~ PEMANFAATAN BATU BARA PEMASOK ENERGI LISTRIK UNTUK MENDUKUNG ELEKTRIFIKASI KERETA API DI PULAU JAWA
·Warta
PENELITIAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
PERKEMBANGAN USAHA DUNIA MARITIM DI INDONESIA PERIODE KURUN WAKTU 1977 HINGGA 1992
Pengantar Redaksi ANALISA BENEFIT COST PENGOPERASIAN ANGKUTAN TRUK PETI KEMAS DI INDONESIA
PENENTUAN LINTAS PELAYANAN ANGKUTAN ANTAR KOTA DITINJAU DARI POLA PENGGUNAAN TANAH DAN MAKSUD SERTA KEPENTINGAN PERJALANAN
anal Sitorus, mengungkapkan dalam tulisannya bahwa pentingnya mencari alternatif "Pemanfaatan Batu Bara Memasok Energi Listrik Untuk Mendukung Elekrifikasi Kereta Api di Pulau Jawa" hal ini dikarenakan semakin padatnya beban angkutan jalan raya di Pulau Jawa. Untuk itu akan disiapkan jaringan dan pemilihan sistem elekrifikasi, perbankan sarana dan prasarana kereta api, persiapan perangkat lunak dan sumber daya manusia. Ir. Tony HB Ongko, SE, MESc, dalam tulisan makalahnya yang merupakan kajian atas fakta yang dikumpulkan secara berkesinambungan untuk menggambarkan "Perkembangan Usaha Dunia Maritim Indonesia Periode Kurun Waktu 1977 hingga 1992".
P
Dikatakannya bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia sudah sepatutnya memiliki kekuatan kapal niaga yang berkemampuan tinggi , namun fakta menunjukkan hal yang sebaliknya bahwa hampir 90% muatan perdagangan lnternasional milik Indonesia diangkut dengan kapal asing . Oleh karenanya penulis serahkan kepada pembaca untuk menginterprestasikannya semoga dapat bersama-sama ikut memberikan sumbangan saran yang terbaik dalam meningkatkan potensi armada pelayaran nasional. Edward Marpaung, dalam tulisan makalahnya yang berjudul "Analisis Benefit Cost Pengoperasian Angkutan Truk Peti Kemas di Indonesia" mencoba melakukan analisis terhadap permasalahan ini dengan studi kasus di OKI Jakarta. Dikatakannya bahwa kurang lebih 3300 truk angkutan peti kemas yang beroperasi tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan, sementara armada ini sangat dibutuhkan dalam proses perwujudan pelayanan sistem multi moda transport yang bersifat door to door service. Hasan Salim Basri , menulis "Penentuan Lintas Pelayanan Angkutan Kota Ditinjau Dari Pola Penggunaan Tanah dan Maksud Serta Kepentingan Perjalanan" mengatakan bahwa pelayanan angkutan kota yang ada sekarang banyak terdapat ketimpangan . Hal tersebut disebabkan berbaurnya penggunaan jalan oleh berbagai jenis dan ukuran kendaraan, trayek pelayanan yang tumpang tindih dan belum sesuai dengan asal tujuan perjalanan , dan belum dapat memberikan pelayanan yang berkesinambungan dalam satu jaringan terpadu serta sistem jaringan jalan belum disesuaikan dengan pelayanan angkutan.
II
e
Warta
PENELITIAN
DEPARTE MEN PSRHUBUN GA N
SUSUNAN PENGURUS WARTA PENELITIAN PERHUBUNGAN Pelindung : Sekretaris Jenderal
Departemen Perhubungan Kepala Badan LITBANG Perhubungan Penasehat : Sekretaris Badan LITBANG Perhubungan Kapuslitbang Perhubungan Darat Kapuslitbang Perhubungan Laut Kapuslitbang Perhubungan Udara Kagus Data dan lnformasi Stat Ahli : Ir. Carunia Mulya Hamid Firdausy Yusmaliani SE, ME. Pemimpin Umum : Drs.Darmawan Tas'an Pemimpin Redaksl : DR. Djoko Suhadi, SE. Redaktur Pelaksana: Rusnamiar Madjid SH. Wakll Redaktur Pelaksana : Ors. Olopan J. Simanjuntak
Muhammad lzi Anggota Dewan Redaksi : Ir. Tjuk Sli<arciman PLEnomo SH. Ir. Maryan Ir. Hasan SaHm Basri Ir. Desmon Ismail Ors. Mlllammad Actimad Ors. Gatot Sutjahjo MSTr Ors. Mashinton Sinaga Ors. Ojafar Nadjb Ors. Tjetjep Haryadi Ora . Atik R.R. Siti Kuswati
Tata Usaha:
Ir. Panal Sitorus Ir. Tony HB. Ongko SE, MESc. Ora. Amala Ni.rhaida Ors. M.N. Nasution MSTr NoOf Aicto SH. Nasiruddn Zllldi, SH. Ir. Soemanto, MSTr. Hartati Yusminah, SH. Ors. Win Akustia Ora . Nanik Salawati
Anastasia Sunarti . Ratna 'Herawati
'Dlsaln dan Tata · Muka : PT. PRO GRAPHIC STUDIO Warta Penelitian ini menerima surrbangan berupa karya tulisflnformasi baik mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun informasi tentang. kegiatan ilmiah lain yang berkaitan dengan transportasi. Yang dimuat akan .diberi honorarium. Redaksi berhak mengadakan perubahan alas tulisan yang masuk sepanjang tidak rnengubah isi. Memuat suatu tulisan tidak berarti Sadan LITBANG Perhubungan/Redaksi setuju akan isinya. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
penduduk dengan berbagai kebutuhan mobilitas, maka permintaan jasa angkutan juga terus meningkat. Peran angkutan jalan raya di Pulau Jawa memang lebih tinggi dari pada angkutan kereta api, yaitu pangsa transportasi penumpang jalan raya 154, 3 milyar penumpang · km atau 94,4 %, sedangkan pangsa transportasi penumpang kereta api 9,2 % milyar penumpang ·km atau 5,7 %. Demikian pula transportasi barang untuk angkutan jalan raya pangsanya 28,4 milyar ton-km atau 96, 1 % sedangkan pangsa angkutan kereta api hanya 1, 1 milyar ton-km atau 3,9%1). Akan tetapi beban angkutan jalan raya ini kurang menguntungkan bila dikaitkan dengan permasalahan energi bahan bakar minyak (BBM) pada masa mendatang, di mana cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk sekitar 10 tahun lagi, dan akan menjadi pengimpor netto minyak apabila tidak berhasil ditemukan cadangan baru. Demikian pula bila tidak memanfaatkan sisa minyak di lapangan yang sudah berproduksi dengan cara ' enhanced oil rcovery" PANAL SITORUS yang mampu memberikan tambahan sekitar 10-50%. Sebagaimana diketahui bahwa rasio kebutuhan lndone· sia terhadap energi yang dipenuhi dari minyak cukup ABSTRAK tinggi, yakni mencapai 65 %dari total kebutuhan energi. Berkaitan dengan itu sektor transportasi menyerap adatnya beban angkutan jalan raya di Pu/au enegeri yang cukup besar sekitar 35 % dari seluruh Jaya membutuhkan dicari alternatif moda energi dalam negeri atau 44,3 % dari total BBM transport untuk mengalihkan sebagian beban Nasional. Konsumsi BBM sektor transportasi lebih ba· tersebut yang diperkirakan masih meningkat nyak diserap oleh transportasi jalan raya 85 %, laut 7 %, pada masa mendatang. Kereta api salah satu moda udara 6,5 % dan kereta api 1 %. Konsumsi energi transport yang mampu menanggung sebagian beban transportasi jalan raya yang dewasa ini 85 % diperkiangkutan jalan raya apabila diadakan peningkatan rakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun menpelayanan antara lain dengan elektrifikasi. Energi listrik da tang apabila tidak diambil langkah-langkah yang memasok elektrifikasi kereta api akan diadakan mengurangi beban angkutan jalan raya, di antaranya oleh perusahaan listrik yang bersumber dari bukan menggunakan moda transport lain yang et ektif dan hanya bahan bakar minyak akan tetapi juga batu bara. efisien, masal, cepa~ aman serta mengurangi populasi Untuk itu akan disiapkan jaringan elektrifikasi, pemilihan udara dan kebisingan. Kereta api adalah salah satu moda transport alternasistem elektrifikasi, perbaikan sarana dan prasana tif yang dapat dikembangkan menggunakan ~strik seba· kereta api, persiapan perangkat lunak dan sumber daya gai sumber energinya. manusia. Untuk lebih operasional dibutuhkan dukungan . Permasalahan adalah bagaimana menyediakan epara pakar teknologi ·guna mewujudkan proses batu nergi listrik lintasan, sebagai moda transport yang kombara menjadi energi listrik yang lebih efisien dalam petitif pada masa mendatang. Salah satu energi rangka elektrifikasi kereta api. alternatif yang dibahas adalah kemungkinan pemanfaatan batu bara untuk memasok energi listrik.
PEMANFAATAN
BATU BARA MEMASOK _ENERGI LISTRIK UNTUK . MENDUKUNG · ELEKTRIFIKASI KERETA API DI PULAU JAWA
1. PENDAHULUAN • •
Dengan pertambahan penduduk yang pesat di lndo· nesia sebesar 1,9 %pertahun pada akhir Pelita V, maka jumlah penduduk di Pulau Jawa sudah mencapai 107,581.000 orang pada tahun 1990. Akibat banyaknya BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
II. KECENDAUNGAN PERKERETA APIAN Sejalan dengan perkembangan pembangunan, maka permintaan angkutan pada masa mendatang
II
akan menuntut kualitas pelayanan yang cepat, tepat waktu, aman, nyaman dan terjangkau, serta angkutan secara masal. Pelayanan yang diinginkan tersebut dapat disediakan oleh angkutan kereta api asalkan diadakan pembenahan dan peningkatan pengelolaannya. Suatu gambaran kecendrungan permintaan angkutan di Pulau Jawa ditunjukkan pada Tabel 1.
TABEL 2 ERBANDINGAN BIAYATRAKSI UAP, DIESEL DAN LISTRIK PADA DMSCHE BUNDESBAHN ORAIAN
'
UAP .UnlM lok~ c:iperB nlbHala 394
(IA' 1• I ll.000)
mm 1ot'!llt•t t "1 .
: .otl .llO
I
! .•U.OIO
t
: .•3' .6:-0
I
•.:11.111-1
1•w1r
l
I ,_
~;Ul_A
II I
I
' >C!!•SllC (f(J!lf •Ul'llt~•
'Elr.IITU•
""""
ACIV'fll (!111.ll I II.OH)
·:u:.
(Jl.HUU•UJ
111111
m
I
IOl(l!!Al
1r11111
' IK?b U (I)
I
:1.11
!',,
i
:1 t• i
::.l
I I I
001[>11•~
I I
(f(liJJ
I
1.7•!.!IO
i : .i.1.110
I I 11.11 1:.11
!0:.4t7
Sll.116
::0.402
261.11!
2•.: 11~·
ELEK·
1.448
2.476
padataui1 73
50.280
233.800
:l:#.Jrt~iu Bi spe_sifik ~...., 1,50 ~dafi (OM.flibu T )
3,55
3,04
0,64
0,15
~~esifik
1,01
1,44-
24.260 6,43"·
bagi energi 2,92
Too-Km)
". . ,."I
DIESEL
TRI(
Too-Km (Ml Too-Km)
TABEL 1. PERKIRAAN ANGKUTAN KERETA API DI PULAU JAWA 1994-2002
JENS LOKOllOTF
-·
: •.,l>af=i dari
5,70
5,59
1,73
....... l.iaYa spesifJk (i>M.fttlu
17,22
·' 11,13'
7,03
Too-Km)
'
.
.
Surber : PenJ11 Kereta AP, 1990
Jumlah biaya spesifik traksi listrik (7,03 DM/Ribu Ton-Km) yang dttunjukkan Tabel 2 lebih kecil daripada jumlah biaya spesifik traksi diesel (11, 13 DM/Ribu TonKm) dan traksi uap (17,22 DM/Ribu Ton-Km). Suatu keunggulan kereta api traksi listrik dari segi ekonomi tersebut merupakan peluang dalam pengembangan kereta api listrik pada masa mendatang di lndo· • nesia. ,. 111. BATU BARA MENDUKUNG SUPLAI ENERGI LIS· TRIK
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada masa mendatang peran angkutan kereta api terus akan meningkat, yaitu paa tahun 2002 angkutan penumpang 39,4 % dan angkutan barang 24,2 % dari total permintaan. Perkiraan ini menunjukkan bahwa sudah perlu peningkatan kualitas pelayanan yang tepat, aman, cepat, dan secara masal dengan mengembangkan penggunaan kereta api. Dari segi ekonomi, berdasarkan penelitian Deutsche Bundesbahn (Jerman) diperoleh data perbandingan biaya antara traksi uap, diesel dan listrik yang menunjukkan bahwa biaya spesifik traksi listrik lebih ekonomis dari pada traksi diesel dan traksi uap sebagaimana diperlihatkan Tabel 2.
II
Enegeri di Indonesia di luar bahan bakar minyak masih cukup banyak misalnya tenaga air, panas bumi, batu bara dan lain-lain dan telah banyak berhasil digunakan untuk pembangktt tenaga listrik. Dalam waktu dekat batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik sangat memungkinkan untuk dikembangkan karena cadangannya cukup banyak di Indonesia, yaitu Ombilin-Sawa Lunto, Tanjung Enim dan Kalimantan. Apabila diperhltungkan nilai minyak ekuivalen dari BBM dan batu bara, maka batu bara mempunyai potensi 5-6 kali potensi minyak 2l· Menurut Sidiqqi & James 1982, negara-negara yang akan melipatgandakan peranan batu bara sebagai sumber energi adalah Asutralia, Amerika Serikat, Cina, Fili pina, Indonesia, Jepang, Korea dan Selandia Baru. Pernyataan Sidiqqi &James tersebut aa benarnya untuk Indonesia sehubungan dengan karakteristik batu bara dan cadangan yang dimiliki. Pembakaran batu bara untuk menghasilkan uap air, yakni dengan kelembaban 25 %akan mampu menghasilkan 5300 kal/kg yang akan BADAN PENELtnAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
4
menghasilkan uap untuk memutar generator turbin yang menghasilkan listrik. Dewasa ini juga sudah diperlukan batubara sebagai energi alternatif yang menghasilkan energi listrik untuk mendukung elektrifikasi kereta api. Sebagai gambaran pemanfaatan batu bara dalam pembangkit tenaga listrik terlihat pada Tabel 3.
I
TABEL 3 PERKEMBANGAN PEMBANGKJT TENAGA LISTRIK (MEGAWATil JOOS
14/IS 15116 16117 17/U
111n
lihu.
S36
-lmylt
1.686 1.686 1.686 1.686 2.086
Ii.
. Bolubmu
""° tolt1·
t1ll1
t
TABEL4 KUALITAS BATU BARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
1.066 1.241 1.S12 1.970 1.973 2.095 2.247 930
2.2~
2.216 2.210
1.3lo 1.731 1.731 1.731
400
800
800
860
936
1.326 1.652 1.769 1.li7 l.859 1.870
~ Tllbit
1.003 1.117 1.117 1.117 1.234 1.234. 1.234 974
l'1llos !Uni
30
30
30
140
140
140
140
140
451S S.&JS 6.200 7.131 8.529 9.0Zl 9.275 9.in Told Strrber : P\..N dalam Business News 5450127-8-1993
I
kecepatan yang diinginkan. Pembuatan tongkang dan "Pusher Tug" diupayakan dengan memanfaatkan bahan baku dan galangan Kapal dalam negeri,' karena pembangunan ini dapat meningkatkan kegiatan industri yang membuka lapangan kerja baik dalam pembuatannya maupun pengoperasiannya. Batu bara Ombilin dan Bukit Asam memiliki persyaratan kual~as yang diperlukan oleh pembangkit listrik (kecuali zat terbang dan Nitrogennya sedikir agak tinggi), di antaranya yang pokok adalah seperti Tabel 4.
Pemanfaatan batu bara dalam pembangkit tenaga listrik yang ditunjukkan dalam Tabel 3 terus meningkat peranannya yaitu 8,85 % pada tahun 1984/1985 meningkat menjadi 12,78 % tahun 1987/1988, dan 15,59 % tahun 1988/1989 kemudian 18,87 % tahun 1991/1992 dari total pembakgit tenaga listrik. Menurut perkiraan Departemen Pertambangan dan Energi, dalam studi "Pengembangan dan Pengangkutan Energi di Indonesia" yang dilakukan oleh BPP Teknologi, diperkirakan bahwa pada akhir Pelita VI produksi batu bara di Indonesia akan mencapai 45.000.000 ton dengan kontribusi penambangan : Kalimantan 72,2 % Sumatera 26,67 %Jawa dan Sulawesi 1, 11 %. Produksi dan persediaan ini mampu mendukung kebutuhan batu bara memasok pembangkit listrik. Bila pemerintah akan mengurangi peran minyak dalarri pembangkit listrik akan mengurangi peran min· yak dalam pembangkit listrik dan meningkatkan lagi pemanfaatan batu bara, maka secara praktis hal ini memungkinkan mengingat karakteristik dan ketersediaan batu bara yang dimiliki. Transportasi batu bara dari beberapa lokasi sumber ke lokasi pemakai seperti Pusat Listrik Tenaga Uap (PL TU) diupayakan secara lancar dan dengan jumlah biaya transportasi sekecil mungkin, dan problem opti· masi transportasi dapat dilakukan dengan cara : unit biaya terendah (least cost method), Vogel Approxima· tion Method (YAM), dan Northwest Corner Rule. Bila terjadi peningkatan transportasi batu bara melalui laut, maka dapat dikembangkan tongkang yang dirorong oleh "Pusher Tug" dengan penyesuaian ukuran dan BADAN PENELIT/AN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
.
UIAN
OISYWTKAN
IATU WA OMBIUN
'.'
Totllklm
'
'ii,"
~JS
.lbu." lat111boog, " ,
IATU WA IUKIT ASAM 12,80-24,00
~ 15-20 od
1,98-6,37
3,llHG,60
::24&mi
35,39..Jl,97
37,67-41,80
6,783-1,m
6,716-7,215
ltillh(gul) l1d/fG S,7So.5,9SO oo ~
Toldll
~2 od
,lndlb QllllS HGdpe
3-5().55
48,3().51,80
59,~4.20
!Qrog11100"
O,&.J,1 cknml
1,25-1,42
0,88-1,14
. 0,31-0,58
0,2'>·1,24
0,07-0,60 Wsoriu(l'Ol%2S . 0,24-0,22 Strrber : Worl<shop on Policy Analysis and Planning of Urban and Transportation Energy/Envirorrnent System. Proceding, Vol. 15 No. 1/2, ~emen, ITB 1982.
Sekiranya ada pencemaran dari PLTU batu bara, dapat diatasi dengan teknologi yang mencampur kapur dalam batu bara, dikenal dengan istilah "fluidized bed combustion". Ditinjau dari segi biaya pembangkitan listrik (gene· rating cost, mills/kwh), pemakaian batu bara memberi· kan biaya yang lebih kecil daripada pemakaian minyak seperti Tabel 5. TABEL 5 PERBANDINGAN BIAVA PEMBANGKITAN LISTRIK ANT ARA PEMBANGKIT YANG MENGGUNAKAN MINYAK DfNGAN YANG MENGGUNAKAN BATU BARA (OOLLARl l-
-
UWAll
MEIGGUllAW
MOIGGUNAKAll
MlllYAK tnlilbfll
IATUIUA
lmlvbhl t Bqo iwes1osi !6 %mo bed doge Ifie, 7.96 20ytiis) '
10.99
2. Biaya apll1l5i .... pemelmal
2.42
3.&3
3.Fwlcast
36.30
12.13
26.75 46.68. .. Strrber : lncbneS1an State Elec:tricity Enterpnse, 1980
' 6eneraq Cos!
D
Efisiensi total sistem PLTU setelah memperhitungkan efisiensi setiap komponen untt (ketel uap, turbin dan generator) temyata tidak jauh berbeda antara memakai batu bara (38,9 %) dan minyak (40 %). Bila ditinjau dari segi kesempatan kerja dan pemerataan, maka menurut Tabel Masukan-Keluaran 1975 (BPS, 1980) diketahui bahwa kompoisi Nilai Tambah Bruto sektor batu-bara hampir terbagi rata antara gaji/upah dan surplus usaha seperti pada Tabel 6. TABEL 6 KOMPOSISI NILAI TAMBAH BRUTO %
UNSUR
BATUBAR
Ga; dan I.pill StlpkJS Usaha Penyus.C.-1
lllGM
46,0
1,0
40,0
93,0
12,0
2,3
0
7
100,0
100,0
Tabel 6 memperlihatkan perbedaan sektor batu bara dengan sektor migas yakni hampir seluruh nilai tambah sektor migas jatuh pada surplus usaha. Oleh sebab ttu, dipandang -dari kesempatan kerja dan pemerataan' pengembangan batu bara lebih disukai karena secara langsung merupakan instrumen pemerataan pendapatan nasional. Lebih lanjut, prospek penggunaan batu bara pada masa mendatang cukup baik dengan adanya teknologi pengubahan batu bara menjadi berbagai jenis produk yang lebih bersih dan nilai manfaatnya lebih tinggi. Pada dasarnya ada 3 jalur utama proses pengubahan batu bara yang membedakan tingkat pemecahan rantai ikatan molekulnya serta pemakaian media tertentu dalam proses. Hal ini dttunjukkan dalam jalur teknologi pengubahan dan pemakaian batu bara pada Gambar 1.
Gambar 1 JALUR TEKNOLOGI PENGUBAHAN DAN PEMAKAIAN BATU BARA am bm h1btr mrci laqm1
rr= I
I
llbn babr
-> bum (Sun,
I
->
IG11ifib1i
Piroli1i1
PLTU, dll) llw hbr ptdat
aaw kur kmta api
llw kbr cair -> llba babr
~>
Si1tui1
Pnbab111 bpu, ht&, 1ntt11, rn
Bibi bah ladutri ki1i1
lidrotmt inc
pdat
&ab1 babr Gui!ib1i 1nt1k 1i1te1i1 - I lletau1i
llkaa babr -> pmd1b i pro-
Gu 1i lai blor tiiui
"' 1ttal111i lobs komuiaul
Ilk• babr
Bibi kn i1d11tri ki1i1
Gu ailai blor ti111i
aaw blur lillrik
tu
> kruar ( Sllllkt
Im hell I
II
SADAN PENELmAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Jenis dan jumlah produk yang akan dihasilkan dari masing-masing jalur proses tergantung pada kualitas batu bara umpan dan kondisi prosesnya. Jenis-jenis produk dapat berupa gas dengan nilai kalor yang bervariasi, cairan berupa tar sebagai bahan baku sintetis kimia atau bahan bakar mentah sintetis, serta padatan berupa char sebagai bahan baku pembuatan gas nilai kalor tinggi (substiMe natural gas) atau sebagai bahan baku kokas briket. Selain itu gas tersebut dapat diman· faatkan langsung misalnya sebagai bahan baku untuk pembangkitan tenaga listrik. Dari segi teknologi yang terus berkembang, penggunaan batubara untuk beberapa kepentingan eperti pembangkit listrik mempunyai peluang yang baik dalam rangka penghematan dan efisiensi pemanfaatan mi· nyak serta sebagai usaha diversifikasi energi pada masa mendatang. Jika digunakan batu-bara olahan misalnya berbentuk gas atau cair, maka dapat menekan biaya operasi dan pemeliharaan serta pengangkutan lebih mudah, oleh karenaya batu bara sebagai sumber energi merupakan suatu harapan yang baik. Untuk ltu diharapkan sumbangan para pakar teknologi mewujudkan proses batu bara menjadi energi yang lebih efisien baik melalui proses gasifikasi maupun liquifikasi. Dltinjau dari aspek lingkungan, maka engembangan elektrifikasi kereta api sekalgus merupakan bagian upaya pelestarian lingkungan hidup karena tidak mencemari udara, kebisingan relatif keci, sehingga upaya ini sangat menguntungkan dibandingkan terhadap traksi uap dan traksi diesel yang banyak menim· bulkan pencemaran udara, limbah dan kebiringan. Untuk mewujudkan elektrifikasi kereta api, maka harus disiapkan jaringan elektrifikasi, pertimbangan sistem yang dipakai, perbaikan sarana dan prasaran menangkut desaign, ukuran, konstruksi serta sumber daya manusia yang berkualitas baik untuk manahemen maupun operaisonal. Hal sangat penting lagi ialah kesiapan peraturan, ketentuan yang mendukung dan mengawasi elektrifiasi kereta api. Dengan meluasnya jaringan listrik PLN dapat menimbulkan efek ganda yang posltif, yakni dorongan untuk tumbuhnya industri-industri lokal dan kegiafan lain yang memanfaatkan listrik sebagai sumber energi, sehingga aktivltas akan bertambah yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
I
• •
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
9
1. Keterbatasan cadangan minyak bumi Indonesia mengharuskan penghematan energi khususnya BADAN PENELlnAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
BBM. Sektor transportasi mengkonsumsi 30 % 34 % dari BBm dalam negeri, oleh karena itu salah satu penghematan BBM di sektor angkutan adalah mengalihkan pemakaian BBM ke energi listrik melalui elektrifikasi kereta api yang pada ahap awal dikembangkan di Pulai Jawa. 2. Elektrifikasi kereta api sangat penting dan besar kemungkinannya untuk dikembangkan di Pulai Jawa guna mengurangi padatnya beban angkutan jalan raya pada masa mendatang, yang sebagian energi listriknya dapat didukung oleh batu bara melalui PL TU. 3. Guna menunjang penyediaan energi listrik, maka perusahaan listrik negara perlu terus meningkat· kan pengadaan energi baik upaya sendiri maupun melalui kemitraan dengan pihak swasta agar dapat memasok kebutuhan listrik kereta api dengan tarif yang tidak terlalu mahal. 4. Elektrifikasi perlu diikuti, modernisasi atau otomatisasi sistem kontrol sinyal, telekomunikasi dan pelayanan penumpng dan barang pada lintas-lintas strategis serta mempersiapkan sarana dan prasarana dengan kontruksi, bahan yang kuar tapi ringan untuk menyongsong kereta api kecepatan tinggi. DAFTAR PUSTAKA
1. BPP Teknologi, 1982 Pengembangan dan Pengangkutan Energi di Indonesia. Jakarta. 2. Businnes News, 1993 Kecepatan Perkembangan Sektor Listrik Tidak Akan Menurun. PT. Businnes News, Jakarta 3. ESCAP, 1985 "Seminar Cum-Workshop on Rail· way Electrification Bazed on The Experiences of The Bangkok-Chiang Mai Line" Bangkok Thai land. 4. Direktorat Bina Program PLN, 1989. Rencana Pengembangan Sistem Transmisi dan Gardu lnduk di Sistem Jawa-Bali Periode 1989/1990· 1993/1994 (Repelita V) , Jakarta. 5. Departemen Perhubungan 1992 Land ransport Development Plan Phase II. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta 6. Ramelan, R 1992 Peranan Teknologi Dalam Transportasi, BPT, Jakarta 7. Sidiqqi, T.A. & D. James 1982 Coal in Use in Asia and The Pacific. Some Environmental Consideration. Energy. The International Journal 7.
a
8. Soerjani, M, 1985 Beberapa Segi Analisis Dam· pak Lingkungan dalam Pembangunan PL TU Suralaya. PPSML-UI, Jakarta. 9. ·········· 1982 Workshop on Policy Analysis and Planning of Urban and Transportation Energy/En· vironment System. Proceedings, Vol. 15 No. 1/2 Suplemen, ITB Bandung. 1) Departemen Pertuix.ngan. Land Transport Development Plan Phase II. Executive Report No. 211992. Direktorat JenderaJ Pertllix.ngan Dara~ Jakarta 1992.
Ir. PanaI Sllorus lahlr ci Porsea 14 ..Ui 1946. Sarjana Tekrlk lnctlsbi ciperoleh dari Universttas Smlatera Utara 1975. Magister Sains ciperoleh dari Universitas Indonesia lahl.ll 1991. Tahl.Jl 1980 KllSUS Tenaga Peneliti. 1982 Oasar-dasar Analisis Oampak L.ingl
Soerjan. Beberapa Segi AnaJisis Dampak Li~ Dalam Perrbang..rian PL TU St.l'alaya. PPSML UI, Jakarta 1985 : fl 2-6.
II
BADAN PENEL!nAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PERKEMBANGAN USAHA DUNIA MARITIM DI .INDONESIA PERIODE KURUN WAKTU 1977 HINGGA 1992 · TONY HB ONGKO
1
ABSTRAK a/am menyongsong PJP II, banyak ha/ perlu dikoreksi dan disempurnakan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sudah sepatutnya Indonesia memiliki kekuatan kapal niaga yang berkemampuan. tinggi, namun fakta menunjukkan ha/ yang sebaliknya. Hampir 90 persen baranglmuatan perdagangan internasional milik Indonesia diangkut kapal asing, be/um termasuk yang berlaku di dalam negeri. Hal ini menunjukkan rawannya neraca pembayaran negara kita terhadap goncangan perdagangan internasional mengingat dominasi biaya transportasi dalam satuan harga barang cukup besar. Tulisan makalah ini hanyalah merupakan kajian atas fakta yang dikumpulkan oleh penulis secara berkesinambungan untuk menggambarkan betapa gawatnya potensi armada nasional untuk ditampilkan agar mampu bersaing secara internasional. Kesimpulan makro atas fakta tersebut penulis serahkan interpretasinya kepada masing-masing pembaca, semoga dapat menggugah semangat untuk bersamasama ikut memikirkan cara terbaik meningkatkan potensi armada pelayaran nasional. l.PENDAHULUAN
• •
Dengan latar belakang kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, maka jasa angkutan laut memegang peranan penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi di dalam negeri maupun luar negeri, SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
untuk mengangkut barang-barang lokal dan penumpang domestik maupun komoditi eksporflmpor. Salah satu upaya yang sedang diusahakan Peme· rintah untuk meningkatkan pendapatan Devisa Negara antara lain ialah usaha meningkatkan ekspor komod~i non migas melalui jasa angkutan laut samudera nasional sebagai sarananya. Sesuai dengan judul dengan makalah ini, pemba· hasan penulis hanya terbatas pada bidang angkutan laut samudera (ocean going). Dalam membicarakan jasa angkutan laut samudera nasional, pandangan kita tentu terarah kepada arti dari angkutan laut samudera yang secara umum diartikan sebagai sarana angkutan barang dan penumpang dengan kapal berlaku dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antar negara atau benua. Jasa angkutan laut pada hakekatnya merupakan product dari shipping industry perusahaan-perusahaan pelayaran yang mengelola "pabrik" yang berupa kapal laut. Seperti halnya hasil produksi pabrik, produk jasa angkutan laut juga mempunyai beberapa jenis atau type. Jenis produk yang dihasilkan, tergantung dari cara pengoperaslan kapal yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Llner Service. Cara ini ialah pengoperasian kapal dimana peng· usaha kapal melayani trayek tertentu secara teratur dengan beberapa buah kapal. Misalnya Indonesia · Eropa pulang pergi, dan sebagainya. Beberapa peng· usaha pelayaran yang merawat/melayani route-route tertentu tersebut tergantung dalam suatu Freight Conference, misalnya : indonesia -Japan/Japan - Indonesia Freight Conference atau Indonesia · Eropa/Eropa · In· donesia Freight Conference. Uang tam bang untuk liner service ini ditentukan oleh Conference dengan maksud untuk menghindarkan persaingan yang tidak sehat. Pada liner service pada umumnya berlaku Liner terms, yaitu dalam pemakaian ruangan kapal, pemilik barang tidak dibebani bi aya tambahan kecuali freight rate. Bahkan biaya stevedoring diatas kapal telah menjadi tanggungan perusahaan kapal yang bersangkutan. Pemilik barang hanya berkewajiban menyerahkan barang sampai di sisl kapal (tackle kapal), jadi segala biaya yang timbul mencapai barang berada di sisi kapal menjadi beban pemilik barang. 2.Tramp Service/Servis liar. Tramp service, yaitu sistem pengoperasian kapal dimana perusahaan kapal tidak terikat untuk melayani route tertentu. Kapal dapat datang ke segala pelabuhan
kapan saja setelah diterima informasi adanya muatan yang akan dimuat. Perusahaan • perusahaan pelayaran ini tidak terikat pada suatu Conference. Bahkan penen· tuan freight rate pun tidak diatur oleh suatu Conference. Tingkat freight rate dicapai atas dasar tawar menawar antara pengusaha kapal denga calon pemakai jasa kapal. Tinggi/rendahnya tingkat freight rate tergantung pada keadaan supply dan demand atas ruangan kapal, yang sepenuhnya tunduk pada hukum ekonomi , yakni jika supply (S) suatu barang lebih besar dari pada demandnya (D) maka harga akan turun dan sebaiknya bila faktor·faktor lain tidak berubah. Kapal·kapal tramper (liar) melayani worldwide trades. Bagi shipowners tidak menjadi soal bila kapal· kapalnya melayani seluruh dunia, yang perlu baginya ialah bahwa setiap berakhirnya perjanjian pengangku· tan di suatu pelabuhan, mereka harus mendapat nuatan dari pelabuhan tersebut atau dari pelabuhan terdekat. Dengan demikian dapat terjadi bahwa suatu kapal tram· per akan bertayar menjelajahi dunia sampai bertahuntahun baru kembali ke pangkalan (Kantor Pusat). Dalam tramp service berlaku beberapa terms/condi· tion agar jelas pihak siapa yang akan memikul biaya stevedoring. Terms tersebut antara lain :
• Free alongside ship (f.a.s). Terms ini menunjukkan bahwa pihak shipowner menanggung biaya stevedoring diatas/di dalam kapal. • Freeln. Shipowners dibebaskan dari biaya·biaya stevedo· ring diatas kapal di pelabuhan muat. • Free out. Shipowners dibebaskan dari biaya·biaya stevedo· ring diatas kapal di pelabuhan bongkar. • Free In and out (f.l.o.). Shipowners dibebaskan dari biaya·biaya stevedo· ring di atas kapal di pelabuhan muat dan bongkar. • Free In and out stowed and trlmed (fiost). Dalam terms ini shipowners dibebaskan dari biaya stevedore di kapal untuk memadatkan dan meratakan muatan di dalam palka kapal. Dalam tawar menawar untuk menentukan tingkat freight rate dalam tramp service akan ditentukan pula term and condition, agar dapat segera diketahui pem· batasan tanggung jawab masing-masing pihak atas biaya·biaya yang timbul.
m
3.Dengan cara charter. Pengoperasian kapal dengan sistem charter dapat dibagi dalam Time charter dan Voyage charter seperti telah kami kemukakan terdahulu. Sesuai dengan pembahasan masalah Harga Pokok Perusahaan Pelayaran yang bidang usahanya menyewakan kapal·kapal untuk pengangkutan logs dengan sistem voyage charter, maka dalam bab ini akan kami bahas agak mendalam tentang voyage charter. Voyage charter (Space charter) merupakan suatu persetujuan antara pemilik kapal/pengusaha kapal de· ngan penyewa ruangan kapal disertai dengan nakhoda dan para awak kapal untuk satu atau lebih pelayaran tertentu dengan membayar sewa guna mengangkut barang-barang dan/atau penampang dimasa sewa tersebut didasarkan pada daya muat kapal dalam musim panas (summer deadweight capacity) dan besamya sewa dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sebagaiman yang dijanjikan, sehingga sewa tersebut tidak beda dari uang tanbang (freight), jenis charter ini disebut juga deadweight charter karena sewa di· dasarkan kepada banyaknya barang yang diangkut. Banyaknya barang tersebut telah dijanjikan lebih dahulu dan dicatat dalam Charter Party (C/P). Dengan demikian, penyewa kapal dapat mempergunakan seluruh atau sebagian ruangan kapal untuk barang-barangnya atau barang-barang pihak ketiga ter · • hadap siapa ia bertindak sebagai carrier. Pemilik ka· • pal/pengusaha kapal harus mengadakan pelayaran melalui trayek sebagaimana yang diatur dalam C/P, meskipun ruangan kapal dipergunakan seluruhnya atau sebagian. Juga yang disebut Trip voyage charter yaitu jika pelayaran tersebut dari satu/beberapa pelabuhan pembongkaran tetapi hanya untuk satu trayek. Dalam Trip voyage charter pihak penyewa kapal juga dapat bertindak sebagai carriers atas barang-barang pihak ketiga untuk trayek sebagaimana yang diatur dalam C/P. Pada umumnya jenis voyage charter ini dipergunakan oleh para pengusaha/perusahaan dalam jual beli barangbarang antar pulau/pelabuhan atau antar negara yang pengangkutannya melalui lautan, dimana jual/beli barang-barang tersebut berlangsung atas dasar f.o.b. atau c.i.f. 4.Demurage and dispatch money. Dalam voyage charter lamanya waktu (hari) untuk pemuatan dan pembongkaran (laydays) ditentukan dalam persetujuan charter dan charterers harus memenuhi laydays yang ditentukan tersebut, dalam pe· • muatan dan pembongkaran barang-barangnya. Jika ,_ BADAN PENELFTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
1
misalnya laydays untuk pemuatan lamanya 1O hari tetapi pemuatan baru selesai 15 hari maka untuk kelebihan yang 5 hari ini, charterers dikenakan (harus membayar) demurage kepada shipowners karena kapal terlalu lama berlabuh sehingga menimbulkan kerugian. Sebaliknya jika pemuatan dapat diselesaikan dalam 8 hari maka yang demikian akan menimbulkan keuntung an bagi kapal dan sebagai imbalannya, shipowner membayar dispatch kepada charterers. Besarnya demurage dan dispatch dan banyaknya laydays untuk masingmasing pemuatan dan pembongkaran ditentukan berdasarkan loading rate dan discharging rate. Jasa angkutan laut samudera nasional yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini adalah jenis/type product yang pertama yakni Liner Service. Karena jenis product ini merupakan product yang 'dapat memenuhi kebutuhan berbagai lapisan konsumen (Eksportir dan lmportir).
nyai banyak pilihan. Sebagai contoh dapat dikemukakan, bahwa bila negara berkembang ingin mengekspor komoditinya ke negara maju, maka negara maju selalu mementukan agar hal ini dimasukkan dalam kondisi Free on Board (FOB). lni berarti negara pembeli berhak untuk menentukan kapal pengangkutannya, dalam situasi ini sudah barang tentu yang digunakan adalah kapal milik mereka sendiri. Sebaliknya bila negara yang sedang berkembang ingin mengimpor dari negara maju, maka negara berkembang selalu dihadapkan agar menerima kondisi C & F (Cost and Freight). lni berarti yang menentukan kapal-kapal pengangkut tetap negara-negara maju tersebut (eksportir luar negeri mempunyai hak menentukan kapal). Faktor-faktor kelangkaan modal maupun manajerial dari negara berkembang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan ekonominya terutama sekali dalam menghadapi ancaman persaingan dari negara-negara maju.
11. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN USAHA DUNIA MARITIM INDONESIA
2.Kondisl sebelum lnpres Nomor 4 tahun 1985. Setelah berakhimya "oil boom" pada tahun 1977, Pemerintah Indonesia sudah mulai mengalihkan secara bertahap pendapatan devisa yang semula mengandalkan minyak mentah menuju diversifikasi ekspor non migas. Namun ternyata pengalihan ini belum berjalan dengan lancar dalam pelaksanaanya. Banyak faktorfaktor penghambat seperti misalnya belum siapnya sistem regulasi perdagangan dan sarana transportasi (angkutan darat, laut, udara) untuk orientasi ekspor, belum adanya kebijaksanaan Pemerintah dalam pengaturan strategi yang tepat dan terpadu yang dapat menunjang tujuan peningkatan ekspor non migas. Kondisi ini dirasakan memojokkan pula peranan pelayaran angkutan samudera nasional. Sesuai dengan fungsinya sebagai penyedia jasa sarana angkutan laut, perusahaan pelayaran tergantung sekali pada tersedianya muatan yang diangkut sesuai dengan rencana asal/tujuan barang. Di lain pihak, perusahaan pelayaran belum dapat menyediakan pelayanan angkutan yang memenuhi selera para konsumen karena ternyata perusahaan pelayaran tersebut belum dapat beroperasi secara ef · fisien. Rendahnya tingkat effisiensi ini sering pada akhirnya dibebankan kepada para konsumen dan iklim seperti ini mengakibatkan menurunnya daya saing perusahaan pelayaran nasional menghadapi perusahaan pelayaran asing. Kita tidak bisa menimpakan segala kesalahan tersebut pada perusahaan pelayaran, semua pihak (baik swasta maupun pemerintah) memang perlu mawas din karena ternyata penyebab rendahnya ef ·
1.Kondisl Perdagangan lntemaslonal. Sebagai akibat krisis ekonomi yang melanda beberapa negara terkemuka di dunia, menyebabkan perkembangan ekonomi dunia secara keseluruhan -· menjadi tersendat-sendat. Negara-negara maju telah membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang mengarah ke tindakan proteksionistis untuk melindungi kepentingan mereka. Sebagai akibatnya, negara· negara berkembang yang lebih banyak mengandalkan sumber kekayaan alamnya mengalami kesulitan karena sukarnya memasarkan komoditi-komoditi tersebut kepada negara-negara maju (sebagai konsumen utama). Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi negara-negara yang sedang berkembang, lebih·lebih karena negara yang sedang berkembang hanya mengandalkan ekspor komoditi bahan mentah (komoditi pertanian, tambang) dimana nilai harganya sering berfluktuasi dan tidak menentu. Dilain pihak untuk memenuhi kebutuhan pembangun an di dalam negeri, negara berkembang terbentur pada tingginya nilai komoditi konstruksi mengingat komoditi tersebut produk teknologi tinggi. Keadaan ini semakin lama akan memberatkan posisi perekonomian negaranegara yang sedang berkembang. Keadaan seperti tersebut di atas berlaku pula dalam dunia pelayaran, posisi negara maju selalu dalam kon• disi yang menentukan dan posisi negara yang sedang • berkembang selalu dalam kondisi yang tidak mempu-
I
BADAN PENELfTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
m
fisiensi perusahaan pelayaran nasional disebabkan juga karena lambannya pelayanan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan operasionalnya. Rumitnya birokrasi pada sektor pemerintah juga menjadi pangkal penyebab hambatan-hambatan yang menimbulkan eko nomi biaya tinggi. Akumulasi daripada tingginya biayabiaya operasional tersebut menyebabkan perusahaan pelayaran nasional kurang mampu bersaing dengan perusahaan pelayaran asing dalam memberikan pelayanan jasa angkutan laut. Dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman tersebut, Pemerintah telah mengambil keputusan yang cukup berani yakni menghapuskan sebagian besar birokrasi penanganan keluar masuknya barang melalui pelabuhan dengan harapan dapat menumbuhkan gairah ekspor non migas. Keputusan tersebut terwujud dalam lnpres Nomor 4 tahun 1985 bulan April 1985. Pada periode sebelum lnpres Nomor 4 tahun 1985 Pemerintah hanya menetapkan 4 pelabuhan utama (Belawan, Tanjung Prick, Tanjung Perak, Ujung Pandang) bagi kapal-kapal asing yang melakukan bongkar muat barang General cargo, sedangkan komodtti yang sifatnya khusus (homogenous cargo) dapat berlabuh pada pelabuhan-pelabuhan khusus (kayu, minyak, barangbarang industri dan lain-lain).
3.Kondisl sesudah berlakunya lnpres Nomor 4 ta· hun 1985. Ketergantungan sebagian besar ekspor negara kita pada minyak akhirnya tidak dapat diandalkan terus menerus. Pemerintah telah bertekad membanting stir guna mendapatkan sumber devisa dari komoditi non migas. Beberapa keputusan telah dikeluarkan untuk memperlancar arus barang di lingkungan pelabuhan antara lain yaitu lnpres nomor 4 tahun 1985. Sasaran lnpres Nomor 4 tahun 1985 ini tampaknya bersifat jangka pendek, yaitu usaha melancarkan dan menekan biaya arus barang. Arus barang ekspor hendak diper· lancar dan biayanya diusahakan dapat dttekan agar volume dan nilai ekspor non mi gas dapat meningkat dan dengan demikian dapat mengurangi dampak negatif dari jatuhnya nilai ekspor migas. Biaya pengangkutan barang antar pulau juga hendak ditekan supaya barang·barang yang di ekspor tidak dibebani oleh biaya angkut yang berlebihan. Kapal·ka· pal asing diberi kebebasan untuk datang langsung ke pelabuhan-pelabuhan laut di Indonesia dan mengambil langsung barang·barang yang akan di ekspor di pela· buhan-pelabuhan pengumpul barang itu, asal saja pe· rusahaan pelayaran itu diageni oleh perusahaan pelayaran nasional.
m
Bagi perusahaan pelayaran asing yang telah menunjuk agen, maka semua kapal yang dioperasikan dapat me· masuki perairan clan singgah di pelabuhan-pelabuhan laut yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Semua pelabuhan • laut yang terbuka untuk perdagangan luar negeri boleh di W singgahi kapal-kapal asing. Demikian pula bagi kapal-kapal perusahaan pelayaran asing yang telah menunjuk agennya tidak ada batasan mengenai pembongkarar\fpe· muatan barang, baik mengenai jenis maupun volumenya. Satu-satunya pembatas yang dikenakan ialah, bahwa un· tuk mencegah persaingan yang ber1ebihan dari trampers (kapal-kapal non conferenceti
4.Kondlsl setelah berlakunya kebijaksanaan Pak Nov 28/1988 Seperti telah kita ketahui bersama kebijaksanaan Paknov 28/88 masih merupakan rangkaian daripada deregulasi dibidang marttim. Sasaran utamanya masih meningkatkan arus ekspor non migas dari beberapa pelabuhan ekspor, untuk ttu pemeerintah telah meneBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
~
I
• • ·
tapkan 130 pelabuhan sebagai pelabuhan yang dapat langsung mengekspor maupun mengimpor barang. Pemerintah memberi kemudahan untuk mendirikan perusahaan pelayaran serta memperbolehkan kapal asing masuk dan keluar dari pelabuhan tersebu1. Disatu pihak memang ekspor non migas cenderung meningkat namun di pihak lain perusahaan pelayaran nasional semakin terdesak dan tidak mempunyai kemampuan untuk bersaing dengan pelayaran asing. Pemerintah mengalami defisit neraca pembayaran khususnya pada jasa angku1an lau1 disebabkan karena barang ekspor dan impor kita lebih banyak diangku1 kapal asing ketimbang kapal nasional. Defisit neraca pembayaran telah mencapai sekitar 2,5 milyar dollar US pada tahun 1992, dan ini terus berlanju1 cenderung meningkat setiap tahunnya. Perusahaan pelayaran baru banyak bermunculan (mencapai sekitar 1500 perusahaan pelayaran dan non pelayaran), namun dipihak lain jumlah armada kapalnya tidak bertambah. Kondisi ini apakah akan berlanju1 terus ? apabila ya, lalu apa yang tersisa bagi generasi penerus nantinya bila uang kita tersebu1 terus tersedot untuk kesejahteraan perusahaan pelayaran asing. Pangsa muatan kapal samudera nasional tidak menunjukkan kenaikan melainkan penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini dimana pangsa muatan semakin menurun yang berakibat fatal bagi perkembangan dunia maritim di Indonesia.
111. POKOK PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DUNIA MARITIM
merintah telah melakukan nasionalisasi perusahaan pelayaran asing yang beroperasi di Indonesia yakni KPM. Sejak itu pemerintah memberi kesempa~an kepada pihak swasta nasional untuk ikut berpartisipasi dalam bidang jasa angku1an lau1 disamping pemerintah juga membentukBadan Usaha Milik Negara (antara lain : PT.Djakarta Loyd, dan PT. Pelni). Khusus untuk pelayanan jasa pelayaran luar negeri, perusahaan pelayaran nasional telah membentuk Indonesia National Liner (INL) yang beranggotakan perusa· haan pelayaran swasta nasional dan perusahaan pemerintah. Tujuan pembentukan INL ini adalah dalam rangka membentuk kerjasama angkutan barang dengan negara-negara asing secara bilateral yang disebu1 sebagai sistem angku1an conference (regular). INL beranggotakan beberapa perusahaan pelayaran antara lain PT. Gesuri Lloyd, PT. Djakarta Loyd, PT. Samudera Indonesia dan PT. Trikora Lloyd. Disamping INL, conference beranggotakan perusahaan pelayaran asing antara lain Hapag Lloyd, Scandinavian Line, Blue Ocean Line, dimana dalam kedudukannya sebagai anggota conference masingmasing mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu setiap perusahaan pelayaran asing anggota cont erence mempunyai hak pengoperasian kapal (sailing right) tertentu tiap tahun. Karena INL sendiri mempunyai anggota beberapa perusahaan pelayaran nasional dengan sendirinya hak pengoperasian kapalnya dibagi lagi kepada beberapa anggotanya. Dengan terbatasnya sailing right berarti tiap-tiap anggota INL akan menyesuaikan jumlah pemilikan kapalnya. Keterbatasan jumlah kapal yang dimiliki oleh perusahaann pelayaran nasional tidak dapat memberikan jaminan untuk menyediakan ruangan kapal (ship space) yang cukup memadai pada waktu tertentu untuk melayani kebutuhan jasa angku1an customer. Oleh karena di dalam conference telah ditetapkan rute-rute tertentu bagi anggota, maka pelabuhan-pelabuhan antara di luar ru1e tidak boleh disinggahi untuk tujuan bongkar/muat barang walaupun space untuk itu masih tersedia. Hal ini tidak menguntungkan, karena kemungkinan-kemungkinan untuk memperoleh tambahan muatan dari dan ke pelabuhan antara tersebut adalah besar. Keterbatasan ruang kapal juga disebabkan karena adanya kebijaksanaan scrapping kapal pada tahun 1982 yang mengakibatkan semakin berkurangnya ruang kapal baik untuk pelayaran Samudera maupun pelayaran Nusantara.
1.Keterbatasan Ship Space. Pada tahun seribu sembilan ratus lima puluhan, pe-
2. Ham batan·hambatan. Hambatan yang memang sangat dirasakan akibat·
label 1. Pangsa muatan ekspor-lmpor Indonesia jenis pelayaran khusus (muatan cair termau curah den non curah) den samudera umum. WAI. llASIOllAI.
TAHUN 1985 .1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992
.luttT/ti 14.454 8.000 6.716 5.747 3.637 4.708 5.631 +.820
,_(%}
16.06 7.37 6.13 4.85 2.87 3.84
WAl.ASlllG
MIT/111 30.761 100.531 llrl.767 112.937 123.057
m.884
83.94 92.63 93.87 95.15 97.13 96.16
96.36 97.60 2.40 155.080 Slm>er:Ditlala Dttjen Hl.t>la, Laporan Tahll1atl 1).Angka sementara 2).Prakiraan
t
3.64
146.113
P.ip(%}
JUMWI
JvltTN 94.215 108.531 109.483 118.684 126.694 .
122.892 157.744 II 158.900 !)
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
m
kesulitan bagi kapal·kapal dalam usaha pengumpulan komoditi ekspor tersebut. Disamping itu komoditi ekspor itu sendiri belum siap untuk dimuat dalam jumlah yang cukup karena masih kurang effisisnnya sistem produksi di daerah setempat. Kapal·kapal generasi ke 3 dan ke 4 yang telah di ope· rasikan diseluruh dunia telah berakibat berubahnya pola perdagangan maupun pola operasional pelabuhan utama. Tidak adanya jaminan terlebih dahulu mengenai jum · lah muatan yang harus diangkut akan berkattan dengan faktor kecepatan/frekwensi pengiriman kapal. Jika jum· 3.Kondlsl Perdagaogan lntemaslonal. Kondisi perdagangan intemasional selama ini di· . lah muatan dianggap belum memadai, maka masih rasakan tidak menguntungkan bagi usaha jasa angku· dibutuhkan waktu lagi untuk mencapai jumlah yang tan laut khususnya perusahaan pelayaran nasional sesuai dengan kapasitas ruangan muatan kapal yang karena kewenangan untuk mengangkut barang ekspor tersedia. Keadaan seperti ini merupakan hambatan maupun impor tidak terletak pada eksportir maupun yang cukup serh.is bagi pemasaran jasa angkutan laut importir nasional. Untuk ekspor berlaku kondisi f.o.b. nasional. Kondisi kontinuitas supply yang tidak menentu sedangkan untuk impor berlaku kondisi c.n.f. atas suatu komoditi akan melemahkan daya saing ko· Memang diakui bahwa perusahaan pelayaran moditi tersebut di pasar internasional yang selanjutnya nasional terbelit dalam ekonomi biaya tinggi, salah satu akan menimbulkan pula menurunnya permintaan akan penyebabnya adalah sistem bunker yang berlaku di tiap komoditi ekspor tersebut. Menurunnya kegiatan perda· p.elabuhan Indonesia, yaitu adanya keharusan gangan intemasional (ekspor dan impor) akan berakibat melakukan bunker didalam negeri bagi semua kapal·ka· langsung pada permintaan jasa angkutan laut sa· pal nasional dan membayar secara kontan/cash. Selain mudera nasional. itu fasilitas bunker yang tersedia kurang memadai (ka· pal·kapal harus menunggu cukup lama untuk mem· 5.Lemahnya Faktor Manajemen dan Permodalan. peroleh bunker). Kegiatan operasional armada niaga nasional pada Kurangnya effisiensi dalam pengelolaan perusahaan umumnya tidak ditunjang oleh manajemen yang cukup pelayaran nasional menyebabkan produktifttas rendah. profesional. Hal ini makin memperlemah daya saing Ship space yang tersedia yang sekaligus merupakan kapal·kapal niaga nasional terhadap kapal asing karena ukuran kapasitas angkut yang tersedia tidak pemah perusahaan pelayaran nasional masih belum mampu mencapai tingkat pemenuhan muatan yang optimun. menekan biaya operasinya yang cukup tingi. Padahal bagi perusahan angkutan laut agar dapat hidup Tingginya biaya operasional itu disebabkan oleh bewajar harus dapat mecapai tingkat produktivitas 18 ton berapa faktor finansial antara lain tingginya tingkat per DWT per tahun pada timgkat pengisian muatan bunga kredit investasi kurang lebih sebesar 18 % per (load factor) sebesar 60 %. tahun maupun tingkat bunga kredit modal kerja yang Seperti yang dikemukakan pada ad 1 di atas, ship sebesar 24 % per tahun. Sistem perpajakan yang berlaku saat ini juga menjadi space yang dimiliki oleh INL sebenarnya kurang me· madai bagi volume barang yang akan diangkut. Akan beban yang sangat berat sehingga dirasakan meng· tetapi ship space yang sangat terbatas tersebut ternyata hambat perkembangan perusahaan nasional khusus· belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sebagai nya perusahaan pelayaran naional. akibatnya INL mengalami kelebihan kapasitas angkut 6.Perkembangan Sltuasl Perdagangan lnter(over capacity of ship space). naslonal. Perkembangan situasi perdagangan dewasa ini 4.Kondlsl Geografls lndonesla. Indonesia yang merupakan negara kepulauan mempunyai kecenderungan untuk memojokkan kepen· menyebabkan komoditi ekspor kita pada umumnya tingan negara-negara sedang berkembang dalam me· tersebar dalam jumlah kecil·kecil di beberapa pela· masarkan jasa angkutan laut nasionalnya. Kegiatan buhan yang tersebar di seluruh Indonesia. Keadaan operasional perusahaan nasional sangat bergantung yang tidak menguntungkan ini banyak menimbulkan pada faktor eksternal seperti kebijaksanaan pemerin·
nya di sektor jasa angkutan antara lain disebabkan karena tidak adanya koordinasi yang dapat memudah· kan berbagai kepentingan, kebijaksanaan, maupun ketentuan·ketentuan yang berlaku. Tidakadanya koordinasi ini menyebabkan tiap sektor bertindakatas dasar kepentingan sendiri tanpa menghi· raukan kepentingan pihak·pihak lain bahkan tidak tertu· tup kemungkinan timbulnya conflict of interest atas masing·masing sektor. Hal ini sangat merugikan bagi kepentingan perusahaan pelayaran.
m
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
• •
.
.m •
tah, lembaga-lembaga keuangan, kondisi perdagangan baik dalam negeri maupun intemasional. Faktor yang paling dominan terhadap usaha pemasaran jasa angkutan laut adalah perdagangan internasional karena faktor ini merupakan faktor yang sulit untuk dikuasai/dikendalikan (uncontrollable factor). Faktor-faktor yang berperan di sini antara lain sistem protek5i, terms of trade, dan lain sebagainya. Sebagai akibat globalisasi ekonomi dunia, telah terjadi peningkatan perdagangan yang pesat. Tabel dibawah ini menunjukkan pertumbuhan perdagangan internasional mencapai 13,67 %per tahun, yaitu dari US$ 4.070,2 miliar pada tahun 1986 menjadi US$ 6. 700, 1 mi liar pada tahun 1990.
I
Tabel 2 .Perkembangan Perdagangan lnternasional dan Indonesia r...iim,....,.
,..,. ,.......,..,...00
T. . 198'
lllllil 4.070.2
..... .....
'IWIWIOO
26,79
1981
un,4
30,03
0.6.1
1988
S.461,9
32.71
0.65
1~9
S.911,1
38,60
0.65
1"0
&.760,1
.............. 47,44
Dlliil
~
·
01,66
17,30
12,07
14,40
8,9S
8,22
18,00
14,3&
22,9
13,57
15,48
o.70
&Mier : Direction of Staisics 1991
• •
Tabel tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan volume perdagangan lnternasional, namun dipihak lain pangsa perdagangan (ekspor-impor) Indonesia kenaikannya relatif kecil. Hal ini menunjukkan lemahnya peranan pelayaran nasional dalam usaha meraih pasar intemasional. Proteksi secara umum melemahkan kegiatan perdagangan internasional baik negara yang sedang berkembang maupun negara maju, namun yang lebih merasakan akibatnya adalah negara yang sedang berkembang karena bagi negara yang sedang berkembang perdagangan internasional ini merupakan sumber utama penghasil devisa yang merupakan sumber dana bagi pembangunan negaranya. Dengan adanya sistem protek5i yang menyebabkan menurunnya volume ekspor membawa akibat pula menurunnya jumlah muatan yang diangkut oleh kapal-kapal nasional. Sebagaimana telah dikemukakan pada bab seBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
belumnya, terms of trade dalam dunia pelayaran (f.o.b., c & I., f.a.s. dan lain-lain) merupakan kendala juga bagi pengembangan armada nasional dalam menghadapi persaingan dengan kapal-kapal asing.
7.Dampak Kebljaksanaan Pak Nov 1988. Sebagai kelanjutan pelak5anaan Paknov 28/1988, telah berdampak negatif terhadap perkembangan dunia pelayaran nasional. Perusahaan pelayaran nasional (khususnya pelayaran samudera) banyak berfungsi sebagai agen perusahaan pelayaran asing, kapal perusahaan nasional banyak yang berfungsi sebagai pengangkut feeder saja karena tidak efisien dan kalah bersaing dengan kapal asing. Tidak ada peremajaan armada nasional sehingga tidak efisien lagi pengoperasiannya. Perusahaan pelayaran nasional cenderung mencharter kapal asing ataupun membeli kapal asing dengan tetap mempertahankan status bendera asingnya. Kapal asing lebih banyak berkeliaran mengangkut muatan dalam negeri karena bisa membanting harga freight serendah mungkin. Trayek pelayaran dalam negeri sudah tidak diatur oleh pemerintah, akibatnya tramper service yang berkedok sebagai liner service sementara banyak terjadi. Perusahaan pelayaran diberi kebebasan membuat trayeknya sendiri-sendiri, akibatnya banyak pedagang/pemilik muatan tidak mampu mengkonsolidasikan muatannya karena jadwal pelayarannya berubah-ubah. Secara makro hal ini mengakibatkan pemborosan biaya, serta memberi dampaknegatif terhadap pengembangan wilayah khususnya dikawasan Timur Indonesia karena sedikitnya muatan balik. Sebagai akibat tersebut, pemerintah terpaksa mengeluarkan biaya subsidi yang cukup besar bagi pelayaran perintis agar tetap secara teratur melayani trayek-trayek dikawasan Timur Indonesia. IV. KA.HAN DAN ANALISIS PERMASALAHAN 1.Faktor Ekstern. Dari data perkembangan share angkutan laut samudera (Ii hat lam pi ran) tampak bahwa sejak tahun 1977 hingga saat ini posisi porsi perusahaan pelayaran nasional selalu rata-rata dibawah 50 %. Hal ini menunjukkan dalam rangka angkutan barang dari dan ke Indonesia, peranan perusahaan pelayaran nasional belum bisa berbicara terlalu banyak. Hal ini berarti pula banyaknya kesempatan yang hilang (oppurtunity cost) untuk mendapatkan devisa di sektor jasa. Adanya kebijaksanaan Keputusan Presiden No. 18
m
tahun 1983 yang menyatakan bahwa barang-barang pemerintah yang diangkut dari dan ke Indonesia harus diangkut 100 % oleh kapal-kapal nasional ternyata belum banyak membantu meningkatkan share angkutan laut secara bilateral. Kebijaksanaan ini ternyata banyak ditentang oleh negara-negara asing karena berbau proteksionistis dan akhirnya pada kenyataannya hanya bisa diselesaikan dengan cara kompromi yaltu pembagian share angkutan sebesar 50 %· 50 %, namun hal ini sudah sulit dilaksanakan karena kurangnya ruang kapal pelayaran nasional. Dengan adanya kejadian seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu negara tidak bisa memaksakan kehendaknya secara sepihak dalam melaksanakan kegiatan perdagangan. Dalam rangka menghadapi perdagangan internasional, masih banyak kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang belum dapat diandalkan untuk meningkatkan share angkutan laut nasional. Antara lain dapat disebutkan disini yakni : • Belum adanya koordinasi yang memadukan kepentingan-kepentingan sektOf'perdagangan, sektor industri dan sektOf' perhubungan dalam menghadapi program peningkatan ekspor non migas. • Sektor perdagangan belum dapat menyusun suatu pola strategi yang jitu agar program ekspor non migas dapat berkembang dengan baik. Seyogyanya bila pola strategi perdagangan internasional Indonesia sudah mapan maka untuk meningkatkan share angkutan, perusahaan pelayaran nasional dengan sendirinya akan mengikuti filosofi "ships follow the trades". Lesunya sltuasi perekonomian dunia mempunyai dampak yang cukup serius terhadap kegiatan pelayaran samudera. Hal ini cukup logis karena melemahnya permintaan jasa angkutan berarti pula mengurangi kegiatan pelayaran nasional. Dari sudut makro, lesunya kegiatan perdagangan internasional menyebabkan banyaknya kapal • kapal asing yang terpaksa menganggur sementara menunggu membaiknya situasi. Mereka berusaha sedapat mungkin mencari muatan berapapun jumlahnya di Indonesia untuk menjaga agar tetap dapat beroperasi. Juga mereka menurunkan tarif angkutann di bawah tarif yang bertaku. Situasi yang cukup parah ini sangat memukul potensi armada pelayaran nasional. Di saat perusahaan nasional sedang melakukan peremajaan kapal-kapalnya (usaha investasi baru), di saat ltu pula perusahaan pelayaran nasional harus menghadapi saingan yang cukup keras dari kapal-kapal asing yang berani membanting harga jasa angkutan serta memberi pelayanan yang baik.
Kapal-kapal asing menyerbu wilayah perairan Indonesia bagaikan semut-semut kelaparan yang mencari makanan dengan ganasnya, mereka sudah tidak memikirkan norma-norma hubungan bilateral yang berlaku. Yang terpikir oleh mereka pada saat ini hanyalah filsafat "survival of the fittest". Mengapa hal ini terjadi ? Pertanyaan ini mungkin pertu dikaji lebih cermat untuk mendapatkan jawaban yang paling tepat karena hal ini menyangkut masalah apa yang sudah dibahas di atas yakni belum adanya suatu perencanaan yang matang, yang terpaduJintegrated, antara kepentingan sektor-sektOf' perdagangan, industri, perhubungan dan keuangan. Dalam hal ini kendala eksternal lain yang berpengaruh adalah belum adanya iklim usaha yang dltunjang oleh kebijaksanaan makro sektor marltim yang dapat meningkatkan daya saing peranan perusahaan pelayaran nasional seperti kemudahan pajak perusahaan pelayaran, fasilltas bebas pajak bagi spare part kapal untuk pembangunan kapal baru dan maintenancenya, kesiapan sektor terkalt lainnya (industri, pertanian, perdagangan dll) untuk menyediakan muatan dalam jangka panjang agar mampu mendorong perusahaan pelayaran nasional untuk memperoleh jaminan (anggunan) apabila dibutuhkan oleh pihak bank/perusahaan penyedia pembiayaan (leasing company). Disamping hal tersebut diatas keterbatasan ruang kapal milik perusahaan pelayaran sedikit banyak dipengaruhi oleh kebijaksanaan scrapping pada tahun 1982 yang menyebabkan lemahnya daya saing kapal pelayaran Nasional karena tidak mampu menyediakan ruang kapal untuk merebut pasar baik untuk luar negeri maupun didalam negeri. Masalah sektor maritim tidak mungkin dipecahkan melalui pendekatan sektoral, harus dipecahkan melalui pendekatan lintas sektor dan terpadu mengingat negara maju dan negara berkembang lainnya yang berorientasi pada globalisasi juga menerapkan pendekatan secara makro. Negara maju tersebut memandang bahwa sektor marltim adalah sektor yang sangat strategis apabila ingin menguasai jalur-jalur perdagangan internasional. Data perkembangan share muatan kapal Nasional (lihat tabel dan grafik pada halaman 18 s/d 34) menunjukkan bahwa sejak tahun 1977 hingga tahun 1992 terjadi pengurangan drastis peranan kapal nasional dalam setiap jalur pelayanan perdagangan lnternasional. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia kurang memberi perhatian terhadap perkembangan dunia maritim nasional. Untuk dapat merebut pangsa pasar kembali dibutuhkan suatu perumusan kebijaksanaan makro yang BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
ti
• •
t
terpadu serta usaha yang berkesinambungan maupun biaya yang cukup besar.
I
2.Faktor Intern. Disamping faktor-faktor extern, banyak faktor intern yang mempengaruhi perkembangan perusahaan pelayaran nasional dalam menghadapi saingan kapalkapal asing. Antara lain dapat disebutkan di sini adalah:
s.Faktor kemsmpusn msns/erlsl. Kemampuan para pengelola perusahaan pelayaran masih belum bertarap internasional. Mereka kurang tanggap terhadap gejolak maupun perkembangan kegiatan pelayaran baik di dalam maupun di luar negeri. Mereka lambat melakukan kaderisasi maupun pening· katan mutu keterampilan para karyawannya terutama di bidang pemasaran, di bidang mutu jasa pelayaran. Efisiensi kerja belum dapat diharapkan dengan baik. Tingginya biaya transport (khususnya jasa angkutan laut) bagi komodtti barang Indonesia dapat ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel 3.
a •
PERBANDINGAN ANTARA BIAVA PENGANGKUTAN BARANG (CIF) DENGAN NILA! BARANG EKSPOR DARI MASING NEGARA KE TUJUAN AMEAIKA SERIKAT
,
....
lndnsia
.....
Tlillm
IM IHI n12. 1913 HM UIS 1"6 ltl7
4.2
6.2
6.9 9.1
6.8
7.5
6.1
6.7 6.9
6.3
•• ,,,. IHt
105 12.9 12.9 12.0 111 ·11.3 11.0 7.1
7.6 7.4 8.2
7.7 8.7
8.9 8.3 7.6 7.1
7.2 75
7.2 5.8 5.8 5.7
6.5
6.4
S5 5.S S.3
~
6.7 6.8
6.4
6.7
1ldmd
3.8 3.9
s.o
5.0 S.7 6.3
lnl
4.0 4.6
6.S
7.1
7.2 7.0 6.0 S.9
Mrtm
2.0 2.1
2.2
2.3
2.7 3.0 3.2 3.S 3.0 3.1
Simu
2.6 3.2
6.0 3.1
3.1
7.3
7.3
S.4 6.0 S1 . s.o 4.9
s.o
4.9 4.8 3.0
2.9 2.7 2.8 2.6 2.6 2.5
4.6 S.2 55 6.0 6.6 6.4 S.l 6.S S.7 S.7 s.s &Jnber : Dihitu1g dari data Dept of ConYnerce aro Bl.reau of Census, 1991. Dil
bJdl
9
Tampak pada tabel tersebut bahwa biaya angkutan dari Indonesia masih tergolong paling tinggi diantara 8 negara Asia. Hal ini menunjukkan bahwa disamping lemahnya kemampuan manajerial perusahaan pelayaran nasional, juga tingginya biaya angkutan disebabkan karena lemahnya koordinasi antar instansi terkait didalam negeri. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
b.Fsktor Pennodslsn. Lemahnya permodalan yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional sangat menghambat perkembangan pelayaran nasional. Disamping tingginya bunga modal investasi maupun modal kerja, pengelolaan permodalan ttu sendiri belum dapat dilaksanakan dengan baik dan effisien. Faktor permodalan bukan hanya pengaruh intern saja tetapi juga pengaruh extern, dalam hal ini kebijaksanaan bantuan ftnansial dari instansi perbankan sangat dibutuhkan. Dengan hanya bermodalkan jumlah yang kecil dan sedikit jumlahnya, perusahaan pelayaran nasional tidak mungkin dapat bersaing dengan kapal-kapal asing yang tergabung dalam multinational corporation.
c.Fsktor Pemassrsn. Perusahaan pelayaran nasional umumnya lemah dalam hal jaringan pemasaran. Berbeda dengan perusahaan pelayaran asing seperti EVER GREEN, Nedloyd, American Lines, NOL dan lainnya sudah mapan dan mempunyai jaringan pemasaran melalui sarana telekomunikasi komputer yang canggih.
VKESIMPULAN DAN SARAN Pemasaran jasa angkutan laut nasional dapat diartikan sebagai proses untuk menggerakkan jasa angkutan laut dari produsen yattu perusahaan pelayaran nasional ke konsumen yaitu pemakai jasa angkutan laut sedemikian rupa sehingga tercapai suatu kepuasan maksimal bagi konsumen dalam usahanya untuk me· menuhi kebutuhannya. Untuk mencapai tujuan secara optimal upaya pemasaran jasa angkutan laut nasional harus dapat memadukan, mengintegrasikan baik faktor-faktor intern yang menjadi strenght maupun faktor ekstern yang dapat memberikan opportunities bagi perusahaan untuk mencapai sasarannya dengan memanfaatkan sumber daya secara effisien. Perdagangan internasional akhir·akhir ini dirasakan makin melesu karena adanya kecenderungan dari negara maju untuk menerapkan sistem proteksi dalam usaha mereka melindungi suatu sektor ekonomi atau industri dalam negeri terhadap persaingan dengan luar negeri. Berdasarkan pengamatan ternyata perdagangan internasional merupakan suatu sistem yang terpadu dari beberapa unsur kegiatan. Dalam kegiatannya diperlukan faktor-faktor penunjang antara lain yang mempu· nyai kattan erat yaitu sektor jasa angkutan laut. Perdagangan internasional dengan kecenderungan
m
proteksi merupakan ancaman bagi negara·negara yang sedang berkembang karena hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi mereka, mengurangi peneri· maan devisa dan mengganggu lalu lintas arus komidtti dari negara berkembang maupun arus barang modal dari negara maju. Dengan demikian menurunnya arus komoditi maupun barang ini yang paling merasakan akibatnya adalah perusahaan pelayaran nasional lebih· lebih dikarenakan lemahnya permodalan, kurangnya kemampuan manajerial, serta rendahnya effisiensi yang berakibat pada sangat lemahnya daya saing dengan perusahaan pelayaran asing. Faktor·faktor lain yang menyebabkan hambatan bagi pertumbuhan perusahaan pelayaran nasional dapat diperinci sebagai berikut: 1. Keanggotaan INL dalam conference menimbul· kan berbagai akibat yang merugikan maupun yang menguntungkan. Segi kerugiannya antara lain sailing right terbatas dan ketidak bebasan dalam menentukan shipping policy. Namun segi keuntungannya dirasakan masih le· bih besar yaitu : • Dari sudut perusahaan pelayaran nasional 1) Adanya jaminan untuk memperoleh muatan secara teratur; 2) Adanya freight rate yang wajar; 3) Terhindarnya persaingan yang tidak sehat; • Dari sudut konsumen/pemakai jasa. 1) Tersedianya ruang kapal yang konti nyu dan teratur (berjadwal) sehingga memudahkan konsumen untuk membuat perencanaan pengapalan komoditi; 2) Membantu konsumen dalam mengkalku· lasikan biaya pengapalan; 3) Adanya jaminan pertanggung jawaban yang lebih pasti dari pihak pengangkut (carrier) atas keselamatan muatan dari kerusakan dan kehilangan. Dari segi keuntungan yang diperoleh baik oleh perusahaan pelayaran maupun konsumen maka keanggotaan INL dalam conference masih tetap perlu dipertahankan dalam upaya meningkatkan perusahaan jasa angkutan samudera nasional. 2 Sebagai upaya untuk pengembangan pertumbuhan perekonomian di dalam negeri dan peningkatan ekspor non migas oleh pem erintah telah dikeluarkan lnstruksi Presiden No. 4 tahun 1985. Sebagai langkah antisipasi kiranya perlu adanya koordinasi yang terpadu dari setiap sektor yang berkattan dengan usaha jasa angkutan laut yang
akan sangat membantu menumbuhkan kegairah· an usaha perusahaa~ pelayaran samudera. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan antara lain : pengintegrasian unit organik pelabuhan serta penempatan taktis operasional Untt Pelak· sana Teknik (UPT) lnstansi lainnya di bawah Ad· ministrator Pelabuhan, sebab hal ini akan memperlancar proses kunjungan kapal dan bongkar muat barang yang pada gilirannya akan membawa dampak positif terhadap langkah· langkah menekan biaya angkutan laut. Se· dangkan biaya·biaya dalam kegiatan angkutan laut antara lain dapat ditekan dengan cara pe· ningkatan mutu dan pelayanan pelabuhan. Hal tersebut dimungkinkan, karena dengan pelayan· an yang baik dan cepat, kegiatan bongkar muat menjadi lebih lancar, sehingga waktu berlabuh kapal dapat dipersingkat dan waktu berlayar ka· pal lebih tinggi. Langkah·langkah konkrit demikian ini jelas akan meningkatkan daya saing perusahaan pelayaran nasional. 3 Bargaining posttion yang dimiliki oleh negara berkembang antara lain dalam hal penentuan penggunaan jasa angkutan laut untuk barang· barang ekspor maupun impor dirasakan sangat lemah. Hal ini tentunya tidak akan membantu dalam pengembangan usaha perusahaan pelayaran nasional. Dengan demikian semakin menunjukkan tajamnya persaingan, hal ini akan menuntut agar produk jasa angkutan laut dikomu· nikasikan kepada cal on pembeli secara efektif, kena pada sasaran, effisien dan dengan biaya yang terjangkau. Perusahaan pelayaran dituntut untuk menyusun dan melancarkan kampanye komunikasi pe· masaran yang terpadu (integrated marketing communication campaign). Kampanye yang kon· septual ini, bertujuan agar terbina hubungan sa· ling memuaskan yang berkelanjutan antara perusahaan dengan masyarakat langganannya. Komunikasi semacam ini tidak sekedar bersifat informatif, tetapi juga persuasif. 4. Dalam rangka kaderisasi dan peningkatan ke· mampuan manajerial, perusahaan pelayaran nasional secara intern telah menyelenggarakan pendidikan dan latihan bagi karyawannya. Na· mun mungkin dari segi kualitas out putnya masih • belum cukup memadai untuk menjawab tantang· ~ an kebutuhan. Oleh karena itu dihimbau peme·
I
ti
SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I 5.
6
1)
I 2)
rintah melalui Departemen Perhubungan dapat mengambil langkah·langkah yang lebih nyata dalam usaha membina dan meningkatkan kemampuan manajerial antara lain dengan mengadakan pendidikan dan latihan dimaksud secara lebih teratur, terarah dan berkesinambungan. Perdagangan internasional yang sangat dipengaruhi oleh uncontrollable factor, antara lain sistem proteksi dan terms of trade ini hanya dapat diatasi dengan bantuan pemerintah dengan mengadakan negosiasi bilateral dan atau multilateral untuk mengatasi keadaan perekonomian yang makin memburuk, terutama proteksi di negara· negara industri. Di lain pihak pemerintah Indonesia perlu mengambil kebijaksanaan yang lebih rasional untuk mendorong produksi ekspor agar bisa bersaing dipasaran dunia. .Tanpa dibantu dengan modal yang cukup, perusahaan pelayaran nasional tidak sanggup bersaing dengan perusahaan pelayaran asing. Faktor·faktor yang mempengaruhi struktur biaya kapal·kapal nasional dibandingkan dengan kapal asing adalah sebagai berikut : Biaya modal dalam wujud tingkat bunga yang tinggi yakni 18 % per tahun untuk investasi dan kurang lebih 24 %per tahun untuk modal kerja. Sedangkan di luar negeri tingkat suku bunga umumnya berkisar 4 % sampai dengan 11 % per tahun. Berbagai jenis pajak sangat dirasakan mem· beratkan perusahaan antara lain pajak yang dikenakan pada Anak Buah Kapal (ABK) yang di negara lain hal ini dianggap sebagai com· pany's over head. Pajak pertambahan nilai sebesar 10 % juga dikenakan atas biaya pe· meliharaan kapal (docking dan reparasi). Dengan demikian untuk meningkatkan per· anan perusahaan pelayaran nasional dalam rangka peningkatan ekspor non migas, perlu adanya bantuan pemerintah (dalam hal ini bank-bank pemerintah) dalam bentuk subsidi agar perusahaan pelayaran nasional dapat setidak-tidaknya mampu bersaing dengan perusahaan pelayaran asing. Paling tidak bunga bank (baik untuk investasi maupun modal kerja) bisa sama dengan yang berlaku di luar negeri. Disamping hal tersebut, khusus untuk kredit
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
yang sedang berjalan (yang sudah diberikan kepada perusahaan pelayaran) perlu ditinjau kembali masa berlakunya. Perusahaan pelayaran nasional sangat berharap kredit yang sudah berjalan dapat dijadwalkan kembali sehingga meringankan beban intern dalam pengelolaan permodalan mereka. Diseluruh dunia terutama di negara maju, pemerintah setempat selalu memberikan keringanan persy_aratan permodalan bag i kegiatan usaha maritim. Dasar pemikiran daripada kebijaksanaan tersebut adalah bahwa usaha maritim meru· pakan usaha yang 'slow yielding' namun berperan sekali dalam usaha mengembangkan perekonomian negara tersebut. DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Adnanputra, Ahmad S. Basic Advertising, Adnan & Associates, Marketing Educators & Consultans, Jakarta, 1985. 2._ Pengantar Strategi Pemasaran, naskah ringkas, Adnanputra & Associates, Marketing Education & Consultants, Jakarta, 1985. 3. Abrahamson, B.J. 'International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, Westview Press, Inc 4. Alderton, P.M., Sea transport Operations and Economics, Thomas Reed Publications Ltd. Great Britain, 1984. 5. Kotler, Phillips, Marketing Management, Prentice Hall Inc. India, third edition. 6. Prisma Nomor 7, . Memerangi Ekonomi Biaya Tinggi, PL 3ES, tahun 1985. Ir. Tony HB Ongko SE, MESc lahir d Jakarta 30 September 1950. Sarjana TekrVk dperoleh dari ITB 1975. Sarjana Ekononi dari FEUI Extension 1987. Tahlll 1989 merdapal gelar Master of En!jneering Science d Bidang lnformasi System Oesi!J'l dari Pemsytvaria Stale University (Pem State) USA . Pengalaman Kerja : Tah1.111975·1978 Asisten Manajer Tekris PT Kawat.1978-1979StafBadanLITBANGPerhlAllllgan.19n.1980 Stal Ult Management Service BPP T~l.119 Priok. 1980-1986 Stal &bit Data dan Pengendalian angkutan Laut OirelOOrat Lalu Untas Angkutan Laut Diijen Hlilla. 1986·1991 Kepala Seksi Sta· tistik dan DokllTientasi Direktorat lalu lintas Angkutan Laut Oiijen t-llia. 1991-sekarang Kabid Pengolahan Data Eleklrorlk PUSDATIN Dephw. 1978-sekarang mef1aci cklsen tetap d Fakijtas . Teknlt JlJlJSllll Mesin Uriversitas Indonesia. Aktif mengikuti seminar dan luslls baik di Dalam mat4)ll1 di tuar Negeri.
m
m DATA PEnK::J.ASANGA/'< SHARE 1.AUATAN KAPAL NASIONAL PERIODE T AHUN 1977 SID 1992
.... ---~~~~--~ ~-~ ---- .. _...... ~--- --~' NO• SEFl\.1CE
: I
_ .
~~--
L I t. ~ R 19e.Su - :
:--·;·~-7B ~---- ;-:;;;--- · ;-.,ro- ~ - - ~.----: --,98-2 --,;;:J - : '""'
_=- - 1977-
1~987 +-
~~~+- ~ - ~,-........,-=--- ·· -; ~..,.__ G .--:..... - -,--~e- · "'~~-g_,_~~ o-=,-- ,~z
l~!.il59
I
; INDO. EROPA , ·NASIONAL 65€267 C2:J06.J: _: ~S:~(l _ _ _ _ _ _ .67~~? _2~214 _ _ 5..J :7~ _
_±_U_MLAH
_
.
;
=:61 6<"',,•2' f!P"!_19J :_ ~~~7 -~~-1~ ~
62-
.. ~1~ _
_ ,_3_ 27_1~ - - ~::.!»~ ~__.!.._1~1~~~-
_
~5
I
11u..n ·
7S~1
!
€1!2£'?2 1
1
1J
~519 I
1~
19';.; 1.:
I
234817°
1
1;r,o
~6
15
I
I
2;?:J91I
11629.i :
~~~~3:'671!~ 3-1~4--77...61~ :
14:~. J--1~...2:2__ _2~~;~JJ2_ ~u.J
1017~1
1~
1P.:~1r, ~.:; 21S.:" '!.? l
1;•3792
1ZP.aa::r..
ai67i •
11.lJ:''Z
~- )45 1x • ;~ 1
1~1535
+ ·~· .... •
1;)';289 :
1992
18
17
1cv;.&07
1:ic.=
' l''H":l.I\ U106.3~~·
J95'Y"-3 5.321()8
57.l..U-9·
SA1e.a...5
]'9r..l.52
8.)J:.!76:
~ ~..JJ
~, ·
~-
1•16C.a5
Gt~ · ~ 1
;JllY.'l
22
G717!.-?
f"-SOCJll57
INOO · JtPJ......,U · NA~iVNAL
1~...1-~:: 1c-::c.c:..:i
· AS1...,U
161~7 :N:::· ~E.:i1
'. ::.'i...!..:."3 • .:.'.h:-.F.1
n t .)1;",.J
1(~'i~
19 :.1eS7 ?! ,r_,_;,
71L 'E .. O: i
~"? :.r...c.~
·--·· 7~,_.~ --~~;~-=~~~~~-::~,~~~ _?~~i~= - cr~i~; ~~-43;_~~-~~~ .~,;-:e . j.J~Wk _~-;22~'.'INDO · AM.ERK.A
17.: J..! :::
:' '! 1~
:'("'311:? :' -:..8""'7
tl2'2~'Z
' INOO . /..UST?..:.uA
' INDO. MIOL£
l· NASJOt~l
·
~T
:z:
· · NASIONAL
~ ,....
o lNOO·~;;;,;,__.,.,..,...
~ :z:
· ·NASIOUAL
-
2\.'??:?7~1 (()!.!..t;
- -- - --
S71~':t
1~3;7
12119t __
1 27106 ~
l.JS.:l.5S
152J171
o
2'r..:15;991
5.:?71'7 '
I
I
'
I
I
I
c
~
1:;:::"?-'. :~ i--.!..:z"'...!o-(lj
o
:
-
~~·-791
~7147
!:>':'•SO '
JU Mt...;..Jo-1
-
-
-
__ C
0
0
-----------
~~~l_G_ _ _ ____
3-~:.lu
1
~.....3.::..3-l .
1SJ710
_1557:_5__?.':.3!2~ -
- ' ~C? .1
1
.. _ _ C
5o;.GM!
228-&21 !
77.J2'J
32"1....J..& ;
tZ?~72 1
I
I
85B01\
51819
171£22 1 I
111=
:z:
ril
.. ,.;.s:.::1ou~
i
.
:
.
'
•
.
•
1 :
• o - --; - --
- Asi~,:i
~ ~
~
JUMLAH TOT-,;:L- -
! · N'-SlONAL 1
~
:z:
I ..
2486173:
GAA~OToT:..L
·ASZNO
1
• • • - ' ""-
l.. . .
v.c.
-•
T
.
1.:>62li:? '
72'Y,J. :
2-!7.}..;.J
22233i!
ZlCC29
3:>!;:1!A
23-11 ;3 t
u!.2.&I
·•
_ _S9'"J6:15~
·
I ·.
·
j
.
o
•
.
.
01
~1iMSl81 ~,~i 73~"IO<
i--· ' . I
ol
- - --
227l!S64
-
I
o
•
'
.
I
.'.',.65~
~ ~~
o
326::>:"1
,07 8 :
39'018~ 1 ~ -~~L-4~~2:.A?i_:J. ~ . -:..u"'l __~-1~ - ~™76
MOOJ59 i
IMS.o\,l~~l'roU•,.•IJJI\.
_
56350<-< "•
•
_
-
_
rz _ ·
•
'
I
I
!
_
,,.,· ,211 1 ·-
-..!.-
o'
j
o
o
o
_ _ ....,.
&-t7<$nl
ol
01
I
---
1
...... _
-
I
214.30 ,
~~6.
2u..30 1
56(!5751
i
~Jj.51
01
u ..&291
-...
- - -- ·
I
I
i!:"c..57
•
I
OJ F '
I
I
I
c.
- ---: -- -- -
27822591
.
23C30
15.:l6.)()I
=l
o·
·:.._ _.:_~ : I
'
=1
"._....,_.,. 1
OI
_!_!.48~~~--2-~_~....J__g_J~~~--1_C2 ~C.-,_ _~:!.:· .: ~ .
-- i - -~,---- ---- - ~
I
1'
I
- -_::>J~,;~~·;~,.: ~~~-,-?.~ _ _ :1~~15>~~r----o-._ _ _ o_:___ ..£;___
~
.
'
101:sc _
168081
~, ~10~
I
I
:·~1
101Z3G 1
5i6U5 111!>:£
~;..J67 : !
1116-1-~ i
I
~17 . (} I
- - - ---- - -1JF...E.S :
:!!>70o"-"' I
4.J..4:?'
P.~·au;:
211;9
'
-
~(·
,;;f:~ - ~~-~~ ·
. 22"">'z1 l
~C£.e
~ ".: 750 '
G&Jn
- - - - - - - - --
! lJ.8359
;
' · AS!~l_9
ril
1J111~ .:.
g-& : .·:.~ ;
')'¥.M
4.J.Y. J J
,,·n--,;;-;,~-;n·,--i..,;"~ . ~~--~w=.:U 1
~11~3
11?'"..81
l'
I
--
11.r~1
JUMLAH
~
:z:
I I
! ·ASU4G
!l!
--
'.~162'!
~,H.l
,--~~---~;;;~~ --:.;..,!.·)
1-NASlONAL !· ASlNG 1 JUML.A.H
•-.n
.
· NA'ilOl'~L ·ASING
r--
1llY...S '
11~_ __ __0 __ :-r -: "~
0
I
ol
I
2!1361~! =
j.(SJ()1! ;
· - -" ...;...L--••
12 1
01.
~
I
21G3"221
21.socol , 312415
O!
'
0
1~17! sso:t961 ~5:!75.31 167~! 1 405..~S8ls.3S 2:!2'...ngl~;1ansl I
2341!17
270:>5'6
1171'861
134671f!
- - - -:.---~ • .s...;_-----~.....__ -
__.:a- - -~~~
5675791
723714 1
u111961
1226.468 1
19so1e:?
1
1963510
292-Ml~
3173.'.)698
-~ ~--~~ ~-
GRAAK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA EROPA PEAIODE TAHUN 19n/1992 (Dim Rlbuan "icn)
I
1400 - ! 1200 1000
~,
0_tb.l..2'..:::~~~d:J:~c.L.;b.l,:,!~~:kt:l::2.!:~'.:lld:.il.2::.YA~~~l:od::a!,::2.!=J~81:121'i
(Tahun)
77
78
79
80
81
82 83 84 85
86
87 88 89
90
91
92
TRAYEK : LINER
~ ASING
M>ZI NAS
Sumbor Data : INSA/INL/SDUJ Dltlela DJPL
GRAAK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA JEPANG PERIODE TAHUN 19n/1992 { Dl::i
Rlbu;;~
7c ~ )
3000 -: - - - 2500 -
71
(Tsl' t; ;i)
78
79
80
81
r- - - -
82
83
84
85 86
87
88 89
90
91
92
~
;
TRAYEK : LINER
~NAS
~ ASING Scm~er
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Deta : INSA/INL/SDL.N Dltlsla DJPL
ED
GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA AM ERIKA PERIODE TAHUN 19n/1992
1,400
1,200
TRAYEK
LINER
0NAS
1,000
. ' ' ----- - OJ ASING
7 7 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
Sumber DATA : INSA/ INL/SDLN Ditlala DJPL
( Tahun)
GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA AUSTRALIA PERIODE TAHUN 19n/1992
(Dim Rlbua n To ni
250 r 200
~i
I'1 150 -1
100
~1 ~ llo:: %
~;
~;
1,
11
;:;::;,
~:. :~
l
,..
oO
:1
:~ :
?1:
::~
d =%.
0 tL_f::;: '_ _ ;::::;, (Tahun)
77
78
79
80
81
82
NAS
~
84
85 86
87
88
89
90
91
92
~
TRAYEK : LINER
E:'!
83
ASING
~ Sumber Data : INSA/INL / SDLN D l t l alo DJPL
m
SADAN PENEL/TIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
. GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA MIDLE EAST PERIODE TAHUN 19n/1992 (D lr.i Rl!lua~ Ton)
I
600
i
i:
I
'
·~
500 l ::
t
:,
"
400 _;i I'
·j I.
300
li
+
200 .I :1
100 --:; :j
(T~hun)
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
TRAYEK : LINER
~NAS
~ASING Sumber Dsta : INSA/INL/SDLN Dltlala OJPL
I
GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA KOREA PERIODE TAHUN 19n/1992 (Dim Rlbua n Ten)
1000
-- ~~~~~~ ·~~~~. ~~~~~~~~~~~~~~~--,
800 -
.1
GOO -
"ii 400 ~: 11
I
i:
200 ~ ;
'
0
·77
78
79
80
81
82
83
84 85
86
37
88
89
90
91
92
TRAYEK : LINER
t;?<:::J
NAS
~ASIN G Sumber :iotn : lt<SA/INL/Sl:>LN Dltla!a DJPL
BADAN PENELFTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
m
GRAAK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA HONGKONG PERIODE TAHUN 1977/1992 T ~r. )
(Dlr.i Rlhcon
700
-~- ·-· ··· --- ·---- - -- -------------------l
l I I
~
''
I I
I I I I
I
li I
I
I
77
(iahur.)
78
79
80
31
82
83
84
-~LBlJ
'
85
86
87
83
89
90
91
92
TRAYEK : LINER
i
~ ASING
cz;:J NAS
i
Su"1ber Data : INSA/INL/SDLN Dltlala DJPL
I GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA NEGARA-NEGARA LAIN PERIODE TAHUN 1977/1992 (Dim Rlbua n i on)
3000
11
2500
~,
2000
~I
~ ~I
II 1,
~ ~
~-
i
, 500
JI ········ ······
1000 500
(is.hun)
77
[@1
. . . I!
J.'I
JI .
I
78
79
80
I
I
I
81
82
83
,--,I 84 85 86
I
I
87 88
~~\
I
89
90
91
92
TRAYEK : LINER
ra.q
NAS
~ ASING Sumber Data : INSA/INL/SDLN Dltlala DJPL
m
BADAN PENEUTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
m DATA PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL PERIODE T AHUN 1977 SID 1992 ~·ij0 1 ~~· s-cR\~ ~~~-~--· -··'-'--'-""--
- __ .___=-=-=-=-,._.._--~--~---~~ · ~---"'1R-..- .:.~PER
_:--;;!7 ~!-- 1912 c
: !_ ____
;:;:-i -~~~-3-~- -. ---:-~-- 5
I ! ir;cc - Er>:>>'A l I- r~~CPV-.L
;
I
~:.:!!9
1r."
J
I __
rna2
j
9<~~ 1~101 10~.c..:Jn
na:i
!
I
4 l7~1
'
~~~~f4J
1a.J:£..G 1
21•!>-l.Ji
2~e.2'f..6;
222!.5
µ
·
. ·
!
1s;: 13
1
i
i
9'>40.!.:J
'
1 ~7.
i 227628 :
I
2'17-~
17~.c2'9 1
12>..r.r:
1.::t'"/..'-la
I
I
su~ 1
Zl'2i5
,9~ ! 1!K.3'--;-~..,1 _ ) 19'.!2 1:c ·--i--- 15~H6 17 -;--a™i
251£211
·
I
'
.
-
·
I
-
:
·
~t1J1 1
-
.
137~_".!_1_ 8"'.59'2
e..o56
__ 3,J_
31~1-rnz~14 ' -
1
--'-3827863
:
111~;
:
1~'.
:
1t:..3"'1~ !
I
z=1r...::n
:!.Zwll!
1:zt:•nj
'
.
_ 1s;19'J
___
I
II
I
'™
1=1 .
2<S3-<8°
1719'1
517'!'.9
310100
-
-
~~!.. ~~---t-~-4~~l;_~~i~~!--J.57i'-'6 ~07Jl~~--9~1231 ~~1JO 1 :.100 - ,,::::u u-sr \ ,• I I !..J1C2• -u..: •.£J~ N.A.L 1 • I 111 so:> ~Zl!O'J 1101n:
I
1
•____I _
/
~~~c..c!
I
~~~ 1
-
-~i061
I
5..Jur..o .
953«'.JI'
"™'' I · 16~7(;'.
959180
aa.a~'""'
!; I 1511~ 7~~--
1472.uo
-' Q 411
1
I
JUIALAJ1
-A~NJ
!
o!
~Ar~~-'-''~~I 9'J...W95:11~~~'.- :w~,_~1116! l I I .
!AA'.11220
~_!_!37_~+--'-::-:JOZ?'-1j_1~J82ZJ.J_;_0'.)3<_]8t?~l
-
,,
'™'"
93a7J1
161?°'.>.! ~_!.5?~~~:_!.•~?_3-t+-~~ _!.8€2_~~
·
0
- .
I
1&4SM» ·
-
·==·j ,,,,,.,.. ·=.. ·1 ·-" ·
,,_i 11!>80?'J~ .
I
~· -
'"~" """-L-~~ -
1016017
-
1827~9Sl~
92~
~ •
UOZ27
--
1~ -~~ •
0036~_!
7~19
160647
~p1_1!~72001 1~;53~~, -~J<.? 1 _?~~~ i llH.:O '-DIV. I I I, . ! 1 · tU!:.:C:'Ul. , ~ j 8E ~ 98232 5100 12£!XJG · · · · • · 1 1 l ! : • 11900611 5163<5 . -- -..-------- >-- - - - -- - ··- ----- - - -- ------ _,_ ! Jt:MLA~ i ol 0 o: (641~1 tl9?-48 r H~
I
~!_
~75
97:>-=...JOj
!_.~~ -
161675
·
1_0.~_1:_.!.?'.:.~-·_l_-2.~'-~~~~~~!~.-~:~~~:_~:?]~~~t~:-»::.9; __~(!'".fJ.J. 7&5:?'~---~L·t_1~_21I 1U,,,~"!.l~~'?~_ !><">, I : I i
t=":;~"~ _____;e_~~~"~'-""'"'' ~.(?)r-~-'~~_!_~!·~-~ ~-~~,,~~!_6 !;:.3~_j__1~~-:. J 1_ : .i?'"~~~-?.r.5~~·-: "="• """""-''""''-""'" ~" I ,,,~ ...I I I- l:A~:Ol'-'L L:~s:.t~~-~..l!...~_;_B_?>V..f"::..:~-~.-"'>'' ~"""'r _.J ~"''-u".J ~"' irmo -ALJS TRAUA
·
62110
I
[ ;
!F..1_~~~.:_~_'.::~_eJ>~-~ 4e.b·.JJ+-~·~~___1_:!_~~ - E-:'i2~:__5T?..J~____?~~~
_'. __
i IM)Q - .WCH:K;1-~CNAL l
µS:,IC
j
;
2308781
-'UMLAH
:~ !' - UA~.Ot.(AL "'oo -JE?,,,J •
-r I
-
-10a,;-- ~ _1!:&5 I _1_966 ~-6-,-:-1~ -, ~~,~-- ;i ·--_~--9---10 1 _i1_ _ : f 12 1;)81)
_ur2:·z~~ 2l.._~·.·~"-;_;,~~-'-~!... _ 1_J:>_~2~J_r.~1L12f~,~1:__._":-y._~~_,_65?'..;_'.l~_!_,~"'2<;· 1J!M~~~-:_!.J__,__;W"-~~37?J _ 1_; :~:_s_1~.L. ~~_L!"'~~~1s.:i1_~1 2u~LZ?1~~~!_•?!J-~~~-2n~I --~'.'.3' -~~:i_m11 ~151t!
1
_____ -
f I
j
;
i
1»9
c·
~?e.YF. :2171~1 1
~-
~:·:i
..
NA~ONA.l.
I 1
1
~·~so
.J -
-
•!,5_1_;_9 L__· z·~:~~1_~_1-·~-«~! ~I~p~~,..,.,L_~7~L!_!_o:JC3L2".l1n1 ~7!!11 _ ~5
7:)14...1
217J121
~~~~~~~~~i'.l~~~:
'22<.JYj7
&OG76 1I
J.3::).J:)9
11~1'
J.!A.:!:2"31
1(..0247
52'€..<.o.5
lt;..311•
~zocr.?<-2l_!'"~rnol~1~..6.:'.6
'!).t.835
J
.
•
25970'Jt----o
I
----- ---- ~- ---- ---
1
sq~f1()2«n5 1~,2.
1282f>1
1QJ158S
2'1267
5.3719
.(08.50
116!>6A6
1().4.5236 ·
1ona1•
10113n
-31973.1~1335
!M752ti
-,J.300
"':io -ll~G2 LA!'< I ~1c.s I x.c-::19 I 743-49-411--r I :I -t~:::.w...t. ~~I :23"4,, 2s.s7l3 I Zl!Zl10 223.:37 • '-37602 2StXl2 . 522fl.9 ro467 •ZS2'0 812().c'O 311210 I -~~!Ki I 1-!~?' - ~i'..!~==4-~J.1~R~7~ - ~~&J1~.2J4?E-"'">5 _1!8-'166 _ .!_J2S?-'~ 151'2!7 ~!~: ______ ~~~ e.:;...-ov~ 6271~ 1~·~~5 -~~11: --0~r~~ --- ~~1100.".11r _ 1'l1'.fr..-,; -~,~~ y11_i;.;! __ _.!_~~ --~~ 1 r_~1~~ 1 __1~1!_ ~~~ -~1:i;>45~-~ ~16~ _ 637C8651r;.:n~_r~o 1J0~15 - ~:'y1_2!_
Ij [_
4
I
6928071
1-NASlONAL
~~
1~11812240
~I.~~S<'.'"~~~~
201'604
2069:255
~785?_7!> -~
t~L~~:~o..!2!~-~~1~! .,._51'"?:!11!2,.~l sn--,a~-~ =--56J ,._ __ o-.. u.r_ llGo"l..1N.."1:.L.N
a..~.
216350!
~]
nn<27i
_!r.•~~G~29 -
n~_)__z!_2CJ?~G
•G22053 1'-1'2!!_76
25.56630
2S859211~ 2!1275
5~78
90476<1
Ol',52008
116335E'l
.,
X?r.>317
7•3797 1891404-C
19372:168~45
;;.:io<~?_:?.,,!9657--8'1! 1~102
23531477
731424
:1!>237~
<::
('§
I <::
~
~~
a..
<::
~
<::
~
iil ~ a..
~
~
\'.a
GRAAK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA EROPA PERIODE TAHUN 19n/1992 (Din Jut at r "'":~)
16 - -
--
n
(7u~url
78
80
79
81
82
£;3
84
85
86
87
83
sg 90
91
92
TR AYEK : TRAMP ER ~~: -r.~c.c. :c: . . . cc .
·''
ASING .~
. < .-· >
GRAAK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA JEPANG PERIODE TAHUN 19n/1992 (Dlr.i Jutaa n Tcr)
6
IT;I
5
!i,,
------ - ------ - --------~
ii
"
4 ~i 3
il
11 ·1
2 J1
..
.
1J!I
.
~' ~I ~ ~
·
~ %i
~ -
?:::: 1 % ?::::I % :%:' ~ ~~
1·· ~
' L--=---n-.,~-E?-_~~::; ~LffJL~_LJ . ~
I
I'
~-
.
0
.......
(Tahun)
77
78
79
-.~
~ NAS
-
:::::.-::::
I
•
I
'
'
I
'
I
I
I
j
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
I TR AYEK : TRAMPER I
:.;::=: - ~
91
92
I
§§'§? ASING Sur.iber D!':a: IUSA/INL/SDLN Dltlala OJPL
m
BA.DAN PENEL/TIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA AMERIKA PERIODE TAHUN 19n/1992 (::llr.i ?1tuan
~·on)
3000 2500
2000 I
1501) -; 1
oco _,. 5CO -·
0 77
78
79
80
81
82
83
84 85
86
87
SS
89
90
91
92
TRAYEK : TRAMPER I
f;;:,:;1 NAS
~ ASING Sur:iber Data : INSA/INL/SDLN Oltls ln OJPL
GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA MIDLE EAST PERIODE TAHUN 19n/1992 (Olm Rlbuan Ten)
2000
1500 --: ;
i ii 1000
:1
500
~!,,"
•!
(Tahun)
77
78
79
80
81
82
83 84 85
86
87
88
89
90
91
92
TRAYEK : TRAMPER
~NAS
~ ASING Sumter Data : INSA/INL/SOLN Dltl3la DJPL
BADAN PENELfTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
m
GRAFlK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA AUSTRALIA PERIODE TAHUN 19n/1992 (Dim F
~uan
- onJ
2000
1500
73
T
tyah"-
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
TRAYEK : TRAMPER r:r:zj NAS
~ ASING Sumt>er Data · INSA·l t-.L S ::>cN 011 lola DJ;::L
~-----GR-At:-IK-P-ER_K_EM-BA_N_G_AN-SH_A...._R_E_M_UA_T_AN_KA_P_AL_N_AS_IO_N_A_L______ SERVICE INDONESIA KOREA PERIODE TAHUN 19n/1992 (Dim i11buan Tor1)
·----- --- - - --- · - ·· -
1400 ·1 -
----,
I
1200
i I
-1
1000
I
i
800 600 •,.
·r
400 200 0 (Tarun)
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
TRAYEK : TRAMPER
ID
NAS
D
ASING Sumber Oat.a : INSMNl,/SOLN Ditla13 DJPL
m
SADAN PENELfTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
t
GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA HONGKONG/TAIWAN PERIODE TAHUN 1977/1992
I
(Dim R ib u~:i Ton)
-
3500
1
3000
-1
2500
-1 ...
2000 -
77
(TaCu.-1)
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
TRAYEK : TRAMPER ~ NAS
0
ASING Sumbcr Data . INSMt-;LJSDLN D1t1al3 OJPL
I GRAFIK PERKEMBANGAN SHARE MUATAN KAPAL NASIONAL SERVICE INDONESIA NEGARA-NEGARA LAIN PERIODE TAHUN 1977/1992 (Olm
:=.. ~ -=-
-on)
14
7 i onc"
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
TRAYEK:TRAMPER
a
NAS
m
ASING
SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
m
ANALISA BENEFIT COST PENGOPERASIAN ANGKUTAN TRUK PETI KEMAS DI INDONESIA ( Studi Kasus DKI Jakarta ) EDWARD MARPAUNG
ABSTRAK
m
ntuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan peti kemas di jalan raya pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 1990 tanggal 4 Juli 1980 tentang Angkutan Peti Kemas di Jalan Raya. lmplikasi dari keputusan ini diperkirakan kurang lebih 3.300 truk angkutan peti kemas yang beroperasi tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan sementara armada ini sangat dibutuhkan dalam proses perwujudan pelayanan sistem multi moda transport yang bersifat door to door serAce. Sebagian besar armada yang tidak memenuhi persyaratan di atas dimiliki pengusaha lemah yang sudah barang tentu tidak memiliki modal sendiri untuk melaksanakan peremajaan. Di sisi lain lembaga keuangan merasa enggan untuk membiayai peremajaan ini karena dianggap tidak layak secara finansial. Berkaitan dengan ha/ tersebut penulis mencoba mencari data dan informasi selanjutnya melakukan analisis terhadap permasalahan ini dengan Studi Kasus di DK/ Jakarta.
1. PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Tanggal 4 Juli 1990 pemerintah tel ah mengeluarkan suatu kebijaksanaan dalam rangka penataan pengope-
m
rasiaan peti kemas melalui surat keputusan Menteri Perhubungan Nomor 74 tahun 1990 tentang angkutan peti kemas di jalan. Berdasarkan surat keputusan tersebut semua kendaraan angkutan peti kemas yang telah beroperasi wajib menyesuaikan persyaratan teknis dalam jangka wak1u selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak keputusan ini dltetapkan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah telah memutuskan untuk memberikan toleransi perpanjangan kepada para pengusaha angkutan selama 1 (satu) tahun hingga tahun 1993. Terbltnya surat keputusan ini berkaitan dengan pesatnya laju petumbuhan angkutan peti kemas sedangkan disisi lain angkutan peti kemas jalan raya selama ini berkembang tanpa dilandasi peraturan perundang-undangan yang kuat dan kurang memperhatikan aspek keselamatan, kelancaran lalulintas maupun ekonomi dalam sekala nasional. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar kendaraan pengangkut peti kemas tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sehingga sering menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang membawa korban manusia, kerugian materil dan kemacetan total terhadap lalu lintas. Umumriya kendaraan pengangkut peti kemas ini melakukan pelanggaran muatan maupun sumbu terberat sehingga ruas-ruas jalan tertentu yang dilalvi mengalami rusak berat. lmplikasi dari keputusan Menteri Perhubungan ini diperkirakan sejumlah armada angkutan peti kemas tidak sesuai dengan persyaratan teknis yang dltetapkan sehingga kemungkinan akan discrap atau dialihkan fungsinya, sedangkan di lain pihak angkutan peti kemas ini merupakan salah satu tulang punggung utama dalam memperlancar distribusi barang dari dan ke pelabuhan. Apabila sebagian besar alat angkut discrap diperkirakan akan menimbulkan stagnasi di beberapa pelabuhan.
'
• •
b. Permasalahan Dari sejumlah armada yang tidak memenul=li persyaratan sebagian besar dimiliki pengusaha golongan ekonomi lemah dan sudah barang tentu mempunyai tingkat permodalan lemah. Adanya keengganan lembaga keuangan untuk memberikan kredlt peremajaan karena dianggap tidak layak secara finansial telah menimbulkan permasalahan tersendiri terhadap pengusaha ekonomi lemah ini. Dalam kaltan dengan permasalahan di atas, kajian ini mencoba menganalisis sampai sejauh mana kelayak an pengoperasian angkutan peti kemas dltinjau dari sudut analisa benefit cost dengan studi kasus Pela- ~ buhan Tanjung Priok Jakarta. BADAN PENELfTIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
c. Metodologl Pengumpulan data primer khususnya yang berkaitan dengan biaya operasi dan pendapatan dilaksanakan dengan wawancara terhadap pihak organda unit angku· tan peti kemas Tanjung Priok dan data sekunder berdasarkan studi kepustakaan. Untuk mengevaluasi kelayakan pengoperasian angkutan peti kemas jalan raya ini dibutuhkan beb'3rapa variable antara lain : 1) Ketentuan lintasan peti kemas 2) Prospek angkutan peti kemas 3) Tarif 4) Biaya investasi 5) Biaya operasional 6) Pendapatan 7) Tingkat bunga pinjaman dan deposito
I
Analisis data untuk menilai kelayakan secara finan· sial pengoperasian angkutan peti kemas menggunakan 3 (tiga) analisis investment kriteria yaitu : 1) Net Present Value (NPV) n Bt ·Ct NPV =L t=1 (1 +i)t dimana: Bt = pendapatan kotor pengoperasian angkutan peti kemas tahun tertentu Ct =biaya pengoperasian angkutan peti kemas pada tahun tertentu n = umur ekonomis kendaraan i =opportunity cost of capital (OCC) t = tahun Jika NPV ~ 0 maka investasi pengoperasian angkut· an peti kemas dinilai layak 2) Internal Rate of Return (IRA) NPV IRA = i + ·-·--·····--·-- ( i" - i') NPV' • NPV"
•
I'
dimana: NPV' =Percobaan yang menghasilkan net present value pengoperasian angkutan peti kemas mempunyi nilai positif. NPV "::Percobaan yang menghasilkan net present value pengoperasian angkutan peti kemas mempunyai nilai negatip. i' = discount factor NPV positip i" = discount factor pada NPV negatip. Jika IRA ~opportunity cost of capital berarti investasi pengoperasian angkutan peti kemas di nilai layak. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
3) Benefit-Cost Ratio (BCR) n Bt
.E t=i (i+i)t BCR = ···············----· n Ct
.E t=1 (i+i)t dimana : Bt = Pendapatan kotor pengoperasian angkutan peti kemas pada tahun tertentu. Ct = Biaya pengoperasian angkutan peti kemas pada tahun tertentu n = Umur ekonomis kendaraan i = Opportunity cost of capital (OCC) t = tahun Jika BCR ~ 1 maka pengoperasian dinilai layak
2. DAMPAK KM 74 TAHUN 1990 DI BEBEAAPA PELABUHAN Ditetapkannya Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.74/1990, membawa dampak berkurangnya jumlah kendaraan yang beroperasi ditiap pelabuhan, mengingat sejumlah kendaraan dinilai tidak mungkin lagi mencapai standar yang ditetapkan dalam persyaratan angkutan peti kemas, antara lain mencakup kekuatan penariknya (tractor head), kontruksi kendaraan dan kemampuan sumbu (exle) dalam mengangkut beban. Hasil penelitian sementara Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dari sekitar 3.000 truk peti kemas yang beroperasi di pelabuhan Tanjung Priok sedikitnya 30 % dinilai tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam ketentuan sebagai angkutan peti kemas. Demikian halnya di pelabuhan Tanjung Perak terdapat 36 %dari 1.060 unit kendaraan yang tidak sesuai ketentuan. Sedangkan di pelabuhan Tanjung Emas Semarang persentase ini lebih tinggi namun jumlah kendaraan beroperasi relatip lebih sedikit dibandingkan kedua pelabuhan di atas yakni 73 % dari 100 unit truck. Umumnya kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut rata-rata usianya tergolong tua dengan pembuatan dibawah tahun 1980 dan merupakan truck toronton serta engkel. Pada masa transisi pelaksanaan keputusan tersebut kendaraan ini masih diizinkan beroperasi. Selanjutnya setelah masa transisi terakhir kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan itu tidak diperkenankan lagi untuk mengangkut peti kemas. Para pemilik kendaraan diberikan kesempatan mengalihkan fungsi kendaraannya untuk mengangkut barang lainnya, seperti general
m
cargo atau barang yang tidak dipetikemaskan. Ken· daraan yang mendekati persyaratan teknis dapat di· lakukan modifikasi dan repowering menjadi angkutan peti kemas sesuai ketentuan. Oampak lain yang dirasakan adalah terjadinya kenai· kan tarif angkutan peti kemas jalan di berbagai lintasan. Para pengguna dan penyedia jasa angkutan peti kemas sepakat menaikan tarif untuk OKI Jakarta rata-rata 39,6 %, Jawa Timur kenaikan mencapai 35 %. Sedangkan Propinsi Jawa tengah lebih rendah berkisar antara 10 % sampai dengan 15 %. 3. PETET APAN LINT ASAN ANG KUT AN PETI KEM AS Mengingat angkutan peti kemas bersifat khusus dan tidak semua jalan dapat dilalui maka di dalam KM 74 tahun 1990 pasal 16 diatur lintasan· lintasan dan ruas jalan yang dapat dilalui dengan maksud mencegah dan menekan serendah mungkin terjadinya kerusakan mau· pun kemacetan lalu lintas jalan. Penetapan lintasan ini diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Setelah mendengar pendapat Direktur Jenderal Bina Marga dan Gubemur KOH TK I di mana lintasan ditetap· kan dan harus memenuhi kriteria Sebagai berikut : a. Jaringan jalan harus mempunyai konstruksi yang diperkeras dan memiliki MST 10 ton b. Jembatan yang ada dalam jaringan tersebut harus mampu dilalui angkutan peti kemas dengan jumlah berat kombinasi 36 ~on dengan lebarnya tidak kurang dari 6 meter untuk peti kemas ukuran 20 kaki dan lebar jembatan tidak kurang dari 7 meter dengan kemampuan 45 ton untuk peti ke· mas ukuran 40 kaki. c. Jarak ruangan bebas di atas lintasan angkutan peti kemas harus lebih besar dari 5,0 meter. d. Khusus angkutan peti kemas 40 kaki ditambah persyaratan bahwa lebar jalan perkerasan tidak kurang dari 7 meter, kemiringan tanjakan tidak melebihi 5 % dan jari-jari horizontal tidak kurang dari 115,0 meter sedangkan persyaratan lain bagi ukuran 20 kaki adalah lebar jalan perkerasan tidak kurang dari 6,0 meter, kemiringan tanjakan tidak melebihi 7 % serta jari·jari herizontal 115,0 meter. e. Jarak antara asal dan tujuan dipilih yang terpen· dek. f. Menghubungkan pusat-pusat bongkar muat peti kemas, industri, pergudangan, distribusi atau kombinasinya.
El
h. Disain kecepatan untukjalan sekurang·kurang 80 km1am. i. Mempertimbangkan optimalisasi pemakaian an· tar moda transportasi. j. Oapat diatur menurut wak1u. Berdasarkan kewenangan seperti termaktub dalam pasal 16 maka Oirektur Jenderal Perhubungan Oarat dengan surat keputusan Nomor AJ. 306/1 /5 tanggal 31 maret 1992 telah menetapkan lintasan angkutan peti kemas terdiri dari 2 jenis yakni : a. Lintasan angkutan peti kemas yang sesuai de· ngan kriteria di atas : Tanjung Priok • Cilegon,Tan· jung Priok • Bogor,Tanjung Prick · Cirebon, Tanjung Priok Pulo Gadung,Bandung · Padalarang, Bandung • Ranca Ekek, Tanjung Emas • Kudus, Tanjung Emas · Waleri, Tanjung Emas • Cirebon, Solo · Karang Anyar, Solo · Surabaya, Solo · Gemolong, Solo-Suko· harjo,Solo-Yogyakarta, Tanjung Perak · Banyu· wangi, Tanjung Perak · Malang,Tanjung Perak · Tulung Agung, Tanjung Perak-Tuban dan TPK Rambipuji · Bondowoso. b. Lintasan yang memiliki Gradient lebih besar dari kriteria diatas tetapi sangat diperlukan sebagai litas untuk kepentingan ekonomi yaitu : Tanjung Piok • Bandung, Bandung • Cirebon dan Serna· rang· Solo.
• •
t
4. PROSPEK MUATAN ANGKUTAN PETI KEMAS JALAN Jumlah lalulintas peti kemas angkutan laut di lndo· nesia pada tahun 1985 baru mencapai 102.000 Teus tetapi 5 tahun kemudian menjadi 983.000 Teus atau meningkat kurang lebih 8,6 kali lipat. Pertumbuhan lalulintas angkutan peti kemas lndone· sia menunjukan propek yang baik dimasa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan perkembangan sektor industri dalam negeri yang memproduksi berbagai barang berorentasi ekspor serta adanya pergeseran peranan non migas dalam perdagangan luar negeri Indonesia sehingga menuntut adanya effisiensi di dalam bongkar muat barang. Oiperkirakan lalu lintas kontainer di 17 pelabuhan laut Indonesia akan mencapai 1.963.000 TEUS. Selan· jutnya lonjakan diperkirakan meningkat lagi sebesar 85,99 % pada tahun 2000 sehingga total lalu lintas peti kemas nantinya akan mencapai 3.651.000 TEUS. . Dari keseluruhan prakiraan lalu lintas peti kemas di atas sebagian besar dihandle di pelabuhan Tanjung BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
• •
Priok dengan jumlah tahun 2000 mencapai 2.200.000 TEUS. Sedangkan urutan berikut diduduki oleh pela· buhan Tanjung Perak dan Tanjung Emas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 1: . Praklraan Lalu Llntas Petl Kemas DI 17 Pelabuhan Laut Indonesia Tahun 1995 s/d Tahun 2000 (dalam rlbuan TEUS)
Dumai Tai*'1g Priok
30 30 2.200
Pai;ang
30
90
Palembang TelU< Bayt.I'
28 10 10 10
60 30 30
l.hokstJnawe
Pontianak Banien Tarflr1g Perak Tar1mgEmas
Bar1armasin Uj111g Paroang BalikPapan Ambon Soroilg
I
.
Th.2000 285
Th.1995 201 10 10 1.200
Nama P•llbuhln Belawan
Biak JUMLAH
326
89 10 15 2 2 5 5 1.963 .
100 518 162 27 50. 5
a. Tarif paket Tarif paket dikenakan apabila kegiatan angkutan peti kemas isi dilakukan dari pelabuhan ke depo/ pemilik dan angkutan peti kosong dari pemilik/ depo ke pelabuhan atau sebaliknya. Rincian tarif paket tersebut dapat dilihat dalam tabel 2. b. Tarif Lintasan Tarif lintasan dikenakan apabila kegiatan angku· tan peti kemas isi dilakukan dari pemilik/depo ke pelabuhan atau sebaliknya. Besaran tarif ini 75 % dari tarif paket untuk peti kemas isi. Tarif angkutan peti kemas kosong dengan jarak tern· puh sampai 15 km adalah Rp. 30.000 untuk peti kemas ukuran 20 kaki dan Rp. 50.000 untuk peti kemas ukuran 40 kaki. Apabila jarak tempuh lebih 15 Km maka tarif dihltung secara propor· sional berdasarkan perbandingan antara jarak tempuh dan batasan 15 Km terhadap tarif. Tabel 2: RINCIAN TARIF PAKET ANGKllTAN PETI KEMAS JALAN RAYA PROPINSI OKI JAKARTA .._ '
4
10 20 . 3.651
-ASM/IWUAll rm mMS DA1111A1t°AJAU IE ftUIUllAI JAllJUl& l'ID .IAUlfA
5. KESEPAKATAN TARIF DI PROPINSI OKI JAKARTA Sebagai tindak lanjut pelaksanaan keputusan Di· rektur Jenderal Perhubungan Darat No. AJ.306/1 /5 tanggal 31 Maret 1992 dan No. Aj.306/1/15/DPRD/1992 tanggal 23 Mei 1992 DPD Organda OKI Jakarta,Kom· partemen Pelabuhan/Terminal dan Pabean OPP Gafeksl/INFA serta Dewan Pimpinan Daerah GPEI DKI Jakarta sepakat melakukan penyesuaian dan penga· turan tarif angkutan peti kemas jalan. Pengaturan dan besaran tarif dibedakan atas : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
MAI-
5lllil
.
Surber : Oirektorat Jenderal Pertili>Lngan Laut (ciolahl
Sebagaimana diketahui bahwa lalu lintas peti kemas jalan raya merupakan bagian integral dari lalu lltas peti kemas angkutan laut. Oleh karan itu kecenderungan peningkatan prakiraan lalu lintas peti kemas di 17 pela· buhan laut Indonesia berarti akan menciptakan pangsa muatan yang lebih besar untuk angkutan peti kemas jalan khususnya di propinsi OKI Jakarta.
TAllF PAm AlmlYAll POI K~ IKUW2HAll lllWll 40 KAii
IKIMAL
(USS!
MAK- llOIMAI. SMllJM 'IUSSI
(USS) IUSSl 60.00 S8.00· 90.00 87.00
UJJl5 ~ Uil'iAll llUI SlllTMllYA POllOIOO '5lltTEI A6Ull6, CAlllE, SOit 100.00 P9JUll) 6AlllJl6 MCll,WIVAU, PAW JIAll; IUMA l;AWIG,GEOOllll PAllJAll6 PJlYUTA,MUMA IMU, IAIUMElllBI, D l1ATM DUA, DUI SlllTMllYA.
97.00
151.00
145.00
182.00 '
POllXll IJIGU,lWllJ.CEllGUDi, Wll 12&.00 . 121.00 189.00 Mii SlllTMllYA CllM66IS, CISAIM, OlEUllGSI Clllll, 13&.00 CllBllBW, TAlliWli ClllN, llDSI, JM.
.,
204.00
19&.00 I
'
~
Ill, CIMAlli, Olllll6, Olli, - . SflflAl.PYIEM>,llflllllll·IOGOl, · l8lfiAS DE161Lt,IUl,Wlll Miiii, IWIAIA DAM SlllTMllYA.
131.00
,
1'S.OO
lSlOO
i•s.oo
·236.00
<1AM1. PlllWAIAITA. JlTllltll, SAIWI, 189.00 182.00 283.00 273.00,
-
IUGUl,SWIE, OII60ll,M'ttl IWISRIWllYA
lflAl,StUAY1,Nlllll6 lUD6, DAM SRI-
227.00
218.00
M0.00
327:00
36S.OO 3S2.00 S4l.IJO 527.00 SlDllrl .3411.00 327• Sl0.00 4'1.00 SIJTi>er : OPD Organda OKI Jakarta ciolah.
u.116tAJA
.
m
6. PRODUKSI, BIAVA DAN PENDAPATAN a. Produksi Jenis truk kontainer yang akan dijadikan dasar ana· lisis dalam kegiatan ini adalah Type Traktor head de· ngan kereta tempelan type KT ·2 (20 kaki) dan KT ·3 (40 kaki). Daya angkut masing·masing 24 ton dan 48 ton. Dari hasil analisis data primer diketahui bahwa jarak tempuh angkutan kontainer di OKI Jakarta rata-rata 100 KM per rit dengan produksi sebanyak 2 rrt per hari sedangkan hari operasi efektip 25 hari dalam satu bulan. Dengan demikian produksi angkutan ini dalam satu tahun rata-rata 600 rit atau 1.440.000 Ton-KM untuk angkutan peti kemas 20 kaki dan 1.828.800 Ton-KM untuk angkutan peti kemas 40 kaki.
b. Biaya Analisis kelayakan pengoperasian angkutan peti ke· mas di atas akan dibedakan untuk kedua tipe kendaraan sehingga perhitungan biayapun dilakukan untuk tiap jenis kendaraan peti kemas. Jika dilihat dari struktur biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian alat angkut maka dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu biaya investasi dan biaya operasional (langsung dan tidak langsung). Hasil analisis data dan informasi yang diperoleh diketahui bahwa komponen dan besaran biaya tiap jenis kendaraan sebagai berikut : 1) Kendaraan pet/ kemas 20 kaki a) Biaya investasi Komponen dan besaran biaya investasi terdiri dari pembelian truk (traktor head) Rp.152.590.000,·, kereta tempelan Rp .23.000.000,· dan radio komunikasi Rp.3.000.000,-. Umur ekonomis peralatan tersebut rata-rata 5 tahun dengan nilai residu 20% dari harga beli. Pengadaan investasi ini diasumsikan dilakukan melalui pinjaman bank sebesar 70% dari total biaya investasi dengan tingkat bunga 22% pertahun dari sisa pagu kredit. Pengembalian pinjaman diangsur setiap tahun dalam jumlah yang sama selama lima tahun. b) Biaya operasional Biaya operasional ini dihitung atas dasar tahun per· tama terdiri dari: bunga pinjaman Rp.27.502.860,- gaji upah awak kendaraan Rp.11 .250.000,-, bahan bakar miny ak Rp.1 5.960 .000,·, pemakaian ban Rp.1 4.680.000, · service kecil Rp304.500, ·, service besar Rp.839.550,- overhaul Rp.1.000.000,-, retribusi Rp.380.5 00 ,-, assuransi Rp .1. 502 .000 ,·, STNK Rp .1 .000 .00 0,·, langganan radio komunikasi
m
Rp.960.000,-, gaji pegawai tetap (bukan awak kendaraan) Rp.12 .000.000,- dan biaya administrasi pengelolaan perusahaan termasuk pajak pendapatan Rp.24.000.000,-.
'
2) Kendaraan Peti kemas 40 kaki a)Biaya investasi Komponen dan besaran biaya investasi ini adalah pembelian truk Rp.1 88.735.000,-, kereta tempelan Rp.32.500.000, · dan radio komunikasi Rp.3.000.000,· Ketentuan lain dan asumsi sama dengan kendaraan peti kemas 20 kaki. b) Biaya operasional Bia ya operasional terdiri dari: bunga bank Rp.34 .532.190,·, gaji upah awak kendaraan Rp.11.250.000, ·, bahan bakar minyak Rp.18.240.000,· , pemakaian ban Rp.17.616.000,·, service kecil Rp.304.500,-, service besar Rp.839.550,-, biaya over· houl Rp.1.000.000,·, retribusi Rp.380.500,·, STNK Rp.1 .000.000, ·, assuransi Rp.1.602.500, ·, radio komu· nikasi Rp.960.000,·, gaji pegawai tetap (bukan awak kendaraan) Rp.12.000.000, · dan biaya administrasi pengelolaan perusahaan termasuk pajak pendapatan Rp.24.000.000,-. Besaran komponen biaya operasional di atas naik secara akumulatip rata-rata 10% pertahun kecuali biaya assuransi turun sebesar 10% pertahun dari nilai tahun dasar. Demikian halnya bunga bank tergantung dari sisa pagu kredit setiap tahun. c. Pendapatan Sebagaimana diuraikan diatas bahwa produksi jasa angkutan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok mencapai rata·rata 600 rit pertahun baik peti kemas 20 kaki maupun 40 kaki Distribusi produksi rit terhadap masing·masing lintasan adalah sebagai berikut :
._Un._.
UAllml (iii)
hlctl(lil)
40kald
20blci
40 blii
20blci
l
42
65
15
3~
2
63 .
65
23
36
63
65
23
36
63
65
23
36
63
13
23
8· 1
3 4
s
'
6
63
• 21
13 13
23
1
7
7
8
21
13
7
9
2)
13
6
7 7
30
'IS
"' 15 rM (bseng) •
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
ti
I
Mengingat tarif paket dan lintasan peti kemas isi menggunakan mata uang dollar Amerika Serikat sedangkan lintasan peti kemas kosong menggunakan rupiah maka diasumsikan nilai tukar (kurs) satu dollar pada tahun pertama adalah Rp.2.061,. selanjutnya nilai tukar ini akan mengalami kenaikan secara akumulatip rata-rata 2% pertahun dan tarif lintasan kosong rata-rata 5%. Dari analisls data-data di atas diperoleh gambaran biaya dan pendapatan pengoperaslan angkutan peti kemas selama lima tahun seperti dilihat dalam tabel 3. label 3. Arus Biaya dan Pendapatan Pen operaslan Angkutan Petl Kemas Rp.) Tahunl Tahun II Tahun Ill Tahun IV TahunV
Uralan Ubmi 20btl
t.Bilrt• 1) lfl'SlH
178590.000 111.379.410
2) Opnlolml
0 112.247588
0 117.419.356
0 119.378517
0 12Z.33HIO
m .200.34' 0
180.791538 35118.000
57.821.829
94.llnm
lP. .
'~~ 166.909.428 170.156.8'6 0 0 Mmriaat S.- 0 23.059.982) 58.009.3(MI
2)1111 blilu L
•
173.687.162 0 56167.11)6
I
7. ANALISIS BENEFIT COST Di dalam analisis ini oppurtunity cost of capital dinilai dari tingkat suku bunga deposito yang berlaku saat ini. Mengingat tingkat suku bunga dari berbagai bank sa· ngat bervariasi antara 8% sampai dengan 18% perta· hun maka opportunity cost of capital diambil pada tingkat suku bunga tertinggi yakni 18% pertahun. Hasil analisis pengoperasian tiap moda diatas akan diperoleh sebagai beriku1 : a. Angkutan peti kemas type 20 kaki Dari data biaya dan pendapatan yang diuraikan pad a label 3, dilakukan discounted dengan maksud untuk dapat memperoleh nilai sekarang (present value) pada tingkat discount 18 % dan uji coba yang menghasilkan net present value negatip (discount facktor 37 %). Nilai present value ini dapat dilihat dalam tabel 4. Keterangan : PV = Present Value (Nilai sekarang) OF= OiSCOl111 Factor
Selanjutnya dari tabel 4 dilakukan perhitungan In· vesment kriteria : 1) Net Present Value NPV = Rp.146.910.557,- · Rp.104.231.805,= Rp. 42.678.752,-
Ubnlt4obtl
....,.
1) ilMlRi
l,.....
2) Opnionil
1)
°""""""
0
1'4.708587
198.770.44'
202.93al88
0 68.IS!.811
0 71.647.803
119.026.433
0
0
126.942.405
126.550.776
186.886.753
190.7 47.s.6
2)11ilmt 0 0 061.073.487) 63.805.141 LllllnM
a.itt /
0 lV.122.643
224.235.000 123125140
.
../
,
2) Internal Rate of Return 42.678.752 IRR= 18' + ············•··•••·············· x (37% · 18%) 42.678.752 + 1.109.964 = 36,52%.
128.7St3SS
44.847.000
3) Benefit Cost Ratio 555.444.451 BCR = ··················· = 1,08 512. 765.698
SUMBER : Oiolah sendiri.
label 4. Discounted Cash Flow Pengoperasian Angkutan Peti Kemas tipe 20 kaki (dalam Rp.) Yahoo
. liaya·
Pendapolan Kall!
P91dapalan Benih
PY lill)'IOF 18"
·-
PY Pmdapalan Kollr OF 18"
.
-
PY hadapetan B•sih OF 18"
PY Pendopalan Mb : . OF 37%
(104.231.805)
(89.833.787)
41.650.683
30.918.961
-~-
I
289.969.410
166.909.428
023059.982)
245.60-4.090
141.372.286
II
112.247.588
170.256.89&
58.009.308
80.593.768
122.244.451
111
117.419.356
173.687.162
56.267.806
71.508.388
105.775.482
34.267.094
21.888.177
IV
119.378.517
177.200.346
57.871.829
61.599.315
91.435.379
29.836.064
16.421.399
v
122.334.410
2.16.SH.538
94.l80.12S
53.460.137
94.616.BSJ
41.1S6.716
512.765.698
S55.444.4Sl
42.678.752
l 9.49S.286 (-l.lo9.9W ·- -
I olol
SUMBER : Tabel 3 dan hasil pertiitungan dengan discount factor. 18 % dan 37 % Keterangan : PV =Present Value (Nil ai sekarang) OF = Oisrount Factor SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
~-i.. _
1
··-
---? I
~1
m
b. Angkutan Petl kemas 40 kakl Untuk memperoleh nilai present value pada tingkat bunga sama dengan OCC maupun nilai negatif maka data biaya dan pendapatan angkutan peti kemas 40 kaki pada tabel 3 dilakukan discounted dengan discount faktor 18 %dan 32 %. Hasil perhitungan ini dapat di Ii hat pada tabel 5. Selanjutnya hasil perhitungan invesment kriteria adalah:
a. Kendaraan Petl kemas 20 kakl Hasil pengujian terhadap invesment kriteria diketahui apabila diasumsikan biaya naik8% dari nilai dasar tahun pertama sampai ke lima dengan pendapatan konstan ak,an diperoleh hasil NPV .. Rp.1.657.496,· IRR 18,62% dan BCR 1,00. Sedangkan apabila biaya naik 9% dan pendapatan konstan maka NPV = Rp.·3.470.160, IRA 16,71% dan BCR = 0,99.
label 5. Discounted Cost Flow Penaoperaslan AnQkutan Peti Kemas Jalan Rava Type 40 kakl (dalam Rp.}
Tn I
374.960.240
186,886.753
(161.073.487)
294.722.323 .
PYPenilapa!Mltllr fV ............. PY Pendaptta ld1 Df 18" DF 18" Df 37" 158.293.080 (136.429.243) (122.093.703)
I
m .942.405
190.747.546
63.805.141
91.144.647
136.956.738
45.812.091
36.624.151
RI
126.550.776
'94.708.587
68.157.811
77.069.423
118.577.529
41:508.107
29.648.648
127.122.643 . 128.754.355
198.770.446
71.647.803
65.595.284
10,2.565.550
36.970.266 .
23.-643175
56.265.653
108.280.204
52.014.551
29.756.608
H
v
llaya
......... ltlor
hndapalllnlnh
247.780.788 119.026.433 SUMBER : Tabel 3 dan has1I perhrtLnga11 ciSCOLnl factor. Keterangan : PV z Present Value (Nilai sekarang) OF= DiS<X>U'll Factor
PY llaya Df I"'
1) Net Present Value NPV = Rp.1 76.305.015,· · Rp.136.429.243,· = Rp. 39.875.772,· 2) Internal Rate of Return 39.875.772 IRA = 18% + ·•••·•·········•······••••·• x (32% - 18%) 39.875.772 + 2.420.521 = 27,89% 3) Benefit Cost Ratio (BCR) 624.673.101 BCR =···················· =1,07 584.749.330 Dari hasil perhitungan investment kriteria di atas, dapat memberikan gambaran bahwa pengoperasian angkutan peti kemas baik 20' maupun 40' secara finansial layak dilaksanakan, dan dibiayai dengan kred~ per· bankan mengingat NPVO, IRA 18% dan BCR 1.
8. ANALISIS KEPEKAAN Analisis ini d~ujukan untuk menilai sampai sejauh kenaikan biaya mempengaruhi kelayakan pengoperasian kedua kendaraan peti kemas tersebut.
m
b. Kendaraan Peti kemas 40 kakl Apabila diasumsikan biaya naik sampai 6% dari nilai dasar tahun pertama sampai dengan ke lima dengan pendapatan konstan,maka diperoleh hasil NPV = Rp.4. 787.932, IRA 19,43% dan BCR 1,01. Sedangkan apabila biaya naik 7% dari nilai dasar dengan pendapatan konstan maka hasil perhitungan NPV Rp.· 1.060.041, IRA 17,68% dan BCR 0,99. Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa pengoperasian kendaraan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok untuk kendaraan 20 kaki masih layak apabila terjadi kenaikan biaya tidak melebihi 8% dari nilai dasar. Jika melampaui 8% maka pengo- perasian masih layak apabila diikuti kenaikan pendapatan secara proporsional. Sedangkan kenaikan biaya yang dapat ditolerir untuk kendaraan ukuran 40 kaki maximum 6% dari nilai dasar.
9. KESIMPULAN DAN SARAN a. Keslmpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengoperasian angkutan peti kemas untuk ukuran 20 kaki dan 40 kaki di pelabuhan Tanjung Priok layak dilakukan secara finansial karena Net Present Value 0, Internal Rate of Return OCC dan Benefit Cost Ratio 1. SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
b. Saran Pemerintah c.q Departemen Perhubungan perlu melakukan pendekatan terhadap lembaga keuangan dan Departemen Keuangan agar bersedia melakukan pembiayaan peremajaan angkutan peti kemas pengusaha lemah sehingga keterpaduan moda transpor antara jalan raya dan laut tidak terganggu kelak.
DAFTAR PUSTAKA 1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 74 Tahun 1990 Tentang Angkutan Peti Kemas Jalan. 2. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor Aj. 306/1 /5 Tentang Juklak Angkutan Peti Kemas 3. Kesepakatan Bersama antara DPD Organda OKI Jakarta dengan OPP Gafeksi/lnfa, OPP Ginsi OKI Jakarta, DPD GPEI OKI Jakarta, Tentang Tari! Angkutan Barang di jalan dari dan ke Pelabuhan di wilayah OKI Jakarta dan Pembentukan Badan Koordinasi untuk Pelayanan Jasa Angkutan di Pelabuhan tanggal 17 September 1992
SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
4. Ditjen Perhubungan Laut Sub Tim (Persero) Djakarta Lloyd, Rencana Pengadaan Armada KapalBarang dan Peti Kemas PT. (Persero) Djakarta Lloyd Priode 1995-2000, September 1992 5. E.J. MISHAN, Benefit Analisis, Third Edition, 1982. 6. Drs.Soetrisno P.H, Dasar-dasar Evaluasi Proyek, Jilid 1 tahun 1981 7. Kadariah · Lien Karlina • Clive Gray, Pengantar" Evaluasi Proyek, tahun 1978 8. Badan LITBANG Perhubungan, Laporan EKUIN, Agustus 1992 EDWARD MARPAUNG tempalA~ lahir : Pematang Sianlar/ 5 Mei 1958 Perdciloo: Sarjlnl Ekolllmi Manajemen Th. 1982 fiwayal.Jabatan : Tahtll 1984sld 1992StafDi1jen Pelhtb.llgan Dani sejak Maret 1992 sampai dengan sekarang Stal Puslilbang Pa1Ulll1gan LU.
ED
PENENTUAN LINTAS PELAVANAN ANGKUTAN KOTA DITINJAU DARI POLA PENGGUNAAN TANAH DAN MAKSUD SERTA KEPENTINGAN PERJALANAN HASAN SALIM BASAi
m
ABS TRAK
Angkutan adalah suatu kegiatan memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan memakai a/at angkut. Dalam penyelenggaraan angkutan harus mampu mewujudkan suatu tingkat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dengan sifat pelayanan yang dapat menjamin keselamatan, teratur, aman, nyaman, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu maka penyelenggaraan angkutan harus tertata dalam satu sistem yang terpadu baik antar moda maupun intermoda, khususnya pelayanan angkutan dalam kota. ·Dalam hidup bermasyarakat, tiap orang atau anggota masyarakat saling membutuhkan terutama dalam upaya mememememihi kebutuhan hidup sesuai keinginan dan kepentingannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut mereka akan melakukan perjalanan yang berkaitan erat dengan maksud dan tujuan perjalanan yang dilakukan. Perjalanan yang terjadi akan mengikuti po/a penggunaan tanah yang terbagi dalam kawasankawasan dan tingkat kepentingan perjalanan dipengaruhi oleh fungsi, potensi dan /uas kegiatan kawasan yang dihubungkan. Pelayanan angkutan kota yang ada
m
sekarang tampak adanya banyak ketimpangan, antara lain berbaumya penggunaan jalan oleh berbagai jenis dan ukuran kendaraan, trayek pelayanan yang tumpang tindih dan be/um sesuai dengan asal tujuan perjalanan, dan be/um dapat memberikan pelayanan yang berkesinambungan dalam satu jaringan yang terpadu serta sistem jaringan jalan be/um disesuaikan dengan pelayanan angkutan. Dalam Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993, pada pasal 8 ayat 3, ditetapkan trayek kota antara lain terdiri dari: a. trayek utama yang diselenggarakan dengan ciridri pelayanan antara lain: melayani angkutan antar kawasan utama , antara kawasan utama dan kawasan pendukung b. trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciridri pelayanan antara lain: melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan kawasan pemukiman. c. trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciridri pelayanan antara lain : melayani angkutan dalam kawasan pemukiman. Pembagian tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelayanan angkutan kota yang cocok dan sesuai dengan kondisi yang ada. Untuk menetapkan pembagian trayek seperti tersebut di atas, perlu ditetapkan kriteria yang dapat dijadikan dasar penetapan lintasan. Kriteria ini meliputi po/a penggunaan tanah, perjalanan yang terjadi, maksud dan tujuan perjalanan sesuai tingkat kepentingan, serta fungsi dan potensi kegiatan kawasan yang dihubungkan. Dengan memberi nilail bobot pada kriteria tersebut, dan melihat matrik serta rumus yang didapat, dapat ditetapkan lintas pelayanan atau trayek sesuai peranannya.
t
41
I. PENDAHULUAN. Angkutan adalah suatu kegiatan memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan memakai alat angkut agar orang atau barang itu mempunyai manfaat yang lebih tinggi. Dalam penyelenggaraan angkutan harus mampu mewujudkan suatu tingkat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan de· ngan sifat pelayanan yang dapat menjamin kesela· matan, teratur, aman, nyaman, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk itu maka penyelenggaraan angkutan harus tertata dalam satu sistem yang terpadu baik antar moda mau· ~ pun intermoda, khususnya pelayanan angkutan dalam • kota. BADAN PENEL/TIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
I
Angkutan kota merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat perkotaan untuk menunjang kegiatan sehari-hari baik yang berkaltan dengan bidang ekonomi maupun nonekonomi (sosial) yang umumnya mempunyai mobilitas tinggi. Pada saat ini penyelenggaraan angkutan kota di Indonesia telah berkembang dengan pesat baik di kota-kota besar, sedang, maupun kota-kota kecil. Pada dasamya dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam kota, tiap orang atau anggota masyarakat saling membutuhkan terutama dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup sesuai keingin nan dim kepentingannya. Dalam melaksanakan kepentingan tersebut orang atau anggota masyarakat akan melakukan perjalanan yang berkaltan erat dengan maksud dan tujuan perjala· nan yang dilakukan. Pola perjalanan biasanya berkaltan langsung dengan kegiatan sosial dan ekonomi yang tercermin dari pola penggunaan tanah yang terbagi dalam kawasan-kawasan. Tingkat kepentingan perjala· nan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi, potensi dan luas kegiatan sosial ekonomi yang dituju. Terjadinya pergerakan tersebut karena lokasi tempat tinggal masyarakat berbeda dengan lokasi di mana kegiatan itu berada. Perbedaan tempat tersebut agaknya cenderung semakin besar, hal ini disebabkan oleh pengaruh bentuk kota dan perkembangannya. Bila dilihat kondisi pelayanan angkutan yang ada tampak adanya banyak ketimpangan, antara lain berbaurnya penggunaan jalan oleh berbagai jenis dan ukuran kendaraan, seperti kendaraan besar dengan kecil, kendaraan cepat dengan lambat dan kendaraan bermotor dan tidak bermotor, trayek pelayanan yang tumpang tindih dan belum sesuai dengan asal tujuan perjalanan, sehingga me~urunkan ku~litas pel.aya~an, yang pada gilirannya menimbulkan ket1dak efisiens1nan penggu~aan ruang jalan dan menimbulkan kemacetan. Disamping ltu pelayanan angkutan kota belum dapat memberikan layanan yang berkesinambungan dalam satu jaringan yang terpadu. Kondisi yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh ba· nyak faktor antara lain : 1. Luas dan bentuk kota yang bermacam-macam dengan pola penataan ruang kota yang belum sepenuhnya ditata dengan memperhatikan kepentingan pelayanan angkutan. 2. Batas wilayah pelayanan angkutan kota, cenderung terus melebar dan meluas melewati batas kota , bahkan sampai menyentuh kota-kota lain. 3. Pengaturan rute/trayek pelayanan angkutan yang tumpang tindih dan belum tertata sesuai dengan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
arah dan asal tujuan perjalanan yang diinginkan. 4. Sistem jaringan jalan yang menyangkut pembagian jaringan jalan arteri, kolektor dan lokal, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.13 tahun 1980 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1985, belum disesuaikan dengan pelayanan angkutan. Dalam Undang-Undang No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan, pasal 5 menyatakan : 1) Pembinaan lalu lintas dan angkutan diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tujuan seperti dalam pasal 3. 2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Penjabaran lebih lanjut dari pasal 5 diatas antara lain terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993, pada pasal 8 ayat 3, yang menyangkut trayek kota terdiri dari : a. trayek utama yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan antara lain : melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan bersifat masal. b. trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan antara lain : melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara ka· wasan pendukung dan kawasan pemukiman. c. trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan antara lain : melayani angkutan dalam kawasan pemukiman. d. trayek langsung yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan antara lain: melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat masal dan langsung. Dalam upaya melayani angkutan yang sesuai dan terpadu yang tercermin dalam bentuk pembagian trayek seperti tersebut di atas, perlu ditetapkan kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan jaringan lintasan yang menjadi trayek utamaJ1angsung, cabang dan ranting. Untuk menetapkan kriteria tersebut perlu dikaji beberapa faktor yang mempengaruhi terutama yang menyangkut pola penggunaan tanah/kawasan yang dapat menggambarkan hubungan antar kawasan dan pergerakan/perjalanan yang terjadi, maksud dan tujuan
m
perjalanan yang dilakukan sesuai tingkat kepentingan yaitu dalam kaitan pemenuhan kebutuhan hidup sehari· hari, serta fungsi dan potensi kegiatan kawasan yang dihubungkan dalam melayani kebutuhan . Dengan memberi nilai/bobot pada macam perjalanan yang terjadi dan potensi kawasan yang dihubungkan, dapat ditetapkan lintas pelayanan atau trayek sesuai peranannya. Penilaian hubungan antar kawasan yang terjadi me· rupakan perkalian antara tingkat kepentingan hubu· ngan/perjalanan yang dilakukan dengan penjumlahan nilai fungsi dan potensi kegiatan kawasan yang di· hubungkan. Di samping itu faktor lain yang berpengaruh perlu dikaji pula untuk mendapatkan hasil yang lebih mantap, antara lain: 1. bentuk dan luas kota 2. luas serta potensi kegiatan sosial ekonomi yang ada; 3. jumlah penduduk dan penyebarannya. 4. arah dari pergerakan 5. waktu dari pergerakan 6. jalan yang dilalui.
II. BENTUK KOTA DAN PERKEMBANGANNY A 1. Kota dan Perkembangannya Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan· nya saling membutuhkan satu sama lain. Pola kehidupan ini membentuk suatu masyarakat.Kehidupan manusia dalam suatu masyarakat, pada dasarnya selalu berkembang sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan kebutuhan. Dalam proses perkembangan tersebut untuk pemenuhan kebutuhan dicapai melalui berbagai usaha kegiatan masyarakat itu sendiri maupun dari luar lingkungannya. Pemenuhan kebutuhan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya tersebut melibatkan antara lain jasa angkutan dalam bentuk jasa distribusi yang memungkinkan terjalinnya hubungan antara sumber daya alam di satu pihak dan masyarakat itu sendiri sebagai konsumen akhir. Pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat yang disebabkan oleh berkembangnya kebutuhan dan kegiatan serta terjalinnya hubungan timbal balik, akan membentuk suatu ikatan dalam bentuk pemusatan kegiatan pada suatu tempat atau wilayah. Pemusatan kegiatan ini akan terus tumbuh dan berkembang dan mempengaruhi pengemba· ngan wilayah tersebut yang akhirnya membentuk suatu kota. Jadi kota merupakan satuan pemukiman dengan
m
segala kegiatannya yang berada dalam suatu wilayah dan menjadi pusat pengembangan dan simpul jasa distribusi, dengan tingkat pelayanan sesuai dengan lingkup usaha dan kondisi yang dimilikinya.(RUU Tata Ruang Kota, 1984). Kota memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan dan menjadi pusat kegiatan bagi daerah sekitarnya. Kota mempunyai arti khusus dalam pemba· ngunan karena memiliki tingkat interaksi dan mobilitas masyarakat yang tinggi serta tingkat pemanfaatan ruang yang sangat intensif.Dalam perkembangannya wilayah kota terbagi atas beberapa pola penggunaan tanah atau kawasan-kawasan yaltu suatu wilayah yang dibatasi dan dimanfaatkan sesuai kondisi dan potensi yang dimilikinya,dengan peranan melayani kebutuhan masyarakat atau warganya sendiri maupun masyarakat daerah sekitarnya.(RUU Tata Ruang Kota, 1984). Peranan dan pelayanan suatu kota tercermin dalam bentuk kehidupan kota yang bersangkutan dengan keanekaragaman kegiatan yang ada. Kota akan selalu tumbuh dan berkembang, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Pertumbuhan dan perkembangan kota ditentukan oleh berbagai kegiatan dan pelayanan jasa yang dimiliki sesuai kondisi dan potensinya, baik untuk kepentingan lingkungannya sendiri (lokal) maupun untuk daerah sekitamya (regional), seperti jasa distribusi, jasa perda· gangan, jasa pemerintahan, jasa pendidikan dan lainlain.
2. Bentuk Kota . Seperti tersebut diatas kota akan selalu tumbuh dan berkembang, dan dalam perkembangannya kota mempunyai bermacam bentuk, luas wilayah dan daerah pelayanan yang berbeda antara satu kota dengan kota yang lain. Dalam proses perkembangannya kota mempunyai 3 bentuk dasar: dalam bentuk melingkar, yaitu memusat (concentric) dalam bentuk garis, yaitu memanjang (linier). dalam bentuk radial1ari-jari, yaitu menyebar (dispersed) Dari ketiga bentuk dasar ini dapat mewujudkan berbagai bentuk kota yang merupakan kombinasi dari ke tiga bentuk dasar tersebut.(G. Albers ,1974). Bentuk-bentuk kota yang ada dewasa ini bila dilihat dari segi tata ruang fisik, antara lain adalah :
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
a. Bentuk memusat (concentric). Kota dengan bentuk memusat mempunyai satu pusat kegiatan fungsional yang terletak di bagian tengah kota dan dikelilingi daerah pemukiman. Biasanya merupakan kota kecil atau kota yang baru tumbuh, dengan pola penggunaan tanah masih sederhana dan belum terarah. b. Memanjang (llnier) Perkembangan kota memanjang mengikuti jari· ngan prasarana angkutan yang ada, yang menjadi jalur lalu lintas utama/umum. Pusat kegiatan fungsional berada pada tempat- tempat tertentu sepanjang jalur lalu lintas utama tersebut. Pola penggunaan tanah masih sederhana dan belum terarah . c. Sektoral atau Radial Perkembangan kota yang terjadi mengikuti pola jaringan jalan yang ada, terutama yang menghubungkan atau menjadi jalur lalu lintas umum dengan daerah sekitarnya. Kegiatan fungsional mulai tersebar, terutama pada titik-tttik perpolongan jalan. Kota macam ini biasanya sudah cukup besar dan pola penggunaan lanah/tata guna tanah sudah mulai lerarah khuhusunya pada bagian-bagian tertentu dari kota. d. Terpencar (dispersion/multiple nucll) Kota macam ini merupakan kota besar yang perkembangannya meluas dan menyebar ke segala arah, dengan benluk perkembangan yang merupakan kombinasi antara bentuk memusal pada titik-tttik perpotongan jalan dan memanjang/radial sepanjang jalur lalu lintas utama yang digunakan angkutan/ umum. Pola penggunaan lanah sudah terbagi-bagi dalam kawasankawasan sesuai dengan fungsi, peranan dan potensinya. Beberapa pusal kegiatan fungsional yang ada dalam kota mempunyai skala daerah pelayanan regional, untuk memenuhi kebutuhan masyarakal kola sendiri dan daerah sekitarnya. e. Mengumpul (cluster) Bentuk cluster ini merupakan kota besar sebagai kola induk (Metropolitan) dengan beberapa pemusatan pemukiman yang lerlelak dan mengumpul di sekilarnya. Anlara pusal-pusal pemukiman ini dengan kota indu~lerpisah oleh
jalur hijau, letapi mempunyai hubungan lalu lin· las langsung ke kola induk.
f. Satelit Bentuk satelit hampir sama dengan benluk duster, yaitu kota besar sebagai kota induk dengan beberapa pemusatan pemukiman di sekitarnya. Tetapi pemusalan pemukiman ini sudah mempunyai pusal kegialan lokal lersendiri, jadi sudah merupakan kota kecil (salelil). Antara kota induk dengan kola salelil lerpisah oleh jalur hijau, letapi dihubungkan oleh jaringan jalan utama unluk lalu linlas umum yang langsung menghubungkan ke kota induk.
Ill. POLA PENGGUNAAN TANAH DAN POLA PER· JALANAN. 1. Pembagian penggunaan tanah/kawasan kota. Dari bermacam bentuk kola lersebul di alas, lerdapal persamaan yaitu yang menyangkut pola pembagian penggunaan lanah yang lerbagi dalam kawasankawasan. Pola pembagian penggunaan tanah ini terbagi dalam beberapa kelompok, dan liap kelompok lerbagi lagi dalam bagian-bagian yang lebih kecil sesuai fungsi, peranan dan potensi yang dimiliki. Secara garis besar pola penggunaan tanah yang lerdapal dalam suatu kota dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) penggunaan tanah unluk pemukiman I kawasan pemukiman; 2) penggunaan lanah unluk perdagangan/ kawasan perdagangan; 3) penggunaan tanah unluk induslri I kawasan induslri; 4) penggunaan tanah unluk um um/ kawasan bangunan umum/jasa; 5) penggunaan lanah unluk rekreasi I kawasan rekreasi; 6) penggunaan tanah untuk transportasi I kawasan pelayanan transportasi. Pembagian penggunaan tanah atau kawasan kota tersebut untuk tiap kota tidak sama, tergantung pada besar kecilnya kota, fungsi dan peranan kota yang bersangkutan. Oleh karenanya tidak semua kota mempunyai pola pembagian penggunaan tanah yang lengkap dan terarah atau terencana.
2. Fungsl, potensl kawasan dan skala daerah pela· BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
m
ya nan. Pola penggunaan tanah yang terarah dan terencana memperlihatkan pengaturan·pengaturan dalam kegiatan manusia yang dinyatakan melalui jumlah setiap kegiatan yang terdapat pada suatu wilayah de· ngan ukuran tertentu yattu kawasan, seperti tersebut diatas. Ukuran besar kecilnya kegiatan kawasan ini antara lain dapat berupa jumlah orang yang tinggal; jumlah pekerja pada masing-masing bidang, luas dan potensi kegiatan yang ada, seperti pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, perindustrian dan lain lain.(Morlok, 1985). Tiap kawasan kegiatan tersebut akan membentuk simpul-simpul sebagai pusat pelayanan kegiatan yang saling berhubungan dan melayani kebutuhan sesuai peranan dan potensi yang dimiliki. Ada kegiatan yang hanya melayani lingkungan sekitarnya, ada yang melayani kepentingan lokal yang men· cakup beberapa lingkungan dan kegiatan regional yang melayani kebutuhan baik lokal maupun daerah sekitarnya. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, maka tiap kegiatan akan tumbuh dan berkembang menjadi besar baik dari segi ukuran kegiatan maupun pe· ngaruh pelayanannya yang meluas. Sehingga suatu kegiatan yang semula berfungsi untuk melayani kebu· tuhan lingkungan dan daerah sendiri (lokal), lelah berkembang dan meluas sampai ke daerah sekitarnya (regional). Dari tiap kegiatan lersebut akan timbul perjalanan yang besar kecilnya lerganlung pada fungsi, peranan dan polensi masing-masing kegiatan kawasan yang dihubungkan. Dengan demikian dari masing-masing kegialan akan menggambarkan perjalanan yang limbul dari asal dan tujuan di antara kawasan, yang pada akhirnya akan menghasilkan pola dislribusi perjalanan antar kawasan/ kegialan. Dari 6 kelompok pembagian penggunaan tanah tersebut di alas dapat dirinci lebih lanjut menjadi be· berapa bagian yang lebih jelas fungsi dan peranannya dalam hubungan pelayanan yang dicakupnya. Rincian pembagian ini anlara lain dapal dilihat pada label 11.1:
kegiatan utama yang merupakan tempat kerja, belanja, rekreasi dan lain-lain, maka sebagian besar perjalan akan mengarah pada pusat kegiatan tersebut. Bila daerah kota-ini bertambah luas, maka jarak perjalanan menjadi relatif lebih jauh. Untuk kota-kota yang tumbuh dan berkembang menjadi kota besar dengan beberapa tempat pemusatan kegiatan, tetapi belum mempunyai pola penggunaan tanah yang terarah, akan menimbul· kan pola perjalanan yang bercampur baur ( Morlok, 1985). Dengan penga turan pola penggunaan tanah yang terarah serta penyebaran pusat-pusat kegiatan yang merata pada setiap bagian kota, akan menimbul· kan pola perjalanan yang lebih terarah dan teratur, sebab pola perjalanan yang terjadi sangat tergantung pada lokasi, fungsi dan potensi serta luas dari kegiatan kawasan yang dihubungkan. label 11.1 PENGGUNAANTANAH, FUNGSI DAN SKALA PELAY ANAN l'OIGGUllAAN TAllAll
FUHGSVSKALA PnAYAHAH
JARAK P£1A
KETERAHGAH
YAHAH/WAKTU T£Ml'Ull
a.Penrrdm
pcxiJt
pendim ren"1
.rd
pendimb tinggi
~mo
b.PerOOgiiigm
~Skm
pasa, tol:o 8(11111
.rd
:;0,7Skm
paslf, WlllllQ
s,~km;3/4-1 jt:Jn
m. besir; iM. berut
1o1cm
m ked; iu!. ked
~mQIJI
mMJtm;i~im
d.Bmgw1r1Unun regiond
e.Reltreasi
jt:Jn CBO,JQSir, pusat pertol:olll(oe~o .
1o1cm
lil-wglJI ,
c.lnOOsm
~ 6km;3/4·1
1/2 jt:rn-3/4 j1111 perkonloron,bonk, perguruon tilgi;, gd. pertermm, RSUP
1o1cm
0,75km · 1,5 km peikmtorm,SN.\, S#.P, RS/fuskesnm
U~OOlllJI
0,2Skm •0,7Skm Tk,SO, Polo\
•nm
3/4jt:Jn· 1jt:Jn
1o1cm lil~IJI
f.Fasittos Trmspo1· regiond
p111toi,keboo linot111g, t1111on rekreasi, musi.m
tmm,liosl:.op, ,1/2jt:rn 0,5km·0,7Skm teo¢bemxin 3/4jt:Jn-l jt:Jn
lq).ucbu. pelddul
tusi lol:m
3. Pola Perjalanan di dalam kota
s. Mscsm Petjslsnan. Bentuk kola dan pola penggunaan tanah dalam bentuk kawasan yang menggambarkan kegiatan mempu· nyai pengaruh yang besar lerhadap pola perjalanan alau pergerakan dalam kota. Bagi kola dengan bentuk melingkar (concentric) dan mempunyai satu pusal
1/1 jt:Jn-3/4j1111 setasil kereto ~. terrrilm bus,
Irru&ooa111
,!;0,Skm !00 lenrid, bus stop/seller &rnber : ciolah dari Urban Planing and Criteria, J.D Chiara and L. Koppelman, van Nordstrand, 1985.
Pola perjalanan dalam kota dapat dibagi dalam 2 kelompok utama, yaitu pergerakan dari daerah/ kawasan yang menjadi asal perjalanan (pembangkit) dan kawasan/daerah yang menjadi tujuan perjalanan (penarik). BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
• •
Daerah/kawasan yang merupakan pembangkit per· jalanan adalah kawasan pemukiman dan penghasil ba· han mentah, sedang kawasan penarik perjalanan adalah kawasan kegiatan industri, perdagangan, pendidikan, bangunan umum, rekreasi dan lain·lain. Tujuan perjalanan dalam kota dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu : perjalanan ke luar kota dan perjalanan di dalam kota. 1).Perjslsnan ke dan darl lusr kots a) Perjalanan dari dalam kota ke luar kota dan per· jalanan masuk kota . Pada umumnya perjalanan ini menggunakan jaringan jalan yang langsung menghubungkan ke arah luar kota; b) Perjalanan transit (melintas) perjalanan dari luar kota, melalui kota untuk menuju tujuan di luar kota. Untuk menghindari keramaian di pusat kota, biasanya dibuat jalan pintas (by pass) yang tidak melalui puat kota.
pergerakan, maksud dan tujuan serta sifat dan waktu kejadian. Maksud dan tujuan perjalanan dalam kota tersebut dapat diklasifikasikan seperti yang terdapat pada tabel 11.2.
TABEL 11.2 MAKSUD DAN TUJUAN PERJALANAN SESUAI KEGIATAN
•
~
(PW, Daniels ard AM, Warnes, 1980).
BA.DAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
UUlo\ll/mWIGAll '
llOlllll
. b .... Di bi;!
• pakmtafm, pertbpip Mm *Wllq/pe111G5l1111
IC
'
* pqii1m bcrmg * b .., ibi pldlnull/ll1JGI * lnlliotm lmyit Om.I
,.,...,sns
11. ...... llo · bcbiDillto,llm ..... jllso~l.lll!llliqcbijosop91 lishsi cbi On On. )Ulll
9jllsopnqm
• ....,, pellat11111, • * melbJlkm lmyci ... Pftlllfll
II
°""
SOSIAI.
a.ligimlsosill
. b cbi ibi lllldi Di, ti; bgolill leapmi
......... 111rirD.b!"""" mjldl ' ti ITililatm lmy1* 111111g
11.r-hUlldlu ·bibimilU1dlllnm ~
,.._
·bbUiglllqi
II
PEIDllllAll a.'9:.... bim.·b cbl a sekoWt. pllglllllllilg;
lbMsus,.._
IV
·~pada
115io5·22dut ~·
·b bibi....., l11!US,.1mim
llDWl .. UIU WAli
a. llkla "1 lilwi . biblDiqci ·~ b ~ llklallmll, l9b1G5i.., lilwi Midi mm cbi .., • ....,, l9b1G5i b * bim1ya cla ;in kerja ~
• ... melbalkm 1Jmrri y
b.Maksud dan Tujuan perjalanan. Dari gambaran di atas dapat diketahui perjalanan orang atau anggota masyarakat, dilakukan sesuai de· ngan kepentingan masing-masing. Perjalanan yang terjadi ini mempunyai karakteristik tertentu seperti pola
IWlfD5I IUJAIAIUI ASAl. .. TWIWI
I.MU,... _....,,,..
I
le
2). Perjalsnan di dslam kota a) Perjalanan ulang alik (commuter), perjalanan an· tara daerah pemukiman ke tempat kerja dan se· baliknya.Perjalanan ini terjadi setiap hari, melibatkan banyak orang dengan waktu yang ter· tentu dan teratur serta tergantung pada lokasi pemukiman dan tempat kerja/kegiatan. Biasanya akan membentuk corridor (lorong) kearah tem· pat·tempat kerja/kegiatan. b) Perjalanan ke tempat pendidikan/sekolah, per· jalanan ini terjadi setiap hari pada waktu tertentu dan teratur serta bersamaan, terutama untuk se· kolah dasar dan sekolah menengah. c) Perjalanan ke tempat perdagangan (pertokoan, pasar), perjalanan ini terjadi setiap hari, tetapi waktunya tidak tentu dan tidak teratur. d) Perjalanan sosial (untuk berobat; kunjungan keluarga) perjalanan ini tidak tertentu dan tidak teratur waktunya. e) Perjalanan rekreasi, perjalanan ini biasanya ter· jadi pada waktu sore hari, atau waktu libur, dan waktunya tidak tertentu dan tidak teratur.
lllillWI llM5UO DUlllllWI PWAWAll
Kflll)AYAAll
111111g
·b dmtdlli....., • lll1,al llSl!him,musi.m di
*... ITililatm hmylt OlllVGlll9 Slrrber: Diolah dari Movement of the Cities, Daniels ard Warnes, Methuen, 1980.
Untuk kota besar ( metropolitan ) yang cukup luas, banyak perjalanan mempunyai kecenderungan untuk mengkombinasikan maksud perjalanan dengan berba·
m
gai tujuan. Hal ini disebabkan oleh jarak perjalanan yang relatif jauh yang harus ditempuh untuk dapat memenuhi berbagai maksud perjalanan. (Morlok, 1985). Jarak perjalanan dalam kota ini, khususnya untuk kota besar (Metropolitan) bervariasi, tergantung pada lokasi, fungsi dan potensi kawasan yang dituju serta maksud perjalanan tersebut, seperti yang tercantum pada tabel 11.1. Umumnya jarak rata-rata perjalanan untuk masing-masing kawasan tujuan sesuai maksud Jarak Pe lanan km 0 (. 15 km (pend. tingij) 0<20km belar1a 0<20km sosial perdagangan 0<20 km 0-40km &m>er : Movement in Cities, Daniels and Warnes, 1980.
c. Tlngkat Kepentlngan Perjalanan dan Pelayanan 1). nngkat kepentingan perjalanan. Macam perjalanan yang terjadi sehari-hari seperti tersebut diatas akan membentuk suatu jalinan hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik ini dapat dinilai tingkatannya dengan melihat berapa besar kepentingan perjalanan yang dilakukan dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti penting sekali, penting atau kurang penting, jumlah kejadian (frekuensi) dan waktu terjadinya, setiap hari atau pada waktu tertentu. 2).Skala daerah pelayananltlngkat pelayanan Besamya volume perjalanan yang terjadi sesuai tingkat ke pentingan perjalanan, dipengaruhi oleh fungsi, serta potensi dan luas kawasan/simpul yang dihubungkan. Luas atau skala daerah pelayanan ini terbagi atas tingkat pelayanan lingkungan yaitu untuk memenuhi kepentingan sendiri dengan daerah terbatas, tingkat pelayanan lokal untuk memenuhi kebutuhan beberapa lingkungan dan tingkat pelayanan regional/ nasional untuk memenuhi kepentingan sendiri (lokal) dan daerah sekitarnya.
IV. KRITERIA LINTAS PELAYANAN ANGKUTAN 1. Penentuan krlterla dan penilaian I bobot Pada pembahasan bab II dan Ill diatas, telah dapat diketahui bentuk dan perkembangan kota, macam penggunaan tanah, fungsi dan potensi kawasan dan macam perjalanan.
m
Dari hasil pembahasan tersebut, khususnya yang menyangkut macam perjalanan dan tingkat kepetingan perjalanan masing-masing, serta fungsi dan potensi tiap kawasan k~iatan atau skala tingkat pelayanan, dapat diberi nilai/bobot sesuai kriteria masing-masing. Besar kecilnya nilai/bobot dipertimbangkan dengan melihat kaitan maksud perjalan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan luas daerah pelayanan yang diberikan suatu kawasan kegiatan, yaitu regional, lokal atau lingkungan.
a. Krlterla dan nllallbobot tlngkat kepentingan perja /a nan. Kriteria dan penilaian atau pembobotan tingkat kepentingan perjalanan terbagi atas : 1). Penting sekali; nilai/bobot · 10 Perjalanan yang terjadi di sini berkaitan erat dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang mutlak harus dijalani, dan melibatkan banyak orang. Perjalanan ini terjadi setiap hari secara tetap, teratur dengan waktu kegiatan yang hampir bersamaan, seperti; kerja, dinas, berdagang, berproduksi dan lain-lain. 2). Penting ; nilai/bobot · 8 Perjalanan yang terjadi di sini berkaitan pula dengan pemenuhan kebutuhan hidup seharihari, tetapi tidak mutlak harus dijalani dan meliba tkan golongan masyarakat tertentu. Perjalanan ini terjadi setiap hari secara tetap, teratur, dengan waktu kejadian bervariasi atau tidak terjadi secara serentak, seperti : ke sekolah, kursus, ke toko, belanja pasar, urusan administrasi dan lain-lain. 3). Cukup penting; nilai/bobot · 5 Perjalanan yang terjadi disini masih berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup seharihari, peranannya cukup penting tetapi tidak melibatkan banyak orang. Perjalanan ini terjadi setiap hari, tidak tetap dan tidak teratur serta tidak tertentu waktunya, seperti: urusan administrasi, berobat dan lain-lain. 4). Kurang penting ; nilai/bobot - 2 Perjalanan yang terjadi di sini kurang keterkai· tannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak melibatkan banyak orang. Perjalanan ini tidak tentu dan tidak tetap waktunya,seperti rekreasi,kunjungan keluarga.
4
I
b. Kriterla dan nllailbobot ska/a daerah pelayanan. Kr~eria penilaian atau pembobotan untuk tingkat pelayanan atau luas daerah pelayanan ini sebagai berikut: 1). pelayanan regional/nasional, nilaifoobot - 5 suatu kawasan kegiatan yang mempunyai potensi dan peranan yang penting yang mampu melayani kepentingan daerah yang luas, baik untuk kepentingan sendiri maupun daerah sekitarnya. 2). pelayanan lokal, nilaifoobot - 3 suatu kawasan kegiatan dengan potensi dan peranan terbatas untuk melayani kepentingan sendiri dan meliputi beberapa lingkungan. 3). pelayanan lingkungan, nilai/bobot - 1 suatu kawasan kegiatan yang potensi dan peranannya kecil, daerah pelayanannya terbatas untuk kepentingan lingkungan sendiri.
2. Penentuan lintas pelayanan. Berdasarkan kriteria dan nilai/bobot di atas kemudian dilakukan penentuan lintas pelayanan dengan langkah sebagai berikut: a. Penggolongan/macam penggunaan tanah dalam kota. 1). Kawasan pemukiman/perumahan 2). Kawasan perdagangan 3). Kawasan perkantoran(jasa 4). Kawasan pendidikan 5). Kawasan sosial 6). Kawasan rekreasi 7). Kawasan transportasi 8). Kawasan industri b. Penggolongan perjalanan menurut maksud dan tujuan maksud perjalanan indek - Bekerja/dinas ................ a - Belanja ...................... b - Urusan administrasi .. ...... .. c - Urusan pribadi/keluarga ...... d - Sekolah ...................... e - Rekreasi .... ................. f - Berobat ....................... g - Transit...................... h - Produksi/distribusi ......... . - Lain-lain .. .. .. .... .. .. .. .... j c. Nlla/Jbobot tlngkat kepentlngan perjalanan BA.DAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
Tmgkat kepelingan parjalan3Mnruigan 1). penting sekali 2). penling 3). ~penting 4).
rilaiibobot 10
8 5 2
d. Nilailbobot ska/a pelaysnan Tingkat pelayanan
.
Nilai I Bobo!
1).R~
5
2). lokal 3). lingl
3'
e. Penyusunsn Mstrlks. Matriks ini akan menggambarkan pola perjalanan dari kawasan asal ke kawasan tujuan dan kaitan maksud perjalanan yang dilakukan dengan tingkat kepentingan perjalanan tersebut sesuai nilai/bobot. f. Rumus lintsssn
Dari matriks di atas diketahui ada 64 hubungan ulang alik yang dapat disederhanakan menjadi 32 hubungan dengan masing-masing hubungan mempunyai maksud dan tingkat kepentingan perjalanan yang berbeda. Dengan merperhatikan matriks perjalanan diatas dan tingkat kepentingan perjalanan serta mengkaitkannya dengan besarnya potensi pelayanan kawasan asal dan tujuan, dapat disusun suatu rumus yang menggambarkan lintasan hubungan yang terjadi antar kawasan. Rumus tersebut sebagai berikut:
L KaKt : ( PKa + PKt) x Ti di mana : LKaKt = Lintas pelayanan dari Ka ke Kt (Kawasan asal ke Kawasan tujuan) PKa = tingkat pelayanan/potensi kawasan asal PKt =tingkat pelayanan/potensi kawasan tujuan (nilai/bobot sesuai potensi pelayanan kawa san asal-tujuan, yaitu 5; 3; 1) Ti = tingkat kepentingan perjalanan (nilai/ bobot sesuai kepentingan perjalanan, 1O; 8; 5; 2 ). .
g. Matriks asal tujuan hubungan perjalanan sesusi
m
tersebut sebagai berikut : - Lintas utama dengan nilai antara 80 - 100. - Lintas cabang dengan nilai antara 49 - 79. · Lintas ranting dengan nilai antara 1 - 48.
tlngkat kepentlngan MATRIKS HUBUNGAN PERJALANAN Tujuan
3. 1. 2. Ptmu Perdl Per kn~ ga lean ngan to ran
Asal 1.PllnJmr'I d
-
8
8
3.Pakrt:nn a
8
c 10
4.f>tnldkwl e
2
6.Relcreasi f
2
7. Transoort h 8.nilm
a
h
8 i
5
2
5
i
2
i 5
h
2
h
5 8 f - h i 2 2 8
5
8
2
i
h 2
f
i
5
2
2
8
8
h
c
:i
Ii
5 f
c
h
8
c
c
8
h
f
8
c
h 2
5
i
8
2
2
10
8
h
f
i
f 2
2
2
5 :i
f
h
8
lll
c
h 2
f
Ii
5
2
2
f
2
5
i
2
i
c 8
2
i
d
a
f
d
8
8
c
'i
e i
c 8
8
8. In dus trl
10
c
i
b
5.Sosial
a
b
2
7. 5. 4. 6. Pen Sosl Rek 11.:.ns dldlk - al reul port an
8
10 8 2 8 8 *) Keterangan : dalam menentukan maksud hubun-
gan/perjalan an dan tingkat kepentingan perjalanan, dilihat dari potensi yang dominan dari kawasan/obyek tersebut. Kententuan ini dapat berbeda antara satu orang dengan yang lain. 2. Pembagian lintas pelayanan
a.Pembaglan llntasan Dengan melihat matriks dan memasukkan nilaifoobot dalam rumus tersebut di atas sesuai kriteria tingkat kepentingan perjalanan dan skala daerah pelayanan, dapat ditentukan lintasan pelayanan yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan lain. Dari matrik dan rumus tersebut akan didapat beberapa macam lintas pelayanan dengan masing-masing mempunyai skor/angka tertentu. Dengan pemberian batasan nilai atau bobot untuk masing-masing skor tersebut dapat ditetapkan pembagian lintasan pelayanan sesuai perannya. Batasan nilai atau bobot untuk masing-masing skor lintasan pelayanan ditetapkan dengan mempertimbangkan fungsi dan luas serta potensi yang dimiliki kawasan atau simpul kegiatan dalam melayani kebuuhan daerah. Batasan nilai atau bobot masing-masing lintasan
• ..
b. Contoh penggunaan matrlks dan rumus untuk menentukan llntas pelayanan antara : Pemukiman dengan perdagangan skala regional, lokal Ka = Pemukiman PKa = 5 Ti = 8 Kt = Perdagangan PKt = 5 PKt = 3 LKaKt = ( 5 + 5 ) x 8 = 80 LKaKt = ( 5 + 3 ) x 8 = 64 Pemukiman dengan perkantoran skala regional Ka = Pemukiman PKa = 5 Ti = 10 Kt = Perkantoran PKt = 5 LKaKt = ( 5 + 5 ) x 10 = 80 Perindustrian skala regional dengan perdaga· ngan skala regional dan lokal. Ka = Perindustrian PKa= 5 Ti = 8 Kt = Perdagangan PKt= 5 PKt = 3 LKaKt = ( 5 + 5 ) x 8 = 80 LKaKt = ( 5 + 3 ) x 8 = 64 - Pemukiman dengan Pendidikan skala lokal (SMP/SMA) Ka = Pemukiman PKa = 5 Ti = 8 Kt = Pendidikan Pkt= 3 LKaKt = ( 5 + 3 ) x 8 = 64
41
- Pemukiman dengan Rekreasi skala regional Ka = Pemukiman PKa = 5 Ti = 2 Kt = Rekreasi Pkt = 5 LKaKt = ( 5 + 5 ) x 2 = 20 Dari 5 contoh di atas dapat diketahui bahwa hubungan lintas pelayanan /trayek antara : Pemukiman dengan perdagangan skala regional adalah lintas utama; pemukiman dengan perda· gangan lokal adalah lintas cabang. Pemukiman dengan perkantoran skala regional, adalah lintas utama. • Perindustrian skala regional dengan perdaga· ngan skala regional, adalah lintas utama; perindustrian dengan perdagangan skala lokal, adalah lintas cabang. • Pemukiman dengan pendidikan skala lokal, adalah lintas cabang Pemukiman dengan rekreasi skala regional SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
~
~
adalah lintas ranting
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Keslmpulan a. Penentuan lintas utama, cabang dan ranting merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyediaan jasa angkutan agar tercapai keseimbangan dan keterpaduan antara permintaan angkutan dengan penyediaan jasa angkutan sesuai tingkat pelayanan angkutan yang memadai, baik sarana maupun prasarana. b. Pada umumnya kota-kota di Indonesia tumbuh dan berkembang ke arah bermacam-macam bentuk dan luas daerah pelayanannya yaitu bentuk memusat, memanjang, sektoral atau radial, terpencar(dispersion/multiple nucli), mengumpul (cluster), dan satelit dengan pola pembagian penggunaan tanah, yang terbagi secara garis besar atas kawasaniWilayah pemukiman, perdagangan, industri, bangunan umum~asa, rekreasi dan pelayanan transportasi. Di satu pihak bentuk dan pola penggunaan tanah kota tersebut mempunyai pengaruh terhadap pola permintaan jasa angkutan, tetapi belum semua kota memiliki pola penggunaan tanah yang terarah dan terencana, sehingga pola pelayanan angkutan kota yang bersangkutan menjadi sulit di tata. c. Permintaan jasa angkutan pada setiap lintas dipengaruhi oleh potensi kegiatan yang terpusat pada simpul-simpul pelayanan yang dihubungkan. Sebagai simpul pelayanan pada jaringan angkutan dalam kota adalah kawasan dan sebagai potensi kegiatan kawasan pemukiman adalah jumlah dan kepadatan penduduk sedangkan untuk kawasan perdagangan, industri, bangunan umum, rekreasi dan fasilitas transportasi lebih ditentukan oleh luas, fungsi dan peranannya dalam melayani kebutuhan. d. Macam hubungan/perjalanan yang terjadi antara satu kawasan dengan kawasan yang lain sesuai dengan kepentingan dan dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, membentuk suatu jalinan hubungan timbal balik. Macam hubungan/perjalanan ini antara lain, bekerja/dinas, belanja, urusan administrasi, urusan pribadi/ keluarga, sekolah, rekreasi, berobat, BA.DAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
transit produksi/distribusi. Hubungan timbal balik yang terjadi dapat dinilai tingkat kepentingannya. e. Berdasarkan fungsi dan besarnya potensi kegiatan, setiap kawasan dapat dibedakan ke dalam kawasan dengan potensi pelayanan berskala regional, lokal dan lingkungan. f. Perjalanan yang terjadi antar kawasan dan maksud perjalanan yang dilakukan dapat disusun dalam matrik. Berdasarkan penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria kepentingan perjalanan yang dilakukan dan fungsi serta potensi kawasan yang saling berhubungan, dapat disusun suatu rumus yang menggambarkan lintasan hubungan antar kawasan tersebut. g. Dari matrik dan rumus didapat beberapa lintasan dengan skore yang berbeda. Dengan pemberian batasan bobot pada masing-masing skore, dapat ditetapkan lintas pelayanan, yaitu : lintas utama dengan batas skore 80 - 100, lintas cabang dengan batas skore 49 - 79 dan lintas ranting dengan batas skore 1 - 48.
2.Saran a. Lintas utama, cabang dan ranting, seharusnya tersusun menjadi suatu jaringan yang terpadu.Mengingat adanya bentuk kota yang tidak sama dan pola pembagian penggunaan tanah yang belum terarah, maka dengan hasil penentuan lintas se perti diuraikan di atas masih perlu didukung adanya sitem pengaturan pengoperasian angkutan dengan pengaturan trayek yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing kota agar ter capai keterpaduan antara lintas utama, cabang dan ranting. b. Untuk memberikan pelayanan yang baik, hasil penentuan lintas hendaknya dikaitkan dengan pembagian jaringan jalan sesuai Undang-Undang No.13 tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang Jalan, yaitu: lintasllrayek utama -jalan arteri lintasllrayek cabang -jalan arteri dan atau kolek-
tor lintasllrayek ranting -jalan kolektor dan atau lokal c. Kondisi sarana yang melayani tiap lintas pelayanan juga perlu disesuaikan dengan kondisi pelayanan yang ada, yaitu : lintasllrayek utama - bus besar lintasllrayek cabang - bus sedang/mini bus
m
lintasltrayek ranting - mikrolet/oplet, kajen IV d. Untuk memberikan pelayanan yang berkesinam· bungan, perlu ada simpul-simpul tempat pergantian lintasan atau trayek antara lintas utama dengan lintas cabang dan antara lintas cabang dengan lintas ranting. e. Suatu kawasan yang pola penggunaan tanahnya campuran, maka untuk menilai kegiatan kawasan tersebut, dilihat obyek yang dominan, luas dan potensinya dikawasan. f. Kemungkinan suatu kawasan atau obyek potensinya kecil dan lintas pelayanannya ranting, tetapi dapat dilayani lintasltrayek utama, karena terletakpada jalur pelayanan antara dua kawasan yang potensinya besar/regional. g. Mengingat bahwa suatu kota akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dengan segala kegiatannya, maka hubungan atau perjalanan yang terjadipun akan berkembang dan berubah pula. Dengan demikian perlu dilaku kan pengkajian dan penyesuaian lintas pelayanan yang telah ditetapkan. h. Untuk penentuan kebutuhan pelayanan ditentukan dengan melihat volume, potensi dan luas kawasan yang dihubungkan serta kondisi jaringan jalan yang ada. Besarnya kebutuhan pelayanan ini dapat dihitung dengan memperhatikan 1) . daerah perumahan · jumlah penduduk dan kepadatan 2) .daerah industri · jml tenaga kerja/volume produksi 3). pusat perdagangan · potensi dan luas pasar/CBD 4). pendidikan · jumlah murid dan mahasiswa 5) . perkantoranfjasa · potensi dan luas lantai
m
DAFT AR PUST AKA 1. Albers, G; A Town Planner's View of Urban Structure as an Object of Physical Planning, dalam Transport and Urban Environment, Proceeding of a Conference held by the International Economic Association at Lyngby, Denmark, Macmillan Press, 1974. 2. Daniels, P.W. and Warnes, A.M.; Movement in Cities, Spatial Perpectives on Urban Transport and Travel; Methuen & Co, London, 1980. 3. De Chiara, Yoseph and Koppelman, Lee; Urban Planning and Design Criteria, secong edition, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1975. 4. Morlok, E.K.;Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi terjemahan Johan K.Hainim, Jakarta, Erlangga, 1985. 5. Undang Undang No. 13 tahun 1980 tentang Jal an. 6. Undang-Undang No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 7. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang Jalan. 8. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. 9. Rencana Undang-Undang Tata Ruang Kota, Ha· sil Pembahasan Tim Perumus antar Depertemen; Cipayung, Desember 1984. HASAN S. BASRI, lahir d Semarang 9 Oktober 1!140, Sarjana Tek!lk jlrusan Plamk>gi ciperoleh dari ITS. Mengilu1gan · dan Stat Pengajar FTSP Uriversitas Trisakli.
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
I
t