi secara kebetulan dan mendadak melainkan melalui suatu proses akumulasi dari kegagalan faktorfaktor perangkat lunak, perangkat keras, lingkungan/alam dan manusia yang pad.a mulanya bersifat laten, kemudian berkembang menjadi kegagalan aktif dan berakhir dengan kerugian atas harta benda dan jiwa manusia. Bagaimana saat ini dan kedepanm1a menghindari atau meminimasi agar frekuensi kecelakaan pelm;aran tidak semakin meningkat melalui penataan penanggulangan kecelakaan pelayaran yang lebih optimal sehingga memberikan kenyamanan bagi semua pihak yang terlz'bat dalam penyelenggaraan kegiatan jasa pelat;anan angkutan di perairan Indonesia .. Kata Kunci : Penanggulangan, Kecelakaan Pelat;aran PENDAHULUAN Kata negara, kata tanah-air dalain beberapa istilah bahasa Indonesia ada1ah kata yang secara jelas mencerrninkankondisifisik geografis Indonesia Secara lengkap Indonesia memiliki dua sisi cerminan tersebut dibanding negara lainnya, karena Indonesia merniliki tanah yang berupa pulau-pulau dan air yang meliputi teluk, selat dan laut Wilayah daratan saat ini terdiri dari beribu-ribu pulau lebih kurang 17.506 dan sebanyak 11.801 pulau belum memiliki nama. Pulau-pulau tersebut tersebar mulai dari Aceh di wilayah barat sampai Papua di wilayah timur serta wilayah selatan mulai Jawa hingga Nusa Tenggara sampai mendekati gugusan kepulauan Philipina di sebelah utara. Seluas 1.8 juta Km2 dikelilingi oleh wilayah perairan laut teritorial dan Zona Ekonorni Eksklusif seluas 6.1 juta Km2 atau 2/3 dari luas wilayah yang ada. Indonesia adalah negara rnaritim dan atau negara kepulauan terbesar di dunia, sudah sejak lama kepulauan Indonesia dijadikan perlintasan transportasi dunia dan ramai dilalui sarana atau moda transportasi yang menghubungkan antar benua. Disamping itu sebagai
1782
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
penghubung antar kota dan pulau, juga memiliki berbagai ragam ke~yaan yang menjadi tumpuan harapan masa depan kesejahteraan rakyat Oleh karena itu sudah sepatutny~ perlu diatur dan dikelola secara profesional untuk kepentingan bangsa dan negara, dan aspek pertahanan, keselamatan terhadap kegiatan pengangkutan barang, penumpan~ hewan di wilayah yuridiksi penriran Indonesia dengan menggunakan moda transportas1 laut Terganggunya keselamatan transportasi laut beserta lingkungannya menyebabkan kehilangankesempatanda1ammeraihdevisakhususnyadariaktivitastransportasilaut~ keselamatan tersebut sangat mempengaruhi usaha pembangunan negara dan bangsa Jru. Belajar dari beberapa pengalaman pahit atas kejadian musibah dan kecelakaan moda transportasi laut yang banyak merenggut jiwa, harta dan korban banyak da1am beberapa tahun belakangan ini, dimana frekuensi kecelakaan moda transportasi laut sejak tahun 2000 sebesar 68 frekuensi sd tahun 2006 meningkat menjadi 120 frekuensi, bila di rata-ratakan per tahunnya menunjukkan tingkat perturnbuhan kecelakaan ,oda transportasi laut sekitar 14.12% maka pertanyaannya bagaimana sebenamya pelaksanaan penanggulangan kece1akaan pelayaran di Indonesia selama ini. ~ kini hampir seluruh negara tidak terlepas dari berbagai aturan konvensi intemasional, di
rnana Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memfasilitasi pendirian organisasi intemasional yang
berkaitandengankese1amatandankeamanantran.5portasi.Dilndonesiarnottotersebutdipandang negara-negara anggota tidak terealisasi dengan bail<. Hal ini dikaitkan dengan berbagai permasa1ahan sering terjadinya kecelakaan pelayaran termasuk keamanan pelayaran, sehingga semakinmen:uatdilndonesia yang dianggap tidak dapatmenjaminkeselamatan dankeamanan aktivitas transportasi laut, termasuk bagaimana melaksanakan penegakan hukum di laut dikatakantidakadakejelasansiapi yangsebenarnyarnemilikikewenanganme1akukanpenegakan hukum di Iaut atas segala perma.sa1ahan keselamatan dan kearnanan pelayaran Pada sisi lain salah satu dimensi refonnasi pemerintahan yang memberikan dampak besar dan meridasar adalah desentralisasi kewenangan pemerintah pusat dalam wujud otonorni daerahsebagairnana telah dituangkandalam Undang-undang Nomor 22Tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Norn.or 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah beserta segenap peraturan pelaksanaannya. Konsekuensi Undang-undang Nomor 22 Tahunl999, daerah menuntut ikut serta melakukan berbagai kegiatan dibidang transportasi, seperti berbagai perizinan aktivitas transportasi, usaha penunjang peralatan/fasilitas transportasi, pembangunan prasarana transportasi, dan yang terkait lairmya. Perubahan tata pemerintahan beserta kewenangannya tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah merubah paradigma penyelenggaraan transportasi ~onal yangdipedomaniselamaini,antaralain yang berkaitandengan perumusankebijakan keselamatan dan keamanan transportasi yang tidak begitu saja dapat dikapling-kapling menjadi bagian tugas dan hmgsi kebijakan desentralisasi karena setiap aktivitas transportasi khususnya laut dan udara sangat terkait dengan konvensi internasional. Hal ini tentunya menjadikan suatu pertimbangan juga terhadap penanggulangan kecelakaan pelayaran, mengingat dukungan pemerintah daerah atas keselamatan dan kearnanan pelayaran sangat diharapkan bukan terkotak-kotak tetapi merupakan satu kesatuan nasional dalam mendukung dan memfasilitasi penataan penanggulangan kecelakaan pelayaran dalam upaya merninimasi tingkat kecelakaan pelayaran selama ini.
1783
POLAPIKIR
Kajian ini bertujuan tersusunnya kebijakan mengenai penanggulangan kecelakaan pelayaran di ~donesia yang meliputi pengembangan aspek peraturan perundang-undangan, kelembagaan, sistem dan prooedur, sarana dan prasarana dan SOM (Gamlm 1 rnenjelaskan Pola Pikir Kajian) TEKNIK ANALISIS PERMASALAHAN
Ana1isis perrnasalahankajianinimenggunakan pendekatananalisis deskriptif, analisiskebijakan, yang menghasilkan rumusan kebijakan penanggulangan kecelakaan pelayaran nasional. Peraturan Perundangan Terkait Transportasi Laut (Nasional dan lntemasional)
Subyek
Tidak Optimalnya Penanggula ngan Kecelakaan Pelayaran
• Dep.Per hubungan • Adpel • Maskapai Pelayaran
Obyek • Regulator (Kebijakan, Pendidikan, Rekruitrnen, Koordinasi); •Operator/ Perusahaan • Pelaut/SDM. • Faktor Teknis • Faktor Alam
Metoda •TRIPOD/ Type Kegagalan Umum (Hudson, 1991) • Analisis Kebijakan
Tertatanya Penanggula ngan Kecelakaan Pelayaran
Aman, NyarnanDan Lancamya Kegiatan Pengangkutan Harang, Penumpang DanHewan
D Peluang dan Kendala Gambar 1. Pola Pil
DATA DAN ANALISIS
1. Kecelakaan Pelayaran a. Kejadian Kecelakaan Kapal Kejadian kecelakaan 1aut tidak hanya menimpa kapal tengge1am saja, tetapi banyak karena tabrakan kapal Ada 2 aspek yang dapat ditarik dari kejadian kecelakaan kapal, yaitu kerugian akibat jiwa dan materi, serta menurunnya kepercayaan kepada pemerintah selaku penyelenggara transportasi laut sekaligus kontra produktif bagi pengembangan armada nasional. Selama periode 32 tahun sejak tahun 1975 sampai 2007 telah terjadi kecelakaan kapal, sebagai berikut : 1) Tahun 1975, Januari 1975 kandasnya kapal tanker Showa Maru dan tabrakan kapal Isugawa Maru dengan Silver Pa1ace. 2) Tahun 1979, 20 Desember 1979 kecelakaan Kapal Tanker Chaya Maru di pelabuhan Buleleng Bali; 8 Pebruari 1979 Kapal Tanker Golden Win bocor di pelabuhan lliokseumawe. ·
1784
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
3) Tahun 1981, 27 Januari 1981 Musibah KMP Tampomas II. Kejadian yang dimulai terbakarnya kapal tanggal 25, merupakan tragedi terbesar saat itu dengan korban diperkirakan 431 orang tewas. 4) Tahun 1992, 20Sepernber1992 tabrakan Kapal Nagasaki Spirit dengan Kapal Tanker Ocean Blessing diSelat Malaka pada tanggal yangmenumpahkanminyak sebanyak 13.000 ton 5) Tahun 1993, Januari 1993 Kapal Tanker Maersk Navigator kandas di pintu masuk Selat Malaka; 6) Tahun 1994, 4 April 1994 Kapal Tanker MV Bandar Ayu bertabrakan dengan Kapal Ikan Tanjung Pennata III di Pelabuhan Cilacap
7) Tahun 1997, 13 Oktober 1997 Kapal Pengangkut Minyak Bumi Thai, Orapin Global bertabrakan dengan Kapal Tanker Evoikos di Selat Singapura 8) Tahun 2000, 3 Oktober 2000 kandasnya kapal tanker MT. Natuna Sea di karang Batu Berhanti dekat P. Sambu; 1 April 2000 kandasnya kapal tanker MT. King Fi.Sher berbendera Malta di Pantai Teluk Penyu Cilacap dengan menumpahkan minyak 4.000 barel 9) Tahun 2003, 23 September Kecelakaan Kapal Pagaruyung 05, di Selat Bangka Sumsel. Kapal ini mengangkut 9000 semen curah dari Teluk Bayur Padang menuju Tanjung Priok Penyebab kecelakaan tidak diketahui, namun kapal KM Pagaruyung tenggelam, 4 ABK meninggal dan 24 ABK diselamatkan; 26 September - Kapal KM Mandiri Nusantara - pelabuhan Surabaya. Karena alur perairan dangkal dan tidak memperhatikan rambu dan tidak adanya kapal pemandu. Maka larnbung kapal robek sepanjang 20 meter dan tinggi 6 meter, 3 orang meninggal dan 19 orang Iuka parah. Hal ini juga tetjadi pada Kapal Karge MV uni Chart jurusan Surabaya - Hongkong. 10) Tahun 2005, 8 Juli- Kecelakaan KM Digoel di Laut Arafura Diperkirakan korban 84 orang ditemukan tewas dan 100-an penumpang belum diketahui nasibnya. 11) Tahun 2006, 30 Desember - KMP Senopati Nusantara yang mengangkut 500 penumpang dan 25 anak buah kapal (ABK) dinyatakan hilang sekitar pukul 03.00, Sabtu (30/12). Kapal jenis roll on roll off (RoRo) milik PT Prima Fiesta, Surabaya ini hilang sekitar koordinat 24 Mil laut sebelah utara Pulau Mundanika, Kalimantan Selatan. Barn ditemukan korban yang selamat, 79 orang; 30 Desember - Seorang nelayan tewas saat kapalnya tergulung ombak sekitar pukul 00.00 WIB, Sabtu (30/12) di perairan Paciran, Kabupaten Lamongan; 28 Desember - Musibah KM Tri.Stra I yang tenggelam di Selat Bangka Barn ditemukan 3 rnayat terapung. 12) Tahun 2007, 22 Februari- Sedikitnya 25 orang tewas setelah KM Levina I jurusan Tanjung Priok-Pangkal Balam, Bangka yang mengangkut 291 penumpang terbakar di Selat Sunda. 4 Orang diantaranya tewas saat melakukan investigasi pada bangkai kapal pada tanggal 25 Februari. Mereka tewas saat bangkai kapal tersebut tenggelam.
1785
b. Jenis Kecelakaan Kapal Kecelakaan pelayaran berdasarkan jenis kapal yang diputuskan Mahkamah Pelayaran, bahwa sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 terjadi 191 kapal kece1akaan kapal atau rata-rata per tahunnya terjadi sebanyak 32 kapal. Bila dirind per jenis kecelakaan kapal rnaka kapal tenggelam rata-rata 10 kapal, kapal kandas rata-rata per tahun 5 kapal, kapal terbakar rata-rata per tahun 5 kapal, kapal tubrukan ratarata per tahun 9 kapal, lain-lain rata-rata per tahun 3 kapaL Meskipun statistik jenis kecelakaan kapal tahun 2001 sd tahun 2006 menunjukkan rata-rata penurunan, namun secara totalitas kecelakaan kapal menunjukkan tingkat perkembangan ratarata sebesar 13.80% per tahunnya. Tabel 1. Statistik Jenis Kecelakaan Kapa! TAHUN
Tenggelam
2001 2002 2003 2004 2005 2006
14 5 16 8
JUMLAH Rata-Rata/ tahun
]ENIS .KECELAKAAN KAPAL Kand as Terbakar Tubrukan Lain-lain 8 4 7 0
63
1 5 10 4 5 33
4 5 4 6 6 29
10
5
5
8
12
6
Jumlah 33
%
18 37
-45.45%
-
9 52
2 1 4 1 6 14
191
105.56% -270% -19.44% 31.CX3% 13.80%
9
3
32
13.80%
10 10 10
36 29 38
Sumber: Mahkamah Pelayaran 2006
JENIS KECELAKAAN KAPAL
40.---
------------::--
35.!--~~~~--i-~::::::~..:--~~~:___
30 25+--~.---r-----------
--Tenggelam
--Kandu
- - --Terbakar -11-Tubrukan +----.------r-~---------Lain-lain 15 20+---_,,.:-+---- - -- - --
--jumlah
10 -r----.~~-----:;~;:;=-111--::::'"ts;;:;:::=j~~=ii-~---~
5 ~~~~~~~~~~~ o .!---~~~::::;:~::::::::.~~-.--=::~-r--~-
2001
2002
2003
2004
2005
2006
c. Penyebab Kecelakaan Kapal Penyebab tetjadinya kecelakaan menurut JICA dapat diperinci oleh sebab-sebab kesalahan manusia (human error), akibat bencana alam (force majeur) dan akibat struktur kapal (hull structure). Dari tahun 1998 sd 2CXXl terakhir tingkat kecelakaan dilihat dari penyebabnya menunjukkan dominasi kesalahan manusia sebagai Penyebab terbesar.
1786
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Tabel 2. Statistik Penyebab Kecelakaan Kapal No
1. 2. 3.
Casualties Human Error Force Majeur Hull Structure Total
1998 44
..
38 21 103
2000 25
1999 40 38 21 99
25
14 64
Total
Persentase
109 101 56 266
41.0 38.0 21.1 100
Sumber: The Study for The Maritime Traffic Safety System Development Plan, 2002
Menurut JICA, banyak penyebab kecelakaan kapal sampai saat ini ti.dak dijelaskan secara resmi oleh Departemen Perhubungan, namun dari kajian JICA tersebut ditemukan penyebab utama terjadinya kecelakaan tersebut adalah oleh INSTABILIT AS KAP AL akibat OVERLOADING serta USIA KAPAL YANG SUDAH TUA Penyebab lain yang mungkin menjadi faktor utama kecelakaan kapal adalah kesalahan prosedural da1am operasional (masih memerlukan adanya bukti. yang jelas untuk mendukung hal ini). Saat itu kebijakan yang memayungi adalah Undang-undang nomor 21 tahun 1992, tentang Pelayaran, namun saat itu perlu menelusuri penyebab kecelakaan kapal dengan penyebabnya 3 faktor yang menjadi landasan operasi dan diduga menjadi kontributor keselamatan pelayaran yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapankapalserta aspek koordinasi. Perkembangankecelakaan pelayaran di Indonesiasejak studi JICA semakinmeningkat, termasukfaktor penyebab kecelakaan tersebut . Data Mahkamah Pelayaran menunjukkan faktor penyebab kecelakaan kapal selama kurun waktu 6 tahun dari tahun 2001-2006, yaitu 104 kecelakaan kapal atau ratarata per tahunnya 17 kapal disebabkan oleh faktor SDM, 46 kecelakaan kapal atau rata-rata per tahunnya disebabkan oleh faktor Alam dan 42 kecelakaan kapal disebabkan oleh faktor TekrlliSDM penyebab kecelakaan kapal sebanyak 104 kapal disebabkan oleh faktor SDM penyebab kecelakaan kapal sebanyak 104 kapal disebabkan oleh faktor SDM orang terjadi sekitar 347 kecelakaan. Dimana seti.ap tahunnya rata-rata terjadi kurang lebih 86 kecelakaan, atau satu kejadian seti.ap 4 hari sekali. Stati.sti.k kecelakaan kapal menunjukkan bahwa rata-rata kecelakaan kapal pada tahun 2002, 2003, 2004 dan tahun 2005 menunjukkan peningkatan, dan mencapai angka terti.nggi tahun 2005 yaitu 125 kejadian per tahun. Tabel 3. Penyebab dan Jumlah Kecelakaan Kapal
SOM
2001 22
2002 11
2003 16
2004 19
2005 16
2006 JUMLAH 20 104
ALAM
6
3
8
11
6
12
46
7
TEKNIS
5
4
13
6
7
7
42
7
JUMLAH
33
18
37
36
29
39
192
32
RATA2/1H
17
Sumber : Mahkamah Pelayaran 2006
1787
PENYEBAB DAN JUMLAH KECELAKAAN KAPAL
45 40 35 30 25
20 15 10 5 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
d. Kecekaan Kapal Menurut Opini Pengguna Jasa Angkutan Perairan 1) Aspek jenis sarana keselarnatan di kapal, alat-alat yang disediakan meliputi pelampung, sekoci, fire extinguisher, dan alarm tanda bahaya. Masing-masing sebanyak 39% menyatakan bahwa peralatan yang harus ada adalah jenis pelampung dan sekoci. Alat lainnya yakni fire extinguisher dan alarm tanda bahaya dijawab oleh 19% dan 3% dari total responden. 2) Aspek kondisi peralatan keselarnatan di kapal sudah bail< 62,96% dan sisanya sebanyak 37,04% mengatakan tidak bail
1788
Volume 20, Nomor lZ Tahun 2008
b) alat-alat navigasi dan ketentuan tentang alat-alat keselamatan lainnya.
c) adanya berbagai penerbitan surat-surat kapal yang menyebutkan kondisi yang layak untuk berlayar terhadap suatu kapal tetapi ko~disi yan~ sebenarnya atas apa yang tertulis da1am surat-surat kapal tersebut tidak sesuai dengan kondisi fisik kapal. d) kapal-kapal non conventional kurang jelas pengaturannya karena kenyataannya kepada mereka diterapkan juga aturan convention sehingga membingungkan perusahaan pelayaran. e) Informasi pelabuhan dikeluarkan oleh lebih dari satu institusi yang berakibatkan merugikan perusahaan pelayaran.
f) Belum jelas hubungan kerja antara KNKT dan Syahbandar serta rnahkamah pelayaran.
g) Tidak jelas kompetensi fungsional pemerintahan dari Polri da1am menangani kecelakaan. h) secara umum performansi bidang keselamatan dankeamanan maritim Ditjen Hubla belum memuaskan. ~
Konsekuensi dari penerbitan SIB diinterpretasikan secara simpang siur. Polri dan dirjen hubla menginterpretasikannya secara berbeda. Akibat penangan kasus kecelakaan kapal menjadi tidak jelas dan membingungkan dan merugikan pihak perusahaan pelayaran, terutama Nakhoda dan awak kapal.
j)
Penilaian/ pemeriksaan yang dilakukan oleh syahbandar dan perangkatnya (marine inspector) da1am penerbitan surat ijin berlayar masih belum optimal.
2) Mutu Penyelenggaraan Pendidikan a) Lernbaga pendidikan pelayaran saat ini sudah banyak diselenggarakan di Indonesia, dan secara fakta materi dan silabus yang diberikan sudah berdasarkan pada peraturan intemasional, misalnya STCW'95. Tetapi yang menjadi permasa1ahan disini adalah masih terdapatnya lulusan ilmu pelayaran yang tidak mengerti terhadap ketentuan-ketentuan keselamatan berlayar. Yang menjadi pertanyaanapakahkualitas penyelenggaraannya yangtidakmemadai, apakh proses pendidikannya yang tidak sesuai prosedur atau apakah kualitas pelautnya yang seharusnya tidak lulus tetapi dapat diluluskan. b) Para ABK/ Nakhoda khususnya MPI atau MPT sebelum dididik di berbagai lembaga pendidikan laut milik pemerintah dan swasta, bukan berasal dari siswa/ calon taruna yang memiliki intelengensia yang tinggi. c) Infrastruktur yang dimiliki lembaga pendidikan pelaut di Indonesia meliputi gedung, kurikulum, tenaga pengajar, fasilitas simulator, prasarana perpustakaan, lab bahasa, dan manajemen mutu yg diterapkan, kurang memenuhi standar mnimal yang dipersyaratkan sesuai dengan SCTW Amandemen 95
1789
d) Badan Diklat belum melakukan manajemen pengawasan mutu dan penerapan sanksi yang optimal terhadap pemenuhan dan pelanggaran standar minimal proses belajar dan mengajar terhadap lernbaga pendidikan pelaut di Indonesia. 3) Mutu Rekruitmen SDM Regulator a) Saat ini kebutuhan SDM Pelaut untuk menunjang pelayanan transportasi laut adalah lebih kurang 1746 orang, tetapi yang sudah dipenuhi adalah lebih kurang 713 orang. Dari jumlah 713 orang ini juga masih dipertanyakan kualitasnya. Pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah PNS yang menjadi pelaksana dilapangan dalam hubungannya dengan keselamatan pelayaran adalah PNS Pelaut Selain itu apakah pada saat proses recruitment dan placement para PNS Pelaut ini melalui proses yag tepat, karena pada kenyataannya surat-surat kapal yang diterbitkan tidak mencerminkan kompetensi pelaut yang berpengalaman b) Dalam hal pemenuhan PNS Pelaut masih ada kendala lain yaitu animo masyakarat khususnya para pelaut yang enggan untuk mertjadi PNS karena penghasilannya sangat kecil jika dibandingkan apabila pelaut ini berlayar. c) Kendala lain juga dilihat dari lernbaga pendidikan khususnya Perguruan Tinggi Negeri yang mengkhususkan pengkaderan terhadap profesi Pelaut Pemerintah. d) Kualitas syahbandar dan perangkatnya sebagian besar belum memenuhi standar kompetensi dilihat dari kualifikasi pendidikan dan pengalaman e) Ratio antara kunjungan kapal dengan juma1 aparat petugas kesyahbandaran belum memadai f) Belum melakukan penelitian yang optimal dalam pemberian sertifikat kapal seperti serftifikat lambung timbul (load line). g) Ratio kecukupan kunjungan kapal dengan aparat pandu belum memadai. Kualitas pandu belum optimal. Tanggung jawab pandu akan resiko pemanduan kurang jelas. 4) Kualitas syahbandar dan perangkatnya sebagian besar belum memenuhi standar kompetensi dilihat dari kualifikasi pendidikan dan pengalaman 5) penilaian/ pemeriksaan yang dilakukan oleh syahbandar dan perangkatnya (marine inspector) dalam penerbitan surat ijin berlayar masih belum optimal. 6) Koordinasi Integrasi a) Pola koordinasi masih terdapat kelemahan, hal ini karena terbentur dengan adanya instansi lain terkait yang terlibat Kurang adanya koordinasi secara awal untuk melakukan sebuah kegiatan, misalnya pengaturan ruang tambatan kapal yang sering tetjadi karena kurang persiapan dan koordinasi lebih awal. Koordinasi belum betjalan sesuai dengan ISPS Code yang masih belum ditentukan sehingga pihak - pihak CSO hanya sering berkoordinasi dengan pihak SSO. Seharusnya lebih diperbaiki dalam menangani manajemen
1790
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
pengamanan di pelabuhan Setiap orang dan kendaraan yang keluar rnasuk pelabuhan harus diperiksa dengan memakai peralatan yang canggih. b) Koordinasiintemal yang dilakukan oleh pemerintah jugamasih sangatlernah, khususnya antara pihak pusat dengan UPI-UPI atau Pihak Daerah. Pengawasan terhadap UPT-UPT juga sangat lemah, salah satunya telah terjadi penerbitan Surat Kapal oleh Adpel/Kakanpel yang seharusnya sesuai peraturan sudah tidak perlu diterbitkan lagi tetapi masih chbuat sertifikat dan tidak pernah ada petunjuk atau teguran dari pusat c) Sistem dan prosedur yang dapat terpadu antara instansi terkait di pelabuhan, seperti Kantor ADPEL, PT· (Persero) Pelabuhan Indonesia, Bea dan Cukai, Imigrasi dan Karantina dan KPPP, belwn tertata dengan bail< dan tidak jelas fungsinya, sehingga banyak petugas yangmenanganikeamanan di pelabuhan dan mencampuri urusan kapal atau dokumen kapal maupun barang. d) Belwn me1akukan penelitian yang optimal da1am pemberian sertifikat kapal seperti serftifikat lambung timbu1 Qoad line). e) Ratio kecukupan kunjungan kapal dengan aparat pandu belwn memadai. Kualitas pandu belum optimal. Tanggung jawab pandu akan resiko pemanduan kurang jelas. b. Operator (perusahaan)
1) Kuantitas Perusahaan Pelayaran Di Indonesia saat ini terdapat lebih kurang 1600 perusahaan pelayaran. Jumlah ini sangat besar, tetapi apakah jumlah ini benar-benar ada secara fisik atau perusahaan fiktif belaka. Dengan banyaknya perusahaan pelayaran akan terjadi berbagai kemungkinan yang berpengaruh besar terhadap keselamatan pelayaran yaitu: a) terjadi persaingan harga yang tidak sehat, sehingga orientasi pelayaran berubah menjadi pelayaran yang murah, bukan pelayaran yang aman. b) Pengawasannya menjadi tidak ketat, sehingga pengawasan terhadap pemberlakuan peraturan keselamatan pelayaran tidak dapat dilakukan secara detail menyangkut keimanan petugas. c) Sistem administrasi da1am jangka panjang akan kacau karena akan tetjadi proses pinjam meminjam nama perusahaan tanpa tahu apakah perusahaan itu benar-benar ada atau tidak. Bahkan akan terjadi pemakaian nama perusahaan oleh pihak yang ingin bergerak di bidang pelayaran dengan orientasi profit yang maksimal tanpa tahu dan memperhatikan faktor keselamatan pelayaran karena tidak tersedianya SDM sesuai dengan persyaratan teknis. d) pengusaha pelayarancenderungmembelikapalferry RO-RO bekas dansudah tua, sehingga ongkos pemeliharaannya untuk dapat 1aik laut menjadi sangat tinggi dan menyulitkan mendapat profit untuk kelangsungan usahanya.
1791
e) Penggajian nakhoda dana awak kapal sangat minim dan perusahaan pelayaran cenderung menggunakan tenaga perwira yang berijaz.ah paling rendah sehingga mengakibatkan pelayaran dan pengoperasian kapal kurang profesional dan kurang aman .
f) Perhatian perusahaan pelayaran terhadap pencegahan (deteksi) terangkutnya barang-barang berbahaya tidak sesuai prosedur dinilai kurang, sehingga mengakibatkan muatan berbahaya dapat masuk ke kapal tanpa diketahui. g) Perusahaan pelayaran tidak jelas bagaimana untuk membatasi banyaknya jumlah bahan bakar kendaraan muatan kapal ferry ro-ro. h) Perusahaan pelayaran kurang berkoordinasi dengan pihak regulator terkait tentang pengarnanan untuk pencegahan masuknya barang berbahaya ke fasilitas terminal operator, sehingga barang berbahaya dapat masuk sampai ke kapal tanpa terdeteksi 2) Standar Pengupahan profesi pelaut · a) Belum ada ketentuan baku di Indonesia yangmengatur standar pengupahan para pelaut yang bekerja pada perusahaan dalam negeri. Ketentuan yang diberlakukan oleh perusahaan dalam negeri terhadap profesi pelaut masih mengacu UMR pada ketentuan pengupahan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi b) Kecilnya pengupahan profesi pelaut juga memotivasi pelaut berkompetensi profesional untuk berlayar di perusahaan luar negeri yang memberikan upah tinggi, yang terjadi proses pelayaran di dalamnegeri di bawah pengoperasian perusahaan dalam negeri menggunakan pelaut dengan kompetensi yang kurang memadai sehingga dimungkinkan faktor keselamatan pelayaran menjadi hal yang sangat dipertanyakan c) Banyak terjadi kecurangan dan penyelewengan dalam Perjanjian Ketja Laut (PKL) sehingga dimungkinkan semua pihak memberikan kontribusi uang lebih banyak yang menguntungkan masing-masing pihak dengan tidak memperhatikan aspek keselamatan pelayaran. 3) Penerapan peraturan oleh perusahaan pelayaran a) Dengan kesimpangsiuran peraturan dari pihak pemerintah dijadikan lahan bagi perushaan pelayaran untuk meminimalisasi biaya dan memaksimalkan keuntungannya. Peraturan diterapkan oleh perusahaan tidak mutlak berdasarkan suatu aturan, tetapi dilaksanakan dengan mengambil bagian yangmenguntungkansaja dari berbagai jenis peraturan yang tidak berkorelasi antara peraturan yang satu dengan yang Iainnya b) ABK/ Nakhoda berada di bawah tekanan pemilik kapal (shipowner) sehingga selalu menurutikemauan pemilik kapalmeskipun berkaitan dengan kondisi kapal tidak laik Iaut atau substandar.
1792
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
c. Pelaut Berdasarkan statistik kecelakaan kapal yang diperoleh dari hasil pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal di Mahkamah Pelayaran diketahui bahwa faktor penyebab y~g dominan terhadap terjadinya kecelakaan kapal adalah faktor SDM, dengan derniki~ dapat dianalisa bahwa sumber daya pelaut di Indonesia ~~ kuran~ ~ernad~ untuk mendukung terwujudnya keselarnatan pelayaran, hal nu dapat dilihat dan: 1) ketidakmampuan pelaut dalam mengaplikasikan teoriselarna disekolah/ kampus
pada dunia nyata.
2) Minimnya penghasilan pelaut pelayaran dalam negeri sehingga masih banyak menghalalkan segala cara untuk meningkatkan pendapatan dan melupakan aspek keselarnatan berlayar.
3) Pelaut berlayar tidak didukung oleh alat keselarnatan yang lengkap karena suratsurat kapal dan alat keselarnatan diproses oleh pihak perusahaan telah dianggap lengkap oleh pihak regulator tanpa pemeriksaan yang mendetail, bahkan suratsurat kapal telah dibeli oleh perusahaan dan pelaut dipaksa berlayar demi kepentingan perusahaan dengan mengabaikan aspek keselarnatan berlayar.
4) Banyak pelaut pelayaran dalam negeri tidak tegas dalam mengambil keputusan untuk berlayar atau tidak berlayar. d . Faktor Alam Keadaan alam yang tidak menentu dan perubahan-perubahan yang terjadi secara alami merupakan hal utama yang hams dipantau. Kalau kecelakaan kapal terjadi di suatu wilayah dan kemudian terjadi lagi di wilayah tersebut secraa terus-menerus berarti bukan alam yang hams disalahkanlagi. Tetapi yang hams diperhatikan adalah kelalaian manusia karena tidak berusaha mempelajari perubahan-perubahan alam. Lebih lanjut perlunya tanggung jawab pemerintah dalam pengumpulan data dan pendistribusian berita cuaca dan berita marabahaya antar stasiun di darat maupun di laut melalui suatu regulasi yang harus diikuti semua pihak yang terkait. e. Faktor teknis Faktor teknis yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kapal pada dasarnya berasal dari faktor ketelitian surnber daya manusia pelayaran, dimaksud seringnya terabaikan oleh perusahaan pelayaran termasuk pihak kapal dalam melaksanakan perawatan yang benar; kons:isl:en berkelanjutan mengikuti aturan ISM Code, bila ini tetjadi maka kecelakaan pelayaran dapat terus meningkat dengan penyebabnya karena faktor teknis. 3. Upaya Penanggulangan Kecelakaan Pelayaran Langkah upaya yang dapat diberikan terhadap penanggulangan kecelakaan pelayaran yang se1ama ini terjadi, dengan melakukan beberapa pembenahan atau penyempurnaan di beberapa aspek, antara lain :
a. Regulator
1793
1) Penerapan Peraturan a) Pemerintah dalam hal ini Departemen perhubungan, c.q Ditjen Hubla perlu segera membuat regulasi yang menegaskan syarat-syarat keselamatan dan keamanan kapal khusus untuk kapal-kapal yang non-conventional b) Informasi pelabuhan yang menyangkut langsung dengan keselamatan pelayaran seharusnya hanya boleh dikeluarkan oleh Adpel/Kanpel/ Syahbandar atau melalui izin resmi instansi tersebut sebagai yang berkewenangan c) Pemerintah dapat membuat tata ketja yang mengatur secara rind hubungan antara KNKT dengan Ditjen Hubla/UPT Ditjen Hubla untuk menghindari tumpang tindih kewenangan yang merugikan, agar terjadi sinergi yg menguntungkan. d) Pemeriksaan kecelakaan untuk mengetahui apakah ada kelalaian nakhoda atau awak kapal sehingga berakibathilangnyanyawa orang lainharus melalui pemeriksaan oleh institusi yg berkompeten sesuai ketentuan UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran yang sudah disempurnakan menjadi UU. Nomor17tahun2008,tentangPelayaran. e) Ditjen hubla perlu membahas masalah ini agar ke depan tidak tetjadi lagi kebingungan pihak pelayaran, terutama terhadap nakhoda dan awak kapal 2) Mutu Penyelenggaraan Pendidikan a) Setiap penyelenggaraan yang terkait dengan produksi pelaut tetap mempertahankan persyaratan kompetensi sesuai deng STCW'95, bagi penyelenggara pelaut swasta dapat melakukan ketjasama dengan pihak penyelenggara pelaut pemerintah. b) Bidang keselamatan dan keamanan maritim Dirjen Hubla perlu memiliki sarana pendidikan danlatihankhusus seperti yang dimiliki Japan Coast Guard dan US Coast Guard untuk dapat menjamin profesionalisme penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi mereka. c) Lernbaga pendidikankepelautan harus memi1iki standar minimal infrastruktur meliputikurikulum/ silabus, instruktur lab, danmanajemenmutu. Olehkarena itu pemerintah ata Departemen Perhubungan harus segera menyusun standar tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh IMO. d) Badan diklat perhubungan harus memiliki dan menerapkan standar pengawasan terhadap lembaga pendidikan kepelautan e) Dewan Penguji danSertifikasi Kepelautanharus dipertahankan dan diperluas kewenangannya yaitu mencakup pengujian dan sertifikasi tenaga pelaut baik produklembaga pendidikankepelautanswastamaupunlembaga pendidikan kepelautan pemerintah termasuk SI1P Ancol Disamping itu, pengujian dan sertifikasi kepelautan hendaknya tidak hanya mencakup teori, tetapi juga mencakup praktek melalui simulator.
1794
Volume 20, Nomor 12., Tahun 2008
f) Lernbaga pendidikan maritim swasta perlu dberi bantuan tena~a p~gajar dari pemerintah (Dephub), sebagaimana layaknya perguruan ~g~ yang berada da1am binaan Departemen Pendidikan Nasional (kopertis) dimana tenaga pengajar tersebut direkrut ditempatkan dan digaji oleh Pemerintah. 3) Mutu Rekruitmen SDM Regulator a) menjadikan organisasi syahbandar yang independen. b) menetapkan grade (tingkatan) kelas setiap kantor kesyahbandaran dan standar kualifikasiminimal yangwajib dimilikisyahbandar dan perangkatnya (marine inspector), dilihat dari pendidikan dan pengalaman sesuai dengan tingkat kelas kantor kesyahbandaran tersebut
c) Mahkamah Pelayaran perlu diberikan kewenangan untuk menyidik dan memberikan sanksi terhadap syahbandar yang melakukan kesalahan d) Biro klasifikasi perlu dijadikan lembaga nonprofit dan melengkapi kualitas dan kuantitas SDM, lab dan prasaran penunjang agar sejajar dengan anggotaanggota IACS e) MahkamahPelayaran perlu diberikewenangan untukmenyidik danmemberi sanksi terhadap Biro K1asifikasi dalam penerbitan sertifikat
f)
Menetapkan tingkatan (grade) kelas kepanduan untuk setiap pelabuhan dan standar kualifikasi minimal yang wajib dimiliki meliputi pendidikan, pengalaman dan jumlah pandu berdasarkan tingkatan (grade) kelas dari setiap kepanduan di pelabuhan
g) Agar mahkamah pelayaran diberi kewenangan untuk menyidik dan memberikan sanksi terhadap pandu atas kelalaian atau kesalahan dalam pe1aksanaan tugasnya.
4) Koordinasi Integrasi a) Performansi bidang keselamatan dan keamanan maritim dari Ditjen Hubla perlu segera ditingkatkan. Pengorganisasian penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sistem keselamatan dan keamanan maritim tidak tepat didalam organisasi Ditjen Hubla mempunyai pertentangan kepentingan karena di satu sisi membina aspek ekonomi namun di sisi lain membina aspek penegakan hukunmya. Untuk itu direkomendasikan agar direktorat2 pernbinaan keselarnatan rnaritim diorganisasikan dalam bentuk organisasi badan sehingga mempunyai link kornando dari Kepala Badan serta dapat mengawasi dan mengendalikan operasional lapangan 24 jam sehari b) Masalah intervensi langsung dari pihak polri terhadap penanganan masalah keselamatan dan kecelakaan kapal perlu dibahas dengan pihak2 yang terkait dan berkompeten agar Polri tidak salah dalam mengintervensi masalah keselamatan dan kecelakaan kapal, terutama kejelasan interpretasi masalah konsekuensi penerbitan SIB dan pemeriksaan kecelakaan kapal.
1795
c) Sebaiknya ada koordinasi yang baik antara Kantor ADPEL, PT (Persero) Pela~ Indonesia, clan instansi terkait sehubungan dengan pengamanan (koilUSl pengamanan pelabuhan), karena sistem dan pm;edur khusus 1SPS Code yang bersifatnasional belum ada. Namun, sistem dan pm;edur tersebut seharusnya standamya sama untuk semua pelabuhan. Disarankan menggunakan poJa sistemsatu atap, untuk mempermudahhubunganantara PFSO, CSO, dan ~d) Perlu institusi khusus yang mengatur koordinasi antara ADPEL dan polisi, serta instansi terkait Jainnya, yang menyangkut tindakan di ~ hal ini untuk menghindarkan konflik yang berkepanjangan atas kewenangan masing-masing pihak. UU. Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanahkan adanya Syahbandar dan badan Coast Guard sebagai institusi yang memiliki kewenangan penuh da1am meiaksanakan peraturan perundangan yang berkaitan dengan keseiamatan dan keamanan pelayaran dan lingkungan maritim sesuai dengan aturan interna.5ional dan nafilonal.
b. Operator 1) Kuantitas Perusahaan Pelayaran a) Operator fasilitas terminal pelabuhan harus memperketat pengawasan masuknya barang-barang berbahaya ke fasilitas terminal b) Perusahaan pelayaranharus lebih ketat daJammenerima barang-barangyang akan dikapalkan terutama untuk muatan barang berhlhaya c) Pencegahan tetjadinya pergeseran muatan di ruang muatan kendaraan ferry ro-ro akibat kapal oleng d)
Jum1ah bahan bakar dari kendaraan yang dimuat ke kapal hams dihltasi
seminimal mungkin e) Saat kapal berJayar, tidak boleh ada orang di ruang muat kendaaraan kecuali perwira (awak) kapal yang melakukan pemeriksaan rutin atau sewaktuwaktu dianggap perlu f) Pembelian kapal ferry ro-ro sebaiknya dibatasi umur saat dibeli g) Pemerintah perlu segeramengimplementasi INPRFSS/'liU5 agarperusahaan peJayaran dapat membeli kapal dengan soft loan yang didukung pemerintah, insentif-insentif perpajakan dan insentif Jainnya, sehingga perusahaan pelayaran nasional dapat bersaing dengan fair dengan perusahaan pelayaran asing. Pada akhirnya perusahaan pelayaran dapat memberi gaji yang lebih tinggi kepada nakhoda dan awak kapal. 2) Standar Pengupahan profesi peJaut a) Mengatasi standar pengupahan profesi pelaut yang menaikkan harkat pelaut clan tidak terjadinya kesemenaan perusahaan, sudah waktunya pemerintah membuat kebijakan yang mengatur kesejahteraan awak kapal, dan hal ini dapat diJakukan dengan melaksanakan UU.Nomor 17 tahun 2CIB tentang
1796
Volume 20, Nomor 12. Tahun :?OM
Pelayaran pada pasal 151, rneliputi gaji, jam ketja dan jam istirahat, jaminan pernberangkatan ke ternpat tujuan dan pernulangan ke ternpat asal, kornpen.sasiapabilakpal tidakdapatberoperasikarenarnen~kec~ kesempatan rnengembangkan karier, pernberian akornodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau rninurnan, perneliharaan dan perawatan kesehatan serta pernberian asuransi kecelakaan ketja. b) Perlu dibentuk lernbaga perlindungan ABK/ Nakhoda untuk rnencegah timbulnya kesewenangan pernilik kapal
3) Penerapan peraturan oleh perusahaan pelayaran a) Mahkamah Pelayaran perlu diberikankewenangan untuk rnernberikansanksi pada perusahaan pelayaran yang rnelakukan kesalahan terhadap pelautnya dan juga terhadap kelalaian aspek keselarnatan dan keamanan pelayaran b) PenerapanSafety Mangement System secara kontinyu, bail<, rnenyeluruh dari setiap pe1aku pelayaran ditingkatpusat dan daerah yangrneliputiaspek SDM, sistem dan prosedur, sarana/ fasilitas, lingkungan dan organisasi,
c. Pelaut 1) Pelaut diberikan suatu rangsangan/rnotivasi dari perusahaan pelayaran dalarn meningkatkankemampuan/ skill pelautdalarnbentuk pembiayaankepada pelaut 2) Sankfil yang berat dari pernerintah kepada perusahaan pelayaran yang diketahui mempeketjakan pelaut dibawah standar, oleh karena itu perlunya pengawasan ketat oleh pihak pernerintah dalarn hal ini Ditjen Hubla dan pihak Syahbandar terhadap proses clearance kapal di pelabuhan 3) Sankfil yang berat dari pernerintah kepada perusahaan pelayaran yang diketahui tidak memenuhi ketentuan persyaratan keselarnatan dan keamanan pelayaran, dan bila rnasih diiketahui kejadian tersebut terulang kernbali rnaka sanksi perrabutan ijin operasi perusahaannya. 4) KPI sebagai wadah pelaut sebaiknya secara rutin terus rnemberikan arahan dan pembinaannya kepada para pelaut Indonesia yang berlayar di dalarn negeri untuk tetap memaharni profesi pelautnya dan selalu mampu untuk mengembangkan profesinya dengan mengikuti kebijakan yang terkait untuk itu, dan bagi perusahaan pelayaran tetap konsisten melakukan kewajibannya terhadap pelaut yang menunjukkan profesinya yang bail< di atas kapal. f.
Faklor Alam Perhmya tanggungjawab pernerintah dalarn pengumpulan data dan pendistribusian berita cuaca dan berita marabahaya antar stasiun di darat rnaupun di laut melalui suatu regulasi yang harus diikuti semua pihak yang terkait
g. Faktor teknis Pentingnya perusahaan pelayaran secara rutin rnelakukan perawatan secara benar, tepat, dan berkelanjutan menyatu dengan ISM Code secara konsisten, dengan
1797
demikian faktor teknis yang akan timbul tidakakan terjadi bila penerapan, pemakaian, dan perawatan dilakukan secara tepat dan benar.
PENUfUP Beberapa kesimpulan yang dapat diberikan pada Kajian Penanggulangan Kecelakaan Pelayaran Di Wilayah Perairan Indonesia adalah : 1. Indonesia sebagai negara kepulauan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan antara darat, laut dan udara. Secara fisik, laut adalah pemisah yang nyata antara pulau satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu peran transportasi melalui moda laut sangat berperan penting untuk mencapai pulau-pulau di Indonesia dalam mendistnbusikan barang, hewan dan mengangkut penumpang 2. Keprihatinan masalah kecelakaan pelayaran di Indonesia sejak tahun 2002 sd 2006 terus meningkat dari 68 frekuensi kecelakaan kapal meningkat menjadi 120 frekuensi kecelakaan kapal yang merenggut nyawa, harta dan benda. Bila di rata-ratakan per tahunnya menunjukkan tingkat pertumbuhan kecelakaan moda transportasi laut sekitar 14.12%. Hal ini menunjukkan kelemahan pelaksanaan penanggulangan kecelakaan pelayaran di Indonesia selama ini. 3. Kecelakaan tranportasi laut yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari tiga aspek yaitu Regulator (pemerintah), Operator (perusahaan) dan Pelaut Selain faktor yang muncul dari sumber daya rnanusia , tennasuk faktor alam dan teknis merupakan faktor yang juga menjadi perhatian. 4. Beberapa hal yang dapat dijadikan referensi atas penyebab kecelakaan pelayaran adalah disebabkan : a. Kurangnya pemahaman dari para pihak yang berkepentingan mengenai faktorfaktor pendukung keselamatan transportasi laut
b. Banyaknya referensi peraturan keselamatan baik nasional ataupun internasional, sehingga dalam pelaksanaannya tidak konsisten dengan dengan regulasi yang diterbitkan, artinya terjadi kesimpangsiuran dan penyimpangan terhadap pelaksanaan peraturan keselamatan dan kearnanan pelayaran. c. Dari sisi operator, masyarakat pelaut masih berorientasi pada aspek profit yang sebesar-besamya sehingga berbagai cara dilakukan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, dengan mengabaikan aspek keselamatan dan kearnanan pelayaran d. Pembinaan dari Pusat terhadap pelaksana di UPT-UPT maupun pelaksana Pusat yang berkaitan sangat lemah dikarenakan Pusat masih dominan dengan tugas operasional teknis sertifikasi kapal, termasuk pola pendidikan terhadap mutu pelaut dan mutu PNS sebagai pelaksana dengan keselamatan pelayaran baik di pusat maupun daerah yang rendah. Saran sebagai perumusan kebijakan atas Kajian Penanggulangan Kecelakaan Pelayaran Di Wilayah Perairan Indonesia adalah :
1798
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
a. Peningkatan kualitas pernbinaan oleh pimpinan di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan fokus terhadap keselarnatan pelayaran.
b. Pembenahan dan penyempumaan terhadap kebijakan yang sudah ada dan terkait keselarnatan dan keamanan pelayaran, dengan mengacu terhadap UU.Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. c. Pengawasan dan pembinaan yang ketat terhadap PNS pe1aksana yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran, termasuk meningkatkan kualitas penyelenggara pendidikan dan kesejahteraan pelaut bail< formal maupun non formal d. Penegakan hukum di laut dalam tetjaminnya keselarnatan dan keamanan pelayaran hams dilaksanakan secara tegas dan konsisten, untuk itu segera melaksanakan pembentukan Coast Guard Indonesia sebagai Coastel State, dan kelembagaan Syahbandar sebagai Port State, dan kewenangan Nakhoda kapal sebagai Flag State. e. Perlu disusun pedoman, standar, norma, kriteria, sistim dan prosedur baku yang mengatur tentang tatacara hubungan kerja antara Ditjen Hubla, KNKT dan Mahkamah Pelayaran sesuai dengan amanah UU. Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan konvensi Itemasional. DAFfAR PUSTAKA Nugroho, Syachrul-KPI.P. 1985. Undang-undang dan Peraturan Keselamatan Maritim Maritime Safety lJXws and Regulations).
aapan
Prodjcxlikoro, Wirjono. SH. 1963. Hukum Laut Indonesia, cetakan keempat, Sumur Bandung, Bandung. Riduwan, Metode & Tehnik Menyusun Tesis, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2004 Siahaan,N.H.T, SH dan H. Suhendi, SH.1989. Hukum Laut Nasional, Djernbatan, Jakarta. Situmorang, Vicor, SH 1987. Sketsa Asas Hukum Laut, PT. Bina Aksara, Jakarta. Soedjadi, F.X. Drs. MPA. 1988. Organiza.tion and Methodes (Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen), Haji Masagung, Jakarta. Soekardono, RProf.SH.(1981) Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta. Suparmoko M, Metode Penelitian Praktis, Penerbit BPFE, Edisi Ke Empat, Yogyakarta, 1999. Supit, Henky-Adpel Ambon.1996. Penuntun Keselamatan Maritim dan Perlindungan lingkungan Serta Pengetahuan Bela Negara, Ambcm Departemen Perhubungan RI, Ambon.
- - - - - - -,2005. Teropong Kelautan, Yayasan Pendidikan Marit:im, Batam. Terry, R, George, PhD.Alih Bahasa Dr. Winardi, SE. 1986. Asas-asas Manajemen. Alumni, Bandung. REFERENSI Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
1799
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Kmwensi PBB tentang Hukum Laut (United Nation Qmvention on the Law of the Sea) 1982; Undang-'undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6tahun1996 tentang Perai.ran Indonesia; Undang-undang Badan Keselamatan Maritim dan Prosedur Tindakan Darurat di Laut (tetjemahan The Maritime Safety Agency Law), 1985 Tanjung Priok; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Ordonansi Laut Teritorial dan Llngkungan Maritim 1939 stb 442 tentang Penertiban Keamanan
Dan Ketielamatan Di Daerah Laut Indonesia; Pemerintah RI.1957. Pengumuman Pemerintah (Deklarasi ]uanda) tentang Perairan; Peraturan-peraturan Bandar 1972 Peraturan-peraturan Keselamatan Kapal 1972. Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2000 tentang Kenavigasian Peraturan Pemerintah RI No. 51Tahun2002 Tentang Perkapalan, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdat1aan Industri Pelayaran Nasional.; *)
Lahir di Jakarta 16 Oktober 1953, Akademi Ilmu PeJayaran 1979, S1 Sekolah Tinggi Teknologi KeJautanHATAWANA 1992, 52SI1E1997, Ahli Peneliti Utama Bidang Perhubunganlaut
1800
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
OPl'IMALISASI PEMANFAATAN TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE SEBAGAI PELABUHAN DARATAN Abdul Mutholib *) ABSTRAK
Keberadaan Terminal Peti Kemas Gede Bage sangat bermanfaa.t bagi pertumbuhan elamomi selain berdampak -pada peningkatan PDRB Daerah Prapinsi Jawa Barat yang -pada akhirnya peningkatan ekspor dan pendapatan Deuisa negara . Disatu sisi kinerja Terminal Peti Kemas selama ini dirasakan belum optimal, terutama pemanfaatan sarana dan prasarana yang dibangun oleh pemerintah, disamping pengelolaan Terminal Peti Kemas yang sekarang ini masih belum sepenuhnya di laksanakan sesuai tatanan dan arahan. Analisis dilakukan dengan pengumpulan data dan evaluasi mengenai kondisi dan kinerja terminal Peti Kemas serta inventarisasi peraturan-peraturan, prosedur operasional, manajemen pengelolaan, SOM, pangsa pasar. Hasil analisis menunjukan adanya penurunan kinerja ,antara lain disebabkan oleh banyaknya persaingan seperti adanya depo-depo yang Wfangsi sebagai TPS (Tempat Penimbunan Sementara) dan Kawasan Berikat serta banyaknya trailer dari Jakarta yang tarifnya lebih murah. Kata Kunci: Pemanfaatan Terminal Peti. Keinas sebagai Pelabuhan Daratan PENDAHULUAN Pelabuahan yang merupakan infra struktur dan sarana yang mendukung perekonornian di Jawa Barat . Peranan Pelabuhan bila dikelola secara efisien dan efektif diti.njau dari sudut pandang kepenti.ngan industri dan ekonomi akan mempunyai kontribusi terhadap daya saing produk unggulan yang berdampak pada peningkatan PDRB Daerah Propinsi Jawa Barat yang pada akhirnya peningkatan ekspor dan pendapatan Devisa Negara Secara geografis Propinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Ibu Kota RI Jakarta, setelah terbentuknya Propinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor : 23 tahun 2003 yang tadinya dibagi menjadi 7 (tujuh) zona, sekarang menjadi 6 zona yakni meliputi. : 1. Zona pengembangan Bodetabek seluas 622.845 Ha terdiri dari Kabupaten Bogor dan Kota Depok , Kabupaten dan Kota Tangerang, Kabupaten dan Kota Bekasi, zona ini difungsikan untuk mendukung Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Sejak terbentuknya Propinsi Banten, dan saat ini sedang dalam masa transisi dari pengembangan zona pengembangan Bodetabek. 2. Zona pengembangan Sukabumi, Zona ini direncanakan untuk akti.vitas Turisme dan Pertanian yang terdiri dari Kabupaten dan Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. 3. Zona pengembangan Purwakarta yang mencakup wilayah seluas 475.911 Ha meliputi. Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang dan Kabupaten Karawang, zona ini berpusat di Gkampek yang dikembangkan menjadi produsen utama beras, perkebunan, perikanan dan industri kecil.
1801
4. Zona pengembangan Bandung Raya merupakan wilaya..h terluas y:aitu 1.127.973 Ha. Zona ini meliputi Kabupaten dan Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang. 5. Kota Bandung yang menjadi pusat Zona difungsikan sebagai perluasan industri, pertanian, sumber daya energi dan pusat pemerintahan. 6. Zona pengembangan Cirebon yang meliputi area seluas 340.945 Ha terdiri dari Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Indramayu. Zona ini menjadi counter magnet dari Jakarta dan jalur perlintasan yang penting ke Jawa Tengah dan Jawa Timur serta menjadi pusat industri, perdagangan dan pengembangan pertanian. 7. Zona pengembangan Priangan Timur seluas 523.722 Ha terdiri dari Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar. Zona ini merupakan daerah pengembangan pertanian kering, industri handicraf, areal perkebunan dan turisme. Zona pengembangan Bandung Raya difungsikan sebagai perluasan industri, pertanian, sumber daya energi dalam kontek dapat bernilai ekonomi, apabila dapat diangkut melalui sarana transportasi yang efisien dan efektif dari suatu pelabuhan dalam hal ini pemerintah melalui Keppres 52 tahun 1987 junto PP.69 tahun 2001 menetapkan Pelabuhan Daratan berfungsi sebagai pelabuhan umum Tindak lanjut dari PP.69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan yaitu Km.53 tahun 2002 tentang TatananKepelabuhananNasional.,saatinibelumditunjukdarilokasidariPelabuhanDaratan tersebut, dan juga belum ditetapkannya pengelola atau penyelenggara layanan jasa kepelabuhanan di pelabuhan daratan (yang saat ini masih TPK). Kinerja terminal peti kemas selama ini dirasakan belum optimal, prasarana dan sarana yang telah dibangun belum dirnanfaatkan secara optimal oleh para pengguna jasa peti kemas. Disisi lain pengelola Pelabuhan Daratan/Terminal Peti Kemas yang sekarang ini masih belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai tatanan dan arahan aturan sebagaimana lazimnya di kepelabuhanan. GAMBARAN UMUM
Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di Terminal Peti Kemas Gedebage Bandung sebagai berikut: 1. Prasarana a. Wilayah kerja luas 4,2 ha b. Terminal luas 1,5 ha
c. Tempat penumpukkan peti kemas atau container yard luas 8.800 M2 d. Gudang Ekspor/Impor atau container freight station luas 864 M2 e. Bengkel Perbaikan atau Work Shop luas 324 M2 f.
1802
1.okasi Bongkar/Muat luas 5.812 M2
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
g. Kantor Bersama luas 400 M2
h. Prasarana Penunjang seluas 19.600 M2, meliputi area parkir, WC, sepur api perawatan, gardu list:rik, ja1an 1intas I<ereta. i
Jalur simpan 240 M
j. Jalur Muat 240 M k
Gate Gieck Point 1 Unit
l
Pai Penjagaan 3 buah
m. Fasilitas Penerangan 61 titik. 2. Sarana
a. Transtainer 1 unit kapasitas 42 tun b. Top Loader 1 unit kapasitas 35 tun c. Forklift 4 unit
d
Diesel kapasitas 10 ton,. 3,5 ton, dan 2,5 tun
e. Hand Pallet 4 unit
1) 2 unit kapasitas 2,.5 ton 2) 2 unit kapasitas 3,5 ton
f.
Generator Set 1 unit kapasitas 300 KVA
g. Gerbong 85 buah (siap operasi 34 buah) h. Kabus 8 buah L
Head Tractor : 1) Pf. KAI 2 unit kapasitas 260 HP da1am keadaan rusak
2) Pengguna jasa SJ unit
j.
Kereta Tempelan atau Otasis 1) Pf. KAI 4 unit kapasitas 40 feet da1am keadaan rusak
2) Pengguna jasa 139 unit kapasitas 40 feet 9'3 unit 2D feet 3. Angkutan Volume angkutan dengan menggunakan peti kemas yang me1alui 1PK Gedebage dari tahun ke tahun cendenmg memmm. Dari data pada table 1 di ba.wah menunjukkan bahwa pada tahun 2003 jum1ah peti kemas yang me1alui 1PK Gedebage sebesar 47.465 Te'us dan pada tahun 2006 menjadi hanya 31.346 Te'us hal ini memmjukkan bahwa performasi 1PK Gedebage belummenggembirakanseperti yangdiharapkanoleh banyak
pihak.
1803
4. Keberadaan Kompeti.tor Banyak asosiasi yang dibentuk dengan SK Kanwil Bea dan Cukai yang dapat mengeluarkandokumenekspor/imporyangsamadengan TPK Gedebage (jumlahasosiasi. ini ± 30 buah) menjadi kompeti.tor bagi 1PK Gedebage. Terdapat pu1a beberapa TPS (tempat penimbunan sementara) yang sudah beralih fungsi dari gudang sementara menjadi 1PK dan banyaknya pengguna jasa yangmemanfaatkannya,halini dikarenakan prosedur pelayanan yang lebih sederhana dan relatif cepat, lebih aman, clan tarif yang dikenakan lebih murah. TPS-TPS tersebut yaitu TPS Sagita, TPS Tanah Sugih Mas, dan TPS Mekar Cargo. 5. Pangsa Pasar Pasaryang selama ini dilayani oleh 1PK Gedebage adalah daerah Bandung dansekitarnya ditambahzona-zona pengembangan yang adasebagaihinterland barn. Dengandemikian 1PK Gedebage mempunyai potensi untuk maju dan berkembang karena adanya pasar. ANALISIS DAN EVALUASI
A. Analisis Terminal Peti. Kemas Gedebage saat ini perlu penanganan yang sebaik-baiknya dalam upaya optimalisasi pemanfaatan 1PK Gedebage sebagai pelabuhan daratan Kurangnya fasilitas sarana dan prasarana ini akan menyulitkan peningkatan status terminal peti. kemas menjadi pelabuhan daratan, karena ketersediaan sarana dan prasarana akan mendorong pengguna jasa mernanfaatkan terminal peti. kemas, sehingga TPK Gedebage dapat menjua1 ketepatan waktu dengan jaminan just in time sebagai daya tarik. TPK Gedebage menurut KM. Perhubungan No. 53 tahun 2002 telah memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan daratan Namun yang perlu diperhati.kan adalah adanya sinergi antara pihak-pihak yang terlibat dalam operasional terminal peti. kemas. Pelayanan di terminal peti. kemas harus diti.ngkatkan sehingga mencapai sharing yang optimal. Kesiapan perusahaan angkutan dalam memberikan pelayanan harus profesional juga pelayanan jasa-jasa lain di terminal peti. kemas. Tabel 1. Perkembangan Angkutan Peti Kemas di TPK Gedebage Ukuran
2002
2003
2004
2005
2006
20"
47.645
41.213
35.154
32.162
31.346
40"
-
-
-
-
-
Teus
47.645
41.213
35.154
32.162
31.346
Dari volume yang ada belummenunjukkan kinetja yang menggembirakankarena terjadinya penurunan volume dan belum opti.malnya kernampuan 1PK Gedebage. Data di atas menunjukkan bahwa angkutan peti. kemas di TPK Gedebage belum pemah mencapai angka optimal sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, bahkan menunjukkan kecenderungan yang menurun.
1804
Volume 20, Nomor 12,, Tahun 2008
Penurunan juin1ah peti kemas yang diangkut melalui TPK Gedebage ini dipengaruhi oleh banyak sebab antara lain : Aclanya depo-depo yang berfungsi sebagai tempat penimbunan sementara (I'PS) dan kawasan berikat yang dapat berfungsi sebagai kawasan pabean; Adanya trailer dari Jakarta yang tarifnya 1ebih nrurah dengan sistem pemhlyaran tidak ~ Aclanya penerapan closing time di JICT Jakarta;
-
Tarif Kereta api yang relatif tinggi; Pelayanan di MTI/Pasoso masih double handling karena belum langsung ke dennaga; Tarif jasa kepelabuhanan/terminal lebih tinggi dari jasa yang sama oleh pihak swasta; Sistem pelayanan bongkar muat/TKBM yang kurang memuaskan; Tingginya biaya repro kontainer dari Jakarta yang melalui kereta api; Aclanya biaya trucking lokal ke TPK Gedebage; Pengurusan claim asuransi yang belum lancar; Kurang giatnya PT. KA dalam memasarkan TPK Gedebage.
Komponen tarif sangat mempengaruhi pengguna jasa dalam menentukan pilihannya apakah akan menggunakan jasa kereta api atau jalan raya Narrum disamping tarif yang diOOyarkan secara langstmg ada biaya lain yang perlu dipertimOOngkan karena menimbulkan efek secara luas antara lain biaya Iingkungan, kerusakan ja1an, energi, waktu tempuh, clan double handling. TPK Gedebage kapasitas melayani adalah 30% angkutan peti kemas yang administrasinya dapat diselesaikan di TPK Gedebage dari seluruh peti kemas dari Bandung clan sekitarnya ke Pelabuhan Tanjung Priok Namun sejauh ini hanya 10% saja yang dilayani oleh TPK Gedebage, halini dapatdisebabkanolehkarenakurang bersaingnya TPK Gedebage dibanding dengan kompetitomya. Se1ain masa1ah fasilitas yang tersedia di TPK Gedebage, biaya-biaya lain seperti handling dari truk ke KA clan sebaliknya yang harus dikeluarkan juga menjadi pertimbangan bagi pengguna jasa. Tabel 2. Perbedaan Komponen Biaya angkutan Peti Kemas Antara Kereta Api dengan Jalan Raya No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7.
8. 9. 10.
Komoonen Biava Trucking dari pabrik ke TPK Jasa TPK a. Lift on/ lift off b. Stack c. Stuffing/NonStuffine Tarif Kereta Api a. Bea angkutKA {stuffing/non stuffing) b. Pengawalan Jasa Pelabuhan Jasa EMKL Biaya transportasi lainnva Lingkungan Kerusakan ialan Energi Waktu tempuh Double Handling
..
Kereta Aoi v v
JalanRaya v
v
v v
v v v v v v
-
Keterangan: V - btaya yang dttunbulkan oleh pasar
1805
Dalam upaya untuk optimalisasi terminal peti kemas ini analisis akan difokuskan pada prosedur operasional, manajemen pengelolaan, SDM, pangsa pasar, ketersediaan fasilitas, kualitas pelayanan, keberadaan kompetitor, clan tinjauan terhadap aspek legalitas. Hal-hal yang ditemukenali menyangkut penurunan kinetja 1PK Gedebage :
1. Prosedur Operasional
Selama ini pelaksanaan angkutan peti kemas dari terminal peti kemas dilakukan oleh PT. KA sebagai operator angkutan clan sekaligus mengepalai terminal peti kernas. Ketergantungan pada satu operator ini seringkali berpengaruh terhadap kinetja angkutan peti kemas, sehingga yang diperlukan adalah prosedur tetap yang berlaku bagi seluruh terminal petikemas baik yangmenggunakan pelayanan jasa angkutankeretaapimaupun jalan raya. Prosedur ini meliputi tahapan atau proses yang dapat diukur kinetjanya antara lain : tahapan clan lamanya waktu handling di terminal peti kernas, prosedur pelayanan dengan kereta api, clan prosedur pelayanan menggunakan jalan raya Tabel. 3.Lamanya Waktu Rata-rata Peti Kemas Dari TPK Gedebage ke Pelabuhan Tanjungpriok
1.
KeretaApi
Waktu Perialanan 6
2.
JalanRaya
8
Moda NO Transportasi
Waktu Handling 4
Total Waktu Tempuh 10
-
8
2. Manajemen Pengelolaan PT. KA melaksanakankepengusahaanclan pengelolaan terminal petikemasclanangkutan peti kemas, sementara UPT 1PK berfungsi sebagai kantor Administrator yang bertugas melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, kegiatan pelayanan tugas-tugas Pemerintah clan teknis operasional dilingkungan ketja 1PK 3. Surnber Daya manusia clan Organisasi di 1PK Gedebage Terdapatnya dua pengelola di lingkungan terminal peti kemas, yaitu PT. KA clan Kantor Administrator, sementara itu terminal peti kemas berhubungan dengan Kegiatan kepelabuhanan, maka diperlukan pemahaman dari SDM PT. KA yang berada di lingkungan terminal peti kemas mengenaikepelabuhanan, kepabeanan claneksporimpor. Belum semua Pegawai adminitrator terminal peti kemas semuanya rnemiliki sertifikat kepelabuhanan. Diharapkan dengan aclanya pemahaman terhadap kepelabuhanan, kepabeanan, ekspor impor, dari semua stake holder yang ada di 1PK unjuk ketja clan produktifitas terminal peti kemas akan meningkat
1806
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Tabel 4. SDM di 1PK Gedebage
NO 1.
2. 3.
URAIAN Struktur Organisasi Kantor Administrator Terminal Peti Kemas
Eselonisasi Sumber Daya Manusia
UTPK GEDEBAGE a. Sub Bagian Tata Usaha b. Seksi Adm. Angkutan c. Seksi Fasilitas Terminal d .Seksi Teknis Operasi e.Kelompok Jabatan Fungsional IIl/b 52 = 1 orang S1 = 4orang Sarmud = 2orang SLTA = 18 orang SLTP = 1 orang Honorer SLTA = 7 orang
4. Unjuk Ketja 1PK Gedebage Terminal peti kemas diharapkan akan optimal dengan ketersediaan fasilitas daratan dan prasarana sepertikeberadaanlapangan penumpukan (container yard), spoor bongkar muat, tersedianya gerbong KA, terdapatnya kantor kepabeanan, sarana bongkar muat (fork lift, crane, dll), pergudangan, ketersediaan sarana angkutan ke dan dari terminal peti kemas ke pelabuhan induknya Fasilitas yang ada sekarang ini terdiri dari prasarana berupa lapangan penumpukkan gudang, gedung kantor, pos keamanan, sepur dan lain-lain umumnya dalam kondisi bail<. Sarana berupa alat mekanik yang kelihatan beroperasi transtainer dan forklift, yang Iainnya sudah tua dan kurang memadai Untuk sarana di luar fasilitas pelabuhan daratan seperti : gerbong dan lokomotif pemeliharaannya di bawah Daops II PT. KAI, masih dalam kondisi memprihatinkan Yang perlu rnendapat perhatian adalah alat mekanik berupa Head Truck dan 01asis yang dimiliki sebanyak 2 (dua) unit, Sekarang ini dalam keadaan rusak berat Untuk rnenunjang kegiatan ini sebenamya dapat ditutup dengan 2 (dua) unit trailer yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan Over Brangen dan pengangkutan container dari pelabuhan daratan ke pabrik dan jika dioperasikan denga biaya yang lebih murah dari tarif organda, maka akan sangat berpengaruh terhadap componen tarif KA. Mengoptimalkan prasarana dan sarana di Terminal peti Kemas Gedebage Bandung dapat dibagi. dalam 4 item yaitu : -
Container Yard (l.a.pangan Penumpukkan), terpakai baru 10% Gudang ekspor, terpakai 3%
-
Gudangimpo~terpakai0%
Alat mekanik, terpakai 10% Jadi rata-rata tingkat pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada masih sangat rendah
± 6%, untuk itu perlu dioptimalisasi inga 100 %, berarti terdapat kapasitas yang tidak terpakai (GAP) sebesar 94 %.
1807
Cata.tan: Analisis Problem GAP94%
PF=.±_6%
S
=
PF GAP
kapasitas sarana clan prasarana 100%
= performance/kinerja sarana clan prasarana yang terkapai di tahun2003 =±6% = kesenjangan fasilitas yang tersedia clan terpakai 94 % Tabel 5. Fasilitas yang harus ada di Terminal Peti Kemas Dan ketersediannya di TPK Gedebage
NO
URAIAN Bongkar Muat a. Crane b. Forklift 2. Lapangan Penumpukan 3. Gudang 4. Prasarana dan sarana angkutan barang a. Head Trailler b. Chasis (kereta temple) c. Gerbong d. Kabus e. Spoor bongkar muat f. Spoor simpang g. Spoor perawatan 5. Perlengkapan/ peralatan untuk Pengemasan 6. Kantor Penvelemnzara Pelabuhan
TPK GEDEBAGE
KET
1.
1 buah 11 buah 8.800 m2 = 600 Teus 2.000 m2 = 2 unit 2buah 4buah 125buah 8buah 240m 240m 700m Hand Ballet 4 buah 400 m2 = 1 unit
Tabel 6. Aspek-aspek untuk menentukan Klasifikasi Pelabuhan Daratar
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
.
1808
10. . 11.
URA IAN Volume angk. barang/peti kemas TEU'S per tahun Luas Terminal (Ha) Area penumpukan (m2) Kapasitas penumpukan TEU'S Gudang Ekspor (m2) Gudang Impor (m2) Hangar mekanik (m2) Gedung perkantoran (m2) Area bongkar muat dan lalu lintas trailer I alat berat (m2) Paniang landasan pacu gantry crane (m) Panjang ialan rel untuk bongkar muat
TPK GEDEBAGE 40.346Teus 3,5Ha 8.000m2 6.00TEU'S 432m2 432m2 700m2 400m2 5.812m2 240m 240m
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
Tabel 7. Penentuan Kelas Pelabuhan Daratan Sesuai KM 53 Tahun 2002
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
PELABUHAN DARATAN Volume an~k. baran~/peti kemas oer tahun Luas Terminal Area oenumoukan Kaoasitas oenumoukan Gudan~ Eksoor Gudan~ !moor Han~ar mekanik Gedune: oerkantoran Area bone:kar muat dan lalu lintas trailer/ alat berat Paniane: Jandasan oacu e:antrv crane Panianu ialan rel untuk bone:kar muat
KELASI > 20.000TEU's >3Ha >8.000m2 >1.000m2 >450m2 >450m2 >350m2 >400m2
KELASII 12.000 - 20.000 TEU's 2-3Ha 5.000 - 8.000 m2 750 - 1.000 m2 300-450m2 300-450m2 250-350m2 250-400m2
KELASIII < 12.000 TEU' s <2Ha <5.000m2 < 750m2 <300m2 <300m2 <250m2 <400m2
Melihat tebel penentuan kelas pelabuhan daratan tersebut di atas, TPK Gedebage masuk kategori daratan kelas IL Fasilitas yang ada di TPK Gedebage baik sarana rnaupun prasarananya pada umumnya rnasih dalam kondisi baik, antara lain gudang, gedung kantor, pos kearnanan, sepur dan lain-lain. Namun keberadaan sarana yang berupa alat rnekanik (transtainer, forklift) usinya sudah tua dan kurang rnernadai. Sedangkan untuk sarana di luar TPK Gedebage seperti gerbong dan lokornotif perneliharaannya oleh PT. KA Yang perlu rnendapat perhatian adalah alat rnekanik berupa head truck dan chasis yang jurnlahnya 2 buah sekarang dalam kondisi rusak berat. Kondisi ini rnenjadi salah satu penyebab rnenurunnya kinerja TPK Gedebage. Faktor lain yang rnernpengaruhi menurunnya kinerja antara lain: rnasih kentalnya anggapan rnasyarakat pengguna jasa yang melihat TPK Gedebage sebagai stasiun kereta api, hal ini dikarenakan operasi TPK Gedebage sangat tergantung pada operasi kereta api, terlihat dari pengoperasian lokomotif dan gerbong rnasih sangat tergantung dari Daops II PT.KA dan kegiatan angkutan yang tersedia di dalamnya, karena di TPK Gedebage ini belum tersedia lokomotif dan gerbong yang siap mengangkut peti kernas dari Gedebage ke Pelabuhan Tanjung Priok (Pasoso). 2. Kualitas Pelayanan Belum efisiennya angkutan kereta api dari TPK Gedebege ke Pelabuhan Tanjung Priok, karena belum ada jaringan kereta api yang menuju ke sisi dermaga, hal ini rnenyebabkan waktu tempuh yang lebih lama ±10 jam, dengan perincian 6 jam dengan kereta api dari TPK Gedebage ke stasiun Pasoso, dan 4 jam menggunakan tru.k dari stasiun Pasoso ke dernaga. Biaya angkut lebih mahal karena terjadinya double handling dari stasiun Pasoso ke dermaga yang mencapai ± 35 % dari total biaya. Belummampu memenuhi keinginan pihak pelayaran yang mernberlakukan closing time 9 jam bagi angkutan peti kernas ke kapal. Sehingga angkutan peti kernas dengan kereta api tidak kornpetitif jika dibanding dengan angkutan jalan raya, share rnasing-rnasing moda adalah 66% untuk jalan raya dan 34% untuk kereta api.
1809
B. Evaluasi Ada beberapa hal mendasar yang perlu disesuaikan untuk merubah 1PK Gedebage menjadi pelabuhan daratan. Tabel berikut menjelaskan perubahan konsep 1PK menjadi pelabuhan daratan. Tabel 8. Perbedaan Konsep TPK dengan Pelabuhan Daratan No 1. 2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
Terminal Peti Kemas Pelabuhan Daratan Angkutan ke pelabuhan Angkutan ke pelabuhan induknya hanya dengan jalan raya dan KA induknva hanva dengan KA Penyeberangan angkutan ke Penyelenggaraan angkutan ke pelabuhan pelabuhan induknya melalui induknya melalui jalan raya dan KA, KA dan penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan Jasa di pelayanan jasa pelabuhan pelabuhan daratan oleh UPT Perhubungan, olehPT. KA Pemda, atau Badan Usaha Pelabuhan Belem ada klasifikasi TPK Pelabuhan daratan diklasifikasikan Belum berfungsi penuh Melayani kegiatan masyarakat umum, sebagai pelabuhan umum ekspor impor, interinsuler, konsolidasi, melavani ekspor impor distribusi, produksi, kawasan usaha, dll. Prosedur penetapan tarif Componen masing-masing tarif untuk jasa Belum menyesuaikan dengan pelabuhan, angkutan barang melalui kereta prosedur dan pedoman di api dan jalan raya memiliki prosedur dan pelabuhan pedoman tersendiri. Kualitas pelayanan belum Hams mempunyai keunggulan angkutan mempunyai keunggulan jika melalui pelabuhan daratan dengan konsep menggunakan TPK dan KA on train on board atau on truck on board sebagai alat transportasi Dengan KA masih ada Tidak ada double handling di double handling pelabuhan Kompetitor TPK Bandung adalah trucking dari pabrik langsung ke container yard Yakarta
Keteranl!an
Klasifikasi disesuaikan den2an klas pelabuhan induk
Hubdat sedang Ditjen mengembangkan jalar KA dari Pasoso langsung ke dermal!a Ti. Priok
Penyelenggaraan pelayanan jasa pelabuhan daratan hams meningkatkan pelayanan multi moda dengan konsep on train on board dan just in time
Dengan memperhatikan tabel di atas, jika 1PK Gedebage akan dirubah fungsinya menjadi pelabuhan daratan, maka harus dilakukan beberapa perubahan konsep agar nantinya Gedebage sebagai pelabuhan daratan benar-benar seperti pelabuhan laut 1. Organisasi Pengelola Organisasi Pengelola di 1PK/Pelabuhan Daratan sekarang ini masih PT. KAI dengan Nomenklatur Kepala Terminal Peti. Kemas, yang notabene Kepala Terminal biasanya mengepalai operasional yang ada di TPK meliputi. kegiatan bongkar/muat, TKBM, Kepabeanan, Kamti.b dan lain-lain, dilain pihak ada Administrator sebagai Penanggung Jawab dan Pimpinan Umum di 1PK/Pelabuhan Daratan yang mengkoordinasikan tugas pelayanan untuk kelancaran teknis operasional maupun pemerintahan. Kalau di Pelabuhan Tanjung Priok, Pengelola pelabuhan Tanjung Priok adalah PT. Pelindo II khusus pelayanan di Pasoso dibentuk anak perusahaan PT. MTI, dan untuk Unit 1PK nya salah satu lokasi dikelola oleh JICT dipimpin oleh General Manager PT. JICT bukan kepala Terminal, sehingga ti.dak timbul kesan pengusaha merangkap sebagai regulator.
1810
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Tabel. 9 TPK
NO
URAIAN
1. 2.
Pene:elola Pelabuhan Bongkar muat di terminal
3.
Angkutan Peti Kemas
4.
Angkutan Peti Kemas Koordinator Teknis Operacional dan pemerintahan
PELABUHAN LAUT
(PELABUHAN DARATANI PT.Pelindo PT. KA PT. MT!, JICT (General PT. KA (Kepala Terminal) Manager) Multi Operator PT. KA untuk kereta api Multi Operador Kepala Kepala Pela- Administrator Admnistrator buhan TPK
KEfERANGAN
Kewenangan da1am menajemen pengelolaan 1PKB ada pada Pf.KAI, sebagai operator clanmerangkap sebagai pengangkutmenggunakanKA. Kewenangan dalammanajemen umum (Administrasi/Pemerintahan, sebagai koordinator) supervisi dan pemantauan clan keamanan dan ketertiban ada pada Kantor Administrator. Da1am kegiatan seharihari sering terjadi pengambilan keputusan tentang aturan kepelabuhanan di 1PKB diputuskan sepihak oleh Pf.KAI tanpa konsultasi atau mengacu kepada peraturan clan perunclangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah da1am hal ini operasional di lapangan dilaksanakan oleh Kantor Administrator. Dengan kejadian ini maka sering pihak pengguna jasa dirugikan clan dibingungkan dengan sistem pelayanan seolah-olah terjadi dualisme kepemimpinan. 2. Pentarifan a. TarifJasa Terminal di 1PKB ditetapkan olehKepala 1PKB seharusnya dikonsultasikan
c. Tarif di MTI, dan tarif di JICT ditetapkan oleh Manajer Pf.MTI clan Pf.JICT.
d Tarif Trucking Pabrik-1PKB maupun Tarif Pabrik Tanjung Priok Jakarta ditentukan oleh Pengusaha trucking yang bersangkutan. e. Tarif Paket adalah tarif gabungan (Tarif Jasa 1PKB+KA+MTI+JICI). Seharusnya Tari£ Angkutan Paket melalui KA (Kapal+tarif KA+Trucking) + Jasa Kepe1abuhanan yang menanggung paket angkutan). Dengan pe1aksanaan tarif angkutan yang sekarang ini justru bumerang buat KAI, karena dengan tarif angkutan peti kemas yang naik mencapai 86%, Sejak tanggal 17 Pebruari 2003 angkutan tunm drastis mencapai ±60%.
Walaupun atas desakan pemerintah dan para pengguna jasa, tarif KA sudah turun dengan diberlakukannya tarif diskon sebesar ±15% Namun kondisi angkutan belum memrnjukkan kenaikan yang signifikan
1811
Faktor yangmempengaruhi menurunnya angkutan KA melalui 1PKB terutama masa1ah tarif KA yang terlalu tinggi dipaksakan langsung naik 86%, masyarakat merasa kaget dan bereaksi untuk membeli Head Truck. Disamping itu dengan kewenangan penetapan tarif KA, ini ada unsur kesengajaan diterapkan tinggi untuk mengimbangi kenaikan tarif di Pasoso (PT.Mn) di TPKB (PT.JICT), sehingga jika tarif paket tersebut di atas tidak diminati, PT.KAI akan melaksanakan skenario tarif KA tidak melalui PT.MTI, tetapi melalui stasiun sungai Legoa yang dikelola PT.KAI dan PT.Senkon dengan tarif yang lebih murah, dan memfungsikan TPKB menjadi TPS. Namur karena skenario tidak didukung oleh PT.MTI dan PT.JICT, para pengguna jasa dan Kantor Administrator, PT.KAI telah menurunkan tarif diskon.± 15%, Namun belum matnpu meningkatkan arus peti kemas. 3. Aspek Legalitas Menyesuaikan nomenklatur TPK (Keppres No.52 Tahun 1987 tentang Terminal Peti Kemas) menjadi Pelabuhan Daratan (PP. No.69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan dan KM Perhubungan No.53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional). Dengan perubahan nomenklatur TPK menjadi pelabuhan daratan dan klasifikasi pelabuhan daratan, perlu ditetapkan pula penyelenggara pelayanan di pelabuhan daratan sebagai UPT Ditjen Perhubungan Darat atau Badan Usaha Pelabuhan. 4. Dampak Perubahan TPK menjadi Pelabuhan Daratan a. TPK sebagai pelabuhan daratan diharapkan menjadi pintu gerbang keluar/ masuk barang/ container dari dan ke daerah/ negara tujuan.
b. Merupakan satu mata rantai sistem pelayanan multi moda transportasi yang apabila dikelola secara efisien dan efektif akan berdampak terhadap daya saing produk unggulan daerah yang pada akhimya akan meningkatkan PDRB, dan membuka lapangan kerja. c. Sarana dan prasarana yang selama ini ada di TPK ke pelabuhan induknya tidak hanya dengan menggunakan kereta api tetapi dapat juga menggunakan moda lain Galan raya). d. Hilangnya anggapan masyarakat bahwa TPK sebagai TPS (depo), jika TPK sebagai pelabuhan daratan maka perlakuan akan sama seperti pelabuhan laut e. Masyarakattidak perlumengirimkan barangnyakepelabuhanlautcukup ke Pelabuhan daratan karena pelabuhan daratan adalah kepanjangan dari pelabuhan laut, barang dapat diproses di pelabuhan daratan dan barang diangkut ke pelabuhan induk baik dengan moda kereta api maupun moda jalan raya (on train/truck on board).
f.
1812
Depo-depo peti kemas yang selama ini berfungsi sebagai TPS, pusat industri kawasan berikat, yang selama ini petugas bea dan cukai membuat PEB di lokasi tersebut untuk tujuan container yard di pelabuhan laut dapat diarahkan untuk melalui container yard di pelabuhan daratan.
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
g. Aktivitas asal dan tujuan angkutan trailer diarahkan menggunakan pelabuhan daratan, dengan demikian lalu lintas kendaraan angkutan peti kemas Garingan lintas yang dilalui oleh kendaraan container) dapat diawasi dan dikendalikansesuai dengan KM Perhubungan No.74Tahun1990 tentang Angkutan Peti Kemas. h. Memudahkan pengelola pelabuhan daratan dalam menyusun master plan pengembangan pelabuhan daratan, yang meliputi antara lain penyediaan sarana dan prasarana, penyediaan lapangan parkir bagi kendaraan pengangkut peti kemas, pembuatan daerah perkantoran serta sistem pelayanan yang efisien yang dapat menarik masyarakat pengguna untuk mernanfaatkan jasa pelabuhan daratan. PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya angkutan container melalui TPKB/ Pelabuhan Daratan Gedebage antara lain : 1. Adanya depo-depo yang berfungsi sebagai TPS (fempat Penimbunan Sementara), dan Kawasan Berikat yang dapat berfungsi sebagai Kawasan pabean. 2. Adanya trailer dari Jakarta yang tarifnya lebih murah dan sistem pembayarannya tidak cash. 3. Adanya penerapan sistem dossing Time di JICT Jakarta.
4. Tarif KA yang tinggi 5. Pelayanan di MTI/Pasoso masih double handling tidak langsung ke dermaga. 6. Tarif jasa Kepelabuhanan/Terminal lebih tinggi dari depo/TPS. 7. Sistem pelayanan Bongkar/Muat/TKBM yang kurang memuaskan.
8. Ada repro container dari Jakarta bila melalui KA biayanya tinggi 9. Biaya angkut dengan trailer local pabrik ke TPK relatif tinggi.
10. Pengurusan sistem klaim Asuransi yang belum lancar. 11. Kurangnya aktivitas pemasaran oleh PT.KAI. 12. Loko dan gerbong yang layak operasi masih terbatas.
B. Rekomendasi 1. Ada beberapa alternatif bila terjadi perubahan nomenklatur TPK menjadi Pelabuhan daratan dilihat dari siapa pengelola, yaitu : a.
Jika Pengelolanya ditunjuk oleh PT. KA, yang perlu dicarikan jawabannya adalah :
b. PT. KA bukan badan usaha di bidang Pelabuhan.
c. PT. KA sebagai pengusaha angkutan perkeretaapian (operator) akan merangkap sebagai pengelola di bidang Kepelabuhanan.
1813
d Pelabuhan daratan dihubungkan ke pelabuhan induknya melalui jalan KA dan jalan raya, oleh sebab itu pengelola seOOiknya yang independen. e. Pengelola 1PK selama ini belum menguntungkan. f.
Pengguna Jasa ingin tarif jasa pelabuhan yang murah/ tetjangkau.
2. Jika ditunjuk UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai pengelola rnaka yang perlu disiapkan : a. Perlu segera menyesuaikan uraian tugas pokok dan fungsi Kantor Administrator Termina1 Peti Kemas menjadi Kantor Pelabuhan Daratan. b. Melaksanakan manajemen pengusahaan dan manajemen pemerintahan di lingkungan ketja pelabuhan daratan.
c. Tarif jasa pelabuhan daratan/jasa terminal ditetapkan pemerintah. d. Pengendalian dan monitoring sarana angkutan baik menggunakan KA maupun jalan raya sesuai dengan standar keselamatan dan peraturan perundangan yang berlaku dilakukan di pelabuhan daratan. e. Penghasilan pengelolaan pelabuhan daratan menjadi penerimaan Kantor Pelabuhan Daratan disetor ke Kas Negara. f.
Adanya rencana induk pengembangan pelabuhan daratan disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa.
3. Pengelolaan pelabuhan daratan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah, untuk itu perlu segera disiapkan aturannya. DAFfAR PUSTKA Keppres No.52 Tahun 1987 tentang Terminal Peti Kernas menjadi Pelabuhan Daratan. PP. No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan dan KM Perhubungan No.53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional. Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian. Penerbit CV. ALFABETA, Bandung, 2002 *)
Lahir diJakarta, 15Maret1%1, S1 Ekonomi Universitas Jayabaya tahun 1987, Peneliti Pertama.
1814
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
KA.JIAN PERAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN
DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN L. Denny Sjahaan *) ABSTRAK
Keselamatan dan keamanan pelayaran tidak terlepas dari terpenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal di pelabuhan pemberangkatan. Pejabat yang berwenang penuh untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap terpenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelat;aran adalah Syahbandar di pelabuhan. Kenyataan selama ini, peran dan fungsi tersebut baru sebatas memberikan Surat ijin Berlat;ar (SIB) dalam arti sempit dan dilaksanakan dalam posisi kepala seksi di bawah Bidang GAMA T (Penjagaan dan Penyelamatan) dalam struktur oraganisasi ADPEL di pelabuhan. Perbandingan peran dan Jungsi Syahbandar sebagai Kepa1a Pemerintahan di pelabuhan dengan Kepa1a Seksi Syahbandar menunjukkan tidak terlaksananya sec.am optimal. pengawasan peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran, termasuk dalam koordinasi kegia.tan pemerintahan di pelabuhan. Tingginya angka kecelakaan kapal dalam pelayaran, tentunya ada korelasinya dengan aspek pembinaan keselamatan dan keamanan pelayaran oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanatkan peran dan fungsi Syahbandar yang memiliki kewenangan lebih besar dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelat;aran yang mencakup pelaksanaan, pengawasan, penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan dan perlindungan lingkungan maritim dan lain-lain. Menghadapi perkembangan industri maritim yang semakin meningkat termasuk lingkungan, keselamatan dan keamanan perlu mendudukan kembali Syahbandar sebagai -pejabat pemerintah yang memilild. otoritas tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap terpenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelat;aran serta lingkungan maritim. Kata Kunci : Syahbandar, Keselamatan & Keamanan Pelayaran
PENDAHULUAN Laut itu sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pertahanan clan keamanan bangsa Indonesia. Oleh karena itu segala sesuatu yang bersangkut paut dengan laut atau maritim perlu mendapat perhatian khusus, termasuk didalamnya masalah kepelabuhanan. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/ atau perfilran dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan/ atau bongkar muat ha.rang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. Oleh karena itu urusan kepelabuhanan perlu dirancang secara khusus dan sungguh-sungguh agar peran pelabuhan
1815
dapat ter1aksana dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan bangsa clan negara, serta dapat menempatkan RI di tempat terhorrnat clan diperhitungkan daiam perdagangan dunia. Kepentingankeselamatanclankeamanan pelayaran bagisemua pihak yang berkaitandengan kegiatan pengangkutan di laut, tidak dapat ditawar dan mutlak harus dipenuhi Sernua pihak yang melakukan kegiatan jasa transportasi laut pasti menghendaki terjaminnya keselarnatan atas jiwa clan barang, sejak saat keberangkatan sampai tempat tujuan. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan keselamatan dan keamanan kapal dalam pelayaran, adalah otoritas nakhoda di atas kapal dengan segala keahlian, kemampuan dan kewenangannya memimpin kapal tersebut. Namun disisi lain terpenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Syahbandar di pelabuhan selaku otoritas di pelabuhan yang memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap terpenuhinya ketentuan peraturan perundang-unclangan tentang keselamatan clan keamanan pelayaran (UU Nomor 17 Tahun 2008, tentang pelayaran). Kecelakaan kapal di laut tentunya terkait dengan banyak faktor yang mempengaruhi, namun penyebab terbesar karena kesalahan Sumber Daya Manusia (SDM), apapun alasannya jelas terkait dengan pemerintah selaku pembina di biclang keselarnatan dan keamanan pelayaran, artinya bagaimana sebenamya peran dan fungsi Syahbandar selama ini dan bagaimana kedepannya bila dikaitkan dengan telah diberlakukannya UU Nomor 17Tahun2008 tentang Pelayaran sebagai penyempurnaan atas UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
POLAPIKIR
Kajian ini bertujuan merumuskan kebijakan mengenai peran dan fungsi Syahbandar daiam menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Kebijakan dirumuskan pada tiga permasalahan pokok yaitu legalitas, kelembagaan, clan sumber daya manusia (SDM) sebagaimana pada gambar 1. Peraturan Perundangan Terkait Kewenangan Pengawasan Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
Subvek Perandan Fungsi Syahbandar Saat ini
Obvek
Metoda
• Analisa • Ditjenhubla • Legalitas. Kebijakan. • Kelembagaan • Adpel • Perilaku •SDM. • Stake Organisasi Holders • Manajemen SDM
Perandan Fungsi Syahbandar Besar
dan Keamanan Pelayaran
Peluang dan Kendala
Garn bar 1. Pola Pikir Kajian Peran Syahbandar dalam Rangka Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
1816
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
TEKNIK ANAIJSIS PERMASALAHAN Analisis permasa1ahan kajian ini menggunakan pendekatan analisis kebijakan dan perilaku organisasi yangmenghasilkanrumusankedudukanSyahbandarselakukepala pemerintahan
di pe1abuhan
DATA DAN ANALISIS A Sejarah Singkat Peran Syahbandar di Pelabuhan Perkembangan kepelabuhanan sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda sampai dengan Pemerintahan Indonesia saat ini, te1ah menggambarkan perkembangan penyelenggaraan pelabuhan yang melibatkan banyak pihak terkait dengan pelayanan pelabuhan guna IIe1di5tribtJsi htrang. Penyelenggaraankepelabuhanan saatitu khususnya di pelabuhan besar tmlapat4(empit)institusiyangrr8ll<sanakanfungsipemerintahan,yaituAdministratorPe1abuhan; Kesyahhmdaran; Detasemen KPl.P (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) dan Distrik Navigasi Sejarah keberadaan Syahhmdar di daJam pelabuhan dapat diuraikan seOO.gai berikut : 1. Masa Pemerintahan Hindia Belanda Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda terdapat 2 (dua) institusi yang mempunyai peran dan fungsi yang berbeda di pelabuhan yaitu Haven Direktie, yang mengoperasikan fasilitas pelabuhan dan Haven Meester, yang melaksanakan dan mengawasi keselamatan kapal dan pelayaran Pada rnasa ini berdasarkan HllUen Reglement 1925, Syahbandar (Haren Meester) bertindak sebagai kepala pemerintahan di Pelabuhan Sejak saat itu mu1ai dikenal peran dan fungsi Syahbandar di pelabuhan, sedangkan untuk lalu lintas dan muatan belum diatur 2. Masa tahun 1954 - 1960 Pada tahun 1954, institusi di pelabuhan menjadi Jawatan Pelabuhan dan Syahbandar, di mana lalu lintas dan muatan belum diatur. Kemudian pada tahun 1%0 institusi pelabuhan menjadi tiga yaitu PN (Perusahaan Negara) Pelabuhan Syahbandar dan Inspeksi.PelayaranEkonomi. Pada tahun 1960 mulai dibentuk Jawatan PelayaranEkonomi di pusat dan lnspeksi Pelayaran Ekonomi di daerah, yang bertugas mengatur keseimbangan lalu lintas kapal dan muatan 3. Masa tahun 1960 -1964 Pada tahun 1%4 institusi di pelabuhan berubah menjadi : a. Penguasa Pelabuhan (Port Authority) dimana Syahbandar Ahli sebagai Komandan Port Authority juga merangkap sebagai Kepala Daerah Pelayaran dan Syahbandar Muda menjadi Inspektur Keselamatan Pelayaran Di Indonesia terdapat sembilan kepala daerah pelayaran yaitu Kepala Daerah Pelayaran I berkedudukan di Medan (Sumut), Kepala Daerah Pelayaran II berkedudukan di Dumai (Riau), Kepala Daerah Pelayaran ill berkedudukan di Tanjung Priok (Jakarta), Kepala Daerah Pelayaran N berkedudukan di Tanjung Perak (Surabaya), Kepala Daerah Pelayaran V berkedudukan di Banjarmasin (Kalsel), Kepala Daerah Pelayaran VI berkedudukan di Makassar (Ujung Pandang), Kepala Daerah Pelayaran VII berkedudukan di Bitung
1817
(Sulut), Kepala Daerah Pelayaran VIliberkedudukan di A.mbon (rl.aluku), dan Kepala Daerah Pelayaran IX berkedudukan di Jayapura (Papua).
b. PN. Pelabuhan menjadi penyedia pelayanan di Staf Port Autlwrity c. Inspeksi Pelayaran Ekonomi menjadi bagian Operasi pada Port Autlwrity dengan sebutan Inspektur Pelayaran Niaga/Traffic, yang bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan lalu lintas kapal, barang/ muatan dan orang dari dan ke pelabuhan. 4. Masa tahun 1964 - 1969 Berjalan ke tahun 1969, PN. Pelabuhan berubah menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan yang dipimpin oleh Administrator Pelabuhan, juga merangkap Kepala Pemerintahan di Pelabuhan yang ditunjuk sebagai Pimpinan Umum. Pada masa ini Syahbandar hanya berfungsi sebagai Inspektur Keselamatan Pelayaran. 5. Masa tahun 1969 - 1983 Betjalan ke tahun 1983, fungsi pemerintahan di pelabuhan dipisahkan dengan fungsi pengusahaan, dimana fungsi pemerintahan dilaksanakan oleh Adpel selaku koordinator i.'1Stansi pemerintah dan pengusahaan, sedangkan fungsi pengusahaan dilakukan oleh Perum Pelabuhan I s/ d IV. Pada masa ini unit kerja Adpel terdiri atas bagian Kesyahbandaran d an Bagian Traffic. 6. Masa tahun 1983 - 1991 Tahun 1984, dalam rangka mengurangi biaya tinggi di pelabuhan, 4 (empat) pelabuhan u tama yaitu Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makasar dipimpin oleh seorang Adpel yang berpangkat Kolonel langsung bertanggung jawab kepada Menteri. Pada masa ini terdapat 9 (sembilan) Kanwil Perhubungan Laut yang wilayahnya sama dengan Kepala Daerah Pelayaran. Syahbandar pada masa ini tetap Bagian Kesyahbadaran. Tahun 1988, perubahan organisasi Kanwil Perhubungan Laut menjadi Kanwil Perhubungan yang berkedudukan di setiap ibukota Propinsi. Pada Kanwil Perhubungan terdapat Bidang Laut, Udara, Darat dan Telkom di samping Bidang Perencanaan dan Bagian Tata Usaha, sedangkan Syahbandar masih tetap Bagian Kesyahbandaran. Tahun 1991, kedudukan Adpel di pelabuhan tetap, dan terjadi perubahan Perum Pelabuhan menjadi PT. (Persero) Pelabuhan Is/ d N. Aturan ini mengakibatkan semua kewe:nangan yang ada di Perum Pelabuhan Is/ d IV beralih ke PT. (Persero) Pelabuhan I s/ d IV pa ada perubahan tentcu'lg hak dan kewajiban selaku Perseroan Terbatas sehingga terjadi campur aduk kewenangan pemerintahan dan pengusahaan di Pelabuhan. Pada masa ini Adpel terdiri dari beberapa bidang diantaranya Bidang Penj agaan dan Penyelamatan yang membawahi Syahbandar sebagai Seksi Kesyahbandaran. 7. Masa tahun 1991 - 2008 Dari tahun 1991 sampai tahun 2008 Institusi di pelabuhan masih tetap yaitu Adpel dan PT. (Persero) Pelabuhan I s/d IV, di mana Syahbandar tetap setingkat Kepala Seksi Kesyahbandaran berdasarkan kelas Adpel dimulai dari pelabuhan utama, kelas I s/ d III sedangkan kelas N dan V setingkat dengan sub seksi
1818
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
B. Upaya Penyempumaan Peran Syahbandar Selaku Penanggungjawab Keselamatan clan Keamanan Pelayaran Sesuai dengan Peratwan Perundangan Peran Syahbandar di pelabuhan sebagai kepala pemerintahan yang bertanggungjawab di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan lain di pelabuhan, perlu dikembalikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditinjau dari aspek legalitas, kelembagaan dan sumber daya manusia sebagai berikut : 1. Tinjauan Aspek Legalitas a. Reden Reglement 1925 Kebijakan ini merupakan awal pengaturan pernerintahan di pelabuhan, yang tujuannya untuk mengatur ketertiban dan keamanan kapal rnemasuki pelabuhan untuk berlabuh, bersandar dengan tujuan mengangkut atau rnernbongkar rnuatan, mengambil air, bahan bakar, bahan rnakanan, menaikkan/ menurunkan penumpang, hewan dan diwajibkan mengambil ternpat di dalam batas pelabuhan di wilayah perairan bandar serta keberangkatan kapal. Pada saat itu pe1aksanaan dari tujuan tersebut sepenuhnya dipimpin oleh Syahbandar. Kernudian pada Pasal 2 Peraturan Bandar 1925, untuk penegakkan hukum di bandar dan pelabuhan dibebankan kepada Syahbandar dengan tugas rnelaksanakan, rnengawasi serta rnenjaga agar peraturan ditaati.
b. Undang-Undang Pelayaran 19'36 stb 700, tentang Tata Pengaturan Pelabuhan dan Pelayaran di Indonesia. Pasal 6 Undang-Undang ini mengatur pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab di pelabuhan adalahHaven Mesteeryang ditetjemahkansecara bebas ke bahasa Melayu/ Indonesia dengan narna Syahbandar. c. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Setelah penyerahan kedaulatan pada tanggal 27 Desernber 1949 dari pemerintah Hindia Belanda ke Pernerintah Republik Indonesia, penanganan masalah kepelabuhanan tetap berpedoman pada peraturan perundangan Hindia Belanda sebagaimana diatur berdasarkan aturan pera1ihan Pasal 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi. "Segala badan Negara dan peraturan yangadamasihlangsungberlakuselamabelumdiadakanyangbarumenurutUndangUndang Dasar ini".
d. UNCLOS 1982 Persepsi dalam penafsiran hukum laut intemasional pada rection 6 tentang enforcement (pemaksaan pentaatan) khususnya article 218 Enforcement by port states
(pemaksaan pentaatan oleh negara pelabuhan), oleh pakar dan ahli hukum di bidang hukum laut ditafsirkan sebagai Syahbandar, dan pada dasamya dalam hukum laut intemasional tersebut, secara eksplisit tidak menyebutkan kalimat "syahbandar'' (harixmr master). Untuk itu penafsiran hukum yang telah dipakai sejak jaman Hindia Belanda sampai dengan saat ini, disamping merupakan suatu bentuk penafsiran juga merupakan adopsi dari bentuk penerjernahan oleh negara-negara internasional
1819
bahwa Syahbandar dijelaskan sebagai kuasa Undang-Undang di pelabuhan (nama Iain dari negara pelabuhan). e. Pembinaan Kepelabuhanan di1aksanakan oleh Administrator dan Kepala Pelabuhan sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1983. f.
Peraturan Pemerintah No. 11, 12, 13 dan 14 tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhanan dan fungsi pengusahaan. Fungsi pemerintahan diatur dalam pembentukan Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan I s/ d IV, dimana pada tahun 1984 pemerintah menetapkan kebijakan 4 (empat) pelabuhan utama Indonesia sebagai pintu gerbang ekonomi, yakni Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Tanjung Prick, Pelabuhan Tanjung Perak, dan Pelabuhan Makasar, telah mengangkat peran pelabuhan sebagai pendorong berkembangnya industri pelayaran walaupun pada saat itu belum diterapkan asas cabotage secara maksimal.
g. Inpres 4 tahun 1985 Dalamrangka mendukung perdagangan ekspornonmigas, terbuka pelabuhan untuk perdagangan luar negeri sebanyak 131 pelabuhan yang tersebar di wilayah perairan Indonesia, berfungsi sama dengan 4 (empat) pelabuhan utama di atas, namun dengan kondisi pelabuhan sebanyak 131 tersebut menjadi kurang efektif dan efisien. h. Peraturan Pemerintah No. 56, 57, 58, dan 59 tahun 1991 PerumPelabuhandirubahmenjadiPT.(Persero)Pelabuhanlndonesials/dIV.Aturan inimengakibatkansemua kewenangan yang ada di PerumPelabuhanI s/ dIVberalih ke PT. (Persero) Pelindo Is/ d IV tanpa ada perubahan tentang hak dan kewajiban selaku Perseroan Terbatas, sehingga tetjadi campur aduk kewenangan Perusahaan Umum dengan hak Perseroan Terbatas. Hal tersebut bukan kesalahan semata dari pihak PT. (Persero) Pelindo I, II, III dan IV, tetapi merupakan akibat dari kesalahan persepsi pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah pada saat itu. i
Undang-Undang Nomor 21tahun1992 Tentang Pelayaran Pasal 40 ayat (1) menyatakan secara tegas bahwa Syahbandar mengatur dan mengawasi setiap kapal yang memasuki pelabuhan dan seiama berada di pelabuhan wajib mematuhi peraturan-peraturan untuk menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas kapal di pelabuhan. Selanjutnya dalam ayat (2) juga ditegaskan bahwa setiap kapal yang akan berlayar wajib memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) yang dikeluarkan oleh Syahbandar setelah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal.
j.
Peraturan Pemerintah Nomor 1tahun1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal Pasal 4 butir (a) menegaskan setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui dikapalnya terjadi kecelakaan, sesuai batas kemampuannya wajib melaporkan kecelakaankapalkepada Syahbandar pelabuhan terdekat bila kecelakaankapal terjadi c,lj. dalam wilayah perairan Indonesia.
1820
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Kesimpulan Tinjauan Legalitas a. Pasal 2 Peraturan Bandar 1925 dengan Pasal 6 Undang-Undang Pelayaran 1936 stb 700 tentang Tata Pengaturan Pelabuhan dan Pelayaran di Indonesia mengatur Syahbandar secara legalitas sebagai pejabat pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya peraturan-peraturan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran, keterb.ban dan lalu lintas kapal di pelabuhan b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1964 tentang Susunan Organisasi dan tata kerja Port Authority dan Daerah Pelayaran, hanya merupakan pe1aksanaan Undang-Undang Pelayaran 1936 stb 700 namun tidak mengacu pada Peraturan Bandar 1925 sehingga Komandan Penguasa Pelabuhan yang adalah Syahbandar diganti dengan Administrator Pelabuhan sebagai penanggungjawab dan pimpinan umum di pelabuhan. c. Legalitas kewenangan Syahbandar sesuai pasal 2 Peraturan Bandar 1925 dan pasal 6 Undang-Undang Pelayaran 1936 stb 700 tentang Tata Pengaturan Pelabuhan dan Pelayaran di Indonesia tidak sejalan dengan Pasal 218 UNCLOS 1982, karena . secara de jure Syahbandar mengatur, mengawasi ketertiban dan keamanan kapal di peiabuhan mulai dari masuk pe1abuhan, sandar, bongkar muat dan kebutuhan lain sampai meninggalkan pelabuhan, namun secara de facto pemerintahan di pelabuhan dilakukan oleh Adpel/Kakanpel, Bea Cukai, Imigrasi, Karantina kesehatan, Karantina Tumbuh-tumbuhan, Karantina Hewan dan Karantina Ikan. d. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhanan dan fungsi pengusahaan, Kebijakan 4 (empat) pelabuhan utama Indonesia sebagai pintu gerbang ekonomi, lnpres 4 tahun 1985 dan PP No. 56, 57, 58, dan 59 tahun 1991, menggambarkan peran Syahbandar sudah sebatas Kepala Seksi Kesyahbandaran yang berada di bawah Bidang Penjagaan dan Penyelamatan. Pada masa inilah peran dan fungsi Syahbandar menjadi kabur, karena dilakukan oleh seorang Kepala Seksi dengan standar kompetensi yang tidak jelas. e. UU Nomor 21 Tahun 1992 pasal 40 ayat (1) dan (2), konsisten dengan peraturan Bandar (Reeden Reglement Sb. 1925 No 500) karena Pasal 1 - Pasal 27 peraturan Bandar 1925 mengatur tentang tata pemerintahan di pelabuhan, di mana Syahbandar mengatur ketertibandankeamanankapal yangmemasuki pelabuhan untuk berlabuh, bersandar dengan tujuan mengangkut atau membongkar muatan, mengambil air, bahan bakar, bahan makanan, menaikkan dan menurunkan penumpang, hewan serta diwajibkan mengambil tempat di dalam batas pelabuhan di wilayah perairan bandar dan keberangkatan kapal yang dipimpin oleh Syahbandar.
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal, fungsi Syahbandar begitu penting karena fungsinya berkaitan dengan setiap kecelakaan kapal yang berada di wilayah perairan.
g. UU Nomor 21 tahun 1992 pasal 40 ayat (1) dan (2) belum menjabarkan aturan pe1aksanaan peran Syahbandar (tidak ada Peraturan Pemerintah nya), tetapi disatu sisi dikeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. No. 17 tahun 2004 tentang Perubahan KM. 62 Tahun 2002, menggambarkan bidang-bidang yang
1821
terdapat pada organisasi Adpel termasuk peran Syahbandar yang tertuang dalam pasal 40 UU Nomor 21Tahun1992 tentang Pelayaran. Dari sinilah semakin jelas adanya ketimpangan hukwn karena Syahbandar yang tertuang da1am UU Nomor 21 tahun 1992 pada pasal 40 tidak terjabar pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah, sedangkankelembagaanAdpel tidakdipayungi Undang-Undang,hanya dengan Keputusan Menteri dapat membawahiSyahbandar (kuasa Undang-Undang di pelabuhan) sebagai Kepala Seksi Kesyahbandaran. Peran Syahbandar sebagaimana tertuang dalamkebijakan sejak pemerintahan H.india Belanda s/ d dikeluarkannya UU Nomor 21 tahun 1992, tentang Pelayaran, menggambarkan kepentingan Syahbandar yang memiliki tanggungjawab besar dalam pelaksanaan dan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran, namun pada kenyataannya tanggungjawab dimaksud menjadi kurang jelas, misalnya adanya kebijakan mengenai hierarki pelabuhan yang dikaitkan dengan pembagian kewenangan dianggap tidak tepat dalam penyelenggaraan pelabuhan, karena pengembangan pelabuhan ditentukan oleh potensi pelabuhan yang meliputi fasilitas dan aktivitas pelabuhan tersebut dan bukan berdasarkan hierarki yang dikaitkan dengan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Di samping itu, PT. (Persero) Pelindo masih merangkap fungsi pemerintahan disamping fungsi pengusahaan. Hal ini menjadi rancu karena tidak dipisahkannya fungsi regulator, operator dan fasilitator, yang akibatnya fungsi pemerintahan di pelabuhan tidak mempunyai penanggung jawab dan pimpinan wnwn da1am mengantisipasi arus barang dan perencanaan pe1abuhan masa depan. Adanya pengaturan dalam.PP yang tidak ada acuannya di UU 21/92 misalnya Dermaga untuk kepentingan sendiri dan teknis pengaturan DLKr (Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan) dan DLKp (Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan). Dampak Umwn di Pelabuhan atas Tinjauan legalitas 1) Tidak ada kejelasan fungsi regulator dan operator di pelabuhan; 2) Fungsi regulator di pelabuhan tidak jelas dalam menjalankan tugasnya, seperti fungsi kesyahbandaran dan fungsi Adpel; 3) Pelayanan kapal di pelabuhan kurang efisien karena tetjadi birokrasi yang lebih panjang dari sebelumnya; 4) W aktu tunggu kapal di pelabuhan semakin lama sehingga perusahaan pelayaran dirugikan karena biaya operasi akan besar tetapi PT. (Persero) Pelindo akan memperoleh keuntungan; 5) Tetjadi permainan da1am permintaan fasilitas sandar kapal; 6) Performansijkinetja pelabuhan rendah;
7) Tetjadi kepadatan yang sangat tinggi baik di sisi laut maupun di sisi darat; 8) Kerugian di pihak pemerintahlebih buruk lagikarena sejakinstitusi PN pe1abuhan beralih ke fungsi komersil tetjadi hal-hal sebagai berikut :
1822
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
a) Institusi ini tidak memperhatikan lagi tenaga ahli di bidang konstruksi bangunan air; b) Institusi ini terfokus di bidang komersil yang lebih banyak mencari keuntungan; c) Pernbangunan permukaan air sekarang ini banyak menggunakan kontraktor asing; d) Tetjadi peralihan hak atas tanah yang telah menjadi aset para investor. Sebagai perbandin~ secara universal penyelenggaraan pelabuhan dinegara-negara maritimlainnya sama seperti di Indonesia diselenggarakan oleh badan pemerintahan sebagai kepanjangan tangan dari institusi pemerintahan. Contohnya: New Yark Port
Authority, Lmu1on Port Authority, Rotterdam Port Authority, Port of Singapore Authority, dan Tokyo Port Authority. Namun asetnya dapat dimiliki oleh Pemerintah Kota/ Kabupaten. Llngkup tugas dari Port Authority meliputi perencanaan, pernbangunan pelabuhan dan fasilitas pelabuhan, pemeliharaan infrastruktur pelabuhan, merencanakan dan mengatur lalulintas melalui pelabuhan, bersama pemerintah daerah merencanakan tata ruang meliputi pelabuhan dan fasilitas pendukung pelabuhandisekitarpelabuhan(kawasankonsolidasimuatandankawasanindustri). Pengoperasian terminal ada yang dilakukan oleh Port Authority, dan ada yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran serta industri. Di terminal khusus industri di1akukan sendiri oleh pemilik industri. 2. Tinjauan Aspek Kelembagaan a. Pada tahun 1912 pemerintah Hindia Belanda sesuai dengan usu1 G.J. De Young dan Dr. J. Klaus telah mengadakan perubahan secara mendasar di bidang organisasi dan manajemen kepelabuhan dan membagi peiabuhan dalam tiga katagori yang terdiri dari 7 peiabuhan besar, U peiabuhan menengah dan 500 pelabuhan kecil Perubahan telah memisahkan sistem administrasi pelabuhan menjadi dua bagian besar yaitu administrasi pemerintahan (negara) dan administrasi pengusahaan (niaga).
b. Pada tahun 1954 pemerintah membentuk Jawatan Pelabuhan yang secara struktur kelembagaan berada di bawah Direktorat Pelayaran. c. Pada tahun 1960, pemerintah membentuk Perusahaan Negara Pelabuhan berdasarkan Perpu No. 19 tahun 1%0. d. Pada tahun 1969 berdasarkan PP No. 1 tahun 1%9 PN Pelabuhan diganti dengan Badan Pengusahaan Pelabuhan (PN Pelabuhan dalam likuidasi) yang dipimpin oleh Administrator Pelabuhan yang juga merangkap Kepala Pemerintahan di pelabuhan yang ditunjuk sebagai penanggung jawab dan pimpinan umum. e. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhanan. Pada tahun 1983, dalam rangka menunjang perekonomian nasional rnaka pelaksanaan tugas-tugas kepelabuhan yang dilaksanakan oleh Administrator Pelabuhan/Kepala Pelabuhan sebagai pelaksanaan fungsi pengusahaan dan fungsi pemerintahan, dipandang sudah saatnya untuk diadakan pernisahan fungsi secara tegas.
1823
f.
Peraturan Pemerintah No.11Tahun1983 Yo PP Z3Tahun1985 Melaksanakan pembentukan wadah tersebutsebagai pe1aksanaan dari kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka dikeluarkan PP No.11Tahun1983 Yo PP Z3 Tahun 1985 dan Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.89/0T.002/Phb-85 tanggal 11 April 1985 maka terbentuklah Susunan Organisasi dan Tata Keija Kantor Administrator Pelabuhan yang dipimpin oleh seorang Administrator Pelabuhan sebagai penanggung jawab dan pimpinan umum di pelabuhan.
g. Peraturan Pemerintah No. Z3tahun1985 tentang Pembinaan Kepe1abuhan. Kepentingan integrasi satu wadah organisasi di pe1abuhan. maka me1a1ui Peraturan Pemerintah No. Z3tahun1985 tentang Pembinaan Kepe1abuhan perlu ctiadakan penyempurnaan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen sebagaimana yang diatur daiam Keppres 44 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Organisasi Depa:rtemen dan Keppres 45 tahun 1974 yo Keppres 15 Tahun 1984 Tentang Susunan Organisa5i Departemen. h. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1985 pasal 1 ayat (1) ditegaskan bahwa untuk pe1aksanaan tugas pelayanan di daerah lingkungan kerja pelabuhan laut utama, Administrator Pelabuhan adalah penanggung jawab dan pimpinan umum atas kelancaran pe1aksanaan tugas di daerah lingkungan kerja pelabuhan utama. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) Administrator Pelabuhan mengendalikan kelancaran tugas pelayanan di daerah lingkungan kerja pe1abuhan utama, sehingga Instansi pemerintah, unit kerja dan Badan Usaha Milik Negara yang kegiatannya berada di daerah lingkungan kerja pelabuhan utama dalam melaksanakan tugasnya diperbantukan kepada Administrator Pelabuhan, artinya secara taktis operasional bertanggung jawab kepada Administrator Pelabuhan, dan secara teknis fungsional tetap dibina oleh instansi induknya dalam arti AdminiStrator Pelabuhan tidak mencampuri bi.dang teknis instansi tersebut (pasal 2 ayat 2). Dalam me1aksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Administrator Pelabuhan mempunyai wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut : 1) Menyusun rencana kerja operasional kegiatan pelayanan kepelabuhanan bersama-sama dengan instansi pemerintah dan unit kerja yang bersangkutan; 2) Memerintahkan untuk mengadakan persiapan secara dini pelaksanaan pelayanan oleh masing-masing instansi pemerintah dan unit yang bersangkutan; 3) Mengendalikan jadwal waktu pe1aksanaan pelayanan oleh instansi pemerintah dan unit-unit kerja yang bersangkutan sesuai dengan rencana dan jadwal waktu yang ditentukan; 4) Melakukan pengawasan agar ketentuan tentang tarif dari biaya pelayanan tetap dipatuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5) Menerima laporan dan keluhan dari pemakai jasa mengenai tugas-tugas pelayanan instansi pemerintah dan unit kerja yang bersangkutan serta menyelesaikan masalahnya; 6) Mengusahakan terjaminnya keamanan dan ketertiban di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan;
1824
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
7) Melaksanakan pengamatan danevaluasiatas pelaksanaan pelayanan oleh instmsi
pemerintah dan tmit kerja serta memberikan pengarahan terhadap hal-hal yang dipandang perlu; 8) Menyelesaikan masalah-masalah pelayanan secara setempat dan/ atau irengusahakan penyelesaian dari atasan instansi pemerintah dan tmit ketja yang bersangkutan da1am hal masa1ahnya tidak dapat diselesaikan setempat (Pasal 3,
Keppres 44/198.5). 9) Peran Syahbandar Dalam UU.Nomor 21Tahun1992 Tentang Pelayaran. Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992, tentang Pelayaran. ditegaskan bahwa Syahbandar me1akukan pengawasan dipatuhinya peraturan-peraturan untuk menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas kapal di pe1abuhan dan kewajibm kapal memiliki SIB sete1ah memenuhi persyaratan keJaildautankapaL Hal inimenunjukkan kelembagaan Syahbandar tetap mancliri kewenangannya di pe1abuhan. 10) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. No. 17 tahun 2004 tentang Perubahan KM. 62 Tahun 2002, tentang Susunan dan Tata Ketja Kantor Administrator Pelabuhan. Syahbandar berada di bawah tmit ketja Administrator Pelabuhan dan di oowah bidang Penjagaan dan Penyelamatan baik itu pada kantor Adpel Kelas Utama, Kelas I, Kelas II, Kelas ill, Kelas N dan Kelas V. Berdasarkan ke1as masing-masing Administrator Pelabuhan, syahbandar diatur da1am pasal 17 (1), pasal 34 (1), pasal 42 (3), pasal 44 (3), dan pasal 46 (4), yang secara tegas dinyatakan bahwa kesyahbandaran mempunyai tugas me1akukan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal dan pemberian SIB, pengawasan kapal asing (Port State Omtrol) dan bongkar muat hmmg berbahaya, serta pengusutan kecelakaan kapal
Kesimpulan Tinjauan Kelembagaan a. Perubahan organisasi di tahun 1912, menunjukkan bahwa Administrasi Pemerintahan tetap ditangani oleh Haven Meester (Syahbandar) sedangkan untuk Administrasi Pengusahaan te1ah dibentuk suatu lembaga barn yang dikenal dengan Haven Direksi (Direksi Pelabuhan) dimana tugas dan fungsi dari kedua lembaga ini baik darisegiaclministrafil maupun operasionalnya lebfu banyak dititikberatkan pada segi aclministrafil teknis perkapalan, pelayaran dan konstruksi pe1abuhan. Pengertian administrasi disini ada1ah Administ:rsi da1am arti sempit b. Pada masa 1954 s/ d 1960 peran Syahbandar secara kelembagaan terbentuk dan dalam perkembangannya Syahbandar di pelabuhan bertanggungjawab penuh meiaksanakan fung.si keselamatan peJayaran mulai dari kapal, ha.rang dan kegiatan di pe1abuhan.
c. Pada masa 1969 sf d 1991 1) Awai kewenanganan Adminsitrator Pelabuhan menjalankan fungsi kelembagaannyasebagaikepala pemerintahandi peJabuhan, disisilain climulainya pemisahan fungsi pemerintahan dan pengusahaan, dimana pada prinsipnya,
1825
semua tugas dan fungsi instansi perhubungan Iaut di Pe1abuhan seperti kantor Kesyahbandaran, Detasemen KPLP Kantor Lalu Llntas Angkutan Laut dan Kantor Administrator Pelabuhan pada Badan Pengusahaan Pelabuhan harus diintegrasikan pada satu wadah organisasi kepelabuhan. 2) Adpel di pelabuhan yang tidak diusahakan ditunjuk sebagai penanggung jawab dan pimpinan umum adalah Kepala Pelabuhan 3) Berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab otoritas pe1abuhan sebagaimana Keppres 44 tahun 1985 secara Iegalitas, administrator pe1abuhan sebagai institusi mempunyai kekuatan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan. Namun disisi Iain kedudukan administrator pe1abuhan secara kelembagaan sangat lemah, karena tidakmempunyai payunghukumsecara Undang- Undang. Hal ini dapat diartikan adanya penyelewengan hukum, yang memerlukan pelurusan aturan perundang-undangan, antara kelembagaan Administrator Pelabuhan dengan Syahbandar. Berkaitan dengan penjelasan di atas maka peranSyahbandar dalamkelembagaan di pelabuhan yang se1ama ini mandiri mengalami pergeseran dan berada di bawah unitketja AdpeL tepatnya dibawah Bidang PenjagaanclanPenyelamatan. d. Pada masa 1992 1) UU. Nomor 21tahun1992 tentang Pelayaran begitu tegas menguraikan kelembagaan Syahbandar, justru pada aturan pe1aksanaan menjabarkan pasaI 40 UU Nomor 21 Tahun 1992 tidak diatur secara tegas teknis pelaksana Syahbandar berdasarkan tata urutan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah), termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan juga tidak disebutkan secara tegas. Bahkan keberadaan Syahbandar sebagai lembaga dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, hanya diatur dalam Keputusan Menteri yang notabene tidak masuk da1am hirarkhi tata urutan perundang-undangan (berdasar Tap MPR Nomor ill/2000, tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan). 2) Uraian di atas menggambarkan tidak berjalannya norma clan kaidah hukum yang sebenarnya yakni di mana syahbandar secara eksplisit ditafsirkan secara hukum merupakan lembaga yang melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran di pe1abuhan, namun tidak dinyatakan berada di bawah suatu lembaga/badan lainnya, padahal peran clan fungsi Syahbandar memiliki beban dan tanggungjawab yang besar terhadap sega1a kegiatan di pe1abuhan baik dari aspek keselamatan dan keamanan maupun aspek-aspek yang lain Peran dan fungsi Syahbandar dalam kelembagaan sesuai undang-undang tidak berkorelasi atau tidak identik dengan Administrator Pelabuhan (port autlwri.thy). 3) Fungsi Adpel/port authority dibanding dengan Fungsi Syahbandar di pe1abuhan pada beberapa pelabuhandinegaralain, termasukASEAN,memmjukkanadanya pemisahan antara syahbandar dengan Administrator Pelabuhan/port autlwri.ty, dimana port autlwri.ty sebagai penyelenggara clan syahbandar sebagai pengawas. Port authority merupakan wakil pusat atau daerah dan Syahbandar (hmbour
1826
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
master), yang dipayungi Konvensi Intemasional, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mempunyai kekuatanhukum, bahwa Syahbandar adalah penanggung jawab keselarnatan dan keamanan di pelabuhan, sedangkan Port authority atau Administrator Pelabuhan merupakan suatu institusi otoritas pelabuhan yang dibentukmelaluiKeputusanPresidenRepublikindonesiaNomor 44 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Tugas Pelayanan di Daerah Lingkungan Ketja Pelabuhan Utama. Dampak Umum di Pelabuhan atas Tinjauan Kelembagaan a. Reden Reglement 1925, dan pasal 40 UU.Nomor 21 tahun 1992, tentang Pelayaran, secara de jure Syahbandar mengatur, mengawasi ketertiban dan keamanan kapal di pelabuhan mulai dari masuk pelabuhan, sandar, bongkar muat dan kebutuhan Iain sampai meninggalkan pelabuhan. Namun secara de facto pemerintahan di pelabuhan dilakukan oleh Adpel/Kakanpel, Bea Cukai, Imigrasi, Karantina Kesehatan, Karantina Tumbuh-tumbuhan, Karantina Hewan dan Karantina Ikan. b. Pada saat pembentukan PT. Pelindo, Pemerintah tidak mengatur secara tegas hak dantanggungjawabPf.(Persero)PelindosebagaisebuahPerseroanTerbatas sehingga terjadi tumpang tindih fungsi regulator (pemerintahan) dan fungsi operator (pengusahaan).
c. Pengoperasian terminal (Terminal Operator/TO) juga dilakukan oleh PT Pelindo. Kemudian PT Pelindo melelang kontrak pengoperasian terminal pelabuhan kepada perusahaan mana saja yang mampu memenuhi syarat-syarat lelang, yang hanya berorientasi pada keuntungan.
d Perusahaan pelayaran yang akan menyandarkan kapalnya ke dennaga terminal harus melakukannya melalui broker yang digunakan oleh TO. Ditarnbah dengan maraknya pungutan liar di terminal pelabuhan mengakibatkan terjadinya kegiatan ekonomi biaya tinggi di pelabuhan. e. PT. (Persero) Pelindo juga melakukan praktek monopoli dalam pungutan jasa dan pengelolaan pelabuhan Iaut serta melakukan pungutan tertentu kepada pemilik dermaga padahal PT. (Persero) Pelindo tidak memberikan jasa ataupun investasi. f. Fungsi pemanduan yang merupakan aspek keselamatan pelayaran yang seharusnya diselenggarakan oleh Pemerintah telah diiakukan oleh Pelindo sebagai fungsi kontrol dalam pengendalian pelabuhan.
g. PT. (Persero) Pelindo juga melakukan penguasaan atas tanah reklamasi dan tanah pantai dengan hanya berdasarkan SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan.tentang DLKr dan DLKp yang tidak jelas dasar hukumnya. 3. Tinjauan Aspek SDM a. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda SDM yang me1akukan tugas sebagai HavenMeester (Syahbandar) diutarnakanSDM pelautyaitu Ex NahkodakapalPemerintah dan Tehnis Perkapalan Pelayaran, sedangkan untuk SDM Haven Direksi (Direksi Pelabuhan) adalah SDM non pelaut yaitu Insinyur Sipil Basah dan Teknis
1827
Kepelabuhanan. Berdasarkan uraian di atas maka diasumsikan pada rnasa itu SDM yang menangani lembaga Gouvernement Marine (Departemen Pelayaran Hindia Belanda) adalah tenaga ahli professional di bidang kepelautan, perkapalan, dan kepelabuhanan, sementara keahlian profesi Syahbandar saat itu bersifat mandiri.
b. Pada rnasa tahun 1960 -1964, Syahbandar terbagi dua yaitu Syahbandar Ahli dan Syahbandar Muda, tugas danfungsi kedua Syahbandar ini berbeda yaitu Syahbandar Ahli sebagai Komandan Part Authorihj juga merangkap sebagai Kepala Daerah Pelayaran dan Syahbandar Muda menjadi Inspektur Keselamatan Pelayaran Persyaratan kompetensi saat itu, untuk Syahbandar Ahli selain latar belakang SDM pelaut juga SDM nonpelaut dengan keahlian di bidang kepelabuhanan, mengingat jabatan rangkap selain Syahbandar juga sebagai Kepala Daerah Pelayaran. Sedangkan Syahbandar Muda lebih diutamakan SDM pelaut mengingat tugas dan fungsinya sebagai Inspektur Keselamatan Pelayaran
c. Pada rnasa tahun 1965 s/ d 1991, peran Syahbandar bergeser dari keahlian profesi mandiri menjadi sempit berada di bawah bidang yaitu mulai dari bidang perkapalan dan pelayaran kemudian bergeser ke bidang penjagaan & penyelamatan dalam unit ketja Adpel di pelabuhan. Sejalan dengan pergeseran tersebut maka peran Syahbandar hanya staf Adpel setingkateselonN. Pada saatitu persyaratankomptensi SDM Syahbandar harus mengikuti diklat teknis kesyahbandaran dan diklat teknis marine inspector dengan latar belakang pendidikan pelaut Fenomena ini betjalan lama dimana SDM seksi kesyahbandaran adalah dari SDM Pelaut, namun kewenangan Syahbandar yang tadinya mandiri menjadi hilang dan tidak jelas, sehingga bila tetjadi masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan pelayaran sesuai Undang-Undang adalah Syahbandar bukan seorang staf Adpel/ seksi kesyahbandaran . d. Pada masa tahun 1992 s/d saat ini, Peran Syahbandar sebagai staf Adpel/seksi kesyahbandaran tetap sama berada di bawah bidang penjagaan & penyelamatan dengan persyaratan kompetensi yang sama yaitu harus mengikuti diklat teknis kesyahbandaran dan diklat teknis marine inspector. Perbedaan yang ada pada masa ini untuk SDM seksi kesyahbandaran sudah bisa dari SDM nonpelaut/umum asal memiliki sertifikat diklat syahbandar, sedangkan SDM marine inspector karena tugasnya teknis maka SDMnya dari pelaut dan perkapalan. Kesimpulan Tinjauan SDM a. Sejak rnasa pemerintahan Hindia Belanda, SDM Syahbandar dalam melaksanakan tugasnya sebenarnya memiliki kewenangan besar sebagai pelaksana pengawasan dipenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran Hal ini bisa dilihat Syahbandar berwenang untuk melakukan : 1) Penerbitan sertifikat kesempurnaan pertama terhadap kapal motor sampai dengan isi kotor 100 m 3, kapal ikan sampai isi kotor 500 m 3, kapal tongkang dengan isi kotor 424,5 m3, kapal layar motor dengan isi kotor sampai 424,5 m 3, di setiap pe1abuhan.
1828
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
2) Penerbitan pembaharuan sertifikat kesempurnaan terhadap semua kapal dengan semua ukuran. 3) Pemeriksaan kondisi umum dan kondisi teknis dalam rangka penundaan dok terhadap semua kapal dengan seinua ukuran. 4) Penerbitan pembaharuan sertifikat keselamatan radio (SKR) dan sertifikat perangkat radio telekomunikasi (SPR1) terhadap kapal-kapal semua ukuran. Kapa! yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal bila telah melalui tahapan tersebut, dengan kelengkapan yang hams dimiliki kapal seperti: 1) Surat-surat kapal (Surat ukur; Surat laut (pas tahunan, pas kecil atau pas biru/ putih); Sertifikat kesempumaan; Sertifikat radio; Sertifikat pengangkutan minyak bumi (untuk kapal tanker); Sertifikat Marpol (!OPP, CLC); Sertifikat kelas Qambung, LIT dan mesin); Sertifikat penumpang dan Sertifikat fitness. 2) Dokumen-d.okumen kapal (l.LJg book; Oil record book; Cargo record book; Cargo manifest; Bell book; Daftar penumpang; Stuwage plan). 3) Dokumen awak kapal (Jjazah nakhoda dan perwira kapal; Buku pelaut/SKP awak kapal; Buku sijil awak kapal; Daftar susunan perwira kapal; Daftar awak kapal). 4) Kompetensi Pelaksana Pengawas Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.
b. Syahbandar sebagai Pelaksana Pengawas Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah sesuatu yang hams dapat dilakukan seseorang dalam lingkup tugas dan kewenanganan yang diernbannya, dengan cerminan atas tindakan, perilaku yang positip sebagai hasil proses akhir, yang artinya mempersiapkan SDM Syahbandar melalui suatu persyaratan kompetensinya c. Persyaratan kompetensi SDM Syahbandar memerlukan perancangan yang matang mulai dari rekrutmen, diklat, termasuk sarana dan prasarana pendukungnya, dengan demikian kehandalan,profesionalitas SDM Syahbandar dapat dipertanggungjawabkan atas peran dan fungsi selaku pe1aksana dan pengawas fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran.
d Selama ini kompetensi seorangSyahbandar dilihat dari latar belakang keahlian nautis dan tehnis pelaut, maka perlu dikaji apakah memang harus demikian adanya, mengingat pendidikan pelaut dengan pengalaman berlayar antar negara dan penguasaan nautis dan tehnis mengoperasikan kapal adalah sangat mendukung dalam pelaksanaan peran dan fungsi sebagai Syahbandar dibanding non pelaut. Hanya saja dalam hal ini tidak berarti SDM nonpelaut tidak dapat menjadi Syahbandar, yang penting bagaimana pemerintah mengatumya dengan cermat ke dalam suatu kebijakan tentang kriteria nonpelaut itu seperti apa dalam arti bukan yang murni latar belakang pendidikan umum tetapi yang sejenis atau memiliki pengetahuan perkapalan. e. Sangat penting dan tidak dapat ditawar-tawar arti suatu keselamatan dan keamanan pelayaran maka dalam menentukan SDM Syahbandar yang handal dan profesional perlu secara teliti dan akurat dilakukan suatu uji kompetensi melalui seleksi (screening) sehingga seorang Syahbandar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara
1829
profesional karena aspekkeselamatan clankeamanan pelayaran sangat terkait dengan tuntutan perkembangan dunia pelayaran secara internasional dalam mendukung kepentingan nasional. Dampak Umum Di Pelabuhan atas Tmjauan SDM Proses clearance in clan out terhadap kapal di pe1abuhan dalam rangka keselamatan clan keamanan pelayaran harusnya berjalan sesuai peraturan perunclang-undangan yang berlaku secara nasional clan intemasional, namun pada kenyataannya kejadian kecelakaan kapal di laut rnasih tinggi, inilah yang menjadi permasalahan pernerintah bagaimana sebenarnya mengurangi tingkat kecelakaan tersebut mendekati zero aaident. Data Mahkamah Pelayaran menunjukkan faktor penyebab kecelakaan kapal selarna kurun waktu 6 tahun dari tahun 2001-2006 (fabel 1) yaitu 104 kecelakaan kapal atau rata-rata pertahunnya 17 kapal disembkan oleh faktor SDM, 46 kecelakaan kapal atau rata-rata pertahunnya 7 kapal disembkan oleh faktor a1am dan 42 kecelakaan kapal atau rata-rata 7 kapal pertahurmya disehlbkan oleh faktor teknis (tabel 1). Tabel 1. Penyebab dan Jumlah I<ecelakaan Kapa!
SDM ALAM
2001 22
2002
2003
2004
2005
11
16
19
16
2006 20
6
3
8
11
6
12
JUMLAH RATA2/TH 104
17
46
7
TEKNIS
5
4
13
6
7
7
42
7
JUMLAH
33
18
37
36
29
39
192
32
Sumber : Mahkamah Pelayaran 2006
C. Pembaharuan Peran Syahbandar Sebagai Pelaksana dan Pengawas Keselamatan . clan Keamanan Pelayaran Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. 1.. Aspek Legalitas Belajar dari permasalahan yang sudah terjadi terhadap ketimpangan hukum yang menyudutkan peran clan fungsi Syahbandar dengan kekuatan payung hukum UnclangUndang 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diperkuat kembali dengan UnclangUndang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengamanahkan secara je1as dan tegas peran dan fungsi Syahbandar yang memiliki kewenangan besar dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran yang mencakup pelaksanaan clan pengawasan serta penegakan hukum di biclang angkutan di perairan, kepelabuhanan dan perlindungan lingkungan maritim, dan lain-lain, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2W Fungsi Syahbandar; Pasal 208 ayat (1) Tugas Syahbandar clan Pasal 209 Kewenangan Syahbandar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pelayaran, peran clan fungsi Syahbandar harus dikembalikan semgai kepala pemerintahan di pelabuhan yang merniliki kuasa Undang-Unclang atas keselamatan clan keamanan pelayaran. 2. Aspek Kelembagaan a. Peran Syahbandar dalam kelembagaan hams kemba1i terfasilitasi dengan optimal dalam rangka peningkatan keselamatan clan keamanan pelayaran. tentunya dengan
1830
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
tidak mengulang kembali permasalahan yang sama pada waktu UU Nomor 21 tahun 1992 dimana UU tersebut sudah benar menuangkan dan menjabarkan kelembagaan Syahbandar sebagai pe1aksana dan pengawas fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, hanya saja tidak cermat menjabarkannya ke dalam perundangan pelaksanaannya. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran pada pasal 210 mengamanatkan pembentukan kelembagaan Syahbandar dengan mentetjemahkan pasal 207 tentang fungsi, pasal 208 tentang tugas serta pasal 209 tentang kewenangan Syahbandar dengan demikian akan dapat ditarik berapa bidang yang akan dibentuk nantinya terrnasuk seksi pelaksananya. b. Bentuk Peran Syahbandar yang diharapkan ke depan sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, mengem.balikan fungsi pelabuhan sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan sesuai pasal 69UUNomor17 tahun 2008, artinya mendudukkan kembali peran Syahbandar sebagai fungsi pemerintahan di pelabuhan yang tidak terlepas dari fungsi pengusahaan, dengan tujuan menghilangkan tumpang tindih tugas, fungsi dan kewenangan sebagaimana yang sudah dibahas dalam kajian ini. c. Kembalinya penataan pelabuhan yang diselenggarakan dengan mengacu kepada keselamatan dan keamanan pelayaran, pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan pelabuhan serta penyediaan dan pelayanan kepelabuhanan, diharapkan akan dapat mengembalikan performansi pelabuhan yang efisien dan efektip serta memberikan kenyamanan dan keamanan bagi semua pihak terkait di pelabuhan. Hal tersebut terjadi bila peran Syahbandar di pelabuhan dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pemerintahan di pelabuhan 3. AspekSDM Mendudukan kemOOli peran Syahbandar sebagai kepala pemerintahan di pe1abuhan sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, melalui persyaratankompeterni.SDMyangakanmengisiunsur-unsurdarikelemOOgaanSyahbandar itu sendiri, artinya penempatan SDM nantinya adalah benar-benar memiliki keahlian profesional di bidangnya masing-masing. Diharapkan tidak terulang kemhili pengalaman yangpahit atas pembinaanSDM Syahhmdaryang tidak dapatmengarnbil suatu keputusan terhadap masalah keselarnatan dan keamanan pelayaran Unsur-unsur dari kelembagaan Syahhmdar di pe1abuhan dalam rangka mengisi SOM berkompeten, antara Jain : a. Mentetjemahkan amanah UUNomor 17 tahun 2008 pada pasal 208 ayat (1) dan 209 sebagaimana tertuang pada Garnbar 2 sehingga dapat memetakan kebutuhan keahlian SDM yang akan bertugas. b. Konsep sementara unsur-unsur SDM dari kelemhigaan Syahhmdar sebagai berikuit :
Kepala Kantor Syahbandar Bidang Kepala Bidang Kelaiklautan Kapal Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Kepala Bidang Angkutan Laut dan Kepelabuhanan
1831
Kepala Biclang Kepelautan
Seksi
Disesuaikan dengan kebutuhan Bidang masing-masing
c. Pembekalan keahlian SDM tersebut di atas tentunya melalui persyaratan kompetensi yang cennat clan teliti berdasarkan norma, standar, pedoman clan kriteria, sehingga siapapun dapat diusu1kan bail< SDM Pelaut maupunSDM nonpelaut setelah melalui
penyaringan.
I
l
~AHAN
-
~ KESElAMATAN&KEAMANAN
I I ~AN~~ !'elGAlURAN. _MN.
PEllANNl2fC)
mNSESl/PERSEWAAN LAffAN. GUOAN<;. PENU-.acAN l l BUP; '----J.~----' L . - - - - - - - - - ' 1 • PERjANJ!ANN1200 ... • l'liNDAPATAN NBiAAA Pll 14(5) TllGAS • TANGGUNGJAWAB Psi ID(ll Oll'.lRITAS PE!ABUHAN SYAHBANDAR L MEN'tl!IJIAJCAN TANAH • PERA1RAN l M8IYElllAJ:AN DAN r.eeJllARA l'ENAHAN GELCMIANG. ~ AUJll.JAUN,saJP 1 MENjAMIN llAMANAN I< J(EIER1lllAN 1UGASP,l2llfl(l) 4. MENJAMINDAN~~ 1. MENGAWASI l<ElAllCUUTAN KAPA!. J
I
I
UNGKUNGAN MARrlDot KE.WEWENANGAN .... :ll9 15. MENGKCXlRlllNAS
JASAPE!AYANAN N 90 ~ • TAMIAT • llUNICEll. AIR • ~AN«. KENDARAAN
• IERMAGA • ~PENIMIUNAN • ~ALPIC,CX:CC:.IO
• JASAB/M • lllSl1!lllUSI, KONSOUDASI BARANG • 1UNDAKAPAL llWAjJllAN .... ,.
• MEMEIJHARA FASIUTAS PB.ABUHAN • MIM!ERIKAN PElAYANAN SESUAI STANDAR ICESElAMATAN. KEmmBAN FASl'EL • MEMEIJHARA LINGKUNGAN • l\.EMENUHl)(EWAJlllAN mNSESI l'EUMPAHANTllGAS • i:cuM (PEUMPAHAN) • PANDll (PElJMPAHAN) YANG MEloE.NUHl PERSYARATAN N 1911 (3) • TANAH(PElJMPAHAN) JASA TF.llAIT DGN llPaAlllJHANANN 90 (1)
• la!AMANAN.
PINGUSAHAANTERMNAIJFASl'EL UNIT P91YB.ENGGAJlAPEIAllUHAN (UPI') BEmASARl(AN PDjANJ1AN Psi 91 fC)
SELURUH KIGATAN PEMERINTAHAN Ill PElABUHAN; 1.. MEMERDCSA DAN MEm!MPAN SURAT, ~ DAN WARTAKAPAL; 17. t.e!EJUIDKAN l'l!RSElqUAN KIGATAN KAPAL Ill PELAllUHAN; 18. MELo\KUKAN PEMERllC5AAN KAPA!.; lCJ. MENERBITICAN SURATf"l!ltSEYqUAN ERi.A.VAR;
:al MELAICUKAN PEMERllC5AAN lCB:E.4JCAAN KAPAl.o 21. MENAHAN KAPAL ATAS PBUNTAH l'fNGADILAN; DAN
MEUJCSANAKANSIJIL AWAX KAPAL
Gambar 2 Peran Syahbandar Sebagai Fungsi Pemerintahan Di Pelabuhan
PENUfUP A. Ksimpulan Kesimpulan dari Kajian Peran Syahbandar di Pelabuhan dalam rangka Meningkatkan Keselarnatan clan Keamanan Pelayaran, antara lain : 1. Kebijakan yang mengatur aspek legalitas, kelembagaan clan SDM Syahbandar sesuai fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran telah disebut secara tegas di dalarn peraturan perunclangan-un~gan bail< nasional maupun internasional.
1832
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
2. Peran dan fungsi Syahbandar selarna ini tidak terealisasi secara optimal disebabkan ketidakcermatan rnentetjemahkan payung hukum Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran secara benar menurut kaidah dan nonna tata perundangan dan aturan pelaksanaannya, sehingga tetjadi ketimpangan hukum antara Syahbandar dan administrator pe1abuhan, dimana Syahbandar landasan legalitasnya berdasar UndangUndang dan konvensi intemasional berada di bawah administator pelabuhan yang landasan legalitas dan kelernbagaannya berdasarkan Keppres Nomor 44 Tahun 1985, tentang Pelaksanaan Tugas Pelayanan di Daerah Llngkungan Kerja Pelabuhan Utama. 3. Se1ama ini kompetensi seorang Syahbandar dari unsur pelaut, hal ini mengingat keahlian nautis dan teknis serta pengalaman berlayar yang dimilikinya sehingga lebih memungkinkan untuk menjadi Syahbandar, namun perlu pemikiran yang positip terhadap SDM nonpelaut dapat juga memiliki kesempatan berkompetisi menjadi Syahbandar, sejauh memiliki kompetensi melalui pengalaman dan diklat. 4. Banyaknyainstansi dan pihak yang berkepentingan di pelabuhan, ditambah tidak jelasnya fungsi pemerintahan yang melakukan fungsi koordinasi antar instansi di pelabuhan menyebabkan tumpangtindihnya kewenangan dan legalitas instansi di pelabuhan. B. Rekomenclasi
Rekomendasi sebagai rumusan dari hasil Kajian Peran Syahbandar di Pelabuhan dalam Rangka Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Pelayaran, sebagai berikut : 1. Menterjemahkan secara cermat dan teliti kelembagaan dan legalitas Syahbandar berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku secara nasional dan internasional, khususnya apa yang sudah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dengan ti.dak mengulang pennasalahan yang sudah terjadi pada saat penerapan Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran. 2. Perubahan struktur kelembagaan dengan pemisahan antara fungsi keselarnatan dan keamanan pelayaran dalam hal ini Syahbandar dengan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan dalam hal ini Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan, dengan demikian akan lebih mempetjelas dan menegaskan peran dan fungsi Syahbandar dengan Penyelenggara Pelabuhan (Otoritas pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan). 3. MendapatkanSDM berkompoten untuk mengisi kelernbagaan Syahbandar, perlu diatur secara cermat dan teliti. ke dalam suatu nonna, standar, pedoman dan kriteria dalam membekali SDM pada kelernbagaan Syahbandar, agar ahli dalam melaksanakan tugas dan kewenangan Syahbandar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan internasional. Sedangkan penempatan tugas SDM nantinya harus melalui suatu ujian penyaringan tersendiri atas keahlian yang telah dibekali di atas. Sedangkan latar belakang pendidikan SDM apakah itu pelaut atau nonpelaut sudah ti.dak perlu diperdebatkan, karena sudah melalui pembekalan keahlian. 4 Kegiatan jasa kepelabuhanan sifatnya kompleks dan khusus sehingga pemerintah perlu merancang struktur organisasi pemerintahan secara cermat dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan di pelabuhan
1833
DAFfAR PUSTAKA Lembaga Asministrasi Negara Jakarta.1989. Teori Organisasi. Jakarta. Nugroho, Syachrul-.KPLP. 1985. Undang-undang dan Peraturan Keselamatan Mari.ti.m aapan Maritime Safety Laws and Regulations). Prodjodikoro, Wirjono. SH 1%3. Hukum lmtt Indonesia, cetakan keempat, Sumur Bandung, Bandung. Siahaan,N.H.T, SH dan H. Suhendi, SH.1989. Hukum lmtt Nasional., Djembatan, Jakarta. Situmorang, Vicar, SH 1987. Sketsa Asas Hukum lmtt, Pf. Bina Aksara, Jakarta. Soedjadi, F.X. Drs. MPA. 1988. OrganiZlltion and Methodes (Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen), Haji Masagung, Jakarta. Soekardono, R.Prof.SH.(1981) Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta. Suparmoko M, Metode Penelitian Praktis, Penerbit BPFE, Edisi Ke Em.pat, Yogyakarta, 1999. Supit, Henky-Adpel Ambon1996. Penuntun Keselamatan Mariti.m dan Perlindungan Iingkungan Serta Pengetah:uan Bela Negara, Ambon r:>epartemen Perhubungan RI, Ambon - - - - - - - ,.2005. Teropong Kelautan, Yayasan Pendidikan Maritim, Batam. Syahmin, AK 1985. Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum lilut Internasional., Bina Gpta, Bandung. Terry, R, George, PhD.Alih Bahasa Dr. Winardi, SE. 1986. Asas-asas Manajemen. Alumni, Bandung. Urnar, M, Husseyn, SH.2001. Hukum Mari.ti.m dan Masalah-masalah Pelayaran di IndonesiaBuku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Op.cit, Yayasan Pusat Studi Pelayaran Niaga.2001. Sejarah Pelmprm Niaga di Indonesia REFERENSI Undang-undang Republik Indonesia Nornor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan; Undang-undang Republik Indonesia Nornor 21 Tahun 1992 tentang Pelm1aran; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum LJlUt (United Nation Qmvention on the Law of the Sea) 1982; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2~ tentang Pelayaran; Undang-undang Republik Indonesia Nornor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan; Undang-undang Republik Indonesia Nornor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; Undang-undang Badan Keselamatan Maritim dan Prosedur Tindakan Darurat di Laut (tetjeri:tahan The Maritime Safety Agency Law), 1985 Tanjung Priok; Undang-undang Republik Indonesia Nornor 3 tahun 2003 tentang Pertahanan Negara;
1834
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Ordonansi Laut Teritorial dan Llngkungan Maritim 1939 stb 442 tentang Penertiban Keamanan
Dan Keselamatan Di Daerah Laut Indonesia; Pemerintah RI.1957. Pengumuman Pemerintah (Deklarasi Juanda) tentang Peraimn; Peraturan-peraturan Bandar 1972 Peraturan-peraturan Keselamatan Kapal 1972. Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2CXX> tentang Kenavigasian Peraturan Pemerintah RI No. 51Tahun2002 Tentang Perkapalan, Instruksi Pres/ den nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.;
SK Kepala Dinas Pelayaran dan SK Panglima Angkatan Laut1931. Himpunan Peratumnperaturan untuk annada Pemerintah di Hindin Belanda, Bab A, Bab B, Bab E, dan Bab H, Percetakan Negara, Jakarta. SK PANGAB. 1990. Naskah Sementara Buku Petunjuk Operasi Tentang Operasi Keamanan di Laut, Jakarta. ")
Lahir di Tapanuli, 27Maret1952, 51 Teknik Indusbi USU, Medan, 52 Transportasi ITB, Peneliti Madya
1835
KAa1IAN AKSESIBILITAS ANGKUTAN PENUMPANG ANTARMODA
DI TERMINAL TERPADU BANDARA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Yessi Gusleni *) Listantari **) ABSJRAK
Pada tanggal 26 Agustus 2008, Menteri Perhubungan meresmikan terminal. terpadu BandaraAdisucipto Yogtjakarta. Dengan demikian, fK?rLUmpang pesauxit terbang bisa terhubung langsung dengan sarana angkutan kereta api dan bus umum dalam satu tempat. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat aksesibilitas terminal terpadu ke simpul tranportasi jalan/rel, pusat kegiatan utama (PKU) industri, perdagangan, perumahan, dan wisata, yang merupakan bagian dari tujuan pelaku perjalanan dari terminal terpadu Bandara Adisucipto Yogyakarta, maka diperlukan kaftan yang berjudul "Kaftan Aksesibilitas Angkutan Penumpang Antarmoda di Terminal Terpadu BandaraAdisucipto Yogyakmta". Metode yang digunakan dalam kajian ini yaitu dengan menggunakan nilai Rata-Rata Normalisasi, dengan variabel jarak, waktu dan ganti moda dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama yaitu pusat industri, pusat perdagangan, pusat wisata, dan perumahan. Dari perhitungan nilai ratarata normalisasi total, terlihat bahwa untuk variabel jarak mempunyai nilai aksesibilitas paling tinggi yang diikuti variabel waktu, sedangkan yang paling rendah adalah ganti moda. Hal ini menunjukkan bahwa jarak terminal terpadu dengan simpul transportasi dan pusat kegiatan utama yang ada di Yogyakarta adalah relative dekat, sedangkan jumlah ganti moda yang terjadi cukup banyak. Oleh karena itu perlu adanya penambahan rutejtrm1ek Bus Transjogja yang melm1ani secara langsung dari pusat kegiatan utama dan simpul transportasi menuju bandara dengan jadwal perjalanan (headWatj) yang teratur sehingga waktu tempuh dapat dipersingkat dan jumlah ganti moda dapat dikurangi serta bimja yang harus dikeluarkan dapat diperkecil. Kata kunci : aksesibilitas dan terminal terpadu PENDAHULUAN Sebagai salah satu kota tujuan wisata di Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai bagi pengguna jasa transportasi. Dengan adanya sarana yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, aksesibilitas dan pelayanan bagi masyarakat akan lebih mudah khususnya bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki Bandara Intemasional Adisucipto, Stasiun Tugu, Terminal Giwangan, dan Terminal Jombor dapat mengoptimalkan modal strategis tersebut untuk dibangunnya sebuah fasilitas terpadu prasarana transportasi. Perpaduan antara moda pesawat terbang, kereta api, dan bus patas akan memudahkan pergantian antarmoda transportasi dengan layanan berkualitas bagi masyarakat Fasilitas Terpadu Prasarana Transportasi ini merupakan sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, PT Angkasa Pura I, dan PT Kereta Api Indonesia sebagai sarana memberikan layanan, kenyamanan, dan kenyamanan bagi masyarakat
1836
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Dengan layanan transportasi terpadu ini, masyarakat dapat memilih sejumlah moda transportasi ketika berada di Bandara Adisucipto Yogyakarta. Jika inginnaik bus, TransJogja telah menunggu penumpang di depan bandara. Sedangkan Iayanan terbaru yakni Kereta Api Komuter Prameks jurusan Solo-Yogyakarta-Maguwo-Kutoarjo-Purworejo siap mengantarkan penumpang. Sejumlah pilihan dapat ditempuh oleh masyarkat ketika berada di bandara, dari bus TransJogja hingga Kereta Api Prameks jurusan Solo-Yogyakarta-Maguwo-KutoatjoPurworejo. Dengan demikian, penumpangpesawatterbang bisa terhubung Iangsuilg dengan sarana angkutan kereta api dan bus umum dalam satu tempat Untuk mengetahui seberapa besar tingkat aksesibilitas terminal terpadu ke simpul tranportasi jalan/ rel, pusat kegiatan utama (PKU) industri, perdagangan, perumahan, dan wisata, yang merupakan bagian dari tujuan pelaku perjalanan dari terminal terpadu Bandara Adisucipto Yogyakarta, maka diperlukan kajian yang berjudul "Kajian Aksesibilitas Angkutan Penumpang Antarmoda di Terminal Terpadu Bandara Adisucipto Yogyakarta''. Permasalahan dalam kajian ini yaitu apakah aksesibilitas angkutan penumpang antarmoda di terminal terpadu Bandara Adisucipto sudah efektif dan efisien ? Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat aksesibilitas dan pelayanan transportasi antarmoda pada terminal terpadu Bandara Adisucipto yang efektif dan efisien. Sedangkan tujuannya adalah terwujudnya aksesibilitas dan pelayanan transportasi antarmoda yang efektif dan efisien pada terminal terpadu Bandara Adisucipto. Ruang lingkup kajian ini meliputi : 1. Identifikasi pusat kegiatan utama pada Daerah Istimewa Yogyakarta; 2. Inventarisasi simpul transportasi (stasiun dan terminal) di Daerah Istimewa Yogyakarta; 3. Identifikasi rute-rute angkutan umum penumpang Ianjutan yang menghubungkan Terminal Terpadu Bandara Adisucipto menuju pusat kegiatan utama dan simpul transportasi; 4. Identifikasi akses dan jarak dari Terminal Terpadu Bandara Adisucipto ke simpul transportasi dan pusat kegiatan utama; 5. Menentukan tingkat aksesibilitas dan pelayanan angkutan umum penumpang transportasi antarmoda pada terminal terpadu Bandara Adisucipto. Hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah tersusunnya konsep aksesibilitas dan pelayanan transportasi antarmoda di Bandara Adisucipto yang efektif dan efisen. METODOLOGI DAN LANDASAN TEORI A. Metodologi 1. Alur Pil
1837
Tingkat aksesibilitas angkutan penumpangtransportasi antannoda pada kajianini diukur dari tingkat keterhubungan Terminal Terpadu Bandara Adisudpto menggunakan angkutan um.um dengan simpul transportasi dan pusat kegiatan utama. Tingkat keterhubungan ditinjau dari beberapa variabel yaitu jarak, waktu tempuh, biaya, dan jumlah ganti angkutan untuk mencapai Terminal Terpadu Bandara Adisucipto dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama. Pusat kegiatan utama dalam kajian ini merupakan pusat bangkitan penumpang ke terminal terpadu, yaitu kawasan permukirnan, pusat perdagangan, pusat industri, pusat wisata, dan simpul transportasi jalan/ rel 2. Metode Yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam kajian ini yaitu dengan menggunakan nilai Rata-Rata Normalisasi. Dimana nilai rata-rata tersebut dihitung dengan membandingkan variabelvariabel yang digunakan, dengan terlebih dahulu di normal.isasi atau transformasi. atau standardisasi, untuk menghilangkan pengaruh skala yang sangat berbeda terhadap variabel yang akan digunakan sehingga tidak bias. B. Landasan Teori
1. Aksesibilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana sistem transportasinya melayani, akan memberikan tingkat kemudahan tertentu bagi berbagai zona (atau guna lahan) yang ada di wilayah tersebut untuk saling berhubungan Kalau dua buah petak lahan (zona) mudah dihubungkan, selanjutnya akan terjadi mobilitas yang tinggi antara petak-petak lahan tersebut Itu berarti bahwa tingkat kemudahan (akses) dapat mempengaruhi (meningkatkan dan menurunkan) mobilitas. Aksesibilitas dapat diartikan sebagai berikut (Black, 1981): a. Merupakan suatu konsep yang menggabungkan (mengkombinasikan): Sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, di mana perubahan tata guna lahan,. yang menimbulkan wnawna dan jarak geografis di suatu wilayah atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana atau sarana angkutan. b. Mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya lewat jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang bergerak di atasnya. Dengan perkataan lain : suatu ukuran kemudahan dan kenyamaan mengenai cara lokasi petak (tata) guna lahan yang saling berpencar, dapat berinteraksi (berhubungan) satu sama lain Dan mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat subjektif, kualitatif, dan relatif sifatnya (famin, O.Z, 1997). Artinya, yang mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain
Hal yang demikian ini menimbulkan permasalahan dalam menentukan ukuran tingkat kemudahan. Bagaimana kita dapat mengatakan apakah hubungan antara dua tata 1838
·Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
guna lahan wempunyai tingkat kemudahan yang tinggi atau rendah? I
Salah satu variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran tingkat kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikatakan tinggi atau rendah adalah jarak fisik dua tata guna lahan (dalam kilometer). Kalau kedua tata guna lahan mempunyai jarak yang berjauhan secara fisik, maka aksesnya dikatakan rendah. Demikian pula sebaliknya. Akan tetapi, faktor jarak ini tidak dapat sendirian saja digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat akses dua tata guna lahan. Faktor jarak tidak dapat diandalkan (famin, Ofyar Z, 1997), karena pada kenyataannya bisa terjadi bahwa dua zona yang jaraknya berdekatan (misalkan sejarak 1,5 km), tidak dapat dikatakan tinggi tingkat akses (pencapaiannya) apabila antara zona (guna lahan) yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat prasarana jaringan transportasi yang menghubungkannya. Demikian pula sebaliknya, dua zona yang berjauhan pun tidak bisa disebut rendah tingkat pencapaiannya, kalau antara kedua zona tersebut terdapat prasarana jaringan jalan dan pelayanan armada angkutan yang cukup memadai. Faktor lain, di luar jarak, yang menentukan tinggi rendahnya tingkat akses, adalah pola pengaturan tata guna lahan. Sering kita jumpai adanya keberagaman pola pengaturan tata guna lahan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Keberagaman pola pengaturan tata guna lahan ini terjadi akibat berpencarnya lokasi petak lahan secara geografis dan masing-masing petak lahan tersebut berbeda pula jenis kegiatannya dan intensitas (kepadatan) kegiatannya. Kondisi ini membuat penyebaran petak lahan dalam suatu ruang wilayah/kota menjadi tidak merata (heterogen), dan faktor jarak bukanlah satu-satunya elemen yangmenentukan tinggirendahnya tingkat akses. Namun demikian, dalam kebanyakan studi transportasi, pola penyebaran tata guna lahan ini dapat kita rama1kan seperti yang selama ini telah dilakukan yaitu dengan mempertimbangkan fakta bahwa : a. Intensitas (tingkat penggunaan) lahan: semakin berkurang / rendah, dengan semakin jauh jarak dari pusat kota. b. Kepadatan (banyak kegiatan/jenis kegiatan) : semakin berkurang / sedikit atau homogen, dengan semakin jauh jarak kegiatan tersebut dari pusat kota. Di samping itu, terdapat pula jenis kegiatan petak lahan yang cenderung tetap (tidak menyebar) di setiap wilayah, yaitu petak lahan untuk kegiatan pelabuhanlaut dan bandar udara. Kedua guna lahan ini, dengan pertimbangan aspek keamanan dan aspek alamiah, biasanya ditempatkan di lahan yang berlokasi cukup jauh dari pusat kota. Lokasi bandar
udara hams mempertimbangkan keamanan (harus cukup jauh dari lokasi gedunggedung pencakar langit) dan kebisingan (agar tidak menggangu aktivitas), sedangkan pelabuhan biasanya lebih menekankan pada faktor alamiah (yakni posisinya yang harus berada di pinggir pantai).
1839
Tabel 1. Jenis-Jenis Tata Guna Lahan dan Sifatnya No
Jenis Tata Guna Lahan
Sifatnya yang Lazim
1.
Perumahan
Tersebar (berpencar)
2.
Pertokoan
Tersebar (berpencar)
3. Perkantoran 4. Sekolah/ pendidikan
Tersebar (berpencar) Tersebar (berpencar)
5.
Bandara/ pelabuhan laut/ terminal bus regional
Terpusat (1 lokasi)
6.
Rumahsakit
Terpusat (1 lokasi), tetapi ada kalanya juga tersebar, kalau kotanva semakin besar.
Tabel 1 memperlihatkan beberapa jenis tataguna lahan clan sifatnya yang lazim terjadi. Dengan pengetahuan bahwa faktor jarak bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tinggi rendahnya akses (tingkat kemudahan pencapaian tujuan) seperti digambarkan di atas, maka faktor-faktor lain, di luar jarak perlu kita pertimbangkan dalam menentukan tinggi rendahnya akses. Faktor-faktor lain tersebut adalah sebagai berikut : a. Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat diandalkan (reliable transportation system). Contohnya adalah dukungan jaringan jalan yang berkualitas, yang menghubungkan asal dengan tujuan, diikuti dengan terjaminnya armada angkutan yang siap melayani kapan saja b. Faktor biaya/ ongkos perjalanan Biaya petjalanan ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak mau melakukan petjalanan. c. Faktor intensitas (kepadatan) guna lahan Padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung, hal tersebut ikut mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan. d. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan Pada umumnya orang mudahmelakukan perjalanan kalau ia didukung oleh kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak perjalanan secara fisik jauh. Dengan dua kelompok faktor di atas, yakni faktor jarak di satu pihak clan kelompok empatfaktor di pihak lain, maka tingkataksesibilitas dapatkita tampilkansecara kualitatif (secara mutu) clan secara kuantitatif (secara terukur). Secara kualitatif, tingkat aksesibilitas dapat diperlihatkan pada Tabel 2, sedangkan secara kuantitatif, tingkat aksesibilitas dapat dinyatakan dengan ukuran, melalui persamaan (1 ). Untuk melihat tingkat aksesibilitas secara kualitatif, faktor jarak secara bersama-sama mempengaruhi akses dengan kelompok faktor (1 s/ d 4) yang kita kelompokkan berupa faktor kondisi transportasi Adapun faktor jarak ditimbulkan oleh pengaturan tata guna
1840
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
lahan, sedang kondisi transportasi mencerminkan bagaimana faktor 1 s/ d 4 di atas kondisinya. Tabel 2 Klasifikasi berbagai Tingkat Aksesibilitas secara Kualitatif Aktivitas Guna Laban
Jarak
San at Baik San at Jelek
Dekat Aksesibilitas Tinggi i h Accessibili Aksesibilitas Sedang edium Accessibili
Jauh Aksesibilitas Rendah
ow Accessibili
Sumber : Blade, 1981, hlm 24.
Secara terukur (kuantitatif), tingkat aksesibilitas (kemudahan pencapaian) lokasi tujuan, dapat ditentukan dengan rumus pada persamaan berikut (Black, 1981 dan Hansen, 1959) : • Ldi H; = dj=l L --········-········-········-·······················(!) ti;
dimana ~= aksesibilitas dari zona asal i ke berbagai zona tujuan j. Ldi = ukuran aktivitas (kegiatan) di setiap zona tujuan j, seperti : persediaan lapangan ketja, luas lantai tempat kegiatan, tempat parkir, jum1ah perdagangan, dan lain sebagainya, yang semuanya dapat diukur. Tij = faktor kendala seperti ukuran waktu, biaya, jarak fisik dari zona asal ke berbagai zona tujuan j. n = banyaknya zona tujuan j sesuai dengan kegiatan orang dalam wilayah kota. 2. Nilai Rata-Rata (Mean)
Nilai rata-rata variabel adalah jumlah nilai semua observasi dari variabel tersebut dibagi dengan jumlah observasinya Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : n
x=
I;x; 1=1
n
•••••••••••••• • ••• • ••••• • •• • •••••••••••••••••• • • • •••••• •• •••••••••••••
(2)
Keterangan: ~ : nilai rata-rata variabel; X;
nilai observasi ke-1, ke-2, ..., ke-n;
n
jum1ah observasi.
GAMBARAN UMUM
1. Umum Daerah lstimewa Yogyakarta (atau Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta) dan seringkali ·disingkat DIY adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis
1841
Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Ten.gab. Letak geografis Daerah Istimewa Yogyakarta berada pada posisi 7 - 8 lintang selatan dan 110 -111 bujur timur. Kota Daerah Jstimewa Yogyakarta terdiri atas 4 kabupaten, 1 kodya/kota, 78 kecamatan, yang dibagi 1agi atas 440 kelurahan. Luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 km2 dengan tingkat kepadatan 13,687I km2. Tmnsportasi yang ada di Yogyakarta terdiri dari tramportasi darat (bus umum, taksi, kerela api. andhong (kereta berkuda), dan becak) clan udara (pesawat terbang). Pada awal Maret 2!m, pemerintah DIY te1ah mengoperafilkan Bus TransJogja sebagai usaha untuk membuat transportasi di kota ini nyaman, murah dan andal.
Jalan-ja1an di Yogyakarta kini sudah lebih rapi dan bersih dibandingkan tahun-tahun terdahulu karena komitmen pemerintah daerah Yogyakarta untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata (terbukti dengan dibuatnya 1V raksasa di salah satu jalan raya Yogyakarta untuk berpromosi dan papan stasiun kereta api). Wa1aupun demikian, ja1an-jalan di Yogyakarta juga tergolong sering mengalami kemacetan. 2
Bandar Udara Adisucipto
Saat ini frekuensi penerbangan domestik di Bandara Adisucipto mencapai 39 sampai 40 penerbangan per hari. Sejak 2004 sampai 2007 jumlah penumpang menunjukkan .kenaikan signifikan, rata-rata kurang lebih 20 persen per tahun, pada '2ffJ7 mencapai 24301XX> orang. Sementara kargo rata-rata nail< 10 sampai dengan 12 persen per tahun. PadasaatgempadiYogyakartatangga127Mei2006,BandaraAdisuciptoadalahtermasuk daerah yang tertimpa gempa. Bangunan ruang tunggu di terminal keberangkatan donetik ikut roboh. Da1am musibah tersebut 2 penumpang meninggal dunia, 1 luka beral: dan 9 Iuka ringan. Untuk memenuhi standar operasional suatu bandara selanjutnya ruang tunggu keberangkatan dibangun kembali dengan design yang lebih modem. Dalam pemhmgunan tersebut sekaligus merenovasi semua bangunan di Terminal Bandara Adisucipto agar tahan gempa. Rule Penerbangan Langsung : Yogyakarta- Cengkareng Jakarta ·
Yogyakarta- Halim Perdanakuswna Jakarta
·
Yogyakarta - Mataram
·
Yogyakarta - Surabaya
·
Yogyakarta - Balikpapan
·
Yogyakarta - Ujung Pandang - Manado
· · .
Yogyakarta - Banjarmasin Yogyakarta - Bandung Yogyakarta - Denpasar
·
Yogyakarta - Kualalumpur
184.2
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Maskapai Penerbangan: Garuda Indonesia, Lion Air, Wings Air, Batavia Air, Adam Air, Mandala, Pelita Air, Merpati. Nusant:ara, KAL Star. Frekuensi Penerbangan : 48 Penerbangan Rata-rata Penumpangn : 3.600 Pax per hari 3. Kereta Api Prambanan Ekspres (Prameks) Kereta api Prambanan Ekspres merupakan nama bagi layanan transportasi kereta api (KA) yang menghubungkan kota Kutoarjo, Yogyakart:a, dan Solo (hingga Stasiun Palur di ti.mur kota). Saat ini beroperasi tujuh ka1i pulang pergi dan dikelola oleh PT Kereta Api Daerah Operasi VI Yogyakart:a. KA ini juga berhenti. di Stasiun Lempuyangan, Klaten, Purwosari, Solo Balapan, dan Solo Jebres. KA Prameks sering mengalami kerusakan yang mengakibatkan keterlambatan. Akhimya Ditjen KA Dephub bersama manajemen PT KA menambah satu set armada Prameks berupa KRDE prototi.pe pertama dari PT Inka Madiun pada 1 Maret 2006 Rangkaian ini adalah yang pertama ka1i dioperasikan di Indonesia. KRDE ini merupakan mcxlifikasi dari KRL buatan BN/Holec ("Belgien-Nederland-Holland Electric''), Belgia, yang dimodifikasi oleh PT INKA dengan mengganti. sumber daya menggunakan satu mesin diesel
Lima unit kereta Prameks per rangkaian KRDE tersebut terdiri atas satu unit kereta engine dieSel, satu unitkereta ko-trailer, dua unitkabin trailer dansatu unit trailer ditambah kabin masinis.
Sejak 13 Maret 2006, ditambah dua petjalanan KA Prameks ini menjadi tujuh ka1i PP. Seiring dengan dioperasikannya jalur rel ganda Yogyakarta-Kutoarjo pada 29 September 2007 dan sekaligus untuk memenuhi permintaan masyarakat Kulonprogo dan Kutoarjo, PT KA Daop VI Yogyakart:a sejak 15 Oktober 2007 mulai melakukan uji coba petjalanan KA Prameks Yogyakart:a-Kutoarjo-Solo Balapan PP dengan pola operasi dua ka1i petjalanan sehari. Dengan bertambahnya dua set KR.DE yang diluncurkan oleh Menteri Perhubungan di Balapan, pola operasi KA Prameks Solo-Yogyakart:a mengalami peningkatan dari tujuh ka1i menjadi 10 ka1i PP. Sedangkan Solo (Yogyakart:a)-Kutoarjo menjadi empat ka1i PP. Sedangkan layanan terbaru KA Prameks sejak peresmian terminal terpadu yakni Kereta Api Komuter Prameks jurusan Solo-Yogyakarta-Maguwo-Kutoarjo-Purworejo siap mengantar penumpang. 4. Bus Transjogja Transjogja (atau Tejo) adalah bus patas fu1 AC yang beroperasi di Yogyakarta. Warna busnya hijau-kuning dan berkeliling mengitari Yogyakarta walaupun curna berhenti. di halte-halte khusus yang sudah ditentukan. Harga sekali naik Rp 3000 rupiah, walaupun pas masa promo
1843
Bus Patas Transjogja dibagi dalam 6 jaringan trayek, berikut ini trayek clan rute jalan yang dilalui, berdasar data dari Dinas Perhubungan Pemprov DIY. a. Jalur lA: Terminal Prambanan- Bandara Adisucipto-Sta5it.m Tugu-MalioboroJEC Rute: Tetrninal Prambanan - S5. Ka1asan - Bandara Adisucipto - 53. Maguwoharjo - Janti (bawah) - 53. UIN Kalijaga - 54. Demangan - 54. Gramedia- S4. Tugu - Stasiun Tugu - Malioboro - 54. Kantor Pos Besar - 54. Gondomanan - S4. PaS
1844
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
e. Jalur 3A: Terminal Giwangan- Kotagede - Bandara Adisucipto - Ringroad Utara MM UGM- Pingit- Malioboro - Jokteng Kulon
rule: Terminal Giwangan - 54. Tegalgendu - S3. HS-Silver - JI. Nyi Pembayun - S3. Pegadaian Kotagede - S3. Basen - 54. Rejowinangun - 54. Babadan Gedongkuning - JEC - 54. Blok 0 - Janti (lewat atas) - S3. Janti - S3. Maguwoharjo - Bandara ADJSUCIPfO - S3. Maguwoharjo - Ringroad Utara - Terminal Condongcatur - 54. Kentungan - 54. MM UGM - 54. MirotaKampus - S3. Gondolayu - 54. Tugu - 54. Pingit- Bundaran SAMSAT- 54. Badran- S3. PasarKembang - Stasiun TUGU Malioboro-54. Kantor Pos Besar -S3. RS PKU Muhammadiyah- 54. Ngabean- 54. Jokteng Kulon - 54. Plengkung Gading - 54. Jokteng Wetan - 54. Tungkak 54.Wirosaban-54. Tegalgendu -Terminal Giwangan. f.
Jalur 3B : Terminal Giwangan - Jokteng Kulon - Pingit - MM UGM - Ring Road Utara - Bandara Adisuciptp - Kotagede
Rule: Terminal Giwangan- 54. Tegalgendu- 54. Wirosaban- 54. Tungkak- 54.Jokteng Wetan - 54. Plengkung Gading- 54. JoktengKulon - 54. Ngabean - S3. RS PKU Muhammadiyah - S3. Pasar Kembang - 54. Badran - Bundaran SAMSAT - 54. Pingit - 54. Tugu - S3. Gondolayu - 54. Mirota Kampus - 54. MM UGM - 54. Kentungan - Terminal Condong Catur - Ringroad Utara - S3. Maguwoharjo Bandara Adisucipto - S3. Maguwoharjo - JANTI (lewat bawah) - 54. Blok 0 - JEC 54. Babadan Gedongkuning-54. Rejowinangun-S3. Basen-S3. PegadaianKotagede - Jl.Nyi Pernbayun- S3. HS-Silver - 54. Tegalgendu - Terminal Giwangan. 5. Kondisi Terminal Terpadu Saat Ini Fasilitas terpadu prasarana dan sarana transportasi di Bandara lntemasional Adisucipto
Yogyakarta menghabiskan dana kurang lebih Rp 30 miliar. Perinciannya, pembangunan underpas.s seluas 902 meter persegi Rp 13,142 miliar berasal dari PT Angkasa Pura I, prasarana Bus Patas Transjorja sekitar Rp 5,499 miliar dari APBD DlY, serta Stasiun KA Maguwo Baru menggantikan Stasiun KA Maguwo Lama dengan dana sekitar Rp 12 miliar yang diambil dari APBN. Dengan demiki.an, Bandara Adisucipto Yogyakarta k:ini telah terkoneksi dengan Bus Transjorja dan KA Prameks. Keterpaduan antara moda transportasi jalan, kereta api, dan udara akan memudahkan pergantian antannoda dalam kerangka meningkatkan kualitas pelayanan transportasi kepada masyarakat, adanya fasilitas terpadu ini sangat menguntungkan warga yang akan bepergian nail< pesawat Sebelumnya, masyarakat yang tinggal di luar Kota Yogyakarta harus membawa kendaraan sendiri atau menyewa taksi, sehi11gga menambah tingginya biaya. Dengan te1ah diresmikannya fasilitas pelengkap ini diharapkanmasyarakat bisa berhemat, dengan memanfaatkan angkutan Transjogja ataupun Kereta Api Komuter Prameks jurusan Solo-Yogyakarta-Maguwo-Kutoarjo-Purworejo.
1845
ANALISIS DAN EV ALUASI A. Analisis Aksesibilitas angkutan penumpang antarmoda di Terminal Terpadu Bandara Adisucipto Yogyakarta pada kajian ini dihitung dengan membanclingkan jarak, waktu, dan jurn1ah ganti angkutan umum terhadap biaya yang dikeluarkan untuk menuju tenninal terpadu dari simpu1 transport:asi dan pusat kegiatan utarna yang ditentukan dalam kajian. Nilai yang digunakan untuk menghitung tingkat aksesibilitas adalah nilai rata-rata normalisasi. Dari beberapa variabel yang telah ditentukan, penghitungan nilai aksesibilitas dilakukan dengan membanclingkan nilai variabel tersebut dengan biaya yang dikeluarkan menuju Terminal Terpadu Bandara Adisucipto dari simpu1 transport:asi dan pusat kegiatan utarna (PKU). Dimana PKU dalam kajian ini meliputi kawasan industri (Bantu! dan Sleman), kawasan perdagangan (Malioboro, Ambarukmo Plaza dart Shapir Squar), kawasan perumahan (Condong Catur, Bantu1, Godean dan Piyungan), dan kawasan wisata (Prambanan, Kaliurang, Parangtritis, Gembira Loka dan Borobudur). Nilai aksesibilitas dihitung untuk masing-masing simpu1 transport:asi (Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan, Terminal Giwangan, Terminal Jombor dan Terminal Condong Catur) atau pusat kegiatan utama. Hasil perhitungan sebagaimana diuraikan sebagai berikut : 1. Nilai Aksesibilitas Total Untuk Seluruh Variabel Dari basil perhitungan, didapatkan nilairata-rata nonnalisasi total untuk seluruh variabel. Nilai rata-rata normalisasi total untuk seluruh daerah survei dihitung dengan membanclingkan jarak, waktu dan jumlah ganti moda terhadap biaya yang dikeluarkan. Hasil perhitungan dan diagram nilai rata-rata nonnalisasi total untuk seluruh daerah survei sebagaimana terlihat pada tabel 3 dan gambar 1 berikut ini. Tabel 3. Nilai Rata-Rata Normalisasi Total Yogyakarta
Variabel Jarak Waktu GantiModa
0,4620 0,4499 0,4395
Sumber : Hasil pengolalum dalll.
r
Jarak
0.5000
Yogyakarta
'
--l
I
I '•-. ··:- W a ktu
I
--Yogyakaruo
\.
___
~~~~~~~~--~~·--_)
Gambar 1. Diagram Nilai Rata-Rata Normalisasi Total
1846
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
Dari perhitungan nilai rata-rata norrnalisasi total sebagaimana terdapat pada diagram di atas, terlihat bahwa untuk variabel jarak mempunyai nilai aksesibilitas paling tinggi yang diikuti. variabel waktu, sedangkan yang paling rendah adalah variabel ganti. moda. Hal ini menunjukkan bahwa jarat dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah relatif dekat sedikit menuju terminal terpadu. Untuk waktu tempuh antara terminal terpadu dengan simpul transportasi dan pusat kegiatan utama cukup lama atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menuju terminal terpadu dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama cukup besar. Untuk variabel ganti. moda, nilai aksesibilitas total rendah dibanding varibel jarak dan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa ganti. moda dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama di DIY adalah relatif banyak untuk menuju terminal terpadu dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama. 2. Nilai Aksesibilitas Untuk Variabel Jarak Nilai aksesibilitas untuk variabel jarak dihitung dengan membandingkan antara jarak dengan biaya yang dikeluarkan dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama menuju terminal terpadu Bandara Adisucipto Yogyakarta. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Nilai Rata-Rata Normalisasi untuk Jarak/Biaya Pusat Kegiatan PKU Industri PKU Perdagangan PKU Perumahan PKUWisata Simpul Rata-rata
Yogyakarta 0,5412 0,3753 0,1775 0,6607 0,5552 0,4620
Sumber: Haszl pengolahan data PKU lndustri 0,7000 T
0,6000
Yogyakarta
+
PKU .,,...'. Perdaganga ·, •.•-J:-- '\ n
Simpul ·"-··~
,
, \
...,\_ y
PKUWisata
PKU Perumahan
-+-Yogyakarta ~------------------···-··-·-··-----·--••••••••-••-••-- · ---
OHHOOOOHHHOOoooooooooo-----··-·••OOOHOHOo-oooHoOOOOo•-•••••••HOH ••, . /
Gambar 2. Diagram Nilai Rata-Rata Normalisasi untuk Jarak/Biaya
1847
Hasil perhitungan untuk variabel jarak sebagaimana terlihat pad.a diagram di atas dapat dijelaskan bahwa PKU Wisata mempunyai nilai aksesibilitas paling tinggi, sedangkan PKU perumahan mempunyai nilai aksesibilitas paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melihat dari jarak yang ditempuh dari kawasan industri menuju terminal terpadu maka biaya yang dikeluarkan adalah murah, sedangkan jika dilihat jarak dari kawasan perumahan menuju terminal terpadu maka biaya yang dikeluarkan adalah mahal. c. Nilai Aksesibilitas Untuk Variabel Waktu · Nilai aksesibilitas untuk variabel waktu dihitung dengan membandingkan antara waktu dengan biaya yang dikeluarkan dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utarna menuju terminal terpadu. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Nilai Rata-Rata Normalisasi untuk Waktu/Biaya Pusat Kegiatan PKU Industri PKU Perdagangan PKU Perumahan PKUWisata Simpul Rata-rata
Denpasar 0,1786 0,6358 0,2323 0,5841 0,6185 0,4499
Sumber: Hasil pengolahan data.
r PKU li1dustri
Yogyakarta
:::: lt 0.4000
0,3000
i
PKU
Simpul .•···· ~-,----..tl.i.ac.tl4-----""".=:?' .. -\ Perdaganga
'"·--·· ---·.' ··-~'. :~: .J:·· ,...,. ,.,.·"'' -!
,...:
'
\.
PKU Wisata ,I
PKU Perurnahiln
-+-Vogyakarta \.
j
Gambar 3. Diagram Nilai Rata-Rata Normalisasi untuk Waktu/Biaya
Hasil perhitungan untuk variabel waktu sebagaimana terlihat pad.a diagram di atas dapat dijelaskan bahwa PKU perdaganganmempunyainilai aksesibilitas paling tinggi, sedangkan PKU industri mempunyai nilai aksesibilitas paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa waktu tempuh dari kawasan perdagangan menuju terminal terpadu adalah cepat atau biaya yang dikeluarkan untuk menuju terminal terpadu dari kawasan industri adalah murah, sedangkan waktu tempuh dari kawasanindustri
1848
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
menuju terminal terpadu adalah lama atau biaya yang clikeluarkan untuk menuju terminal teipadu dari kawasan industri adalah rnahal. d. Nilai Aksesibilitas Untuk Variabel Ganti Moda Nilai aksesibilitas untuk variabel gantimoda dihitung denganmembandingkanantara
jumlah ganti moda yang dibutuhkan dengan biaya yang clikeluarkan dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama menuju terminal terpadu. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Nilai Rata-Rata Normalisasi untuk Ganti Moda/Biaya Pusat Kegiatan PKU Industri PKU Perdagangan PKU Perumahan PKUWisata
Terminal Terpadu 0,3363 0,4334 0,4144 0,3553 0,6580 0,4395
Simpul
Rata-rata Sumber: Has1l pengolahan data
r,.....·-------------------------------·---------·-indWtri--------······--------------·-----··-----------------------------
o.1ooo . .
1
I ·
o.6000
1 .(
o.sooo
I
Yogyakarta
0,4000 .. PKll
Perdagom
Simpul :...
gan
/
/
I
PKU ./ W isata
.,"
K. '-· PKU · Pcrumah
an
l~ ······························· · ········· ···························· ·········· · ············ ·········· ··········································· ·· ···········- .............................................................../ Gambar 4. Diagram Nilai Rata-Rata Normalisasi untuk Ganti Moda/Biaya
Hasil perhitungan untuk variabel ganti moda sebagaimana terlihat pada diagram di atas dapatdijelaskan simpul transportasi jalan/ rel mempunyainilaiaksesibilitas paling tinggi, sedangkan PKU Industri mempunyai nilai aksesibilitas paling rendah. Hal ini menunjukkan, jumlah ganti moda yang dibutuhkan dari simpul transportasi jalan/ relmenuju terminal terpadu adalah seclikit atau biaya yang clikeluarkan untuk menuju terminal terpadu dari simpul transportasi jalan/ rel adalah murah, sedangkan jumlah ganti mod.a yang dibutuhkan dari kawasan industri menuju terminal terpadu adalah relatif banyak atau biaya yang clikeluarkan untuk menuju terminal terpadu dari kawasan industri adalah rnahal. 2. Evaluasi Dari basil analisis aksesibilitas sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dilakukan evaluasi Secara total, nilai aksesibilitas untuk seluruh variabel per satuan jarak yang
1849
ditempuh, menunjukkan nilai yang tidak terpaut jauh. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi akses angkutan umum dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama ke Terminal Terpadu Bandara Adisucipto tidak berbedc:t jauh. Aksesibilitas terbaik secara total adalah jarak, sedang yang paling jelek adalah ganti moda. Dari data dapat menunjukkan jarak rata-rata antara simpul transportasi dan pusat kegiatan utama ke terminal terpadu yang paling dekat adalah PKU wisata sedang paling jauh adalah PKU perumahan. Waktu tempuh rata-rata dari simpul transportasi dan pusatkegiatan utama ke terminal terpadu yang paling keciladalah PKU perdagangan dan yang paling besar adalah PKU industri. Jurnlah ganti moda rata-rata dari simpul transportasi dan pusat kegiatan utama menuju terminal terpadu paling sedikit adalah dari simpul transportasi jalan/ rel dan yang paling banyak adalah dari PKU industri. Untuk meningkatkan nilai aksesibilitas di beberapa lokasi yang mempunyai nilai aksesibilitas rendah, maka perlu ditambahkan angkutan umum dalam hal ini Bus Transjogja dengan cara menambah rute/ trayek, yang melayani secara langsung dari pusat kegiatan utama dan simpul transportasi menuju terminal terpadu dengan jadwal perjalanan (headway) yang teratur sehingga waktu tempuh dapat dipersingkat dan jumlah ganti moda dapat dikurangi serta biaya yang harus dikeluarkan dapat diperkecil. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai aksesibilitas dalam kajian ini dihitung dengan membandingkan variabel waktu, jarak, dan ganti moda dengan biaya yang dikeluarkan dari pusat kegiatan utama dan simpul transportasi ke Terminal Terpadu Bandara Adisucipto Yogyakarta. 2. Nilai aksesibilitas total, variabel yang tertinggi adalah jarak, sedang yang paling rendah adalah variabel ganti moda. 3. Nilai aksesibilitas untuk variabel jarak yang tertinggi adalah PKU wisata, variabel waktu yang tertinggi adalah PKU Perdagangan, sedangkan untuk varibel ganti moda yang tertinggi adalah simpul transportasi jalan/ rel.
B. Saran Untuk meningkatkan nilai aksesibilitas dari objek kajian yang mempunyai nilai aksesibilitas rendah, maka perlu dilakukan perbaikan variabel terkait yang nilainya kecil. Hal ini antara lain bisa dilakukan dengan menambah rute trayek Bus Transjogja, yang melayani secara Iangsung dari pusatkegiatan utama dan simpul transportasi menuju terminal terpadu dengan jadwal perjalanan (headway) yang teratur sehingga waktu tempuh dapat dipersingkat dan jurnlah ganti moda dapat dikurangi serta biaya yang harus dikeluarkan dapat diperkecil.
DAFfAR PUSTAKA Morlok, E.K, 1988, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta Pusat.
1850
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
.........................., 2002, Studi Profil Angkutan Penumpang Antar Moda di Indonesia, Badan Lltbang Perhubungan, Jakarta.
.................................., 2005, Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Departemen Perhubungan, Jakarta .........................., 2005, Studi Model Aksesibilitas Angkutan Penumpang Multi.moda Pada Pelabuhan Utama di Indonesia, Badan Lltbang Perhubungan, Jakarta
.........................., 2007, Studi Aksesibilitas Angkutan Penumpang Transportasi Antannoda Di Bandam, Badan Lltbang Perhubungan, Jakarta Yesfil Gusleni, 2007, Kajian Model Pengembangan Trayek Feeder untuk Stasiun Bekasi,, Badan Lltbang Perhubungan, Jakarta *)
Lahir di Belitang Sumatera Se1atan, tanggal 4Agustus1972, Peneliti Muda di Pusat Penelitian dan PengembanganManajemen TramportasiMultimoda.
**) Lahir di Jayapura, tanggal 25 Juni 1968, Peneliti Muda di Pusat Penelitian dan Pengembangan Manajemen TransportasiMultimoda
1851
EVALUASI KETERPADUAN JARINGAN PRASARANA DAN SARANA TRANSPORTASI PULAU SULAWESI Paulus Raga *) ABSTRAK
Keterpaduan jaringan prasarana dan sarana transportasi merupakan llarapan dalam rangka mendukung pengembangan ekorwmi wilayah Pulau Sulawesi. Pendekatan eva1uasi ymg digunalam adalah interaksi antar ruang wilayah dan keterkaitan sektor dengan sisfem bobot relatif kualitatif Efisiensi dan efektifitas terhadap kinerja transportasi meningkatkan daya saing kumoditi, potensi wilatjah Sulawesi. Paparan ini dimaksudkan untuk memberi gam1xmm dasar perenamaan kedqxm untuk pengembangan prasarana dan sarana transportasi, sehingga dapat terwujud sisfem transportasi. terpadu Pulau Sulawesi.
Keyword : kinerja transportasi, transportasi terpadu, dan antarmoda. PENDAHULUAN Peran sektor transportasi dalam memperlancar arus barang dan mobilitas penumpangmakin luas jangkauan pelayanan baik dari segi kenyamanan, keamanan serta waktu tempuh semakin cepat, kesinambungan dan kontinuitas ditingkatkan. Pembangunan sektor transportasi dihadapkan pada masa1ah investasi yang dilakukan untuk perluasan jaringan dan pembangunan fasilitas transportasi barn. Sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan transportasi dengan sektor yang didukung seperti perkebunan, perdagangan.. perindustrian, pertambangan dan sebagainya, tetapi pembangunan jaringan jalan barn dan bandar udara serta temtina1 penyeberangan dan prasarana transportasi lainnya harus dilakukan Berkaitan dengan peran transportasi, Departemen Perhubungan telah menyusun dokumen Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) untuk menyamakan pemahaman sistem transportasi nasional sebagai pedoman dalam pembangunan dan penyelenggaraan transportasi nasional. Rencana pengembangan transportasi secara nasional didalam SISIRANAS perlu dijabarkan ke tingkat wilayah dan lokal. Jaringan moda transportasi di pulau Sulawesi belum menghubungkan semua ibukota propinsi, sehingga perlu dilakukan pembangunan transportasi yang diharapkan memperlancar arus pergerakan untuk me..'1ingkatkan aktifitas perekonomian masyarakat Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Pu1au Sulawesi, mengingat potensi Pulau Sulawesi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektorsektor perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, jambu mete), perikanan laut (tuna dan cakalang), tanaman pangan (padi dan jagung), serta pertambangan (nikel, aspa1 dan marmer). Se1ain itu, terdapatpotensi lain pada wilayah Pu1auSulawesi yang memilikikeunggulankomparatif yang juga membutuhkan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang handal. Potensi tersebut adalah eco-cultural tourism didasarkan atas keunikan budaya lokal dan keanekaragaman hayati (biodiversity), seperti ditemukan pada taman-taman nasional (rawa aopa dan dumoga) dan taman-taman laut (Wakatobi, Bunaken, dan Takabonerate).
1852
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
PENDEKATAN ANALISIS
Pelayanan jasa t:ransportasi hams ditingkatkan efekt:ivita<; dan e6sieasinya untuk me1ayani kebutuhandankehidupanmasyarakatserta pembangunanmelalui pendekatankelerpaduan Kata "terpadu'' rnempunyai arti dan makna bahwa kegiatan t:ransportasi di1akukan seaua menyeluruhmeliputiseluruhsubsektor(darat~Iaut,udara,pipa)danirenyatu
membentuk suatu kesatuan sistem yangpadu. Dilihat dari penyusunan sistem transprportasi terpadu ini mempunyai arti yang 1uas bukan hanya semata-mata terpadu tetapi meliputi makna yaitu terkoordinasL terkonso~ tersinkronisasi dan bersifat iberimbang. Kererpaduan transportasi, baik intra maupun antar moda merupakan tujuan yang sangat diharapkan di bidang tran.5porlasi Keterpaduan transportasi tersebut sangat dilenb.lkan beberapa ha1 meliputi i) morfologi wilayah da1am pelayanan transportasi; ii) tersedianya prasarana transportasi sesuai jenis moda yang diselenggarakan; iii) tersedianya mod.a tramportasi yang memadai; dan iv) pola pergerakan penumpang dan bar.mg. Pendekatan yang digunakan adaJah keterikatanantara sektor dmganpendekatan tata ruang. Seluruh sektor kegiatan ~ perkebunaan, indmllt ~Ji:ehutanan.. perikanan dan lain-lain) da1am pendekatan ini. dilihat daJam kmteks tata mang digamhnbn ·~gai berikut: 1. Terpadu dan serasi; pengembangan dan pembangunan transportasi dilakukan secara terpadu bail< antar provimi,lkabupa1enmaupunantar subsSem.m:>da trausportasi.(darat, penyeberangan. Iaut dan udara serla kerela api), antar mJda angkutan yang diarahkan agar pengembangan dan pemhmgunan transporlac;i. yang~ di setiap daerah benar-benar sesuai dengan potensi. kebutuhan clan prioritas ma
2. Pemerataan ke seluruh daerah; pelayanan jasa transportasi disediakan pada daerah perkotaan dan perdesaan, serta daerah-daerah relatif tertinggaL terisolasL terperri1, dan daerah perbatasan. Demikian pu1a daerah minus dan daerah padat penduduk antara lain mengurangi arus perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke kota-kota besar (urbanisasi) dan dari daerah produksi ke pusat-pusat pemasaran {kOI1.5UIIleI1. untuk memperlancar arus barang.
3. Spasial (ketataruangan); penyelenggaraan pe]ayanan jasa transportasi antar pusat/kota (menurut hirarki pusat/kota) meialui hirarki jaringan ja1an/trayek (rute) an1ara pusat dan wilayah pengaruh/ pelayanansertaantarwilayah pengaruh/pelayanan yangberada di seluruh wilayah/ d?.erah. 4. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup; penyelenggaraan pelayanan jasa transportasi mendukung pembangunan jangka panjang tanpa menimbulkan kerusakan dan mempertahankan lingkungan hidup ~gi generasi masa depan. 5. Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan masyarakat; mengingat ketersediaan dana pembangunan pemerintah untuk pembangunan dan pengembangan sektor transportasi terbatas, maka perlu dikembangkan pemberdayaan masyarkat dan pembangunan masyarakat yaitu memanfaatkan sumberdaya (dana, tenaga, material danlainsebagainya)yangdimilikimasyarakat1okalseauabersama-sunauntukmeocapai basil yang nyata dan positif atau sering disebut sebagai pendekatan .kemandirian :lokal.
1853
6. Harmonis dan dinamis; selain dari pendekatan yang dikemukakan di atas, agar diupayakan bahwa penyelenggaraan jasa transportasi dan pembangunan sektor transportasi dilaksanakan secara harmonis dan dinamis yang berarti mengernbangkan niat, semangat dan tekad dimiliki masyarakat untuk mencapai kondisi lebih bail< dan bersifat dinamis. Evaluasi dan penetapan konsep-konsep Pengembangan Keterpaduan Transportasi di pulau Sulawesi dilakukan analisis data dan inforrnasi secara kualitatif dan kuanti.tatif maupun gabungan diantara kualitatif dan kuanti.tatif. Identifikasi Fakta-fakta yang terkait dengan Sistem Transportasi
Potensi Permintaan Transportasi
Dinamika Perkembangan Transportasi T't - - ! - .• • 1 /T
Kondisi Jaringan Prasarana dan Sarana Transportasi
Prediksi Perencanaan (kurun waktu tertentu)
-1 . • 1
Konseptual Keterpaduan Transportasi
Kesimpulan
Gambar 1. Skema Pendekatan Pemecahan Masalah
GAMBARAN UMUM Potensi Sulawesi dengan keunggulan kompetitif dan komparatif sangat prospektif dipromosikan skala regional maupun intemasional. Hal ini terkait dengan tingginya permintaan atas produk-produk unggulan yang dihasilkan Pulau Sulawesi, selain posisi geografis wilayah yang strategis berada pada pintu gerbang menuju pasar potensial Asia Pasifik seperti. negara ASEAN, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan RRC. Sulawesi dalam bingkai wilayah Kawasan Timur Indonesia merupakan kawasan masa depan (l:ihat tabel 1 dan gambar 2). Potensi komoditas andalan adalah meliputi. tanaman pangan, perkebunan, perikanan, pariwisata, pertambangan dan perindustrian. Pengembangan keterpaduan transportasi di pulau Sulawesi dilakukan dengan pertimbangan, antara lain : 1. Pulau Sulawesi merupakan wilayah daratan yang padu, terdapat banyak pulau kecil disekitarnya, termasuk da1am wilayahadministrasi provinsi-provinsi diSulawesimisalnya
1854
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari sekitar 180 pulau-pulau kecil (bahkan ada yang belum memiliki nama). Kabupaten Selayar meliputi ± 120 pulau dan Kabupaten Pangkajene Kepulauanmencakup ±90pulau. Keduakabupaten tersebuttermasuk daiam wilayah administrasi Sulawesi Selatan. Tabel 1. Potensi dan Pengembangan Ekonomi di Wilayah KTI
Kalbar
.;
.;
.;
O Kalteng (Kakab)
.;
.;
.;
.;
Kais el (Batulicin)
.;
,/
,/
.;
KaJtim
.;
.;
.;
0
Jaringan ekonoml ALKI I clan ALKI II
.;
.;
Kerjasama ekonomi Singapur, Malaysia Kaltim (IMS-GT}, Bruna~ Phiipina. Malaysia, bagian Ulara Kallmantan (BIMP-EAGA}
Simpul pelayanan clan pengapalan bahan baku industri dan hasil produksi, SDAlbahan baku, material. mesin--mesin dan konstruksi
O Penyiapan lahan daratan skaJa besar untuk industrial estate O Fasilias. perbaikan kapaL pelabtflan khusus, perikanan, pelabuhan turis dan pertambangan
O Akseslbiitas. Distribusl input induslri primer ke
wilayah hinterland
(Sasamba}
. ' !'engiipiltari SOAlbilhaf\ bal
./ Ja~~g~n e~~omi: Jawa-Ball-lombQk,
meslii-meslri inuk·konstniksf
-+-,,-+-.,-+-+-+-.,-+.-t--i-1--+--i./ :0 Kerjasa_~ -~~onom-i:~~. Nu~rlggara •.
Timur.(AJDI'.)
.
.
.
-+-,.,-+,-_,-+-_,+-,,+--+--+--+--+--+--i_, o · Pening.katan.1>otens11n'dus1rt'kikat (!l9ribisnis.
i==-+ -+--+-'+.....+-+--+-'+'---+--+-'-+--'-ot .
marine. indllltil) ..
.
.
: .
.
.
.. :
0 . pe_l)Ylapaii lahan yiing be'~: ~' pat;nk-i>alJd( ~ besai · ··
o ·Alcsesibililas antuk prodtiksl primef; distribusi: ·.
input•un(uk iOOuslri primer
. ·
·
. ,,.. o :: rotenSl pi00Uk.Si.h8slpertanian••somberdaya :0 . f'!Sibs perbaikan kapal, pelebuhan khusus ..
Papua
•
(Blikl Ket : TP = Tanaman Pangan PK = Perkebunan PR = Perikanan KH = Kehutanan
min.eratdan,pepgeni~~
PW= Pariwisata PO= Periridustrian PT= Pertambangan
.
· ~~clan
pertamb;a,ngan ..
A : Pengembangan lndustri Besarll
C : Penlagangan dan Dislribusi D : Pengembangan lnfraslruktur Wiayah, lnd.lstri Kecil M«lengah & Lokat
2. Pulau Sulawesi berdiam sekitar 14 juta jiwa atau penduduk terbesar di Kawasan Timur Indonesia, sehingga memperlihatkan berbagai kegiatan sektoral yang lebih luas, maka fasilitas sektor transportasi memegang peranan yang penting terhadap pengembangan dan pertumbuhan sektor-sektor tersebut 3. Pulau Sulawesi merupakan wilayah daratan yang memiliki garis pantai yang terpanjang dibandingkan pulau-pulau besar di Indonesia (Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan Pulau Papua). Indonesia mempunyai garis pantai yang terpanjang di dunia yaitu 81.(X)() km. Garis pantai yang panjang memperlihatkan jaringan jalan yang panjang, trayek pelayaran (nasional, regional, lokal) yang panjang pula Demikian pula memiliki angkutan penyeberangan yang lebih banyak danrute penerbanganantar ibukota provinsi dan kota-kota Jainnya di dalam dan ke luar Pulau Sulawesi yang cul
1855
termasuk kategori wilayah yang rnaju, sedangkan Maluku dan Papua termasuk kategori relatif kurang berkembang. Sesuai kategori sedang berkembang, makafungsi transportasi sebagai fasilitas penunjang pembangunan sektor Iain. 6. Dilihat dari alur perhubungan dalam negeri Pulau Sulawesi mempnnyai posisi cukup vital yaitu menghubungkan KBI dengan KTI (arah barat ke arah timur) dan penghubtmg dari Nusa Tenggara ke Filipina Selatan (arah selatan ke arah utara). INTDNASIONAl/N ASIONAL
'
GOltONTALO
~
'
\
~,,
I
,,,. ,,,.
~
.I'
; .
-._i-g
Gambar 3. Skenario Pengembangan Pulau Sulawesi
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Keterpaduan Analisis keterpaduan dilakukan dengan menilai tingkat keterpaduan antar wilayah baik jaringan prasarana rnaupun pelayanan. Untuk jaringan prasarana terhadap 6 indikator penilaian menunjukkan Provinsi Sulawesi Tengah memiliki nilai tertinggi (3,2), hal ini dimungkinkan karena indikator keterpaduan prasarana sungai/ danau-laut tidak mendapatkan penilaian, sedangkan provinsi yang mendapatkan penilaian terendah adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan nilai 2,5, hal ini disebabkan karena provinsi ini memi1iki keterbatasan terhadap pernberdayaan sungai sebagai media tran5porlasi. Untuk keterpaduan jaringan prasarana menunjukkan keterpaduan antar jaringan prasarana jalan dan transportasi udara yang memiliki nilai tertinggi yaitu 4. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan jalan, khususnya menuju bandar udara pusat penyebaran berfungsi sebagai arteri primer. Sedangkan jaringan prasarana yang memiliki nilai terendah (1,67) adalah keterpaduan sungai/ danau dan transportasi laut, hal ini menunjukkan bahwa peran transportasi sungai dan danau di Pulau Sulawesi relatif terbatas. Untuk jaringan pelayanan nilai tertinggi (3,6) adalah Provinsi Sulawesi Utara, kondisi ini disebabkan karena indikator
1856
Volume 20, Nomor 12,, Tahun 2008
Tabel 2. Nilai Keterpaduan Jaringan Prasarana Transportasi
I-----Propil\Sill[TI=2J~ ~ . Antar Moda--------·
Jalan-Sungai/ Danau Jalan-Penyeberangan Jalan-Laut Jalan-Udara Sungai/Danau-Laut Penyeberangan-Laut
I
Rata-rata
llsUl-1~
Sul-11 Sul-11 Sul- llscl-11 Coron Sel Bar Tra Talo l_Q!_J~ 2 I 1 ic:D: 1,83
l= o = r J = o
4
i ~=uo:=J
4
l= r J : I J = o
4
-
1 ~=2Jc=D i ~=2J 2 i l~~o;[]I
I I
3,33
!
4
i= o
i=:=J
4
I
1,67
!
1
i--g-i
2
i
2,60
ICD
3
I I !
-
II
2 3,20
3,50
4
J=:I] i==:I]'
I
Sumber : Hasil studi
sungai/ danau dan laut tidak mendapatkan penilaian. Sedangkan indikator lainnya memperlihatkan keterpaduan yang baik, sedangkan nilai terendah (2,5) adalah Sulawesi Tenggara disebabkan keterpaduan pelayanan terhadap 3 indikator relatif terbatas. Tabel 3. Nilai Keterpaduan Jaringan Pelayanan Transportasi
:-----------········-----········-··----·-··-··-------··---------------·--------·---·------------····----·-····---··-····-········---·-- ····-·····----··- .. ··--··.. -· ········--····--··-··---········-··-··-····-·-··--·-·
l,~,ISui=-lj"Sul-liscl-1~ 3
121
! ~_2_j_LJ
4
3
!__i_J
3,50
i ~_2_J___l__J
3
3
4
I
i
3,16
4
4
I
4
I
4
1=2]----:l"l=======!
-
;
1,67
l__i_J 2,60 II,__'--_.I~
2,16
Jalan-Sungai/ Danau
J
'
Jalan-Penyeberangan
J
i Jalan - Laut
I Jalan- Udara I Sungai/Danau-Laut
3
! ~~
i~-4-I~ i
2
) Penyeberangan - Laut
i ~-2-i ~
2
II
lo::J~lli]I
3,20
Rata-rata
I Sul-1~ Ut ~
Coron Talo 2
I Antar Moda - - - - - - ~~~~
1
2,33
Rekapitulasi penilaian katerpaduan jaringan transportasi menunjukkan angka tertinggi adalah Provinsi Sulut (6,6) dengan tingkat keterpaduan prasarana dan pelayanan yang baik, meskipun masih membutuhkan peningkatan jika dikaitkan nilai maksimal (8). Begitupula Sulteng (6,4), Sultra (5) termasuk kategori cukup, sehingga membutuhkan peningkatan, baik keterpaduan pelayanan maupun prasarananya. Tabel 4. Rekapitulasi Nilai Keterpaduan Jaringan Transportasi
I~=Pelayanan II
: Antar Moda
Sulawesi Selatan
3
Sulawesi Barat
2,67
Sulawesi Tenggara
2,5
Sulawesi Tengah
3,20
Gorontalo
2,60
Sulawesi Utara
3,6
Sumber : Hasil Studi
I I I
I I I
Prasarana
I
1 8 1 Rangking : um a Keterpaduan '
2,83
I
5,83
2,83
l
5,50
2,5
I !
' !
5
3,20
!
6,40
2,60
!
5,20
3,60
I
6,60
I I I I I I
4
! I
6
I
2
I
5
I
1
!
3
I
1857
2. Kebijakan Pembangunan Transport:asi PulauSulawesi adalah suatu wilayah yangmengalami pertumbuhan dan perkembangan di masa datang sejalan dengan era perkembangan ekonomi dan perdagangan global Tuntutan pembangunan dan demokrasisasi di segala sektor kehidupan serta tuntutan efisiensi pemberdayaansumber daya alam. Oleh sebab itu, strategi yang diterapkanharus mampu menangkap kekuatan dan peluang yang ada dan meminimilisir kelemahan dan ancaman, sehingga hasil pembangunan dan pengembangan jaringan pelayanan dan prasarana menghasilkan pelayanan transportasi yang berkualitas dan berkesinambungan. Berdasarkan analisis SWOT disusun strategi dan kebijakan pembangunan transportasi sebagaimana pada gambar 3.
Pengembangan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Transportasi
STRATEGl2 Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Transportasi
KEBIJAKAN: 1. Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Prasarana Transportasi 2. Peningkatan Keselamatan Transportasi 3. Peningkatan Pelayanan Transportasi 4. Peningkatan Perencanaan dan Studi Transportasi
farin an Pela anan dan Prasarana
KEBIJAKAN: 1. Pengembangan Jaringan Pelayanan Transportasi 2. Pengembangan Keterpaduan Antar dan Intra Moda Transportasi
KEKEPAN
Transportasi STRATEGl3 Pengembangan Sumber Daya Transportasi KEBIJAKAN: 1. Peningkatan Peran Serta Masyarakat dan Swasta 2. Peningkatan Sumber Dana Transportasi 3. Peningkatan Konservasi Energi 4. Optimalisasi Fasilitas
STRATEGI4 Pengembangan SOM dan Manajemen Transportasi KEBIJAKAN: 1. Peningkatan SOM Transportasi 2. Pengembangan Manajemen Transportasi 3. Pengembangan Organisasi Bidang Transportasi
Gambar 3. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Transportasi
PENUfUP
Konsepsi perwujudan keterpaduan jaringan transportasi jalan sudah terealisasi, terlihat dengan pengoperasian jaringan lintas barat, tengah dan timur Pulau Sulawesi. Begitupula terhadap simpul pelabuhan dan bandar udara telah mengarah pada keterpaduan jaringan pelayanan dan prasarana transportasi Pulau Sulawesi.
1858
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Konclisi jaringa..Tl prasarana dan jaringan pelayanan transportasi rnenurut sub s~ktor transportasi dirnasing-rnasing propinsi di Pulau Sulawesi dinilai cukup baik, rneskip~ belurn optimal. H al ini rnernperlihatkan bahwa kebutuhan pelayanan transportas1 diberbagai daerah sudah cukup terpenuhi, demikian pula penyediaan prasarana dan sarana transportasi. Kinerja transportasi rneliputi seluruh sub sektor transportasi dan wilayah (provinsi/ kabupaten/kota). Secara keseluruhan dapat dikatatakan cukup baik, kecuali unsur kinerja aksesibilitas jaringan non prasarana jalan yang kurang. Koordinasi, utarnanya koordinasi ekstemal an tar instansi-instansi yang terkait dalam penyelenggaraan pelayanan transportasi dirasakan rnasih lemah. Potensi kegiatan transportasi seluruh sub sektor dan wilayah/ provinsi rata-rata berkembang dengan pertumbuhan yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi dan pembangunan dari berbagai sektor telah berkernbang dan rneningkat. ProvinsiSulawesai Utara memiliki tingkat keterpaduan jaringan prasarana dan pelayanan transportasi yang baik, menyusul Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. DAFT AR PUST AKA AdisasmitaR, 2004, Indikator Perkembangan Tata Ruang Wilayah (Konsep DanAplikasinya), Makassar Angkasa Pura Bandar Udara Hasanuddin Makassar, 2005, Data Penerbangan Angkutan Barang dan Penumpang, Makassar.
Balitbang Dep. Perhubungan, 2004, Studi Rencana Umum Jaringan Transportasi Ja1an Primer Pulau Sulawesi, kerjasama LAPI ITB-Bandung. - - - - , 2006, Pengembangan Keterpaduan di Pulau Sulawesi, kerjasarna PT. Timur Konsultan Makassar. Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Utara, 2005, Tataran Transportasi Wilayah Provinsi
Sulawesi Utara. Dinas Perhubungan, 2005, Tataran Transportasi Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Jinca, M.Y., dkk., 2002, Studi Altematif Percepatan Pengembangan Infrastruktur Pelabuhan Laut di Kawasan Timur Indonesia, kerjasama PT. (Persero) PELINDO III Surabaya dengan LP-Unhas-Makassar. - - - - - , 2006, Masalah dan Tan tangan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Pelabuhan Indonesia, Seminar Nasional Menko-Ekonomi, Aston Hotel, Jakarta. Keputusan Presiden, 2004, Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Morlok, E.K, 1985, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta. Pemerintah Daerah Provinsi Sulbar, Perencanaan Sistem Jaringan Jalan Provinsi Sulawesi Barat. "')
Lahir di Pare-Pare 3Mei 1956, S1 Tenkin Unhas Tahun 1986, S2 ITB Tahun 1994, Peneliti Muda
1859
PENGKAJIAN SISTEM BIAYA PERAWATAN POWER BY THE HOURS (PBTH) PADA PESAWAT B-737-200 Idjon Sudjono *) Tri Retno Andiniwati **) ABSTRAK
Pada tanggal 8 Agustus 1967, Boeing Commercial Airplane Company memproduksi pesawat jet komersial tipe B-737-200 dengan ukuran 1,93 meter lebih besar dari ukuran tipe ~ yaitu B-737-100. Pesawat B-737-100 mempunyai kapasitas sebanyak 100 seat, maka B-737-200 mempunyai kapasitas 120 seat. Pesawat B-737-200 dioperasikan pertama kali oleh Maskapm PeneriJangan Soutlrirest Airlines pada bulan 1967, dan memasuki tahun 2000 an dioperasikan oleh hampir semua Maskapai Penemmgan Berjadwal di Indonesia bahkan sampai tahun 2008 terdapat 44 unit B-737-200. Maskapai Penerbangan di Indonesia mau menggunakan tipe B-737-200 ini, karena mungkin keterbaJasan modal dan ketersediaan pesawat terbang di pasar masih timpang, disamping itu ~ ~ terbang baru dari -pabrik harus antri 2 sampai dengan 5 tahun, bahkan lebih. Tetapi yang paling mungkin karena harga pasar dari tipe B-737-200 ini cukup murah yaitu sekitar US$ 2.500.000 per unit, bahkan dapat disewa dengan earn leasing, termasuk 1Jiaya ~ Kajian sistem perawatannya PBTH pada pesawat B-737-200 lebih diminati oleh Maskapai Penerbangan di Indonesia daripada menggunakan sistem TMB StJsfem. Kata kunci : Perawatan pesawat terbang, sistem PBTII dan TMB.
PENDAHULUAN Pada hari Rabu tanggal 20 bulan Agustus tahun 2008 , pukul 13.30 WIT pesawat Express Air PK-TXF jenis Boeing 737 - 200 telah mendarat darurat di Bandara Frans Kaisiepo Kabupaten Biak Nurnfor, Papua. Pesawat yang mengangkut 129 penumpang berangkat dari Bandara Dominique Eduard Osok (DEO),Sorongpukul 12.00WIT dengantujuanMakasar,Jakartadanbemomorpenerhmgan 801 serta Captain Pilot Adil Dewantoro. Insident tersebut mengalami kerusakan pada sayap kiri pesawat dan diketahui Pilot saat pesawat berada diketinggian 10.CXX> kaki, tak jauh dari lokasi keberangkatan. Kemudian hanya selang 1 (satu) minggu setelah insident tersebut atau tepatnya pada hari Rabu tanggal 27 bulan Aguastus tahun 2008, pukul 16,37 WIB, pesawat jenis Boeing 737200 PK - CYG milik Maskapai Penerbangan Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 062 rute penerbangan Jakarta - Jarnbi tergelincir di Bandara Sultan Thaha Jarnbi. Pesawat keluar dari ujung landasan sejauh 25 meter. Pesawat tersebut diawaki oleh Captain Pilot Muhammad Basuki yang telah mempunyai 10.000 jam terbang clan Co-Pilot Erl Radianto yang telah mengantongi jam terbang diatas 5.000 jam
1860
Volume 20, Nomor 12,. Tahon 2008
Pesawat yang mengangkut sebanyak 125 penumpang dan 6 awak pesawat tersebut mengalami urer run ketika mendarat dimana kondisi ruaca habis turun hujan, jarak pandang sekitar 8 kilometer tetapi tidak ada kerusakan mesin sebelum keberangkatan pesawat dari bandara Soekamo - Hatta Jakarta 11
/1
Tidak ada korban jiwa da1am peristiwa itu, tetapi sebanyak 20 penumpang mengalami Iuka-Iuka ringan dan telah menyebabkan 2 mesin copot, nose wheel " patah, dan radar dome pada hidung pesawat copot /1
/1
/1
Kecelakaan pesawat Boeing tipe B-737-200 rnilik Sriwijaya Air ini menambah daftar urutan panjang kecelakaan jenis pesawat tersebut Sebelumnya kecelakaan pesawat Boeing 737200 PK-RIM rnilik Mandala Airlines di Medan pada tanggal 5 September 2005 pukul 09.40 WIB yang menewaskan 112 penunmpang dan 5 awak pesawat serta 44 orang korban didarat karena Iokasi kejadian diatas pemukirnan penduduk yang berjarak sekitar 500 meter dari landasan pacu. Berdasarkan data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKI), kecelakaan pesawat baik insident maupun accident yang tetjadi pada jenis pesawat Boing 737-200 selama tahun 2001s/d2006 tampak pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Kecelakaan Pesawat B-737-200 di Indonesia Selama Tahun 2001 s/ d 2006 Tahun Jumlah Kejadian
2001 6
2002 2003 2004
2005
2006
8
4
9
3
2
Sumber : KNKT, hasil pengolahan.
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa jum1ah kejadian kecelakaan pesawat B-737-200 tertinggi dialami pada tahun 2006, sebanyak 9 kejadian.
Jumlah kecelakaan pesawat yang terjadi se1ama tahun 2006 di Indonesia sebetulnya ada 21 kejadian tetapi khusus untuk kecelakaan pesawat B-737-200 ada 9 kecelakaan sebagaimana terlihat pada tabel 2 Tabel 2. Jumlah Kecelakaan dan Insiden Pesawat Boeing 737-200 di Indonesia Tahun 2006 Waktu Kejadian 09 19 05 07 12 22 05 03 18
Februari Februari Mei Juni Juni Juni September Oktober Desember
Sumber :
Lokasi Kejadian Bandara Adi Sucipto GOG) Bandara Sepinggan (BPN) Bandara Soetta (JKT) Bandara Sepinggan (BPN) Bandara Sepinggan (BPN) Bandara Hang Nadim (BTH) Bandara Soetta GKT) Bandara Juwata (I'RK) Bandara Malang
Airline Mandala Batavia Batavia Mandala Batavia Sriwijaya Sriwijaya Mandala Mandala
Komite Nasional Keselamatan Transportas1 (KNKT) 2006 Hasil Pengolahan.
1861
Berdasarkan fakta sederetan jumlah insident clan accident pesawat B-737-200 ini di Indonesia, tampaknya meskipun pesawat tersebut sudah berumur 30 tahun lebih. Tetapi mengingat harga pesawat B-737-200 yang cukup relatif murah yaitu sekitar USD 2.500.000 per unit, maka banyak maskapai penerbangan yang mengoperasikan pesawattersebut, seperti Kartika Airline, Mandala Airline, Merpati Nusantara, Batavia Air, Sriwijaya Air, Triguna Air Service, Air Express, Adam Air clan bahkan Garuda Indonesia pun pemah mengoperasikan pesawat B-737-200 ini pada tahun 2000 awal. Pesawat Boeing 737-200 masih tergolong pesawat yang boros bahan bakar, tetapi beberapa maskapai penerbangan mencoba menekan biaya operasi melalui metode biaya perawatan pesawat sistem baru dengan mengkontrakkan kepada pihak ke tiga. Untuk mengetahui lebih jauh sistem perawatan pesawat melalui kontrak pada perusahaan bengkel pesawat Maintenance Repair Overhaul (MRO) khususnya perawatan pesawat Boeing 737-200, maka diperlukan pengkajian Sistem Biaya Perawatan Power by the Hours (PBTH) pada pesawat B-737-200. Maksud pengkajian ini adalah untuk menemukenali pemeliharaan pesawat-pesawat udara khususnya pesawat pesawat jet komersial yang banyak dioperasikan oleh Maskapai Penerbangan di Indonesia. . Tujuannya adalah untuk menyajikan suatu sistem biaya pemeliharaan pesawat terbang jet komersial jenis Boeing 737-200 dengan metode barn Power By The Hours (PBTH). Berdasarkan dengan maksud clan tujuan dari pengkajianini, maka ruanglingkup pengkajian meliputi. : 1. Menginventarisir jumlah armada pesawat komersial di Indonesia 2. Menginventarisir jumlah armada pesawat komersial jenis Boeing, khusunya tipe B-737200 di Indonesia 3. Menginventarisir jumlah kecelakaan pesawat terbang jenis Boeing khususnya ti.pe B737-200 di Indonesia 4. Menemukenali pemeliharaan pesawat terbang 5. Menemukenali sistem biaya pemeliharaan pesawat terbang B-737-200 6. Memberikan rekomendasi tentang pemeliharaan pesawat terbang B-737-200.
MEfODOLOGI Pengkajian ini menggunakan pendekatan analisis dengan metode deskriptif melalui pengumpulan data baik data kuantitatif maupun data kualitati.f (library research) serta pengamatan dan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem pemeliharaan pesawat (field research).
HASIL YANG DIHARAPKAN Dengan dilakukan pengkajian ini, diharapkan memberikan basil kepada para operator penerbangan yang mengoperasikan pesawat B-737-200 dapat menerapkan sistem biaya
1862
Volume 20, Nomor 12., Tahun 2008
peme1iharaan yang lebih efisien, sedangkan dari pihak regulator dapat mengambil kebijakan yang memberikan pertirnbangan tentang keuntungan dan kerugian penggunaan pesawat B-737-200. GAMBARAN UMUM
A Sejarah Singkat Boeing Commercial Airplane Company
VVilliam E. Breing seorang insinyur dari universitas Yale yang lahir pada tanggal 1 Oktober 1881 di Detroit Michigas Amerika Serikat anak dari pengusaha tambang keturunan Jerman bernarna VVilhelm Breing bekerjasama dengan seorang insinyur Angkatan Laut AS George Conrad Westeroelt telah berhasil mernbuat dan menerbangkan sebuah pesawat B & W pada tanggal 15 Juni 1916. Kemudian dalam kurun waktu hanya satu bulan sesudah itu, mereka mencoba mendirikan
perusahaan pernbuatan pesawat yang resmi bekerjasama dengan Pasific Aero Products Co. Satu tahun setelah berdirinya perusahaan tersebut Ir. WE. Breing mengajak seorang insinyur penerbangan dari universitas Washington yang bernarna Tsu Wonguntukmendirikan perusahaan Breing Breing Air Plane Company dengan jumlah tenaga ketja hanya 28 orang pada waktu itu. Pada saat berkecamuk Perang Dunia Pertama, Angkatan Laut AS memesan pernbuatan 50 unit pesawat militer. Breing Air Plane Co. terpaksa harus menambah jurnlah tenaga kerja sampai mencapai 337 orang. Tahun 1927 Boeing Air Plane Co. mengajak perusahaan Pasific Air Transport untuk bergabung menjadi perusahaan Boeing Air Transport Co. dan bekerjasama dengan PAN American World Ainvays untuk mengembangkan pesawat udara komersial lintas samudra New York ke Paris hasil inspirasi Oiarles A. Lindenbergh. Kemudian tahun 1929 Boeing Air Transport Co. mengakui sisi perusahaan yang memproduksi mesinmesin pesawat Pratt & Whitney. Awai Maret 1944 tingkat produksi Breing Air Transport Co. sudah mencapai 350 unit pesawat per bulan, sehingga perusahaan l.ixkheed Aircraft Corp. dan Douglas Aircraft Co. bersedia bekerjasama dalam merakit pesawat tempur pernbom B-17, dan Desember 1944 Boeing Air Transport Co. bekerjasama dengan perusahaan Bell Aircraft Co. dan Glenn L. Martin Co. merakit pesawattempur pernbomfenomenal B-29 yang menjatuhkan born atom di Nagasaki dan Hiroshima. Disaat dunia penerbangan sedang memasuki era teknologi pesawat bermesin jet, WE. Breing meninggal dunia dalam usia 75 tahun tepatnya tanggal 28 September 1956. Selanjutnya perusahaan Boeing Commercial Air Plane Company mengembangkan usahanya dengan memproduksi pesawat-pesawat untuk angkutan udara komersial bermesin jet, yang dipelopori pertama kali oleh British de Hcwilland Comet sebagai pesawat jet komersial pertama di dunia di produksi pada tahun 1949. Pesawat British de Havilland Comet berkapasitas hanya 44 seat (11 baris x 4 seat) dan di desain ulang karena mengalami kelelahan logam
(metal fatigue).
1863
B. Perkembangan Teknologi Pesawat Udara Jet Komersial Jarak Pendek Dan Menengah
Produk Boeing Sebelum mernbahas perkembangan teknologi pesawat udara jet komersial, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu bahwa International Air Transport Association (IATA) mengkategorikan penerbangan ditinjau dari aspek jarak terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu penerbangan jarak pendek (short haul) yang dibatasi jarak kurang dari 1500 km, penerbangan jarak menengah (medium haul) yang dibatasi jarak antara 1500 km - 4000 km, dan yang terakhir penerbangan jarak jauh (long haul) yang dibatasi jarak diatas 4000 km.
1. B-707. Produk pertama pesawat jet komersial dari Boeing adalah tipe B-707 berkapasitas 200 seat, dimana pada tahun 1960 an sampai dengan tahun 1970 an mendominasi angkutan udara dengan jmlah produksi sebanyak 1010 unit dan sampai bulan Oktober 2006 masih tercatat yang rnasih aktif beroperasi sebanyak 68 unit Pesawat B-707 mendapat julukan "the most successful commercial. jet airliner" dan pesawat-pesawatjet lainnya produk diluar Boeing yang sekaligus merupakan pesaing adalah Comet 4 Convair-SSO, Convair-990, Mercure, dan pesawatpenumpangjetpertama yang bermesin di belakangyaitu Caravelle buatan Perancis tahun 1959. Dari semua pesaing B-707, hanya pesawat DC-8-55 produk Douglas yang merupakan saingan terberat pada waktu itu. Pesawat DC-8 ini bermesin 4 dan berukuran paling besar diantara pesawat sekelas sehingga dijuluki "the largest
marrow bodt; subsonic airliner ever built". 2. B-717 Produk kedua pesawat jet komersial dari Boeing adalah tipe B-717yang sebetulnya merupakan modifikasi dari pesawat DC-9 produk Douglas sebagai pesawat " twin-engine and single-aisle jet airliners "yang diproduksi pada tahun 1965 an sampai dengan tahun 1970 an, tetapi sampai bulan Agustus 2006 rnasih aktif beroperasi. Pesawat DC9 produk Douglas ini dibeli oleh Mc Donald kemudian dimodifikasi menjadi pesawat MD-80 dan Md-90 berkapasitas 162 seat Selanjutnya pada tahun 1997 perusahaan Mc Donald Douglas diakusisi oleh perusahaan Boeing yang akhimya pesawat MD-80 dan MD-90 ini dikembangkan menjadi pesawat Boeing MD-80 dan Boeing MD-90 atau lebih dikenal dengan sebutan Boeing - 717. Sampai bulan Agustus 2006 masih terdapat 294 unit pesawat tipe B-717 yang dioperasikan oleh beberapa maskapai penerbangan seperti Cebu Pasific Air 11 unit, ABX Air 43 unit, Aero California 23 unit, Aserca Airlines 26 unit, Northwest Airlines 107 unit, dan 26 unit lagi pada beberapa maskapai penerbangan A£rika. Setelah memproduksi B-717, Boeing Commercial Air Plane Co juga memproduksi tipe B-720 yang kurang begitu populer.
1864
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
3. B-727 Prociuk ketiga pesawat jet komersial dari Boeing adalah tipe B-727 yang diproduksi sebanyak 1831 unit, dan sampai bu1an Agustus 2006 tercatat yang masih aktif beroperasi sebanyak 127 unit tipe B-727-100 dan 4'!7 unit tipe B-727-200. Pesawat Boeing 727 dikenal 11 dengan sebutan twine engine and singk aisle jet airliners dan merupakan the most popu1er jet liner in the world 11 pada masanya. Boing 7ZJ direlease untuk menyaingi pesawat Fokker F-28-3000, F-284<XX) produk Belanda, BAC 1 - 11, Trident, serta VC-10 Inggris yang saat ini sudah tidak beroperasi lagi. /1
/1
4. B-737-100 Produk keempat pesawat jet komersial dari Boeing adalah tipe B-737. Pesawat B-737100 mula-mula dirancang untuk 60 - 85 seat, kemudian mengikuti pesanan pelanggan yaitu Lufthansa, maka ditetapkan dengan desain tempat duduk menjadi 100 seat. Corak desain meliputi dua underwing turbofans yang menjulang, 60 % struktural dan sistem commonalas disamakan dengan B-727. Boeing-737-100 yang pertama dibuat tanggal 9 April 1967 dengan desain badan pesawat yang fuselaqe cross sectionnya sama sehingga membuat lebih luas dibanding dengan pesawat lain yang merupakan saingannya. Bulan Pebruari 1968, B-737-100 masuk dalam jasa pelayanan Lufthansa, dan 30 unit produk terakhir dibuat dan dikirimkan ke Maskapai Penerbangan Malaysia Singapore Airlines pada bu1an Oktober 1%9.
5. B-737-200 . Tanggal 8 Agustus 1%7 Boeing memproduksi B-737-200 dibuat dengan kapasitas 1,93 meter lebih besar dari B-737-100 dan diserahkan kepada Maskapai penerbangan Southwest Airlines pada bu1an Desember 1%7. Jadi generasi pertama dari Boeing 737 adalah B-737-100 berkapasitas 100 seat dan B737-200 berkapasitas 120 seat.
6. B-737-300 clan B-737-400 Kemudian generasi kedua dari Boeing 737 yaitu B-737-300 berkapasitas 144 seat yang dikeluarkan pada tahun 1984 dan generasi ketiga yaitu B-737-400berkapasitas168 seat yang direlease pada tahun 1988 serta produksi terakhirnya bu1an Pebruari 2000. Boeing 737-400 adalah jenis pesawat jelajah jarak menengah berkapasitas 8 kelas utama dan 139 kelas ekonomi atau bi1a diisi kelas ekonomi semua menjadi 168 seat Berat bobot bersih 34.564 kg dan bobot bersih 34.564 kg dan bobot maksimal lepas landas (MfOW) 62820 kg. Kecepatan maksimum 912 km per jam dan kecepatan jelajah 813 km per jam. Daya jelajah maksimal 4005 km tetapi daya jelajah optimal dengan kapasitas jumlah penumpang 146 seat adalah 3630 km. Dimensi panjang pesawat 36,45 rn, bentang sayap 28,88 m dan luas bentang sayap 105,4 m persegi, serta tinggi 11,13 m Panjang kabin 25,16 m, diameter kabin 2,15 m Volume untuk cargo dibawah lantai 38,9 m kubik. Boeing 737-400 ini bermesin CFM 56 - 38 - 2 masing masing berkapasitas 98,30 ke N.
1865
Adapun kapasitas bahan bakar 23.170 liter. Dengan beberapa keunggulan tersebut, B737-400 dapat mengungguli jenis pesawat pesaingnya seperti Bae 146, RJ-70, RJ-85, RJ100, Fokker 70, Fokker 100, CRJ-700 dan CRJ 900. 7. B-737-500 dan B-737-600 Setelah sukses dengan produk tipe B-737-300 dan B-737-400, Boeing memproduksi pesawat ti:pe B-737-500 dan B-737-600 NG pesanan dari Maskapai Penerbangan Southwest Airlines sebanyak 94 unit B-737-600 NG.
8. B-737-700 NG dan B-737-800 NG Kemudian pada tahrm 2002 Southwest Airlines memesan 194 unit pesawat tipe B-737700 NG dan B-737-800 NG yang berkapasitas 189 seat, dan merupakan pesawat Boeing generasi keempat atau generasi baru (NG singkatan dari l\"ew Generation). Alasan Southwest Airlines memesan B-737-800 New Generation karena biaya pengoperasian rendah yang lebih efisien 20 % dibanding pesawat Boeing 737 sebelurnnya serta interior B-737-800 NG yang lebih nyaman dari interior B-737 generasi sebelurnnya Disamping itu Boeing 737 New Generation rmtuk tipe 600, 700, dan 800 ini dilengkapi teknologi penerbangan masa depan seperti Aircraft Collosian Avaidance System (ACAS) yaitu kemampuan memberikan peringatan atas kemungkinan terjadi tabrakan dengan pesawatudara lain di udara, Redure Vertical Separation Minimal (R VSM) yaitu kemampuan pesawat udara terhadap vertical separasi, Required Navigation Performance (RNP) yaitu kernampuan pesawat udara terhadap horizontal separasi, Enhance Ground Proximity Warning System (EGPWS) yaitu kemampuan pesawat terhadap memberikan peringatan atas pa;isisejajarterhadap pegunungan, dan Qrlpit Locking Devices (CLD) yaitumodifikasi pintu ruang kemudi terhadap peluru atau pemekasan masuk ke ruang kemudi pesawat CLD te1ah dipersyaratkan oleh IATA Operational Safety Audit (IOSA) untuk dipasang pada pintu Cockpit sete1ah peristiwa wrc tanggal 9 September. Khusus untuk pesawat B-737-300, B-737-400, B-737-500 dan MD-80 series yang perlu dimodifikasi CLD harganya mencapai puluhan ribu USD per unit pesawat Sedangkan untuk pemasangan EGPWS harganya memcapai jutaan USD per unit pesawat dan pesawat yang akan dipasang EGPWS harus grounded selama 10 hari.
9. B-737-900 ER Selanjutnya pada tahun 2CIB Boeing Commercial Air Plane Co. merelease produk terbaru B-737-900 ER (singkatan dari Extended Range). Sama dengan Boeing 737-600 Ng, B737-700 NG, B-737-800 NG, dan pesawat-pesawat produk sekarang. B-737-900 ER dilengkapi teknologi ACAS Il, RVSM, RNP, EGPWS, CLD, dan wingtips. Pemesan pertama B-737-900 ER adalah lion Air dari Indonesia dengan jumlah pesanan 178 unit dan jadwal pengirimannya sampai tahun 2014. Pesawat berkapasitas 215 seat ini mempunyai MIOW 85.139 Kg, dengan daya jelajah sejauh 2434 nautical mile. Boeing 737-900 ER adalah varian terbaru dari pesawat B-737 dengan kategori short to medium range twin jet atau pesawat jet mesin ganda dengan jarak tempuh dekat hingga menengah.
lflffi6
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Cockpit pesawat B-737-900 ER te1ah dilengkapi dengan Head Up Display (HUD) yang biasanya dipakai pada pesawat rniliter dengan fungsi untuk mempennudah penerbang dalam menentukan kemiringan pesawat baik secara vertical maupun secara horizontal.
C
Perkembangan Teknologi Pesawat Udara Jet Komersial Jarak Jauh Produk Boeing
Menurut lapangan IATA dalam tahun 1988, jumlah penumpang udara pada seluruh maskapai penerbangan berjadwal diseluruh dunia sudah mencapai 1 milyar dan dalam tahun 1995 meningkat menjadi 1,5 milyar penumpang terangkut atau rata-rata per hari lebih dari 4 juta penumpang. Dengan laju tumbuh rata-rata angkutan udara per tahun diatas laju tumbuh rata-rata angkutan udara per tahun diatas laju tumbuh rata-rata ekonomi dunia per tahun sebesar 7 %, maka dalam tahun 2c:m jumlah penumpang udara dunia akan mencapai 2,25 milyar. Pada tahnn 1970 Inggris, Perancis, dan Jerman mendirikan konsorsium perusahaan pernbuat pesawat udara Airbus Company dan meluncurkan produk pertamanya pada tahun 1972 yaitu pesawattipe A-300 pesawat berbadan lebar berkapasitas 300 seat sebagai saingan pesawat OC-10 produknya Douglas dan pesawat Boeing 757 produknya Boeing pada waktu itu. Saat ini, Airbus Company dan Boeing Commercial Air Plane Co merupakan dua industri pembuat pesawat udara terbesar di dunia dan mereka merupakan inovator teknologi penerbangan yang selalu bersaing dalam peluncuran produ-produk pesawat udara terbarunya Sementara industri pabrik pesawat udara komersil yang lain seperti British Aerospace Commercial Aircraft dengan produknya Jet Stream Super 31, Aeropastiale Alenia Aircraft dengan produknya AIR 423 dan AIR 725, Cessna A General Dynamics Company dengan produknya Gtation X, Saab Aircraft Llnkoping Sweden dengan produknya Saab 2CXX), Fokker Aircraft Amsterdam Holland dengan produknya F-50, F-70, dan F-100, serta pabrik-pabrik pesawat udara lainnya lebih banyak berkonsentrasi pada pesawat-pesawat udara berkapasitas 100 seat kebawah.
Sedangkan untuk memenuhi konsumen pemakai jasa angkutan udara segmen pebisnis yang memerlukan waktu tempuh yang sangat cepat dengan rute lintas benua, maka pada tahun 1969 te1ah diluncurkan terbang perdana pesawat Super Sonic Transport Omcorde dan tahun 1976 baru dioperasikan oleh maskapai Penerbangan Air France dan British Airways untuk rnelayani rute-rute penerbangan lintas benua pada kota-kota di Eropa, Asia, dan Australia Tetapi saya pada bulan M~ 2003 Air France mengakhiri penerbangan concorde diikuti British Airways pada bulan Oktober 2003, karen pesawat tersebut mengalami kecelakaan yang menewaskan semua crew dan penumpangnya. Untuk mengurangi frekuensi kepadatan lalu lintas penerbangan, Boeing mencoba memproduksi pesawat berbadan lebar dengan jelajah jarak menengah berkapasitas 300 seat seperti B-757, B-767, dan B-767-300 ER yang digunakan oleh EVA AIR untuk menyaingi maskapai penerbangar\ lain yang mengoperasikan pesawat DC-10, L-1011, dan A-300. Boeing juga meluncurkan produk B-737-600 NG, B-737-700 NG, B-737-800 Ng, dan B-737900 ER untuk menyaingi maskapaipenerbangan yang mengoperasikan pesawat Airbus tipe A-320 dan A-321 berkapasitas 180 seat
1867
Khusus untuk rute penerbangan jarak jauh, pada tahun 1966 Boeing telah memproduksi 25 unit pesawat jet berkapasitas 400 seat sebagai jumbo jet pertama pengganti B-707 yaitu B747-100 yang dioperasikan Pan Am untuk melayani rute reguler Trans Atlantik. Kemudian Boeing mengeluarkan pesawat jumbo seri lain dari B-747 yaitu tipe B-747 -200 dan B-747300 berkapasitas 440 seat dengan kemampuan dapat melintasi benua dengan jarak rnaksimum 13,570 km dan operasikan oleh Pan Am untuk melayani Trans Atlantik sebagai pengganti B-747-100. Selanjutnya pada tahun 1989 Boeing merelease tipe B-747-400 yang menggunakan teknologi "glas rockpit" sebagai pengganti pesawat jumbo jet classic tipe B-747-100, B-747-200, dan B747-300. Pesawat Boeing 747-400 dioperasikan oleh Qantas untuk melayani penerbangan tanpa henti dari London ke Sydney sejauh 18.000 km dengan waktu tempuh 20 jam 9 menit Tahun 1993 Boeing melanjutkan lagi produksi pesawat jumbo jet berl..apasitas 440 sarnpai dengan 500 seat sebanyak 1000 unit tipe B-747-400 Mega Top bermesin Turbo Fan ff9D buatan Pratt & VVhitney untuk memenuhi pesanan beberapa maskapai penerbangan kelas dunia seperti Singapore Airlines (SQ). Pesawat Boeing B-747-400 Mega Tap atau B-747-400 SP mempunyai ukuran panjang 71 meter, rentang sayap 65 meter, tinggi 24,1 meter. Kecepatan dapat mencapai 0,8 mach lebih dengan daya jelajah 15.000 km. Produk Boeing Jumbo Jet B-747-400 SP baru dapat saingan dari Airbus Company pada tahun 2005 dengan produknya Super Jumbo Jet A-380 berkapasitas 600 seat sarnpai dengan 800 seat. Pesawat A-380 mempunyai ukuran panjang 73 meter, rentang sayap 79,8 meter, tinggi 24,1 meter. Kecepatan dapat mencapai 0,85 mach lebih dengan daya jelajah 16.200 km. A-380 mempunyai direct operating cost 16 %lebih murah dari B-747-400 SP dan bermesin 4 unit buatan Roll-Royce Trent 900. Badan pesawat A-380 bagian tengah, kubah radar, kotak sayap tengah, dan potongan hidung dibuat di Perancis. Sedangkan ekor vertical, buritan dan potongan pesawat didepannya dibuat di Jerman. Kemudian sayapnya di Inggris, dan ekor pesawat serta perut tengah di Spanyol ada 4 tipe tersedia dari A-380, yaitu A-380-700 kapasitas 481 seat, A-380-800 dan A-380-800 R kapasitas 550 seat, serta A-380-900 kapasitas 656 seat. Penerbangan pertama A-380 dilakukan pada tahun 2006 dari Eropa ke Singapura disusul dari Eropa ke Australia. Sedangkan SQ mengoperasikan A-380 untuk rute penerbangan reguler Singapura-Sydney pada tahun 2008 dan pesawat A-380 nya diberi nama The Big Fella. Untuk menyaingi Airbus 380, Boeing merencanakan untuk memproduksi B-747 Advance yang dapat menghemat direct operating cost sebesar 5 % dari B-747-400 generasi sebelumnya, dan rencananya B-747 Advance ini akan menggunakan teknologi B-7£7 Dream Liner. Sedangkan pesawat Boeing tipe B-7E7 Dream Llner ini sebetulnya pengembangan dari tipe B-777. Pesawat B-777 diproduksi pertama kali pada tahun 1994 sebagai pesawat udara pertama yang seluruhnya dirancang komputer . Pesawat jet berbadan lebar berkapasitas 350 seat dan bermesin ganda ini mampu menerbangi rute jarak jauh seperti New York Manila atau Moskow - San Paulo. 13 Tahun kemudian atau tepatnya tanggal 8 juli 2007, hoeing memperkenalkan B-787 Dreamliner atau B-7E7 Dramliner sebagai pesawat udara paling ramah lingkungan yang
1868
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
pemah dibuat karena dapat menghemat penggunaan bahan ~ ~gga 20 .%. Boein~ telahmendapatpesanansebanyak 677 unitpesawat a-787 Dreamliner dari berbagru maskapru penerbangan kelas dunia termasuk SQ clan Garuda Indonesia. Dengan kemampuan terbang hingga jarak 15.750 km tanpa harus mengisi bahan bakar, a-787 Dreanliner dapat dengan mudah menerbangi rute New York - Manila yang selama ini hanya bisa diterbangi oleh pesawat berbaclan lebar tipe a-747 clan
a-m.
Gagasan pembuatan pesawat hemat bahan bakar dipicu oleh melambungnya kenaikan harga bakaryang tetjadihampir setiap semester clan pemahmenyentuhlevel tertinggi dengan harga USD 147 per barrel pada talum 2<.m walaupun turun lagi pada kisaran USD 120 per barrel. Airbus Company mencoba memproduksi pesawat udara berbadan lebar berkapasitas 300 seat hemat energi seperti A300-600, A-310, A-330, A-340, dan A-350-900 yang mampu mengangkut meswin ganda dari General Electric dan Roll Royce sebagai pesaing B-787
Dreaml.iner.
D. Tipe Maintanance Pesawat Udara Tipe perawatan pesawat udara yang berlaku di perusahaan penerbangan yang lazim atau dikenal disebut "walk arrund check'' karena pemeriksaannya dilakukan disekitar pesawat maupun di hanggar, terdiri dari : 1. DAILY GIECK, dilaksanakan satu kali sehari dan diutamakan pada sistem tekanan udara kabin serta kualitas di sistem propulsi. 2. PREFLIGIIT GIECK, pemeriksaansekelilingpesawat sebelum pesawat direlease untuk terbang atau sebelum pesawat direlease untuk terbang atau sebelum pesawat berangkat Semua persyaratan operasional sistem dan kearnanan diperiksa secara rind dan melalui check list formal dan dokumentasi, biasanya memakan waktu selama satu jam. 3. TRANSIT GIECK, dilaksanakansatu kali dalam50 jam penerbangan untuk memeriksa sistem interior kabin dan penampilan pesawat lama pemeriksaan ada yang 40 menit atau sampai 80 menit 4. SAFEIY GIECK, prosedur pemeriksaan keselamatan manual terdapat disetiap kursi penumpang. 5. OVER NIGIIT CHECK, pemeriksaan dilakukan malam hari didalam hanggar, diutamakan pada landing gear dan sistem pengereman serta ada tidaknya foreign object
dammage (FOD). 6. ENGINE CHECK, pemeriksaan berkala yang wajib dilaksanakan terhadap mesin pesawat seperti pemeriksaan seminggu sekali (weekly check) dan LEITER CHECK yang dilakukan berkaitan dengan jum1ah jam terbang pesawat, seperti :
a. A-CHECK, pemeriksaan setelah pesawat menernpuh 100 sampai 300 jam (tergantung dari jenis dan tipepesawat), antaralainmemeriksakerangka pesawat, mesin,komponen pesawat. terrnasuk landing gearnya. Pemeriksaan A-Oleck butuh waktu 1 hari.
b. B-CHECK, pemeriksaan setelah pesawat menempuh 400 sampai 750 jam terbang (tergantung dari jenis dan tipe pesawat).
1869
c.
C-CHECK, pemeriksaan setelah pesawat menempuh 3.000 jam sampai 4.000 jam (tergantung dari jenis dan tipe pesawat, tetapi untuk pesawat Boeing tipe-737-900 ER pemeriksaan C-01.eck dilakukan setiap 7500 jam terbang pesawat) dengan item pemeriksaan yang lebih banyak lagi dan memakan waktu 10 hari.
d. D-CHECK, pemeriksaan setelah pesawat menempuh diatas 4.000 jam (tergantung dari jenis dan tipe pesawat) dan merupakan pemeriksaan menyeluruh terhadap pesawat dengan lama waktu pemeriksaan 32 hari. Keseluruhan pemeriksaan tipe perawatan pesawat ini dapat juga digolongkan pada transit check, daily check, heavt; maintenance check, dan averhaul. ANALISIS DAN EVALUASI
A. Maintenance Spefication Dan System Power By The Howes (PBTII) Dasar pelaksanaan perawatan pesawat udara adalah maintenance spedftcation yang dibuat oleh perusahaan penerbangan dan disetujui oleh Dewan kelaikan udara Departemen Perhubungan Pada Maintenance Spedftcation memuat tipe perawatan dan intetval setiap perawatan pesawat. Perawat pesawat adalah yang diatur dalam Maintenance Spedftcation adalah Perawatan dari Aiiframe pesawat sedangkan untuk Engine, APU ( Aux Pawer unit ) dan Component LRU (Line Replacement Unit) diatur diluar Maintenance Spedftcation pesawat Sebagai·contoh pesawat Boeing 737 - 200 memiliki Maintenance Spedftcation seperti terlihat pada tabel 3. Tabel 3. Maintenance Specification B737 - 200 TYPE MAINTENANCE Transit Check Prefllight Check Daily Check A-Check B-Check C-Check D-Check
INTERVAL Hours Day Hours Hours Hours Hours Hours
1,2 1,0 1,0 375,0 750,0 3.000,0 21.000,0
Sumber data : Mainspect 5737-200
Sistem Pembiayaan Maintenance Power btJ the Hours yang berkembang pada saatini memang bertujuan agar perusahaan penerbangan dapat fokus pada bisnis, intinya tetapi untuk fokus pada bisnisnya harus juga mempertimbangkan biaya maintenance agar perusahaan penerbangan dapat bersaing. Perhitungan biaya power btJ the hours memiliki dasar perhitungan yang hampir sama dengan sistem Time anda Material basis tetapi Time
and material basis perusahaan penerbanganmelakukan pembayaran sesuai dengan pemakaian manhours dan material yang dipakai pada waktu pelaksanaan tipe perawatan pesawat tersebut sehingga biaya maintenance sangat bervariatif karena finding ( temuan) diluar paket Maintenance berbeda dan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan work scape pelaksanaan maintenance yang dilakukan. Sedangkan Power lJy the hours menjadikan biaya maintenance menjadi konstan dan memudahkan perusahaan untuk menghitung total biaya sehingga juga memudahkan untuk menentukan tarif penerbangan pada setiap routenya.
1870
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
Primip dari Sistem Power by the hours sebenamya modilikasi dari prinsip asuransi. Dengan sistem Pucrer by the hours Perusahaan penerbangan menyerahkan resiko Biaya maintenance yang kepada Perusahaan MRO. Sebelum berkembangnya sistem ini perusahaan yang W:gerak da1am menyewakan pesawat kepada perusahaan penerbangan selalu da1am item kontrak sewa memungut biaya Mainlenllnre Reserve kepada perusahaan penerbangan disamping biaya sewa setiap bu1annya seperti terlihat dari label 4. Tabel 4..Biaya sewa Pesawat B 737-200 Ain:raft B 737-200 lease Cost - Initial Rent Cost - Exp : B'l'37-200 USO 70.00 per month - Maintenance Costs - Airframe Maintenance Reservace USO 70.00,- Engine Maintenance Reserve @USD65.00,- Engine UP Maintenance [email protected],- Additional Rent for Excess Cycle Costs USO 200 - Ratio Average Aircraft Hours: Aircraft Cycle - B'l'37 series Ratio = 1:1,4
Dari label dia~ terlihat bahwa item Mainlenance Cost ada1ah untuk iuran Maintenance resure setiap bu1annya yang harus dibayarkan perusahaan penerbangan ke pemilik pesawat Jika perusahaan penerbangan me1akukan ouerlrouJ. kepada MRO Station maka biayanya ooerlNJuJd yang tennamJk da1am ldausal dapat di tagihkan kepada pemilik pesawat Tetapi jika pekerjaan yang akan di1akukan oleh MRO Station tidak termasuk da1am klausal dari Mainfena11a reseroe maka pemilik pesawat tidak akan mengganti biaya maintenance atau repair dari pekerjaan tersebut sehingga perusahaan penerbangan masih menanggung resiko pembiayaan a~ pekerjaan tersebut. Contoh Peketjaan Service Buletin atau modifikasi yang dikeluarkan oleh pabrik pesawat Untuk i:renghitung biaya PBHf setiap jam adaJah berpatokan kepada skop pekerjaan yang akan diserahkan perusahaan penerbangan ke MRO Station Jika perusahaan penerbangan IIHI}'erahkan pekerjaan Tollll Mainlenance ke MRO Station maka skop pekerjaannya adalah : - Aircraft Maintenance dari Tramit Chrl< sampai D - Clieck
- Engine Oveiboul - APU Oveiboul
- I.anding Gear Ovedtoul
- Component/tine RepJacement Unit (LRU) Overhoul - Brake & Trre RepJacement
Jika pesawat yang diopera.sikan oleh perusahaan penerbangan adaJah pesawat sewa rnaka engine orerhoul Apu clan Umding !FT sudah ~ da1am kontrak sewa pesawat sehingga kewajiban dari perusahaan penerbangan hanya me1aksanakan perawatan pesawat ( Aircraft Maintenance ), LRU clan Brake & Tire Overlloul. Perawatan pesawat udara adalah kegiatan yang sangat penting bagi perusahaan penerbangan untuk menunjang produksi yang akan di1akukan. Pada saat ini Perusahaan penerbangan menjalankan bisnisnya dengan fokus ke bisnis inti sehingga pelaksanaan perawatan pesawat terutama perawatan periodik diedc atau Heavy Maintenance diserahkan 1871
kepada 1-1R.O. Biaya perawatan pesawat dalam industri angkutan udara adalah pos biaya kedua tertinggi setelah Bahan bakar dalam struktur Direct Operating Cost ( biaya operasi langsung ). Untuk itu perusahaan penerbangan harus mengetahui perhitungan biaya dengan sistem Pawer by the hours yang diberlakukan oleh MRO agar dapat bersaing di era low Cost Airlines pada saat ini. Pesawat udara bagi perusahaan penerbangan merupakan a1at produksi yang harus dijaga kelaikan
Avaibility dan Reability Untuk menjaga a1at produksi yang paling vital da1am bisnis angkutan udara maka diperlukan perawatan pesawat yang sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat dan dewan kelaikan udara Indonesia selaku regulator dan auditor untuk melindungi masyarakat B. Analisis Power By The Hours
Dengan sistem Pawer by the hours ini perusahaan penerbangan harus meneliti apakah tarif yang PB1H yang diberlakukan oleh MRO station realistis. Cara yang paling baik untuk mengetahui apakah tarif PB1H sudah realistis bisa dengan me1akukan perbandingan tarif dengan MRO station lain, tetapi yang paling penting adalah bagaimana mengetahui struktur biaya dan cara perhitungan tarif PB1H yang dilakukan oleh MRO station. Dasar perhitungan tarif PBTH mengacu kepada tipe perawatan pesawat yang dikerjakan oleh Mro Station Tipe perawatan tersebut akan menentukan jumlah pemakaian manlwurs dan material., dan utilisasi pesawat per hari. Untuk mengetahui tarif PBTH tersebut maka perusahaan penerbangan harus merniliki :
1. Aircraft Data
2
Type of Aircraft Number of Aircraft Number of Transit per day Number of Cycle per day Aircraft Utilization
Maintenance & Overhoul Manual
3. Part Catalog & Pricing 4. Rate manhour Standart 5. Number of Contract years 6. Number of days/ years Dari data tersebut diatas perusahaan penerbangan harus me1akukan analisis perhitungan pemakaian manlwurs dan pemakaian Material. baik itu untuk Material. Consumable, Repairable dan Rotable. Sebagai contoh pada pesawat Boeing B737-200 pemakaian manlwurs dan material. consumable untuk perawatan routine dapat dilihat pada tabel 5 :
1872
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Tabel 5. Manhours & Material Usage Mairttenance B737-200 1YPE MAINTENANCE Transit Check Preflight Check Daily Check A-Check B-Check C-Check D-Check
INTERVAL Flie:ht hours 1.2 1.0 1.0 375.0 750.0 3.000.0 421.00.0
ROUTINE MHRS
MATERIAL Rotine
4.0 8.0 12.0 50.0 320.0 1.40.0 4.000.0
0.0 0.0 0.0 2.250.0 5.750.0 11.500.0 121.950.0
Sumber: Diolah dari data Maint Spee dan Material Price list 8737-200
Dari tabel 5 dapat dilihat interval. mai.ntenance dan akan bisa dihitung perkiraan biaya routine Maintenance pesawat B737-200 dengan mengetahui total..
Mai.ntenance setiap tahun dan tarif manhours. Untuk mengetahui total mantenance setiap tahun maka harus cliketahui Utilisasi, Cycle dan transit perhari sesuai dengan rencana pokok produksi perusahaan penerbangan. Setiap perusahaan penerbangan memiliki rencana pokok
produksi yang berbeda-beda tergantung dari route yang diterbangi oleh pesawat yang dimilikinya dan juga sangat tergantung dari rotasi pesawat yang dimilikinyaUntuk itu MRO akan melihat Rencana pokok produksi dan Rotasi diagram dari perusahaan penerbangan dan menghitung rata-ratanya sebagai contoh jika perusahaan penerbangan memiliki data sbb :
- Jumlah Pesawat - Jumlah hari pernakaian pesawat per tahun -
-
1 Manhour Masa kontrak Untilisasi per hari Cycle per hari Transit per hari
: 1 unit : 350 hari : USD 40.00 : 2 tahun : 6 jam terbang : 6Cycle : 5 Transit
Dari data diatas didapat total mai.ntenance yang akan dilakukan oleh MRO station se1ama setahun dengan cara jumlah util.isasi, Cycle dan Transit dikali jumlah hari pemakaian pesawat per tahun sehingga didapat total dari mantenance adalah menghitung biaya mai.ntenance ruutine yang sesuai dengan Maintenance Speciftca.tion dan tambah dengan perkiraan biaya finding dan modifikasi sesuai dengan Engineering Order (EO) dan Service Buletin (SB) yang dikeluarkan oleh Pabrik pembuat pesawat Disinilah perbedaan antara sistem Pawer by The Hours dengan sistem Time and Material. Basis Biaya finding dan Modifikasi adalah biaya pemakaian manhours dan material. untuk finding 5erta Modiftkasi pesawat B737-200 seperti terlihat dari tabel 6.
Dari Tabel 4 dan 5 maka akan dapat dihitung biaya tipe perawatan selam satu tahun >eperti terlihat da1am hitungan dibawah ini :
Transit Oleck setahun
: 1750 kali
Biaya Transit Oleck per hari
: 4.0 x USD 40.00
= USD 160.00 1873
Tabel 6. Maintenance Specification B737-200 TYPE MAINTENANCE TransitClleck Preflight Clleck Daily Clleck A-Clleck
B-Clieck C-Clieck D-Clieck
PRECENTAGE OF FINDING FROM SB&EOFROM MHRS ROUTINE MHRSROTINE 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 0.0% 21).0% 40.0% 40.0% 20.0% 120.0% 25.0% 150.0% 40.0%
Samber : Mainspoct 8'37-200
Biaya transit Clleck selahun Biaya Tramit Check se1ama kontrak Pre Flight Check setahtm Biaya Pre Flight Oteck per hari
-
Biaya Pre Flight Oteck per tahun Biaya Pre Flight Check seJama kontrak Daily Check setahtm Biaya Daily Check perhari Biaya Daily Check setahun Biaya daily Check seiama kontrak
USD 280.00.00 USD 560.000.00 350kali : 8.0 x USD 40.00 = USD 320.00 : USD 11200.00 : USD 224,000,00 : 350 kali : 12,0 x USD 40.00 = USD 480.00 USD 168.00.00 : USD 336.000.00
A - Oteck setahun 12 kali
Manhours Routine
: 50.0 x USD 40.00
= USD 200.00 Material Routine Manhours Finding Manhours Sb & FD Biaya A - Check Biaya A Cleek setahun Biaya A Cleek seiama kontrak
: USD 2250.00 : 40% x USD 2000.00 = USD 800.00 : 20% x USD 2000.00 =USD400.00 USD 5.450.00 USD 65.400.00
USD 130.800.00
B- Oteck setahun 6 kali
Manhours Routine Material Routine Manhours Finding Manhours SB & FD Biaya B - Cleek
1874
: 320.0 x USD 40.00 = USD 12800.00 : USD 5.750.00 : 40% x USD 12800.00 = USD 5.120.00 : 20% x USD 12.800.00 = USD 2560.00 : USD 26.230.00
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
Biaya B - Check setahun Biaya B - Check selama kontrak
USD 223.050.00 USD 446.100.00
C -Check setahun 0.2 kali Manhours Routine
: 4.000.0 x USD 40.00
= USD 160.000.00 Material Routine Manhours Findfilg
: USD 121.950.00 : 150% x USD 160.000.00 =
USD 240.000.00
Manhours SB & EO
: 40% x USD 160.000.00 USD 64.000.00 Biaya B - Check USD 585.950.00 Biaya B - Check setahun : USD 117.190.00 Biaya B - Check selarna kontrak : USD 234.380.00 =
Dari interval D-Check dapat kita lihat bahwa untuk tipe perawatan D-Check selarna 1 tahun hanya 20% dari interval dari Time beetwen auerhoul atau selarna kontrak 40% dari interval TBO, tetapi ini tetap dilakukan perhitungan karena jika pada awal mula kontrak bisa saja pesawat sudah memiliki jam terbang sehingga dalam masa kontrak pesawat iue date Gatuh tempo) Overhaul karena jam terbangnya sudah tercapai maka Perusahaan penerbangan yang melakukan kontrak PBTI-I dengan MRO station akan dikenakan biaya ;elisih biaya Overhaul dengan iuran PBTI-I selarna masa kontrak perawatan pesawat, atau >ecara rinci dari perhitungan diatas iuran PBTH yang telah dikeluarkan perusahaan Jenerbangan untuk D-Check adalah sebesar 40% dari total biaya perawatan D-Check sehingga JerUsahaan penerbangan harus menanggung biaya sebesar 60% dari biaya perawatan. D- Check )ari perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa Total biaya perawatan pesawat B737~00 seperti terlihat pada tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Biaya Perawatan Pesawat B737-200 PRECENTAGE OF Transit Check Preflight Check Daily Check A -Check B -Check C-Check D-Check
BIA YA PERAWATAN (USO) 160.0 320.0 480.0 5.450.0 26.230.0 585.950.0 767.290.0
JUMLAH PERA WAT AN (KALI) 1.750.0 350.0 350.0 12.0 6.0 1.5 0.2
BIAYA PERAWATAN SETAHUN (USO) 280.000.0 112.000.0 168.000.0 65.400.0 157.380.0 223.050.0 1.123.020.0
LAMA KONTRAK (TAHUN) 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
TOTALBIAYA PERAWATAN (USD) 560.00.0 224.00.0 336.000.0 130.800.0 314.760.0 1234.380.0 2.246.040.0
)ari perhitungan biaya perawatan pesawat B737-200 selama masa kontrak yang akan
lilaksanakan sebesar USD 2,246.040.00. setelah mengetahui besarnya total biaya perawatan >esawat maka Total pemakaian pesawat selama masa kontrak harus dihitung. Dengan nengetahui utilisasi pesawat 6 jam per hari maka didapat total jam terbang selarna dalam nasa kontrak perawatan adalah :
1875
"Utilisasi x hari operasi dalam setahun x rnasa kontrak berlangsung" Sehingga didapat jurnlah Flight Hour atau jam terbang selama rnasa kontrak : 6 x 350 x 2 = 4,200 Flight Hours. Maka untuk menentukan biaya perawatan setiap jamnya adalah total. biaya dibagi dengan
total utilisasi pesawat selama masa kontrak atau total biaya perawatan dibagi dengan jam terbang pesawat selama 2 tahun. Sehingga didapat biaya perawatan pesawat setiap jamnya adalah : USD 2,246,040.00 : 4200 Flight Hours = USD 534,77 per Hour Untuk menghitung biaya PBTII setiap jam adalah berpatokan kepada skop pekerjaan yang akan diserahkan perusahaan penerbangan ke MRO Station. Jika skop perawatan Aircraft maintenance, IRU dan Brake unit rnaka dihitung biaya 1 jam terbang dari component biaya tersebu.t sebagai contoh untuk pesawat B737-200 umur komponen ( I.RU ), Brake dan Tire : -
Maintenance LRU component Biaya Maintenance: USD 25,000,00 Masa pakai 300 jam Biaya perawatan I.RU per jam adalah : USD 83,33
-
Brake & Tire Biaya Maintenance USD 15,000 rnasa pakai 300 jam Biaya maintenance USD 50,00
Dari seluruh perhitungan diatas jika skop perawatan pesawat yang dikerjakan oleh MRO station seperti diatas maka tarif PBTH yang hams dibayar oleh Perusahaan penerbangan ke MRO station adalah : - Biaya Aircraft maintenance dari Transit check sampai dengan D - Check per jam - LRU component per jam - Brake & Tire Petjam Sehingga tarif PBTH nya adalah : USD 534,77 + USD 83,33 + USD 50 = USD 668,10 Dari perhitungan diatas maka jika perusahaan penerbangan ingin menyerahkan tanggung jawab perawatan pesawatnya kepada MRO Station untuk skop peketjaan Airframe dari transit sampai Overhaul dan biaya perbaikan dari Ratable Komponen serta Brake dan Tire untuk pesawat B 737-200 adalah USD 668,10
PENUfUP A. Kesimpulan Dari analisis tersebu.t diatas dapat disimpulkan : 1. Jika perusahaan penerbangan ingin berkonsentrasi pada bisnis intinya dengan menyerahkan peketjaan pendukung kepada pihak ke III terutama dalam perawatan pesawat maka dengan memakai sistem Power By The Hour perusahaan penerbangan
1876
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
dapat menghitung dengan mudah Biaya operasi pesawat karena dengan sistem Power By The Hours biaya maintenance menjadi konstan setiap jam operasi pesawat 2. Untuk mengetahui tarif PBTH setiap tipe pesawat perusahaan penerbangan harus melakukan evaluasi terhadap proposal yang diajukan oleh MRO station dengan meiakukan analisis ruang Iingkup peketjaan PB1H dengan Biaya sehingga tarif PBTH yang diberlakukan dapat Realistis.
B. Saran 1. Dalam melakukan kontrak perawatan pesawat PBTH tarif yang ada didalam kontrak harus mendetail untuk setiap maintenancenya sehingga jika ada peketjaan yang belum dilakukan sedangkan kontrak berakhir atau putus perusahaan penerbangan dapat menghitung biaya perawatan yang belum diiaksanakan oleh Mro Station dan dengan jelas dapat dilakukan penagihan kembali.
2. Dalam kontrak PB1H indikator baik buruknya MRO station harus mengukur Aircraft Reability dan Aircraft Aviability sesuai dengan standar intemasional.
DAFTAR PUSTAKA
Federal Aviation Administration USA, Aircraft Maintenance Hand Book, 1990 CH Friend., Trans Atlantic Pubs Inc. Aircraft Maintenance Management, 1992. Peter J. MC Graw Hill Professional, Aircraft Finance, 2001 rack Hessburg. MC Graw Hill Professional, Air Carrier MRO Handbook, 2000 Garuda Aviation Trainning, Maintenance Training Manual B 737-200, 1995 Garuda Maintenance Facility, Maintenance Speciftca.tion B737-200 3aruda Indonesia, View Rajawal.i Edisi Juli 2003
?
S2SIMf Trisakti Jakarta 1998, Peneliti Utama Bidang Perhubungan Udara
'*) Lahir di Jakarta, 3 Maret1955, SMA, Litkayasa l.anjutan.
1877
PENATAAN PARKIR DALAM RANGKA MENGURANGI KEPADATAN LALU LINTAS DI WILAYAH DKI JAKARTA (Studi Kasus Jalan KH. Agus Salim, Jakarta Pusat) SrlAtun *) Rini Suliyanti **) ABS1RAK
Dari kompleksnya penyebab kemacetan lalu lintas di perkotaan, salah satunya adalah pengunaan parkir di tepi jalan, turunnya kapasitas jalan yang digunakan febagai area parkir maka badan jalan menjadi menyempit yang mengakibatkan ketrtaatan lalu lintas. Di wilayah kajian ditemui bahwa -penataan sistem -perparkiran tidak efektif karena kurang memperhatikan pola-parkir sesuai dengan kondisi wilayah kaftan dan belum dilaksanakannya peraturan yang berlaku secara optimal. Selanjutnya daJarn rangka terwujudnya penataan -parkir di wilayah kaftan secara efektif dan ejisien, melalui analisis SWOT diidentifikasi 4(empat) strategi untuk dilaksanakan 'JPi.tu Penertiban Pedagang Kaki Lima, Penerapan Tarif Progresif dan Peningkatan Kompetensi SDM Parkir serta Penerapan Teknologi Sistem Parkir. Kata Kunci : Parkir dan Kemacetan Ialu Iintas
PENDAHULUAN Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan yang menginginkan kendaraannya dapat parkir di tempat yang mud.ah dicapai, sa1ah satunya adalah di tepi jalan. Parkir pada jalur jalan adalah parkir yang berada di badan ja1an yaitu pengendara memarkirkan kendaraannya di tepi jalan, jenis parkir ini dapat mengakibatkan turunnya kapasitas jalankarena mengambil bagian dari jalan sehingga badan jalanmenjadimenyempit Maraknya lokasi parkir di tepi jalan yang menggunakan sebagian badan jalan menimbulkan kemacetan parah di semua wilayah DKI Jakarta, walaupun masalah perparkiran sud.ah diatur dengan berbagai peraturan, diantaranya adalah UU RI Nomor 14 tahtm 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan serta peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 86 tahun 2006 tentang Penetapan Tempat Parkir Umum. Menurut Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 199'3 tersebut di wilayah DKI Jakarta terdapat 415 ruang jalan yang diperbolehkan untuk parkir, dengan rincian 399 merupakan parkir ditepi jalan dan 16 ruas jalan di lingkungan parkir seperti di Blok M dan Pasar Baru, jumlah tempat khusus parkir yang disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu pelataran parkir sebanyak 1.570 satuan ruang parkir dan gedung parkir yang berkapasitas 282 satuan ruang parkir, jum1ah ini masih ditambah dengan lokasi parkir yang dikelola oleh swasta yaitu sebanyak 551 lokasi, total satuan ruang parkir resmi di DKI Jakarta sebanyak 205.119 untuk kendaraan roda 4 dan 97.197 untuk motor.
1878
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Dalam peiaksanaan parkir pinggir jalan seiama ini kurang memperhatikan pola parkir (yang sudah ditetapkan), kondisi ja1an clan lingkungan, kondisi lalu lintas serta aspek keselamatan, ketertiban clan kelancaran lalu lintas. Walaupun pengaturan parkir sudah dilengkapi dengan marka parkir, clan rambu - rambu petunjuk cara parkir, namun pada umunmya petugas juru parkir kurang merniliki pengetahuan tentang perparkiran yang bail<, mereka bertugas hanya secara a1ami clan sekaligus memunggut tarif parkir, ak:Ibatnya terjadi penataan parkir yang tidak teratur clan tidak sesuai marka, sehingga dapat menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas pada saat kendaraan keluar atau masuk area parkir. Kebutuhan parkir semakin meningkat sedangkan penyediaan parkir pinggir jalan maupun di gedung - gedung sangat terbatas. Untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas dan memenuhi kebutuhan perpakiran umum, penyediaan perpakiran di kota - kota besar diarahkan pada pelayanan perpakiran diluar badan jalan. Fasilitas parkir untuk umum di kota - kota besar terdiri dari gedung khusus parkir, gedung parkir pendukung dan taman parkir atau pelataran parkir. Fasilitas parkir seperti ini telah diterapkan diberbagai pusat perbelanjaan, rumah sakit clan perkantoran serta tempat-tempat keramaian lainnya.
Masalah yang dihadapi dalam penyediaan ruang parkir adalah perencanaan dan penataan ruang parkir belum dilaksanakan sesuai peraluran yang berlaku guna memenuhi kebutuhan ruangparkiryangsemakinmeningkatsesuaijeniskegiatanusahayangdilakukanmasyarakat, sedangkan penyediaan area parkir sangat terbatas. Pengaturan dan pola parkir yang disesuaikan dengan lokasi sekitar serta sirkulasi pelayanan perparkiran belum tertata dengan baik ,agar keluar masuk kendaraan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan - jalan sekitarnya. Ruang parkir yang tersedia saat ini belum dapat digunakan secara optimal, nyaman clan lancar bagi keluar masuknya kendaraan, karena pada kenyataan di lapangan masih tetjadi kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh adanya perpakiran, terutama di pusat - pusat aktivitas masyarakat di wilayah perkotaan. Tujuan kajian adalah untuk mengkaji kondisi penataan parkir pinggirjalan dan pengaruhnya terhadap kemacetanlalulintas perkotaandansebagai bahanmasukan untuk penyempumaan kebijakan tentang parkir dalam rangka mengurangi kepadatan lalu lintas di DKI Jakarta. Kegunaan kajian adalah sebagai sumbangan pikiran dalam pengembangan model upaya peningkatan kelancaran lalu lintas di wilayah perkotaan melalui penataan parkir tepi jalan. Kerangka pikir yang dikembangkan pada kajian ini berorientasi pada jawaban dari permasalahan yang pada umumnya untuk mengetahui sejauh mana penataan dan pengelolaan parkir, makakajianiniakanmempelajarihal-hal yang berkaitan dengankebutuhan area parkir di wilayah DKI Jakarta. Guna mencapai tujuan kajian maka disusun pola pikir dan alur pikir yang disajikan pada Gambar 1 dan 2, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Input, gambaran kondisi pengelolaan perparkiran di DKI Jakarta saat ini;
2. Subyek, instansi terkait dengan pengelolaan parkir, yaitu Departemen Perhubungan, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, POL.RI dan Dinas Perhubungan Propinsi DKI Jakarta; 3. Obyek, yang diteliti dalam kajian ini, yaitu pelayanan dan fasilitas; 4. Metode, adalah pendekatan untuk menganalisis permasa1ahan yang ditemui dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif clan ana1isis SWOT;
1879
5. Instrumental input adalah kebijakan-kebijakan yang menjadi landasan pelaksanaan pengelolaan parl
UU RI No.14111hun 1992Tl!Rlang Lalu Lintas Dan Angkutan)alan. l'enduran Penerinlah RI No. 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana Dan l.alu Lintas Jalan.
3- K.!p. Men Hub No. KM 65 Tahun 1993 Tentang Fasilitas l'eldulwng Kegiatan Lala Lialas da Allgkulan )alan. 4. Kep. Ml!ll Hub No. KM 66 Tahun 1993 Tentang Fasilitas Parkir Untuk umum. 5. Kep. Men Hub No. KM 4 Tahun 1994 Tentang Tata Cara Parkir Kendaraan Bennomr di )lilan. ~ Dirjen H-No. Z12/HK.105/DRJD/96 Tentang Pedoman Teknis PecJde::QjltMA Fasilitas Parkir. 7. Penlunm Gaberaur DJCI )Ual1a Nomor 86 Tahun 2ll06 lentang l'enetapan Tempill Parlcir Umum.
6.
• l'l!merintah (Diljmdat.
• Pelayanan Parkir. • FilSllilas Parkir.
Dislmb. Pmcla OKI jabrta. Poln)
--
• Analisis
diskriftif lwantilatif, • Analisis
SWOT
·Pih&~
(Pengdola Parkir)
Pelayanan Parkiryang bail< dan
berkurangny akemacetan lalu lintas.
ENVDl.ONMENTAL INPUT
• a.o-.; o-ah. • Perlrzmbangan ekonomi yang mendorong ~ Kendaraan . • Pertzmbongan Perubahan Pola l.alu Lintas AkilmP.nir .
Umpan Balik.
Gambar 1 : Pola Pildr Studi
Alur pikir yang digunakan da1am pemecahan masalah yang dihadapi adalah sebagaimana gambar berikut :
1880
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
I~~ HKondN~Saat rl I
Pengaruh I<ebijalcan clan Perunclang-undangan
~--~
i >
> >
OBYEK
SUBYEK Pemerintah (regulator) Pmgdola Parldr Pengguna Jasa Parldr
Kinerja Pelayanan clan fasilitas untuk pengguna jasaparkir
----·············································································· PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI > Kondisi / komposisi area parkir clan pengaruhnya terhadap loemacetan lalu lintas > Pesepsi Responden tentang pelayanan parkir > Kebutuhan ruang parkir
I
KOMPILASI DATA Eksplorasi Data Primer clan Selrunder
I .......... .;;;;;;;;;;;;;;··-·-..-------T·-·-.. ·--·-··········-··-.. I AN~ I I I Pengelolaan Parldr yang ~ dan Efesien
Gambar 2: Alur Pildr Kajian
Untuk mengetahui kondisi perpakiran saat ini akan dilakukan studi kepustakaan dan melakukan survey guna me1akukan pengamatan langsung, pengumpulan data primer dan datasekunder ke ill.5tami terkait Diharapkan dari data dan informasi tersebutakan diperoleh gaml:manmengenai~ parkir, persepsi responden pengguna jasa tentangpelayanan parkir dan pengaruhnya terhadap kemacetan lalu lintas serta dapat ditemukenali perencanaan dan penataan perparkiran dimasa mendatang. Adapun tahapan-tahapan yang digunakan da1am pemecahan masalah, adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Data dan Desain Kuesioner.
Tahapan awal yang dilakukan dalam kajian ini adalah mengidentifikasi dan menginventarisasi data yang dibutuhkan untuk permasalahan yang akan dicarikan pene:ahannya yaitu hal-hal yang berkenaan dengan pelayanan kepada pengguna jasa parkir, da1am tahapan ini juga dipelajari konsep-konsep dasar serta teori yang dapat dijadikan 1andasan kerangka berpikir yang digunakan da1am analisis permasalahan yang diteliti. Kemudian dilakukan identifikasi terhadap variabel peneliti.an yang dibutuhkan da1am tahapan pengympu1an data serta tmSUr-tmSUr yang mempengaruhi subyekdan obyek penelitianlingkunganeksternal dan kebijakan / undang-undang yang berlaku. yang dapat membantu da1am ana1isis permasa1ahan.
1881
Selanjutnya mernbuat desain kuesioner untuk mengetahui opini pengguna jasa parkir terhadap kondisi / komposisi area parkir dan pengaruhnya terhadap kernacetan lalu lintas serta kebutuhan ruang parkir. 2. Survei Lapangan dan Kompilasi Data Untuk pengumpulan data yang dilakukan melalui survei lapangan baik dara primer rnaupun sekunder yang kemudian dikompilasikan untuk mendapatkan data setengah jadi yang akan diolah pada tahap analisis. Data primer hasil kuestioner akan akan ditabulasikan dengan menggunakan skala likert untuk kemudian diolah dengan menggunakan analisis diskreptif kuantitatif. Selanjutnya melalui analisis SWOT, sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan strategi pengelolaan parkir, sehingga perencanaan dan penataan parkir dapat terlaksana secara efektif dan efesien. 3. Analisis, Kesimpulan dan Rekomendasi Tahapanakhiryang dilakukanadalahanalisis darioutputyang dihasilkan dari pengolahan data, kesimpulan hasil analisis kemudian dituangkan dalam bentuk rekomendasi. Untuk penyelesaian kajian maka ruang lingkup kajian meliputi :
1. Inventarisasi kebijakan - kebijakan tentang perpakiran. 2. Identifikasi sistem perpakiran di kawasan studi dan pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas di wilayah sekitarnya. 3. Identifikasi permasalahan - permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan mengumpulkan opini masyarakat (pengguna fasilitas parkir) di Jakarta Pusat 4. Analisa dan evaluasi permasalahan 5. Menyusun kesimpulan dan rekomendasi
Hasil yang diharapkan darikajian adalahkonsep penataan dan pengelolaan parkir di wilayah studi.
MEfODOLOGI DAN LANDASAN TEORI Kajian Penataan Parkir Dalam Rangka Mengurangi Kepadatan Lalu Llntas di Wilayah sekitar kawasan Jalan KH Agus Salim, Jakarta Pusat, dilaksanakan melalui tahapan ana1isis sebagai berikut :
1. Dalam obyek kajian ini dibuat diskripsi atau gambaran dan kondisi obyek penelitian untuk melihat pengaruh parkir terhadap kernacetan lalu lintas. Untuk itu digunakan ana1isis diskriptif dan analisis swar. Analisis diskriptif yang dilakukan dalam kajian in adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh parkir terhadap kernacetan lalulintas. Sedangkan analisis swar adalah suatu proses merinci keadaan lingkungan internal daneksternalgunamengetahuifaktor-faktoryangmempengaruhikeberhasilanpenataan parkir ke dalam kategori strength, ireaknesses, opportunities, threats, sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan strategi guna menyusun perencanaan dan penataan perparkiran. Kerangka teori yang dikembangkan pada kajian ini diorientasikan untuk menjawab permasaiahan, yaitu pengaruh kondisi parkir terhadap kemacetan. Dalam
1882
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
kajian akan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan parkir oleh responden yang setiap hari melakukan kegiatan seperti bekerja, berdagang, sekolah dan lain-lain di kawasan yang dikaji 2. Untuk memperoleh data daninforrnasi yang digunakan sebagai bahananalisis dilakukan survei melalui penyebaran kuestioner kepada pengguna jasa parkir untuk memperoleh data primer yang bertujuan untuk memperoleh inforrnasi berdasarkan opini pengguna yang relevan dan sesuai dengan tujuan kajian dengan tingkat validitas yang tinggi.dan studi literatur untuk data sekunder. Metode pengumpulan data dilaksanakan sebagai berikut:
a. Teknik Sampling Adalah suatu teknik pengambilan data dimana data yang diambil merupakan sebagian kecil (sample) dari keseluruhan obyek yang diselidiki (populasi), dengan pertimbangan populasi yang berukuran besar selain sulituntuk dikumpulkan, dicatat dan dianalisis, juga akan menghasilkan data yang kurang teliti, dengan cara sampling jumlah obyek yang harus diteliti menjadi lebih kecil sehingga lebih terpusat perhatiannya.
b. Penentuan Jumlah Sample Jumlahsampel yangharus diambil ditentukan oleh tingkatketelitian dan teknis analisis yang digunakan, selanjutnya untuk pengguna jasa parkir yang populasinya tidak diketahui secara pasti, namun bersifat diskrit, sehingga penetapan ukuran jumlah (estimasi) sample minimum yang disurvei dapatmenggunakanrumus berikut: (Healetj 1996), dimana : Ci= Ps +
-
z JPu • N(1
- Pu)
Cl = Confidence Interoal width fS
=
Z
= Nilai Z pada distribusi normal (dengan tingkat kepercayaan dan penafsiran
Rata-rata Data Sample a tertentu)
Pu N
Jumlah data yang dapat diolah = Jumlah sampel minimum
=
Berdasarkan rumus di atas, maka dengan sebagai ilustrasi untuk Cl = 10 %, dengan tingkat kepercayaan a = 0,05, yang memberikan nilai Z dari Tabel Distribusi Normal =1,% dan Pu kondisi estimasi 50% dan rata-rata data sampel (Ps) tidak diketahui, maka besaran sampel responden minimum yang dibutuhkan adalah : Ci= Ps +
z
/Pu• (1 - Pu) N
- \J
N =
Z2 ... Pu ... ( 1 - Pu) Ci2
N = (1 .96)2* (0.5) * (1*0.5) (0.1 )2
=96 _04 1883
Maka besamya sample yang harus di survei sebanyak <J7 responden. c. Desain Kuesioner Kuesioner akan disusun sedemikian rupa agar waktu yang dibutuhkan untuk pengisiannyatidaklamadanmemudahkanrespondendalammenjawabsertadisusun dengan memperhatikan teknik pengolahan data yang akan digunakan. Pertanyaan dalamkuesioner terbagi dalam3 (tiga) bagian, p?rfama untuk mengetahui karakteristik responden dan bidang pekerjaannya, kedua, untuk mengetahui penilaian responden terhadap kinerja pelayanan dan fasilitas parkir yang disediakan saat ini dan ketiga untuk mengetahui persepsi kepentingan dan harapan responden terhadap pengelolaan parkir di masa mendatang. Penentuan nilai terhadap penyataan menggunakan skala likert, dimana tiap nilai dari skala ini diberi arti dengan asumsi jarak antara slr .:tla adalah sama maka skala yang digunakan termasuk ska1a inteival, pada skala ini tidak dapat diperoleh ni1ai mutlak dari obyek kajian, melainkan berupa kecenderungan.
d. Teknis Pengolahan dan Analisis Data Guna membantu da1am melak.'Ukan analisis permasa1ahan, maka data primer dan sekunderyang diperolehmelahrisurvei terhadap responden terlebihdahulu diolahdengan menggunakan teknil
1. Dasar Hukum Pengaturan tentang parkir didasarkan pada :
1884
Volume 20, Nomor 12, Tahon 2008
a. UU RI No. 14 Tahun 1992, tentang L:tlu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Peraturan pemerintah RI No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d Keputusan Menteri Perhubungan No KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir Untuk Umum; e. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 4 Tahun 1994 tentang Tata Cara Parkir Kendaraan Bermotor di Jalan;
f.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir;
g. Keputusan Gubernur Propinsi DI
b. Mengendalikan penetapan biaya parkir antara pengelola pemerintah dan swasta; c. Mengurangi penggunaan fasilitas parkir daiam jangka waktu lama dan mendorong penggunaan fasilitas parkir daiam waktu singkat;
d
Mernbangun gedung parkir pada lokasi yang cocok;
e. Melarang parkir pada jam - jam sibuk di jaian - jaian padat lalu lintas;
f.
Mewajibkan bangunan umum menyediakan fasilitas parkir;
g. Menyediakan fasilitas parkir truk dan sejenisnya di luar badan ja1an yang dikaitkan dengan koreksi pergudangan. Sedangkan kebijakan pada kawasan padat lalu lintas adalah : a. Penetapan tarif parkir yang sangat tinggi, untuk mendorong efisiensi waktu parkir; b. Memungut retribusi tambahan bagi bangunan yang memiliki fasilitas melebihi ketentuan;
c. Memberlakukan perpajakan atau biaya ijin yang lebih tinggi.
3. Kapasitas Jalan Persarnaan umum untuk menghihmg kapa.5ila5 suatu mas ja1an IIElUIUt buku pedoman Manual Kapasitas Ja1an Indonesia (MKJl) untuk daerah perkotaan ada1ah sebagai berikut :
1885
C = C0 x FCwx FCsp x FCst x FCa (smp /jam) dimana:
c = I
= Faktor koreksi kapasitas nntuk lebar ja1an
FCsp = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (ti.dak berlaku untuk jalan satu arah) FCst = Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping FCa = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota Untuk lebih jelamtya mengenai lebar minimum ja1an lokal primer satu arah, jalan lokal sekunder satu arah dan ja1an kolektor satu arah untuk parkir pada badan jalan dengan sudut parkir CJI, W, 45", (:J.JJ dan CXJl dapat dilihat pada table-tabel berikut : Tabel 1.Lebar minimum Jalan Lokal Primer Sa.tu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan Sudut Parldr ("Do') 0
Lebar
Ruang Parldr A(m)
2.3 2.5 2.5 2.5 2.5
30 45
60 90
Kriteria Parkir Ruang Ruang Parldr Manuver M(m) Fiektif D(m) 3,0 2.9 3,7 4,6 5,8
2.3 4,5
5,1 5,3 5,0
D+M (E)
D+M-J (m)
(m) 5,3 7,4 8,8 9,9 10,8
2.8 4,9 6,3 7,4 8,3
Satu Jalur Lebar total Jalan Efektif JalanW (m) L(m) Le bar
3 3 3 3 3
5,8 7,9 9,3 10,0 11,0
DuaJalur Le bar Lebar Total Jalan Efektif JalanW L(ml (ml 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
8,8 10,0 12,0 13,0 14,0
Tabel 2. Lebar minimum Jalan Kolektor Sa.tu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan Sudut Parkir (""n8)
Lebar
Ruang Parldr A(m)
2.3 2.5 2.5 2.5 2.5
0
30 45 60 90
Kriteria Parkir Ruang Ruang Parldr Manuver Efektif M(m) D(m) 3,0 2,9 3,7 4,6 5,8
2.3 4,5
5,1 5,3 5,0
D+M (E)
D+M-J (m)
(m) 5,3 7,4 8,8 9,9 10,8
2.8 4,9 6,3 7,4. 8,3
SatuJalur Lebar total Jalan Efektif JalanW L(ml (ml Lebar
2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
5,3 8,4 9,8 10,9 11,8
DuaJalur Le bar Lebar Total Jalan Efektif JalanW L(ml (ml 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0
7,8 9,9 11,3 12,4 13,3
Tabel 3. Lebar minimumJalan Kolektor Sa.tu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan Kriteria Parkir
Ruang
Parldr
Lebar Ruang
(lllnO)
Parkir
Efe]djf
A(ml
D(ml
2.3 2.5 2.5 2.5 2.5
2.3
Sudut
0 30
45 60 90
Parldr
4,5 5,1 5,3 5,0
Ruang Manuver M(m)
D+M
3,0 2.9 3,7 4,6 5,8
5,3 7,4 8,8 9,9 10,8
..
(E)
D+M-J (m)
(m) 2,8 4,9 6,3 7,4 8,3
Satu Jalur LebarJalan Lebar EfektifL total (m) Jalan W(m) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
5,3 8,4 9,8 10,9 11,8
Dua Jalur Le bar Lebar Total Jalan Efektif Jalan W L(m) (ml 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0
9,8 11,9 13,3 14,4 15,3
Sumber : Direldorat BSU.AK. Ditjen Hubdat
ICetennpn : J - lelm pengmangllll ruang - - (Um)
1886
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
4. Pola Parkir Parkir di badan jalan relatif lebih besar permasalahannya dibanding parkir di luar jalan, karena bagaimanapun jika pengaturannya kurang bail<, dapat menimbulkan kemacetan bagi arus lalu lintas yang ada pada jalan tersenut Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 4 Tahun 1994 disebutkan bahwa parkir kendaraan bermotor di jalan dilakukan secara sejajar dan membentuk sudut menurut arah lalu lintas, lebih dikenal dengan istilah parkir paralel dan parkir serong. Parkir sejajar atau paralel merupakan pola yang umum diterapkan pada parkir pinggir jalan karena memakai sebagian kecil lebar badan jalan, yang berarti lebih sedikit pengaruhnya pada arus lalu lintas, tetapi jumlah kendaraan yang dapat ditampung lebih sedikit dari pada pola parkir menyudut / serong. Parkir menyudut / serong (3CJ>, 45°, 6a> dan 90°). Keuntungan parkir menyudut adalah bahwa posisi parkir dapat disesuaikan dengan kondisi tempat / lahan yang tersedia, dan jumlah kendaraan yang dapat ditampung akan lebih banyak sejalan dengan bertambah besarnya sudut parkir. Pola parkir ini memungkinkan pula tersedianya ruang bebas yang cukup untukmembuka pintu kecuali sudut 90° agak kurang. Untuk menetapkan pola parkir yang cocok apakah paralel atau menyudut harus dilihat lebar badan jalan dan kondisi lebar jalan Demikian juga dalam menentukan sudut parkir pada suatu badan jalan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dimana perbedaan tersebut disebabkan makin besar sudut parkir makin lebar pemakaian badan jalan oleh karena itu perlu dilihat fungsi jalan, lebar badan jalan, volume lalu lintas dan ukuran kendaraan. ;AMBARAN UMUM OBYEK KAJIAN :egiatanlalulintasdikota-kotabesarseringmenimbulkanmasalahyangsulitdiatasi,terutama iasa1ah kemacetan, dalam ha1 ini Pemerintah te1ah menerapkan salah satu kebijakan yaitu arga tarif yang tinggi terhadap kendaraan yang sedang parkir di pinggir jalan atau di area arkir lainnya karena dengan demikian diharapkan rnasyarakat tidak banyak menggunakan endaraan pribadi untuk berbagai keperluan. Parkir merupakan salah satu bagian dari stem transportasi dan juga merupalan suatu kebutuhan, maka diperlukan penataan parkir ang baik, agar area parkir dapat digunakan secara efisien dan tidak menimbulkan masalah agi kegiatan yang lain. Untuk melakukan penataan yang bail< terlebih dahulu dibutuhkan erencanaan kebutuhan ruang parkir. Salah satu kebijaksanaan parkir adalah menerapkan embatasan terhadap kegiatan parkir di pinggir jalan terutama di jalan-jalan utama dan usat-pusat kota guna meningkatkan pelayanan jaringan jalan. mgelolaan Parkir di lokasi kajian saat ini secara umum pelaksanaannya didasarkan pada 3'aturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 86 tahun 2006 tentang Penetapan Tempat Parkir mum, dimana terdapat 415 ruang jalan yang diperbolehkan untuk parkir, dengan rincian )9 merupakan parkir ditepi jalan dan 16 ruas jalan di lingkungan parkir, jumlah tempat lUSUS parkir yang disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu pelataran parkir ~banyak 1.570 satuan ruang parkir dan gedung parkir yang berkapasitas 282 satuan ruang
1887
parkir, jumlah ini masih ditambah dengan lokasi parkir yang dikelola oleh swasta yaitu sebanyak 551 lokasi, total satuan ruang parkir resrni di DKI Jakarta selmiyak 2ffi.119 untuk kendaraan roda 4 dan 97.197 untuk motor. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis Perparkiran merencanakan pemberlakuan sistem pembayaran parkir elektronik berbentuk voudJer, yang akan dimulai pada tahun anggaran 2009. Voucher parkir ini nilainya akan berkurang setiap kali para pemiliknya memarkirkan kendaraannya Dengan pemberlakuan sistem ini maka kebocoran penerimaan uang parkir dapat dicegah. Jalan KH Agus Salim merupkan salah satu jalan di wilayah Kecamatan Menteng Jakarta Pu.sat, jalan masuk dan keluar ke Jalan KH Agus Salim dapat melalui Jalan Diponegoro (lampu Lalu Lintas Plaza Bumi Daya) dan Jalan Kebon Sirih serta Jalan Medan Merdeka Selatan. Lokasi Jalan KH Agus Salim merupakan area parkir pertama akan diber1akukannya sistem pembayaran parkir elektronik pada tahun 2009, saat ini pengelolaan parkir di lokasi ini diatur oleh para juru parkir yang berjumlah 30 orang dihlwah binaan Unit Pe1aksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan Proponsi DKI Jakarta Lokasi wilayah pengamatan adalah di bagian ruas ja1an sepanjang 280.m nmlai dari Lampu Lalu Lintas di perempatan Jl Wahid Hasyim sampai Lampu I..alu Llntas di perempatan Jalan Kebon Sirih, wilayah pengamatan ini dikenal dengan nama Jalan Sabang, dimana hampir semua gedung / bangunan di jalan ini tidak memiliki area parkir di dalam gedung, maka penggunaan badan jalan untuk parkir berakibat tidak lancamya arus lalu lintas. HASIL PENGUMPULAN DATA 1. Berdasarkan pengamatanlangsung dan sesuaihasil wawaocara dengan pengelola parkir, maka kondisi saat ini secara umum di lokasi kajian yaitu sebagian ruas Jalan KH Agus Salim Jakarta Pu.sat (di kenal dengan nama Jalan Sabang) sepanjang 280 m nmlai dari Lampu Lalu Lintas perempatan jalan KH Wahid Hasyim sampai Lampu I..alu Llntas perempatan Jalan Kebon Sirih. dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut a. Pengelolaan parkir di Jalan KH Agus Salim Jakarta Pusat diatur oleh para juru parkir yang berjumlah 30 orang dibawah binaan Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan, yang dibagi menjadi 2 (dua} shift, pertama pukul 07.00 - 14.00, ditugaskan 16 orang, shift kedua mulai pukul 14.00- 22.00, bertugas 14 orang.
b. Luas jalan yang diamati pada adalah 280 x 15 m, lebar jalan 15 meter yang terbagi atas 6 m untuk lalu lintas kendaraan, 6 m untuk lokasi parkir sisi kiri dan kanan jalan, 3 meter untuk pejalan kaki. c. Kapasitas parkir di sepanjang Jalan Sabang mampu menampung ± 200 kendaraan, tempat parkir berada pada sisi kiri kanan jalan masing-masing selel:m 3 II\ tidak rata dengan jalan tetapi naik sekitar 10 cm memakai amblok dan dilengkapi dengan garis serong pembatas kendaraan, namun kondisi area parkir tidak sama tinggi sehingga terlihat kurang baik dan tidak tertata rapi.
d Jenis kendaraan yang parkir adalah kendaraan pribadi atau mobil penumpang dan sepeda motor, tempat parkir untuk sepeda motor hanya dapat memuat sekitar 10
1888
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2'm
sepeda motor, sisanya banyak yang memanfaatkan sela-sela parkir mobil. Kendaraan umum seperti taksi, bajaj, mobil barang, truk sampah clan bus hanya berhenti sejenak untuk menaikkan clan menurunkan penumpang atau barang. Kendaraan barang menggunakan area parkir pada pukul 06.00 - 07.00 untuk membongkar muatan bagi keperluan toko clan truk sampah mernarkirkan truk antara pukul 07.00 - 00.00 untuk mengangkat sampah. e. Selama waktu pengamatan yaitu mulai pukul 07.00 sampai pukul 20.00 jenis kendaraan pribadi adalah yangtertinggi bail< jumlah maupun waktu yang digunakan untuk parkir, yaitu sebanyak 335 (94,37%) kendaraan dari total kendaraan yang terinventarisir, rata-rata waktu parkir sekitar 1 sampai 2 jam
f.
Tarif parkir yang diberlakukan oleh para juru parkir adalah rata-rata sebesar Rp. 1.500,- per jam, tanpa karcis. Oleh sebab itu masalah ini sering menyebabkan selisih paham antara pengguna dan juru parkir karena tidak adanya petunjuk waktu, maka perhitungan waktu parkir tersebut kerap menjadi bahan keributan
g. Pengelolaan keuangan basil parkir yang diberlakukan adalah tanpa karcis, para pengguna parkir hanya dipungut tarif parkir sebesar Rp. 1.500,- per jam, para juru parkir tiap shi.ft diharuskan menyetor hasil pungutan parkir masing-masing sebesar Rp. 42.000 - Rp. 50.000,- per shi.ft per hari kepada petugas Dinas Perhubungan. h. Di wilayah pengamatan terdapat ± 100 gedung/bangunan untuk berbagai usaha seperti foto copy, toko besi, toko sepatu, toko musik, toko · pa.I
Pada salah satu ruas jalan (tidak terinasuk wilayah pengamatan), dimana terdapat sekolah sekaligus Gereja pada waktu jam masuk clan pulang sekolah serta kegiatan Gereja, kemacetan tidak dapat dihindari (dampaknya sampai ke wilayah pengamatan). Hal tersebut dikarenakan banyak kendaraan yang mengantar dan menjemput siswa memarkirkan kendaraannya di tepi jalan, pedagang kaki lima serta pejalan kaki yang memenuhi tepi jalan, ditambah dengan kendaraan umum (metromini, bajaj dansejenisnya) yang menunggu penumpang, menambah padatnya lalu lintas di lokasi ini. lalu lintas menjadi tersendat/ macet disebabkan oleh banyak kendaraan berjalan perlahan atau berhenti untuk mencari danmenunggu tersedianya area parkir serta terganggu dengan keluar masuknya kendaraan yang parkir.
1889
2. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada responden pengguna parkir dari 97 kuestioner yang clisebar, maka diperoleh kuesioner yang dapat diolah sebanyak 80 .kuestioner, dengan profil responden sebagai beri.kut : a. Profil Responden Jenis Kelamin
l!l pria
•w .
Usia
usia (51 lebih)
~•
3%
•.
usia (21-30) 25%
II usia (21-30)20 I usia (31-40)40 D usia (41-50)18 0 usia 51 lebih 2
usia (31-40) 49%
b. Hasil survei Inventarisasi Kendaraan yang parkir se1ama waktu pengamatan adalah jenis kendaraan pribadi / mobil penumpang sebanyak 1074 dan kendaraan urnurn/ taksi sebanyak 64, sebagaimana gambar grafik di bawah.
1890
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Pekerjaan
(Pelajar I Mahasiswa)
6% (PNS/TNI)
ml(Pelajar / Mahasiswa) 5
31 %
llll{PNS/TNI) 25
(Pegaw Swasta)
qPegawai Swasta) 50
63%
pendi~endidikan (SLTP) 0% pendidikan , / (~~A) ~.-pen-di-.dikan-.--(SI.:-TP)--0-~ • pendidikan (SLTA) 15
pendidikan (Sl)
0
pendidikan (Sl) 35
0
pendidikan (Lain-lain) 30
43%
basil survei inventarisasi kendaraan yang parkir
di jalan sabang jakarta pusat 400 350
JumrJiil 250
-+-
200
Kendaraan Pnbadi/ Mobil penumpang
- - Kendaraan Umum dan mobil barang
150 100
so 0
07.0010.00
120016.00
10.001200
16.0018.00
Jam
1891
c. Opini Responden atas kuesioner yang dibagikan, diuraikan sebagai berikut : 1) Maksud parkir a) Dekat dengan lokasi kegiatan sebesar 88,75 % b) Tidak ada area parkir lain 11,25 % 2) Tujuan Parkir a) Beketja/Bergadang sebesar 28,75% b) Belanja 35% c) Keperluan lain 36,25% 3) Rutinitas Parkir a) Setiap hari, kecuali hari libur, 57,50% b) Sesuai keperluan 25%
c) Sesekali 14 % 4) Lama waktu parkir a) Kurang dari ljam,31,25% b) 1- 2 jam 31,25 % c) lebih dari 2 jam 37,50 % 5) Tarif parkir a) Murah 2,50% ~·
Cukup wajar 96,25 %
c. Mahal 1,25 % d. Penilaian Responden Terhadap Pelayanan Fasilitas dan Prasarana dengan variabel yang dinilai Kurang Baik, adalah : 1) Kemudahan mendapatkan tempat parkir dengan bobot nilai 154 2) Keberadaan pedagang kaki lima pada lokasi parkir, dengan bobot nilai 152 3) Kondisi umum perparkiran dengan bobot nilai 32 4) Fasilitas dan prasarana parkir, dengan bobot nilai 28 5) Kondisi keamanan dengan bobot nilai 20 e. Penilaian Responden Terhadap Kepentingan dan Harapan dengan variabel yang dinilai Sangat Penting adalah : 1) Kondisi keamanan, dengan bobot nilai 400 2) Kemudahan mendapatkan tempat parkir, dengan bobot nilai 400 3) Tanggung jawab secara umum dari para pengelola / petugas parkir, dengan bobot nilai 400
1892
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
4) Kondisi umum terutama kenyamanan da1am memarkirkan kendaraan, dengan bobot nilai 385 5) Keterampilan clan penampi1an juru parkir dengan bobot nilai 375 ANALISIS Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan analisis deskriptif kuantitatif terhadap tingkat kepentingan melalui pembobotan skala likert sebagai alat pengukurnya. Setelah masing-masing tanggapan diberi bobot nilai maka semua pemyataan dapat diubahkedalam bentuk bilangan. Dengan demikian dapatdiketahui tingkatketersediaan parkir yang dibutuhkan responden dan tingkat kepentingan untuk memenuhi hara.pan responden. Selanjutnya digunakan analisis swar yaitu suatu proses merinci keadaan lingkungan internal dan eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kedalam kategori strength, ~, opportunities, thnms, sel:egai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran clan strategi da1am mencapainya sehingga perencanaan dan penataan parkir dapat terlaksana secara efektif dan e£isien, dije1askan sel:egai berikut : 1. Analisis Deskriptif Kuantitatif Berdasarkan hasil pengolahan data dapat ditampilkan sel:egai berikut a. Jnventarisasi Kendaraan yang Parkir se1ama waktu pengamatan
Jumlah kendaraan yang parkir sebanyak 1138 kendaraan, terdiri dari kendaraan priOOdi / mobil penumpang sebanyak 1CJ74 kendaraan, kendaraan Uil1llII1, ~ taksisebanyak 64 taksi. Seiama hari pengamatan terdapat mobil hmmg yang nEakukan pnidr untuk mernbongkar l:erang keperluan toko clan Jain-Jain sebanyak 15 kendaraan dan truk sampah untuk keperluan mengangkat sampili sehmyak 5 tiuk, kareaa waktu pdir kedua jenis kendaraan dimaksud dilakukan pada pukul ns.oo sampti pukul w.oo maka tidak rnenganggu aktifitas di jalan mengingat kondisi ja1an re1atif ma9h sepi. Kapasitas parkir yang tersedia di lokasi dapat menamptmg 200 kendaraan dan jika dilihat jUmlah kendaraan yang parkir se1ama waktu pengamatan yaitu sebanyak 1138 kendaraan karena waktu parkir yang digunakan tiap kendaraan berbeda antara kurang dari 1 jam, 1 - 2 jam clan lebih dari 2 jam, maka kebutuhan parkir dapat bergantian, tetapi hal ini mernbuat kondisi parkir selalu penuh, sehingga l:enyak kendaraan yang menunggu / mencari area parkir yang kosong dengan berja1an perlahan atau berhenti karena aktifitas keluar / masuk kendaraan lainnya yang akan parkir, yang mengakibatkan kondisi lalu lintas yang ramai menjadi tersendat b. Opini Responden
Berdasarkan jawaban responden terhadap pelayanan parkir dan kepentingan responden terhadap harapan pengelolaan parkir, dije1askan sel:egai berikut : 1) Pelayanan parkir Dari 10 variabel yang diajukan, maka tabel di l:ewah ini menguraikan jawaban responden terhadap tingkat pelayanan yang dinilai Kwang Baik, sel:egai berikut:
1893
Tabel 3.Uraian terhadap tingkat pelayanan parkir yang dinilai Kurang Baik
NO 1.
2.
3.
4.
VARIABEL
URAIAN
X.V. 6: Kemudahan mendapat tempat parkir Penilaian Responden : Kurang Baik 96,25 %
Responden menilai kurang baik karena tidak mudah mendapatkan tempat parkir di lokasi ini mengingat terbatasnya area yang tidak sebandin1t den1tan kebutuhan narkir X.V.9: keberadaan pedagang kaki lima pada Responden menilai kurang baik karena sangat menganggu area lokasi parkir parkir dengan memakai sebagian area untuk tempat berdagang. Penilaian Responden: Kurang Baik 95% apalagi penjual makanan dengan tenda/ gerobak menyebabkan semakin semoit dan kotor. X.V.4: Kondisi umum perparkiran Responden menilai kondisi umum perparkiran perlu ditata ulang. Penilaian Responden : Kurang Baik 40% dengan memperhatikan kebutuhan ruang parkir dan tempat parkir yang saat ini digunakan yaitu di tepi badan jaian yang dilmat dengan co11blok, tidak rata dengan jaian (naik rata-rata 10 cm) kondisinya tidak sama tinggi dan garis pembatas tidak jelas sehingga terlihat tidak rapi. X.V. 2: Fasilitas dan sarana parkir Penilaian Responden : Kurang Baik 40%
5. X.V.5: Kondisikeamanan Penilaian Responden :
Responden menilai fasilitas dan sarana perlu dilengkapi seperti garis batas kendaraan, Iantai parkir saat ini banyak yang rusak. tidak tersedia ruang manuver dan bila membuka pintu mobil hams berhati-hati karena sempitnya batas anlara satu dengan kendaraan Iain van1t oarkir serta Iainnva . Kondisi keamanan Responden menilai fasilitas dan sarana perlu dilengkapi seperti garis batas kendaraan. Iantai parkir saat ini banyak yang rusak. tidak tersedia ruang manuver dan bila membuka pintu mobil hams berhati-hati karena sempitnya batas antara satu den=n kendaraan lain""""" =•kir serta Iainnva .
3) Kepentingan dan harapan Responden Dari 10 variabel yang diajukan, maka tabel di bawah ini menguraikan jawaban responden terhadap tingkatkepentingan danharapan yang dinilaiSangatPenting, sebagai berikut : a) Konc:lisi keamanan, dengan bobot nilai 400 b) Kemudahan mendapatkan tempat parkir, dengan bobot nilai 400 c) Tanggung jawab secara umum dari para pengelola / petugas parkir, dengan bobot nilai 4()() . d) Kondisi umum terutama kenyamanan dalam memarkirkan kendaraan, dengan bobot nilai 385 e) Ketrampilan dan penampilan juru parkir dengan bobot nilai 375 Tabel 4. Tingkat Kepentingan Responden yang dinilai Sangat Penting
NO 1.
2.
3.
4.
5.
1894
VARIABEL
URAIAN
Y.V.5: Kondisi Kearnanan Penilaian : San11at Pentin1t 100% Y.V.6: Kemudahan mendapat tempat parkir Penilaian: Sangat Penting 100%
Responden menilai kondisi kearnanan sangat penting sehim~l?a ada rasa nvaman meninl?l?alkan kendaraan Responden rnenilai kemudahan mendapat tempat parkir sangat penting sehingga pelayanan kepada pen111tuna dapat mermuaskan. Pengelola Parkir dituntut dapat bertanggungjawab terhadap pengelolaan parkir, sehingga tidak terkesan hanya memungut biaya parkir.
Y.VlO: Tanggung jawab secara umum para pengelola / petugas terhadap kendaraan yang parker Penilaian : San11at Pentin1t 100 % Y.V4.: Kondisi umum terutarna kenyamanan dalam memarkir kendaraan Penilaian: San1tat Pentinl? 96,25% Y.V9 : Keterampilan dan Penampilan juru parkir Penilaian: Sangat Penting 86,25%
Kenyamanan dalam melakukan parkir dinilai Sangat Penting oleh responden, misalnya area tidak terlalu sempit untuk memudahkan rnelakukan oarkir. Responden menilai keterampilan petugas dalam mengatur parkir dan penampilan juru parkir yang rapi dan bersih dinilai sangat penling dalam rangka oarkir. memberi rasa nvaman kPnada
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
2. Analisis
swor
Analisis SWOT adalah suatu proses merinci keadaan lingkungan internal dan eksternal guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan ke da1am kategori strength, weaknesses, opportunities, threats. Tujuan penggunaan ana1isis SWOI' ini adalah sebagai dasar untuk menentukan sasaran dan strategi dalam mencapai perencanaan serta penataan parkir dapat terlaksana secara efektif dan efesien. a. Identifikasi Faktor Internal dan Eksterna1 Berdasarkan data primer dan sekunder yang dapat dikumpulkan, maka dapat mengidentifikasikan sejumlah faktor internal dan ekstemal yang berpotensi dapat mendorong pencapaian tujuan secara efektif dan efisien, adapun faktor-faktor internal maupun ekstemal yang dimaksud, ditampilkan sebagaimana tersebut pada tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Faktor-Faktor Internal dan Ekstemal Faktor
Ekstemal
Internal 1. Kondisi Jalan 2. Kapasitas Parkir
1. Volume lalu Lintas
3.
Peraturan Perparkiran
3. Perkembangan Teknologi Sistem Parkir
4.
Kondisi SDM Parkir
2. Kebutuhan Area Parkir 4. Pedagang Kali Lima
5. Kualitas Pelayanan
5. Kondisi Gedung/Bangunan
6.
6. Kondisi Lahan Seki tar
Tarif Parkir
Mengacu pada tabel 5 (lirna) di atas, selanjutnya variabel yang dapat diidentifikasi, dimasukkan dalam tabel 6 (enam) berikut ini, untuk mengetahui relevami variabel terhadap pokok permasalahan yang sedang dikaji. Agar dapat memberikan jawaban apakah suatu variabel memenuhi syarat sehlgai faktor yang layak untuk dibahas lebih lanjut ataukah tidak, maka dilakukan konfirrnasi kembali pada para petugas lapangan serta para penggtma jasaHasil yang diperoleh memberikan jawaban sebagai berikut : Tabel 6. Variabel Kondisi Yang Mempengaruhi Pelayanan Parkir No 1.
2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Variabel
Kondisi Jalan Kapasitas Parkir Peraturan Perparkiran Kondisi SDM Parkir Kualitas Pelayanan Pedagang Kaki Lima Volume lalu Lintas Teknologi Parkir Sistem Parkir Tarif Parkir Kondisi Gedung / Bangunan Kondisi Laban Sekitar
Ya
Tidak
"" """ "" " "" " 1895
. b. ldentifikasi Faktor Internal Setelahmenginventarisirfaktorintemal,kemudianmengelompokkankedalamfaktor internal yang merupakan Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weaknes.ses) sebagai berikut:
1) Kekuatan (Strength)
a) Peratman Perparkiran Tersedianya peraturan tentang Perparkiran dimulai dari Undang-undang, Keputusan Departemen Perhubungan dan Keputusan Pemerintah Daerah / Gubemur DK.I Jakarta, merupakan faktor kekuatan dalam pengelolaan parkir, b) Kapasitas Parkir Guna memenuhi kebutuhan parkir, apabila dikelola dengan benar dan berdasarkan peraturan atau kebijakan serta pola parkir, maka di lokasi ini kapafiltas parkir dapat dijadikan faktor kekuatan c) Kondisi Jalan
Bila dilihat kondisi ja1an dapat dijadikan faktor kekuatan karena apabila kiri kanan jalan tidak dipergunakan untuk area parkir, maka dengan bertambahnya lelm ja1an kemacetan lalu Jintas dapat dihindari.
2) Ke1emahan (W~) a) Kualitas Pelayanan Rendahnya kualitas pelayanan kepada pengguna parkir misalnya sulit mendapatkan tempat parkir dan keluar dari area parkir, keamanan serta kurang bertanggungjawabnya para juru parkir, mengakibatkan tidak optima1nya kualitas pelayanan parkir. b) Kondisi SOM Parkir SOM parkir yang ada di lokasi kajian tidak seluruhnya juru parkir resmi dan kinetjanya tidak berjalan dengan bail< yang mengakibatkan kebocoran keuangan.
c) Tarif Parkir Tarif parkir yang berlaku saat ini relatif murah, pengguna kendaraan pribadi tidak merasa berat untuk mengeluarkan biaya parkir, sehingga selalu membawa kendaraan walaupun untuk keperluan sesaat
d) Pedagang I
1896
Volume 20, Nomor 12,, Tahun 2008
c. Identifikasi Faktor Eksternal
Langkah selanjutnya adalah menginventarisir faktor - faktor eksternaL kemudian faktor-faktor tersebut dikelompokkan ke da1am 2 (dua) faktor yaitu Peluang (Opportunities) dan Ancaman ('I1umts) sebagai beiikut: 1) Peluang (Opportunities) a) Kebutuhan Area Parkir Melihat kondisi besamya kebutuhan masyarakat akan area perkir di lokasi ini, dapat dikatagorikan sebagai peluang untuk perencanaan dan pengelolaan parkir yang efektif dan efesien b) Kondisi Gedung/Bangunan Gedung / bangunan yang terdiri dari pertokoan, sekolah, kantor, rumah makan dan lain-lain memungkinkan untuk membuat area parkir di dalam gedung atau membuat area taman parkir di sekitar area gedung di lokasi kajian. c) Kondisi Lahan Seki.tar Apabila penataan tata guna lahan dapat dilaksanakan dengan bail<, maka lahan sekitar berpotensi sebagai tempat parkir. 2) Ancaman (Treath) a) Volume Lalu Llntas Padatnya volume lalulintas dan kemacetan yang terjadi sepanjang hari lebih banyak disebabkan oleh parkir, maka hal ini merupakan ancaman da1am perencanaan dan pengelolaan parkir. b) Perkembangan Teknologi Sistem Parkir Perkembangan teknologi sistem parkir sangat pesat misalnya dengan sistem elektronik dan yang berlaku di lokasi kajian dilaksanakan secara manual dengan terbatasnya kesadaran juru parkir akan peraturan, cenderung mementingkan pungutan yang tidak sepenuhnya disetorkan kepada yang berwenang, maka hal ini merupakan ancaman untuk memberlakukan sistem park:ir yanS?; lebih modem clan disesuaikan dengan perkembangan teknologi. 3) Pedagang Kaki Lima Keberadaan pedangang kaki lima menambah ketidakteraturan kondisi sekitar, karena diperbolehkan betjua1an di trotoar bail< dengan gerobak daganganataupun tidak. d. Faktor Kunci Keberhasilan dan Peta Kekuatan Dalam menentukan faktor kunci keberhasilan, perlu di1akukan penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah diidentifikasi, yaitu faktor internal dan eksternal. Penilaian faktor-faktor tersebut
1897
menggunakan skala 1-5 dengan aspek yang dinilai adalah bobot tiap faktor, manfaat atau dukungan tiap faktor da1am mencapai tujuan dan keterkaitan antar faktor. Untuk menentukan faktor yang lebih penting atau urgen, maka bobot faktor digunakan ska1a pm>entase 1 % - 100 % dengan menggunakan metode komparasi, yaitu membandingkan setiap satu faktor dengan faktor Iainnya. Berdasarkan komparasi tiap faktor dapat dihitung tingkat urgensinya dan total tingkat urgensi semua faktor. Untuk mendapatkan bobot masing-masing faktor dilakukan dengan memhigijumlahtingkatsemuafaktordikali100%.Setelahbobotdarimasing-masing fakordiketahui,Jangkahselanjutnyaadalahmemilihfaktor kunci.keberhasilandengan cara menentukan ni1ai dukungan dan nilai keterkaitan dari masing-masing faktor . sehingga diperoleh Ni1ai Dukungan (ND) dengan menggunakan ukuran skala 1- 5 yang dinyatakan sebagai berikut: 5 menyatakan sangat kuat dukungannya, 4 kuat dukungannya, 3 cukup kuat dukungannya, 2 kurang kuat dukungannya dan 1 sangat kecil dukungannya. Sedangkan nilai keterkaitan antar faktor digunakan skala pembobotan sebagai berikut. 5 menyatakan sangat besar keterkaitannya, 4 besar keterkaitannya, 3 cukup besar keterkaitannya, 2 kecil keterkaitannya dan 1 sangat kecil keterkaitannya. Untuk mendapatkan Nilai Bobot Dukungan (NBD), dilakukan cara mengalikan Bobot Faktor (BF) dengan Nilai Dukungan (ND), sedangkan Nilai Bobot I<eterkaitan (NBK) dengan cara mengalikan Nilai Rata-rata KeterkaitandenganBobotFaktor.NRKdiperolehdarihasilrata-rataNilaiI<eterkaitan. Untuk mendapatkan Total Ni1ai Bobot (INB) adalah dengan menjumlahkan NBD dengan NBK Berdasarkan perhitungan di atas, diketahui bahwa faktor internal yang merupakan faktor kurri keberhafil1an, yaitu faktor yang memiliki Total Nilai Bobot (INB) letbs:tr, ada1ah :
1) Strength (Kekuatan) a) Kapasitas Parkir b) Peraturan Perparkiran
2) Weaknesses (kelemahan) a) Kondisi SOM Parkir b) Tarif Parkir 3) Opportunities (peluang)
a) Perkembangan Teknologi Sislem Perparkiran
b) Kondisi Laban Sekitar 4) Threarls (ancaman)
a) Pedagang Kakilima
b) Volume Lalu Iintas Dari basil perbandingan Total Nilai Bobot masing-masing faktor, maka kekuatan berada pada kwadran I, seperti terlihat pada gambar 4 berikut ini :
1898
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
S=4
0=3,6
T=3
W=3,2
Gambar 4. Peta Posisi Kekuatan
Keterangan :
s - w = 4 - 3,2 = 0,8 0 - T = 3,6 - 3 = 0,6 Gambar di atas menunjukan posisi kekuatan penataan parkir di lokasi kajian pada kwadran I, artinya lokasi ini memiliki kemampuan yang dapat diandalkan/ diunggulkan dalam memanfaatkan peluang yang tersedia, guna mensukseskan perencanaan dan penataan parkir yang ingin diwujudkan yaitu menciptakan pengelolaan parkir yang efektif dan efesien. PERUMUSAN STRATEGI DAN RENCANA BERDASARKAN ANALISIS SWOT Setelah posisi organisasi diketahui yaitu berada pada posisi kwadran L rnaka langkah selanjutnya adalah :
langkah-
1. Perumusan Tujuan Dalammerumuskan tujuanharus yangrasional danlogis, agar dapat dicapai berdasarkan kemampuan organisasi dengan mengoptimalkan factor - faktor kunci keberhasilan pada rnasa yang akan datang. Perumusan tujuan tersebut sebagaiman terlihat pada tabel berikut ini :
1899
Tabel 6. Perumusan Tujuan (Pada Kwadran I) FAKTOR KEKUATAN KUNCI (FKK) NO
KEKUATAN KUNO
ALTERNATIF TUJUAN
PELUANG KUNCI
1.
Kapasitas Parkir
Kondisi Lahan Sekitar
Meningkatkan kapasitas parkir
2.
Peraturan Parkir
Perkembangan Teknologi Sistem Perparkiran
Meningkatkan fasilitas parkir
ulitiltas
2. Penilaian Dan Penentuan Tujuan (Pada Kwadran I) Setelah melakukan perumusan tujuan maka langkah penentuan atau pemilihan altematif yang terbaik berdasarkan nilai Manfaatnya (M), dan nilai Kemampuan Mengatasi Kelemahan (KML) serta Kernampuan Mengatasi Ancaman (KMA). Penilaian dilakukan dengan mernakai skala nilai 1 - 5. Penilaian dan penentuan tujuan tersebut seperti terlihat pada tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Penilaian dan Penentuan Tujuan FAKTORKEKUATANKUNCI (FKK) KEKUATAN KUNCI
PELUANG KUNCI
ALTERNATIF TUJUAN
M
KML
KMA
Kapasitas Parkir
Kondisi Lahan Sekitar
Meningkatkan Kapasitas parkir
2
3
4
Peraturan Parkir
Perkembangan Teknologi Sistem Parkir
Meningkatkan utilitas fasilitas parkir
4
5
5
TN
9 14
Berdasarkan 1N terbesar dalam tabel di atas maka alternatif tujuan yang diprioritaskan dilakukanadalahmeningkatkan utilitasfasilitas parkir dengan penerapan teknologisistem parkir. Tujuan, Sasaran dan Kinerja yang akan da~g dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tujuan: Alternatif tujuan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah "peningkatan kapasitas parkir''. b. Sasaran
Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, perlu dirumuskan sasaran prioritas utama yang akan dicapai dirnasa yang akan datang yaitu "meningkatkan utilitas fasilitas parkir secara efektif dan efisien " c. Kinerja yang Akan Datang Berdasarkan pada kinerja saat ini, perlu diupayakan peningkatan ke arah yang lebih baik dengan memberdayakan sumber daya yang ada sehlngga tercapai sasaran prioritas yang diharapkan. Adapun tingkat kinerja yang diinginkan sebagai berikut : 1) Area parkir yang terencana dan terkelola secara efektif dan efisien 2) Kelancaran arus lalu lintas
1900
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
d. Tujuan, sasaran dan kinetja yang akan datang dalam hal proses pembuatan usu1an kegiatan yang diharapkan dapat terlaksana, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 8 berikut ini : Tabel 8. Tujuan, Sasaran dan lndikator TIJJUAN
SASARAN
Meningkatk an utilitas dan fasilitas parkir
Meningkatnya jumlah kendaraan yang parkir
INDIKATOR
SATUAN UKURAN
KINERJA SAATINI
1. Kecepatan pelayanan menit 2. Kendaraan yang parkir Jumlah Kendaraan 3. Pengaturan Pola Parkir Kapasitas Parkir yang efektif dan efisien
5-10 menit 1138 kend 200 kendaraan
KINERJA YANG AKAN DATANG 2-4 menit 1500kend 400kend
e. Strategi dan Rencana Aksi 1) Strategi Berdasarkan penilaian terhadap masing-rnasing faktor sebagaimana diuraikan di atas, maka untuk mencapai tujuan dan sasaran, perlu diformulasikan strategi denganmengintegrasikanfaktor-faktor internal dan ekstemal yang menjadifaktor kunci keberhasilan. Untuk jelasnya terdapat pada formulasi strategi SWOT atau sebagai berikut : Tabel 9. Fonnulasi Strategi SWOT Strength 1. Kapasitas Parkir 2. Peraturan Perparkiran
Opportunities Teknologi Sistern Perparkiran 2. Kondisi Lahan Sekitar 1.
Faktor Ekstemal Threats 1. Volume Llulintas 2. Peda an Kakilirna
Weaknesses 1. 2.
Kondisi SDM Parkir Tarif Parkir
Strategi SO Pernanfatan Teknologi Sistern Parkir untuk rneningkatkan utilitas dan fa sill tas arkir Strength 1. Kapasitas Parkir 2. Peraturan Perparkiran
Strategi WO Penerapan tarif progresif untuk rneningkatkan utilitas dan fasilitas arkir Weaknesses 1) Kondisi SDM Parkir 2) Tarif Parkir
Strategi ST Penertiban Pedagang Kakilirna untuk rnenin katkan ka asitas arkir
Strategi WT Peningkatan kornpetensi SDM Parkir
2) Penentuan Strategi Setelah ditemukan strategi SWOT sebagaimana terlihat pada tabel 17, maka langkah berikutnya adalah pemilihan strategi yang dapat dilakukan. Dasar pemilihan altematif strategi adalah strategi yang paling efektif dalam mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan dan paling murah biayanya serta paling praktis pelaksanaannya. Dalam menentukan yang terbaik dari alternatif strategi diterapkan teori tapisan berikut ini :
1901
TabellO.TeoriTapisan No 1.
Alternatif Strategi Strategi SO Pemanfataan Teknologi Sistem Perparkiran 2. Stratezi WO Penerapan tarif Progresif 3. Strategi ST Penertiban Pedagang Kaki Lima 4. StrateziWT Peningkatan kom12.etensi SDMParkrf
Efektifitas 4
Kemudahan 2
Biaya 3
Total
Ket.
9
N
5
3
3
11
II
4
5
5
14
I
4
3
3
10
III
Dari tabel 10 tersebut dapat dilihat bahwa strategi layak untuk dipilih adalah : Penerapan Tarif Progresif Penertiban Pegadang Kaki Llma
2) Rencana Aksi Untukmewujudkanstrategi yang dirumuskansebagairnana tersebut diatas, maka langkah selanjutnya adalah menyusun rencana kegiatan.: Tabel 11. Rencana Ketja Penataan Perparkiran No 1.
2.
Strategi Penertiban Pedagang Kaki Lima
Penerapan Tarif Progresif
3.
Peningkatan Kompetensi SDMParkir
4.
Penerapan Teknologi Sistem Parkir
Program
-
Pendataan dan inventarisasi Penyusunan Rencana Penataan Pedagang Kaki Lima Penertiban Penyusunan Kajian Tarif dan rencana pendapatan tarif Sosialisasi Penerapan
Penyusunan Program Pelatihan - Pelaksanaan
-
Penentuan Sistem Perparkiran Pemilihan teknologi penunjang Sosialisasi dan .... Penerapan teknologi
Waktu Pelaksanaan l(satu) kwartal (jangka pendek)
Penanggung Jawab / Instansi Terkait
- Dinas Penertiban DLLAJ
-
2 (dua) tahun (jangka menengah)
- DLLAJ - Pemda - DPRD
- 2(dua) minggu per Angkatan Berkelanjutan
-
2 (dua) tahun (jangka menengah)
-
-
DLLAJ Pusdiklat
DLLAJ DinasPerhubungan - BAPPEDA BPPT
-
PENUTUP A. Kesimpulan Dalam rangKa penataan perparkiran di kawasan studi, diidentifikasi ada 4(empat) strategi sebagai berikut :
1902
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
L. Penertiban Pedagang Kaki Lima 2. Penerapan Tarif Progresif
3. Peningkatan Kompetensi SDM Parkir 1. Penerapan Teknologi Sistem Parkir
B. Rekomendasi Dalam bentuk rencana kegiatan dan impllementasi strategi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jangka Pendek : Penertiban Pedagang Kaki Lima Keberadaan pedagang kaki lima yang mengakibatkan ketidakteraturan kondisi sekitar dan area parkir menjadi berkurang sebesar 30% karena dimanfaatkan sebagai tempat berdagang, maka melalui strategi penertiban pedagang kaki lima dengan program pendataan dan inventarisasi serta penyusunan rencana penataan pedagang kaki lima. Dengan terlaksananya strategi dan program tersebut maka kapasitas area parkir akan meningkat
2. Jangka Menengah: Penerapan Tarif Progresif Untuk meningkatkan utilitas dan dan fasilitas parkir perlu diterapkan tarif progresif bagi kendaraan yang parkir melalui program penyusunan kajian tarif dan sosialisasi
3. Jangka Panjang: Penerapan Teknologi Sistem Parkir Pemanfatan Teknologi Sistem Parkir guna meningkatkan utilitas dan fasilitas parkir, dilaksanakan melalui program penentuan sistem perparkiran, pemilihan teknologi penunjang dan penerapannya untuk penataan perparkiran yang efektif dan efisien.
4. Berkelanjutan : Peningkatan Kompetensi SDM Parkir Dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM parkir perlu dilaksanakan secara berkesinambungan program pelatihan SDM sehingga dapat meningkatkan kinerja pelayanan pengelolaan parkir.
DAFfAR PUSTAKA
(MKJL) , Departemen Pekt>rjaan Umum, Jakarta ; Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998), Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, Depatemen Perhubungan, Jakarta; Pemerintah Propinsi DKI Jakarta (tahun.. ), Keputusan Gubemur DKI Jakarta Nomor .. tentang .... Pemerintah Republik Indonesia (1992), UU RI No. 14Tahun1992, ten.tang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Pemerintah Republik Indonesia (199'3) Peraturan pemerintah RI tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan;
Nomor 43 Tahun 1993
1903
Departemen Perhubungan (1993) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Departernen Perhubungan (1993) Keputusan Menteri Perhubungan No KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir Untuk Umum; Departernen Perhubungan (1994) Keputusan Menteri Perhubungan No KM 4 Tahun 1994 tentang Tata Cara Parkir Kendaraan Bermotor di Jalan; Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Departemen Perhubungan, Jakarta
Issu Aktual sesuai Terna, Bahan Ajar Diklat PIM ill (2005), Drs.HM.Entang, MA,DipLEd, Drs.Juni Pranoto, MPd, DraEmma Rahmawati, Drs. Agung Arya Mata.ram, MM, LAN RI, Jakarta Teknik-Teknik Analisis Manajernen, Bahan Ajar Diklat PIM ill,(2001) Drs.JPGSianipar,MM, Drs. HM.Entang,MA,DipLEd., LAN RI, Jakarta Nunuj Nurdjanah, Peneliti Madya Puslitbang Perhubungan Darat (2008) Pengaruh Parkir Terhadap Kapasitas Jalan, Warta Penelitian Volume 20 Nomor 1 Tahun 2008, Badan Litbang Perhubungan, Jakarta *)
Lahir di Jakarta, 19Juli1954 Sarjana EkonomiSTIE Managementindustri danJasaindonesia, Tahun
2002, Peneliti Muda Bidang Transportasi darat **) Lahir diKebumen22Juni1956,Sl Adm:inistrasiNegaraSTIAMI jakarta, Tahun2004,Peneliti.Pertama
1904
Volume 20, Nomor 12., Tahun 2008
KA.JIAN PROFIL KINERJA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN ~TAN TRANSPORTASI JALAN DI INDONESIA L. Denny Siahaan *) ABS'IRAK
Keselamatan transportasi jalan merupakan sa1ah satu sasaran Sistem Transpartasi Nasional (Sistranas) mendapat prioritas utama da1arn program pembangunan transportasi jalan. Beberapa permasalahan yang perlu dika.ji tentang keselamatan transportasi jalan adaJah bagaimana formula indikator kinerja yang lebih tepat, bagaimana kinerja saat ini dan gambaran ke depan, bagaimana profil korban kecelakaan saat ini, jenis kendaraan apa yang mendominasi kecelakaan serta daerah propinsi mana yang paling rendah kinerja keselamatanm;a untuk mendapat prioritas pembangunan. Permasalahan ini dianalisis secara deskriptif dimana pengukuran kinerja dengan nilai relatif, kecenderungan kinerja dengan metode 'tren linier' dan penilaian kinerja dengan metode rata-rata tertimbang. Hasil analisis menunjukkan baJrwa rata-rata pertambalum kecelakaan dari tahun 2003-2007 masih cukup tinggi, pertambahan korban meninggal dan luka berat tidak terlalu tinggi serta pertambahan korban luka ringan dan kerugian materi masih cukup tinggi, untuk itu perlu upm;a maksimal untuk memperbaiki di masa mendatang. Karban kecelakaan didominasi umur produktif antara 26-50 tahun sebesar 65 %. Jumlah sepeda motor da1arn kecelakaan cukup besar, namun apabila dibandingan dengan populasinya masih lebih rendah dibandingkan dengan jenis kendaraan lain. Sepuluh propinsi mendapat prioritas dalam pembangunan keselamatan transportasi jalan karena kinerja keselamatannya rendah yaitu Propinsi Nusa Tenggam Timur, Mal.uku Utara, Bengkulu, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Irian /aya Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo dan Kepulauan Riau Kata Kunci : kinerja, kecelakaan dan korban
PENDAHULUAN Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) adalah transportasi yang terorganisasi secara kesisternan terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkatpikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terns berkernbang secara dinamis. Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi ·dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. Selamat dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat faktor internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain sebagai perbandingan antara
1905
jjunUah kejadian kecelakaan terhadap jum1ah pergerakan kendaraan atau jum1ah kendaraan mettambahan jurnlah kendaraan dari berbagai jenis cenderung meningkatkan jurnlah kelakaan dan akibat kecelakaan banyak korban meninggal dunia, Iuka berat, Iuka ringan, cdlan kerugian materi cukup besar. Menurut hasil penelitian para pakar transportasi, ada beberapa faktor penyebab kecelakaan }Yffitu sumber daya manusia (SDM) pengemudi, kendaraan, prasarana jalan, peraturan dan ·lingkungan. Faktor SDM pengemudi merupakan faktor dominan penyebab terjadinya 1kecelakaan. Menteri Perhubungan telah mencanangkan program "Road map to zero acci,dent" yang artinya kita mengharapkan penurunan kecelakaan transportasi waktu demi waktu menuju ke zero accident. Dntuk mengetahui penurunan atau peningkatankecelakaanharus merniliki indikator kinerja keselamatan transportasi jalan yang dapat diukur dan dibandingkan dengan sebelumnya Indikator kinerja keselamatan transportasi jalan ada yang menggunakan nilai mutlak seperti ijumlah kecelakaan, jumlah korban meninggal, korban Iuka berat, dan Iuka ringan serta .kerugian materi "'Penggunaan nilai mutlak dalam indikator kinerja keselamatan kurang tepat, sehingga ·diusulkanmenggunakannilai relatif terhadap populasinya atau terhadap faktor penyebabnya seperti jumlah kecelakaan terhadap jum1ah kendaraan, jumlah korban meninggal dunia terhadap jurnlah keceiakaan, jurnlah korban Iuka berat dan ringan terhadap jumlah kecelakaan dan jumlah kerugian materi terhadap jumlah kecelakaan. Pertambahan jumlah kecelakaan, korbanmeninggal, Iuka berat daniuka ringan sertakerugian materi periu ditekan serendah mungkin melalui serangkaian kebijakan dan program yang tentunyamembutuhkananggaran yangcukup besar. Anggaran yangterbatasmembutuhkan prioritas melalui suatu kriteria. Kriteria prioritas pembangunan keselamatan transportasi jalan dengan menggunakan indikator kinerja keselamatan transportasi jalan dimana daerah yang kinerja keselamatan transportasinya paling rendah tentu mendapat prioritas penanganan. Permasalahan yang periu dijawab dalamkajian ini adalah: apa indikator kinerja keselamatan transportasi jalan yang lebih tepat, bagaimana keadaan saat ini dan kecenderungan keselamatan transportasi jalan ke depan, bagaimana profil korban kecelakaan saat ini, jenis kendaraan apa yang dominan dalam kecelakaan dan daerah mana yang mempunyai kinerja keselamatan transportasi jalan yang jelek untuk mendapat prioritas pembangunan 1
MEfODE ANALISIS Kajian ini menggunakan ana1isis deskriptif seperti : 1. Pengukuran kinerja dengan nilai relatif, bukan dengan nilai mutlak; 2. Kecenderungan ke depan dengan menggunakan metode statistik "tren linier; Y
=a+bT
2: Y =na+bl; T 2:T Y = a 2:T + b 2:T2
1f906
Volume 20, Nomor 12,, Tahun 2008
Dimana
Y n a b T·
= nilai tren periode tertentu = cacah data = nilai konstanta atau nilai tren pada periode dasar = koefisien arah garis tren = unit periode waktu yang dihitung dari periode dasar
•. Metode statistik "Rata-rata tertimbang" dalam menilai kinerja keselamatan transportasi jalan di daerah propinsi.
JATA DAN ANALISIS l. Konsepsi ukuran kinerja keselamatan transportasi jalan Pada umumnya selama ini ukuran kinerja keselamatan transportasi jalan adalah nilai mutlak seperti jumlah kecelakaan per tahun, korban meninggal per tahun, Iuka berat per tahun, Iuka ringan per tahun clan kerugian materi per tahun. Angka-angka ini tidak dipengaruhi jumlah kendaraan untuk jumlah kecelakaan atau jumlah korban dan kerugian materi tidak dipengaruhi jumlah kecelakaan. Jumlah kecelakaan yang sama setiap tahun dengan jumlah kendaraan yang beroperasi semakin meningkat, maka jumlah kecelakaan dalam hal ini dapat dikatakan menurun relatif terhadap jumlah kendaraan sehingga ukuran kinerjanya Iebih tepat apabila dinyatakan dalam ukuran jumlah keceiakaan per jumlah kendaraan. Demikian juga halnya untuk kinerja keselamatan transportasi jalan yang lain sebaiknya dengan menggunakan kinerja relatif seperti jumlah korban meninggal per jurn1ah kecelakaan, jumlah korban Iuka berat dan ringan per jumlah kecelakaan serta jumlah kerugian materi per jumlah kecel~an, karena korban meninggaL korban Iuka berat clan ringan serta kerugian materi ada karena adanya keceiakaan. Demikian juga halnya jumlah kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan sebaiknya relatif terhadap jumlah populasi kendaraan yang ada pada periode waktu yang sama. 2. Kecenderungan kecelakaan, korban clan kerugian materi
a. Empiris Selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan 2007 pada tabeI 1 dan gambar 1 terlihat bahwa secara rata-rata jumlah kendaraan bertambah 21,39 % per tahun, jumlah kecelakaan bertambah 100,24 %, jumlah korban meninggal bertambah 15,68 % per tahun, jumlah Iuka berat bertambah 111,34 per tahun, jumlah Iuka ringan bertarnbah 92,98 % per tahun dan jumlah kerugian materi bertambah 24,90 % per tahun. Angka-angka ini cukup besar, seakan-akan upaya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan tidak mampu menekan pertambahan kecelakaan, korban meninggaL Iuka berat, Iuka ringan clan kerugian materi.
1907
Tabel 1. Data dan Proyeksi Jumlah Kendaraan, Kecelakaan dan Kerugian Materi Dari Tahun 2003 s.d 2015
Tahun
No
Jumlah
Jumlah
Kendaraan
Kecelakaan (Kali)
(Unit) 1. 2003 2 2004 3. 2005 4. 2006 5. '11XYl Rata-rata pertambahan 2003-'11XY7 (%) 6. 2008 7. 2009 8. 2010 9. 2011 10. 2012 11. 2013 12 2014 13. 2015 Proyeksi Rata-rata per tambahan 2008-2015 (%)
Jumlah Meninggal Dania (Orang)
Jumlah LakaBerat
(Orang)
26.686.707 30.769.095 38.156Zl7 45.081.255 57.747.508
13.399 17.732 91.623 87.020 49.553
9.856 11.204 16.0'76 15.901 16.955
6.142 8.983 51.554 33.282 20.181
21,39
100,24
15,68
62618.29'7 70.261.673 77.905.049
94.344 108.504 122663 136.823 150.983 165.142 179.302 193.461
85.548.426 93.191.802 100.835.178 108.478.554 116.121.930
12.21
15,01
Jamlah Lab
Jumlah Keragian
Riugan
Materi lRD.Jata) 45.7al
(OranK) 8.694 12084 51.317 52310
53.044
55.6Zl
51.554 81.847 lfil.291
Ul,34
92,.98
24,90
19.667
39.742
21..556
44..9'19
23.446 25.335 Zl.125 29.114 31.004 32893
50.217 55.455 65.930 71.168 76.4ffi
76.234 89.643 103.052 116.462 129.871 143..280 156.689 170.098
9,61
13,18
17,59
60.692
108.651
122633 136.616 150.598 164.581 178.563 192.5(6
206.528 12,87
. .
Sumber : Diolah dari Statistik Perhubungan BPS
•
~
t
l
l
t
-.....
t
__ ....._ ----
---------
__
_____ ._..a.... ..... .._
Gambar 1. Proyeksi Jumlah Kendaraan. Kecelakaan dan Kerugian Materi Dari Tahun 2003-2015
Sebenamya keadaankeselamatm tramportafilja]an tidaksejelekhaliniapabila diukur dengan angka kinerja keselamatm relatif sehlgaimana pada tabel 2 dan gamhtr 2 Selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan 2CX17 secara rata-rata jumlah kecelakaan per 100.000 kendaraan hanya bertambah sebesar 6.3,69 % per tahun lebih rendah dibandingkan ni1ai mutlak sebesar 100,24 % per tahun Rata-rata pertambahan korban meningga1 per 1.<XX> kece1akaan hanya 1,25 % per tahun lebih rendah dibandingkan nilai IIUltlak 15,68 % per tahun. Rata-rata pertambahan .korbm
1908
Volume 20, Nomor 12. Tahan 2008
Iuka berat per 1.000 kecelakaan --0,'Jl % per tahun (menurun) dibandingkan nilai mutlak 111,34 % per tahun. Rata-rata pertambahan korban Iuka ringan per 1000 kece1akaan hanya 20,34 % per tahun Iebih rendah chbandingkan nilai mutlak 92,98 % per tahun. Demikian juga rata-rata pertambahan kerugian materi per 1.000 kecelakaan sebesar '22,69 % per tahun hampir sama dengan nilai mutlak 24,90 % per tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa rata-rata pertambahan kecelakaan relatif terhadap jumlah kendaraan masih cukup tinggi, korban meninggal dan Iuka berat cukup baik, sedangkan korban Iuka ringan dan kerugian materi masih cukup tinggi 20 % per tahun. Tabel 2. Proyeksi Kecelakaan Relatif Terhadap Jumlah Kendaraan serta Korban dan Kerugian Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan Tahun 2003 - 2015 No
Jumlah Kendaraan
Tahun
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Kecelakaan
Meninggal Dunla
Luka Berat
Luka Ringan
Kerugian Materi
per 100.000
Per 1.000
Per 1.000
Per 1.000
Per 1.000
Kendaraan
Kecelakaan
Kecelakaan
Kecelakaan
Kecelakaan (futal
1.
2003
26.686.707
50
736
458
649
3.417
2.
2004
30.769.095
58
632
507
681
2.991
3.
2005
38. 156.2n
240
175
563
560
563
4.
2006
45.081.255
193
183
382
601
941
5.
2007
57.747.508
86
342
407
1.123
2.044
21,39
63,69
1,25
-0,97
20,34
22,69
Rata-rata Pertambahan 20032007 (%) 6.
2008
62.618.297
151
208
421
808
1.152
7.
2009
70.261.673
154
199
415
826
1.130
8.
2010
n .905.049
157
191
409
840
1.114
9.
2011
85.548.426
160
185
405
851
1.101
10.
2012
93.191 .802
162
180
402
860
1.090
11.
2013
100.835.178
164
176
399
868
1.081
12.
2014
108.478. 554
165
173
397
874
1.074
13.
2015
116.121.930
167
170
395
879
1.068
12,21
1,51
-2,61
-0,88
1,26
-1,04
Proyeksi Rata-rala bahan 2008-2015 (%)
pertam
..
Sumber: Diolah dari Statistik Perhubunstan BPS 6JJOO
1000
.e
.....
~
.!,
1000 2.000
Ullll
-+- Jumtah KeceAban per 100.000 Kendarun _,._ Jumlah Luka 8erat Per 1.CXXJ Keaelaban
--JumJah
~ Maleri,.,
- - - Jumlah Meningg•I Dunia Per 1.CD'.I Kecelakaan -+-JumWt Lub Rinpn Per 1.000 k'.Alcelaban
um ICecdabm
Gambar 2 Proyeksi Kecelakaan Relatif Terhadap Jumlah Kendaraan Serta Korban clan Kerugian Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan 2003-2015
1909
b. Kecenderungan Kecenderungan kinetja keselamatan transportasi jalan di masa mendatang sampa dengan tahun 2015 diliarapkan dapat menurun secara signifikan melalui serangkaiar upaya-upaya bail< yang dilakukan oieh pemerintah maupun oieh masyarakat sesua ·dengan program "Roadmap to zero accident". Tingkat keceiakaan transportasi jaian sampai tahun 2015 diharapkan tida1 bertambah secara eksponensial, tetapi paling tidak secara linier sebagaimana pada tabel 1 dan gambar 1 serta tabeI 2 dan gambar 2 Kinerja tingkat keseiamatan transportasi jalan tahun 2008 sampai dengan 2015 dengan ni1ai mutlak sebagaimana pada tabel 1 dan gambar 1 dihitung dengan formula:
1) Y=16758039,8 + 7643376,2 X (Y jumlah kendaraan Jan X Tahun) 2) Y = 9386,6 + 14159,6 X (Y jumlah kecelakaan dan X Tahun) 3) Y = 8329,9 + 1889,5 X (Y jum1ah korban meninggal dan X Tahun) 4) Y = 8315,3 + 5'237,7, X (Y jum1ah korban Iuka berat dan X Tahun) 5) Y = -4221,2+13409,2 X (Y jum1ah korban Iuka ringan dan X Tahun) 6) Y = 24755,7 + 13982,5 X (Y jum1ah kerugian materi dan X Tahun) Dari tabeI 1 dan gambar 1 dapat dilihat bahwa jum1ah kendaraan akan bertarnbah 12,21 % per tahun dari 62.618.297 unit pada tahun 2008 menjadi 116.121.930 unit pada tahun 2015.
Jumlah kecelakaan akan bertambah 15,01
% per tahun dari 94.344 kali kecelakaan pada tahun 2008 menjadi 193.461 kali kecelakaan pada tahun 2015, jumlah korban meninggal akan bertambah 9,61 % per tahun dari 19.667 orang pada tahun 2008 menjadi 32.893 orang pada tahun 2015, jumlah korban Iuka berat akan bertambah 13,18 % per tahun dari 39.742 orang pada tahun 2008 menjadi 76.405 orang pada tahun 2015, jumlah korban Iuka ringan akan bertambah 17,59 % per tahun dari 76.234 orang pada tahun 2008 menjadi 170.098 orang pada tahun 2015 serta jum1ah kerugian materi akan bertambah 12,87 % per tahun dari Rp. 108,65 milyar pada tahun 2008 menjadi Rp. 206, 53 milyar pada tahun 2015.
Kinerja keselamatan transportasi jalan dari tahun 2008 sampai dengan 2015 dengan ni1ai relatif sebagaimana pada tabel 2 dan gambar 2 akan bertambah dengan wajar yang dihitung dengan formula :
1) Y=16758039,8 + 7643376,2 X (Y jum1ah kendaraan dan X Tahun) 2) Y = 9386,6 + 14159,6 X (Y jumlah keceiakaan per 100.000 kendaraan dan X Tahun) 3) Y = 8329,9 + 1889,5 X (Y jum1ah meninggal dunia per 1.000 kecelakaan dan X Tahun)
1910
Volume 20, Nomor 12, Tahun 2008
4) Y = 8315,3 + 5Z37,7, X (Y jumlah Iuka berat per 1.000 kecelakaan dan X Tahun) 5) Y = -4221,2 + 13409,2 X (Y jurnlah Iuka ringan per 1.000 keceiakaan dan X Tahun) 6) Y = 24755,7 + 13982,5 X (Y jumlah kerugian materi per 1.000 kecelakaan dan X Tahun) Dari tabel 2 dan gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah kendaraan akan bertambah 12,21 % per tahun dari 62618.297 unit pada tahun 2008 menjadi 116.121.930 unit pada tahun 2015, jumlah kecelakaan per 100.000 kendaraan akan bertambah 1,51 % per tahun dari 151 kali kecelakaan pada tahun 2008 menjadi 167 kali pada tahun 2015, jumlah korban meninggal per 1.000 kecelakaan akan menurun 2,61 % pertahun dari 200 orang pada tahun 2008 menjadi 170 orang pada tahun 2015, jumlah Iuka berat per 1.000 kecelakaan akan menurun 0,88 % per tahun dari 421 orang pada tahun 2008 menjadi 395 orang pada tahun 2015, jumlah Iuka ringan per 1.000 kecelakaan akan meningkat 1,26 % dari 808 orang pada tahun 2008 menjadi 879 orang pada tahun 2015 dan jurnlah kerugian materi per 1.000 keceiakaan akan menurun 1,04 % per tahun dari Rp. 1,15 milyar pada tahun 2008 menjadi Rp. 1,07 milyar pada tahun 2015. Dilihat dari kinetja relatif, apabila proyeksi linier dapat diwujudkan maka upaya pencegahan kecelakaan sudah cukup berhasil. 3. Profil korban kecelakaan Rata-rata korban keceiakaan menurut umur dari tahun 2003 sampai dengan 2007 sebagaimana pada tabel 3 didominasi usia produktif dimana 32,3 % pada usia 26-30 tahun dan 21,4 % pada usia 31-40 tahun serta 11,3 % pada usia 41-50 tahun sehingga total usia produktif 26-50 tahun sebesar 65 %. Kecelakaan pada usia produktif ini mengakibatkan penurunan produksi nasional terutama hilangnya sumber pendapatan bagi keluarganya Untuk itu periu dilakukan penelitian yang Iebih rinci tentang kerugian nasional dan keluarga yang diakibatkan oieh korban kecelakaan usia produktif ini. Tabel 3. Persentase Korban Kecelakaan Berdasarkan Usia No Usia 1. 5-15Tahun 2. 16-25Tahun 3. 26-30Tahun 4. 31-40Tahun 5. 41-50Tahun 6. 51-60Tahun Total
. .
2003 2% 26% 34% 23% 11% 4% 100%
2004 2% 27% 34% 22% 11% 3% 100%
2005 3% 27% 34% 21% 10% 4% 100%
2006 5% 28% 30% 20% 11% 4% 100%
2007 5% 27% 29% 20% 13% 6% 100%
Rata2 3,5% 27,2% 32,3% 21,4% 11,3% 4,2% 100%
Sumber: Diolah dari StaliStik Perhubtmgan Departemen Perhubungan
4. Profil jenis kendaraan dalam kecelakaan
Jenis kendaraan yang banyak terlibat dalam kecelakaan secara rata-rata dari tahun 2003 sampai dengan 2007 sebagaimana pada tabeI 4 adalah sepeda motor sebanyak 58,9 %, urutan kedua adalah mobil penumpang sebesar 19,2 %, urutan ketiga adalah mobil beban sebesar 16,3 % dan terakhir adalah mobil bus sebesar 5,6 %. Angka ini kurang
1911
tepat digunakan untuk menyatakan bahwa sepeda motm paling mendominasikeceJakaar tanpa membandingkan dengan populasi masing-masing jenis kendaraan Apabila kit.i perhatikan tabeI 5, jum1ah kecelakaan jenis sepeda motor hanya 7/J3 % dari rata-rat.l populasi sepeda motor dari tahun 2003 sampai dengan '2J.XJJ, sedangkan mobil bus 9,74 % dari populasimobil bus, mobil beban 15 %dari populasimobil bebandanmobil penumpang 10,43 % dari populasi mobil penumpang, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah kecelakaan jenis sepeda motor relatif lebih rendah dibandingkan jum1ah popu1asinya Tabel 4. Persentase Kecelakaan Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis Kendaraan No 1. 2. 3. 4.
Jenis Kendaraan Mobil Penumpang (Car) Mobil Behan (Truck) Mobil Bus (Bus) Sepeda Motor (Motorcvle) Total ..
2003 24% 20% 8% 49% 100%
2004 21% 19% 6% 54% 100%
2005 22% 17% 6% 55% 100%
2006 15% 13% 4% 68% 100%
2007 15% 13% 4% 68% 100%
Rata2 19,2% 16,3% 5,6% 58,9% 100%
Sumber : Diolah dan Statistik Perhubungan Departemen Perhubungan
Tabel 5. Jumlah Kecelakaan Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis Kendaraan Per Jumlah Kendaraan Bermotor No
Jenis Kendaraan Mobil Penumpang (Carl) Mobil Behan (Truck) Mobil Bus (Bus) Sepeda Motor (MotorC11le)
1. 2. 3. 4.
2003 8,75 12,22 11,61 4,03
2004 8,06 11,43 8,20 4,91
2005 8,14 10,65 6,66
4,72
2006 13,81 18,73 10,76 13,56
2007 13,39 21,95 11,48 12,42
Rata2 10,43 15,00 9,74 7,93
Sumber : Diolah dari Statistik Perhubungan Departemen Perhubungan
5. Profil tingkat keselamatan menurut propinsi
Jumlah rata-rata per tahun setiap propinsi dari tahun 2003 sampai dengan '2J.XJ7 untuk kendaraan, kecelakaan lalu lintas, korban meninggal dunia, Iuka berat, Iuka ringan dan kerugian materi sebagaimana pada tabel 6 kurang layak digunakan sebagai indikator kinerja keselamatan lalu lintas tanpa membandingkan dengan jum1ah kendaraan dan kecelakaan pada setiap propinsi. Untuk itu kinerja kecelakaan lalu lintas per propinsi diukur dengan nilai relatif terhadap jum1ah kendaraan dan jum1ah kecelakaan untuk setiap propinsi sebagaimana pada tabel 7 gambar 3, 4, 5, 6 dan 7. c:
@
50
"'
"O
~ 0
g
40
30
ci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
---+
Propinsl
Gambar 3. Rata-rata Jumlah Kecelakaan Relatif Terhadap Jumlah Kendaraaan per Propinsi dari Tahun 2003 s.d 2007
1912
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
Tabel 6. Rata-rata Jumlah Kendaraan, Kecelakaan, Korban dan Kerugian Materi Per Propinsi dari Tahun 2003-2007 Provinsi
No 1. 2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
23. 24. 25. 26. 27.
28. 29. 30. 31. 32 33.
Nanggroe Aceh
Dar...;;;:;!;;.... Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung OKI Jakarta Jawa Barat JawaTengah D.I Yogyakarta JawaTimur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Irian Java Barat Rata-Rata
Kerugian Materi
Luka Rintran
Luka Berat
Kendar.tan Kec:elakaan Bermotor Lalulintas
Meninggal Dunia
740.254
762
267
395
585
1.132
1.944.764 599.455 992137 440.541 610.335 688.507 189.712 588.909 270.411 7.041.830 1.994.408 4.736.573 1.059.483 5.184.256 403.811 1.361.589 347.341 166.803 597.826 302542 667.332 768.479 233.970 498.019 610.293 114.907 64.049
2694 1.034 924 139 419 1.445 307 308 871 3.548 4.704 7.093 1.434 7.870 1.154 892 711 520 788 276 516 788 603 570 1.905 410 266
876 388 379 119 253 424 122 163 321 737 1.034 1.030 216 1.754 263 353 300 243 275 148 298 345 275 188 579 156 74
1.674 520 731 159 367 833
1.250 719 540 649 382 741 585 385 662 2.383 1.415 4.520 1.190 3.936
3.930 1.466 2367 392 780 2859 814 446 2425 7.814 4.388 5.897 864 5.004 1.188 1.045 666 938 1.280 864 832 2557 954 1.123 1.737 632 462
132700 1.011
139 139
40 34
137 197
-
-
430
221 590 2977 1.617 1.476 436 1.995 432 614 352 440 406 263 254 685 344 410
-
450 280 169
-
-
-
-
-
225.516 1.083.153
1.031 1.428
293 385
987 672
634
2279 624 692 848 500
401 694 523 726 660 494 612
331 494 1.254 355 1.002
-
73 248
2266 1.853
Somber : Diolah dari StatiStik Perhubungan BPS
ij
~.. ~
.Ill
8....
..t
90
80 70 60 50
«>
bl
30
0
10
s:: :l
t
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
-+
v
28 29 30 31 32 33
Proplnsi
Gambar 4. Rata-rata Jumlah Korban Meninggal Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan per Propinsi dari Tahun 2003 s.d 2007
1913
Tabel 7. Rata-rata Jumlah Kecelakaan Relatif Terhadap Jumlah Kendaraan Serta Korban dan Kerugian Materi Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan per Propinsi Tahun 2003-2007 Luka Kerugian Lakalin Meninggal LukaBerat Rata-rata Ringan Materi Propinsi perl0.000 perlOO PerlOO perlOO per10 Skor Kendaraan Kecelakaan Kecelakaan Kecelakaan Kecelakaan Tertimbane: 21 21 19 18 19 16 Nanggroe Aceh Darusalam 18 28 19 Sumatera Utara 17 18 18 16 21 21 Sumatera Barat 12 14 23 18 11 24 6 Riau 18 23 13 Kepulauan Riau 1 1 3 3 30 14 11 7 13 2 Jambi 26 15 26 Sumatera Selatan 21 19 9 10 2 6 5 10 11 Bengkulu 13 17 22 12 10 Lampung 28 5 10 20 4 15 15 Bangka Belitung 4 24 22 7 29 10 29 DKIJakarta 27 25 20 27 31 9 Jawa Barat 23 28 31 23 14 30 Jawa Tengah 24 17 29 28 16 31 D.I Yogyakarta 23 27 30 28 29 15 JawaTimur 18 24 26 25 7 26 Banten 19 23 14 12 3 27 Bali 14 27 24 14 9 11 Nusa Tenggara Barat 7 12 8 5 6 9 Nusa Tenggara Timur 16 18 22 12 17 18 Kalimantan Barat 12 2 7 4 6 24 Kalimantan Tengah 17 15 18 25 25 3 Kalimantan Selatan 13 1 8 15 22 8 Kalimantan Timur 11 17 16 20 8 7 Sulawesi Utara 17 10 13 9 19 19 Sulawesi Tengah 17 26 29 30 6 20 Sulawesi Selatan 10 20 11 16 13 3 Sulawesi Tenggara 12 14 5 17 2 23 Gorontalo Sulawesi Barat 19 31 4 4 22 20 Maluku 9 13 2 1 25 Maluku Utara Papua 11 8 30 24 5 1 IrianJava Barat
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
24. 25. 26. 27.
28. 29. 30. 31. 32. 33.
-
Sumber : Diolah dari Statistik Perhubungan BPS
60 40 0
~
lilp..
20 ()()
80
x:t
20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
-+ Propinsi
Gambar 5. Rata-rata Korban Luka Berat Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan Per Propinsi dari Tahun 2003 s.d '2iXYl
1914
Volume 20, Nomor 12. Tahun 2008
;J
.!S "".,"'
500 400
irl
:..: 0 0
300
........ .,p..
200
""2 0
100
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
__,. Propinsi
Gambar 6. Rata-rata Korban Luka Ringan Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan per Propinsi i:::
"' "' ~ ~
35 30 25
QJ
~
20
......
...
15
11.
10
0 0
QJ
~
0"'
t
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
__,. Propinsi
Gambar 7. Rata-rata Kerugian Materi Relatif Terhadap Jumlah Kecelakaan per Propinsi
Rata-rata kecelakaan lalu lintas untuk seluruh propinsi dari tahun 2003 sampai dengan 2007 adalah 18 kali kecelakaan per 10.000 kendaraan sebagaimana pada gambar 3. Rata-rata kecelakaan di beberapa propinsi lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh propinsi yaitu 10 propinsi mulai dari yang tertinggi Irian Jaya Barat 46, Gorontalo 41, Sulawesi Tenggara 36, Bangka Belitung 32, Nusa Tenggara Timur 31, Banten 29, Sulawesi Utara 26, Jawa Barat 24, Sumatera Selatan 21 dan Nusa Tenggara Barat 20. Diharapkan agar upaya pembangunan keselamatan transportasi jalan diprioritaskan mulai propinsi dengan tingkat kecelakaan tertinggi yaitu Irian Jaya Barat sampai ke Nusa Tenggara Barat. Rata-rata korban menir..ggal pada 10 propinsi tertinggi di atas rata-rata nasional sebesar 37 orang meninggal per 1.000 kecelakaan sebagaimana pada gambar 4 adalah Propinsi Kepulauan Riau 85, Jambi 60, Kalimantan Selatan 58, Kalimantan Tengah 54, Lampung 53, Nusa Tenggara Timur 47, Sulawesi Utara 46, Kalimantan Timur 44, Nusa tenggara Barat 42 dan Riau 41. Rata-rata korban Iuka berat pada 10 propinsi tertinggi diatas rata-rata nasional sebesar 68 orang Iuka berat per 1.000 kecelakaan sebagaimana pada gambar 5 adalah Propinsi Maluku Utara 142, Bengkulu 140, Kepulauan Riau 114, Maluku 99, Kalimantan Tengah 95, Irian Jaya Barat 96, Jambi 87, Kalimantan Timur 87, Nusa Tenggara Timur 85 dan
DKI Jakarta 84.
1915
Rata-rata Iuka ringan pada 10 propinsi tertinggi di atas rata-rata nasional 121 orang Iuka ringan per 1.(XX) kecelakaan sebagaimana pada gambar 6 adalah Propinsi Kepulauan Riau 466, Maluku Utara 356, Bali 256, Maluku 238, Gorontalo 230, Bengkulu 191, Kalimantan Tengah 181, Nusa Tenggara Timur 133, Kalimantan Tengah 127 dan Lampung 125. Rata-rata kerugian materi pada 10 propinsi tertinggi di atas rata-rata nasional sebesar Rp. 17 juta per 10 keceJakaan sebagaimana pada gambar 7 adalah Propinsi Kalimantan Timur Rp. 32 juta, Kalimantan Tengah Rp. 31 juta, Kepulauan Riau Rp. 28 juta, Bangka Belitung Rp. 28 juta, Bengkulu Rp. 'ZJ juta, Riau Rp. 26 Juta, DI
PENUTUP A. Kesimupaian Beberapa kesimpulan dari kajian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Indikator kinerja keselamatan transportasi jalansebaiknyamenggunakanindikator kinetja relatif seperti jumlah kecelakaan per jumlah kenderaan, jumlah meninggal per jum1ah kecelakaan, jumlah Iuka berat dan ringan per jumlah kecelakaan serta jumlah kerugian rnateri per jumlah kecelakaan;
1916
Volume 20, Nomor 1Z Tahun 2008
Tabel 8. Perhitungan Ranking Antar Propinsi Menurut Kinerja Keselamatan Transportasi Jalan
No
Propinsi
Bo bot Tertimbang Nanggroe Aceh 1. Darusalam 2. Surnalera Utara 3. Surnatera Baral 4. Riau 5. Kepulauan Riau 6. Jambi 7. Surnalera Selalan 8. Bengkulu 9. Lampung 10. Bangka Belitung 11. DK!Jakarla 12. Jawa Baral 13. Jawa Tengah 14. D.I Yogyakarta 15. JawaTimur 16. Banlen 17. Bali 18. Nusa Tenggara Baral Nusa Tenggara 19. Timur 20. Kalirnantan Baral 21. Kalirnanlan Tengah 22. Kalirnantan Selatan 23. Kalirnanlan Timur 24. Sulawesi Ulara 25. Sulawesi Tengah 26. Sulawesi Selatan 27. Sulawesi Tenggara 28. Gorontalo 29. Sulawesi Baral 30. Maluku 31. Maluku Utara 32. Papua 33. Irian Java Baral
Ranking Lakalin
Ranking Meninggal
Ranking Luka Berat
perl0.000 Kendaraan 0,4
perlOO Kecelakaan 0,3
PerlOO Kecelakaan 0,15
.Ranking Luka Ringan perlOO Kecelakaan 0,05
21 17 12 23 30 26 10 13 28 4 29 9 14 16 15 7 27
16 18 14 18 1 2 21 11 5 15 29 27 30 31
11
26 12 9
21 18 23 11 3 7 19 2 12 15 10 27 31 28 29 26 14 24
19 28 21 24 1 13 26 6 10 20 22 31 23 17 27 25 3 14
5 18 24 25 22 8 19 6 3 2
6 17 4 3 8 7 19 20 13 23
9 22 6 25 8 20 13 30 16 17
8 12 7 18 15 16 9 29
-
-
20
22
-
25
4 1
1
24
-
28
-
Rangking Ke~gian
Rata-Rata
Materi perlO Kecelakaan 0,1
Skor Tertimbang
Rangking Propinsi
24
4 7 25 28 29 30 24 23 27
19 18 16 18 13 14 15 10 17 10 24 20 23 24 23 18 19 14
5
12 16 2 15 1 17 10 26 20 14
7 18 12 17 13 11 17 17 10 12
-
-
4 2
19 9
26 2
-
-
31 13
5
30
8
11
7
11
-
18 19 21 6 3 11 9 5 22
-
-
-
20
15 21 10 12 14 3 16 4 30 27 28 31 29 22
25 13 1 23 8 17 11 6 18 19 5 9
-
Sumber : D1olah dan Stat1st1k Perhubungan BI'S Catatan : Semakin tinggi rangking
semakin baik kinerja keselamatan transportasi jalannya
Berdasarkan indikator kinetja relatif dari tahun 2003-2007, rata-rata pertambahan jurnlah kecelakaan per jumlah kendaraan masih cukup tinggi, rata-rata pertambahan jurnlah korban meninggal dan Iuka berat cukup rendah sementara rata-rata pertambahan korban Iuka ringan dan kerugian materi masih tinggi di atas 20 %; 3. Pertambahan kecelakaan transportasi jalart ke depan perlu diturunkan mirUmal secara linier; l. Korban kecelakaan didorninasi usia produktif antara 2€r50 tahun sebesar 65 %; ). Jumlah sepeda motor terlibat dalam kecelakaan cukup besar 58,9 %, namun bila dibandingkan dengan populasinya maka yang terlibat dalam kecelakaan sepeda motor hanya sekitar 8 % lebih rendah dibandingkan dengan bus 9,7 %, mobil beban 15 % dan mobil penumpang 10,4 %;
5. Sepuluh propinsi dengan kinetja keselamatan transportasi jalan paling rendah adalah mulai dari Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Bengkulu, Bangka Belitung, Sulawesi
1917
Tenggara, Sulawesi Utara, Irian Jaya Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo dan Kepulauan Riau.
A. Saran Beberapa saran penting dalam kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Sistem informasi dan akurasi data tentang keselamatan transportasi jalan perlu ditingkatkan; 2. · Kampanye atau penyuluhan tentang keselamatan transportasi jalan perlu ditingkatkan terutama disiplin berlalu lintas dan penggunaan fasilitas keselamatan seperti fiellt belt, helm dan jaket untuk mengurangi kecelakaan dan korban meninggal/luka berat; 3. Prioritas pembangunanfasilitas keselamatan transportasi jalan dan sumber daya manusia pengemudi diprioritaskan pada 10 (sepuluh) propinsi dengan kinerja keselamatan terendah; 4. perlu dilakukan kajian rind mengenai kerugian nasional dan keluarga akibat korban meninggal dan Iuka berat dalam kecelakaan transportasi jalan. DAFfAR PUST AKA Badan Pusat Statistik, Statistik Perhubungan. Penerbit Badan Pusat Statistik, 2004, 2005,
2006, 2007, 2008. Departemen Perhubungan, Sistem Transpvrtasi Nasional (Sistranas), Penerbit Departemen Perhubungan, 2005. Departemen Perhubungan, StatistikPerhubungan2007, Penerbit Departemen Perhubungan,
2008. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Cetak BiruKeselamatan Transpvrtasi ]alan, Penerbit Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2008. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Rencana Umum Keselamatan Transportasi ]alan di Indonesia 2008-2012, Penerbit Direktorat Keselamatan Transportasi Darat, 2008. European Transport Safety Council, Transport Safety Performance Indicators, Penerbit European Transport Safety Council, 2001. Kuncoro Haryo, DR, S.E, MSi, StatistikDeskriptifuntukManajer, PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008. World Health Organization, Preventing Road Traffic Injury, WHO Regional Office for Europe, 2004. ..,
Lahir di Tapanuli, 27Maret1952, S1 Teknik Jndushi USU, Medan, S2 Transportasi ITB, Perleliti
Madya
1918
Volume 20, Nomor 12,. Tahun 2008
PEDOMAN BAGI PENULIS DALAMWARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Judul: diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halaman pertama 11 kata. Judul mencerminkan inti tulisan. '·' Nama penulis : nama lengkap diketik di bawah judul dengan tanda asterik *) diikuti dengan biodata penulis antara lain tempat, tanggal lahir, pendidikan terakhir, dan alamat kantor diketik di bawah daftar pustaka. Abstrak: dalam bahasa Indonesia atau Inggris, diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi, memuat ringkasan lengkap isi tulisan, maksimum 5% tulisan atau 250 kata. '· Katakunci: 2-5 kata. '· Kerangka tu1isan : tulisan basil riset tersusun menurut urutan sebagai berikut persentase bagian-bagiannya: a. Pendahuluan 40% b. Bahan/ cara/ metode / teori / hipotesa 40% (a+b) c. Hasil dan pembahasan 50% d . Simpulan dan saran e. Ucapan terima kasih (bila ada untuk sponsor, pembimbing, asisten. dsb). f. Daftar pustaka. Pengutipan: a . Bilaseorang (Edwards, 2005) b. Bila 2 orang (Edwards & Suhardjono, 2(05) c. Hila 3 orang atau lebih (Edwards, et al., 2005) Penulisan daftar pustaka disusun berdasarkan Alpabet a . Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam jumal, seperti contoh : Edwards, JD, 155. Transportation Planning Handbook, Jurnal Transportasi Darat 3 (2) : 60-75. b. Bila pustaka yang dirujuk berupa buku, seperti contoh : Florian, Michael, 1984. Transportation Planning Models, Newyork, Elsevier Science Publishing Company, Inc. c. Bila pustaka yang dirujuk berupa bunga rampai, seperti contoh : Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen (Supranto, J, MA) Jakarta, Rineka Cipta, Hal. 56-57. d. Bila pustaka yang dirujuk terdapat dalam prosiding, seperti contoh: Edwards, J. D. Transportation Planning Handbook. Proceeding Seminar Nasional Peningkatan Perkeretaapian di Sumatera Bagian Selatan, Palembang, 12 April 2006. Masyaraka Kereta Api Indonsia. e. Bila pustaka yang dirujuk berupa media massa, seperti contoh : Tresna P. Soemardi, Dr., Ir., SE., MS., 1997. Kendala Pengembangan Operasional dan Keuangan Penerbangan Nasional, Trans Media. Volume Il No. 4, Hal. 18-20. f. Bila pustaka yang dirujuk berupa website, seperti contoh: John A Cracknell, Traffic and Transport Consultant, 2000. Experience in Urban Traffic Management and Demand Management in Developing Countries, 27 October 2000. wunv.worldbank.org g. Bila pustaka yang dirujuk berupa lembaga instansi, seperti contoh : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2005. Pedoman Akademik Pascasarjana Dalam Negeri. Jakarta, Biro Organisasi dan Kepegawaian. h. Bila pustaka yang dirujuk berupa makalah dalam pertemuan ilmiah yang belum diterbitkan, seperti contoh: Martono, S. 1994. Perlindungan Hak-hak Konsumen Jasa Perhubungan Udara, Worshop, Jakarta, 22-24 April. i. Bila pustaka yang dirujuk berupa skripsi tesis I disertasi seperti contoh: Jasuli, 2004. Pengembangan Transportasi Kereta Api di Pulau Sumatera. (Skripsi) Fakultas Teknik, Institut Teknologi Bandung. j. Bila pustaka yang dirujuk berupa dokumen paten seperti contoh: Sukawati, T.R. 1995. Landasan putar bebas hambatan. Paten Indonesia No. 10/0 000 114. k. Bila pustaka yang dirujuk berupa laporan penelitian seperti contoh : Imbang Dananjaja, Nanang A. & Deddy A., 1995. Pengkajian Optimalisasi dan Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan Panjang Menggunakan Model Dinarnis Powersim. (Laporan Penelitian) Puslitbang Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan. I. Kelengkapan tulisan, tabel, grafik, dan kelengkapan lain disiapkan dalam media yang dapat died.it. Foto : hitamputih aslinya, kecuali bila wama menentukan arti. Format rulisan : 5-15 halaman yang diketik dengan menggunakan MS World (tidak termasuk daftar pustaka dan lampiran), pada kertas ukuran A4, dengan font Book Antiqua 12, spasi 1,5. Batas atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan tepi kanan 2,5 cm. Redaksi: editor/penyuting mempunyai kewenangan mengatur pelaksanaan penerbitan sesuai format Warta
Penelitian Perhubungan