~
I\1~
~-":;~~aD
KMP GURITA dibangun di Jepang pada tahun 1970 dengan kapasitas 460 DWT memiliki panjang 31, 1. M lwbar 7,82 M, kecepatan 9 knots, daya angkut 14 kendaraan roda empat, kapasitas penumpang 225 seat, daya angkut kapal sebesar 73 ton barang. Pada tanggal 19 Januari 1996 sekitar pukul 21.00 WIB KMP GURITA mengalami musibah kecelakaan yang merenggut korban jiwa dan harta benda yaog tidak sedikit. Musibah kecelakaan tersebut menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan saling tuding, siapa yang bertanggung jawab dalam musibah kecelakaan ini. Laode Masykur, akan menguraikan "Kajian Tentang Tenggelamnya KMP GURITA Pada Tanggal19 Januari 1996 di Lintas Penyeberangan Malahayati - Balohan Propinsi 0.1. Aceh". PT. Angkasa Pura I dan II, masing-masing mengelola 9 bandar udara, kemudian sisanya sebanyak 11 0 buah Bandara masih dikelota oleh direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Kinerja bandara sang at penting diketahui sebagai salah satu aspek kinerja dari keseluruhan sistem transportasi udata. PT. Angkasa Pura I dan II diperkirakan memegang pangsa yang sangat besar, sehingga dengan mengetahui pangsa tersebut salah satu aspek kinerja dari sistem transportasi nasional yaitu bandara dapat diperkirakan. ldjon Sudjono, akan memaparkan dalam judul "Pangsa Lalu Lintas Pergerakan Pesawat Penumpang Dan Barang PT. Angkasa Pura I dan II".
I·
~
n·. "--
Prosentase bangkitan pe~alanan Stasiun Bandung sebesar 28,880% dan di Stasiun Gambir sebesar 37,81 0%, tentang gambaran secara total prosentase distribusi perjalanan ke daerah DKI Jakarta (sekitarnya) maupun ke daerah Bandung (sekitamya) berbeda dalam besarnya prosentase dari maksud perjalanannya. Untuk perjalanan ke daerah DKI Jakarta (sekitarnya) sebagian besar (33%) dengan maksud berkunjung ke famili, sedangkan para
II
~
0
s
Warta
PENELITIAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
StJSUNAN.PENGURUS WART A PENELITIAN PERHUBUNGAN Pellndung : Sekretaris Jenderal Deparfemen Perhubungan Kepala Badan LITBANG Perhubungan Penasehat : &Netaris Badan LITBANG P~ Kapuslitbang Perhubungan Darat Kapuslitbang Perhubungan Laut Kapuslitbang Perhubungan Udara Kapus Data dan lnformasi Drs. Safril Jas (LIPI) DR. Djoko Suhadi (Set. Badan LITBANG Perhubungan) Pemimpin Umum : lr. Tjuk Sukardiman · Pemimpln Redaksl : Drs.Darmawan Tas'an Redaktur Pelaksana: Rusnamiar Madjid SH. Wakil Redaktur Pelaksana : Ora. Nurdjanah Marhum Djauhari S.H . Anggota Dewan Redaksl : lr Panal S1tatus lr. Tony HB Ongko SE MESc Ora Amala Nut~a•da Ors M Nut Nasu~on MSTr
Oed Oarmawan Ora. Tabll Mary Jh
Drs. 8 Marpavnq
Purnomo SH It Maryam lr Hasan Sahm Basn
Noor Ridlo SH . lr Soemanto Ora Nan.k Sal awah Drs M N Nutra:;;d
Drs A:;mun«J
Tata Usaha: Anastasia Sunarti Ratna Herawati Disain dan Tata Muka: PT. PRO GRAPHIC STUDIO Warta Penelitian ini menerima sumbangan berupa karya b.Jiislinformasi baik mengenai rlm\J pengetahuan dan . teknologi maupun informasi tentang kegiatan ilmiah lain yang berkaitan dengan transportasi. Yang dimuat akan dberi honorarium. Redaksi berhak me·ngadakan pe· rubahan atas b.Jiisan yang masuk sepanjang ti_ dak me· - ngubah isi. Memuat suatu tuJisan tidak berarti Badan UTBANG Perhvbungan/Redaksi setuju akan isinya. BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
"Ji
WART A PENELITIAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN NO. 1 TAHUN VITI APRil- 1996 NO. 2 TAHUN Vll I MEl 1996 NO. 3 TAHUN VIII JUNI 1996 NO. 4 TAHUN VITI JULI 1996 NO. 5 TAHUN VITI AGUSTUS 1996 NO. 6 TAHUN VITI SEPTEMBER 1996 NO. 7 TAHUN VIII OKTOBER 1996 NO. 8 TAHUN VITI NOPEMBER 1996 NO. 9 TAHUN VIII DESEMBER 1996 NO. 10 TAHUN VITI JANUARI 1997 NO. 11 TAHUN VIII PEBRUARI 1997 . NO. 12 TAHUN VITI MARET 1997
EDISI KHUSUS
NO. 1 TAHUN VITI JUNI 1996 NO. 2 TAHUN VIII DESEMBER 1996
KMP GURITA dibangun di Jepang pada tahun 1970 dengan kapasitas 460 DWT memiliki panjang 31, l M lwbar 7,82 M, kecepatan 9 knots, daya angkut 14 kendaraan roda empat, kapasitas penumpang 225 seat, daya angkut kapal sebesar 73 ton barang. Pada tanggal 19 Januari 1996 sekitar pukul 21.00 WIB KMP GURITA mengalami musibah kecelakaan yang merenggut korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Musibah kecelakaan tersebut menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan saling tuding, siapa yang bertanggung jawab dalam musibah kecelakaan ini. Laode Masykur, akan menguraikan .. Kajian Tentang Tenggelamnya KMP GURITA Pada Tanggal19 Januari 1996 di Lintas Penyeberangan Malahayati • Halohan Propinsi D.l. Aceh". PT. Angkasa Pura I dan II, masing-masing mengelola 9 bandar udara, kemudian sisanya sebanyak 11 0 buah Bandara masih dikelola oleh direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Kine~a bandara sang at penting diketahui sebagai salah satu aspek kinerja dari keseluruhan sistem transportasi udata. PT. Angkasa Pura I dan II diperkirakan memegang pangsa yang sangat besar, sehingga dengan mengetahui pang sa·tersebut salah satu aspek kinerja dari sistem transportasi nasional yaitu bandara dapat diperkirakan. ldjon Sudjono, akan memaparkan dalam judul "Pangsa Lalu Lintas Pergerakan Pesawat Penumpang Dan Barang PT. Angkasa Pura I dan w•. Prosentase bangkitan pe~alanan Stasiun Bandung sebesar 28,880% dan di Stasiun Gambir sebesar 37,81 0%, ·tentang gambaran secara total prosentase distribusi perjalanan ke daerah DKI Jakarta (sekitarnya) maupun ke daerah Bandung (sekitamya) berbeda dalam besarnya prosentase dari maksud perjalanannya. Untuk perjalanan ke daerah DKJ Jakarta (sekitarnya) sebagian besar (33%) dengan maksud berkunjung ke famili, sedangkan para
II
~
!l&
Warta
PENELITIAN D!PARTDIEN P!lUIUBUNGAN
SUSUNAN.PENGURUS WART A PENELITIAN PERHUBUNGAN Pellndung : Sekretaris Jenderal Deparfemeri . Perhubungan Kepala Badan LITBANG Perhubungan Penasehat : Sekretaris Badan UTBANG P9tl.bnjan Kapuslitbang Perhubungan Oarat Kapuslitbang Perhubungan Laut Kapuslitbang Perhubungan Udara Kapus Data dan lnformasi Drs. Safril Jas (LIP I) · DR. Ojoko Suhadi (Set. Badan LITBANG Perhubungan) Pemimpin Umum : lr. Tjuk Sukardiman · Pemlmpin Redaksl : Drs.Oarmawan Tas'an Redaktur Pelaksana: Ausnamiar Madjid SH. Wakil Redaktur Pelaksana : Ora. Nurdjanah Marhum Djauhari S.H. Anggota Dewan Redaksl : lr. Panal Sttorus lr. Tony HB Ongllo SE. MESc Ora Amala Nurhada Drs t.A Nur Nasu,on MSTr O.OOarm-an Ora. Ta•k M.aryc11l Drs. B. Marpaung Drs ~mun~
Purnomo SH. lr Maryam lr Hasan Sahm Basn Noor ~idlo SH. lr So.marito Ora Nank Salawah Ors M N N11rasjd
Tata Usaha: Anastasia Sunarti Aatna Herawati >
'
Oisain dari Tata Muka: PT. PRO GRAPHIC STUDIO Warta Penelitian ini menerima sumbangan b8rupa kaiya ~lislinformasi baik mengtmth 1lrnu pengetahuan dan ' teknologi maupun informasi. tentang kegiatan ami:lh lain yang .berkaitan dengan transpOOasi. Yang dimuat akan dberi honorari1,1m. Redaksi berhak me-~n pe· rOOahan atas lulisan yang mastik sepanjang ~k me· - ngubah isi. Merooat sualu luJisan tidak berarti Badan UTBANG Perhubungan/Redaksi setuju aJcan isinya.
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
'
/
-
penumpang yang akan melakukan pe~alanan raikan •studi Pengembangan Darmaga Pelake daerah Bandung (dan sekitamya) sebagian buhan Banten Dalam Rangka Menunjang besar (35%) de-ngan maksud pe~alanan ke Kegiatan Bongkar Muat Barang Di Propinsi tempat dinas dan mengenai frekuensi pe~ala Jawa Barat'. nan sama yaitu frekuensi pe~alanan yang ber- Patak Duga (Benchmariking) mulai muncul sifat kadang-kadang (tidak rutin). pada awal 1980, baru pada tahun 1990 mulai Dari analisis ini diharapkan dapat dikem- populer sebagai alat meningkatkan kine~a pebangkan strategi Perumka di dalam memberi- rusahaan. Patak Ouga (Benchmarking) adalah kan pelayanan khusus pada kereta api konsep penetapan tujuan berlandaskan pada Parahiyangan. Mulyahadi dan Setio Boedi pengetahuan tentang apa yang telah dicapai Arianto, akan memaparkan dalam tulisan oleh pihak lain yaitu pesaing eksternal dan "Evaluasi Pelayanan Angkutan Kereta Api pesaing internal. Secara implisit patok duga Parahiyangan". konsep dimana tujuan yang dirumuskan harus Salah satu penyelenggaraan transportasi laut dapat dicapai, karena hal ini telah dicapai oleh untuk memacu pertumbuhan ekonomi teru- orang lain. tama bagi daerah terpencil dan terbelakang Tujuan utama patok duga (Benchmarking) adalah menggunakan angkutan laut perintis. · adalah untuk menemukan kunci atau rahasia Angkutan peri ntis beroperasi sejak tahun 197 4 sukses dari perusahaan pesaing yang paling hingga sekarang ini. Oalam penyelenggaraan unggul diterapkan. Untuk lebih jelasnya M.N. angkutan laut peri ntis tanpa memperhitungkan Nasution akan memaparkan dengan jelas desegi komersial, namun bersifat menumbuhkan ngan judui"Patok Duga (Benchmarking) Unsuatu daerah untuk berkembang, sejak tahun tuk Meningkatkan Kualitas Transportasi 1974/1975 hingga tahun 1996/1996 sudah Udara". banyak penggunaan dana subsidi perintis un- Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu tuk pelayanan angkutan laut perintis, namun propinsi di Indonesia yang daerahnya terdiri secara rinci setiap rute dan ruas pelayanan dari pulau-pulau dan laut, diantaranya adalah belum diketahui apakah subsidi yang diberikan pulau Sumba, Pulau Flores dan Pulau Timor, mendapatkan produksi yang optimal sehingga serta masih banyak pulau-pulau yanq relatif dapat menunjang pertumbuhan daerah. Pau- kecil. lus Raga, akan menguraikan masalah ini de- Dengan kondisi topografi yang sulit bagi ngan judul tulisan "Kajian Pengoperasian pengembangan angkutan jalan darat, maka Kapal Perintis". transportasi melalui penyeberangan mempunPelabuhan Banten terletak sangat strategis yai peranan yang berbarti guna meningkatkan yaitu di Selat Sunda Pantai barat Propinsi Jawa ekonomi daerah Nusa Tenggara Timur. Ari Barat. Kontribusi sektor transportasi terhadap Susetyadi akan menguraikan dalam tulisan PDRB mengalami peningkatan sebesar 6,04% "Peranan Transportasi Penyebe~angan per tahun, kunjungan kapal juga mengalami Dalam Meningkatkan Ekonomi Daerah di peningkatan sebesar 7,99%, Vo-lume bongkar Propinsi Nusa Tenggara Timor". muat barang mengalami kenaikan sebesar 8,19% Berth Occupancy Ratio (BOR) tahun 1999 sebesar 125%, Berth Trought Put (BTP) tahun 1999 sebesar 34.839 ton/llV'tahun. Dari perkembangan tersebut Sunarto, Cs menguBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
ANALISIS PERMASALAHAN PENGGANTIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) MENJADIBAHAN BAKAR GAS (BBG) UNTUK ANGKUTAN UMUM 01 JAKARTA AMIN SUWARTO
rn
ABSTRAKSI
ari berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa konsultan menunjukkBn bahwa pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di ruas-ruas jB/an di Jakarta telah melampaui ambang batas. Berdasarkan ana/isis /aboratorium komponen pencemar udara yang telah meJampaui ambang batas tersebut antara Jain Nitrogen Oksida (NOx) dan debu. Penelitian terakhir yang dilakukan o/eh Konsultan Jepang (Japan Transport Cooperation Association) pada bulan Oktober 1994 menyimpulkan bahwa pencemaran udara Bkibat gBS buang kendaraan OK/ Jakarta tet8p berlangsung, karena tidak Bdanya sanksi terhadap pelanggaran baku mutu errisi yng telah ditetapkan oleh Gubemur OKJ Jakarta.
Untuk menguji kebenaran pernyataan konsu/tan JTCA, Fakultas Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia te/ah melakukan penelitian diberbagai Rumah Sakit yang intinya sebagai berikut; setiap 1000 orang penduduk OK/ Jakarta yang berobat ke Rumah Sakit, 7 orang ada/ah menderita sakit akibat gas buang kendaraan bermotor. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa untuk 400.000 orang OK/ Jakarta yang meningga/ setiap tahun, 600 orang ada/ah disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Oari kondisi ini
II
mllka Pemerintah OKJ Jakarta bertekad untuk me/akukan peii(JfHidalian pencemaran udara melalui Program Udara Bersih (Prodasih). Ada beberapa cara untuk mengatasi pencemaran udara tetapi sa/ah satu cara yang paling tepat saat ini ada/ah penggantian Bahan bakar Minyak menjadi Bahan bakar Gas (BBG). Tetapi untuk pelaksanaanya menghadapi kendala antara lain sulitnya /ahan untuk SPBG, kurangnya bengkel SPBG, tingginya tarif listrik. serta pajak pomp11 gas. Hal ini perlu diana/isis agar d8p8t memberik11n masukan sebagai 11/tematif untuk pengambilan keputusan, dalam pengendalian pencemaran udara di Jakarta.
I. PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan di kota Jakarta mendorong terjadinya perpindahan penduduk dari desadesa daerah sekitamya untuk mencari pekerjaan yang Jebih layak di lbukota. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan mendorong timbulnya pemukiman-pemukiman baru di daerah penyangga seperti Bogor, Tangerang dan Bekasi. Jumlah penduduk di wilayah Jabotabek pada saat ini mencapai ± 21 juta orang yang terdiri atas ± 9 juta di DKI Jakarta dan ± 12 juta dari daerah penyangga. Untuk memenuhi kebutuhan mobilitas penduduknya ke temp at kerja, perdagangan, rekreasi dan sebagainya, diperlukan pembangunan prasarana dan sarana transportasi yang mampu memberikan pelayanan secara cepat, tepat, aman, nyaman dan terjangkau oleh daya beli mereka. Sementara ini penyediaan transportasi massal dengan kereta api baru mampu mengangkut ± 4 % dari kebutuhan, sehingga sisanya diserahkan kepada angkutan bus kota, angkutan umum lainnya dan kendaraan pribadi. Karena pertumbuhan jumlah kendaraan (± 10%) dan pertumbuhan panjang jalan (± 2%) tidak sebanding, maka pada jam-jam sibuk yaitu pada saat pagi dan sore hari kemacetan lalu lintas tidak dapat dihindarkan. Pada saat terjadinya kemacetan lalu lintas ini, maka terjadi pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor. Bahan pencemaran yang dikeluarkan langsung melalui cerobong gas buang (knalpot) antara lain karbon monoksida (CO ), sulfur dioksida (SOz), oksida nitrogen (NOx) hidro karbon (HC) dan partikel-partikel yang terdiri dari asap, abu BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGANPERHUBUNGAN
I
melayang, timbal (Pb), serta campuran gas dan partikel yang dioksidasi oleh m~ari. Semua unsur-unsur pencemaran tnebut dapat menimbulkan gangguan kepada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa instansi seperti BAPEDAL dan Kantor Pengkajian Perkotaan dan lingkungan (KP2l) DKI Jakarta dalam rangka Program langit biru; Ditjen Perhubungan darat dan lembaga Pengabdian Masyarakat lnstitut Teknologi Bandung serta Japan Transport Cooperation Association (JTCA) menunjukkan bahwa pada lokasi-lokasi yang terjadi kemacetan lalu lintas telah terjadi pencemaran udara yang cukup serius, karena beberapa unsur pencemaran seperti NOx. Pb dan CO telah melampaui ambang batas. Untuk mengatasi hal ini ada beberapa cara, antara lain : - Penggantian Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi bahan bakar Gas (BBG); - Pemasangan Catalytic Converter; Pengujian kendaraan bermotor secara berkala; - Perawatan kendaraan bermotorsecara baik dan benar - Pemanfaatan teknologi otomotif yang rendah polusi. Dari kelima cara tersebut yang paling tepat dilaksanakan di DKI Jakarta saat ini adalah penggantian BBM menjadi BBG. Oleh karena itu, Pemerintah DKI Jakarta telah berupaya untuk melaksanakan penggantian BBM menjadi BBG khusus angkutan umum bus kota pada tahun 1996. Oleh karena itu untuk menunjang kelancaran pelaksanaan penggantian BBM menjadi BBG ini, perlu dilakukan penelitian guna melakukan analisis permasalahan dari program penggantian BBM menjadi BBG untuk angkutan umum di DKI Jakarta.
nya urbanisasi. Proses ini bertanjut dari waktu ke waktu sehingga sebagian besar kegiatan dan mobilitas penduduk akan terkonsentrasi di daerah perkotaan. Karena tingginya mobilitas penduduk maka membutuhkan sarana transportasi ke tempat kerja. Dengan berbaumya kendaraan pribadi dan angkutan umum dalarn satu lajur dan jumlah kendaraan yang cukup besar maka akan menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas ini bukan hanya menimbulkan pemborosan bahan bakar, waktu dan biaya akan tetapi juga menimbulkan pencemaran udara yang berdampak negatif terhadap r,nanusia dan lingkungan. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta selama 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1 : lABEL 1
.......
PERKEMBANGAN JUMLAH· K£~~ BERMO-
.....
TOR 01 DKI JAKARTA PER lODE TAHUfJ 1990 SID 1995
sumber : Ditlantas POLRI *) Perldrun kenaikan 10% pada tahun 1995.
Dari tabel1 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun semakin meningkat rata-rata 10%, bahkan dari tahun 1993 ke tahun 1994 kenaikan inencapai 30%. berdasarkan laporan Organda DKI Jakarta pada bulan juni 1995, maka komposisi jumlah armada angkutan di DKI Jakarta terlihat pada tabel 2 :
II. KONDISilALU LINTAS Dl DKJ JAKARTA TABEL2
-
Perkembangan kota Jakarta dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini terjadi sebagai akibat terkonsentrasinya perkembangan kawasan perdagangan, perkantoran dan perindustrian di wilayah Jakarta dan sekitamya. Di samping itu juga disebabkan oleh semakin meningkatnya pembangunan yang merangsang timbulBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
Pengukuran 2 (sore hari) NO. LOKASI JALAN
TABEL3 PANJANG JALAN Dl DKI JAKARTA ~ILAYAH
NO. 1.
2. 3. 4. 5.
JakartJ 1\iul JakartJ ltua JaurtJ brat
-
Ja~S.Iaw
Jakana r....
JUMLAH (BUAH) 3171 2.181 3.197 3.114 3.385
11.356
PANJANG JALAN(Km) 751.961.19 134.89Z.SD 1.&83.512.10 1.«9.946,03 1112.111,11 1.1&7.3Z7.13
Sumber : OPU OKI Jakarta
Panjang jalan di DKI Jakarta peningkatannya h~tnya 2% per tahun yang pada sa at ini 6.067.327,3 m, jauh tidak sebanding jika dibandingkan dengan pertambahan jumlah kendaraan, maka kemacetan terjadi dimana-mana. Pada saat terjadi kemacetan ini maka terjadi pula pencemaran udara. Pencemaran udara ini dipengaruhi oleh jenis bah an bakar yang dipakai, kondisi dan umum operasi kendaraan. Ill. HASIL PENGUKURAN UDARA Dl DKI JAKARTA Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BAPEDAL dengan KP2l DKI Jakarta dalam program langit biru menunjukkan bahwa kepadatan lalu lintas memiliki korelasi dengan terjadinya pencemaran. Untuk memudahkan dibawah ini dikutip hasil pengukuran lalu lintas dan pencemaran udara terlihat pada tabel4:
1. 2. 3. 4. 5.
Jl..IIIII. SllliriM JI.Caltl SMit .I.S.Mal Umutlaya Jl.tau~luu
ROD~ EM· PAT(ICEND. PER JAM) 11.751 13.415 11.541 5.411 983
RODADUA TOTAL IKEND.PER IKEND. PER JAM) JAM) 1.145 12.151 15.&17 11.540 1.17~ 3.597 Ul4 1.480 417
[-,J'
I..
Sumber : Hasil penelitian BAPEOAL dengan KP2l OKI Jakarta bulan Oesember 1991 - Januari 1992.
Menyadari jumlah kendaraan yang beroperasi di OKI Jakarta ini, menurut letkol (pol) Drs. logan Siagian, Kasatlitbang POLDA Metro Jaya, menjelaskan bahwa lalu lintas akan lancar jika jumlah kendaraan melalui jalan-jalan yang diambil sample kepadatannya sebagai berikut : a) Jl. Jend. Sudirman 1.200/jam; b) Jl. Gatot Subroto 1.500/jam; 900/jam; c) Jl. S. Parman 900/jam; d) Jl. Kramat Raya e) Jl. Casablanca 600/jam. Jika asumsi ini dikaitkan dengan hasil penelitian BAPEDAL, maka kepadatannya rata-rata 10 kali lipat. Selanjutnya dari sample udara yang diambil kemudian dianalisis melalui laboratorium hasilnya terlihat pada tabel 5 : lABELS
TABEL4 KEPADATAN LALU LINT AS 01 DKI JAKARTA
1.
z.
Catatan: Standard= Kualitas udara ambien, ") = Melebihi am bang batas Sumber : Hasil penelitian BAPEOAL dengan KP2l OKI Jakarta bulan Oesember 1991 - Februari 1992.
3.
5.
II
Dari hasil analisis laboratorium ini menunjukkan BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
adanya korelasi pada ruas-ruas jalan yang padat lalu pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) yaitu di lintasnya telah terjadi pencemaran udara, terutama Pulo Gadung dan di Ujung Menteng. Sesuai Kepmenhub No.63 Tahun 1994, ditetapkan bahwa untuk parameter NOx dan debu. selanjutnya berdasetiap Daerah Tingkat II yang memiliki kendasarkan penelitian yang di[akukan oleh Japan Transport Corporation association dengan mengamb~ sample di raan lebih dari 4000 unit maka harus ada PKB tetap. Di Jakarta saat ini terdapat 2.834.545 Jl. Gatot Subroto (depan SR. Harapan Kita), Jl. Jend. Sudinnan, Jl. Pondok lndah dan Jl. Raya By Pass buah kendaraan, sehingga sekurang-kurangnya harus ada 7 PKB. Oari kondsi ini maka tidak moogmenunjukkan pencemaran udara di Jakarta sudah kin dapat dilaksanakan pengujian secara baik. sangat serius sehingga pertu dilanjutkan dengan penelitian kesehatan kepada para pengemudi, c. Pemanfaatan Tehnologi Otomotif yang of'endah petugas lalu lintas dan para pengguna jasa. polusi, seperti : kendaraan tenaga surya, kendaraan 16 katup dsb. Hasil analisis laboratorium disimulasikan dengan . Untuk kendaraan tenaga surya masih dalam komputer memperoleh gambaran kondisi kualitas penelitian sedangkan kendaraan 16 katup hanya udara Jakarta yang sudah tercemar sebagaimana dapat diaksanakan untuk kendaraan baru. gambar tertampir (lampiran 1). Oleh karena itu pertu ada usaha pengendalian pencemaran udara. salah d. Penggantian BBM menjadi BBG satu cara untuk mengatasi hal ini yang paling tepat Dari ketiga cara tersebut agaknya sulit dapat yaitu diciptakan sistem angkutan umum massal dendilakukan secara tepat karena masih banyak gan membangun kereta api bawah tanah (subway) kendala yang dihadapi. Salah satu cara yang yang mem~iki daya angkut massal ± 3000 orang paling mungkin dilaksanakan yaitu penggantian sekali angkut. BBM menjadi BBG, karena di Indonesia memiliki Dengan subway maka komposisi angkutan akan cukup banyak persediaan BBG yang belum diberpindah dari bus kota ke kereta api. Tetapi program manfaatkan. ini baru akan selesai tahun 2001 dao baru lintas Blok M- Kota, sehingga dipertukan kebijaksanaan di bidang V. PERKEMBANGAN PENGGANTIAN BBM MEN· transportasi untuk pengendalian pencemaran udara JADIBBG secara dini.
IV. CARA MENGENDALIKAN PENCEMARAN UDARA Untuk mengatasi pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor beberapa altematif antara · lain: a. Pemasangan Catalytic Converter Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan khususnya catalytic converter adalah : 1) Ben sin yang diproduksi Pertamina saat ini masih mengandung timah hitam (Pb) sehingga diperkirakan dalam jarak kendaraan 100 Km katalisnya akan rusak. 2)Di Indonesia belum ada industri catalyc converter, sehingga untuk kepertuan ini harus di import, ini berarti harganya relatif mahal. b. Pengujian kendaraan bermotor secara berkala (enam bulan sekali) Pada saat ini di Jakarta hanya memiliki 2 (dua) BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Menyadari bahayanya pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan masyarakat, maka pemerintah DKI Jakarta menetapkan program penggantian BBM menjadi BBG secara bertahap. BBG adalah gas bumi yang telah dimumikan dan aman, bersih, murah dan dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. agar setiap kendaraan dapat membawa gas sebanyak mungkin maka BBG dimasukkan di dalam tangki dengan menempatkan sekitar 200 baar dan masih berbentuk gas. Setiap kendaraan yang akan memakai BBG harus dipasang peralatan tambahan yang disebut Conversion Kit. Harga jual BBG saat ini adalah Rp. 275,-/liter setara premium (Lsp). Jika dibandingkan dengan premium : Rp. 700,-/liter dan solar Rp. 320/liter maka BBG cukup murah. Sedangkan harga conversion Kit saat ini Rp. 2.300.000,-. Perkembangan jumlah kendaraan yang memakai bah an bakar gas dipengaruhi oleh tersedianya Stasiun Pompa Bahan bakar Gas (SPBG), fasilitas bengkel
•
pemasangan Conversion Kit dan persediaan BBG. a. Jumlah Kendaraan Yang Menggunakan BBG di DKI Jakarta Pada tahun 1993 teriilat pada tebel 6 :
lABEL&
1)terbatasnya jumlah BBG sehingga apabila harus mengantar penumpang ke luar kota mereka kesulitan untuk mendapatkan BBG; 2)Jika kehabisan BBG bisa langsung dipindahkan ke BBM, tetapi terjadi perubahan stabilisitas mesin yang mengganggu kenyamanan. b. Tersedianya Stasiun Pompa Bahan Bakar Gas (SPBG) Kelancaran pelaksanaan penggantian BBM menjadi BBG sangat tergantung kemampuan Pertamina dan Pemda DKI Jakarta dalam penyediaan SPBG beserta fasilitas penunjangnya. 1)Jumlah SPBG yang ada saat ini di wilayah Jabotabek terlihat pada tabel 7 :
TABEL7
Jumlah kendaraan pemakai BBG pada posisi bulan Juni 1995 meningkat menjadi 2.500 buah dengan perincian: 1) Kendaraan Taksi dan Mikrolet 2.377 buah 2) Bus PPD dan Bus Perusahaan Gas Negara 3 buah
Catatan : 5 (lima) unit SPBG milik Pertamina tersebut diatas sudag dilaksanakan Crash Program (penambahan masing-masing 1 unit kompresor). Seluruh SPBG Pertamina rnasing-masing pengelolaannya telah dike lola oleh Swasta/pemilik SPBU dengan sistem Kontrak Jangka Pendek.
3) Kendaraan Pribadi 120 buah Jika dibandingkan dengan jumlah kendaraan di DKI Jakarta pada saat ini 2.834.545 kendaraan, maka penggunaan BBG masih sangat kecil. Berdasarkan wawancara dengan 25 pengemudi Taksi BBG menyatakan sebagai berikut : · a. Kendaraan dengan BBG lebih baik karena tenaganya stabil dan bersih; b. Waktu antri lamanya ± 30 menit c. Lama pengisian ± 5 menit d. Keluhan yang mereka rasakan antara lain :
II
2)Rencana pembangunan-pembangunan SPBG oleh pihak swasta DKI Jakarta antara lain : (1) 9 (sembilan) buah SPBG di lokasi SPBG oleh PT. Elnusa; (2) 2 (dua) buah SPBG di lokasi SPBG oleh PT. Pertamina; (3) 3 (tiga) buah SPBG di lokasi Pool Bus PPD oleh PT. Sadikun Niagamas Raya; (4) 1 (satu) buah SPBG di lokasi Pool Taksi oleh PT. Surigon Cipta Teknologi. Dengan demikian khusus untuk daerah DKI Jakarta dan wilayah Bog or Tangerang dan BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Bekasi (BOTABEK) pada tahun 1996/1997 lkan dilayani oleh : ( 1) 31 (tiga puluh satu) buah SPBG di lokasi SPBU; (2) 4 {empat) buah SPBG di Pool Bis PPD; (3) 2 (dua) buah SPBG di pool Taksi. Sehingga pelayanan kepada konsumen akan semakin baik untuk masa- masa mendatang. 3)Rencana p.engembangan SPBG di luar DKI Jakarta Keberhasilan pengoperasian kendaraan dengan bahan bakar gas sangat dipengaruhi oleh tersedianya SPBG di kota-kota lain yang menghubungkan kota-kota tersebut dengan kota Jakarta, antara lain Medan, Palembang, Cirebon, Cikampek dan Surabaya. Untuk menunjang pelaksanaan penggantian BBM menjadi BBG terutama untuk angkutan luar kota akan dibangun pula di wDayah JABOTABEK dan di beberapa propinsi.
TABEL 10
Sumber: Sudin BBG Pertamina Keterangan : AWllll998 - Akan beroperasi 50 (~rna puluhl bus lantai tunggal dan 100 (seratusl bus tempal. AWlll1999 - Akan beroparsi 100 (seratu_sl bus lantai tung gal Awal2000 - akan berooperasi 100 (seratusl bus lantai tunggal Lokasi SPBG rnasih dalam tahap panentuan antara lain : - Oepo Kramat Jati - Depo Hafim Perdanakusurna - Depo Cififitan - Depo Cakung - Depo Ciputat
c. Perkembangan Jumlah Bengkel Pemasang Convertersion Kit Pada sa at ini jumlah bengkel pemasang Conversion Kit masih terbatas, jumlah bengkel pemasang yang ada pada saat ini beserta kapasitasnya terlihat pada tebel 11 :
,-
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
d. Perkembangan Penjualan BBG Penjualan BBG setiap tahun semakin meningkat antara lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti : harga lebih murah dari pada premium, semakin banyaknya SPBG dan bengkel pemasang Conversion Kit. Realisasi penjualan BBG tahun 1987/88 s/d 1994/95 terlihat pada tabel 12 :
Kondisi ini menyebabkan pencemaran udara dari unsur- unsur NOx (Nitrogen Oksida) dan debu (particulate) termasuk Pb (timah hitam). Berdasarkan analisis laboratorium yang dilakukan tim peneliti Japan Transport Cooperation Association (TJCA) dengan menggunakan Development Methodology for Traffic Environment Sitimulation on Model, menggambarkan bahwa pencemaran udara di Jakarta sudah melampaui ambang batas dan sudah cukup pekat. Studi ini menyarankan agar dilanjutkan dengan analisis kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia menunjukkan sebagai berikut : Dari 4.000 orang di DKI Jakarta yang meninggal setiap tahun maka 600 orang adalah disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Jika mereka diasuransikan US $ 25.000 atau ± 50.000.000,- maka kerugian perusahaan asuransi akibat pencemaran udara = 600 x Rp. 50.000.0 00 ,- = Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah), (DR. Haryoto Kusranto Putro, 1994 ). Selanjutnya Penelitian Prof. DR. Umar Fachmi menjelaskan bahwa setiap 1000 orang berobat dirumah sakit 7 orang disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Jika penduduk DKI Jakarta ± 9.000.000 orang maka jumlah penderita sa kit akibat pencemaran gas buang kendaraan bermotor adalah : 9.000.000 orang ------------- x 7 orang =: 63.000 orang 1.000
VI. ANALISIS PERMASALAH A. Tingginya angka Pencemaran Udara
Pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di Jakarta sudah cukup tinggi terutama di jalan-jalan utama seperti Jl. Jend. Sudirman, Jl. Gatot Subroto, Jl. S. Parman dan Jl. Kramat. Pencemaran terjadi pada daerah-daerah yang rawan kemacetan, yang terjadi pada jam-jam sibuk terutama pada menjelang lampu pengatur lalu lintas.
Jika diasumsikan mereka harus berobat ke dokter spesialis, maka sekali berobat akan membayar Rp. 40.000,- untuk periksa dan obat. Jadi untuk pemulihan kesehatan penderita sakit akibat gas buang setiap tahun di DKI Jakarta sama dengan 63.000 orang x Rp. 40.000,- = Rp. 2.520.000.000,- (dua milyar lima ratus dua puluh juta rupiah). Dari kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerugian akibat pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di DKI Jakarta ± Rp. 32.520.000.000,- (tiga puluh dua milyar lima ratus dua puluh juta rupiah). BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Dari uraian tersebut langkah yang harus diambil oleh pemerintah adalah sebagai berikut :
Jadi dalam 1 (satu) tahun keuntungan adalah 365 hari x Rp. 800.000 = Rp. 292.000.000,- (dua ratus semb~an puluh dua juta rupiah).
1) Perbaikan sistem manajemen transportasi seperti membangun sistem angkutan umum masJadi harga tanah atau lahan tersebut akan mencasal (subway). Di Jepang subway mampu me- . pai break even point adalah Rp. 2.500.000.000/Rp. ngangkut 3.000 orang sekali angkut, sedangkan 292.000.000,- x 1 tahun = 8,5 tahun. dengan monorail mampu mengangkut 1.000 lni berarti investasi tanah atau lahan akan terbayar orang menempuh jarak ± 8 Km dengan 8 stasiun kembali peada saat SPBG berumur 8,5 tahun, seditempuh dalam waktu 18 menit. Dengan lalu hingga selisihnya adalah merupakan keuntungan. lintas yang lancar maka pencemaran udara Oleh karena itu disarankan untuk memanfaatkan akan dapat dihindari. pembangunan pada SPBU daripada membangun 2) Penggantian Bahan Bakar Minyak (BBM) menlokasi baru. jadi Bahan bakar Gas (BBG). Bahan bakar gas cukup aman berdasarkan baku mutu emisi yang ditetapkan oleh Gubemur DKI Jakarta No. 1222 c. Mahalnya biaya investasi peralatan SPBG Biaya komponen SPBG berupa kompresor dan pipa Tahun 1990, bah an bakar gas hanya mengandung Carbon Monoksida (CO) = 3 ppn tidak jaringan SPBG cukup mahal diperkirakan Rp . mengandung HC, NOx dan asap. Sedangkan 1.500.000.000,- (satu setengah milyar) termasuk biya kontruksi. untuk bahan bakar bensin kandungan CO = 4,50 ppm, HC = 1200 ppm dan NOx = 1200 Dalam upaya menurunkan biaya investasi di bippm. Oleh karena itu langkah yang paling tepat dang SPBG telah ditetapkan 2 (dual Surat Keputusan untuk menanggulangi pencemaran udara Menteri Keuangan. adalah penggantian BBM menjadi BBG. (1)No. 1249/KMK.01/1'989 tanggal14 November 1989 tentang Penetapan Tarif bea Masuk Conb. Keterbatasan Lahan version Kit menjadi 5%. Untuk pembangunan stasiun pompa gas (SPBG) (2) No.81 0/KMK.00/1992 tanggal23 Juli 1992 tendiperlukan lahan yang cukup. Harga lahan di kota-kota tang Tarif Import Pompa dan Kompresor BBG besar terma·suk di DKI Jakarta jauh lebih mahal jika menjadi 5%. dibandingkan dengan lahan untuk SPBU/SPBG di luar lni berarti pemerintah telah berusaha menunjang kota. Tetapi kalau investor akan membangun SPBG kelancaran investasi BBG. Jika dilihat data kendaraan sendiri dengan luas tanah ± 1000 M2 dengan harga tahun 1995, ada 3 (tiga) jenis kendaraan yang metanah rata-rata Rp. 2 .500.000/~. maka bia~a untuk mungkinkan untuk menggunakan BBG yaitu : pembebasan tanah Rp. 2.500.000,- x 1000 M adalah 829.095 buah, ( 1I mobil penumpang sama dengan Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima (2) mobil beban (barang) 322.465 buah, ratus juta rupiah). Tetapi mereka akan mendapat fee (3) mobil bus 321.311 buah dari Pertamina dari harga BBG yang ditetapkan Rp. 275,-/Liter setara premium (lsp) kepada para penjumlah 1.472.871 buah gusaha SPBU diberikan fee sebagai berikut : lni merupakan potensi besar bagi pengu sah a - harga pengusaha SPBG = Rp. 130,-/Lsp SPBG. - fee pengusaha SPBU = Rp. 15,-/Lsp Berdasarkan wawancara dengan 25 orang pengemudi taksi, 20 orang (80%) menyatakan bahwa pada - Kompensasi swa tanaMahan = Rp. 15,-/Lsp kendaraan yang berumur 4-5 tahun mulai terjadi penBagi pengusaha SPBU yang membangun SPBG di cemaran gas buang kendaraan, karena terjadinya atas lahannya, maka pengusaha tersebut akan mempembakaran tidak sempuma. Oleh karena itu disaperoleh margin sebesar : Rp. 130,- + Rp. 15,- + Rp. rankan bagi kendaraan umum yang berumur 5 (lima) 15,- = Rp. 160 Lps. Jika ( 1 (satu) hari mampu menjual tahun keatas idealnya dilakukan penggantian BBM 5000 Lsp, maka keuntungan mereka adalah 5000 Lsp menjadi BBG. x Rp. 160 = Rp. 800.000,- (depalan ratus ribu rupiah). BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Ill
d. Tarif Ustrik Untuk Pengoperasian Spbg Cukup Tinggi Pengoperasian SPBG diperlukan daya listrik untuk mengoperasikan kompresor ataupun pampa gas. Tarif listrik yang dikenakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam kelompok tarif Usaha (U3) yang ditetapkan sebesar Rp. 15.000,0/KVA. lni cukup tinggi jika dibandingkan dengan tarif listrik untuk rumah tangga R1/R2 biaya bebannya Rp. 4.000,-/KVA atau industri (I) yaitu 11 dan 12 sebesar Rp. 9.000,-/KVA. lni berarti untuk pemakaian 100 KVA SPBG harus membayar tenaga listrik 100 x Rp. 15.000,- = Rp. 1.500.000,- suatu hal yang sangat memberatkan bagi pengusaha SPBG. Untuk merangsang investor di bidang SPBG perusahaan perlu dirangsang berupa keringanan (insentif) tariflistrik. Untuk itu perlu dicermati agar baik pihak PLN tidak rnerugi tetapi pihak pengusaha SPBG memperoleh keuntungan. Kapal kelompok R1 dan R2 kerugian akan diderita PLN berupa beban per KVA Rp. 7.000,-- Rp. 4.000,- = Rp. 3.000/KVA. Agar tidak merugi PLN, maka tarif SPBG dikelompokkan kepada lndustri (11 dan 12) sebesar Rp. 9.000,sehingga PLN masih mendapat keuntungan Rp. 9.000,-- Rp. 7.000 = Rp. 2.000,-/KVA. Dengan insentif ini diharapkan pengusaha SPBG akan terangsang untuk melakukan investasi di bidang pengusahaan SPBG di wilayah Jakarta, bog or Tangerang dan Bekasi (Jabotabek).
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1) Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh para konsultan dan peneliti menunjukkan bahwa di Jakarta telah terjadi pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor yang sangat merugikan kesehatan yang untuk pemulihan kesehatan biayanya cukup mahal (Rp. 32.520.000.000,-). 2) Penggantian BBM menjadi BBG di Jakarta menghadapi kesulitan keterbatasan masalah lahan. Kalau ada lahan yang berada di pinggir jalan harganya cukup mahal hal ini dapat menyebabkan investor swasta kurang tertarik berusaha di bidang SPBG (Stasiun Pompa bahan bakar Gas). 3) Biaya investasi peralatan SPBG cukup mahal,
m
terutama untuk pengadaan kompresor dan pampa serta jaringan pipa SPBG. Tetapi hal ini dapat dikompensasi oleh jumlah kebutuhan kendaraan bermotor yang memerlukan BBG. Jika pemerintah menetapkan kebijaksanaan penggantian BBM menjadi BBG untuk kendaraan angkutan umum masal, maka hal ini justru menjadi peluang bagi pihak swasta. 4). Harga conversion Kit saat ini relatif mahal yaitu sebesar Rp. 2.400.000,- tetapi jika dievaluasi lebih lanjut karena harga BBG relatif lebih murah daripada harga bensin, maka investasi pengadaan conversion kit untuk kendaraan taksi akan break even point dalam waktu 71 hari. 5). Tarif listrik pengoperasian SPBG cukup mahal karena dikelompokkan dalam katagori U3 yang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan kegiatan industri yang sama-sama menggunakan daya listrik dari PLN, dikenakan tarif 11 dan 12 yang relatif lebih murah.
B. Saran-saran 1) Perlu segera diambillangkah untuk menggantikan BBM menjadi BBG, khususnya untuk kendaraan angkutan penumpang umum dalam kota dan bus umum. 2) Masalah keterbatasan tanah atau lahan sebaiknya diambil kebijaksanaan untuk memanfaatkan lahan SPBU yang sudah ada untuk dibangun SPBG dengan diberikan insentif tertentu, seperti keringanan pajak dan kemudahan-kemudahan lain, serta tarif margin yang menguntungkan bagi investor SPBG. 3) Untuk mengurangi besarnya biaya investasi dalam pembangunan SPBG, sebaiknya para investor diberi insentif berupa penurunan bea masuk untuk import kompreson dan pampa gas. 4) Untuk meringankan besarnya conversion kit yang saat ini mencapai Rp. 2.400.000,- sebaiknya kepada operator yang in gin memasang pipa SPBG diberikan insentiffasilitas perbankan untuk menyicil dengan bunga rendah. 5) Untuk merangsang investasi di bidang SPBG disarankan agar tarif listrik untuk pengusaha SPBG diturunkan tarifnya menjadi 11 dan 12.
.I BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
-
Tra f f ic vo l ume coeffici ent
Curren t tr aff i c volume estimates (1995) 1973 (prior to regulation) I '
I I I I
•• more
El 0 0
0 0 0
Fig. 4
Lhun lOOppiJ
80ppb-100ppb 60ppb-80ppb
40ppb-60ppb 20ppb-40ppb 10ppb-20ppb Sppb-IOPI>b Oppb-Sppb
1995 !lankin~ of Nitro~: c n Uio.xidc Concentration
BAOAN PENWTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
KAJIAN TENTANG TENGGELAMNYA KMP. GURITA PADA TANGGAL 19 JANUARI 1996 Dl LINTAS PENYEBERANGAN MALAHAYATI • BALOHAN PROPINSI D.l. ACEH LAODE MASYKUR ABSTRAKSI
ragedi tenggelamnya KMP. GURITA di jalur lintasan penyeberangan Malahayati - Balohan (Sabang) telah menimbulkan berbabagai kontroversial. Disatu pihak mengatakan bahwa penyebab tenggelamnya KMP. GURITA karen a kelebihan penumpang dan muatan sementara dipihak lain menyatakan bahwa penyebab tenggelamnya KMP. GURITA adalah karena kerusakan Ramp Door (pintu pendarat mobil). Sementara itu dari berbagai informasi dilapangan dari pihak yang terkait mengatakan bahwa sehari sebelumnya KMP. GURITA tenggelam, mengalami kebocoran sehingga ditambal semen (semen mati). Dan dari saksi hidup mengatakan bahwa KMP. GURITA dihantam gelombang besar kemudian KMP. GURITA miring ke kiri dan langsung tenggelam ke kiri. Dari berbagai kontroversi tersebut sangat membingungkan masyarakat awam yang kurang mengetahui seluk beluk kapal motor penyeberangan, dan yang lebih menjadi perhatian serius dalam hal ini ialah kontroversi tersebut akan menimbulkan berbagai persepsi yang kurang tepat akan peristiwa yang se-
[i
II
benarnya sehingga menyebabkan image yang tidak tepat pula terhadap semua pihak yang terkait dalam peristiwa tersebut. Kajian ini mencoba melihat tragedi tenggelamnya KMP. GURITA dalam persepsi dan proporsi yang sebenarnya serta mendudukan harus KMP. GURITA sesuai apa adanya. Kesimpulan dari kajian ini ialah bahwa penyebab yang paling memungkinkan sehingga terjadi tragedi tersebut ia/ah kebocoran lambung kapa/, kemudian kapal kemasukan air /angsung miring ke kiri dan tenggelam ke dasar /aut dalam keadaan tertelungkup sehingga banyak penumpang yang melepaskan diri dari kapal hidup atau mati. I. PENDAHULUAN A. latar Belakang KMP. GURIT A dibangun di Jepang pada tahun 1970 dengan kapasitas 460 DWT memiliki panjang 31 ,1 m,lebar 7,82 m kecepatan 9 knots dengan daya angkut 14 kendaraan roda empat dan kapasitas sebanyak 225 seat. Daya angkut kapal sebesar 73 Ton barang.
Semula kapal ini melayani trayek Kupang - Larantuka, namun sejak tahun 1987 melayani jalur penyeberangan Balohan (Sabang) - Malahayati (Aceh Daratan). Akhir-akhir ini KMP. GURITA telah mencapai load factor yang tinggi dikarenakan pada lintasan Balohan - Malahayati ini merupakan satu-satunya angkutan penyeberangan yang ada, yang menghubungkan kedua tempat tersebut dan merupakan jembatan Sabang - Aceh Daratan. Pada tanggal 19 Januari 1996 sekitar pukul 21.00 WIB KMP. GURITA mengalami musibah kecelakaan yang merenggut korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. ~ erjadi polemik yang berkepanjangan dan sa ling tud1ng serta mencari kambing hitam siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini. Angka-angka jumlah korbanpun bervariasi dari beherapa pihak yang berkepentingan dalam hal ini. Demikian pula penyebab musibah ini bermacammacam mulai dari pengaruh keganasan alam (ombak angin, badai), kelebihan penumpang, kapal tidak laik laut, kapal bocor, ditambal semen dan sebagainya. BADAN PENEUT/AN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
B. Permaaalahan
/""'
r
C. Kondisi Kapal
Permasalahannya ialah kejadian tenggelamnya Dari beberapa sumber yang dapat dipercaya KMP. GURITA harus dilihat dan didudukkan pada pro- diketahui bahwa KMP. GURITAtelah mengalami keporsi yang sebenamya dan seluruh kelemahan-kele- bocoran pada lambung kapal namun hal itu karena mahan yang ada selama ini segera diperbaikVdibenahi kesulitan teknis untuk mengelasnya maka ditempuh sehingga tidak perlu lagi terjadi Gurita- Gurita berikut- jalan dengan melakukan semen mati (semen-soda) nya yang akan merenggut korban yang tidak sedikit. . sehari sebelum kapal berangkat. Juga pada waktu sebelumnya telah diadakan perbaikan RAMDOOR kapal. C. Makaud dan tujuan Kondisi kapal secara umum telah tua karena telah Maksud kajian ini in gin melihat kasus "Tenggelamberumur 26 tahun. nya KMP. GURITA" pada proporsi yang sebenamya dan mencoba menganalisisnya secara ilmiah penyebab tenggelamnya kapal tersebut untuk mendapatkan D. Tenggelamnya KMP. GURITA gambaran yang sebenamya. Dari beberapa korban yang selamat yang meruSedangkan tujuannya adalah supaya dapat me- pakan saksi tenggelamnya KMP. GURIT A dan mengangambil langkah-langkah perbaikan dalam pengope- lami langsung peristiwa tersebut menyatakan bahwa rasian kapal pada umumnya sehingga tidak terulang KMP. GURITA tenggelam secara tiba-tiba dengan milagi peristiwa yang sangat memilukan ini. ring/terguling ke kiri dalam waktu yang sangat singkat sekali sehingga hanya penumpang yang berada di luar deck kapal yang dapat keluar dari kapal, sedangkan II. DATA DAN INFORMASI penumpang yang berada di dalam ikut tenggelam. A. Muatan Kapal Pada pelayaran yang terakhir ini KMP. GURIT A Ill. ANAUSIS DAN EVALUASI me-ngangkut muatan (sesuai daftar muatan kapal) A. Beberapa Pendapat Tentang Tenggelamnya sebagai berikut : KMP. GURITA Kendaraan roda empat : Akhir-akhir ini sering kita membaca berbagai ana- Mobil : 13 unit lisis dari berbagai kalangan pakar tentang sebab-se- Truk : 1 unit bab terjadinya musibah tersebut sampai kemungkinan kronologis tenggelamnya KMP. GURITA. Kendaraan Roda Dua : 19 unit Semen : 10 ton 1. KMP. GURITA Over loaded (kelebihan penumMinyak Kelapa : 9 ton pang dan muatan) Memang ada benamya bahwa KMP. GURIT A B. Banyaknya Korban Kecelakaan dan Penumpang Sebenarnya.
Dari daftar manifes kapal hanya tercatat 210 orang. Namun dari beberapa sumber yang dapat dipercaya memperlihatkan angka-angka sebagai berikut :
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
kelebihan penumpang tetapi tidak benar bahwa
KMP. GURIT A tenggelam karen a kelebihan penumpang dan muatan. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut : a. Bukti pertama sewaktu di dermaga penumpang KMP. GURITAditambah dengan pengantar dan pengangkut barang yang sekaligus berada di atas kapal pada waktu yang sama kapalnya tidak terbalik dan tidak tenggelam. b. Bukti kedua kapal beserta muatannya telah bergerak hampir mendekati Sabang dengan tidak terbalik dan tenggelam, karena kejadian tenggelamnya kira-kira tinggal sekitar 2 mil
m
c.
dari Sabang baru tenggelam. Bukti ketiga kalau KMP. GURITA kelebihan muatan akan langsung terbalik di sekitar dermaga. d. Bukti keempat kalau KMP. GURITA kelebihan penumpang maka penumpang yang akan diketemukan (hidup atau mati) akan banyak karena kapal tidak akan tenggelam secara mendadak sebaba memerlukan waktu pengisian air ke dalam kapal baru kapal tenggelam. e. Bukti kelima Kondisi pemuatan sa at tenggelam : Mobil 12 buah x 1500 Kg = 18.000 kg Truck 1 buah x 2500 kg
= 2.500 kg
Sepeda motor 19 buah x 100 kg = 1.900 kg Semen 10.000 kg
=
10.000 kg
Minyak Kelapa 9.000 kg = 9.000 kg Penumpang 380 orang x 50 kg
= 19.000 kg
Tentengan Penumpang 380 orang x 10 kg = 3.800 kg Jumlah muatan ; 64.200 kg
= 64,2 ton
Sedangkan daya angkut kapal sebesar 73 ton Disini terbukti
73 > 64,2 Daya angkut >
Jumlah Muatan
Kapal tidak kelebihan muatan !!! ! Jadi anggapan bahwa kapal tenggelam karena kelebihan muatan Tidak Benar.
2. KMP. GURITA Mengalami Cuaca Jelek/Faktor Alam Sehingga Tenggelam Anggapan inipun tidak benar bahwa KMP. GURITA tenggelam karena faktor alarnlcuaca jelek. Sebab kalau cuaca jelek maka penumpang yang akan diketemukan mati dan hidup akan banyak karena penumpang akan sadar terhadap keadaan yang akan menimpan kapal dan akan siap-siap terjun kelaut dan kapal tenggelampun tidak secara mendadak karena ada waktu buat penumpang untuk melompat ke Iaut. a. Bukti pertama bahwa KMP. GURIT A tidak tenggelam karena gelombang besar dan cuaca jelek adalah KMP. GURITA tenggelam
dengan terguling ke sebelah kiri kapal sebab kalau pengaruh ombak besar dan cuaca jelek pada situasi pelayaran Malahayati - Sabang pada gelombang besar dan angin dari arah Barat kapal akan terguling ke sebelah kanan kapal, jadi anggapan karena faktor alam adalah Tidak Benar. b. Bukti kedua bahwa KMP. GURITA telah beroperasi 9 tahun pada rute dengan faktor alam yang sama dengan selamat (kondisi lingkungan tidak berubah). c. Bukti ketiga bahwa pada waktu tenggelam KMP. GURITA di daerah yang sama tidak ada satu kapal lainnya pun yang berada di lokasi tersebut yang tenggelam . Sebab apabila diakibatkan oleh pengaruh cuaca/alam pasti ada kapal-kapallainnya yang ikut tenggelam. Jadi tidak benar kalau faktor alam.
3. KMP. GURITA Tenggelam Karena Rusaknya RAMDOOR Kapal Ada juga yang beranggapan bahwa tenggelamnya KMP. GURITA diakibatkan RAMDOOR kapal rusak, akhirnya air masuk sampai ke ruang dalam kapal. Anggapan inipun tidak benar dengan bukti-bukti sebagai berikut : a. RAMDOOR kapal baru saja diperbaiki di Lanai Sabang dan sudah dites hasilnya ternyata sudah baik dan diterima ASDP. b. Kalau air masuk dari celah RAMDOOR ke deck kendaraan, maka air tersebut akan terbuang langsung pada bukaan-bukaan di geladak. c. Konstruksi kapal dengan Camber (kemiringan kapal ke pinggir geladak) akan membuang langsung air yang masuk ke deck kapal. d. Lobang-lobang masuk ke ruang di bawah deck biasanya ditingikan dan ditutup dengan penutup yang kedap air. e. Dalam pelayaran dari Malahayati ke Sabang pada musim barat pukulan ombak di bagian kiri kapal sehingga RAMDOOR tidak akan terkena hantaman gelombang. Bukti bahwa kapal ini tenggelam bukan karena kerusakan RAMDOOR adalah cepatnya kapal terguling dan lang sung terbalik ke dasar. Kalau penyebabnya RAMDOOR maka waktu tenggelam akan relatif lebih lama dan penumBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
/ pang yang akan ditemukan hidup atau mati akan lebih banyak karen a ban yak waktu untuk melompat ke laut.
B. Penyebab Yang Paling Memungkinkan Tenggelamnya KMP. GURITA Ada dua penyebab yang logis dan memungkinkan· tenggelamnya KMP. GURITA secara mendadak, langsung terguling ke sebelah kiri kapal dalam waktu yang singkat sekali. 1. Kapal KMP. GURITA bocor di bekas semen mati. KMP. GURITA berangkat dari pelabuan Malafrayati pukul 18.45 WIB dengan tak disadari dalam situasi pelayaran yang terakhir kalinya. Setelah di laut lepas KMP. Gurita dihantam ombak dari sisi kiri kapal sehingga kapal dalam gerakan rolling. Eerakan rolling dan hantaman ombak dari sisi kiri menyebabkan sebagian air laut membasahi penumpang di deck sebelah kiri sehingga sebagian besar penumpang deck akan bergeser ke sebelah kanan kapal. Perpindahan sebagian besar penumpang ke sisi kanan kapal menyebabkan kapal sedikit miring ke kanan dan bag ian lambung kapal yang rawan dan disemen di sebelah kiri (yang tadinya berada di bawah air) akan terangkat ke daerah pukulan ombak. Pukulan ombak yang terus menerus ke daerah rawan yang disemen di sisi lambung kiri menyebabkan plat sisi kapal bergetar dan semen rontok. Dengan rontoknya semen di sebelah sisi kiri kapal tanpa diketahui, menyebabkan air _ laut masuk ke dalam ruangan di bawah deck kapal. Namun yang paling berbahaya dengan bocornya lambung kiri kapal maka daya apung kapal di sebelah kiri kapal menjadi hilang sama sekali. Bukti bahwa kapal telah mengalami kehilangan daya apung di sebelah kiri kapal adalah miringnya kapal itu kesebelah kiri. Akhirnya dengan momen kapal dari gaya berat kapal yang titik tangkapnya agak ketengah kapal dan gaya buyancy yang berpindah ke sebelah kanan menyebabkan KMP. GURIT A terguling ke sebelah kiri secara mendadak. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
T
Bukti bahwa kapal ini terguling ke kiri mendadak adalah dengan sedikitnya orang yang selamat dan banyaknya korban yang terkurung di dalam kapal karen a tidak cukup waktu untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba saja kapal rebah ke sebelah kiri dan tenggelam ke dasar laut. Penumpang yang selamat hanyalah penumpang deck yang memang berada di posisi bebas di atas kapal yang dapat melepaskan diri dari badan kapal. Selanjutnya KMP. GURITA dalam keadaan tertelungkup bergerak turun menuju ke dasar laut, karen a adanya sisa-sisa udara pada bawah kapal, terutama di bawah deck kapal. Z. Kapal KMP. GURITA Sudah Umur/Tua Bukti bahwa kapal ini sudah tua dan perlu replating (penggantian plat/kulit kapal) adalah sehari sebelum kapal ini mengalami kebocoran dan ini merupakan indikator bahwa plat-platnya ataupun sambungan bekas lasnya telah mencapai titik kritis. a. Memang benar yang bocor pada waktu itu/sehari sebelum pelayaran sudah di semen mati sehingga air tidak masuk/tidak bocor lagi. Tetapi tidak tertutup kemungkinan begitu kapal dihantam ombak yang terus menerus dari lambung kiri maka akan terjadi kebocorankebocoran baru. b. Bocoran lama yang tidak terdeteksi dimana kemungkinan adanya bocoran itu tak terdeteksi pada saat kapal dalam keadaan kosong karena berada diatas garis air tetapi begitu kapal diisi penuh secara tidak diketahui ternyata kapal bocor di daerah lain dan bocor itu akan diperbesar/diperhebat dengan pukulan ombak yang terus menerus. c. Juga ada bahaya lain dari kulit kapal yang telah kritis di daerah bilga pada saat pemasa-
11
ngan plat dulunya ada tegangan di dalarn platnya sehingga begitu sarnbungan kapal telah rnengalarni kritis dibantu dengan hantarnan ornbak yang terus rnenerus rnaka plat-plat yang rnenyirnpan tegangan tersebut akan langsung rnenganga sehingga air akan rnasuk dari sobekan-sobekan tersebut. Akhirnya pengaruh salah satu dari ketiga keadaan tersebut diatas adalah rnasuknya air ke dalarn kapal, hilangnya daya apung di sebelah kiri kapal yang rnenyebabkan kapal langsung terguling ke sebelah kiri secara rnendadak dan kapal langsung terbalik/tertelungkup rnenuju ke dasar laut. C. Pen•!mpang Over Loaded Penurnpang yang over loaded dernikian banyaknya disebabkan oleh adanya penurnpang "Tidak Resrni" dan sulit dibendung kedatangannya di atas kapal, yang terdiri dari :
1. Penurnpang VIP Penurnpang VIP ini tak dapat diperiksa tiketnya dan tak dapat dicegah rnasuknya ke dalarn kapal yang antara lain dalarn kasus ini adalah orangorang pentinwpejabat beserta stat dan keluarganya serta bawaannya. 2. Penurnpang ABRI Penurnpang yang rnerupakan anggota ABRI dehgan pakaian resrni beserta keluarga dan bawaannya juga sulit dicegah naik ke atas kapal. 3. Penurnpang Petugas Terkait Dernikian juga ternan-ternan petugas dari instansi terkait apalagi yang punya hubungan kerja sulit dibendung untuk naik ke atas kapal. 4. Penurnpang Keluarga dan Kenalan ABK Penurnpang jenis ini langsung dapat naik ke kapal dan rnenempati ruang-ruang ABK. 5. Penurnpang Nekad Penurnpang ini nekad akan berangkat sehingga tanpa tiket naik ke atas kapal dengan dalih sebagai pengantar dan pengangkat barang. 6. Penurnpang "Karnbing-karnbing" lstilah karnbing-karnbing adalah penumpang obyekan dari ABK yaitu penurnpang yang dinaikkan oleh ABK dengan tarif tertentu yang dibayarkan langsung ke ABK kapal.
lEI
Dengan banyaknya penurnpang tidak resmi ini rnenyebabkan penumpang sebenarnya di atas kapal tanpa disadari telah "over loaded condition". Tidak jarang banyaknya penurnpang tidak resrni ini lebih . banyak dari penurnpang resrni terutarna pada lintasan pendek karen a tidak rnernerlukan rnakan di atas kapal.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Dari kasus tenggelarnnya KMP. GURITA terlihat jelas bahwa pihak Departernen Perhubungan (ABK. KMP. GURITA) telah rnelakukan fungsi pelayanan kepada rnasyarakat pernakai jasa transportasi dengan sernaksirnal rnungkin dengan terus berupaya rnengoperasikan kapal KMP. GURITA sarnpai pada titik pengabdian yang terakhir kalinya walaupun harus rnengorbankan jiwa raganya ke dasar laut. 2. Secara teknis penyebab rnusibah kecelakaan kapal KMP. GURITA diakibatkan oleh kebocoran kapal, rnelalui larnbung sebelah kiri kapal yang disebabkan kondisi teknis kapal yang telah urnuran/tua (26 tahun sejak pertarnanya pada tahun 1970). 3. Kelebihan rnuatan dan penurnpang serta pernberangkatan KMP. GURITA adalah rnanifestasi dari "pern aksaan kehendak" dari pihak lain rnenaiki KMP. GURITA dan tenggang rasa dari pihak petugas Departernen Perhubungan di lapangan yang darnpaknya adalah rnenggugah hati kita yang paling dalarn untuk segera diadakan introspeksi dan disiplin diri dari sernua pihak. 4. Dalarn penernpatan pejabat-pejabat di lapangan sebagai ujung tornbak pelayanan kepada rnasyarakat pernakai jasa transportasi hendaknya diternpatkan personil yang bukan hanya bertanggung jawab tetapi juga diperlukan personil yang dapat rnelihat jauh ke depan, rnengetahui keadaan yang akan terjadi nanti bila kondisinya telah rnengidentifikasikan tandatanda ernergensi. B. Saran-Saran 1. Sudah tiba saatnya barangkali untuk diadakan pernbenahan ulang terhadap sistern penjualan BADAN PENEUT/AN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
2.
3. 4. 5.
tiket dan mekanisme penumpang yang naik ke atas kapal. Perlu perhitungan jumlah penumpang secara cermat dan apabila fumlahnya sudah sesuai kapashas perlu ketegasan Syahbandar untuk menutup pintu masuk kapal. Sangat diperlukan penelitian kembali terhadap pengoperasian kapal-kapal yang telah berumur 25 tahun ke atas. Pengawasan operasional terhadap kapal-kapal perlu diintensifkan lagi. Kapal-kapal yang tidak laik laut tidak perlu lagi dioperasikan. Setiap cal on penumpang yang akan naik ke at as kapal harus menyadari bahwa dengan penambahan dirinya kapal mempunyai potensi untuk
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
tenggelam sehingga harus waspada terhadap batas Daya Muat Kapal.
PANGSA LALU LINTAS PERGERAKAN ~At PENUMPANG DAN BARANG PT .. ANGKASA PURA I DAN II IDJON SUDJONO ABSTRAKSI
inerja bandara sangat penting diketahui sebagai salah satu aspek kinerja dari keseluruhan sistem transportasi udara. Salah satu kesulitan di dalam mengukur kinerja bandara secara berkala (bulanan atau tahunan) adalah kesulitan memperoleh data-data angkutan udara dari seluruh bandar udara di Indonesia, yang selalu tersedia data dari bandara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura Idan PT. Angkasa Pura II yang diperkirakan memegang pangs a yang sangat besar dengan mengetahui pangsa tersebut salah satu aspek kinerja dari sistem tmnsportasi Nasional yaitu bandara dapat diperkirakan. I. PENDAHULUAN
Bandar udara merupakan salah satu prasarana perhubungan udara, sekaligus merupakan bagian dari sistem perhubungan udara yang ada pada wilayah teritorial negara, dan bahkan dapat merupakan bagian dari sistem perhubungan udara internasional. Kinerja bandara sangat penting diketahui sebagai salah satu aspek kinerja dari keseluruhan sistem transportasi udara. Salah satu kesulitan di dalam mengukur kinerja bandara secara berkala (bulanan atau tahunan) adalah keslutian memperoleh data-data angkutan udara dari selruruh bandar udara di Indonesia, yang selalu tersedia adalah data dari Bandara yang di kelola oleh PT. Angkasa Pura I dan PT. Angkasa Pura II yang diperkirakan memegang pangsa yang sangat
besar. Sehingga dengan mengetahui pangsa tersebut salah satu aspek kinerja dari sistem transportasi Nasional yaitu bandara dapat diperkirakan. Jumlah bandar udara di Indonesia tercatat lebih dari 604 buah bandara besar dan kecil, termasuk lapangan terbang perintis, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Oari 604 buah bandara tersebut di atas sebagian besar dikelola oleh PEMOA, misi keagamaan dan lain-lain sebanyak 477 buah bandara, kemudian 9 buah bandara dikelola oleh gabungan sipil dan militer dan sisanya sebanyak 128 buah dikelola oleh PT. Angkasa Pura I dan PT. Angkasa Pura II serta Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Klasifikasi bandar udara yang berlaku sekarang ini didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 4 Tahun 1992 yang pad a dasarnya berisi prosedur penilaian bandar udara dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Di dalam KM tersebut, terdapat 128 buah bandar udara yang dikelola oleh Ditjen Perhubungan Udara sebanyak 114 buah kemudian dikelola oleh PT. Angkasa Pura I sebanyak 10 buah dan PT. Angkasa Pura II sebanyak 4 buah. Dalam perkembangan selanjutnya, jumlah bandara yang dikelola oleh kedua perusahaan Persero tersebut akan bertambah dengan kasuknya bandara-bandara yang dikelola oleh Ditjen. Perhubungan Udara ke dalam PT. Angkasa Pura I dan II antara lain Bandara Husein Sastranegara, Bandara Simpang Tiga, Pekan Baru dan lain-lain. Oi samping itu juga ada pembagian pengelolaan bandara, dimana Wilayah Barat Indonesia oleh PT. Angkasa Pura II dan Wilayah Timur Indonesia oleh PT. Angkasa Pura I. sebagai contoh Bandara Polonia Medan yang tadinya dikelola oleh PT. Angkasa Pura I sekarang sudah dikelola oleh PT. Angkasa Pura II. Posisi terakhir pada bulan Desember tahun 1994, PT. Angkasa Pura I mengelola 9 buah bandara dan PT. Angkasa Pura II juga mengelola 9 buah bandar udara kemudian sisany sebanyak 11 0 buah masih dikelola oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 4 Tahun 1995 tentang Penyempurnaan Kelas Bandar Udara jumlah keseluruhan menjadi 161 ban dar udara yang terdiri dari 6 bandara kelas I, 15 bandara kelas II, 20 bandara kelas Ill, 38 bandara kelas IV, 48 bandara kelas V serta 34 bandara satker (non kelas). BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Tetapi dalam peng~ajian ini, pembahasan analisis pangsa pasar angkutan udara hanya sampai tahun 1993, sesuai dengan tersedianya data.
II. PRODUKSI PERGERAKAN PEWASAT, PENUMPANG DAN BARANG PT. ANGKASA 'PURA I, II DAN TOTAL BANDARA INDONSJA
Studi ini akan membuat analisis berdasarkan dataProduksi suatu bandara terdiri dari pergerakan pedata historis, sehingga dengan analisis statistik koresawat, jumlah penumpang, jumlah barang, jumlah lasi antara bandara PT. Angkasa Pura I dan PT. · bagasi dan pos. Jumlah pergerakan pesawat akan Angkasa Pura II dan Nasional dapat ditentukan. mempengaruhi perencanaan mengenai kebutuhan Oi samping itu akan dikaji pula hasil-hasil studi perluasan landasan, taxiway dan apron suatu bandar yang ada untuk melengkapi data historis tersebut. udara. Jumlah pergerakan penumpang akan mempeMengingat batasan biaya dan waktu, maka tujuan ngaruhi perencanaan mengenai kebutuhan perluasan ruang lingkup studi ini dibatasi. terminal penumpang pada suatu bandara dan jumlah Maksud pengkajian adalah untuk mengetahui be- pergerakan barang akan mempengaruhi perencanaao samya peranan Bandar-bandara PT. Angkasa Pura I kebutuhan perluasan gudang suatu bandara. dan PT. Angkasa Pura II terhadap total bandara Sedangkan jumlah pergerakan bagasi dan pos ti(Nasional) sehingga dapat lebih memudahkan untuk dak begitu banyak mempengaruhi perencanaan memperkirakan kinerja sistem transportasi udara mengenai kebutuhan terminal dan gudang, karena ditinjau dari aspek bandalil. bagasi diambillangsung oleh penumpang di terminal Tujuan pengkajian adalah mengkaji pertumbuhan kedatangan, sedangkan untuk keberangkatan bagasi angkutan penumpang, barang dan pergerakan pe- langsung diserahkan ke petugas perusahaan penersawat selama kurun waktu 5 tahun terakhir baik pada bangan untuk dimuat di pesawat. Demikian juga untuk bandara-bandara PT. Angkasa Pura I dan PT. Angkasa angkutan pos udara tidak melalui gudang, karena pos Pura II maupun seluruh bandara di Indonesia. yang akan diberangkatkan langsung dimuat ke pesawat dan pos yang datang setelah dibongkar dari pesawat akan Jangsung diserahkan kepada petugas Ruang lingkup pengkajian pangsa pasar angkutan pos. udara dari bandara-bandara PT. Angkara Pura I dan II meliputi: Sesuai dengan ruang lingkup pengkajian dalam a. lnventarisasi data pergerakan pesawat, penum- makalah ini, penulis membatasi diri bahwa yang dimaksud dengan 'produksi bandara' di sini adalah pang dan barang di bandara-bandara PT. terbatas pada pergerakan pesawat. penumpang dan Angkasa Pura I dan II; barang. Selanjutnya, penulis akan mengemukakan b. lnventarisasi data pergerakan pesawat, penumgambaran singkat PT. Angkasa Pura I dan II. pang dan barang seluruh bandara di Indonesia; c. Menghitung rasio perbandingan pergerakan pesawat. penumpang dan barang pada bandara- A. Bandara-Bandara PT. Angkasa Pura I bandara PT. Angkasa Pura I terhadap seluruh Tahun 1985 merupakan 'milestone' bagi sejarah bandara di Indonesia; pengelolaan bandara oleh BUMN di lingkungan Oed. Menghitung rasio perbandingan pergerakan pe- partemen Perhubungan pada Sub Sektor Perhubusawat. penumpang dan barang pada bandara- ngan Udara, karena tahun tersebut telah ditandai bandara PT. Angkasa Pura II terhadap seluruh dengan dipecahnya Perusahaan Umum (PERUM) bandara di Indonesia. Angkasa Pura menjadi 2 (dual yaitu PERUM Angkasa Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan metode pengumpulan data dan statistik serta perolehan data produksi bandara dari hasil studi IATS dan hasillaporan statistik PT. Angksas Pura I serta PT. Angkasa Pura II.
BAOAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Pura II yang berkantor pusat di Bandara SoekamoHatta dengan manajemen yang samasekali baru dan PERUM Angkasa Pura I yang tetap berkantor pusat di bekas Bandar Udara Kemayoran, Jakarta. Pada tahun tersebut Angkasa Pura I sudah mengelola Bandar Udara Ngurah Rai - Bali (sejak tahun 1980), Bandar Udara Polonia - Medan (sejak
m
tahun 1984 ) dan Bandar Udara Juanda - Surabaya (sejak tahun 1985). Terkait dengan peningkatan daya guna dan hasil guna pelayanan keselamatan lalu lintas udara, pada tahun 1987 pemerintah telah pula mengalihkan tugas dan tanggung jawab pelaksanaan pelayanan tersebut dari Sentra Operas i Keselamatan Penerbangan (SENOPEN ) dan Unit Keselamatan Penerbangan kepada Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II khusus untuk bandara-bandara yang dikelolanya. Sesuai dengan misi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa bandar udara dan mengurangi beban kerja pemerintah, maka manajemen PERUM Angkasa Pura I diberi tambahan tugas. untuk mengelola bandara-bandara yang semula dikelola oleh pemerintah (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara), Departemen Perhubungan, Bandar Udara yang kemudian berturut-turut digabungkan ke dalam mana jemen PERUM Angkasa Pura I adalah, tahun 1987 Bandar Udara Hasanuddin-Ujung Pandang dan Sepinggan-Balikpapan, tahun 1990 Bandar Udara Samratulangi-Manado dan Bandar Udara Frans Kaiseppo, serta pada tahun 1992 berdasarkan Surat Menteri Perhubungan ke Menteri Keuangan Nomor : B.95/AU .001 /MPHB, tanggal 15 Februari 1992 Tentang Pengalihan Bandar Udara Adisutjipto-Yogyakarta, Syamsudin Noor - Banjarmasin dan Adisumarmo Surakarta sebaga i tambahan penyertaan modal negara ke Perum Angkasa Pura I yang diperkuat oleh Surat Menteri Keuangan ke Menteri Perhubungan Nomer : S- 332/ MK.O13/1992 tang gal 26 Maret 1992 tentang Persetujuan Pengalihan Bandara AdisutjiptoYogyakarta, Adi Sumarmo-Surakarta dan Samsudin Noor-Banjarmasin sebagai tambahan penyertaan modal negara ke dalam Perum Angkasa Pura I. Kepercayaam Pemerintah untuk memberikan 10 bandar udara ke dalam pengelolaan Angkasa Pura I tidak lepas dari upaya Perusahaan dalam mempertahankan kinerja operasional dan keuangannya. Sejalan dengan adanya kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka lebih mengoptimalkan peran BUMN yang telah dinilai baik dan mampu untuk lebih berorientasi pada keuntungan, maka PERUM Angkasa Pura I mulai tanggal 2 Januari 1993 telah berubah status hukumnya menjadi Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut P.T. (Persero) Angkasa Pura I. Produksi Bandara-bandara PT. Angkasa Pura I se-
lama kurun waktu 5 tahun terakhir (1989- 1993) dapat dilihat pada tabelll-a, 11-b dan 11-c pada lamp iran. lABEL 11-a PERKEMBANGAN PERGERAKAN PESAWAT BANDARA BANDARA PAP-I
BANDARA
TAHUN
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGA N
Catatan : ' I Tahun 1990 Bandara Sam Ratulangi - Mana do masuk Perum Angkasa Pura I • ' I Tahun 1992 Bandara Adisutjipto - Yogyakarta, Ad isumarmo - Surakarta dan Syamsuddin Noor - Banjarmasin masuk Perum Angkasa Pura I
lABEL 11-b PERKEMBANGAN PERGERAKAN PENUMPANG BANDARA • BANDARA PAP-I TAHUN BAND AliA
.1MI 1110., 11!11
-
.............. ....
..
....... , , ,..
11tl .....z
HIIAIIAI
1.1Zl5JI 1.15Z • t.441.nl I.ISUIZ 1.13U13 1.14 1151.515 111.111 l.IZ1.151 Zl41.134 31.11 uam 2.541117 2.131.511 JM4.141 1115.317 14,11
···~
Ttlll Pill lA
•.JY m.• IZU31 141113 141.M 4.13 211.121 311.311 341lU .l41 411.111 12.15 l.lti.U7 1.141nl 1.114.451 U4U4l 1.41U15 &.II
llllllllillll
Itill JUliA
......
2.131.141 Z.815.111 2.142.421 '.IZI.I31 2.4211&3 4.51 41.455 691&5 !2.853 14UII 200.971 41.91 ZMUI4 2.134.411 '.111.145 2.124.142 §J1
.lllllllliml
z••
....
Ttlll WAll IIll
••es
......... Ttlll SIPIISUI
..... 1
/
1.141l5l 111.531 ....IJJ ...111 IJI 11.114 ll511 14JII Zd4 31.115 lUI l.lll442 111.131 1.111.113 IIJ,53I 1.121253 1.31
151.JW 133.141 114.451
lllltUiiHal 11.115 1Jfl 111.111 M.m lltlll ·IIAIS IAISilPI'I1 241.425 J.441 Ttlll Z4l4Z5 la.531 SAil WIIAI511 Zll.Z54 211111 llllllaaitul Ttlll 21Z.Z54 211.111 AIIISITJIPII i 521.441 57U31
...... ......... .......
.......
.
n•
ua ·
nu33 UIS
m.MJ iltllll
,.
2H.III 24ZJ15
117.331 t.a 1.1!15 lUll 141.511 1.14
.-
MJn uu
ll415
251.141 1.11 U75 111 ZIZ.IZZ 1.51
.
2M.IZ3 ~n3 231.117 4.34
1.711
l111
2M.IZ3 !ZZ4.441 243.421 4J4 115.114 111151 1.117.&17 ll34
1t111 151.211 lllZII niJH- 1 . . Z2UII 11.31 M.lllll..... un•IJJ3.133 UW5t 1•.151 l i U tJI Mllllltfl
1.1ZZ.I511JUJ USUZ 1.111.142 z..utJa41
..............
UllZ531.131.M11.111.511l11.5111l1
521.441 511.431 115.114 713.151 1.117.687 19.34
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
lUI
Catatan : 'I Tahun 1990 Bandara Sam Ratulangi - Manado masuk Perum Angkasa Pura I ''I Tahun.1992 Bandara Adisutjipto - Yogyakarta, Adisumarmo - Surakarta dan Syamsuddin Noor- Banjarmasin masuk Perum Angkasa Pura I
lABEL 11-c PERKEMBANGAN PERGERAKAN BARANG BANDARA ·BAN· DARAPAP-1 , .TAHUN BANDARA bt
.....
1111 1110") 1111 1912•) 1113 -
nta.Z
lthn IIHIAIUI 11.179.124 11.5a!i.73& 8.854.931 9.5411.9~0 l332.93D (5.8~ De•nli IIIIIIUiml 6.581.662 3.!14&.&17 11.02!.051 11.021.14! 31 .1!111.1. 48.82 htal 18.J81 .JB6 1~.452.Jr.J 25.883.989 27.561 .099 41123.118 22.37 POlDIIA u..u .. 12119.3it 12.499.713 12.334.4&3 II .lill.lr.J 11.479.411i (1.411 llllllalitul ll54.113 1.581&15 l155.122 !131.111 lll4.115 Z.lli filii 21.334.144 22.113.311 Z1 ....115 Z1.451.143 21.3&3.531 ll4 JIIAIIA 11.112.• ZI.JY.a 11.113.351 11152.• IUI1.313 lll llllllllilul Ullili U4Z.J45 ZJIZJD 5.1111Z1 ~.... 33.14 Ttlll 21.141.516 ZUIZ.J45 21.RI.zil 24.135.1:15i.IZ3.1 . 5.41
.....
...... ....,. . .........
....
till SIPIICUI
1
11.111.• ZUJ1.54l IU2U11 II.IIZ.nt ZI.41U91 a.n • . . 111 1 lUll .• 21.411.542 11.521.!11 II.&IZlll ZI.41U971.11
...UZI
tm.t•
11.154141 11.511 .• 11.5&1.1511111
IIIIIIDitlal 115.131 31.111 45.1. 3Z.M4 14.114 {41.&11 IIIII lii5.Z2i U1l51i 11.7• .144 11.533.141 11.51l.4n li&l
II A IS IAISilPI'I1
....,..
illtlusiml
IIIIIUiitul
I till
..........
Ieli!
I
212llli lU9l&&O 2.111.117 I.IZ7.~1 1.187.413 (J.lil 999.22& 1147.332 1111&8 1631&8 2123.831 4.092.Uii UJ7.109 2.&91.119 2.071.&81 (1 .711
berkibar melaksanakan tugas dan fungsi yang ·diem-1 bannya. Produksi Bandara-bandara PT. Angk!lsa Pura' II selama kurun waktu 5 tahun terakhir ( 1989-1993) dapat dilihat pada tabelll-d, 11-e dan 11-f pada lampiran.
") Tahun 1990 Bandara Sam Ratulangi - Manado rnasuk Perum Angkasa Pura I ••) Tahun 1992 Bandara Adisutjipto - Yogyakarta, Adisurnarrno - Surakarta dan Syamsuddin Noor- Banjarmasin masuk Perum Angkasa Pura I
B. Bandara-bandara PT. Angkasa Pura II Bermula dari Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1984, tanggal13 Agustus 1994, dibentuklah Perusahaan Umum (PERUM) Pelabuhan Jakarta-Cengkareng. Selanjutnya, berdasari
Catatan: ") PP No. 10 Tahun 1991 Bandara SM. Badaruddin II dan Bandara Supadio rnasuk PAP II
TABELII-e
Atas dasar Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1986, PERUM Pelabuhan Udara Jakarta- Cengkareng diubah namanya menjadi PERUM Angkasa Pura II. Dan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 0 Tahun 1991 pula, PERUM Angkasa Pura II, mendapat tambahan lagi untuk mengelola Bandar Udara Sultan Machmud Badaruddin II Palembang, dan Bandar Udara Supadio Pontianak. Selanjutnya, sebagaimana telah disebut di atas, dengan adanya Peraturan Pemerintah No.1 4 Tahun 1992, tertanggal 17 Maret 1992, nama PT (Persero) Angkasa Pura II ini terus BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
dar udara yang terdapat di seluruh Indonesia sebanyak 146 buat., dimana jumlah tersebut termasuk bandar udara yang dikelola oleh Perum Angkasa Pura (sekarang telah menjadi PT. Angkasa Pural dan II) dan termasuk pula lapangan terbang yang digolongkan lapangan Terbang Perintis. · Pengelompokkan klasifikasi bandar udara sesuai SK. Menteri Perhubungan tersebut di atas, adalah sebagai berikut : - Bandara Kelas I : 11 Bandara Catatan : ") PP No. 10 Tahun 1991 Bandara SM. Badaruddin II dan Bandara Supadio masuk PAP II
TABEL 11-f PERKEMBANGAN PERGERAKAN BARANG BANDARA • BANDARA PAP-II
- Bandara Kelas II : 19 Bandara - Bandara Kelas Ill : 24 Bandara - Bandara Kelas IV : 52 Bandara - Bandara Kelas V : 40 Bandara Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.4 Tahun 1992 pengelompokkan klasifikasi bandar udara menjadi 128 bandara.
.m u•.N sam cz.q IUD
II.D
3UI
.JrJA8113U1
Catatan : · ') PP No. 10 Tahun 1991 Bandara SM. Badaruddin II dan Bandara Supadio masuk PAP II
C. Bandara-Bandara di Indonesia Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.68/HK.207/Phb- 83, Tahun 1983 jumlah banBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUfJUNGAN
Dari 128 bandara tersebut, telah ditetapkan oleh Departemen Perhubungan sebanyak 19 Bandar Udara sebagai pintu masuk yang sebagian besar merupakan rute penerbangan connecting flight dari penerbangan internasional untuk memudahkan para penumpang wisman mencapai DTW. Dari 19 bandara pintu masuk tersebut, 9 bandara dikelola oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yaitu Hang Nadim Batam, Kijang Tanjung Pinang, Tarakan, Patimura Ambon, Eltari Kupang, Sentani Jayapura, Mopah Merauke, Simpang Tiga Pekanban~ dan Tabing Padang. Sedangkan yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II adalah sebanyak 3 bandara yaitu Soekarno-Hatta Jakarta, SMB-11 Pal embang dan Supadio Pontianak. Adapun sisanya sebanyak 7 bandara dikelola oleh PT. Angkasa Pura I ialah Polonia Medan, Adisumarmo Solo, Juanda Surabaya, Sepinggan Balikpapan, Ngurah Rai Denpasar, Frans Kaiseppo Biak dan Sam Ratulangi Manado. Menjelang akhir tahun 1994 ada penambahan bandara sebagai pintu masuk yang masih dalam proses seperti Hasanuddin Ujung Pandang, Husein Sastranegara Bandung, Blang bintang Banda Aceh dan Padang Kemiling Bengkulu. Produksi Bandara-bandara di seluruh Indonesia selama kurun waktu 5 tahun terakhir (1989 -1993) dapat dilihat pada tabelli-g, pada lampiran.
TABELII-g
.....
PERKEMBANGAN PRODUKSI BANDARA-BANDARA TOTAL NASIONAL DIINDONESIA TAHUN 1989-1993 TAHUN TOTAL BANDARA NASIONAL 1111 1111 1,1.1 1112 1113 PIICltAdl
l'lSA•T
••••IIi
\
. ••• .... ... .,...
..... ,......
.~~, 317.111 Ul ·~.!ill 311.314 54.131 llttt11asitul 31.5. 35.111 Ttral 41UJI a. . 44U51 ailS Ul PliUIIPW IJ.I35.4ZI 17.111 . . lUll. I~ uz llllfnlitlll uzun 4.117.551 URI3l ~·1.414 IUJ hral 21.SII ... ZZ.SilW l4•.•• zu•• IJUI.tll J.D BARAIG 1&1112 . 112.511 211.334 21&.541. ZIU31 til De•ulik llllflllialll IIUJI IIJ.ID 142.357 154.1111 IJJ.331 1114 2SI273 311.322 3n.lll :ll.li52 Tetal
....IIi
ln.35
...11.s};.am
••
,,31
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data Produksi Bandara-Bandara di Indonesia.
1) Data jumlah pergerakan pesawat penerbangan domestik pada bandara-bandara di seluruh Indonesia diperoieh dari hasil penelitian Kebutuhan Tenaga Penerbang Dan Tehnisi Perawatan Pesawat yang dilakukan oleh Badan UTBANG Perhubungan pada tahun 1992. data yang tersedia dari tahun 1977 sampai 1990, selanjutnya dilakukan peramalan jumlah pergerakan pesawat penerbangan domestik sampai dengan tahun 1994. Sedangkan untuk data pergerakan pesawat penerbangan internasional tahun 1989 sampai tahun 1993 diperoleh dari PT. Angkasa Pura Idan PT. Angkasa Pura II serta Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2) Data jumlah lalu lintas penumpang penerbangan domestik dan internasional di peroleh dari hasil Penelitian IATS lndonseia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 1992. Data yang tersedia dari tahun 1977 sampai tahun 1991 . Karena terdapat berasal dari dua sumber data yang berbeda, maka setelah dilakukan perhitungan presisi, diperoleh koefisien variasi BPS sebesar 26,81. Akhirnya data jumlah lalu lintas penumpang penerbangan domestik diambil dengan cara memilih koefisien variasi yang terkecil yaitu yang berasal
dari DGAC. Selanjutnya dilakukan peramalan jumlah lalu lintas penumpang penerbangan domestik sampai tahun 1994 dengan menggunakan regresi parabolic. Cara yang serupa dilakukan juga untuk data jumlah lalu lintas penumpang penerbangan internasional. 3) Data jumlah bongkar muat barang baik pada penerbangan domestik maupun penerbangan internasional diperoleh dari hasil Penelitian IATS Indonesia. ·Data yang tersedia untuk penerbangan domestik dari tahun 1977 sampai tahun 1991. Sedangkan untuk penerbangan internasional dari tahun 1978 sampai tahun 1991. Selanjutnya diadakan peramalan sampai dengan tahun 1994.
Ill. PANGSA PRODUKSI BANDARA PADA PENER· BANGAN INTERNASIONAL Sampai tahun 1993, yang telah ditetapkan sebagai pintu masuk wisman ada 19 bandara, dimana 7 buah dikelola oleh PT. Angkasa Pura I, 3 buah dikelola oleh PT. angkasa Pura II dan 7 buah dikelola oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Jumlah bandara lnternasional di Indonesia yang resmi sebagai pintu masuk wisman ada 19 bandara (Jakarta meliputi Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma). Disamping ke 19 bandara tersebut, masih ada beberapa bandara lain yang dapat didarati oleh pesawat asing (penerbangan borongan) tetapi dengan izin khusus dari Pemerintah Republik Indonesia. Sedangkan untuk perusahaan penerbangan asing yang ingin melaksanakan penerbangan berjadwal ke Indonesia harus terlebih dahulu melalui Bilateral Agreement atau Multilateral Agreement dengan Pemerintah Indonesia dan pendaratannya ditetapkan pada ke 19 pintu masuk bandara lnternasional tersebut di atas. A. Produksi Bandar Udara PT. Angkasa Pura I
Laju tumbuh rata-rata produksi bandara pertahun selama kurun waktu tahun 1989 s/d tahun 1993 untuk pergerakan pesawat sebesar 25,88%, angkutan penumpang sebesar 30,49% dan bongkar muat barang sebesar 31,35%. Pada tahun 1990, Bandara Sam Ratulangi Man ado masuk Angkasa Pura I kemudian pada tahun 1992, BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Bandara Adi Sutjipto, Bandara Adi Sumanno dan Bandara Syamsuddin Noor resmi masuk Angkasa Pura I sehingga pada tahun tersebut terjadi kenaikan produksi yang cukup besar. B. Produkai Bandar Udara PT. Angkaaa Pura II Laju tumbuh rata-rata produksi bandara pertahun selama kurun waktu 1989 s/d tahun 1993 untuk pergerakan pesawat sebesar 19,11%, angkutan penumpang sebesar 18,96% dan bongkar muat barang sebesar 10,96%. Pada tahun 1991, Bandara S.M. Badaruddin II dan Bandara Supadio resmi masuk Angkasa Pura II sehingga pada tahun tersebut terjadi kenaikan produksi yang cukup besar.
sebesar 28,74%. Sebaliknya pangsa bongkar muat barang eksporimpor Bandara-bandara PT. Angkasa Pura II tampak menurun terus sejak tahun 1989 s/d 1993, dimana pada tahun terakhir tercatat sebesar 68,63%. Untu.k lebih jelasnya lihat tabel 111-a, 111-c dan 111-e pada lampiran.
IV. PANGSA PRODUKSI BANDARA PADA PENERBANGAN DOMESTIK
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.4 Tahun 1992, maka ada sejumlah 128 buah bandara yang dapat melayani penerbangan domestik. Sampai dengan tahun 1993, dari 128 buah bandara tersebut, 10 buah dikelola oleh PT. Angkasa C. Produksi Bandara Total Nasional. Pura I, 4 buah dikelola oleh PT. Angkasa Pura II dan Laju tumbuh rata-rata bandara per tahun selama sisanya oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. kurun waktu tahun 1989 s/d tahun 1993 untuk per- Dalam perkembangan selanjutnya masih ada begerakan pesawat sebesar 21,35%, angkutan penum- berapa bandara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal pang sebesar 15,91% dan bongkar muat barang Perhubu-ngan Udara diresmikan masuk ke dalam PT. sebesar 15,38%. Angkasa Pura Idan II. Sehingga pada kahir tahun 1994 PT. Angkasa Pura I mengelola 9 bandara(Bandara Polonia Medan masuk ke dalam PT. Angkasa Pura II) D. Pangsa (Share) dan PT Angkasa Pura II juga mengelola 9 bandara, Pangsa pergerakan pesawat penerbangan lnterbahkan direncanakan masih ada beberapa bandara nasional Bandara- bandara PT. Angkasa Pura I melagi yang akan masuk baik ke dalam PT. Angkasa Pura ngalami kenaikan setiap tahun. Pada tahun 1994 I maupun PT. Angkasa Pura II misalnya Bandara Selapangsa pasar mencapai 42,29%. Sedangkan pangsa parang Lombok dan Bandara Ahmad Yani Semarang. pergerakan pesawat penerbangan intemasional Ban- · Sedangkan untuk beberapa bandara terutama bandara-bandara PT. Angkasa Pura II walaupun jumdara kelas IV dan kelas Vsudah tidak diterbangi oleh lahnya lebih besar dari PT. Angkasa Pura I tetapi perusahaan penerbangan komersial berjadwal karena mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun mendapat saingan dari moda transportasi lain misal1994 pangsa pergerakan pesawat Bandara-bandara nya Bandara Pinang Sori, Rokot. Rasian, Muko-Muko, PT. Angkasa Pura II tercatat sebesar 54,53%. Sibisa, Trunojoyo dan sebagainya. Walaupun Pangsa pasar angkutan penumpang penerbangan demikian Bandara-bandara tersebut masih tetap lntemasional Bandara-bandara PT. Angkasa Pura I dikelola oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengalami kenaikan setiap tahun. Pada tahun 1994 pangsa mencapai 37,10%. Sebaliknya pangsa per- dan sekali-kali masih ada pesawat charter yang mengerakan penerbangan lntemasional Bandara-bandara darat pada Bandara-bandara tersebut di atas untuk PT. Angkasa Pura II mulai tampak naik sejak tahun mengangkut penumpang dan barang milik perusa1991 s/d 1993. Pada tahun 1993, pangsa pergerakan haan penerbangan umum (general aviation) terutama pesawat penerbangan lnternasional bandara-bandara dari perusahaan minyak dan perkebunan. Sementara perusahaan tersebut tercatat sebesar 64,37%. itu Bandara Budiarto Curug walaupun pergerakan pePangsa bongkar muat barang penerbangan lnter- sawatnya cukup banyak tetapi tidak ada angkutan nasional (ekspor-impor) Bandara-bandara PT. penumpang dan bongkar muat barang. karena banAngkasa Pura I tampak mulai naik sejak tahun 1991 dara tersebut khusus digunakan untuk keperluan s/d tahun 1993, dimana pada tahun terakhir"tercatat pendidikan dan pelatjhan calon penerbang. BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
A. Produksi Bandar Udara PT. Angkasa Pura I laju tumbuh rata-rata produksi bandara per tahun selama kurun waktu tahun 1989 s/d tahun 1993 untuk pergerakan pesawat sebesar 13,01%, angkutan penumpang sebesar 9,88% dan bongkar muat barang sebesar 5, 70%. Pada tahun 1990, Bandara Sam Ratulangi Manado masuk Angkasa Pura I kemudian pada tahun 1992, bandara Adi Sutjipto, Bandara Adi Sumanno dan bandara Syamsuddin Noor resmi masuk Angkasa Pura I sehingga pada tahun tersebut terjadi kenaikan produksi yang cukup besar. B. Produkai Bandar Udara PT. Angkau ftura II Laju tumbuh rata-rata produksi bandara per tahun selama kurun waktu 1989 s/d tahun 1993 untuk pergerakan pesawat sebesar 6,07%, angkutan penumpang sebesar 10,09% dan bongkar muat barang sebesar 11,77%. Pada tahun 1991, Bandara S.M. Badaruddin II dan Bandara Supadio resmi masuk Angkasa Pura II sehingga pada tahun tersebut terjadi kenaikan produksi yang cukup besar. C. Produksi Bandara Total Nasional laju tumbuh rata-rata produksi bandara per tahun selama kurun waktu tahun 1989 s/d 1993 untuk pergerakan pesawat sebesar 0,20%, angkutan penumpang sebesar 3,02% dan bongkar muat barang sebesar 6,81%. D. Pangsa (Share) Pangsa pergerakan pesawat penerbangan Domestik Bandara-bandara PT. Angkasa Pura I mengalami kenaikan setiap tahun. Pada tahun 1993 pangsa mencapai 56, 15%. Sedangkan pangsa pergerakan pesawat penerbangan Domestik Bandara-bandara PT. Angkasa Pura II walaupun jumlahnya lebih besar dari PT. Angkasa Pura I tetapi mengalami penurunan setiap tahunnya. Pad a tahun 1993 pan gsa pergerakan pesawat bandara-bandara PT. Angkasa Pura II tercatat sebesar 40,45%. Pangsa pasar angkutan penumpang penerbangan Domestik bandara- bandara PT. Angkasa Pura I mengalami fluktuasi setiap tahun. Pada tahun 199 1 terjadi penurunan penumpang yaitu dari 38,23% turun menjadi 36,04%, sedangkan tahun 1992 naik menjadi 43,10%. Pada tahun 1993 pangsa mencapai 47,40%.
Sebaliknya pan gsa pergerakan pesawat penerbangan Dpmestik Bandara-bandara PT. Angkasa Pura II mulai tampak naik sejak tahun 1991 s/d 1993. Pada tahun 1993, pangsa pergerakan pesawat penerbangan Domestik Bandara-bandara perusahaan tersebut tercatat sebesar 64,37%. Pangsa bGngkar muat barang penerbangan lntemasional (ekspor-impor) Bandara-bandara PT. Angkasa Pura I tampak mulai naik sejak tahun 1991 s/d 1993, dimana pada tahun terakhir tercatat sebesar 40, 19%. Sebaliknya pangsa bongkar muat barang ekspor impor Bandarabandara PT. Angkasa Pura II tampak menurun terus sejak tahun 1989 s/d tahun 1993, dimana pada tahun terskhir tercatat sebesar 55,59%. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 111-a, 111-c dan 111-e pada lampiran.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Pangsa pergerakan pesawat penumpang dan barang pada penerbangan lntemasional bandara-bandara PT. Angkasa Pura I d;m II jumlahnya dusah dapat dikatakan mewakili pergerakan pesawat penumpang dan barang penerbangan lntemaional total Nasional terutama pada tahun 1993, diman jumlah pergerakan pesawat mencapai 96,82%, lalu lintas penumpang mencapai 90, 17% dan bongkar muat barang mencapai 98,37%. 2) Pangsa pergerakan pesawat, penumpang dan barang pada Bandara- bandara PT. Angkasa Pura I dan II, jumlahnya sudah dapat dikatakan mewakili pergerakan pesawat, penumpang dan barang penerbangan Domestik total nasional terutama pada tahun 1993, dim ana jumlah pergerakan pesawat mencapai 96,60%, lalu lintas penumpang mencapai 88,95% dan bongkar muat barang mencapai 95,78%. 3) Dengan adanya pembagian pengelolaan bandara, dimana Wilayah Barat Indonesia oleh PT. Angkasa Pura II dan Wilayah Timur Indonesia oleh PT. Angkasa Pura I yang mana posisi akhir tahun 1994 ke dua BUMN Perhubungan tersebut mengelola 18 bandara (sebelumnya 14 bandara). Maka besamya pangsa angkutan udara bandara-bandara PT. Angkasa Pura I dan II akan makin meningkat. BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
r-
B. Saran Dengan keluarnya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.4 Tahun 1995 tentang Penyernpurnaan dan Penataan Kelas Bandar Udara di mana jumlah bandera yang masuk daftar klasifikasi bandara yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Departemen Perhubungan sebanyak 161 bandara yang berkelas dan 34 bandara yang non kelas (satker). Sebaiknya secara rutin per bulan bandara-bandara tersebut melaporkan kegiatan produksi angkutan udara ke Kanw~ Departemen Perhubungan, dan Kanwil Departemen Perhubungan melaporkan ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Pusdatin Badan litbang Perhubungan. Sebagaimana yang telah dUaksanakan oleh PT. Angkasa Pura I dan II. DAFTAR PUSTAKA 1. Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.4 tahun 1995 tentang Penyempumaan dan Penataan Kelas Bandar Udara.
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
2. Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nornor : KM.4 Tahun 1992 Tentang Kriteria Klasifikasi Bandar Udara. 3. Statistik Angkatan Udara Tahun 1989- 1993 PT. Angkasa Pura I Kantor Pusat Jakarta. 4. Statistik Angkutan Udara Tahun 1989-1993 PT. Angkasa Pura II Soekamo-Hatta Jakarta. 6. Integrated Air Transport Study Indonesia Tahun 1992 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 6. Penelitian Kebutuhan Tenaga Penerbang dan Tenaga Tehnisi Perawatan Pesawat Tahun 1992 Badan LITBANG Perhubungan.
EVALUASI PELAVAN AN ANGKUTAN KERETA API PARAHIYANGAN MULYAHADI SETJO BOEDI ARIANTO
ABSTRAKS/ ujuan Evaluasi Pelayanan Angkutan Kereta Api Parahiyangan adalah untuk mengetahui radius awal pergerakan dan tujuan akhir suatu perjalanan dengan cara menganalisis kebangkitan perjalanan (Trip Generation} dan distribusi perjalanan (Trip Distribution}.
T
Diperoleh hasil prosentase bangkitan perjalanan di stasiun Bandung sebesar 28,880% dan di stasiun Gambir sebesar 37,810%, tentang gambaran secara total prosentase Distribusi perjalanan ke Daerah OK/ Jakarta (dan sekitarnya} maupun ke daerah Bandung (dan sekitarnya} berbeda dalam besarnya prosentase dari maksud perjalanannya. Untuk perjalanan ke daerah OK/ Jakarta (dan sekitarnya} sebagian besar (33%} dengan maksud berkunjung ke Famili, sedangkan para penumpang yang akan melakukan perjalanan ke daerah Bandung (dan sekitarnya) sebagian besar (35%} dengan maksud perjalanan ke tempat dinas dan mengenai frekuensi perjalanan soma yaitu frekuensi perjalanan yang bersifat kadang- kadang (tidak rutin). Dari ana/isis ini diharapkan dapat dikembangkan strategi Perumka didalam memberikan pe/ayanan khusus pada kereta api Parahiyangan sehingga mampu bersaing sekaligus mengendalikan kepadatan /alu lintas dan angkutan jalan.
I. PENDAHULUAN Fungsi transportasi kereta api menyediakan jasa transportasi diatas jalan baja (rei) untuk membawa
penumpang dan barang, baik sebagai transportasi antar kota maupun dalam kota secara massal untuk jarak pendek, sedang maupun jauh. Kereta Api Parahiyangan merupakan salah satu angkutan penumpang massal yang melayani jarak sedang antar kota Jakarta - Ban dung dan sebaliknya, dengan waktu tempuh perjalanim ± 2 jam 40 menit, frekuensi pemberangkatan 19 kali dimulai pukul 04.00 - 22.00 WIB dari Stasiun bandung, dari Stasiun Gambir (Jakarta) mulai pukul 05.05- 23.30 WIB dengan headway 1 (satu) jam setiap pemberangkatan. Penumpang kereta api ini mengalami peningkatan ± 13,7% per tahun, hal ini juga dibarengi oleh peningkatan pelayanan di stasiun dan di atas kereta, jadwal pemberangkatan dan kedatangan, kemudahan memperoleh tiket, perbaikan fasilitas penunjang (toilet, ruang tunggu, kantin) dan lain-lainnya. Peningkatan pelayanan tersebut harus berkesinambungan dengan kemudahan memperoleh pelayanan moda angkutan jalan raya baik dari awal pergerakan peng guna jasa ke st asiun pemberangkatan, maupun dari stasiun pemberhentian ke tujuan akhir perjalanan, hal ini dikarenakan rata-rata awal pergerakan dan tujuan akhir perigguna jasa Kereta Api Parahiyangan beradius ± 2 km dari stasiun Gambir dan beradius ± 8 km dari stasiun Bandung. Untuk itu perlu adanya Evaluasi Pelayanan Kereta Api Parahiyangan dikaitkan dengan keterpaduan moda angkutan jalan raya sebagai penunjang kemudahan pengguna jasa sebagai awal pergerakan ke tempat tujuan akhir perjalanan. Tujuan Evaluasi pelayanan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui radius awal pergerakan dan tujuan akhir perjalanan, waktu tempuh, besarnya ongkos dari stasiun pemberangkatan maupun pemberhentian yang menggunakan moda angkutan jalan yang menimbulkan 'Bangkitan dan Distribusi Perjalanan". · 2. Untuk mengetahui pilihan moda angkutan jalan dalam menunjang awal pergerakan ke stasiun dan dari stasiun pemberhentian ke tujuan akhir perjalanan. Ruang lingkup dan evaluasi ini adalah sebagai berikut : BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
1. lnventarisasi maksud tujuan perjalanan,
frekuensi perjalanan dan alasan menggunakan kereta api Parahiyangan; 2. lnventarisasi moda angkutan jalan raya yang melayani awal pergerakan ke stasiun pemberangkatan dan dari stasiun pemberhentian ke tujuan akhir perjalanan; 3. Mengevaluasi dan menganalisis Trip Generation dan Trip Distribution sata Moda Split/Moda Choice. Methodologi yang digunakan dalam evaluasi ini adalah: 1. Menganalisis kebangkitan perjalanan dengan Trip Generation; 2. Menganalisis distribusi Perjalanan dengan Trip Distribution dan pemilihan moda (moda Choice); 3. Menggunakan pendekatan Sistem Transportasi dalam mengantisipasi kebangkitan perjalanan, distribusi perjalanan dan pemilihan moda dengan "Bagan Aliran Pergerakan".
~suply
~beban ~dampak ~demand
1. Keunggulan KA Parahiyangan terhadap angkutan jalan (bus umum) a. Penetrasi ke pusat kota Kereta Api sebagai moda angkutan, memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh moda angkutan jalan ray a (bus umum) yaitu kemampuan penetrasinya sampai ke pusat kota, pada umumnya stasiun kereta api didalam kota sedangkan terminal angkutan umum jalan raya (bus) di luar kote/pinggiran kota. b. Hemat energi dan dampak lingkungan paling kecil Angkutan KA Parahiyangan per Km panjang perjalanan dan penumpang yang diangkut dengan bahan bakar yang dihabiskan lebih sedikit dibandin,gkan dengan angkutan bus umum per Km panjang dan penumpang yang diangkut. Dampak lingkungan yang ditimbulkannya baik ditinjau dari segi polusi udara dan polusi suara lebih kecil daripada angkutan bus umum . c. Kapasitas angkutnya lebih besar Kapasitas angkut dalam setiap perjalanan KA Parahiyangan jauh lebih besar dibandingkan dengan angkutan jalan, hal ini dilihat dari kmpenumpang
_ _ _ __,
TABEL2.1
II. TINGKAT PELAYANAN A. Keunggulan dan Kelemahan lndikator penaaian untuk keunggulan dan kelemahan KA Parahiyangan dengan angkutan jalan (bus umum): • Keterjangkauan dan kemudahan stasiun KA dan terminal bus ke pusat kota; · Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kedua moda; - Kapasitas angkutan; - Pangsa pasar; - Produktivitas SDM. BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Sumber: Corporate Plan Perumkl1994-1998
Kilometer penumpang KA Parahiyangan pada tahun-tahun akan datang pada kelas eksekutif rata-rata sebesar 9% pertahun dan untuk kelas Bisnis mengalami kenaikan rata-rata sebesar 9,4% pertahun. Dengan peningkatan yang cukup tinggi tersebut perlu adanya penambahan kereta, frekuensi perjalanan dan peningkatan fasilitas penunjang lainnya sehingga diharapkan dapat mengalahkan pangsa pasar angktan penumpang Jakarta Bandung dan sebaliknya yang selama ini masih didominasi oleh angkutan jalan raya (bus) yang mempu-
11
nyai jadwal pemberangkatan secara kontinyu selama 24 jam.
2. Kelemahan KA Parahiyangan terhadap Angkutan Jalan (bus) a. Pan gsa angkutan yang masih kecil dan menurun Volume angkutan kereta api Parahiyangan meningkat dari tahun ke tahun, tetapi bila dihitung dari pangsanya, kelihatan semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan KA Parahiyangan mengantisipasi secara cepat kenaikan permintaan moda angkutan darat. Penyebab dari hal tersebut·diatas antara lain : 1) Pada pergerakan yang masih ditunjang dengan angkutan jalan raya untuk awal pergerakan ke stasiun dan dari stasiun ke tujuan akhir perjalanan; 2) Ketergantungan KA Parahiyangan pada alat-alat kebutuhannya yang sebagian besar harus diimport; 3) Kapasitas jalan rei yang menghubungkan Jakarta - Bandung masih terbatas (sebagian monorel). b. Produktivitas SDM (Satuan Angkutan Perpegawai ) KA Parahiyangan ada kecenderungan meningkat dari tahun sebelumnya, tetapi apabila ditinjau dari tingkat kebutuhan keahliannya masih kurang memadai, terutama pada tenaga operasional. B. Tingkat Pelayanan Di Stasiun Dan Di Atas Kereta Api. 1. Tingkat pelayanan di stasiun Penilaian tingkat pelayanan di stasiun ada beberapa penilaian yang harus diperhatikan antara lain ; pelayanan diloket, ruang tunggu, toilet, telepon umum, kebersihan dan keamanan lingkungan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara sejumlah calon penumpang bahwa dalam mendapatkan informasi, pelayanan pemesanan dan pembelian tiket sebagian besar (75,7%) dari para penumpang menyatakan lengkap, mudah dan baik, sedangkan sebagian kecil (24,3%) dari para penumpang menyatakan kurang lengkap dan lambat dalam pelayanannya.
Untuk pelayanan pembelian dan pemesanan tiket sebagian besar (60%) menyatakan mudah dan tidak berbelit-belit dan 40% menyatakan berbelit-belit. Penilaian para calon penumpang mengenai kebersihan dan keamanan dilingkungan stasiun sebagian besar calon penumpang menyakatan cukup bersih dan aman, tetapi masih perlu adanya peningkatan pada tahun-tahun yan g akan datang. Sedangkan untuk jadwal perberangkatan dan kedatangan KA Parahiyangan sebagian calon penumpang menyatakan sudah tepat waktu, walaupun ada sedikit keterlambatan kedatangan sekitar 5 - 15 menit. 2. Tingkat pelayanan di atas kereta Penilaian tingkat pelayanan diatas kereta api difokuskan pada petugas diatas kereta (pemeriksa tiket), toilet, fasilitas penunjang (kipas an gin, AC), kebersihan, keamanan dan kenyamanan tempat duduk. Kenyamanan tempat duduk dilakukan dengan wawancara kepada para penumpang kelas Bisnis, Kompartemen, dan kelas eksekutif .yang sebagian besar (90%) menyatakan cukup nyaman dan sisanya ( 10%) menyatakan kurang nyaman. Untuk kebersihan di dalam kereta dan toilet sebesar 85% menyatakan cukup bersih dan yang menyatakan kurang bersih sebesar 15%. Sedangkan sikap dan pelayanan petugas (pemeriksa tiket, restorasi, satuan keamanan) sebagian besar (90%) para penumpang menyatakan cukup baik dan ramah, dan hanya ( 10%) yang menyatakan kurang baik dan kurang ramah. Keadaan fasilitas penunjang (AC dan kipas angin) sebagian besar (85%) para penumpang menyatakan berfungsi dengan baik sedangkan 15% menyatakan kurang/tidak berfungsi dengan baik . Mengenai kualitas dan harga makanan 86% para penumpang menyatakan cukup/standar dan 14% menyatakan k.urang. C. Harga Tiket Dalam penilaian harga tik.et berdasarkan wawancara k.epada calon penumpang yang dikaitkan dengan aspek./faktor yang lainnya misalnya faktor keselamatan, kecepatan dan faktor untuk mencapai tujuan BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
akhir perjalanan, dari wawancara tersebut diperoleh beberapa variasi tanggapan yang antara lain ; harga tiket KA Parahiyangan 2% para calon penumpang menyatakan murah, 33,6% menyatakan cukup (tidak murah dan tidak mahal) dan 64,4% menyatakan rnahal. Dengan adanya kontribusi penilaian harga tiket oleh penumpang menunjukkan bawa harga tiket KA Parahiyangan dipandang masih mahal. D. Utilitaa Utilitas disini diartikan sebagai "nilai guna• dalam suatu penilaian moda transportasi. Nilai guna dalam telaahan ini adalah nilai yang mempengaruhi kesempatan waktu yang hilang seorang penumpang dalam melakukan pergerakan/perjalanan dari awal pergerakan ke tujuan akhir perjalanan yang menggunakan moda angkutan KA Parahiyangan. Kesempatan waktu yang hilang dari seorang penumpang diimplementasikan dengan nilai pendapatan, artinya apabila waktu yang hilang tersebut dipergunakan untuk melakukan aktivitas/kegiatan akan menghasilkan sejumlah uang. Dengan demikian dalam mengasumsikan "bobot• atribut nilai guna (utilitas) untuk penilaian suatu mod a angkutan KA Parahiyangan dinilai dengan harga (-), agar supaya waktu atau biaya yang tinggi tidak dijadikan pilihan dalam menentukan kelas KA Parahiyangan. Rumus matematis Utilisasi : U = WtT + WxX + WcC dimana: U : nilai utilitas; T : waktu di dalam kereta X : waktu di luar kereta C : biaya Wt : bobot waktu perjalanan di dalam kereta Wx : bobot waktu perjalanan di luar kereta We : bobot ongkos perjalanan. Contoh Perhitungan Kelas Eksekutif Diketahui : Frekuensi perjalanan 3 s/d 5 kali dalam seminggu Awal pergerakan dari Stasiun Bandung BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Ongkos Perjalanan kelas eksekutif = Rp. 23.000,-
+ Rp. 5.000,- = Rp. 28.000,Pendapatan rata-rata penumpang eksekutif = Rp. 750.000,-!bulan Waktu yang hilang di dalam kereta api = 160 men it Waktu yang hilang di luar kereta api = 30 menit Bobot waktu perjalanan dalam KA = (-) Rp. 750.000 : (30 hr x 24 jam x 60 mnt) = -17,4 Bobot waktu perjalanan di luar kereta Api = -17,4 X 2 = -34,8 bobot ongkos perjalanan = -1 U = WtT + WxX + WcC
= -17,4 X 160 + -34,7 X 30 + -1 - Rp. 31.825,-
X Rp.
28.000,- =
Kalas Bisnis .Frekuensi perjalanan 3 s/d 5 kali dalam satu minggu Awal pergerakan dari Stasiun bandung Ongkos Perjalanan kelas Eksekutif = Rp.12.000,+ Rp. 3.500,- = Rp. 15.500,Pendapatan rata-rata penumpang eksekutif = Rp. 500.000,-!bulan Waktu yang hilang di dalam kereta api = 160 men it Wakt... yang hilang di luar kereta api = 83 menit Bobot waktu perjalanan dalam Kereta Api = (-) Rp. 500.000 : (30 hr x 24 jam x 60 mnt) = -11,6 bobotwaktu perjalanan diluari
X Rp.
15.500,- =
Dari contoh perhitungan tersebut diatas dimasukkan kedalam Tabel2.2; Tabel2.3; Tabel2.4 dan label 2.5.
II
TABEL2 UTILITAS KA PARAH IYANGAN KELAS EKSEKUTIF DARI STASIUN BANDUNG
NO FREK. W. WtLr PERJ . . . . . . .
Wt.H W.H
I. lbll!lll •• l. I..ZI ... til 3. I·Zt..._l. U I 1U
Utilitas kelas Eksekutif dari Stasiun Gambir yang terkecil waktu yang hilang dalam perjalanan adalah frekuensi perjalanan 1-2 kali seminggu yaitu sebesar - Rp. 38.693,-, dan yang terbesar- Rp. 41.630,- pada frekuensi perjalanan 1-2 kali dalam sebulan. TABEL 5
Sumber : Pengolahan data Puslitbang Perhubungan darat, 1996
Utilitas kelas Eksekutif dari Stasiun Bandung yang terkecil waktu yang hilang dalam perjalanan adalah frekuensi perjalanan 3-5 kali seminggu yaitu sebesar - Rp. 31.825,-, dan yang terbesar- Rp. 39.366,- pada frekuensi perjalanan 1-2 kali seminggu. TABEL3 UTIUTAS KA PARAHIYANGAN KELAS BISNIS DARI STASIUN BANDUNG
Sumber : Pengolahah data Puslitbang Perhubungan darat, 1996
Utilitas kelas bisnis dari Stasiun Bandung yang terkecil waktu yan g hilang dalam perjalanan adalah frekuensi perjalanan 1-2 kali seminggu yaitu sebesar -Rp. 18.434,-, dan yang terbesar- Rp. 20.980,- pada frekuensi perjalanan kadang-kadang/tidak tentu waktunya.
Utilitas kelas bisnis dari stasiun Gambir yang terkecil waktu yang hilang dalam perjalanan adalah frekuensi perjalanan 3-5 kali seminggu yaitu sebesar - Rp. 20.284,-, dan yang terbesar - Rp. 24.655,- pada frekuensi perjalanan 1-2 kali dalam sem ir.~g gu. Perbandingan utilitas para penumpang yang menggunakan KA Parahiyangan dari Stasiun Gambir dan Stasiun Bandung baik kelas Eksekutif maupun kelas bisnis yang terbesar dari Stasiun Gambir, hal ini dikarenakan radius dan ongkos transportasi untuk moda angkutan jalan yang berperan dalam penilaian suatu utilitas, artinya semakin besar radius dan ongkos moda angkutan jalan yang dikeluarkan, maka waktu yang hilang disubtitusikan kedalam nilai uang akan menjadi besar.
Ill. KARAKTERISTIK PERGERAKAN
A. Bangkitan Perjalanan TABEL4 UTILITAS KA PARAH IYANGAN KELAS EKSEKUTIF DARI STASIUN GAMBIR FIIU. . W. WtLr -
.......
. PERJ
,..
111111 Ia
11M
WtH
~
llltt .......
..
I. . f.l 2. 1-21 . . . 11.4 3U 1.1 41 .131.· ll 3. 1·211diiH Ill 35.Q81 11.4 34.7 1.1 3Ut6.· I&U 4 Sumber : Pengo Ia han data Puslitbang Perhubungan darat, 1996
... ....
Ell
".. •• ••
Sebagaimana diketahui bahwa ± 90% dari perjalanan adalah berdasarkan "Basisi tern pat tinggal (Home based)", dimana artinya mereka mulai melakukan perjalanan (Traffic Generation) di awali dari tempat linggal (rumah) dan akan mengakhiri perjalanannya (Traffic Atraction~ di rumah. Dalam bangkitan perjalanan membutuhkan adanya sarana dan prasarana transportasi dalam memenuhi kebutuhan pergerakan yang ditimbulkannya san gat berkaitan erat dengan jenis/tipe dan intensitas BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
kegiatan yang dilakukan. Angkutan kereta api bukanlah angkutan yang melayani "Door to door Service", melainkan harus adanya keterpaduan dengan moda angkutan jalan raya yang dapat melayani awal bangkitan dan tujuan akhir perjalanan.
TABEL 7 BANGKITAN PERJALANAN 01 STASIUN BANOUNG OALAM 1 HARI • fRR..PERJ. PIIOSEN tics..-. Ti ('lei . •
PNP
PEMODELAN BANGKJTAN PERJALANAN Sumbtr : Pengolahan data Pusli1bang Phb. Carat, 1996
Methode Faktor Pertumbuhan (Growth Factor Method) merupakan methoda yang menggunakan faktor pertumbuhan dalam 1 (satu) tahun peningkatan jumlah penumpang Kereta Api Parahiyangan dikonfirmasikan kedalam 1 (satu) hiWi ertilya pendekatannya tin~t kat pa1Umbuhan dalam 1 (satu) talul di)agi 360 hari. Fonnula Matematisnya Ti = Fi * ti dimana : Perkiraan jumlah Trip (Trip Attraction Ti ataupun Trip Promu:tion) Fi Faktor pertumbuhan Pendekatan : Tingkat pertumbuhan KA Parahiyangan ± 13,7%:360 = ± 0,038%; ti : Jumlah Trip Eksisting (Trip Attraction ataupun Trip Production). 1. Bangkitan Perjalanan di Stasiun Bandung Contoh perhitungan; Frekuensi perjalanan 3-5 kali dalam 1 minggu dengan eksisiting jumlah penumpang = 121 penumpang, Ti Ti
= Fi*ti = 0,038% *
121
= 4,598%
dari hasil diatas dimasukkan kedalam tabel 7 lABEL 6 JUMLAH PENUMPANG KA PARAHIYANGAN BANDUNG • GAMBIR
Prosentase bangkitan perjalanan di Stasiun bandung yang terbesar dengan frekuensi perjalanan 'kadan~tkadang (tidak rutin" yaitu sebesar 28,880%.
2. Bangkitan Perjalanana di Stasiun Gambir Contoh perhitungan; Frekuensi perjalanan 3-5 kali dalam 1 minggu dengan eksisiting jumlah penumpang = 77 penumpang Ti
= Fi * ti
Ti = 0,038% * 77 = 2,926% dari hasil diatas dimasukkan kedalam tabel 9 lABEL I JUMLAH PENUMPANG KA PARAHIYANGAN GAMBIA • BANDUNG
Ill JU Sumber: PERUMKA OAOP I, 1995
,.
....
uu
TABEL 9 BANGKITAN PERJALANAN 01 STASIUN GAMBIR DALAM 1 H
z...
Sumller: PERUMKA OAOP I, 1995
...
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
IUIZ I liM 31.111 Sumber : Pengo Iehan data Puslitbang Phb. Darat, 1996·
Prosentase bangkitan perjalanan di stasiun Bandung yang terbesar dengan frekuensi perjalanan • kadang-kadang (tidak rutin" yaitu sebesar 37,810%. B. Distribusi Perjalanan Distribusi perjalanan diklasifikasikan menurut maksud dan tujuan ketika para penumpang KA Parahiyangan melakukan perjalanan ke tempat tujuan akhir antara lain : melakukan perjalanan karena bisnis, rekreasi, berkunjung kesanak saudara, sekolah, dinas dan lain-lain perjalanan yang dikaitkan dengan kontinutas/frekuensi perjalanan dalam 1 (satu) minggu, 1 (satu) bulan dan kadang- kadang (tidak tentu waktunya/tidak rutin). Tujuan akhir perjalanan dibagi menjadi 2 (dua) daerah yaitu untuk Daerah DKI Jakarta (dan sekitamya) dan Daerah bandung (dan sekitamya). 1. Maksud perjalanan ke Jakarta Maksud perjalanana ke tujuan akhir pada Daerah Jakarta (dan sekitamya ada beberapa kepentinga.Vaktifitas dengan frekuensi perjalanan yang beragam, untuk jelasnya lihattabel 10.
Puslitba~~Q
2. Maksud Tujuan Bandung Maksud perjalanan ke tujuan akhir pada daerah Bandung (dan sekitamya) ada beberapa macam kegiatarv\epentingan dan frekuensi perjalanan yang berbeda-beda, lihat tabel 11 .
l ABEL 11
TABEL 10
Sumber : Pengolahan data
kadang-kadang, dan yang terakhir maksud perjalanan dan lain-lain 7% dengan frekuensi perjalanan kadang-kadang. Apabila ditinjau maksud perjalanan secara total tidak terkait dengan frekuensi perjalanan adalah berturut-turut sebagai berikut; maksud perjalanan berkunjung ke famili (sanak saudara) 33%, bisnis 24%, dinas 19%, rekreasi 11%, dan lainlain perjalanan 9%, dan maksud perjalanan sekolah 4%. Untuk frekuensi perjalanan. Secara total tidak terkait dengan maksud perjalanan berturut-turut frekuensi perjalanan kadangkadang sebesar (42%, frekuensi perjalanan 1 s/d 2 kali dalam 1 (satu) minggu sebesar 26% frekuensi perjalanan 1 s/d 2 kali sebulan sebesar (25%) dan frekuensi perjalanan 3 s/d 5 kali seminggu sebesar (7%).
MAKSUD DAN FREKUENSI PERJALANAN KE BAN· DUNG
Phb. darlt 1996
Dalam Tabel 10 menunjukkan bahwa maksud perjalanan berkunjung ke sanak saudara (tamai) mempunyai prosentase paling tinggi sebesar 19% dengan frekuensi perjalanan kadangkadang (waktunya tidak kontinyu/tidak rutin), kemudian diikuiti maksud perjalanan bisnis dengao prosentase sebesar 17% dengan frekuensi perjalanan 1 s/d 2 kali dalam 1 (satu) minggu, maksud perjalanan Dinas ( 10%) dengan frekuensi perjalanan 1 s/d 2 kali dalam 1 (satu) bulan, rekreasi 9% dengap frekuensi perjalanan
Sumber : Pengolahan data Puslitbang Phb. darat 1996
Pada tabel 11 memperlihatkan maksud perjalanan dengan kepentingan Dinas mempunyai prosentase tertinggi yaitu sebesar 21%, dengan frekuensi perjalanan kadang-kadang (tidak rutin), setelah itu maksud perjalanan berkunjung ke famili (sanak saudara) sebesar 15% dengan frekuensi perjalanan kadang-kadang (tidak rutin), maksud pf!fjalanan bisnis sebesar 11% dengan frekuensi perjalanan kadang-kadang (tidak rutin) 1 s/d 2 kali sebulan, maksud perjalanan sekolah sebesar 4% dengan frekuensi perjalanan 1 s/d 2 kali seminggu, maksud perBAOAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
jalanan dan lain-lain sebesar 4% dengan frekuensi perjalanan kadang-kadang (tidak rutin) dan yang terakhir maksud perjalanan ke tempat rekreasi sebesar 2% dengan frekuensi perjalanan 1 s/d 2 kali dalarn 1 (satu) minggu. Apabila ditinjau maksud perjalanan secara totoal tidak dikaitkan dengan frekuensi perjalanan berturut-turut adalah sebagai berikut ; untuk maksud perjalanan Dinas (35%), bisnis (26%), ' berkunjung ke famili ( 19%), Sekolah ( 10%), perjalanan lain-lain (8%) dan yang terakhir maksud perjalanan rekreasi (2%). Untuk frekuensi perjalanan secara total tidak dikaitkan dengan maksud perjala11an adalah sebagai berikut ; frekuensi perjalanan kadang-kadang (tidak rutin) sebesar 53%, 1 s/d 2 kali dalam satu bulan (25%), 1 s/d 2 kali dalam satu minggu ( 18%) dan frekuensi perjalanan 3 s/d 5 kali dalam satu minggu sebesar 4%. Oari evaluasi tabel 3.5 dan tabel 3.6 memberikan suatu gambaran bahwa maksud perjalanan secara total ke Daerah DKI Jakarta (sekitarnya) dan ke Daerah Bandung (sekitarnya) nampaknya berbeda dalam besarnya prosentase, hal ini dikarenakan para penumpang yang akan melakukan perjalanan ke Daerah DKI Jakarta (sekitarnya) sebagian besar (33%) dengan maksud perjalanan berkunjung ke famili (sanak saudara), sedangkan para penumpang yang akan melakukan perjalanan ke Daerah Bandung (sekitamya) sebagian besar (35%) dengan kamsud perjalanan ke tempat dinas dan mengenai Frekuensi perjalanan sama yaitu frekuensi perjalanan bersifat kadaf!g-kadang (tidak rutin).' C. Pemilihan Moda (Moda Split) Pemilihan Moda Angkutan (Moda Split) penumpang KA pa~ahiyangan dalam melakukan perjalanan dari awal pergerakan ke stasiun pemberangkatan dan dari stasiun ke. tempat tujuan akhir menggunakan angkutan jalan raya, antara lain ; bus kota, angkutan umum kota, taksi, dan mobil pribadi. Pemilihan moda dihipotesikan tergantung kepada karakteristik moda yang mencerminkan b i ay~ yang disamaratakan yang akan mempengaruh i dalam pemilihan moda. Faktor-faktor dalam pemilihan moda angkutan BADAN fENELITIAN DAN PENGEMBANGAflJ PERHUBUNGAN
jalan raya sebagai feeder ke stasiun kereta dari awal pergerakan ke tempat tujuan akhir perjalanan, terdiri dari : 1. Waktu yang dibutuhkan untuk berjalan dari awal pergerakan ke stasiun dan dari stasiun ke tujuan akhir perjalanan; 2. Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu kedatangan kendaraan umum (bus kota, angkot dan taksi); 3. Waktu yang dibutuhkan didalam kendaraan (journey time); 4. Waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu kendaraan ke kendaraan umum lainnya; 5. Biaya total dari awal pergerakan ke stasiun dan dari stasiun ke tempat tujuan akhir. Dari hasil wawancara penumpang KA Parahiyangan yang mengguf!akan moda angkutan jalan dari awal keberangkatan ke tujuan akhir perjalanan tertera dalam tabel12.; tabel13; tabel14; dan tabel15 .
4,5
u u
'
11.4 11.4
n.t
Sumber : Pengolahln Data Pus~tbang Phb. darat, 1996.
Ternpat;1okasi awal pergerakan pengguna jasa KA Parahiyangan kelas eksekutif mempunyai radius terjauh rata-rata 17,0 Km dan terdekat rata-rata 10,0 Km dari stasiun Gambir, untuk radius tujuan akhir perjalanan yang terjauh rata-rata 9,0 Km dan terdekat ratarata 7,0 Km dari stasiun Bandung. Dalam pemilihan moda angkutan jalan dari awal pergerakan menuju ke stasiun Gambir maupun dari stasiun Ban dung ke tujuan akhir perjalanan mayoritas menggunakan angkutan taksi yaitu sebesar 52, 2%, dan selanjutnya menggunakan mobil pribadi sebesar 34,2%, menggunakan angkutan kota sebesar 11,3%, dan yang terakhir menggunakan bus sebesar 2,3%.
TABEL 13
TABEL 14
PEMILIHAN MODA ANGKUTAN JALAN DARI STASIUN GAMBIA KELAS BISNIS 1 111DA ~
...-==-=.. ,.......,. .,_W
jM.PRI
FREK.PERJ. AWAI. I
-·
).U._
,I,"·3 l·h ....
u
IIJ
11.1 IU
u
12.1
1.1
I·
I~··
11.5
1.1
IJ,
u u
zu
1.1 1.1 5.1
13,5 11.1 IU ll Sumber : Pengo Ia han Data Puslitbang Phb. Da rat, 1996.
4 b .... ~....
Tempat;1okasi awal pergerakan pengguna jasa KA Parahiyangan kelas Bisnis mempunyai radius terjauh rata-rata 11,0 Km dan terdekat rata-rata 8,0 Km dari stasiun Gambir, untuk radius tujuan akhir perjalanan yang terjauh rata-rata 12,0 Km dan terdekat rata-rata 9,0 Km dari stasiun bandung. Dalam pemilihan moda angkutan jalan dari awal pergerakan menuju ke Stasiun Gambir maupun dari Stasiun bandung ke tujuan akhir perjalanan mayoritas menggunakan angkutan taksi yaitu sebesar 42,4%, dan selanjutnya menggunakan angkutan kota sebesar 30,7%, menggunakan mobil pribadi sebesar 11,5%, dan yang terakhir menggunakan angkutan bus sebesar 15,4%. Apabila dilihat pada tabel 12 dan tabel 13 dalam pemilihan moda angkutan jalan di Stasiun Gambir ada perbedaan kontribusi penggunaan angkutan jalan yaitu untuk kelas eksekutif yang menggunakan mobil pribadi merupakan urutan kedua setelah taksi, tetapi lain halnya dengan kelas bisnis untuk urutan kedua setelah taksi adalah menggunakan angkutan kota. Secara total apabila tidak membedakan antara kelas eksekutif dan kelas Bisnis, maka kontribusi pemilihan moda angkutan jalan adalah sebagai berikut : menggunakan Taksi sebesar 47,3%, menggunakan mobil pribadi 22,85%, menggunakan angkutan kota sebesar 21% dan yang terakhir menggunakan bus 8,85%.
Sumber: Pengolahan Data Pusfitbang Phb. Carat, 1996.
Tempat;1okasi awal pergerakan pengguna jasa KA Parahiyangan kelas eksekutif mempunyai radius terjauh rata-rata 13,0 Km dan terdekat rata-rata 3,0 Km dari stasiun bandung, untuk radius tujuan akhir perjalanan yang terjauh rata-rata 13,0 Km dan terdekat rata-rata 3,0 Km dari Stasiun gambir. Dalam pemilihan moda angkutan jalan dari awal pergerakan menuju ke stasiun Gambir maupun dari stasiun Ban dung ke tujuan akhir perjalanan mayoritas menggunakan angkutan taksi yaitu sebesar 54, 1%, dan selanjutnya menggunakan angkutan kota sebesar 10,0%, menggunakan mobil pribdi sebesar 17 ,4.%, dan yang terakhir menggunakan angkutan bus sebesar 8,5%. TABEL15
Sumber: Pengolahan Data Puslitbang Phb. Darat, 1996.
Tempat;1okasi awal pergerakan pengguna jasa KA Parahiyangan kelas bisnis mempunyai radius terjauh rata-rata 13,0 Km dan terdekat 7,0 Km dari stasiun Bandung, untuk radius ~ujuan akhir perjalanan yang terjauh rata-rata 13,0 Km dan terdekat rata-rata 7,0 Km dari stasiun Gambir. Dalam pemilihan moda angkutan jalan dari awal BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
pergerakan menuju ke Stasiun Bandung maupun dari stasiun Gambir ke tujuan akhir perjalanan mayoritas menggunakan angkutan taksi sebesar 48,0% dan selanjutnya menggunakan angkutan kota sebesar 22,0%, menggunakan angkutan bus sebesar 16,0%, dan yang terakhir menggunakan mobil pribadi sebesar 14,0%.
tama pemberangkatan dari stasiun Gambir dan yang kedua pemberangkatan dari Stasiun Bandung yang dikaitkan dengan frekuensi perjalanan dan hasilnya dipresentasikan kedalam tabel 3. 11 dan 3. 12. TABEL 16
Apabila dilihat pada tabel 14 dan tabel 15 dalam pemilihan moda angkutan jalan di Stasiun Bandung ada perbedaan kontribusi penggunaan angkutan jalan yaitu untuk kelas eksekutif yang menggunakan mobil pribadi merupakan urutan ketiga setelah taksi dan angkutan kota, tetapi lain halnya dengan kelas bisnis untuk urutan ketiga setelah taksi dan angkutan kota adalah menggunakan angkutan bus. Secara total apabila tidak membedakan antara kelas eksekutif dan kelas bisnis, maka kontribusi pemilihan moda angkutan jalan adalah sebagai berikut ; menggunakan Taksi sebesar 51,05%, menggunakan angkutan kota sebesar 21%, menggunakan mobil pribadi sebesar 15,7% dan yang menggunakan bus 12,25%.
Sumber : Pengolahan data Puslitbang Phb. darat, 1996
TABEL 11
Kontribusi pemilihan moda angkutan jalan penumpang KA Parahiyangan ada perbedaan yaitu menggunakan mobil pribadi pada urutan kedua setelah taksi pada stasiun Gambir, sedangkan stasiun bandung yang menggunakan mobil pribadi menempati urutan ketiga setelah taksi dan angkutan kota. Adanya kontribusi pemilihan moda angkutan jalan tersebut diatas, seyogyanya adanya pengaturan taksi Stasiun Gambir diberlakukan seperti taksi di Bandar udara yang mempunyai "stiker" khusus untuk malayani Bandar Udara tertentu, dengan adanya "stiker'' khusus tersebut diharapkan Stasiun Gambir dan Stasiun bandung menambah pendapatan yang lain. Mengenai perparkiran khususnya mobil pribadi perlu diperhatikan, karena dilihat dari prosentasenya cukup besar.
Pemilihan Kereta Api Parahiyangan Pemilihan moda KA Parahiyangan dibandingkan dengan angkutan jalan (bus, taksi 4848) dibagi menjadi 4 (empat) kriteria yaitu mengenai keselamatan, kenyamanan, cepat sampai ditujuan dan tarif lebih murah. Oalam wawancara penumpang KA Parahiyangan di bagi menjadi 2 (dua) pemberangkatan, yang perBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Sumber : Pengolahan data Puslitbang Phb. darat, 1996
Oalam Tabel 16 dan Tabel 17 terlihat bahwa penumpang yang berasal dari Jakarta (sekitarnya) dan dari Bandung (sekitarnya) memilih moda angkutan KA Par()hiyangan dibandingkan dengan moda angkutan jalan (bus, taksi 4848), dikarenakan faktor kenyamanan memegang peranan yang sangat penting, yang mempunyai prosentase terbesar yaitu berturutturut sebesar 40,7% dan 33,5% dan selanjutnya faktor keselamatan sebesar 30,5% dan 33,4%, faktor cepat sampai ditujuan sebesar 27,1% san 29,5% dan selanjutnya faktor mengenai tarif lebih murah dari moda angkutan sebesar 1, 7% dan 3, 7%. Dengan adanya kontribusi prosentase faktor kenyamanan yang paling besar dibandingkan dengan ketiga faktor yang lainnya, menunjukkan bahwa pelayanan KA Parahiyangan dari tahun ke tahun se-
m
makin baik yang memberikan kepuasan pada penumpangnya.
ke Bandung : a. Dinas sebesar 35%; b. Bisnis sebesar 26%;
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kosimpulan 1. Harga tiket berdasarkan wawancara calon penumpang memberikan pernyataan berbedabeda antara lain : a. menyatakan murah sebesar 2%; b. meny'atakan cukup (tidak mahal dan tidak murah) sebesar 33,6% c. menyatakan mahal sebesar 64,4%. 2. Bangkitan perjalanan yang dikaitkan dengan freku ensi perjalanan dari Stasiun Bandung adalah sebagai berikut : a. 3-5 kali seminggu bangkitan perjalanan sebesar 4,598%; b. 1-2 kali seminggu bangkitan perjalanan sebesar 17,062%; c. 1-2 kali sebulan bangkitan perjalanan sebesar 15,124%; d. Kadang-kadang bangkitan perjalanan sebesar 28,880% Bangkitan perjalanan yang dikaitkan dengan frekuensi perjalanan dari Stasiun Gambir adalah sebagai berikut : a. 3-5 kali seminggu bangkitan perjalanan sebesar 2,926%; b. 1-2 kali seminggu bangkitan perjalanan sebesar 13,832%; c. 1-2 kali sebulan bangkitan perjalanan sebesar 18.81 0%; d. Kadang-kadang bangkitan perjalanan sebesar 37,810%. 3. Distribusi perjalanan dengan maksud perjalanan ke Jakarta : a. Berkunjung ke famiiVsanak saudara sebesar 33%; b. Bisnis sebesar 24%; c. Dinas sebesar 19%; d. Rekreasi sebesar 11 %; e. Dan lain-lain perjalanan sebesar 9%; f. Sekolah sebesar 4%. 4. Distribusi perjalanan.dengan maksud perjalanan
c. Berkunjung ke famiiVsanak saudara sebesar 19%; d. Sekolah sebesar 11%. e. Dan lain-lain perjalanan sebesar 8%;
f. Rekreasi sebesar 2%; 5. Utilitias penumpang KA Parahiyangan yang disubstitusikan kedalam nilai uang dari Stasiun Gambir baik kelas bisnis (-Rp. 38.693,-) dan kelas eksekutif (-Rp. 41.630,-) lebih besar dibandingkan dari Bandung untuk kelas bisnis (- Rp. 20.284, -) dan kelas Eksekutif (-Rp. 24.655). 6. Tempat/lokasi awal pergerakan pengguna jasa KA Parahiyangan beradius terjauh rata-rata 17,0 Km dan yang terdekat beradius rata-rata 8,0 Km dari stasiun Gambir. Sedangkan dari Stasiun Gambir ketujuan akhir perjalanan pengguna terjauh rata-rata 12,0 Km dan yang terdekat beradius rata-rata 7,0 Km. Untuk daerah bandung dari tempat/lokasi awal pergerakan pengguna jasa KA Parahiyangan beradius terjauh rata-rata 13,0 Km dan yang terdekat beradius rata-rata 3,0 Km dari stasiun Ban dung. Sedangkan dari stasiun ke tujuan akhir perjalanan terjauh beradius rata-rata 13,0 Km dan terdekat beradius rata-rata 3,0 Km. 7. Kontribusi pemilihan mod a angkutan jalan dari awal pergerakan menuju Stasiun Gambir maupun dari Stasiun bandung ke tujuan akhir perjalanan mayoritas menggunakan taksi yaitu sebesar 47,3%, dan selanjutnya menggunakan mobil pribadi 22,85%, menngunakan angkutan kota sebesar 21% dan yang menggunakan angkutan bus kota sebesar 8,85%. Sedangkan kontribusi pemilihan moda angkutan jalan dari awal pergerakan menuju Stasiun Ban dung maupun dari Stasiun Gambir ke tujuan akhir perjalanan berturut-turut yang menggunakan taksi sebesar 51,05%, menggunakan angkutan kota sebesar 21%, mobil pribadi sebesar 15.7% dan yang menggunakan angkutan bus kota sebesar 12,25%. 8. Pemilihan moda KA Parahiyangan dibandingkan dengan angkutan jalan (bus dan taksi 4848) berdasarkan wawancara pada penumpang KA BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
...
Parahiyangan dari stasiun Gambir dan Stasiun Bandung adalah sebagai berikut : a. Faktor kenyamanan sebesar 37,1%; b. Faktor keselamatan sebesar 31,9%; c. Faktor cepat ke tujuan sebesar 28,3%; d. Faktor tarip lebih murah sebesar 2, 7%.
B. Saran 1. Meningkatkan jumlah eaton penumpang yang akan melakukan perjalanan Jakarta - bandung dan sebaliknya yang sebelumnya menggunakan moda angkutan jalan agar beralih ke KA Parahiyangan, karena pangsa pasar arus pergerakan Jakarta-Bandung cukup besar dengan cara mengintensifkan program-program marketing. 2. Bangkitan dan Distribusi perjalanan dikedua Stasiun Gambir dan Stasiun bandung yang cukup beragam perlu pembenahan fasilitas penunjang, antara lain halte disekitar stasiun, parkir mobil pribadi, parkir khusus taksi dan lain-lain. 3. Adanya kontribusi pemilihan moda angkutan jalan yang didominasi oleh taksi, seyogyanya ada pengaturan taksi pada Stasiun Gambir dan Stasiun Bandung seperti diberlakukan di Ban dar Udara yang mempunyai "stiker" khusus melayani bandar udara. Dengan adanya "Stiker" khusus tersebut diharapkan Perumka menambah pendapatan yang lain. Sedangkan fasilitas perparkiran khususnya mobil pribadi perlu diperhatikan, karena dilihat prosentasenya
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
4.
cukup besar dalam pemanfaatan ruang perparkiran. Meningkatkan informasi dan pelayanan bagi penumpang KA Parahiyangan baik di stasiun maupun di atas kereta api sebelum dan sesudah pe~alanan, sehingga penumpang dapat memperoleh kepuasan atas kontra prestasi biaya yang telah dikeluarkan. Oengan demikian semakin memperkuat posisi Perumka dalam pelayanan angkutan, khusus dalam berkompetisi dengan pelayanan angkuatan jalan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Pengantar Teknik dan Perencanaan transportasi, Pengarang Edward. K. Morlok, Penerbit Erlangga, Tahun 1991. 2. Analisis system Transportation, Pengaran g Meinhim 3. Cooperate Plan PERUMKA. Tahun 1994 - 1998. MULYAHAOI, llhirdiSidntjo,'27Februari 1966. Pendicikan terakhir Slljanl Tftnik Sipil Unilllrsila Mer•kll Matang tahun 1988. Jlbllten Kasubicl AnUse Kebutuhan Puslitbang Perhubungan darat 1M sejlk tahun
..Uranu
1992.
.
SETIO BOEDI ARIANTO,Iahi.r eli ~r 14 September 1959: Pendidikan Slrjena Ttknik Sipil Uiliwrsitu Atma Jaya Yogyakartli tlhUn 1990: Jabatan seklrlng Staf Birw Pn~gram Puslitbeng Perhubungan darat sejlk tahun 1992.
Ill
ABSTRAKSI
ejak tahun anggaran 1974/1975 sampai dengan tahun anggaran 1995/1996 sudah banyak dana pemerintah yang disubsidi untuk pelayanan angkutan lout perintis, namun secarB rinci setiap rute dan ruas pelayanan belum diketahui apakah subsidi yang diberikan sudah mendapatkan produksi yang optimal sehingga dapat menunjang pertumbuhan daerah yang dilayani, atau subsidi yang diberikan belum memberikan produksi, sehingga tulisan ini mencoba mengungkap besar produksi yang dihasilkan pada 4 rute yang diteliti, yaitu R-4 dan R-5 dengan pelabuhan pangkalan Pontianak serta R-9 dan R-10 dengan pelabuhan pangkalan Unjung Pandang sehingga akan dapat memberikan gambaran rute mana yang masih perlu dipertahankan dan yang sudah perlu di hapus/ditinggalkan dan dialihkan ke rute lain yang membutuhkan dengan memperhatikan beberapa komponen antara lain : angkutan lain yang sejajar dengan angkutan perintis, produksi dari tiap rute di ruas pelayanan, dan kecenderungan peningkatan daerah yang telah dilayani angkutan perintis. I. PENDAHULUAN Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar, dengan wilayah laut yang sangat luas. Jumlah pulau besar dan kecillebih kurang 17.677 pulau, yang terletak di persimpangan ramai antara samudera Indonesia dan samudera Pasifik. angkutan laut memegang pernanan penting dan menentukan dalam keberhasilan sektor transportasi, terutama bagi perkembangan daerah termasuk daerah-daerah terpencil dan pedesaan di seluruh pelosok tanah air. Salah satu penyelenggaraan transportasi laut un-
~~
tuk memacu pertumbuhan ekonomi terutama di daerah terpencil dan terbelakang adalah angkutan laut perintis, yang merupakan angkutan yang mendapat subsidi dari pemerintah. angkutan laut perintis mulai beroperasi pada tahun 197 4 hingga sekarang ini. Dalam penyelenggaraannnya angkutan laut perintis tanpa memperhitungkan segi komersial, namun bersifat menumbuhkan suatu daerah untuk berkembang dengan istilah "Ship promote the trade". Penyelenggaraan angkutan laut perintis belum menjamin berkembangnya kegiatan perdagangan pada sebagaian rute yang dilayani karena adanya sistem "Barter economy" atau ekonomi pertukaran akibat belum tersedianya sarana perdagangan seperti bank, telepon dan lain-lain. Sejak tahun 197 4/1975 hingga tahun 1995/1996 sudah banyak dana yang disubsidi pemerintah untuk pelayanan angkutan laut perintis, namun secara rinci setiap rute dan ruas pelayanan belum diketahui apakah subsidi yang diberikan untuk mendapatkan produksi yang optimal sehingga dapat menunjang pertumbuhan daerah yang dilayani ataukah subsidi yang diberikan tidak merr.berikan produksi, sehingga hal ini perlu dilakukan penelitian terhadap pengoperasian kapal perintis. Maksud pengkajian pengoperasian kapal perioitis adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas agar optimal dalam merangsang pertumbuhan ekonomi daerah terpencil dan terisolasi. Tujuan pengkajian sistem pelayaran perintis untuk memberikan rekomendasi tentang sistem pengoperasian pelayanan perintis yang optimal yaitu dengan biaya seefisien mungkin dan sistem pengoperasian yang mampu memenuhi kebutuhan jasa angkutan laut khususnya angkutan barang di daerah yang dilayani. Ruang lingkup penelitian ini difokuskan kepada rute pelayanan angkutan perintis yang berpangkalan di pelabuhan Ujung Pandang yaitu R-9 dan R-1 0, serta rute yang berpangkalan di pelabuhan Pontianak yaitu rute R-4 dan R-5 dan angkutan yang lain yang sudah ada pada rute angkutan perintis tersebut. Selain itu juga akan diambil perbandingan data historis produksi pada rute-rute tersebut guna melihat dampak pengoperasian kapal perintis. Sistematika pengkajian pengoperasian kapal perintis dilakukan pendekatan dengan pola pikir sebagaimana gambar di bawah ini : BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
produksi dari masing-masing rule
pola lrayek penyelenggaraan angkulan kapal perinlis
modal lain yang rule perintis
'--~metayani
Langkah-langkah Dari Pola Pikir 1. Melakukan inventarisasi trayek dan jarak yang sudah daayari oleh angkutan laut perintis. 2. Mengumpulkan data produksi dari maing-masing trayek untuk mengetahui ton/DWT/ per tahun 3. Menganalisis dan membandingkan keberhasilan sistem pengoperasian kapal perintis dengan mengambil sampel yang berpangkal di Ujung Pandang dan Pontianak. 4. Menginventarisasikan moda yang melayani sejajar rute kapal perintis yaitu (jalan raya, kapal penumpang, Pelra dan penyeberangan). 5. Rekomendasi terhadap rute kapal perintis antara lain : a. Rute yang sudah perlu dihapus b. Rute yang masih dipertahankan c. Rute baru yang perlu dibuka.
II. GAMBARAN UMUM PElAYARAN PERINTIS
B. Periode tahun 1981/1982 a/d 1986/1987 Pengoperasian kapal Perintis pada periode ini, dilakukan oleh PT. PELNI berd11sarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.13/AL.30 10/Phb-81 tanggal 10 Januari 1981. Maksud dialihkan kepada PT. PELNI adalah di samping dalam rangka memanfaatkan kapal milik PT. PELNI, juga untuk mernpercepat proses pengalihan trayek pelayaran perintis menjadi pelayaran komersial. C. Periode tahun 1987/1988 Pengoperasian kapal Perintis berdasarkan kebijaksanaandan sesaui pengarahan Bapak Menteri Perhubungan pada Rapat Pimpinan (RAPIM) tanggal 26 Januari 1987, dan yang kemudian dituangkan melalui Surat Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan No.A.137/AL.OO 1/Sekjen tanggal28 Februari 1987, yaitu sebagai berikut : 1. Empat belas buah kapal perintis diserahkan sebagai asset PT. PELNI. 2. PT. PELNI ditetapkan sebagai pelaksana Pelayaran Perintis. 3. Uang tambang diterima sebagai pendapat PT. PELNI, sedangkan kekurangan biaya operasi akan dibantu oleh pemerintah melalui DIP Proyek Armada Perintis. 4. Trayek Pelayaran Perintis ditetapkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut setelah mendengar pandangan pemerintah daerah dengan sebelumnya mendapat persetujuan dari Menteri Perhubungan.
D. Periode 1990 a/d 1993 Jumlah kapal perintis pada tahun 1992 sebanyak 26 unit dengan bobot 15.800 DWT. Selama bulan Januari sampai dengan bulan Maret 1992, hnya 11 buah kapal yang melayani trayek perintis dan 4 unit A. Periode tahun 1974/1975 a/d 1980/1981 kapal beroperaso di trayek non perintis. Namun setePengoperasian kapal perintis pada periode ini dilah April sampai dengan Desernber 1992 diharapkan lakukan oleh Direktorat Navigasi, yaitu dengan dasar 16 buah kapal sudah melayani trayek perintis dan pertimbangan bahwa pernerintah cq. Direktorat Jenmuatan diestimasikan sebesar 67.150 ton, penumderal Perhubungan Laut pada waktu itu sulit untuk pang meningkat menjadi 137.948 orang. Pada tahun mendapatkan kapal niaga nasional untuk digunakan 1992/1993 realisasi angkutan barang sebesar 31.256 sebagai kapal perintis, sedangkan di Direktorat Navitorv'm3 dan realisasi penumpang sebanyak 199.784 gasi tersedia kapal negara yang dapat berfungsi sebaorang dan realisasi DIP Rp. 18.292.000.000,- (lihat gai armada Proyek Perintis yang dilakukan dengan , tabel1). cara swakelola untuk kapal-kapal negara milik Direktorat Navigas~ di samping juga mencharter kapal-kapal swasta dengan melalui tender. Pelayaran perintis diselenggarakan sejak awal pelita II sampai saat in~ dengan pembagian periode yang pelaksanaannya ditangani sebagai berikut :
BADAN PENEUT/AN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
TABEL1 KONDISI PENGOPERASIAN KAPALLAUT PERINTIS TAHUN 1990/199 1 SAMPAI DENGAN 1992/1993 URAIAN TAHUN - . .1ttOIIH1 1H1/1tll 11U/IIt~ 21 21 21 I.J..taU,.,U 2.Jtllall bfiJ · 21 25 Zl a. U.it 1~4 58 15.181 · 15.• UWI 13 13 3. J••la• r.lalluu ,..... 13 Ill 111 111 Ulllaa r.lall••u liiiiM Z4.411JMI3 ZI.IJ4 hlt'll lllYTwJIJ, ...UI tliiUll 11:7S5.• 5 JubUIP. Jlta IIJ.
.. ................. .............
. ..
•••• ••1•
Sumber : DITLALNPROYEK PER INTIS (Diolah).
Tabel 1 menunjukkan masih terbatasnya realisasi angkutan barang yang berarti akan kelebihan muatan untuk barang. Keadaan ini tampak kontradiktif dengan jenis kapal perintis yang diadakan selama ini yaitu kapal barang yang diberikan dispensasi mengangkut penumpang. Dengan melihat kapal pelayaran perintis ini maka seharusnya sasaran angkutannya adalah untuk mengangkut barang (bah an pokok/strategis dan barang perdagangan) dari dan ke daerah terpencil, sementara angkutan penumpang hanya sebagai sasaran sampingan.
E. Trayek dan Jarak Yang Dilayani Pelayaran Per· intis Untuk mengetahui pola trayek dan jarak pelayaran perintis pada tahun 1995/1996 berdasarkan surat keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomar Al.59/1/2-95 t anggal 7 Maret 1995 secara lengkap dapat disajikan sebagai berikut (lihat tabel).
F. Pola Trayek Tahun 1995/1996 Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor AL.59/1/ 2-1995 tanggal 7 Maret 1995, penyelenggaraan angkutan laut perintis tahun anggaran 1995/ 1996 terdiri dari pelabuhan pangkalan 16 buah dan jumlah rute 37 buah dengan pelabuhan singga berjumlah yaitu : 1. Pelabuhan Teluk Bayur dengan 2 rute yakni R-1 A dan R-1 B dengan jumlah pelabuhan singgah 11 buah dan 15 buah. 2. Pelabuhan pangkalari Bengkulu dengan 1 rute
yakni R-2 dan jumlah pelabuhan singgah 15 buah. 3. Pelabuhan panglakan Tanjung Pinang dengan 1 rute yakni R-3 dan jumlah pelabuhan singgah 9 buah 4. Pelabuhan pangkalan Pontianak dengan 2 rute yakni R-4 dan R-5 sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 11 buah dan 7 buah. 5. Pelabuhan pangkalan Surabaya dengan 1 rute yaitu R-6 jumlah pelabuhan singgah 7 buah. 6. Pelabuhan pangkalan Bitung dengan 2 rute yaitu R-7 dan R-8 sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 15 buah dan 14 buah. 7. Pelabuhan pangkalan Ujung Pandang dengan 4 rute yaitu R-9, R- 10, R-11 A dan R-11 B sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 7 buah, 11 buah dan 9 buah. 8. Pelabuhan pangkalan Kupang dengan 4 rute yaitu R-12, R-13, R- 14A dan R-148 sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 10 buah, 7 buah 11 buah, dan 7 buah. 9. Pelabuhan pangkalan Dilli dengan 1 rute yaitu R-15 sedang jumlah singgah 9 buah. 10.Pelabuhan pangkalan Ambon dengan 5 rute yaitu R-16, R-17, R- 18, R-19 dan R-20. Sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 19 buah, 12 buah, 15 buah, 14 buah dan 16 buah. 11.Pelabuhan pangkalan Tual dengan 1 rute yaitu R-21 dan jumlah pelabuhan singgah 10 buah. 12 .Pelabuhan pangkalan Tern ate dengan 3 ; ute yaitu R-22, R-23 dan R-24 sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 13 buahn, 12 buahn dan 13 buah. 13.Pelabuhan pangkalan Jayapura dengan 3 rute yaitu R-25, R-26 dan R-27 sedang jumlah pelabuhan masing-masing 7 buah, 16 buah dan 17 buah. 14.Pelabuhan pangkalan Biak dengan 1 rute yaitu R-28 dengan jumlah pelabuhan singgah 10 buah. 15.Pelabuhan pangkalan Sarong dengan 4 rute yaitu R-29A. R-298, R-30 dan R-3 1 sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 18 buah, 20 buah, 9 buah, dan 13 buah. 16.Pelabuhan p_angkalan merauke dengan 3 rute yaitu R-32, R-33 dan R-34 sedang jumlah pelabuhan singgah masing-masing 5 buah, 4 buah dan 9 buah.
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
1
--------.--, - · ---z I 1 1 4 f -- ·. --! ·-----+- -----------·
1
5 I -------+--"-1
I
I I . 1 a-a .I Bitung·142·11huna·4S·nwaluso·a·Kwlo·6· I I Marore·eA··Ml.,..s·60·1Carar....-15·~·24·
I
I
I
i
I I I I
I l I I
I I I
I I I·
I
7
I
I
11 IWII
,.....,..6fi.siau·36·tllfUI..,...,_..Iitwtlf.
I I J7.1UJ.P. . . .
I I I I I I
I
I I I -I I I I I I
I I I I I ! I I !
f
I I I
I I
I · I I I I I I I I
1.t«
I ·60·~·toMiina1·t@•. . . l.l'fo. I · t ~~44>~14·1tfiJ~·13$·Cftde·
I I
I 11-1i 1 I 31·
I I I I 1 •·n 1 I
I
•
• t.$
•••ra· tSi·IIJinppu· 84·
I '":aai'J..-·24·MIIu·64·--b•fi4-l. I . 1 CUf!W11·\24·~.,..,.n<...,it•fal-34•oHii· 1 4Htr-.:U_.t ..r~·•-:..-·4f·JCIIfl'•lliO· · I DilH·~·-Mt.. 72·bl. . .l·lltS·Dll*'l·
Dill i
I S2·Reo-,7·Marilpokot·27·Palue·J7·-re·
I I I Allbon·U4·Geser·32·GoriWOnelor•SZ·P.Itnut· I "· Tlor·39·P.Kur·~I·P. ,.,...,.·JJ·luel-26· I Elat•11W·Debo·'24·8enJIN·+1·hlar hlar·
I I I I I I I I I I
I I
I I
I~H--
R·1S
11 · 16
I I
I
I
t7
I
I I
Diiii·9H)ekuai·IS·1Calllbllll•6$ ·Water- • 97-lt.o·t9~·1anerate·66·t- J...,.a•J7·5ela yar•61· Uj .P-...
1 44·1atugoy-·156-P.Motu·S!I·Urat·75·Tutu I K...,.,.·52·s-leki·5S·S.Ira·69·Larat·5S· P.l'lolu·1S6•1atugoyq·44·1Celarkalor·41·
14
I m CRf*l lc.GMTell I .1 I 886 I·· I I I
·I I I I I I 1.402 I 750 0111/l I 4llD CRT* I I COAsteR I I I 1.191 I 750 0111/l I 4llD Glt•f I CGASTER I
I
I I
I·· I '2 . 1 IIO'fAG!! I I·· I I
IIMI
I 7.,. Lt ,_MilI I w.r...,..,..2..-,.~Wwtne·ia·lara I
la· 14Al1\41111!1·\N·~,-.,.cun·t2·~or·6·
I I I
I I
! "
I I I I I m 1 soo Ql(lll 1:m GilT* I I CoWro I
W.lkelo·74·~ lajo·7e·W.IIIelo·a4·
I v.~·tH·~·~H·~
I I I nuu·4S·~ .... I·1011·DHii·101•1Calllbllll • I I I 64·At--SZ·ilini·17tHkull·t6·KI,IIIIenl. I I I I I 11·1411 KUf181111·\~·~re·l7·Pelue·40-llariiPOkot· I I I S7·11eo-Si•lMiulllbajo·76·11•·76·L.,.....jo·l
I 1 I I I I
I I I .. I I I I I I I .I I
17
I I I t . · 1 a-n•l uJ.P....,.·24ll·•u•n••·•~•llt.!t
110. 1 Ambon
I
I I I I I I I I I I I
L
I
I
I
9
I I
I 1 I ' I I I I I I I I
I*MiEI I I I I
I
I I I
9. I i ! I . I I I
I 21 1 VOYAGE I ' I I I I I I 21 I VOYAGE
I. I
I I t I a. I ICupeng
I
I
II
--+---~----+---~
1 •eo Gllr•l COASTll I I I
lliM~~U·f'·I!M'ore·+-IC..~o-··.,._1'*!11~·
I
I
6
1.21111 750011lll
I £ssane·30·11e\~· 4·~i....,..·"; ~....... 1 92·T._,·~q·1HI ....... ~*f.... I _,:SO·E...,.-fi.·o-h·15•ICIItaCIIIIIIJ·tll•
l I
I
i
----------~--~----~----.------,---.
12 MAlt I
I
26
I
I I I I I I I
I
I IIO'fAGE I I I I. I I' I I 1 3o I 110YACE
I I I··
12 IWII
12 IWII
1: I >15 I I: I" I
\lOY
I I
I: 15 1 24 NAil I
1IOYAG£
17 YOYAG£
I
I I
I
.I 1 B""j ina·24·0ebo·t09·Eiet·2f•·fuoi·31·P. ro I I I I I yando·'21l·P.Kur·39·P,Tior·17-P.Kesui·32 · I I I I GoroonJOndor·32·Geser·18A·-· I I I L--.L-------~--~--------------------------L---~-----L----L-----~---
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
,
•
·20
\1 VOYAGE ·
ir
·"
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
17
9
I ·I I I I I I I I
I
*•
-tS
m
: ·
1
!
2
·r- - T I 3 1
--,----~-
I -5
. ----- -t--·r· - - · ----
i
I
I
)14.
8 i ak
··--+--
-----
I
I
j A·28 j Biak · 40 · Korido·SO · Jffl99Crbun·27·11iclsdiponcfi 1 ·39·(..,..ri·42·Manoi<wari·71·Saultor ..·71 ·
I I I
j
I. Sor'ong
I
I I I I I I I I I
1.066
I Manokwar i · 42·K-t1·)9·Hio.t>iponoli ·37· I I Jfflggerbun·SO·Korido· 40·Biak · 153·Nabire·85 - l I Varen · 22·Serui · Varen · 8S · Nabire·l53·1iak. I 1 s.u1.nrem PP. I I I R· 29AI Soronv·39·Saonek·30·Urbm.,.apen·38 · Mnier · 20 j 1.206 1 ·Ubare · 24·P.Ayu · 24·labare·20·11nler·38·Urbi I I n..open-lO·s-k · 39·Sorone·l5·Makbon·23· I I Mega·I5 · Sausapor-12·W.rur·20·11au·47 ·Sauko I I rem· 71·Nanokwari·71·Saukor ..•'7•11au·20· I I Verur·12·S•usapor · I5 · Nega·2Hiatbon·l5 · I I Sorong·135 • t . .inabuan·60·Nugin·3S·Inawatan · l ! 93·teotlnabuan··ll5 · Sorong. I
I
115 .
I !
I
I
1
I
I
I
I 350 OIIT/ j I 220 CRT"! I coaSTER I I I
I I I
1
I I
I
9
I
I
I 14 I 26 HARI I VOTACE I I I
I I I I
1
I
I
I
I
I
I
>11 VOl
17 HAAI
··
I
I Arefl· 40 • Solol • 38 ·P.PM·36·P,Gtlf·27 · ~ I Seletle·15·11utus·20·-angtara·50·5orong· I I 39· Saonek ·16•Vars.... in·20·\falfof ·14-labil olf I ·64·Saonek·Sorong, I I
I I I
1 R·lO 1 sorong·177·Arandai·n·lfntun1·36·1abo·76· 1.506 I I Kokas·ll·fatfak·147-rai_..·68·rlt Etna· 1 84 · POIIIako·I4·Tik.Etna·68·ttaiMN·147·fatfakl ! ·18·lokas·78·1abo·l6·81ntuni · 77·Ar-i· I I 162·Sorong. I
I
I
750 DWT/ 480 CRT" I coastER I I
I I
·1 1·32
I
I
llerauke·145·Kinaan1Bat\-rah·12l·layun·134 1 Atsy·89·Asui/Eci·159·isenno PP. I R·ll I llerauke·145·Ki-·25T•AUy·134·AgaU·45· I SawarrN PP.
I
R ·34 1 Nerauke· 145·KiNan·150·1-·10S·Getentri •
"I - I I 21 VOYAGE
14
26 HAAI
VDTAC£
16 HARt
22 VOYAGE
15 MARl
VOYAGE
I
1.300 I 350 DWT/I I 220 CRT* I I COAStER I 1.164 I 350 DVT/I I 220 CRT" I I COASTER I
I
17 HAAI
I I
A·31 1 sorong·245·8ontUI'!i·l6·1abo·76•rot.. ·l8· I 2.936 750 DVT/I 1 Fakfak·147·Kaionona·68·Tik.Etna·,l·Tual·25·l I 480 GRT*I 1 Elat·10I·Ooboi92·P..,.ko·117·Agats·21l·lade· l I COASTER I I 213·Agats·117·P..,.ko·I92·Dobo·101·Eiat · 25 · I I I I Tuat ·153· Tlk.Etna·68·Kal...,.·147·fakfak·ll· I I I Kokas·76·1abo·l6·8intuni·245·Sorong. I I
24
I
·72·8utlpter1·143·l..,.._rah·71-Ciet..,tri· I I 103·8-10Z·IIur·90·Kepi·90·11Ur·150-ICI-· I I I I I4S·IIerauke. I I I I , _ _ j _ _ _ _ _ _ _~----~----------------------------~----L-----~----L-----~--~
I
•
a
--1----1
I Vaig-·116·roflau·30·L..-~81·36·-kapall
I I 1 I I
I I I I I i
!
--+
r 36·Sailolof·40·Soloi·40·Arefi·37·SqNIII·37· 1
I
16.1 Mcrauke
7
·· I 17 350 DVT/I HAAI 220 CAT" I coasTER/ l.C.U.
I
.
I
I
1 A·Z98j Sorong -135· T..inabu
--T--.,- - - - , - - , 6
I I I
G. Jumlah Dan Ukuran Kapal Perintis Tahun
H. Produksi Kapal Perintis Yang Disurvei
1995/1996
Sebagaimana langkah-langkah pola pikir diatas, maka pelabuhan yang diambil sebagai sam pel penelitian adalah rute oerintis yang berpangkalan di Ujung Pandang dan yang berpangkalan di Pontianak.
Jumlah kapal yang dioperasikan dalam penyeleng· garaan angkutan perintis berjumlah 34 buah sesuai dengan jumlah rute yang ada. Sedang ukuran kapal yang melayani rute tersebut bervariasi yaitu 200 DWT, 35 0 DWT, 500 DWT, 750 DWT, dan 950 DWT. lnformasi secara lengk ap mengenai pola trayek kebutuhan-kebutuhan kapal penyelenggaraan angkutan perintis tahun 1995/1996 dapat dilihat pada SK Ditjen Perhubungan Laut.
.:
Data produksi dari rute tersebut diabil sejumlah voyage yang sudah dilakukan yaitu : 1. Pelabuhan Uj!Jng Pandang ~engan rute R-9 dengan ruas pelayaran sebagai mana tabel produksi berikut ini : BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERINTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN WUNG PANDANG TRIP KE ·I TWUAN ASAL
BIRINGICASI PARE.PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMARINDA BAI.IKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG PNP
BRG
PNP
8RG
PNP
8RG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
8RG
PNP
8RG
PNP
8RG
IJIIIMIDAIC IIIICWI PAll-PAll
IIIAIIIi·IIIAII WIMI WIAIIIA WI IVAI IIWii.JliAIIi JIJAl I
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERINTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN WUNG PANDANG TRIP KE: II TUJUAN ASAL
8IRINGICASI PARE.PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMARINDA BAUKPAPAN 8LNG-BLNG U.PANDANG PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
BRG
PNP
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
UICIUIAII
•
llllliWI
MII.U IIIAIC41MC IAUIMMII WIAIIIIA IAUIPAIU IIIAIC4l.AIC
•
IITAl I
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERJNTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN WUNG PANDANG TRIP ICE: Ill TUJUAN ASAL
81RINGKASI PARE.PARE ILNG-et.NG BALIKPAPAN SAMARINDA BALIKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG PNP
8116
PNP
8116
PNP
PNP
IIIG
1116
PNP
8116
•
IJIIIMIIAIC IIIICWI PM I-PAII IIIAIIIi·IIIAII
Zl
WI IVAI WIAIIIA WIMI IIWii-IIIAIIi JIW
Zl
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
•
PNP
IIIG
PNP
1116
PNP
IRG
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERINTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN WUNG PANDANG TRIP KE: IV BIRINGKASI PARE .PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMAR INOA BALIKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG I TUJUAN
!
PNP
ASAL
BRG
PNP
BRG
I
IIUUIS PUDAIG
BRG
PNP
I
IBIRII&IASI PARI·PAIII IIAIIIPAPAI
rHI
1SAIARIIDA
PNP
BRG
PNP
BRG
195.130
I
PNP
BRG
PNP
BRG
I
I
I
I I
IIII.AI&·IIlAK
BRG
PNP
I
I
!
I
'
I
'
II.AI5-IIlAK
13
ITAl
13
195131
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGIWTAN PERINTIS R-1 PELABUHAN PANGICALAN WUNG PANDANG TRIP ICE :Y TUJUAN BIRINGKASI PARE.PARI ILN"LNG IAUI(PAPAN SAIIARINDA IAUI(PAPAN ILN"LNG U.PANDANG PNP BRG PNP IRI PNP IRI PNP IRI PNP IRI PNP IRI PNP BRG PNP IRI ASAL
!
IIJIIIC PAIDAK IIIIlS WI
• I
I
PUI·PAII
I
IILUC·IUAH IIAI.IIPAPAI SAIIAIIIGA IAUIPAPAI III.AIC-III.AIS
.
I
!DIAl.
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERINTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN UJUNG PAN· DANGTRIP KE : VI BIRINGKASI PARE.PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMARINDA BALIKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG TUJUAN I ASAL IUUK PAIDAIG
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
lli.S
I
I
IPAIII·PUI I
IBII.AIS·BilAIS
I
I
lAlii PAPAI
I
I
SAIIARIIDA
"G!Al
PNP
I
jBIRII&WI
III.AIC·BilAIIIi
BRG
Ill
I
IIAliiPAPAI
PNP
I
I
I
I I
I
I I
I
I
Ill
22U
I
_L
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERINTIS R·9 PELABUHAN PANGKALAN UJUNG PANDANG TRIP KE: VII TUJUAN
ASAL
BIRINGKASI PARf.PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMARINDA BALIKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
UJUI& I'AIDAI5
BRG
...
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
IIRIIGIASI PAIII·PAIII IIWG·IElAIG lALII PAPAI WWIIDA lALII PAPAI IEWG·IELAR TOTAL
101
PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN PERINTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN UJUNG PANDANG TRIP KE ·VIII TUJUAN ASAL
BIRINGKASI PARE.PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMARINDA BALIKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
UJUIG PAIIIAIG
PNP
BRG 213.5111
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
PNP
BRG
587.0110
IIRIIGIASI I'ARI·I'AII IEWUELAI5 IALIIPAPAI WWIIIIA
I
IAUIPAPAI
Z9.51Dar
IEWG·IILAR
TITAL
'
213.5.
581.1.
mtoar
I PRODUKSI PENUMPANG DAN BARANG ANGKUTAN ·PERINTIS R-9 PELABUHAN PANGKALAN UJUNG PAN· DANG TRIP KE : IX TUJUAN ASAL
BIRINGKASI PARE.PARE BLNG-BLNG BALIKPAPAN SAMARINDA BALIKPAPAN BLNG-BLNG U.PANDANG PNP BRG PNP BRG PNP BRG PNP BRG PNP BRG PNP BRG PNP BRG PNP BRG
IJUIG I'AIIIAIG
441.125
IIRIIGIASI PAIIE·PAIIE IIWG·IILAIG IALIIPAPU WWIIDA lALII PAPAI
IIWG-IELAIG TOTAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
449.625
m
<: ~
~ ~
:t:
fE Q..
<: ~ <: I§
PRODUKSII'ENUMPANG DAN BARANG ANGKtrfANI'ER!NT!S R-IO I'ELAilUHAN PANGKALAN UJUNGPANDANGTRIP KE: l
~
(!)
asQ.. <: TllHJA.,:-TI
r..l.."'DA•I
(§
I ~"-""UI
<:
rl n
A'AL
,..,., i aac; f ' Il.lJ. rA-""" OA..._G
I
'
I
'
I
I
P!«1'
IIIlO
'iI 'I'
•I
'! 'I • " " ' I " " " " " " ' " " "
II
..
.,
'" n
>• I
~
.. . .' .' " .
"
'
U..'DA&J
l
~
ril asQ..
l
<:
(§
WA..,l.JI
I§
8\JSOI:U
I.OLOSEDAU: lU\1.\.ll:: PACilWA..'A
I
iI
I
. !
joowso ~ CiOA OSfALO ~
a1n·sc GOk O!"TALO
I
! I
I
I
I
I PAO) WA..' A
'
I
IO.Ol.OS[OALf
!
'"I
I
I
I
'-
l IT!
I
II I
I
I
I I ! I ___ j_J_i---1
I
I
I
u.- ...... lt
I
I
t>OLOSO
USDAI.!
I
!
AWPA.."'A
)
I I
I
I
I
1
I
i I
I
I
I
I
JI I I
~-~--!tTl- :-l-1-:
~----------------------~•
~----q
.. ..
..
<
a
Q
9 ~·~~~+----------------------------~-j
.
~
~~--------------------------------~
2
f
. .= 0
~
0
f ~ ~-+.~-------------------------r0 ~------------------------------~---.= . ~~r---------------------~-.. : ~!j
S<
oc
.
~
~
3
:
' <
;;~
:2
=
~
Cl
0
<(
<
0
z
f-
~~~
O: i ~
.x .s
:
<
f
0
:
~--~-----------------------------------~
&
oc~ O~z
.
0~
~3~
io..:J
ffi~~ ~~0
~~~ 0..
0..
.:
•o
o<<
<<~>
"'
f
0~
Z""
0 0
f
< <
~
5
~
0..
0 0
0
~
=
;;
7.
o·
-
...= .s .:•o 0" o<< 0~ 0
0
Q Q
<
0.
<
f
• ..:-= ~
....
' <
~~
f
:=
~
~
E-
3
:
~~ sa
'·
~-+.~--------------------- ---~-
:
~
11.
8,~--------------------j --- -
~
.= 1---------------------------- --
~ l: ~-+-~----------------------- 1 -0 5
•
7.
1---t:l-t---------0 ~
.
e
~
~
= ~
-
-·---- - --- - - --
a
Q
~
< ~
. <
0
a
ii
Q
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
~
II
~
~~ ~
a:i 14 ~
~
PIWDUKSI PENUMPANG DAN DARANG ANGKUTAN PERINTIS R-IO PELADUIIAN PANGKN.AN UJUNG PANDANGTRIP KE Ill
~
~
(!)
i5 14 ~
(T0"1""l
I
Tl)IUA.'
"'"L
...._,D A>I
"'--' A'DA.'G
""-'"'
:~:::~DAlL
' ~~~·
"'"";l:J . r~r l ••c •
I I
PANOAHO
- .
" .
,. _ , ,.
-
:
I
'
I
l
I I
...1
II
I
I
i
I :
I
!
I :
I
:::::::
I
: : ::
:
1
I
rA GI W>'A
U. ~ l ·
:~::.:~.~·u
:'
::~:..
I . I
!
I
I I
I
I
I I
!I
____,__:-,~- -+-' ! ... 1
+--, I
'
I 1
I
j
I
I
I
I
I i
I II
I
I
I I
I
I
I
I
I I I
I I I
I
I
~
~
ra
i5 14 ~
~ ~
II I
!
I
I :1
I
I
I
I
' II
I
I !I
..1
I
II
I
~:~~~~I
_
I
I
I
I II I I : I I I I I
. •. "I . ,.
~
1
I
I
i
!
I "I
~~~rtt~l!li;\;i 11+ 1_: I IIJ:--r·-~-+~~-rn ' I I l_j_~_j_j
:1\
I
~----------------------~•
TABEL PENDAPATAN DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS R-9 DENGAN PELABUHAN PANGKALAN UJUNG PANDANG TAHUN 1995/1996 TRIP IE PENDAPATM
......
II
Ill IV
.. Ill VIII II
lUll. 14.5ZS.427 14.441. 1271.425 14. . IUIUI lll5.731 IIIJZ3.433
Ill
111.
D Ill
Dl Ill Ill II Ill
n........
TABEL PENDAPATAN DAN SUBSIDI ANGKUTAN PE· RINTIS R-10 DENGAN PELABUHAN PANGKALAN UJUNG PANDANG
..• •
2. Pelabuhan Pangkalan Pontianak Rute dengan pangkalan pelabuhan Pontianak adalah R-4 dan R-5 dengan jumlah pelabuhan singgah masing-masing 9 buah dan 7 buah, ~ dang data produksi yang dapat disajikan pada tabel di bawah ini adalah data produksi data R-4.
I
•• •
--
.
. I II
..
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
1111 TIUl
Jll. lliU
,.,
I. Pelayanan Transportasi Dalam penelitian ini dilakukan juga inventarisasi moda transportasi yang sudah ada pada rute R-4. R-5, R-9 dan R-1 0 yang informasinya sebagaiamana berikut ini : lUTE ...
......... ....... ........ ........ . fuliui ....
sedangkan pendapatan Rp. 150.823.205,-
Rp-m~
adalah :
---------------- = Rp. 4.286,- mil 1.530 X 23 b. Biaya operasi : Biaya operasi selama 23 voyage adalah sebesar 23 x Rp. 26.228.017 = Rp. 693.224.400,- sehingga biaya Rp.-mil adalah : Rp. 693.244.400,------------ = Rp.1 9. 700 mil 1.530 X 23
Ill. ANAUSIS DAN EVALUASI
A. analisis Berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan maka dapat dilakukan analisis dengan langkahlangkah sebagai berikut :
c. Subsidi operasi : Subsidi yang diberikan kepada operator pada rute ini sebesar Rp. 2.000.000,- per hari sehingga besar subsidi dalam 23 voyage yaitu : 23 X 16 X Rp. 2.000.000,- = Rp. 736.000.000,- atau besar subsidi Rp-mil adalah : Rp. 736.000.000,------------- = Rp. 20.915- mil 1.530 X 23
1. RuteR-4
a. Produksi Produksi angkutan perintis pada rute R-4 selama 23 voyage adalah sebanyak 18.160 penumpang dan barang sebanyak 1.047 tonlm3 dengan penghas~an uang tambang barang sebesar Rp. 8.800.180,-, uang tambang penumpang sebesar Rp. 140.315.625,- dan over freight sebesar Rp. 1.707.000,00 sehingga total pendapatan sebesar Rp. 150.823.250,00. Jarak pelayaran 1 voyage adalah 1.530 mil, sehingga produktivitas tonltahun adalah : 1.047 ------ = 0,03 ton/mil 1.530 X 23 dan produksi pnp-mil adalah : 18.160 ------------- = 0,52 pnp-mil 1.530 X 23
Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka terlihat bahwa subsidi yang diberikan cukup besar dibanding dengan biaya operasi yaitu selisihnya sebesar Rp. 42.755.600,- atau Rp. 1.215 mil. 2.RuteR-9
Demikian juga untuk rute R-9 dapat dihitung produksinya, biaya operasi, dan subsidi operasi sebagai berikut : a. Produksi Produksi angkutan perintis pada rute R-9 selama 9 voyage adalah sebanyak 33 penumpang dan barang sebanyak 5.602 ton/m3 dengan penghasilan uang tambang penumpang Rp. 412.500,dan uang tambang barang sebesar Rp . 100.91 0.933,- sehingga total pendapatan sebesar Rp. 101.323.433,- jarak pelayaran 1 voyage adalah 960 mil, sehingga produksi ton-mil seBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
lama 9 voyage sebesar : 5.602 ---- = 0,648 torVmil 960x 9 dan produksi pnp-mil adalah : 33 ------- = 0,04 pnp-mil 960 X 9 pendapatan Rp-mil = Rp. 101.323.433 ---------- = Rp. 11.727 m~ 960x9 b. Subsidi operasi subsidi operasi yang diberikan kepada operator angkutan perintis pada rute R-9 adalah sebesar Rp. 1.640.500,- per hari sehingga subsidi selama 9 voyage sebesar 9 x 13 x Rp. 1.640.500,- = Rp. 191.938.500,- atau besar subsidi Rp.- mil adalah: Rp. 191.938.500,---------- = Rp. 22.915,-- m~ 960x 9 Jikl dibandingkan produ dari dua rute di atas maka terlihat bahwa angkutan periltis pada rute R-4 didaminasi oleh penumpang, sedangkari pada rute R-9 didominasi oleh barang. 3. Pelayanan Rute
Sesuai dengan pelayanan angkutan lain yang ada pada rute R-4 dan serta mernbandilgkan produksi yang dicapai maka untuk home base R- 4 sebaiknya berpangkalan di Sentete, karena ruas Pontianak Sintete sudah ada jalan yang menghubungkan dan akan lebih cepat lewat darat dibanding dengan laut. Selain itu tidak rasional bila pada ruas ili tetap dilayari karena tidak ada produksi angkutan sehingga subsidi yang diberikan akan menjadi mubazi'. Dernikian pula rute R-5 yang juga berpangkafan di Pontianak sebaiknya dialihkan ke Sintete karena angkutan kapal penumpang yang menghubungkan Semarang - Pontianak sudah ada, ataupun dari Jakarta dan Surabaya. BAOAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Dengan pengalihan pangkalan tersebut maka rute R-4 melayani ruas- ruas sebagai berikut : Sintete - Serasan - Ranai - Midai dan Tanjung Pinang PP. dengan tanpa menyinggahi letung dan Tambelan. Sedang ruas yang dilayani R-5 adalah Sintete- Pulau Maya- Ketapang- Kendawangi- Air Hitam - Kubl~ukamara- Karimun Jawa- Jepara dan Semarang PP. Untuk R-9, pellu dipindahkan pelayanannya karena pada rute ini terlilat dari sembUan voyage yang dilayani sebagian besar ruas tidak berproduksi, hal ini dinungkinkan karena pada rute ili sudah sebagian besar pelayanan .angkutan tersedia sehingga dapat dikatakan ruas ini sifatnya sudah komersial sehingga perlu ditinggalkan di alihkan ke ternpat lain. Kalaupun ada barang yang diangkut dan kelihatarmya jumlah barang tersebut beratnya dan asal tujuannya sama, kemungkinan barang ini adalah barang dagangan dal1m jumlah yang besar, yang dapat d~ayani oleh angkutan laut lainnya. Sedangkan pada rute R-1 0 ruas Ujung Pandang - Kendari dan ruas Gorontalo - Bitung perlu dihapuskan karena keduanya adalah ibukota propinsi yang mana cukup banyak angkutan lain yang menghubungkan kedua pelabuhan ini, dan juga pangkalannya dipindahkan dari Ujung Pandang ke Kendari sehingga ruas pelayarannya menjadi Kendari - Kep. Menui - Bungku - Kolonedale - luwuk - Pagimana - Ampanan- Dolon!VPopolii - Gorontalo PP. Kedua ruas yang dihilangkan tersebut tidak ada produksi angkutannya. B. Evaluni Sesuai dengan data dan informasi yang didaatkan ·selama penelitian dan hasil analisis produksi, biaya dan subsisi operasi serta pelayanan rute, maka dapat d~akukan evaluasi terhadap ke empat rute angkutan perintis yang diambil sebagai obyek penelitian dan sekaligus sebagai acuan untuk penelitian pada rute angkutan perintis lainnya. Hal-hal yang dapat dievaluasi antara lain : 1. Produksi yang tidak merata setiap ruas atau ruas tertentu yang tidak berproduksi seperti pada rute R-4 yaitu ruas Pontianak- Sintete, dan pada rute R-9 yaitu pada ruas Ujung Pandang Pare- pare, Pare-pare - Belang-belang dan Samarinda- Balikpapan sehingga pada ruas ini perlu ditinggalkan. Juga untuk pelabuhan
pangkalan R-4 dan R-5 dipindahkan dari Pontianak ke Sintete. Dan untuk R-1 0 ruas yang perlu ditinggalkan adalah ruas Ujung Pandang Kendari dan Gorontalo - Bitung, juga pelabuhan pangkalannya dipindahkan dari Ujung Pandang ke Kendari. secara sederhana evaluasi terhadap ke ernpat rute tersebut di atas dapat diuraikan pada matriks di bawah ini.
B. Saran 1 Penelitian ini masih perlu diteruskan untuk 30 rute lainnya secara komprehensif sehingga dapat memberikan rekomendasi yang lebih akurat terhadap penyelenggaraan angkutan perintis dikemudian hari. 2. Ruas yang menghubungkan antara dua ibukota propinsi kurang tepat, sehingga sernua ruas ini perlu dihapuskan.
DAFTAR PUSTAKA
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pada ke empat rute obyek penelitian tertihat masih banyak ruas yang belum berproduksi sehingga menjadi mubazir subsidi yang diberikan pada ruas tersebut. 2. Terlihat kecenderungan bahwa angkutan perintis di rute R-4 dan R-5 didominasi oleh penumpang sedang pad a rute R-9 dan R-1 0 didominasi oleh barang. 3. Penempatan pangkalan yang kurang tepat membuat ada arus tertentu yang tidak berproduksi.
1. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan laut Nomor : Al.59/1/2-95 tentang Pola Trayek dan Kebutuhan Kapal Angkutan laut Perintis Tahun Anggaran 1995/1996, Maret 1995. 2. Surat Keputusan Pempro Pengoperasian Armada Pelayaran Perintis Sulawesi Selatan Nomor : 150/SK/PLAPNI-95 tentang Penetapan Pemenang Pelelangan Pekerjaan Jasa angkutan laut Perintis R-10 Pangkah Ujung Pandang Juni 1995. 3. Surat Keputusan Pempro Pengopera'Sian Armada Pelayaran Perintis Sulawesi Selatan Nomor : 14 9/SK/PLAPNI-95 tentang Penetapan Pemenang Pelelangan Pekerjaan Jasa Angkutan laut Perintis R-9 Pangkah Ujung Pandang Juni 1995. 4. Proyek Armada Perintis Ditjen Hubla laporan Realisasi Voyage R-9 tahun 1995/1996 5. Proyek Armada Perintis Ditjen Hubla laporan Realisasi Voyage R-1 0 tahun 1995/1996 6. PT. Pelni Cabang Pontianak, Realisasi Arus Penumpang Dan Barang Angkutan laut Perintis R-4 Tahun 1994/1995.
·PAULUS RAGA I,Atlir eli Pll't-PIII tanggal 3 Me1 1956. Memperoleh gtlllr Sarjana Teknik Elektro pad~ tahun 1986 dari Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Magjster Transportui pada tahun 1994 dari ITB, Bandung. stkerang manjedi Kesubid Ttnega· Peneliti Puslitbang Hub Ia.
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
e
e
STUDI RENCANA PENGEMBANGAN DERMAGA PELABUHAN BANTEN DALAM RANGKA MENUNJANG KEGIATAN BONGKAR MUAT BARANG 01 PROPINSI JAWA BARAT SUNARTO SUGENG KARYANTO TEGUH SETIYANTORO ABSTRAKS/ elabuhan adalah merupakan bagian dari pus at kegiatan perpindahan barang atau penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya dan merupakan pusat kegiatan ekonomi. Hal tersebut akan mengalami perubahan yang pesat dengan adanya pengaruh faktor lingkungan eksternal yang 'strategis, sehingga menuntut adanya penyempurnaan kebijaksanaan yang mampu mengantisipasi secara responsif atas terjadinya faktor pengaruh tersebut.
m
Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi pelayanan jasa pelabuhan khususnya di wilayah Propinsi Jawa barat. sudah saatnya pelabuhan tersebut untuk dilakukan kajian kebutuhan dermaga. Mengingat bahwa potensi Propinsi Jawa Barat untuk penduduk mengalamipertumbuhan sebesar 2% per tahun, kontribusi sektor transportasi terhadap PORB mengalami peningkatan sebesar 6,04% per tahun dan adanya Kawasan lndustri Estate Cilegon yang dikelola oleh PT. Krakatau lndustri Estate Cilegon (KIEC) akan meningkatkan perekonomian wilayah tersebut. BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Untuk kegiatan operasional pelabuhan Banten seperti kunjungan kapal mengalami peningkatan sebesar 7,99%, volume bongkar muat barang mengalami peningkatan sebesar 8, 19%, Berth Occupancy Ratio (BOR) tahun 1999 sebesar 125%, Berth Trough Put (BTP) tahun 1999 sebesar 34.839 ton/m/tahun dan kebutuhan panjang dermaganya 122,8 m sehingga pada tahun 1999 panjang dermaga kurang 0, 8 m (122,8 m- 122m) pada pelabuhan Banten dan perlu adanya penambahan dermaga baru guna menunjang kegiatan bongkar muat di pelabuhan tersebut.
I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia dalam era PJP II Repelita VI, dengan segala eksistensinya akan berupaya meningkatkan pelayanan jasa transportasi kepada masyarakat pengguna jasa tersebut melalui pembangunan sarana dan prasarana serta sistem pengaturannya. Mengingat peran jasa transportasi sangat penting yaitu sebagai urat nadi keihidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan perlu diarahkan penyelenggaraannya secara terpadu, tertib, laocar, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus mendukung dinamika pembangunan, meningkatkan hubungan internasional, sehingga lebih memantapkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam perwujudan Wawasan Nusantara. Upaya yang dilakukan pemerintah seperti tersebut di atas perlu diantisipasi oleh sektor terkait, termasuk BUMN di lingkungan Departemen Perhubungan dan khususnya di Sub Sektor Perhubungan Laut yang mengelola prasarana serta sarana pelabuhan dituntut sersedianya pelayanan jasa transportasi sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Pelabuhan sebagai bagian dari pusat kegiatan perpindahan barang atau penumpang dari satu temp at ke tempat lainnya dan merupakan pusat kegiatan ekonomi akan mengalami perubahan yang pesat atas pengaruh faktor lingkungan serta menuntut adanya penyempurnaan kebijaksanaan yang mampu mengantisipasi secara responsif atas terjadinya faktor pengaruh tersebut. Dalam pengelqlaannya pelabuhan dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kapal secara aktif dan efisien.
Demikian pula kegiatan pelayanan barang secara efisien pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas dan akhirnya akan meningkatkan utilitas fasilitas secara efektif. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan upaya pihak pengelola pelabuhan untuk menekan waktu tunggu kapal yang ada di pelabuhan sehingga kinerja pelayanan jasa pelabuhan dirasakan cukup produktif dan efisien dan akhirnya biaya ekonomi tinggi karena pelayanan masih lamban dapat diturunkan/ditekan. Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi pelayanan jasa pelabuhan, guna mendukung daya saing ekspor komoditas khususnya di wilayah Jawa barat tersedia 3 pintu gerbang ekspor yang san gat potensial yaitu pelabuhan Tanjung Priok, Cirebon dan Banten. Dengan berkembangnya industri di wilayah Jabotabek dan Jawa Barat diperkirakan kegiatan ekspor serta impor di pelabuhan Tanjung Priok akan terus meningkat, sehingga perlu adanya upaya mencari alternatif pelabuhan lain di wilayah tersebut untuk mendukung kegiatan bongkar dan muat barang yaitu pelabuhan Banten agar arus barang menjadi lancar dan tepat sampai tujuan, pada akhirnya para konsumen dapat membeli barang tersebut dengan harga yang relatif murah. Mengingat lokasi pelabuhan Banten adalah terletak sangat strategis yaitu di selat Sunda pantai Barat Propinsi Jawa Barat sangat cocok untuk dikembangkan guna menunjang kegiatan ekonomi di wilayah tersebut dan kawasan industri Cilegon kabupaten Seran g yang dikelola oleh PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) dan beroperasi aktif sejak tahun 1983. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian mengenai kebutuhan dermaga dalam menunjang keg iatan bongkar muat barang di pelabuhan Banten yang hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan . Kajian ini dimaksudkan untuk melakukan perhitungan sejauh mana pelabuhan umum Banten dapat dikembangkan, sehingga dapat mengantisipasi ledakan arus barang di pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan tujuannya adalah : a. mengoptimalkan pelayanan pelabuhan; b. untuk menghasilkan suatu keluaran yang dapat dijadikan arahan pertimbangan atau saran bagi manajemen dalam rangka pengambilan keputusan untuk perencanaan pengembangan fasili-
tas dan peralatan pelabuhan; c. Sebagai alat deteksi dan kendali bagi manajemen sehingga dapat dilakukan langkah-langkah antisipasi secara dini dalam upaya peningkatan pelayanan. Kajian ini difokuskan pada pelabuhan Banten khususnya dalam pengembangan kebutuhan dermaga dengan mempertimbangkan variabel yang berpengaruh terhadap arus bongkar muat pada pelabuhan tersebut serta potensi daerah propinsi Jawa Barat.
II. METODOLOGI Untuk mengetahui kondisi pelabuhan Banten dalam rangka menghitung kebutuhan dermaga digunakan model statistik yang diterapkan dibidang transportasi, yaitu meliputi :
A. Demand Model (Model Permintaan) Dalam menentukan deman function atas permintaan jasa transportasi tidak lepas dari consumen bihavior (perilaku konsumen), jenis komoditi, daerah pendukung (hinterland), produktivitas pelabuhan, PDRB dan penduduk. Faktor-faktor tersebut diatas merupakan variabel yang harus dipertimbangkan dalam perkiraan permintaan, sehingga dapat diperoleh fungsi permintaan jasa transportasi sebagai berikut : V = F (P,I)
V : Volume bongkar muat F : Fungsi permintaan jasa transportasi P : Populasi penduduk Jawa Barat : Income per kapita Jawa Barat. B. Service Model (Model Pelayanan). Dalam melakukan analisis service modeling pada pelabuhan Banten digunakan variabel-variabel pelayanan antara lain: Berth Trough Put (BTP), Turn Round Time (TRT), Berthing Time (BT), kunjungan kapal dan volume bongkar muat barang. Sehingga dapat dibuat fungsi sebagai berikut :
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
-
S=F (BTP, TRT, BT, kunjungan kapal, volume B/M) C. Perhitungan Kebutuhan Dennaga Untuk menghitung kebutuhan dermaga dipelabuhan Banten digunakan pendekatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2. Kontribusi Jasa Transportasi Terhadap PDRB di Prop/nsf Jawa Barat
Sedangkan kontribusi jasa transportasi terhadap PDRB di Jawa Barat untuk tahun 1988 - 1994 dapat d~ihat pada tabel 2 :
v ll
Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat rata- rata pertumbuhan penduduk di Propinsi Jawa Barat dari tahun 1988 • 1994 adalah sebesar 2% dengan luas w~ayah sebesar 45.177 Ha.
= --BTP
l2 = l1 -lo Lo L1 V BTP = L2 =
panjang dermaga sebenamya. panjang dermaga yang harus dipenuhi volume bongkar muat yang harus dilaksanakan Berth Trough Put pertambahan panjang dermaga yang harus dilaksanakan.
III.POTENSI PROPINSI JAWA BARAT DAN [PELA· BUHAN BANTEN SAAT INI A. Potenai Propinsi Jawa Barat 1. Jumlah Penduduk Dan Luas Wilayah
Jumlah penduduk dan luas wilayah Propinsi Jawa Barat untuk tahun 1988- 1994 dapat dilihat pada tabel 1:
,.,.... .............
lABEL 1
... ,
z
--
.....•• • ••• • 2 4 I
I.
z.
l
l· J. Sumber : Jawa Barat .Oalam Angka, Tahun 1994. Statistik Indonesia, BPS, Tahun 1994
Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa peranan jasa transportasi terhadap penerimaan Pendapatan Regional Bruto (PDRB) di Propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun 1988 - 1994 rata-rata sebesar 6,04%. B. Kondiai Pelabuhan Banten Saat lni
JUMLAH PENDUDUK DAN LUAS WILAYAH PROPINSI JAWA BARAT TAHUIII1988 -1994
I
TABEL2 KONTRIBUSI JASA TRANSPORTASI TERHADAP PDRB PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 1988-1994 (JUTA RUPIAH) NO. TAHUN ; PORI
-
aJU.I7I
......
anmf .
~ ·.-. ,
Utllt ·-
iumber : Jawa Barat dalarri angka
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
1. Letak Posisi Pelabuhan Banten
Pelabuhan Banten terletak di Selat Sunda pantai Barat Jawa Barat. Kegiatan ekonomi yang mempengaruhi adalah Kawasan lndustri Cilegon Kabupaten Resang yang di kelola oleh PT. Krakatau Industrial Estate C~egon (KIEC) dan mulai beroperasi aktif tahun 1983, hasil hutan, pertanian dan pertambangan dari Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang. Pelabuhan banten dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1983, tanggal 30 April 1983 dan termasuk dalam wilayah PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II.
m
/ _•• I'IIHIII ....... om 1
2. Keg iatan Usaha di Pelabuhan Banten
Pengusahaan yang dilakukan di Pelabuhan Banten adalah sebagai berikut : kolam pelabuhan dan perairan, pemanduan dan penundaan kapal. dermaga dan tambatan, gudang dan iapangan, tanah, listrik dan air minum, terminal. komunikasi, pendidikan dan pelatihan serta usaha-usaha lainnya. 3. Sumber Daya Manusia di Pelabuhan Ban ten
Sumber Daya Manusia merupakan faktor kunci penentu bagi keberhasilan dari suatu kegiatan, Sum her Daya Manusia di Pelabuhan Banten cukup memadai dalam melaksanakan kegiatan operasional pelabuhan, dapat dilihat pada tabel 3 :
5. 1Gidaa1 II. lapal
SliA SliP
5.
JD
~6~.~LS~ D ----~--~"~~~~~--~--- __ Sumber : PT. Pelabuhan lndonesra Cabang Banten
4. Fasi/itas dan Kegiatan Operasiaonal di Pelabuhan banten
Fasilitas pelabuhan Banten dapat dilihat pada tabel 4: TABEL4 DAFTAR INVESTARISASI BANGUNAN FASILITAS/PERALATAN CABANG PELABUHAN BANTEN TAHUN 1994
NO~,
- ----I.
jBangum hsili~s
I. IDemraga 001
Z. ~ ~emraga DDZ 3.
!Jpanga& ltrliuka
m.
ISATU~ KETERA·
h+ t- r~ AN t ~:·_
PANJAILEBAR , LUAS JENIS ASILITAS/ AU T
-1DIA LWS ~
1ZZ 38 ·
18 15.5
2.196 589
58,95
47,5
z.soo i•z
1Z
. J a lWS
•2
TABEL5 ARUS KUNJUNGAN KAPAL 01 PELABUHAN BANTEN TAHUN 1988-1994 DERMAGA JUMLAH NO AH U ~ DERMAGA KHUSUS UMUM UNIT GRT UNIT GRT GRT UNIT 463.341 1.847 6.752.194 1.902 7145.1 35 ' 1 1988 55 2.1 06 9.668,937 2.209 10.004.402 335.465 2 1999 103 2.319 . 10.488164 2.518 10.811.951 !3 1990 139 32JJ8J ~ 1991 zoo 563.697 2.371 10.452.307 2.571 11.016.004 706.106 2.404 11104.987 2.618 11.911.095 211 302 562.131 1.823 9.402.898 2.175 9.965.029 I~ ts93 2.910 9.605.918 3120 10.229.109 1 1994 310 625.191
I
a. Fasilitas Pelabuhan
1.588
Arus kunjungan kapal di pelabuhan Banten dari tahun 1988- 1994 terlihat cukup tinggi, meliputi kunjungan kapal di dermaga umum dan dermaga khusus, urituk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 :
- 1f;;ea
4.
38
b. Kunjungan Kapal
SUMBER DAVIA MANUSIA 01PELABUHAN BANTEN TAHUN 1994 NO. . I . PENDIDIKAN ~ Saqm
jsarjm Sarjana llu~a
50
lltil 1310 HP. 1984 1. rlapal PadtiiP.1.132 · 1I Uait 630 HP, I98J Z. jlapal Pat~IIIP1040 • Ill. JAiat·alatllekanis I Unit I. rfartlilt 15J on •• I Unit 2. Mobil Carne 15 T01 I Uait J. lorklilt5 !11 .. · I Uait 4. Etrklilt 7.5181 Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Banten
TABEL3
Z. 3.
16:. •2
1: ~
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Banten
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan kunjungan kapal baik di dermaga umum maupun di dermaga khu sus dari tahun 1988 - 1994 pada pelabuhan Banten adalah 7,99%. c. Volume Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Banten Volume bongkar muat barang di dermaga umum dan khusus pada pelabuhan banten dari tahun 1988 - 1994 dapat dilihat pada tabel 6 :
BAGAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
TABEL6 VOLUME BONGKAR MUAT BARANG 01 PELABUHAN BANTEN TAHUN 1988 ·1994
TABEL8 KINERJA PELAYANAN KAPAL PELAYARAN DALAM NEGERI TAHUN 1988 -1994
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia II· Cabang Banten
Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan volume bongkar muat barang baik di dermaga umum maupun dermaga khusus dari tahun 1988 - 1994 pada Banten adalah 8, 19%. d. Kinerja Pelayanan Kapal Kinerja pelayanan kapal yang dimaksud adalah kinerja dari waktu pelayanan kapal. Waktu total pelayanan kapal biasa disebut Tum Round Time (TRT) dimana merupakan penjumlahan dari AT (Aproaching Time) + WT (Waiting Time) + BT (Berthing Time) + LT (Leaving Time). Pada pelabuhan Banten dibedakan untuk pelayaranb luar negeri dan pelayaran dalam negeri, dapat dilihat pada tabel 7 dan 8 :
e. Utilisasi Utilisasi di pelabuhan Banten meliputi utilisasi pada: 1. Dermaga; 2. Gudang; 3. lapangan penumpukan Secara keseluruhan nilainya meningkat, artinya bahwa kinerjanya meningkat, dapat di lihat pada tabel9:
TABEL 7 KINERJA PELAYANAN KAPAL PELAYARAN LUAR
~• . , , .N.EGI EHRit TAHUN 1988 -1994 .,...,.,r::--:'_, _
Sumber : PT. Pelllbuhan Indonesia II Cabang Banten Catatan: Penjelasan dari singkatarv'pengertian tersebut pada Iampi ran 1.
IV. ANAUSIS RENCANA PENGEMBANGAN DER· MAGA PELABUHAN BANTEN Sumber : PT. Pelllbuhan Indonesia II Cebang Banten
BADAN PENEL/TIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Untuk mengetahui prakiraan permintaan volume bongkar muat barang dan prakiraan kinerja pelayanan untuk Berthing Occupancy Ratio (BOR) serta Berth Trough Put (BTP) di pelabuhan Banten di gunakan model Statistik dengan c8ra perhitungan menggunakan alat bantu komputer memakai program micrCl-
stat, sebagai berikut :
A. Perhitungan prakiraan demand model untuk jumlah bongkar muat baik di dermaga umum maupun khusus yang dipengaruhi oleh jumlah penduduk (X1) dan jumlah PDRB (X2) di propinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
1. Penduduk Jawa Barat Model matematik prakiraanya yaitu :
Y =a+ bx Y = -17.1 95.702 + 880.084,30 X Dari model prakiraan tersebut diatas dapat digunakan untuk menghitung perkiraan penduduk propinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2000 seperti pada tabel 10 :
Sumber : Hasil Analisis
3. Jumlah, bongkar muat di dermaga umum dan khusus pelabuhan Banten. Model matematik prakiraannya yaitu : Y = a + b1x 1 + b2x2 y = -3.396.7 16,69 + 6.450.10'2 + 0, 12x2 Dari model prakiraan tersebut di tas dapat digunakan untuk menghitung prakiraan jumlah bongkar muat di dermaga umum dan khusus di pelabuhan Banten sampai dengan tahun 2000 seperti pada tabel 12 : TABEL12
TABEL10 HASIL PRAKIRAAN PENDUDUK PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 2000
,.-,...,.,...,..--,r--:==
Sumber: Hasil ana lis is
2. PDRB Propinsi Jawa barat Model matematik prakiraannya yaitu : Y = a+ bx
Y = 12.839.752,40 + 653099x Dari model prakiraan tersebut diatas dapat digunakan bentuk menghitung prakiraan PDRB Propinsi Jawa barat sampai dengan tahun 2000 seperti dalam tabel 11 :
B. Perhitungan prakiraan service model untuk Berth Occupancy Ratio (BOR) dan Berth Trough Put (BTP) yang dipengaruhi oleh Berthing Time (BT) sebagai X1 serta kunjungan kapal (ship call) sebagai X2 di pelabuhan Banten adalah sebagai berikut : 1. Berthing Time (BT) di pelabuhan Banten. Model matematik prakiraannya yaitu : Y =a+ bx Y = 362.240,10
TABEL11 HASIL PRAKIRAAN PDRB PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 1995 - 2000 NO. TAHUN ,_
II
+ 180,05 X
Dari model prakiraan tersebut diatas dapat digunakan untuk menghitung prakiraan Berthing Time (BT) di pelabuhan Banten sampai dengan tahun 2000, seperti dalam tabel13 :
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
-
TABEL13 HASIL PERKIRAAN BERTHINq TIME 01 PELABUHAN BANTEN TAHUN 1995 • 2000 NO. TAHUN BERTHING TIME (JAM) I 1115 11.13 2 1!191 11.14 3 11 •• . 11111 4 1991 11.11 1111 5 11 •• ' I 11 ••
z•
Sumber : Hasil Analisis
-
lABEL 15 HASIL PRAKIRAAN BERTH OCCUPANtY RATIO (BOR) 01 PELABUHAN BANTEN TAHUN 1995 • 2000 TAHUN BOR KETERANG:A.l!_ __ NO. I 13 Ill lrias l 199& 1991 189 3 lrias · lrias 4 1191 111 5 IHI 125 lritl 133 lrilis I
,.
...,
z•
Sumber : Hasil Analasis
2. Kun jungan kapal (ship call) di pelabuhan banten. Model matematik prakiraannya yaitu : Y = a + bx Y = 354.643,40 + 179,4 X Dari model prakiraan tersebut diatas dapat digunakan untuk menghitung prakiraan jumlah kunjungan kapal (ship call) di pelabuhan Banten sampai dengan tahun 2000, seperti dalam tabel 14 :
Dari hasil prakiraan Berth Occupancy Ratio (BOR) maka dapat digambarkan sebaga i berikut :
200
BOR
lSO
125 100
TABEL14
KrWs I
15
I
I
I
I
..
1'1
•
•
I
-
Talul
Dari gambar tersebut diatas terlihat bahwa mulai tahun 1995 pelabuhan banten sudah dalam kondisi maksimum, sehingga diperlukan pengembangan dermaga baru.
Suinber : Hasil Ana~sis
3. Perkembangan Berth Occupancy Ratio (BO R) di pelabuhan Banten Model matematik prakiraannya yaitu : Y = a + b1X1 + b2X2 y = -97,99 + 0,65 X1 + 4,43 X 10"2 X2 Dari model prakiraan tersebut diatas dapat digunakan untuk menghitung prakiraan Berth Occupancy Ratio (BOR) di pelabuhan Banten sampai dengan tahun 2000, seperti dalam tabel 15 : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
4. Perkembangan Berth Trought Put (BTP) di pelabuhan Banten Model matematik prakiraannya yaitu : Y = a + b1X1 + b2X2 Y = -55.229,07 + 272,45 X1 + 17,68 X2 Dari hasil prakiraan tersebut diatas dapat digunakan untuk menghitung prak iraan Berth Trought Put (BTP) di pelabuhan Banten sampai dengan tahun 2000, seperti tabel 16 :
TABEL 16 HASIL PRAKIRAAN BERTH TROUGH T PUT (BTP) 01 PELABUHAN BANTEN TAHUN 1995 • 2000 BTP 11~1 AHUNI TAHUN -~ 21.114 1!195 1 ~5148 1996 2 21.J2D 1997 3 31.505 1991 4 34839 1999 s 37.839 2000 6 Sumber : Hasil Penelitian
5. Anal isis Perhitungan Pengembangan Oermaga Pada analisis perhitungan pengembangan ditujukan pada dermaga 001 dengan ukuran sebagai berikut : lo (Panjang) b (Iebar) luas
=
122 m------. Oermaga Umum = 18m _ _ __,
=
I
2.1 96 m2
Panjang dermaga yang diperlukan (L1) Volume B/M Volume B/M l1 = ---------------- = -----------------BTP (1995) 21.964 Pertambahan panjang (l) l = l1 -LO Sedangkan kebutuhan panjang dermaga di pelabuhan Banten sampai dengan tahun 2005 dapat dilihat pada tabel 17 : TABEL 17 KEBUTUHAN PANJANG DERMAGA PELABUHAN BANTEN TAHUN 1995 • 2000 l(M) KET. TAHUN L1 (M) lo(M) -36 199!) 86 122 1~ak •ib•h•lkll -27 122 95 Tihk •ikl•h•ah• 1996 104 122 ·18 1997 J~u •ikl•h•ah• -8 122 114 l~ak •ikt•h•lkat 1998
1119 2.. 2111
1l2,1 Ill!I 1fl
,.
z•• •
liM 2111
Ill
liS
1U Ill IZZ
m IZZ IU In
Sumber: Hasil analisis
Dilihat dari tabel diatas, keperluan panjang dermaga dimulai pada tahun 1999 sebesar 122,8 (pertambahan 0,8 m) pada tahun 2000 kebutuhan panjang dermaga ± 132,18 m, jadi pertambahan dermaga yang dibutuhkan ± 10, 18 m. Sehingga mulai tahun 1999 panjang dermaga di pelabuhan banten harus mulai dikembangkan/ditambah. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Demand Model untuk jumlah bongkar muat di dermaga umum dan khusus di pelabuhan Banten yang dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk (X1) dan jumlah PDRB (X2) di propinsi Jawa Barat, didapat dari : v= -3.396.716,69 + 6.450 x 1o·2 x1 + 0.12 x2 2. Service Model untuk perkembangan Berth Accupancy Ratio (BOA) di pelabuhan Banten yan g dipengaruhi oleh variabel Berthing Time (BT) sebagai X1 dan kunjungan kapal (Ship call) sebagai X2 di pelabuhan banten di dapat dari : y = -97,99 + 0,65 X1 + 4,43 X 10-2 X2 3. Service Model untuk perkembangan Berth Trought Put (BTP) di pelabuhan Banten yang dipengaruhi oleh variabel Berthing Time (BT) sebaga i X1 dan kunjungan kapal (ship call) sebagai X2 di pelabuhan Banten, di dapat dari : Y = -55.229,07 + 272,45 X1 + 17,68 X2 4. Di pelabuhan Banten pada tahun 1996 perkembangan Berthing Occupancy Ratio (BOA) sudah mulai berada pada titik kritis yaitu sebesar 101%, sehingga diperlukan pengembangan dermaga baru. 5. Pada dermaga 001 di pelabuhan Banten dengan ukuran panjang (LO) = 122 m, Iebar (b) = 18m dan luas = 2.196 m2, mulai tahun 1999 perlu segera dikembangkan. Hal tersebut disebabkan BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
/ mulai tahun 1999 kebutuhan dermaga harus sudah berukuran panjang (L 1) = 122,8 m, Iebar (b) = 18m dan luas 2.210,4 m2. Untuk tahun 2005 kebutuhan dermaga harus sudah berukuran panjang (Ll) = 185 m, Iebar (b) = 18m dan luas = 3.330 m2.
B. Saran
-
1. Untuk mengantisipasi lonjakan arus bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok, sebaiknya pelabuhan banten perlu segera dikembangkan fasilitas dermaganya. Mengingat propinsi Jawa barat adalah merupakan pusat industri dan potensi pertanian, kehutanan, serta pertambangan cukup besar. 2. Pemerintah khususnya Departemen Perhubungan sebaiknya mengkoordinasikan dengan instansi terkait dalam rencana pengembangan pelabuhan Banten. 3. Perlu adanya study banding negara-negara lain yang sudah maju seperti, Singapura, Taiwan, Hongkong dan lain-lain mengenai pengembangan pelabuhan dan pelayanan operasional pelabuhan.
a. Berth Occupancy Time (BOR) adalah perbandingan antara jumlah waktu pemakaian tiap dermaga dengan jumlah waktu tersedia, dengan jumlah waktu dalam satu periode (bulan/tahun) yang dinyatakan dalam prosentase. b. Berth Trought Put (BTP) adalah jumlah Ton baran!fTEUS peti kemas dalam satu periode (bulanltahun) yang melewati tiap meter panjang dermaga/tambatan.
3. Kinerja Utilisasi Gudang dan lapangan Penum· pukan a. Shed Occupancy Ratio (SOR) adalah perbandingan antara jumlah pemakaian ruang penumpukan yang dihitung dalam satuan Ton-hai atau M3-hari dengan kapasitas penumpukan yang tersedia. b. Shed Trought Put (STP) adalah jumlah Ton atau M3 barang dalam satu periode (waktu) yang melewati setiap meter persegi (m2) luas efektif gudang atau lapangan.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN I
1. Kinerja Pelayanan Kapal
-
2. Kinerja Utilisasi Dermaga/Tambatan
a. Turn Round Time (TRT) adalah waktu (jumlah jam) selama kapal berada di pelabuhan. b. Waiting Time (WT) adalah waktu tunggu kapal selama berada di lego jangkar dan atau batas daerah lingkungan kerja pelabuhan, yang terdiri atas Waiting Time For Berth (WTB), dan Post Pon Time (PT). c. Berthing Time (BT) adalah jumlah jam selama kapal berada di tambatan, mulai dari ikat tali sampai kapallepas tali, yang terdiri atas BWT dan NOT. d. Berth Working Time (BWT) adalah jumlah jam kerja bongkar muat di tambatan yang terdiri atas Effective Time (ET) dan Idle Time (IT). e. Effective Time (ET) adalah jumlah jam kerja sesungguhnya yang digunakan untuk melakukan kerja kegiatan bongkar muat.
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
1. Anton Dayan, Pengantar Metode Statistik II, Penerbit LP3ES, Jakarta Tahun 1994. 2. Sofyan Assauri, Teknik dan Metode Peramalan, Edisi Satu, Penerbit LPFE Universitas Indonesia, Tahun 1987. 3. Propinsi Jawa Barat Dalam angka Tahun 1994. 4. Statistik Indonesia , BPS Tahun 1993. 5. Laporan SIMOPPEL PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Banten, Tahun 1994. 6. Data Survey pada PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Banten Tahun 1994. . . Dn. SUNAIITO lahil' cl Sn~Qen 02 Septamber 1962,lulus Fekultas Ekonomi UU Joayeklltl Uhun 1986 den Asisten Peneliti Madya Biding Transportasi laut Baden Penefitian dan Pengemblngan Pe.rhubungan Sln1JIIi sekarang. lr. SUGENG KARYANTO, lllhir cl Cilacap 16 Juli 1961,· lulus Fekultas Teknik .Musan Masin ISTN, Jakarta tahun 1990, Staf Bagian Pengembangan Sistam, Sekratariat Baden Penelitian dan Pengembangan Pemubungan. lr. TEGUH SUTIYANTORO.
PATOK DUGA (BENCHMARKING) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASIUDARA M.N. NASUTION ABSTRAKSI
ujuan patok duga ada/ah menemukan kunci atau rahasia sukses dari perusahaan pesaing yang paling unggul, kemudian diadaptasikan dan disempurnakan untuk diterapkan yang akan meningkatkan efisiensi operasi dan strategi perusahaan. Peningkatan efisiensi operasi meliputi 4 komponen dasar yaitu kualitas produksi, biaya produksi, volume produksi dan harga produk. Oorongan melakukan patok duga terutama o/eh bagaimana menghasi/kan kua/itas produk yang superior yang dapat /ebih memuaskan kebutuhan penumpang yang sifatnya dinamis. Strategi patok duga merupakan salah satu strategi dari manajemen mutu yang berlandaskan pada perbaikan produk secara terus menerus untuk meningkatkan daya saing dan memperluas pangsa pasar. Oengan me/aksanakan patok duga akan dipero/eh beberapa manfaat yaitu perubahan budaya, perbaikan kinerja, dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Proses patok duga meliputi 4 tahap yaitu : Perencanaan, Ana/isis, lntegrasi dan lmplementasi.
T
I. PENDAHULUAN Kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC) merupakan kesepakatan untuk saling menyesuaikan diri dalam cara-cara produksi, penyaluran serta pembelanjaan produk (barang dan jasa) antar negara anggo-
tanya di Asia Pasifik. Dengan rintisan Deklarasi Bogor 1994 dan dilanjutkan di Osaka November 1995 memperkuat tiga pilar utama yang merupakan agenda aksi APEC, yaitu liberalisasi perdagangan, fasilitas dan kerjasama teknik. Liberalisasi perdagangan berarti hambatan-hambatan tarif dagang impor dikurangi bahkan dihapus sama sekali yang akan berlaku tahun 2010 bagi negara yang sudah maju dan tahun 2020 bagi negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Di bidang produksi, para perusahan penerbangan (Airlines) dituntut lebih efisien dalam biaya produksi, kualitas pelayanan superior dan jadwal penerbangan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan penumpang agar supaya jasa angkutan udara yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan produk pesaing. Demikian pula halnya dengan perusahaan pengelola bandara udara dapat meningkatkan kualitas pelayanan penumpang dengan kesan (image) yang memuaskan. Oleh karena itu bagi perusahaan penerbangan diperlukan kecermatan dalam memilih segmen pasar, teknologi pesawat udara dan jaringan penerbangan agar produknya dapat bersaing baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan bandara udara dapat menciptakan bandara sebagai suatu kota kecil dengan menyediakan berbagai fasilitas untuk aktivitas ekonomi yang menarik bagi kalangan bisnis dan masyarakat. Disamping itu kecanggihan untuk memasarkan produk perlu diperhatikan. Produk yang kualitasnya superior tak akan terjual jika konsumen kurang mengenalnya. Promosi, pameran dagang, penjajakan pasar dan perubahan pasar yang lebih luas merupakan hal yang perlu dipertanyakan kesiapannya. Pilar ke dua yaitu fasilitas, lebih banyak berkaitan dengan kebijaksanaan Pemerintah terhadap liberalisasi. Konsekwensi liberalisasi adalah Pemerintah harus segera memangkas ribuan tarif efektif yang berlaku pada saat ini, menghilangkan berbagai pungutan, kemudahan dalam perizinan, dan berbagai kebijaksanaan yang mendukung berkembangnya perusahaan penerbangan Nasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kemudian masalah kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan secara terus menerus searah dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam era tehnologi dan informasi yang berkembang sangat pesat. Pilar ke tiga APEC yaitu kerjasama tehnik, yang BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
-
-
bertujuan untuk menyamakan standar penerbangan dan kualitas pelayanan angkutan udara dan bandar udara. Agenda Aksi APEC di bidang transportasi udara meliputi atas peningkatan penerbangan yang lebih kompetatif dan adil, pengembangan sistem navigasi satelit dan komunikasi, pembentukan forum keselamatan penerbangan, dan penyusunan data base Penelitian Tehnologi Transportasi. Ke 5 agenda Aksi APEC tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh semua pihak (pemerintah, Perusahaan Penerbangan dan Perusahaan Bandar Udara, dan Masyarakat) dengan sebaik-baiknya agar dapat bersaiang dengan perusahaan-perusahaan asing dikawasan Asia Pasifik. APEC dan juga AFTA merupakan sesuatu yang baru dan akan mengubah pola dan gaya hidup masyarakat dalam menghadapi era liberalisasi perdagangan. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut salah satu upaya adalah dengan melaksanakan patok duga (Benchmarking) yang merupakan salah satu dari strategi Manajemen Mutu, untuk dapat meniru produk pesaing yang unggul dalam persaingan dan bahkan dapat mengungguli produk pesaing yaitu menghasilkan kualitas pelayanan yang superior, baik oleh perusahaan penerbangan maupun perusahaan bandar udara.
II. PENGERTIAN, DAN JENIS PATOK DUGA A. Pengertian Patok Duga Patok Duga (Benchmarking) mulai muncul pada awal 1980, dan tetapi baru tahun 1990 mulai populer sebagai alat meningkatkan kinerja perusahaan. Patok Duga merupakan suatu proses belajar secara sistematika dan terus menerus untuk menganalisis tata cara terbaik dengan maksud menciptakan dan mencapai tujuan dengan prestasi klas dunia, dengan membandingkan setiap bagaian dari suatu perusahaan pesaing yang paling unggul. Patok Duga adalah konsep penetapan tujuan berlandaskan pada pengetahuan tentang apa yang telah dicapai oleh pihak lain yaitu pesaing eksternal dan pesaing internal yaitu anak perusahaan atau devisi lain. Secara inplisit, Patok Duga adalah konsep dimana tujuan yang dirumuskan harus dapat dicapai, karena hal ini telah dicapai oleh orang lain. Tujuan utama Patok Duga adalah ·untuk meneBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
mukan kunci atau rahasia sukses dari perusahaan pesaing yang paling unggul, kemudian mengadaptasikan dan memperbaikinya untuk diterapkan. Patok Ouga merupakan pekerjaan yang paling · berat baik secara fisik maupun mental. Secara fisik karena dibutuhan kesiapan sumberdaya manusia dan tehnologi yang matang untuk melakukan patok duga secara akurat. Secara mental, pihak manajemen harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, temayata ditemukan kesenjangan yang cukup tinggi, hingga terbuka kemungkinan terjadi marger atau akuisisi yang menimbulkan dampak positif dan saling menguntungkan. B. Asas-asas Patok Duga Oalam melaksanakan strategi patok duga terkandung beberapa asas, yaitu : 1. Patok Duga merupakan kiat untuk mengetahui bagaimana dan mengapa suatu perusahaan dapat memimpin atau menguasai pasar. 2. Fokus kegiatan Patok Duga diarahkan pada praktek terbaik dari perusahaan lain. 3. Praktek Patok Duga berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktek manajemen lainnya, misalnya TOM, Corporate Reeingeneering, Analisis Pesaing, dan lain-lain. 4. Keterlibatan semua pihak, pemilihan yang tepat tentang apa yang dipatok duga, pemahaman organisasi, pemilikan mitra yang cocok dan kemampuan melaksanakan apa yang ditemukan dan praktek bisnis. Dari ke empat asas Patok Duga tersebut, dapat disimpulkan bahwa patok duga harus berlangsung secara sistimatis yang terkait dengan Manajemen Mutu terpadu yang melibatkan semua pihak untuk mengadopsi kegiatan dari pesaing. Patok Duga berbeda dengan Analisis Persaingan, Patok Duga membandingkan bagaimana produk jasa angkutan udara direkayasa, di distribusikan dan didukung. Sedangkan analisis persaingan hanya membandingkan dengan produk pesaing saja. C. Jenis-jenis dan Perkembangan Patok Duga Untuk memahami patok duga Jebih mendalam, maka harus diketahui berbagai jenis patok duga, yaitu : 1. Patok Duga Internal Pendekatan ini dilakukan dengan membandingc
kan operasi suatu bagian dengan bagian-bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, terhadap kinerja yang terunggul baik dalam perusahaan penerbangan maupun bandar udara. 2. Patek Duga Kompetitif Patek Ouga Kompetitif adalah membandingkan dengan berbagai perusahaan pesaing dalam hal karakteristik produk, kinerja dan fungsi produk dalam pasar produk yang sama dalam menghasilkan jasa transportasi udara. 3. Patek Ouga Generik Perbandingan pada proses bisnis fundamental yang cenderung sama di setiap industri, misalnya menerima pesanan, pelayanan pelanggan dan pengembangan strategi. 4. Patek Ouga Fungsional Perbandingan fungsi atau proses dari berbagai industri jasa yang lain, misalnya industri pariwisata. Menu rut Watson (Widayanto, 1994) konsep patok duga telah berkembang melalui 5 generasi, yaitu : 1. Reverse Engineering Oalam generasi ini patok duga dilakukan dengan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk dan kinerja terhadap produk pesaing. Generasi ini cenderung berorientasi teknis, dengan pendekatan rekayasa produk. 2. Competitive Benchmarking (1976 - 1986) Melakukan patok duga terhadap karakteristik produk, kompetitif dan proses yang memungkinkan adanya produk unggul dalam persaingan. 3. Procces Benchmarking Cakupan kegiatan patok duga semakin lebih luas yaitu dengan membandingkan proses bisnis dari beberapa perusahaan terkemuka yang memiliki kemiripan produk. 4. Strategic Benchmarking Strategic Benchmarking merupakan suatu proses sistematis untuk mengevaluasi beberapa alternatif, lmplementasi strategic bisnis, dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan oleh mitra yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis.
5. Global Benchmarking Generasi ini mencakup semua generasi patok duga sebelumnya yang cakupan geografisnya sudah mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra global maupun pesaing global. Pada prakteknya ke-5 generasi patok duga tersebut masih berkembang pada saat ini.
Ill. DASAR PEMIKIRAN PERLUNYA PATOK DUGA Dorongan melakukan Patek Duga ditentukan oleh faktor untuk memenuhi kepuasan pelanggan yang sifatnya dinamis serta dapat meningkatkan daya saing dalam menghadapi liberalisasi perdagangan tahun 2003 (AFTA) dan tahun 2010 (APEC). P.T. Merpati Nusantara Airlines misalnya dapat melaksanakan patok duga pada Singapore Airlines yang telah meraup untung sebesar $ 411 juta (s/d September 1995) dan P.T. Angkasa Pura I dan II dengan Changi Airport Authority. Apabila suatu perusahaan memiliki proses 4 x lebih efisien, maka perusahaan lainnya mengadopsi proses tersebut dan menyempurnakannya hingga mencapai 6 x lebih efisien. Patek Duga dimaksudkan untuk secara langsung meningkatkan efisiensi operasi dan strategi perusahaan. Konsep patok duga mengarah pada reorientasi budaya menuju usaha belajar, peningkatan ketrampilan karyawan dan efisiensi yang pada gilirannya mengarah pada proses perkembangan perusahaan yang berkelanjutan. Konsep yang ingin dicapai melalui patok duga mengandung 4 komponen dasar, (Karlof dan Ostblom, 1993) yaitu : Kualitas (utilitas), harga, volume produksi dan biaya produksi. Nilai merupakan perbandingan atau hasil bagi antara kualitas pelayanan dengan tarif. Sedangkan hasil bagi antara volume produksi dengan biaya operasi merupakan produktivitas. lni berarti efisiensi merupakan fungsi dari nilai dan produktivitas. Patek Duga digunakan untuk menentukan proses yang akan diperbaiki secara berkesinambungan, yang menawarkan jalan tercepat untuk mencapai perbaikan kinerja yang nyata. Proses produksi dapat dipercepat dengan didasarkan pada Manajemen Waktu BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
(Time Based Management) yang dapat menyederhanakan arus informasi, proses berjalan secara paralel mulai dari pemesanan, produksi, distribusi dan peojualan, serta memperpendek jangka waktu proses pelayanan. Deogan mempercepat tempo pengerjaan di setiap proses, serta meniadakan proses-proses yang tidak perlu, maka perusahaan akan lebih responsif melayani keinginan penumpang (users). Faktor-faktor yang dipertimbangkan untuk mendorong suatu perusahaan penerbangan melakukan patok duga, terutama adalah : 1. Komitmen terhadap pelaksanaan Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management
TQM); 2. Fokus pada kepuasan pelanggan (users); 3. Product to market time; 4. Perbaikan waktu siklus operasi pelayanan; 5. Peningkatan laba. Pada hakekatnya patok duga merupakan instrumen untuk melakukan perbaikan dalam suatu perusahaan. Hubungan antara perbaikan berkesinambungan deogan patok duga sangat erat dan saling terkait, yaitu : 1. Situasi persaingan yang ketat menuntut setiap perusahaan harus cepat melakukan perbaikan dan penyempurnaan pada setiap bidang yang menjadi kelemahan dan ketertinggalan dari perusahaan lain. 2. Patok duga dapat memberikan informasi utama kepada suatu perusahaan mengenai posisi relatifnya terhadap praktek dan proses yang terbaik dalam kelasnya dan berbagai proses produksi atau kegiatan lainnya yang perlu diubah. 3. Patok duga memberikan model yang terbaik dalam suatu klas yang dapat diadopsi atau disempurnakan. 4. Patok duga mendukung manajemen mutu terpadu dengan memberikan alat terbaik bagi perbaikan proses yang cepat dan nyata.
-
Dengan melakukan patok duga, maka akan diperoleh beberapa manfaat yaitu perubahan budaya kerja, perubahan kinerja, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Budaya organisasi merupakan perwujudan sehariBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUt:JGAN
hari dari nilai dan tradisi yang mendasari suatu organisasi. Hal ini terlihat bagaimana karyawan berprilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan sebaliknya, serta apa yang dianggap wajar dalam hal bagaimana karyawan melaksanakan tugasnya. Dengan adanya patok duga, maka terjadi perubahan budaya organisasi yang bersifat tradisional menjadi budaya kualitas yang menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi perbaikan kualitas secara terus menerus. Oengan perubahan budaya tersebut memungkinkan perusahaan menetapkan target kinerja baru yang lebih realisitis, sehingga akan meyakinkan setiap karyawan mengenai kredibilitas target yan g ingin dicapai. Oengan patok duga dari perusahaan pesaing yan g paling unggul, maka dapat diketahui adanya perbedaan-perbedaan tertentu yang merupakan kelemahan dalam kinerja, sehingga akan memilih proses untuk diperbaiki dan dilaksanakan proses yang lebih efisien dan efektif dari perusahaan pesaing tersebut. Hal ini sangat bermanfaat bagi perencangan ulang produk untuk memperbaiki kinerja dan untuk memenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan. Patok duga akan memberikan dasar pelatihan karyawan, dimana para karyawan menyadari adanya gap antara apa yang mereka kerjakan dengan apa yang dikerjakan di perusahaan pesaing. Usaha mengurangi gap tersebut memerlukan keterlibatan karyawa n dalam setiap tehnik pemecahan masalah dan perbaikan proses. Melalui ketertibatan tersebut, setiap karyawan akan mengalami peningkatan kemampuan dan ketrampilan .
IV. PROSES PATOK OUGA
Kegiatan patok duga dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu di mulai dari perencanaan, kemudian analisis, integrasi dan implementasi. 1. Perencanaan Dalam, merencanakan patok duga langkah awal adalah mengidentifikasi proses atau operasi apa yang membutuhkan perbaikan untuk di patok duga. langkah kedua meocari perusahaan lain atau pesaing yang sukses dalarn melakukan operasi yang sama. langkah ketiga menentvkan jeois-jenis data apa yang
II
diperlukan serta menentukan metode pengamatan dan pengukuran yang bagaimana harus dilakukan. langkah ke empat mengadakan negosiasi dengan mitra patok duga untuk mencapai kesepakatan penelitian patok duga.
nentukan perbaikan target kinerja yang ingin di capai. Apabila ternyata proses mitra patok duga lebih unggul, maka diadakan analisis kelayakan implementasi dengan menghitung biayanya serta pengaruh terhadap proses-proses lainnya yang berkaitan.
Pada umumnya karakteristik perusahaan yang ungguVterbaik dalam kelasnya yang akan di patok duga adalah :
3. lntegrasi
a. Fokus pada prestasi, perbaikan kualitas dan produktivitas. b. Cost conciousness. c. Memiliki hubungan yang dekat dengan para pelanggannya. d. Memiliki hubungan yang dekat dengan para pemasoknya. e. Memanfaatkan teknologi mutakhir. f. Fokus pada core business.
Apabila hasil anal isis menunjukkan bahwa perubahan untuk menerapkan proses baru tersebut layak dan mendapat dukungan setiap manajer, maka disusun perencanaan implementasinya guna meniadakan hambatan dan gangguan serta pelaksanaannya akan dapat berjalan lancar dan berhasil. Dalam menyusun perencanaan dapat ditargetkan kinerja proses yang lebih unggul dari pada perusahaan mitra patok duga. Untuk maksud tersebut diperlukan pelatihan karyawan untuk mengembangkan ketrampilannya. Pengembangan ketrampilan yang dibutuhkan dalam patok duga meliputi 4 faktor :
Dalam melakukan riset patok duga dengan terdapat empat kategori pendekatan atau cara yang biasa digunakan adalah : a. Riset in house Melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan sendiri maupun informasi publik, untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan/fungsVproses. b. Riset Pihak Ketiga Membiayai kegiatan patok duga yang dilakukan oleh perusahaan surveyor/konsultan untuk mencari informasi yang sulit diperoleh dari pesaing, atau melakukan forum panel diskusi untuk memperoleh masukan yang luas misalnya mengenai keinginan pelanggan. c. Pertukaran langsung Pertukaran informasi secara langsung melalui kuesioner, telepon dan lain-lain. d. Kunjungan langsung Melakukan kunjungan ke lokasi mitra kerja patok duga, untuk melakukan wawancara dan pertukaran informasi.
2. analisis Setelah data terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui kinerja proses akan menemukan gap/kesenjangan/perbandingan antara ke dua pihak (perusahaan dan mitra patok duga) serta me-
a. Pengetahuan, terutama yang berkenan dengan aspek proses dan praktek suatu pekerjaan; b. Motivasi, dapat memotivasi setiap orang untuk terus belajar; c. Situasi, yaitu peluang bagi setiap orang untuk menerapkan pengetahuannya dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas; d. Kemauan setiap orang untuk mengembangkan pengetahuannya.
4. lmplementasi lmplementasi patok duga harus sesuai dengan yang telah direncanakan dan sesuai dengan prosedur baru yang membutuhkan waktu untuk menjadi kebiasaan. Setelah proses baru digunakan dan berjalan lancar biasanya kinerja perusahaan akan meningkat dengan pesat. Dengan dilaksanakan perbaikan kesinambungan maka perusahaan dapat mengungguli mitra patok duga. Kesemuanya ini baru dapat dicapai bila dilakukan kegiatan pemantauan dengan pengendalian proses statistikal untuk mengetahui kemajuan perbaikan yang dilakukan. Hasil dari kegiatan pemantauan tersebut dilakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga dapat mengungguli proses dari mitra patok duga.
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
V. PERANAN MANAJEMEN DALAM PATOK DUGA Manajemen memegang peranan penting dalam proses patok dug a. Tanpa adanya dukungan, keterlibatan dan komitmen dari manajemen puncak, maka tidak mungkin dilaksanakan patok duga. Berbagai pertimbangan patok duga yang membutuhkan dukungan manajemen sebelum prosesnya dapat dimulai adalah : komitmen terhadap perubahan, pendanaan, personil, pengungkapan informasi dan keterlibatan. Hal-hal yang penting berkaitan dengan peranan manajemen dalam patok duga adalah : 1. Agar patok duga dapat produktif, manajemen harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap perubahan proses suatu perusahaan. 2. Harus menyediakan dana yang dibutuhkan dalam kegiatan patok duga. 3. Harus mengalokasikan SDM yang tepat dan trampil dalam mengadopsi patok duga. 4. lnformasi yang dapat diungkapkan kepada mitra patok duga hanya dapat disiapkan dan ditentukan pihak manajemen. 5. Manajer puncak harus terlibat secara langsung dalam setiap kegiatan patok duga, yaitu penentuan proses yang akan diperbaiki, penentuan mitra patok duga dan negosiasi untuk mencapai kesepakatan dengan mitra patok duga. Sebelum melaksanakan patok duga, organisasi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
-
1. Mempunyai kemauan dan komitmen terhadap patok duga. 2. Keterkaitan tujuan patok duga dengan tujuan strategik perusahaan, serta memberikan pedoman spesifik dan fokus pada setiap usaha. 3. Tujuan untuk menjadi terbaik, bukan hanya perbaikan. Perbaikan bertahap secara terus menerus akan meningkatkan kinerja perusahaan dan akhirnya akan menjadi terbaik yang dapat mengungguli pesaing yang terkemuka. 4. Keterbukaan terhadap ide-ide baru untuk patok duga yang memberikan nilai baru. Inti patok duga adalah menyerap dan mengadaptasikan hasil kerja dan ide dari pihak lain. 5. Mempunyai pemahaman terhadap proses, produk dan jasa yang ada, agar dapat menentukan apa yang perlu dipatok duga dar:~ dapat membuat ukuran perbandingan yang berarti terBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
hadap mitra patok duga. 6. Proses yang telah dilakukan harus berdokumentasi dengan baik yang berguna untuk pengukuran peningkatan kinerja setelah d~aksanakan patok duga. 7. Ketrampilan analisa proses dibutuhkan untuk menganalisis proses, produk dan jasa perusahaan maupun mitra patok duga, serta pengadaptasian proses. Ketrampilan Riset, Komunikasi dan Pembentukan Tim Ketrampilan Riset diperlukan untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang memiliki proses yang terbaik dikelasnya, sedangkan ketrampilan komunikasi dan pembentukan tim dibutuhkan untuk melaksanakan patok duga. Ada beberapa prinsip kode etik dari International Benchmarking Clearing House yang harus diikuti oleh perusahaan yang mengadakan patok duga yaitu : Prinsip Legalitas, Pertukaran, Kerahasiaan, Penggunaan, Kontak pihak pertama dan Prinsip kontak pihak ke tiga.
IV. PENUTUP 1. Pada era globalisasi dimana tingkat persaingan semakin ketat menuntut setiap perusahaan harus cepat melaksanakan perbaikan dan penyempurnaan pada setiap bidang yang menjadi kelemahan dan ketertinggalan dari perusahaan pesaing antara lain dengan cara patok duga. 2. Patok Duga merupakan kiat dalam manajemen mutu untuk mengetahui bagaimana dan mengapa suatu perusahaan dapat memimpin atau menguasai pasar, untuk diadopsi agar dapat menghasilkan kualitas produk yang superior dan memuaskan kebutuhan pelanggan. 3. Dengan patok duga dimaksudkan agar tercapai peningkatan efisiensi yang merupakan fungsi dari nilai dan produktivitas yang mengandung 4 komponen yaitu kualitas, harga, volume produksi dan biaya produksi. Disamping itu akan diperoleh beberapa manfaat yaitu perubahan budaya, perbaikan kinerja dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia. 4. Dalam melakukan patok dugaada 5 tahap yaitu
keputusan mengenai produk apa yang akan dipatok duga, identifikasi mitra patok duga, pengumpulan informasi, analisis dan implementasinya. 5. Peranan Manajemen sangat penting dalam mendukung sebelum proses patok duga dimulai, yaitu komitmen terhadap perubahan, pendanaan, personil, pengupahan dan keterlibatan.
DAFTAR KUSTAKA 1. Farcly Tjipton & Anastasia Diana, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta, 1995. 2. George, Sand A. Weimershirch, Total Quality
Management, John Wiley & Sons Inc, New York, 1994. 3. Karlof, Band S. Ostblom, Benchmarking, Chichester, Yohn Wiley & Sons Inc, New York, 1993. 4. OECD, Deregulation and Airline Competation, Head of Publication Service, Paris, 1988. M.N. NASUTION lahir di Kisaran Sumatera Utar 12 Mei 1940. Sarjana Ekonomi {Ekonomi Perusahaan) tahun 1970 dari Universitas sumatera Utara dan Magister of Science dari ITB program Transportasi tahun 1984. Kursus Perencanaan 1980. Kewaspadaan Nasional tahun 1988. Amdal di Ul tahun 1989 dan Sespa 1990. Jabatan yang pemah dipegang adalah Kasubid Analisa Kebutulla'n, Kasubid Pe• rencanaan, Kabid Penunjang Pengembangan dan .Kabiil Bina Program Puslitbang Per),lubungan serta sebagai Peneliti Muda.
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
e
PERANAN TRANSPORTASI PENVEBERANGAN DALAM MENINGKATKAN EKONOMI DAERAH 01 PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR ARI SUSETVADI
m
ABSTRAKSI
ropinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu propinsi yang mempunyai daerah berupa pu/au dan /aut dimana transportasi melalui penyeberangan sangat berperan. Peranan transportasi angkutan penyeberangan sangat dibutuhkan mengingat kebutuhan akan jasa transportasi tersebut menunjang/mendorong perkembang[Jn wi/ayah dan meningkatkan hubungan yang dapat menunjang perekonomian yang berdampak terhadap pemerataan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. I. PENDAHULUAN
Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, mengamanatkan bahwa dalam PJP II pembangunan perhubungan meliputi transportasi, pos dan telekomunikasi, harus diarahkan pada upaya untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, stab~isitas nasional dan pemerataan serta penyeberan pembangunan (dengan menebus isolasi dan keterbelakangan daerah terpencil sehingga akan mematangkan perwujudan Wawasan Nusantara dan mernperkokoh ketahanan nasional), maka untuk itu sektor transportasi harus diselenggarakan secara efisien sehingga arus lalu lintas orang, barang dan jasa termasuk informasi akan semakin lancar. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
propinsi di Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan laut dimana sangat membuthkan prasarana dan sarana perhubungan yang dapat berperan dalam mewujudkan kesatuan daerah dan wilayah nasional. Pengembangan dan pembangunan untuk mencapai perhubngan yang cepat, teratur, aman, nyaman dan relatif murah serta dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air antara lain merupakan usaha untuk mewujudkan kesatuan nasional, disamping memungkinkan terselenggaranya kegiatan pemerintahan yang lancar sertsa perkernbangan/pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh nusantara. Sesuai dengan kondisi geografis Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari beberapa pulau, dim ana pulau relatif cukup besar adalah; Pulau Sumba, Pulau Flores dan Pulau Timor. Disamping itu terdapat beberapa pulau yang relatif kecil, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rincah, Pulau Solor, Pulau Adonara, Pulau Lombokt.VPulau Lembata, Pulau Pantar, Pulau Alor, Pulau Rote, Pulau Sawo, Pulau Seman dan lain-lain. Dikarenakan dengan kondisi topografi yang sulit dan prasarana jalan yang belum mernungkinkan bagi pengembangan angkutan jalan darat, maka transportasi melalui penyeberangan lebih berperan selain laut dan udara. Mengingat kebutuhan akan jasa transportasi tersebut dan usaha mendorong perkembangan wilayah melalui pengernbangan jaringan perhubungan antara pulau dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan yang dapat menunjang perekonomian dan berdampak terhadap pemerataan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Terselenggaranya angkutan penyeberangan yang lancar antara Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor dan sekitamya akan meningkatkan intensitas hubungan dalam bentuk aliran penumpang, barang dan kendaraan. Ruang lingkup dari pembahasan ini adalah : a. perkernbangan penduduk dan potensi daerah; b. keadaan sarana dan prasarana angkutan penyeberangan; c. keadaan fisik dan perairan altematif lokasi lintas penyeberangan; d. kebijakan pemerintah daerah dalam pengernbangan daerah.
II. KONDISI WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
A. 1. Geografis Propinsi Nusa Tenggar Timur terdiri dari 12 Oaerah Tingkat 11/Kabupaten, 98 Kecamatan, 1720 desa dengan luas wilayah seluruhnya 47.249,9 km2. Batas wilayah sebelah utara laut Flores, sebelah selatan laut Hindia, sebelah barat dengan propinsi Nus a Tenggara barat dan sebelah timur dengan propinsi Timor Timur yang merupakan bag ian terselatan dari Republik Indonesia, sedangkan dalam posisi strategis dunia merupakan bagian yang berdampingan dengan benua Australia.
2. Kependudukan Penduduk dalam tinjauan aspek sosial ekonomi merupakan satu potensi bagi pembangunan di suatu daerah. akan tetapi di pan dang dari sisi lain, penduduk juga merupakan satu indikator yang dapat menimbulkan permasalahan (berdampak negatif) bagi pembangunan suatu daerah jika tidak dapat dikendalikan. Penduduk yang tinggal di suatu daerah dapat menjadi suatu kekuatan bagi pembangunan jika memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi tersebut dapat berbentuk banyak penduduk berusia kerja dan sabanding dengan tersedianya lapangan kerja, kemampuan individu yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, rendahnya tingkat ketergantungan penduduk di luar usia kerja terhadap penduduk usia kerja. Namun dalam kenyataannya, kondisi ideal hanya dapat terwujud jika perencanaan mengenai kependudukan dalam suatu daerah telah berjalan seperti misalnya pelaksanaan program keluarga berencana, tersedianya sarana pendidikan yang memadai dan sebagainya. Laju pertumbuhan penduduk Nusa Tenggara Timur pad a saat ini mencapai 1,63% per tahun. Jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur dari tahun 1987 s/d 1994 adalah seperti terlihat pada tabel 1 : TABEL 1
,.••
Sumber: Kanwil Oephub Propinsi'NTT,
3. Potensi Wilayah Secara umum, pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timut memiliki beberapa ciri yang spesifik disamping tersimpan potensi untuk dikembangkan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi daerah dan memiliki prospek pengembangan di masa depan, antara lain : 1) Peternakan mempunyai potensi pengembangan yang baik sebagai penghasU ternak potong dan ternak bibit bagi kebutuhan konsumsi nasional maupun daerah lainnya terutama temak sapi. tiap tahunnnya produksi petemakan mengalami peningkatan, misalnya untuk ternak Sapi tahun 1993 data yang diperoleh 767.704 ekor. 2) Potensi perikanan untuk wilayah Nusa Tenggara Timur cukup tinggi terutama potensi perikanan perairan laut yang luasnya sekitar 199.520 km2 di luar Zona Ekonomi Ezclusive (ZEE) memiliki kemampuan produksi ikan Tuna dan ikan Cakalang mencapai 3.820.170 ton tahun 1993 dengan nilai ekspor sebesar US$ 2.881.826,30. Oalam pembangunan di masa mendatang mengingat persediaan lahan pertanian semakin terbatas maka perikanan laut dikelola secara optimal, disamping pengembangan perikanan pantai, perikanan tambak dan budidaya perikanan air tawar. 3) Beberapa jenis tanaman perkebunan yang merupakan komoditi andalan NTT adalah kelapa, kopi, coklat, kapas dan jambu mete menjadi komoditas ekspor, untuk tahun 1993 tercatat hasil pertanian lainnya yang cukup menonjol biji mete dan kakao mencapai 5.71 3.666 ton dengan nilai US$ 5.519.993,42. 4) Pengembangan pariwisata di Nusa Tenggara Timur mempunyai prospek yang baik dengan obyek-obyek wisata seperti satwa langka di pulau Komodo (Kabupaten Manggarai), wisata alam Oanau Tiga Warn a di Kelimutu (Kabupaten Ende), Tam an Laut Wacara di Maumere, Taman BAOAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Laut 17 Pulau Riung, disamping itu terdapat pula situs purbakala dan wisata budaya seperti Pasolo Kodi di Kabupaten Sumba Barat. 5) Nusa Tenggara Timur memiliki endapan mineral yang merupakan potensi pertambangan seperti : emas, perak, tembaga, mangan, timah hitam dan biji besi (nikel) dimana sejumlah deposit yang tersedia belum diketahui dengan pasti. Selain itu bahan galian industri seperti batu kapur, tanah liat, keolin pasir kwarsa, barith, belirang, gips fosfat dan tras ditemui di daerah NTT tetapi depositnya belum diketahui dengan pasti.
pinsi Nusa Tenggara Timur dapat dUihat pada gambar. 2. Praaarana
Prasarana angkutan penyeberangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur dari 12 lintasan yang dilayani dengan dilengkapi dengan 4 buah pelabuhan penyeberangan yaitu di Bolok/Tenau, di WaibakWl.arantuka, Labuan Bajo dan Pelabuhan Penyeberangan Pantai Baru. Masih ada 2 pelabuhan yang masih dibangun yaitu di Kalabahi dan Aimere. data-data diatas dapat dilihat pada tabel 3, 4, 5, dan 6 : TABEL3 PANJANG UNTASAN PENYEBERANGAN 01 PROPINSI
B. Tranaportasi Angkutan Penyeberangan 1. Sarana
Untuk mendukung kelancaran arus penumpang dan barang di wilayah Nusa Tenggara Timur yang daerahnya dikelilingi oleh laut, maka angkutan penyeberangan memegang peranan penting dan merupakan angkutan primadona yang dimnati masyarakat, dikarenakan tarifnya jauh lebih murah dibanding dengan angkutan udara. Wilayah Nusa Tenggara Timur dilayani oleh 8 (deJapan) unit kapal penyeberangan yang beroperasi pada 12 (dua belas) lintas penyeberangan, tabel2 : Dari tabel diatas bahwa dari 7 kapal yang dioperasikan di daerah NTT 4 kapal tiap satu kapal melayani satu lintasan dan 2 kapal melayani lebih dari satu lintasan. Sehingga waktu yang diperlukan sebuah kapal dalam melayani satu trip menjadi panjang. Adapun peta operasi kapal penyeberangan di Pro-
Sumber: Kanwil Dephllb Propinsi NTT
TABEL 2
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
TABEL4 LINTASAN PENYEBERANGAN YANG DIRENCA· NAKAN AKAN DIBUKA NO. NAMA LllltAUII ltJ.UNTAwt IETEIWIGAN 1 ~ ~ 2. II 3. l.lajl·llilll 11 4. 5.
I. ~.
..... ..... .......... laritaill·lil
.......... ..........
• 33
jtl
Sumber : Kanwil Dephub Propinsi NTT
TABEL7 REALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KANTOR PELABUHAN PENYEBERANGAN PROPINSI NTI TAHUN 1993 I.
z. 3.
•• Sumber: Kanwil Dephub Propinsi NTT
Ill. ANAUSIS PEMBAHASAN Sebagai Propinsi Kepulauan maka pembangunan sektor perhubungan di Nusa tenggara Timur memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian dan sosial politik, keberhasilan sektor ini pula akan sang at menentukan kelancaran roda pembangunan di propinsi yang berpenduduk 3.267.919 jiwa yang tersebar di 566 pulau dengan 12 Kabupaten. Oengan kandungan komoditi yang beraneka ragam adalah sangat potensial guna mendukung pengembangan sektor ekonomi, industri dan pariwisata. Sementara mobilitas penduduknya cukup tinggi, sehingga kebutuhan sarana transportasi sangat didambakan, baik penggunaan jasa transportasi darat, laut dan udara. Oengan wilayah berpencar-pencar yang dipisahkan oleh laut menyebabkan transportasi mempunyai peranan penting, disamping itu peranan transportasi darat harus diperhatikan guna mengangkut hasil-hasil
bumi dan wisatawan menuju lokasi obyek-obyek wisata. Untuk mendukung kelncaran transportasi darat di kepulauan yang dipisahkan oleh laut maka peranan angkutan penyeberangan memegang peranan yang sangat vital, tetapi dilihat dari jumlah angkutan penyeberangan pada saat ini masih kurang memadai dilihat dari luasnya wilayah Nusa Tenggara Timur terutama pada daerah terisolir yang belum terjangkau angkutan penyeberangan sehingga arus pergerakan masyarakat dan barang mengalami hambatan terutama di kepulauan Flores dan Pulau Pantar. Untuk meningkatkan angkutan penyeberangan dalam membuka daerah-daerah terisolir sebagai bagian dari lintas utama. Oengan demikian untuk memperluas jaringan antar pulau yang ada di wilayah nusa Tenggara Timur, transportasi darat memerlukan sarana penunjang yaitu saran a angkutan penyeberangan. Keberadaan sarana angkutan penyeberangan ini berfungsi untuk memperluas wilayah pelayanan dimana sangat potensial peranannya dalam pengembangan potensi daerah NTI. Oleh karena itu pembangunan sarana dan prasarana angkutan penyeberangan perlu ditingkatkan mengingat jenis moda ini dapat melayani angkutan manusia dan barang yang dikunjungi menghubungkan 3 pulau besar dan pulau lainnya di Kabupaten Flores Timur dan alor. Sejak beroperasinya angkutan penyeberangan di propinsi NTI pada tahun 1986 dengan dibanguMya dermaga penyeberangan Bolok - Kupang disusul dengan Labuhan Bajo, Larantuka, Pantai Baru, rote, Kalabahi dan terakhir di Aimere peran moda angkutan ini semakin bersaing terhadap moda transportasi lainnya. Hal ini terlihat dari perkembangan trayek yang dilayaninya dari 6 trayek di tahun 1989 menjadi 12 trayek pada tahun 1992. Hal ini dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan setelah dioperasikannya 4 kapal penyeberangan serta pembangunan dan 5 buah pelabuhan penyeberangan dengan fasHitas mouable bridge yaitu di Bolok, Pantai baru (Rote), Kalabahi (Aior), Waibalun (Larantuka) dan Labuhan Bajo serta pembangunan dermaga darurat di Paga, Kabir dan Aimere. Keberadaan angkutan penyeberangan dapat membuka pol a pikir masyarakat tentang mekanisme pasar hasil pertanian dan perkebunan, dan melakukan penBADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
- -·__ __ _:
:itATA.Jt...IMI-.iartBE.W..OIPROPINSI m
r-
..
· I NO. I 1.
.
1-JUMLAH
URAX~N
I
I SATUAN ll<EAOAAN I K,ETERANGAN I . I ·FISIK I ..J I
I I Pliil!. .~liil:ttlii~ BQLOK I I SARANA & PRASARANA I I
Buah 1 ~a. Jumlah , Fieik Der~aga M2 255 lb. Luas DertUge · M2 Terminal Penumpang 250 I c. M2 16 ,d. Pos Pengawasan · M2 1.100 e. Tanggul M2 1.500 Jt. X..pangan ~rk'ir M2 200 fg. Jal•n L 116,81 M2 lb. MoVable 1 ts.. Gentet I Buah 1 I Buah fj. ~en&ru~s.Roda 2 2 •.
I
I I
I I I I I
~ang
I
.I
r
Poe
Lapangan
I
rkir
••• Ill. ft.
3.
1
248 500 500 485
f1.500
I .t
I
J
I
. .
Pe~san t··~l
I I I I I I
1-
.
I
p~
lc. Terwinal
I !4.
I
I I I 'I
I . I.ISAMRA "
I t
Ia. Julala~ Dermaga lb. L\lM . I
-I .I I
1
J IIIL. fiiiD.·i'L·Mim·
Baik Baik Baik saik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
200 96 1
11. I
300
t
Bu3h M M2
M2 M2 M2
I I I I M2 I M2 I Buah I M2 I t
Baik Baik Sedang dibangun Baik B,a ik Sedang dibangun Baik Baik 'Baik .Baik
'
ILMtM\!IQ
I I SMANA " P~RAMA I Ia. lb. lc. Id.
I•· Jf.
Jumlah F ik Luas Dea: Terminal Tanggul Lap. Par Je'len · L1
oe~'R\8ga
I
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUSUNGAN
1
450 282 974
2.000 J 200
I
Buah· M2 M2 Ml M2 M2
Baik Baik
Baik Oaik Oiaik
Baik
~
I I I I I I I
I I'
g. Movable Bridge
I I
h. Genset
I I I I I I I I
PEL,
4.
r I I I
SARANA
&
a. Jumlah Fisik Dermaga b. Luas Dermaga c. Terminal Penumpang d. Pos Pengawasan e. Talud f. Lapangan Parkir g. Pagar h. Movable Bridge i. Genset j. Pompa Air
SARANA
&
I I I I I I Baik ,I Baik I
Baik
I
I
I
1 196 500
20 200
I I Buah I M2 I M2 I I
6. 726
200 116 1 1
Baik Baik Baik Baik Jaik Baik aaik Baik
M2 M2 M2 M2 M2 Buah Buah
1
Buah
c . Dudukan Movable
1
Buah
1
Buah
2
Buah
2
Buah
I I e. Mooning Dolphin I If. ~reasting Dolphin I 19· Lot WAlk
I I h.
Dudukan Hidrolik
!
li. PelindUtJ9 M.a.
I tem.. £lit XII. .. ••s I 1s~ " PRASAR'ANA I Ia. DerNga· o·arurat (Urukan) I
I
I I I I I I I
I I Sedang lbangun I Sedang lbangun I Sedang lbangun ISedang lban9un ISedang lbangun ISedang
M2
65
b . Dudukan Trestle
I d.
I
I
I I I
PRASARANA
a. Pemb . Talud
II
I
I Buah I I I
P!i;L. Pf;NX!i;i, KALABAHl
5.
6.
3
iABYI
PRASARANA
IAkibat IGempa
I
I P!i;HX~a.fANTAI
I
116,81
I I 2 I &u•h I I !Weh I 2 l I I I I I
I
I I I· .• I I
I
'di -I
I
di -I
I
di- I
I
di-l di-
1
lbang~,tn
M2
75
I
di- I
lsedang
lb4~n
I Sedlln,9 'd i . lbangun . I
I
I
r
I jSedang di·
I
I
I
I
Jba~rt
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBA NGA N PERHUBUNGAN
TAIELI
~---
.... ·--~1JMUR I
li111'U . HNYUIIAIUN
I~·
r-
UIINIUiCA'-Ill_.
I I I I 16.
t ·LIIIIUU
~8,
1N'AIHNIAJICLtU ,
t I
I I
I
I
I
I I I I I 1m I 1991 I 1992 1 199:5 I . I I I
t
w.r
~r
t
l
I -~ . I I 1. I I I I I I I I I I L.IAJO·KOMODO·SAPE I 2721 2421 2901 4351 I I I I ... I I I I I I I I I I I· I I I I I I I I t I I I I 17. I K\I'ANG·E.IIQi. I •• I •• I 3SI 591 I I I I I I I I t I I I I I I I i t· I I I
... ,,.......,.,., 22.5891
9.7661 . 7:Z041· 5,.313J 4.3761 7611 3.4501' 2.4551 991. I 1a1 I 4181 3381 · 3661 1141 2061: 7&1 1211 J16f ••• I 21 I I I . I I 516IP~I 21.4661 26.1461 29.8341 32.2361 15.9881 laarans~ I 8.3011 7.5071 7.2351 5171 37SI IKendaraanl nz1 4961 7821 4631 . 6041 I"_, I Sl . 111 •·• I ••· I 161 I . I I. I I . I I 51IP.....,.,., I •. •· I 14.0f31 27.29
. .. . I ... I
... I ... I
1 m1 29.2671 I .2191 z.910I 1 4021 6741 I ··· I at
1 8Uf 1oa 866l1077I1331IP......,.j181.2SZIU'4.599I167.1RlZR.691IU8.323I f t I t I IBwang I 82.0681 26.418-l 24.1601 ~-"!1 11.2581 I I I I I IKonctorunl 3.5781 3.5971 s.ass 4.6761 14.7021 l I
Sumhc:r
1 1
I I
I I
I I
IHewan I
I 2.6831 1.0021 I ·· I l
1• • 1
I
OJ
I
4.2581 I
Bidattg PerhUhcanaap Darat Kanwil XVI Oc:phub N1T
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II
jualan langsung pada konsumen yang pada akhimya akan mendapatkan nilai tambah dari hasil penjualan tersebut. Pelayanan angkutan penyeberangan mengalami perkembangan dengan dioperasikannya 4 unit kapal penyeberangan menjadi 12 unit dan dari 6 trayek menjadi 11 trayek pada akhir Pelita V. Sedangkan untuk jumlah penumpang mengalami pertumbuhan rata-rata 12,43% per tahun dan barang mengalami pertumbuhan 13,28%. Lintasan yang mengalami pertumbuhan angkutan cukup baik dan potensial untuk dikembangkan adalah Kupang - Larantuka dimana selama Pelita IV mengalami pertumbuhan rata-rata 16,46% per tahun untuk penumpang dan barang 23,72% per tahun, Kupang - Kalabahi selama Pelita V mengalami pertumbuhan 13,65% pertahun angkutan penumpang dan barang 28,94% serta Kupang - Ende selama Pelita V mengalami pertumbuhan penumpang rata-rata 21 ,13% per tahu dan barang 35,67% per tahun. Untuk pelabuhan penyeberangan yang mengalami pertumbuhan operasional adalah pelabuhan Bolok dimana selama Pelita V mengalami pertumbuhan ratarata 18,87% per tahun untuk penumpang dan 11,21% untuk angkutan barang. Bila dikaji dan evaluasi maka pelayanan angkutan penyeberangan di NTT masih diterima lokasi pelabuhan yang menggunakan dermaga pelabuhan laut sebagai tempat berlabuh dan bersandar sehingga menimbulkan masalah karena menganggu kegiatan operasional angkutan laut dan juga waktu berlabuh dan sandar yang digunakan kapal penyeberangan masih bergantung pada pasang surut air laut di kolam pelabuhan. Pelabuhan penyeberangan yang masih menggunakan dermaga laut sebagai tempat berlabuh dan sandar adalah Ende, sabu, Waingapu dan Lewoleba, sedangkan penumpang dan kendaraan yang diangkut secara keseluruhan tiap tahunnya mengalami peningkatan, begitu juga tripnya. Dengan adanya peningkatan jumlah yang diangkut melalui angkutan penyeberangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur tersebut, maka perlu adanya peningkatan pelayanan baik untuk prasarana maupun sarana sehingga tujuan daripada transportasi dapat berhasil dan masyarakat dapat merasakan pembangunan yang selama in i dilaksanakan oleh pemerintah.
Pemerintah sendiri tidak akan berhenti dalam ranga menunjang pertumbuhan ekonomi demi stabilisitas nasional dan pemerataan pernbangunan yang dapat menembus isolasi dan keterbelakangan daerah terpencil, yang akan memantapkan perwujudan wawasan nusantara dan memperkokoh ketahanan nasional, maka pernbangunan transportasi perlu terus ditingkatkan. Secara nasional angkutan sungai danau dan penyeberangan pada Repelita VII diproyeksikan meningkat dengan pertumbuhan yang rata-rata pertahun 12,0%, dengan pangsa yang semakin meningkat menjadi 0,74% dari pel ita VI sebesar 0,68%. Demikian pula tingkat kecepatan untuk kapal penyeberangan naik 10 nknot menjadi 11 knot. Diharapkan Propinsi Nusa Tenggara Timur akan mendapat subsidi dari pemerintah dengan adanya kebijaksanaan tersebut diatas, dengan mernpertimbangkan bahwa penerimaan Negara bukan pajak dari angkutan penyeberangan untuk tahun 1993 sebesar Rp. 94.464.972,-. Memang untuk mengelola suatu perusahaan yang bergerak dalam pelayanan masyarakat dimana didaerah yang masih kecil dalam pendapatan daerahnya, sehingga diperlukan suatu penanganan baik dengan memperhatikan sumber daya alam yang dimiliki, teknologi, prasarana dan sarana dan sebagainya. Untuk lebih meningkatkan fungsi daripada angkutan penyeberangan maka perlu diperhatikan strategi pelaksanan pembangunannya atas arahan kebijaksanaan sesuai GBHN dan kebijakan pembangunan transportasi antara lain sebagai berikut : 1. Mengarahkan pembangunan jaringan penyeberangan untuk semakin menunjang pelayanan angkutan dari pintu ke pintu. 2. Mengembangkan jaringan lintas penyeberangan secara bertahap dengan mernperhatikan fasilitas pelabuhan laut yang tersedia. 3. Mengembangkan armada type Ro-Ro pada jaringan penyeberangan dan angkutan pantai (coastal shipping ). 4. Men ingkatkan keteraturan dan ketepatan jadwal keberangkatan dan tiba sesuai dengan program nasional. 5. Meningkatkan pemeliharaan sarana dan prasarana angkutan sungai dengan menjaga dan memelihara kualitas lingkungan hidup dan sumber daya alam pada alur sungai. 6. Meningkatkan upaya dekonsentrasi di bidang BAOAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN