Peneliti Nisaa Nur Alam Nurlita Triani Maria S. Herlan Iqbal Damaris Shelly Iskandar Ardhani Suryadarma Anton M. Djajaprawira Bachti Alisjahbana
Lapas Klas IIA Banceuy Bandung, Kementerian Hukum dan HAM RI Pusat Studi TB – HIV Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran Bandung Yayasan Rumah Cemara Bandung
ii
SUSUNAN LAPORAN
Halaman Daftar susunan laporan
ii
Daftar Tabel
iv
Daftar Gambar
iv
Daftar Istilah dan Singkatan
v
RINGKASAN
1
PENDAHULUAN
2
METODOLOGI
4
Metode penelitian
4
Etika Penelitian
5
HASIL PENELITIAN
6
TAHAP 1 : ASSESSMENT PERILAKU BERISIKO TERKAIT PENGGUNAAN NARKOBA SUNTIK DAN HUBUNGAN SEKS TIDAK AMAN DALAM LAPAS
6
A.
Wawancara mendalam pada WBP berisiko tinggi
6
1.
Proses pencarian responden
6
2.
Proses pengambilan data
6
3.
Temuan hasil wawancara pada WBP penasun dalam lapas
8
4.
Temuan hasil wawancara pada WBP pelaku seks berisiko dalam lapas
9
5.
Kesulitan dan kelemahan
10
B.
C.
Survey pada Warga binaan
10
1.
Proses pencarian responden
10
2.
Proses pengambilan data
10
3.
Karakteristik responden
11
4.
Temuan hasil survey pada WBP terkait penggunaan Narkoba dalam lapas
11
5.
Temuan hasil survey pada WBP terkait perilaku seks berisiko dalam lapas
12
6.
Kesulitan dan kelemahan
13
Wawancara kepada petugas lapas
13
1.
Proses pencarian responden
13
2.
Proses pengambilan data
13
3.
Temuan hasil wawancara pada petugas lapas
14
iii
4.
Kesulitan dan kelemahan
15
D.
Kesimpulan
15
E.
Rekomendasi
15
TAHAP 2 : DISEMINASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
16
A.
Diseminasi hasil penelitian assessment
16
B.
Rencana tindak lanjut (RTL)
16
C.
Kesimpulan
19
D.
Tantangan
19
TAHAP 3 : IMPLEMENTASI PROGRAM HARM REDUCTION
20
A.
Persiapan implementasi
20
1.
Workshop Persiapan implementasi program Layanan Adiksi
20
2.
Peer Educator (PE) sebagai penjangkau
21
3.
Sosialisasi pada seluruh petugas lapas
22
B.
Implementasi Layanan Adiksi
22
C.
Temuan implementasi penyediaan cairan bleaching dan kondom
23
D.
Kesimpulan dan rekomendasi
24
E.
Tantangan
24
KESIMPULAN PENELITIAN
25
Gambaran umum proses penelitian
25
Time line penelitian
26
Kesimpulan hasil kegiatan
26
Kesulitan dan kelemahan
27
LAMPIRAN
29
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik respoden WBP pengguna Narkoba suntik
7
Tabel 2. Jenis Narkoba yang dilaporkan pernah digunakan dalam Lapas
11
Tabel 3. Karakteristik petugas lapas yang dilakukan wawancara
14
Tabel 4. Time line penelitian
26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema pengguna Narkoba suntik dalam Lapas
12
Gambar 2. Skema perilaku seks berisiko dalam Lapas
13
Gambar 3. Framework rencana penanganan Adiksi di Lapas
18
v
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
1.
Bleaching
: Pencuci hamaan
2.
Ditjenpas
: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3.
Enumerator
: Petugas lapangan yg membantu tugas tim survei dalam kegiatan pencacahan atau pengumpulan data
4.
FGD
: Focus Group Discussion atau diskusi kelompok terarah
5.
Hard Core (pada pengguna opioda)
: Pengguna opioda yang telah bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan
6.
Harm Reduction
: Pengurangan dampak buruk
7.
HIV
: Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
8.
Informed consent
: Persetujuan yang diberikan oleh responden kepada enumerator/peneliti untuk menjadi responden penelitian setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
9.
Lapas
: Lembaga Pemasyarakatan, institusi dimana para penghuninya telah mendapatkan vonis oleh hakim
10. LASS
: Layanan Alat Suntik Steril
11. LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
12. Metadon
: Opioid sintetik berbentuk cair dikonsumsi dengan cara diminum
13. Narkoba
: Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif, Adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan; jika diminum , dihisap, ditelan, atau disuntikan dapat mennyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja otak, dan fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan dll).
14. Peer Educator/PE
: Pendidik sebaya bagi warga binaan
15. Penasun
: Pengguna Narkoba suntik
16. PTRM
: Program Terapi Rumatan Metadon
17. Putaw
: Istilah jalanan untuk Heroin, zat turunan opioid yang terkuat
18. Rutan
: Rumah Tahanan Negara, tempat penahanan tersangka tindakan pidana
19. Sakaw
: Gejala ketagihan Narkoba
20. Shabu
: Istilah jalanan untuk methamfetamin berbentuk kristal, dikonsumsi secara dihisap dan bisa juga disuntik
21. VCT
: Voluntary Counseling and Testing; Tes dan Konseling Sukarela untuk HIV
22. WBP
: Warga Binaan Pemasyarakatan
Laporan Penelitian Fisibilitas layanan alat suntik steril (LASS) dan distribusi kondom untuk narapidana Nisaa Nur Alam1, Nurlita Triani1, Maria S. Herlan1, Iqbal Djamaris1, Shelly Iskandar2, Ardhany Suryadarma3, Anton Mulyana Djajaprawira3, Bachti Alisjahbana2 1Lapas
Narkotika Banceuy Bandung Indonesia, 2Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran – RS. Hasan Sadikin Indonesia, Rumah Cemara Bandung Indonesia
3Yayasan
RINGKASAN Latar Belakang Prevalensi HIV dalam lingkungan penjara di seluruh dunia diperkirakan jauh lebih tinggi daripada di populasi umum. Di Lapas Banceuy, pada tahun 2009 diketahui prevalensi HIV mencapai 7.2% dan pada pengguna narkoba suntik sebesar 21% warga binaan. Banyak program terkait Harm Reduction telah dilaksanakan di Lapas/Rutan tetapi Layanan Alat Suntik Steril (LASS) dan distribusi kondom masih menjadi polemik karena program tersebut berbenturan dengan aturan yang ada. Penelitian tentang fisibilitas program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di Lapas perlu dilakukan untuk mengetahui tren perilaku berisiko yang dilakukan dalam lapas, serta mengetahui penerimaan warga binaan dan petugas terhadap program LASS dan distribusi kondom, hambatan dan kendalannya.
Metode Penelitian di lapas Banceuy ini merupakan Action Research dengan menggunakan mixed method sequential. Penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam pada 9 warga binaan yang memiliki risiko tinggi penularan HIV. Crossectional study dilakukan pada 307 warga binaan yang dipilih secara acak. Data dikumpulkan menggunakan anonymous self-administered questionnaires. Hasil dari penelitian kualitatif dan kuantitatif tersebut digunakan menjadi dasar wawancara mendalam dan kelompok diskusi terarah pada petugas dan pejabat lapas. Diseminasi hasil penelitian dilakukan kepada pimpinan dan pejabat di jajaran Lapas Banceuy dengan tujuan advokasi tindak lanjut. Program Harm Reduction yang diusulkan untuk diujicobakan adalah LASS dan distribusi kondom pada warga binaan.
Hasil Penelitian Terdapat perilaku berisiko penularan HIV di Lapas Banceuy. Penggunaan narkoba dengan cara disuntikan dilakukan oleh 2.6% warga binaan dan 1.6% menggunakan jarum suntik bekas. Perilaku seks tidak aman dalam lapas dilakukan oleh 1.9% warga binaan dan terdapat 1 orang warga binaan yang mengaku berhubungan seks dengan sesama warga binaan. Penggunaan narkoba di Lapas juga cukup tinggi yaitu 51% dan narkoba yang paling banyak digunakan adalah Shabu, Ganja, dan Heoin. Hampir semua petugas menolak adanya LASS, karena berbenturan dengan aturan. Sedangkan sebagian warga binaan penasun menolak dengan alasan takut terstimulasi dan memperparah adiksi mereka. Program distribusi kondom, tidak ada penolakan yang berarti.
Kesimpulan dan Rekomendasi Terdapat perilaku berisiko dan penularan HIV dapat terjadi di dalam lapas. Untuk itu pelaksanaan program Harm Reduction termasuk LASS dan distribusi kondom perlu dipertimbangkan dan mendapat dukungan regulasi dari kementerian Hukum dan HAM RI. Di samping itu, edukasi dan pelatihan kepada petugas lapas dan pemegang kebijakan mengenai pentingnya penanganan masalah adiksi di lapas perlu dilakukan.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Prevalensi HIV dalam lingkungan penjara di seluruh dunia diperkirakan jauh lebih tinggi daripada di populasi umum1. Hal ini disebabkan karena para pengguna obat-obatan banyak yang terlibat kasus hukum dan dipenjarakan. Di Indonesia, lebih dari seperempat warga binaan di lapas/rutan ditahan karena permasalahan yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba2. Lembaga pemasyarakatan (lapas) adalah tempat terkonsentrasinya populasi yang berisiko. Estimasi prevalensi HIV di Lapas/Rutan di Indonesia berkisar antara 1,1% pada WBP pria, dan 6% pada WBP wanita. Infeksi menular seksual yaitu sifilis mencapai 5,1% pada WBP pria dan 8.5% pada WBP wanita3. Di Lapas Banceuy, pada tahun 2009 diketahui prevalensi HIV mencapai 7.2% dan pengguna narkoba suntik sebesar 21% WBP4. Selain itu WBP Lapas Banceuy juga terindikasi mempunyai riwayat perilaku seks berisiko dari riwayat penggunaan napza suntik sebelumnya (18%), Seks tidak aman tanpa kondom (42%), dan ditato oleh yang bukan professional (61%)5. Beban ini merupakan tantangan berat bagi lapas/rutan yang mempunyai keterbatasan sumber daya. Sementara secara umum, penjara sudah mengalami beban ganda seperti kelebihan kapasitas, sanitasi yang buruk, dan layanan kesehatan yang kurang berkualitas. Apabila hal ini dibiarkan tampa intervensi, dengan adanya perilaku berisiko diantara mereka akan meningkatkan risiko terjadinya penularan HIV selama periode penjara6. Banyak program yang telah berhasil dilaksanakan di Lapas/Rutan terkait Harm Reduction, tetapi Layanan alat suntik steril (LASS) dan distribusi kondom masih menjadi polemik. Di penjara dilarang ada peredaran narkoba, dengan demikian maka tidak perlu ada penggunaan alat suntik untuk injeksi narkotika, sehingga LASS bagi narapidana dianggap tidak perlu. Tetapi pada kenyataannya, banyak ditemukan narapidana yang menggunakan narkoba dalam penjara dan menggunakan alat suntik secara bergantian terutama di lapas/rutan yang mempunyai jumlah penghuniyang besar7. Hal ini menunjukkan bahwa ada peredaran narkoba dalam penjara. Penggunaan narkotika secara bersama-sama tanpa alat suntik steril dapat mempercepat penyebaran HIV. Hal itulah yang menyebabkan perlu adanya LASS bagi narapidana. Dengan pertimbangan tersebut, serta berdasarakan hasil penelitian Ditjenpas & HCPI (2010) disarankan adanya uji coba program LASS pada lapas/rutan yang mempunyai kebutuhan dengan menyediakan tata kebijakan sebagai payung dalam penyelenggaraan LASS dalam lingkungan penjara Seks merupakan kebutuhan dasar manusia, seperti halnya kebutuhan akan makan, air, dan menghindari sakit8, kondisi ini akan memotivasi manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun di dalam penjara, pemenuhan kebutuhan seksual merupakan kebutuhan yang terhambat pemenuhannya. Karena lingkungan yang terbatas dan mereka berada dalam satu lingkungan seks yang sama dalam jangka waktu tertentu, sangat memungkinkan terjadinya pemenuhan melalui hubungan seks sejenis9. Hal ini juga akan diperparah dengan siatuasi over kapasitas yang biasa terjadi di lapas/rutan di Indonesia. Hubungan seksual di dalam penjara di seluruh dunia merupakan hal yang biasa terjadi. Padahal hampir di seluruh dunia melarang adanya kegiatan seksual dalam penjara. Hal tersebut berefek pada keberadaan kondom yang tidak populer di dalam penjara 10. 2
Kondom adalah suatu alat kontrasepsi sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mencegah penularan HIV dan penyakit menular lainnya melalui hubungan seksual. Mempromosikan kondom untuk narapidana dapat mencegah terjadinya penularan penyakit, tetapi dapat pula dianggap melegalkan seks bebas, sehingga membutuhkan strategi yang tepat dalam mempromosikan kondom di dalam penjara. Dari hasil penelitian yang dilakukan Ditjenpas-Kemenkumhan dan HCPI pada Tahun 2010, Ujicoba LASS direkomendasikan untuk lapas yang terindikasi ada penggunaan narkoba suntik, bertujuan menegakkan prosedur layanan dan mempelajari dampak-dampaknya. Rekomendasi ujicoba LASS ini dengan mempertimbangkan penolakan dan/atau keraguan terhadap efektifitas LASS dalam menekan penularan HIV. Distribusi kondom malah sudah diterapkan di Lapas Klas IIA Denpasar. Lapas Banceuy adalah lapas yang difungsikan sebagai lapas narkotika yang hampir seluruh penghuninya adalah dengan kasus narkotika, baik pengguna, pengedar, maupun Bandar/produsen. Lapas Banceuy mempunyai masalah over kapasitas, kapasitas hanya untuk 700 orang tetapi dihuni oleh ±1400 warga binaan (WBP). Dengan karakteristik tersebut maka Lapas Banceuy dipandang perlu dilakukan asesmen mengenai perilaku berisiko di dalam lapas dengan tujuan melihat fisibilitas program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di Lapas.
Tujuan 1. Mengetahui gambaran situasi umum pemakaian narkotika suntik dan hubungan seksual di dalam lapas 2. Mengetahui seberapa banyak warga binaan yang memerlukan dan tertarik dalam program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di Lapas. 3. Mengetahui penerimaan petugas lapas terhadap program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di Lapas. 4. Mengetahui hambatan dan tantangan dalam implementasi pelaksanaan Mengetahui seberapa besar penerimaan program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di Lapas.
3
METODOLOGI Metode Penelitian Penelitian ini berjalan selama kurang-lebih satu tahun yang dibagi dalam tiga tahap, yaitu Tahap Asesmen pada perilaku berisiko dalam lapas, Tahap pengembangan rencana tindak lanjut (RTL) dan Tahap terakhir adalah Implementasi. Tahap 1. Asesmen perilaku berisiko terkait penggunaan Narkoba suntik dan hubungan seks tidak aman dalam lapas Penelitian pada tahap pertama ini adalah Mixed method, Cross-sectional study dan study explorative. Tujuan dilakukan asesmen adalah untuk mengetahui gambaran situasi umum pemakaian narkotika suntik dan hubungan seksual di dalam lapas serta mengetahui penerimaan petugas dan warga binaan terhadap program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di dalam lapas. Pengambilan data dilakukan kurang lebih selama tiga bulan Mei – Juli 2014, yang dilakukan dalam 3 bagian, yaitu ; a. Wawancara mendalam pada warga binaan yang berisiko tinggi. Pengambilan data awal dilakukan pada Sembilan warga binaan yang mempunyai risiko tinggi dengan cara wawancara mendalam. Tujuh orang yang pernah menyuntik narkoba dan dua orang yang pernah melakukan hubungan seks dalam lapas. Metode Snowball sampling dilakukan dengan menanyakan kepada responden pertama kemungkinan adanya warga binaan yang dapat menjadi informan lainnya. Wawancara mendalam pada WBP berisiko tinggi dilakukan oleh enumerator yang direkrut dari LSM yang bergerak dalam Harm Reduction. Untuk mencari responden yang bersedia diwawancara, enumerator melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap subyek yang menjadi kandidat responden. b. Survey pada warga binaan Hasil data kualitatif pada WBP berisiko tinggi menjadi dasar dilakukan pengambilan data dengan cara survey pada WBP yang terpilih menjadi responden penelitian dengan metode Simple Random sampling. WBP yang menolak mengisi kuesioner dan yang buta huruf merupakan kriteria eksklusi penelitian ini. Pengambilan data survey dilakukan pada minggu ke-3 dan ke-4 Bulan Juni. Terdapat 307 orang WBP yang berhasil mengisi kuesioner dengan anonimus self-administered questioner. c. Wawancara mendalam pada petugas Hasil data kualitatif dan survey dari responden WBP, menjadi bahan dasar wawancara mendalam kepada Tujuh orang pembuat kebijakan (Kalapas dan/atau pejabat struktural) dan diskusi kelompok terarah kepada 12 orang staf pembinaan dan staf keamanan Lapas Banceuy. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai sikap dan opini petugas terkait isu penelitian.
4
Tahap 2. Diseminasi dan rencana tindak lanjut (RTL) Pada tahap ini dilakukan diseminasi hasil penelitian tahap satu dan merencanakan implementasi program Harm Reduction, khususnya program LASS dan distribusi kondom bagi warga binaan di Lapas. Proses tahap 2 ini direncanakan untuk dua bulan, tetapi pada kenyataannya berjalan selama kurang lebih tiga bulan, yaitu September sampai dengan Nopember 2015. Tujuan dilaksanakannya tahap ini adalah; -
Memberikan informasi gambaran situasi umum pemakaian narkotika suntik dan hubungan seksual di dalam lapas berdasarkan hasil asesmen.
-
Untuk mendapatkan dukungan program Harm Reduction yang perlu dilakukan di lapas
Tahap 3. Implementasi program Harm Reduction Implementasi dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan internal Lapas Banceuy pada Tahap 2. Tujuan dari tahap implementasi ini adalah adanya penanganan masalah adiksi di Lapas Banceuy. Uji coba implementasi program dilakukan selama tiga bulan untuk dievaluasi.
Etika penelitian Semua subyek penelitian mendapatkan informasi secara jelas, relevan dan cukup untuk memberikan pilihan dan memutuskan untuk menjadi responden penelitian. Informed consent dilakukan pada semua subjek penelitian dan hanya responden yang sudah diberi informasi dan menyetujui yang akan diwawancarai Untuk menjamin etika dan kepentingan publikasi protokol dan dokumen-dokumen penyerta lain dari penelitian ini akan diajukan ke Komite Etik, Fakultas Kedokteran UNPAD/Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Pengambilan data survey dilakukan secara anonymous dengan tidak mencantumkan identitas pada lembar kuesioner, dan pada pengambilan data kualitatif, identitas informan disamarkan dan/atau menggunakan nama yang bukan sebenarnya.
5
HASIL PENELITIAN TAHAP 1 : ASESMEN PERILAKU BERISIKO TERKAIT PENGGUNAAN NARKOBA SUNTIK DAN HUBUNGAN SEKS TIDAK AMAN DALAM LAPAS A. Wawancara mendalam pada WBP berisiko tinggi 1. Proses pencarian responden Subyek penelitian pengguna narkoba suntik diperoleh dari daftar pengunjung klinik lapas yang sudah datang untuk konseling dan tes HIV sukarela, dan mengakui menggunakan narkoba suntik dalam lapas. Peneliti dan pihak klinik mempertemukan mereka kepada pewawancara. Subyek penelitian untuk wawancara tentang pelaku seks tidak aman tidak mudah untuk bisa ditemukan, karena Informasi mengenai adanya responden yang sesuai hanya diperoleh dari berita informal (gossip). Berdasarkan laporan yang noninformal, didapatkan seorang WBP yang berperilaku berbeda (kemayu), dan dicurigai kerap melakukan hubungan seks dengan sesama WBP (gay). Pewawancara kemudian melakukan pendekatan kepada WBP tersebut agar bersedia menjadi responden penelitian. Informed consent dilakukan sebelum responden diwawancara. Pewawancara memberikan informasi secara jelas, relevan dan cukup kepada subyek penelitian untuk memberikan pilihan dan memutuskan menjadi responden penelitian.. Responden berikutnya untuk wawancara mendalam kemudian diperoleh dari responden pertama (snow ball sampling). Responden penelitian yang telah diwawancara diminta untuk mengajak temannya yang mempunyai perilaku berisiko yang sama untuk menjadi responden penelitian. Beberapa responden tersebut memberikan informasi tambahan terkait responden yang lain. Ada beberapa calon responden yang menolak menjadi responden, karena ini adalah isu yang sangat sensitif bagi mereka untuk di bicarakan secara terbuka. Perolehan responden berikutnya didapat dari pengguna narkoba suntik dalam lapas sebanyak tujuh orang.Responden sebagai pelaku seks berisiko dalam lapas sebanyak dua orang. Proses pencarian responden dan wawancara mendalam yang dilakukan pada warga binaan berisiko tinggi memakan waktu selama kurang lebih 50 hari. Hal ini terjadi karena kesulitan mendapatkan responden yang bersedia diwawancara, terutama pada perilaku seks tidak aman dalam lapas.
2. Proses pengambilan data Terdapat Sembilan orang reponden yang berhasil diwawancara terkait perilaku bersiko yang dilakukannya dalam lapas. Adapun karakteristik responden tersebut terjabar pada Tabel 1 berikut.
6
Tabel 1. Karakteristik respoden WBP pengguna Narkoba suntik Responden
Umur
Kategori
Masuk Banceuy
Lama di Banceuy
1. MR
27 Thn
Penasun
2010
43 Bln
2. DB
24 Thn
Penasun
2012
24 Bln
3. TM
39 Thn
Penasun
2010
41 Bln
4. RD*
35 Thn
Penasun
2008
5. AC
34 Thn
Penasun
2012
20 Bln
6. AL 7. RC
31 Thn 31 Thn
Penasun Penasun
2012 2013
17 Bln
8. DM
33 Thn
Penasun
2012
20 Bln
9. IY
30 Thn
2011
36 Bln
10. IB
25 Thn
2011
36 Bln
Seks tidak aman Seks tidak aman
Kasus Ganja (Pengedar) Ganja (Bandar) Putaw (pengguna) Putaw (pengguna) Shabu-Shabu Ganja& Shabu (Bandar) Ganja (Pengguna) Ganja (Pengguna)
Wawancara mendalam dilakukan oleh enumerator dari LSM penggiat program Harm Reduction, yang sudah biasa berhadapan dengan orang berisiko tinggi. Informasi awal mengenai subyek penelitian didapat dari tim klinik yang telah mempunyai beberapa nama warga binaan yang mengaku menggunakan narkoba suntik dalam lapas dan dicurigai melakukan hubungan seks tidak aman dalam lapas. Enumerator sebelum melakukan wawancara melakukan pendekatan dahulu dengan calon subyek penelitian dengan tujuan sosialisasi penelitian yang akan dilakukan dengan harapan mendapatkan dukungan sepenuhnya dari subyek penelitian untuk bersedia menjadi responden. Wawancara memakan waktu berkisar setengah sampai dengan 2 jam, tergantung kesediaan responden untuk menceritakan apa yang ditanyakan enumerator. Tidak sedikit responden yang tidak mengakui atau menceritakan semua pertanyaan yang dilontarkan, diketahui dari pengakuan enumerator adanya kesenjangan informasi saat sebelum wawancara dengan saat wawancara menggunakan recorder. Informasi tentang perilaku seks berisiko hanya tergali dari sepasang kekasih „gay‟. Kekasih pasangan „gay‟ pada awalnya tidak mau diwawancara, atas dorongan pasangannya, akhirnya kekasihnya bersedia diwawancara dengan ditemani oleh pasangannya. Karena diwawancara berdua, sehingga informasi sensitif lain tidak bisa tergali, karena mereka mempertimbangakan perasaan kekasihnya satu sama lain (eg. Ada berapa orang yang menjadi pasangan seks Anda dilapas? Apakah berhubungan seks berawal dari materi atau cinta?, dll)
7
3. Temuan hasil wawancara pada WBP penasun dalam lapas Dari hasil wawancara diketahui bahwa hampir semua jenis narkoba beredar di lapas, terutama jenis Shabu. Narkoba masuk melalui besukan, dilempar dari luar penjara, dan melalui petugas. Narkoba bisa masuk dalam lapas karena ada permintaan dari pengguna. Pengadaan narkoba khususnya Heroin, biasanya tergantung dari permintaan dari dalam. “Barang masuk lewat kunjungan, bisa di tempel di badan, kebanyakan cewek, cewek bisa nyimpen dimana saja…. kebanyakan sih masuk, dari pada yang gagalnya…” [Mr_idu_086] “Uang duluan yang masuk, jadi pas datang barang, yang punya uang itu langsung nyamperin… sehari saja bahan udah ga ada di dia [Bandar]. Jadi mereka [Bandar] gak mau ambil risiko….” [Yg_idu_48] Walau cukup banyak yang menggunakan Heroin, tetapi hanya sebagian kecil saja yang menggunakan alat suntik sebagai cara mengkonsumsinya. Pemakaian Heroin mereka tergantung dari kebutuhan dan ketersediaan bahan yang mereka punya. Kebanyakan mereka bisa mengkonsumsi Heroin setiap hari sampai Heroinnya habis, dan dosisnyapun semakin meningkat. Hampir semua penasun yang diwawancara mengatakan pernah menggunakan alat suntik bekas pakai atau tidak steril dan juga pernah berbagi alat suntik dengan sesama pengguna Heroin, bahkan pernah berbagi alat suntik dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). “Pernah [pakai Putau] disuntik satu kali, sharing enam orang. Ya…. satu orang punya masing-masing [bahan paket] seratus, entar dikelilingin aja [satu] suntikannya…” [Ac_idu_025] “Saya HIV positif, tapi mereka juga memang mau [sharing jarum].. karena memang sudah basic-nya junky...” [Rd_idu_035] Alat suntik sangat sulit ditemui dalam lapas. Selain diselundupkan melalui kunjungan, jarum suntik juga diperjualbelikan. Karena demikian sulitnya menemukan jarum suntik, alat sutik bekas pakaipun mereka simpan untuk pemakaian berikutnya. Tidak jarang alat suntik mereka pinjamkan dan berpindah-pindah tangan. Ada juga yang menjadikan alat suntik sebagai modal memperoleh bahan Heroin untuk mereka gunakan. Berbagi alat suntik tampa pembersihan terlebih dahulu kerap dilakukan apabila mereka sudah tidak bisa tahan akan gejala putus zat yang mereka rasakan. Bahan bleaching untuk pembersihan alat suntikpun sangat sulit ditemukan dalam lapas. Sehingga, apabila mereka tidak menemukannya, pembersihan alat suntik hanya menggunakan air bersih biasa. “Saya sendiri, apa lagi pas lagi nagih-nagihnya kita tidak peduli jarum suntik bekas siapa. Tahu risikonya sangat besar buat kita, untuk penularan HIV tersebut, tapi ahh…. waktunya lagi pengen, langsung saja!” [DB_idu_010] Walau adanya penggunaan narkoba suntik diantara warga binaan, tetapi kebanyakan WBP penasun yang diwawancara menganggap LASS tidak perlu diadakan di lapas. Karena jumlah penasun cukup banyak, sedangkan yang masih menggunakan narkoba suntik saat dalam lapas hanya sedikit, apabila LASS diadakan di dalam lapas akan 8
memberi efek sangat besar bagi penasun yang sudah/ingin berhenti menggunakan narkoba suntik.Tetapi WBP penasun yang „hard core‟ yang menyatakan bahwa “Ada atau tidak ada LASS, penasun aktif akan selalu menggunakan dan mencari bahan dan jarumnya tampa melihat risiko yang dihadapi”. Kebanyakan responden menyatakan sebaiknya ada upaya lain selain LASS sebagai alternatif penanganan adiksi di lapas. Upaya pengawasan masuknya narkoba ke dalam lapas juga harus ditingkatkan (Supply Reduction). Emang kalau dari dampak baiknya mengurangi penularan HIV, cuman dampak jeleknya justru makin banyak akses untuk mereka memakai [putau]… jadinya jadi banyak jungky lagi.. Makin mewabah” [Yg_idu_078]
4. Temuan hasil wawancara pada WBP pelaku seks berisiko dalam lapas Dua warga binaan yang berhasil diwawancara terkait perilaku seks berisikonya, merupakan pasangan kekasih „gay‟. Mereka menceritakan pengalamannya selama di Lapas Banceuy, sebelum dan setelah mereka menjadi pasangan kekasih. Hubungan seks di lapas dipicu oleh adanya WBPyang dicurigai sebagai penyuka sesama (gay). Pengajak yang juga warga binaan melakukan pendekatan dengan maksud mengajak WBP tersebut untuk melakukan hubungan seks. Mengkonsumsi Narkoba juga mempengaruhi pelaku untuk melakukan hubungan seks berisiko. Hubungan seks terjadi bila WBP tersebut memberikan respon positif. Respon yang diberikan bukan berdasarkan materi semata, tetapi lebih karena adanya ketertarikan WBP gay tersebut kepada WBP yang mengajak. “Pada awalnya dia tuh iseng; „mau gak seks ama gua?‟. Ada satu orang, berani banget., bilangnya begini; „Ih gue mau dong cucos sama elo…” (YY_seks_001) “Awal-awalnya sih bercanda; „Mau ga ngelayanin saya?‟…. kata dia; „Oke-oke aja sih, wani piro ?‟ katanya. Awalnya becanda.. Mungkin karena lagi tidak kontrol karena pengaruh kimia lah, lagi pake narkoba, ngajakin, dia ngejawabnya seperti itu, terus kontek-kontek, terus akhirnya dia mau, yaa ngelakuin…” (BG_seks_002) Mereka mengetahui risiko dari perilaku berisiko mereka terhadap penularan HIV. Karena sulit mencari kondom, saat melakukan hubungan seks, mereka tidak pernah menggunakan kondom. Untuk pelicin, mereka biasa menggunakan “lotion” dan/atau “air ludah” . Mereka sangat mendukung adanya distribusi kondom di lapas. Karena mereka meyakini ada WBP lain yang gay atau melakukan hubungan seks dengan sesama jenis dalam lapas. Selain karena aturan yang melarang hubungan seks dalam lapas, hambatan terbesar dalam distribusi kondom bagi WBP adalah dari pelaku seks sendiri yang merasa malu akan perilaku berisiko yang dilakukannya. “Kalau kondom engga pernah [pake]. Pelicin Pake lotion atau ludah” (BG_seks_002) “Sebetulnya perlu ada juga [program kondom]….. Engga munafik yah, orang-orang seperti saya [gay] itu banyak yang masuk penjara juga kan….” (YY_seks_001)
9
“Kalau misalkan diadakan kondom disini (klinik lapas), paling hambatannya pada warga binaan, mereka ga akan jujur untuk meminta kondom. Yang paling sulitnya itu membuka aib kita sendiri itu.. pada intinya itu” (BG_seks_002)
5. Kesulitan dan kelemahan
Tidak sedikit responden perilaku berisiko merasa tidak aman saat wawancara dilakukan dengan alat perekam elektronik, sehingga informasi penting tidak banyak tergali
Responden pelaku seks berisiko hanya dua orang, sehingga data yang didapat tidak kaya akan informasi.
Pada saat wawancara, responden pelaku seks berisiko minta ditemani oleh kekasihnya. Sehingga informasi yang didapat terbatas pada hubungan seks dengan pasangannya saja
B. Survey pada Warga binaan 1. Proses pencarian responden Dalam menentukan responden penelitian dilakukan simple random sampling pada daftar WBP di Lapas Banceuy secara keseluruhan. Semua WBP mempunyai probabilitas yang sama untuk menjadi responden penelitian. Jumlah subyek penelitian ditentukan sebanyak 25% dari jumlah total WBP di Lapas Banceuy yang berkisar 1200 orang. Pemilihan subyek penelitian dilakukan pada 300 WBP ditambah 10%, yaitu 330 subyek penelitian. Dari 330 WBP yang terpilih, sekitar 307 WBP yang menjadi responden penelitian (93%). Dari 307 yang mengisi dan mengembalikan kuesioner, pada pertanyaan mengenai penggunaan narkoba dalam lapas di jawab oleh 263 responden (85.7 %) dan pertanyaan mengenai perilaku seks tidak aman dalam lapas dijawab oleh 259 responden (84.4%). 2. Proses pengambilan data Pengambilan data survey dilakukan pada minggu ke-3 dan ke-4 Bulan Juni 2014 dengan anonimus self-administered questioner. Dalam proses ini responden mengisi sendiri kuesioner yang dibagikan dengan tidak mencantumkan identitas sebagai salah satu upaya mempetahankan confidentiality. Responden menyimpan sendiri kuesioner yang telah diisi dalam kotak yang sudah disiapkan. Pengambilan data survey dilakukan secara bertahap, sebanyak 100 orang perhari selama 3 hari. Responden yang tidak datang di hari pengambilan data di mintakan datang di hari ke 4. WBP yang terpilih menjadi subyek penelitian dipanggil ke Aula Lapas Banceuy untuk diberikan informasi untuk memberikan pilihan dan memutuskan menjadi responden penelitian. WBP yang buta huruf dan menolak menjadi responden menjadi kriteria eksklusi penelitian ini. Informed consent dilakukan sebelum responden mengisi kuesioner. Total jumlah responden yang diundang 330, yang mengisi dan mengembalikan kuesioner total sebanyak 307 orang (93%).
10
3. Karakteristik responden Karkateristik 307 orang responden WBP yang berhasil mengisi kuesioner kebanyakan mereka berusia dewasa muda antara 26 – 35 tahun (43.3%), 64% sudah atau pernah menikah, dan kebanyakan berpendidikan SMP keatas. Sebagian besar (91%) kasus hukum WBP terkait narkoba, 47% diantaranya sebagai pengguna, 19.4% sebagai pengguna dan pengedar, 28.7% sebagai pengedar, dan 2.9% sebagai Bandar. Sembilan puluh lima persen responden melaporkan pernah menggunakan narkoba. Ganja, shabu dan alkohol adalah yang dilaporkan paling banyak digunakan. Sedangkan Heroin digunakan oleh 14.3% responden. Riwayat penasun diketahui sebanyak 9.3%. Untuk riwayat perilaku seks, diketahui bahwa 85.7% responden pernah berhubungan seks dan 65.7% diantaranya berperilaku berisiko. Lebih dari setengah dari responden (56.4%) mempunyai tato dan sebanyak 36.2% mempunyai aksesoris kelamin (tasbeh).
4. Temuan hasil survey pada WBP terkait penggunaan Narkoba dalam lapas Dari 307 responden, hanya 171 responden (55.7%) yang menjawab pertanyaan terkait ketersediaan Narkoba dalam lapas. Hampir semua jenis narkoba tersedia dalam lapas. Shabu adalah zat narkoba yang menjadi peringkat pertama yang paling sering ditemui WBP (28%) selanjutnya ganja (22.8%), Alkohol (10.5%), kemudian Heroin (9.4%). Dari 263 responden, terdapat 135 responden (51.2%) yang mengaku pernah menggunakan narkoba dan 2.6% menggunakan narkoba suntik dalam lapas. Dari 135 responden yang mengakui menggunakan Narkoba dalam lapas, hanya 93 orang (60.8%) yang bersedia menjawab jenis narkoba yang dikonsumsinya. Ganja adalah jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi ( 73 %), Shabu ada di urutan kedua (70%), Alkohol dikonsumsi oleh 48.9% responden dan pengguna Heroin mencapai 34.4%, tetapi pengguna Heroin dengan cara disuntikkan hanya 5.4% (Tabel 2). Tabel 2. Jenis Narkoba yang dilaporkan pernah digunakan dalam Lapas N=93* (%)
Menggunakan, pernah dengan disuntikkan
Heroin
5.4
Diazepam
1.1
Ekstasi Shabu
Menggunakan, dengan cara dihisap (drag)
Tidak menggunakan
34.4
65.6
4.3
5.4
94.6
-
8.6
8.6
91.4
3.2
66.7
69.9
30.1
-
3.2
3.2
96.8
1.1
2.2
3.3
96.8
Methadone
-
8.6
8.6
91.4
Ketamin
-
2.2
2.2
97.8
Kodein
-
3.2
3.2
96.8
Benzo
-
32.3
32.3
67.7
Ganja
1.1
73.1
26.9
48.9
51.1
Subutex Suboxone
Alkohol
-
29
Total pengguna
72 48.9
*Jawaban responden boleh lebih dari satu
11
N=307
Pake narkoba Di Lapas n=135 (51.3) Pernah suntik narkoba di lapas n=8
Tidak Pernah suntik narkoba n=118
Pakai AS bekas? n=6
Pakai narkoba suntik bulan ini? n=6
Setiap hari n=2
AS selalu dibersihkan dahulu n=3 Pernah sharing AS dengan 2 – 5 orang n=4
Pernah pakai AS bekas n=5
Tidak menjawab n=2
Tidak menjawab n=9
Tidak menjawab n=2
Tidak pakai AS bekas n=1
TIDAK pake narkoba n=128 (48.7)
Tidak Pernah sharing AS n=1
Jenis cairan yang digunakan untuk pembersihan*; • Air bersih n=4 • Air panas n=1 • Bleaching n=4
AS kadang-kadang dibersihkan n=1
AS selalu dibersihkan dahulu
• 2-3x sehari • 1x sehari
1mg sekali n=1
Tidak nyuntik bulan ini n=3
Air bersih
Keterangan : * AS : : :
Jawaban boleh lebih dari satu Alat Suntik Perilaku berisiko Missing data
Gambar 1. Skema pengguna Narkoba suntik dalam Lapas Dari hasil eksplorasi terkait penggunan narkoba suntik dalam lapas. Dari delapan orang (2.6%) yang mengaku menggunakan narkoba suntik dalam lapas, ada lima orang yang mengaku pernah memakai jarum bekas. Dan empat diantaranya pernah sharing alat suntik dengan 2 – 5 orang dalam suatu waktu (Gambar 1).
5. Temuan hasil survey pada WBP terkait perilaku seks berisiko dalam lapas Definisi hubungan seks dalam penelitian ini adalah dua orang atau lebih yang melakukan aktifitas seksual, tidak terbatas pada hubungan seks dengan penetrasi. Dari 307 responden, hanya 11.1% yang pernah berhubungan seks dalam lapas selama masa hukuman berjalan. Kebanyakan mereka melakukannya dengan pasangan tetapnya (73.5%) yang dilakukan di Ruang Kunjungan, selebihnya mereka melakukannya dengan bukan pasangan tetap(17.6%). Hanya 2 orang (5.9%) yang melakukannya dengan wanita pekerja seks (WPS), dan tercatat ada 1 orang (2.9%) yang mengaku pernah berhubungan seks dengan sesama WBP yang dilakukan di kamar mandi/ blok hunian. Responden yang mengaku pernah berhubungan seks dalam lapas, 12 orang diantaranya mengaku berhubungan seks dalam sebulan terakhir dan mereka tidak menggunakan kondom (Gambar 2).
12
N=307 (%)
Tidak pernah hub. seks n=31 (10.1)
Pernah hub. seks n=263 (85.7)
Tidak menjawab n=13 (4.2)
Tidak pernah hub. seks dalam lapas n=217
Pernah hub. seks dalam Lapas n=34
Tidak menjawab n=12
Tidak Hub. Seks sebulan terakhir n=18
Pasangan seks di Lapas : Pasangan Tetap n=25 Sesama WBP n=1 Wanita Pekerja Seks n=2 Lain-lain n=3 Tidak menjawab n=3
Hub. Seks sebulan terakhir n=12
Tidak menjawab n=4
Tidak pakai kondom n=10
Tidak menjawab n=2
Gambar 2. Skema perilaku seks berisiko dalam Lapas
6. Kesulitan dan kelemahan
Pengisian kuesioner tidak didampingi secara intensif oleh enumerator, sehingga adanya kemungkinan responden tidak teliti saat mengisi kuesioner.
Anonimous mempersulit peneliti untuk mengembalikan kembali kuesioner yang tidak lengkap terisi untuk dilengkapi responden. Hal ini menyebabkan banyaknya yang tidak ada (missing) data saat analisa.
C. Wawancara kepada petugas lapas 1. Proses pencarian responden Pengumpulan informasi dari petugas lapas dilakukan pada 19 orang petugas. Wawancara mendalam dilakukan pada pejabat struktural selaku penentu kebijakan, dan Diskusi Kelompok terarah atau focus group discussion (FGD) dilakukan pada dua kelompok yaitu kelompok staf pembinaan dan staf keamanan dan ketertiban. Pengambilan sampel pada petugas dilakukan dengan Purposive sampling, dengan mempertimbangkan hanya divisi tertentu saja yang terkait dengan perilaku berisiko pada WBP, yaitu Seksi Pembinaan dan Anak Didik (Binadik), Seksi Kesatuan Pengamanan Lapas (KPLP) dan Seksi Keamanan dan Tata Tertib (KamTib).
2. Proses pengambilan data Petugas lapas yang berhasil diwawancara ada 19 orang, Tujuh orang pejabat struktural yang dilakukan wawancara mendalam dan 12 orang staf pembinaan dan staf keamanan/ ketertiban yang diwawancara melalui FGD. Isu yang ditanyakan kepada responden berdasarkan hasil asesmen pada Tahap satu, untuk mendapatkan informasi mengenai sikap dan opini petugas terkait isu penelitian tersebut. Terdapat dua kelompok FGD yaitu petugas bagian pembinaan dan petugas bagian keamanan dan tata tertib. Dan wawancara mendalam kepada tujuh pejabat dilakukan 13
setelah FGD selesai. Wawancara dilakukan oleh enumerator dari peneliti Universitas Padjadjaran (UNPAD). Informed consent dilakukan sebelum responden diwawancara. Tabel 3. Karakteristik petugas lapas yang dilakukan wawancara
S2
Jenis wawancara Indepth
52 46 45
S1 S1 S1
Indepth Indepth Indepth
Laki – laki
36
S2
Indepth
Laki – laki
47
S1
Indepth
Laki – laki
47
S1
Indepth
Staf bimpas 1 Staf Bimpas 2
Perempuan Perempuan
44 47
SMA S1
FGD FGD
10. Staf Bimpas 3 11. Staf Bimpas 4 12. Staf Registasi
Laki – laki Laki – laki Laki – laki
34 53 41
S1 S1 S1
FGD FGD FGD
13. Staf KPLP 2 14. Staf KPLP 3
Laki – laki Perempuan
41 54
S1 SMEA
FGD FGD
15. Staf KPLP 4 16. Karupam 17. Staf Adm.Kamtib
Laki – laki Laki – laki Laki – laki
54 44 43
SMA S1 S1
FGD FGD FGD
18. Staf Adm.Kamtib
Perempuan
50
SMA
FGD
No
Jabatan
Jenis Kelamin
1.
Kalapas
Laki – laki
2. 3. 4.
Ka. KPLP Kasi Adm Kantib Kasi Binadik
Laki – laki Laki – laki Laki – laki
5.
7.
Kasubsi Bimpas Kasubsi Pelaporan dan Tartib Kasubsi Keamanan
8. 9.
6.
Umur
Pendidikan
3. Temuan hasil wawancara pada petugas lapas Dari hasil wawancara diketahui bahwa kebanyakan petugas lapas menyatakan bahwa pasti ada WBP yang menggunakan narkoba dalam lapas, termasuk narkoba yang disuntikkan. Mereka juga menyakini bahwa ada pula yang berhubungan seks dengan sesama WBP. Tanggapan terhadap program LASS, hampir semua petugas menyatakan tidak setuju karena tidak ada payung hukum dalam lingkungan pemasyarakatan, yang bisa menjadi dasar dilakukannya program tersebut. Dari petugas pembinaan, ada yang menyakan mennyetujui program LASS di lapas sebagai upaya terakhir, apabila tidak ada langkah lain yang bisa ditempuh. Kebanyakan petugas bisa menerima adanya distribusi kondom, walaupun ada keraguan tentang teknis pelaksanaannya, pertimbangan norma sosial dan agama, dan belum adanya aturau atau payung hukum yang menjadi dasar pelaksanaan program. Ada juga beberapa petugas dengan tegas menolak program distribusi kondom karena melanggar aturan dan menganggap melegalkan hubungan seks dengan sesama jenis [gay] .
14
4. Kesulitan dan kelemahan
Pada saat wawancara, responden petugas merasa tidak nyaman saat wawancara direkam, sehingga banyak pernyataan yang terkesan „normatif‟ dan diulang-lang saat menjawab pertanyaan yang sensitif.
Pada saat diskusi kelompok terfokus, tidak sedikit responden petugas yang pasif, sehingga hanya beberapa orang responden yang memberikan kontribusi pendapat dan opini yang diharapkan.
D. Kesimpulan
Sebanyak 51.3% WBP pernah menggunakan narkoba dalam lapas.
Zat Narkoba masuk kedalam lapas melalui besukan/kunjungan, dengan cara dilempar dari luar lapas, atau melalui petugas.
Prevalensi penggunaan narkoba suntik di Lapas adalah 2.6 % dari total responden.
Sebanyak 34.4% responden pernah menggunakan heroin di dalam Lapas. Sebesar 26% mengkonsumsi heoin hanya dengan cara di hisap di hidung langsung (di drag).
Hampir semua pengguna narkoba suntik pernah berbagi jarum dan/atau menggunakan alat suntik tidak steril.
Terdapat keraguan mengenai kebutuhan program LASS, karena beberapa WBP penasun takut terstimulasi untuk menggunakan Narkoba suntik dengan adanya LASS.
Aktivitas seks dilakukan oleh 11.1% WBP yang dkebanyakan dilakukan di ruang kunjungan. Sebagian besar (73.5% dari kelompok ini) melibatkan pasangan tetap.
Tedapat 1.9% WBP yang berhubungan seks beresiko, baik dengan pengunjung (bukan pasangan tetap) dan WBP lain.
Program pengadaan kondom diperlukan oleh WBP di kelompok ini, namun masih terdapat keraguan mengenai bagaimana cara memperolehnya.
E. Rekomendasi
Program LASS diperlukan di dalam Lapas tetapi masih diperlukan strategi yang tepat dalam cara pelaksanaannya
Distribusi kondom diperlukan dalam lapas, namun juga masih dibutuhkan cara yang tepat dalam mendistribusikannya.
Pada WBP yang benar benar memerlukan, bahan bleaching serta Layanan Alat Suntik Steril (LASS) dan distribusi kondom dapat diberikan secara selektif dan ditentukan oleh dokter/perawat klinik
Perlunya advokasi ke jenjang yang lebih tinggi untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan program Harm Reduction (LASS dan distribusi kondom) di lapas.
Dari sisi penyediaan barang, keamanan dapat diperketat dengan perbaikan prosedur standar operasional dan peningkatan pengawasan oleh seksi keamanan.
15
TAHAP 2 : DISEMINASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
A. Diseminasi hasil penelitian asesmen Diseminasi hasil penelitian dilaksanakan pertama kali pada Tanggal 1 September 2015 kepada Kepala dan pejabat struktural Lapas Banceuy, khususnya para pejabat seksi pembinaan, seksi keamanan dan tata tertib. Karena hasil penelitian yang dianggap penting oleh Kalapas, maka diseminasi dilakukan ulang untuk semua pejabat struktural Lapas Banceuy, pada Tanggal 2 Oktober 2015 . Diseminasi dihadiri juga oleh pihak luar yaitu dari Yayasan Rumah Cemara sebagai donor penelitian dan Pusat Studi TB-HIV Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran sebagai institusi yang melaksanakan penelitian. Tanggapan Kalapas dan jajarannya mengenai hasil penelitian ini, kebanyakan mereka merasa terkejut denngan hasil penelitian yang telah dilakukan. Beliau tidak menduga adanya sebanyak 2.6 % masih menggunakan narkoba suntik didalam Lapas, dan bahwa obat atau zat narkoba masih bisa masuk. Dari pihak UNPAD sebagai pelaksana penelitian memberikan penjelasan mengenai syarat dan aturan suatu penelitian untuk mendapatkan hasil yang mendekati dengan yang sebenarnya. Dan penelitian ini telah melalui semua prosedur tersebut untuk mencapai hasil yang baik sesuai yang diharapkan. Pengajuan oleh peneliti untuk mensosialisasikan hasil penelitian ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu pihak Kanwil dan Ditjenpas di Kementerian, tidak disetujui oleh Kalapas. Kalapas menganggap hasil penelitian ini menunjukan kelemahan internal dalam tubuh lapas, sehingga disarankan untuk menangani masalah ini oleh internal lapas, tidak perlu melibatkan pihak institusi dari jenjang yang lebih tinggi.
B. Rencana tindak lanjut (RTL) Dengan persetujuan Kalapas, maka beberapa pertemuan selanjutnya dilakukan untuk membahas rencana upaya penanganan masalah perilaku berisiko terkait penggunaan narkoba dan hubungan seks tidak aman dalam lapas. Untuk menentukan rencana tindak lanjut, permasalahan dan rencana penanganannya dirumuskan terlebih dahulu. Untuk mempermudah pemetaan permasalahan, maka dibuatlah framework rencana penanganan adiksi di lapas (Gambar 3). Permaslahan dibagi dalam tiga bagian yaitu supply reduction, demand reduction, dan Harm Reduction. Bagian keamanan dan tata tertib bertanggung jawab terhadap pencegahan masuknya narkoba ke dalam lapas (supply reduction). Bagian pembinaan dan kesehatan bertanggung jawab terhadap pengurangan permintaan akan narkoba dari warga binaan (demand reduction) dan pengurangan dampak buruk (Harm Reduction). 1. Pencegahan masuknya Narkoba ke dalam Lapas (Supply Reduction) Narkoba masuk ke dalam lapas melalui 3 cara yaitu melalui pengunjung, pelemparan dari luar lapas, dan melalui petugas. Adapun upaya yang direncanakan oleh petugas keamanan dan tata tertib lapas adalah sebagai berikut: -
Pengetatan pengawasan pada pengunjung. Perlu adanya revisi SOP penggeledahan dan disosialisasikan kepada seluruh petugas lapas. 16
-
Untuk pencegahan pelemparan narkoba dari luar lapas, perlu penambahan CCTV di hampir semua bagian sudut lapas.
-
Perlu adanya pembinaan secara berkala kepada petugas lapas untuk memberikan kesadaran dan motivasi kerja yang positif.
Semua rencana diatas memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan merupakan agenda kalapas untuk diajukan kepada pemerintah dalam RAPBN. Walaupun demikian, petugas keamanan dan tata tertib lapas akan berusaha melakukan pengawasan lebih ketat untuk pencegahan masuknya narkoba kedalam lapas. 2. Pengurangan permintaan Narkoba dari Warga binaan (Demand Reduction) Adanya permintaan narkoba dari warga binaan pecandu karena masalah adiksi mereka tidak ditangani dengan sesuai. Apabila ada layanan untuk penanganan adiksi diharapkan permintaan akan narkoba akan berkurang. Untuk pengguna heroin, Program terapi rumatan metadon (PTRM) sudah dilaksanakan di Lapas Banceuy. Untuk adiksi selain heroin, belum ada upaya penanganannya. Pertemuan khusus dengan bidang pembinaan merumuskan beberapa kegiatan yang di tentukan berdasarkan situasi saat ini dan fisibilitas dilihat dari SDM dan waktu kegiatan. Upaya yang mungkin bisa dilakukan Lapas Banceuy adalah adanya memasukan program pengelolaan adiksi ini di kegiatan rehabilitasi Therapeutic Community (TC), dan pengembangan klinik adiksi. 3. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) Program Harm Reduction yang pertama kali diusulkan adalah LASS. Pelaksanaan program ini tidak mendapatkan dukungan, karena dikhawatirkan memberikan konsep bahwa penggunaan narkoba suntik adalah legal di dalam lapas. Hal ini sulit diterima karena secara tegas telah dinyatakan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan, bahwa jarum suntik yang dapat didefinisikan sebagai senjata tajam dan penggunaan narkoba adalah dilarang11. Penggunaan jarum suntik yang memungkinkan dipakai adalah di klinik untuk pengobatan. Jadi penggunaan LASS, memang akhirnya hanya bisa dilakukan di klinik pada pasien WBP yang mengalami adiksi berat. Disamping ini, disepakati bahwa bagi yang membutuhkan akan disediakan cairan bleachinging di klinik bagi yang membutuhkan. Warga binaan yang membutuhkan, akan diberi cairan bleachinging/kondom bila mereka meminta ke pihak klinik. Penggunaan kondom sebenarnya tidak mendapatkan penolakan serius. Hanya untuk mendistribusikan kondom, kendala operasional masih dirasakan. Permasalahannya adalah kebanyakan warga binaan akan sungkan untuk meminta kondom, karena malu untuk menyampaikan kebutuhan ini. Dalam hal ini kesepakatan yang diambil adalah kondom tetap bisa di distribusikan di klinik bagi yang membutuhkan. Keberadaan layanan ini akan di informasikan melalui peer educator dengan pendampingan khusus. Disamping kedua layanan yang mendapatkan perhatian ini, layanan lain seperti testing HIV, pemeriksaan kesehatan yang berhubungan dengan dampak buruk narkoba tetap akan dilayani bagi semua WBP yang membutuhkan.
17
- Adiksi/suges - Gang. psikiatri - Ingin mencoba
Demand Reduction
Framework Penanganan Adiksi di Lapas
PTRM Klinik Adiksi
Harm Reduction
Therapeutic Community
Ketidak tersediaan jarum suntik
LASS
Permintaan dari dalam
PTRM Bleaching
Narkoba masuk ke Lapas
Pemakaian Narkoba
Maximum Security Cara Masuk: - Dilempar - Via kunjungan - Via Petugas
Penularan penyakit
Pemakaian Narkoba Suntik Kondom Perilaku seks beresiko
Supply Reduction Pelaku seks beresiko [LSL]
Gambar 3. Framework rencana penanganan Adiksi di Lapas Khusus pengajuan program LASS dan distribusi kondom untuk WBP secara keseluruhan tidak bisa dilaksanakan karena tidak didukung oleh hampir semua petugas lapas. Hal ini terutama dikarenakan tidak adanya regulasi untuk menjadi dasar. Walaupun untuk indikasi pengobatan, bagian keamanan dan tata tertib lapas bersikukuh bahwa pengguna narkoba dalam lapas, dalam bentuk apapun, walaupun dalam program Harm Reduction, adalah pelanggar hukum. Wajib dilakukan sanksi hukuman yang berlaku. Visi ini berbeda dengan petugas kesehatan yang melihat keuntungan program ini untuk mengurangi dampak buruk penyebaran penyakit HIV, Hepatitis C dan IMS. Sehingga mereka yang berisiko tinggi harus mendapatkan penanganan yang sesuai. Dari pertemuan ke pertemuan selanjutnya tidak ada titik temu mengenai penanganan pengguna narkoba suntik dan pelaku seks berisiko di lapas. Pada akhirnya Kalapas memberikan saran untuk tiap bagian melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik. Petugas kesehatan yang mempunyai pertimbangan dari segi kesehatan, dipersilahkan membuat program penanganan yang sesuai bagi warga binaan Lapas Banceuy, tetapi apabila petugas keamanan/tata tertib menemukan adanya warga binaan yang menggunakan narkoba dalam lapas tetap akan ditindak. Untuk distribusi kondom, karena banyak penolakan untuk penyebaran terbuka dari berbagai pihak, petugas kesehatan menyampaikan bahwa kondom hanya akan didistribusi secara terbatas, khusus bagi yang memerlukan dan memintanya ke pihak klinik, seperti yang sudah dilakukan oleh klinik sebelumnya.
18
4. Team building Team building diperlukan untuk membangun kerjasama diantara sesama anggota dalam tim. Tim penanggulangan Narkoba di Lapas Banceuy terdiri dari petugas kesehatan dan petugas pembinaan, yang mempunyai latar belakang dan tugas fungsi yang berbeda. Untuk membantu dalam membentuk kesinergian dalam mencapai goals dan tujuan yang dibuat, maka Team building perlu dilaksanakan. Team building akan direncanakan lebih lanjut oleh pihak pembinaan Lapas Banceuy.
C. Kesimpulan
Hasil kegiatan ini sudah dapat merumuskan konsep-konsep perbaikan yang perlu dilakukan pada Lapas baik dari sisi keamanan dan ketertiban, pembinaan baik berupa edukasi, rehabitiliasi, pengobatan, dan pengurangan dampak buruk.
Masih terdapat hambatan untuk penyampaian hasil dan pengembangan tindak lanjut hasil penelitian ini. Oleh karena itu kegiatan sosialisasi dan advokasi ke pejabat struktural Kanwil dan Ditjenpas pada Kementerian Hukum dan HAM belum bisa dilakukan.
Program LASS dan distribusi kondom untuk program pengurangan dampak buruk secara terbuka tidak disetujui dilakukan di dalam lapas karena belum adanya regulasi atau payung hukum dari Kementerian Hukum dan HAM RI untuk menjadi dasar.
Telah disepakati bahwa penyediaan cairan bleaching dan pemberian kondom bagi yang membutuhkan sebagai upaya pengurangan dampak buruk yang akan dilaksanakan di Lapas Banceuy.
D. Tantangan
Belum ada regulasi atau payung hukum dari Kementrian Hukum dan HAM RI tentang program LASS dan distribusi kondom di lapas, sehingga pengelolaan dampak buruk dari penggunaan narkoba dan perilaku seks berisiko perlu ditangani secara terfokus pada yang benar benar membutuhkan.
Tidak adanya ijin untuk melakukan diseminasi hasil penelitian dan advokasi ke jenjang yang lebih tinggi (Kanwil dan Ditjenpas), sehingga sulit untuk menyarankan perlu adanya regulasi ke pihak kementerian terkait program LASS dan distribusi kondom di lapas.
Perbedaan tugas utama dan dasar hukum kerja dari petugas kesehatan, petugas pembinaan, dan petugas keamanan mempersulit titik temu untuk menjalankan program LASS dan distribusi kondom di lapas. Untuk itu diperlukan pendekatan yang segmental sesuai masing masing bidang. Dengan perencanaan yang baik, diharapkan program ini tetap bisa terlaksana.
19
TAHAP 3 : IMPLEMENTASI PROGRAM HARM REDUCTION Tahap ini sangat sulit untuk dilaksanakan karena isu yang sangat sensitif. Walaupun sudah telah disepakati bahwa penyediaan cairan bleaching dan pemberian kondom bagi yang membutuhkan sebagai upaya pengurangan dampak buruk yang akan dilaksanakan di Lapas Banceuy, tetapi saat pelaksanaannya tetap dirasakan ada hambatan. Bersamaan dengan rencana implementasi ini, Lapas Klas IIA Banceuy Bandung ditunjuk oleh pemerintah sebagai salah satu UPT Pemasyarakatan tempat rehabilitasi bagi warga binaan pemasyarakatan dalam rangka menyikapi kondisi Indonesia yang berstatus darurat Narkoba yakni “GERAKAN REHABILITASI 100.000 PENGGUNA NARKOBA”. Hal ini sejalan dengan Lapas Banceuy yang merencanakan implementasi terkait program layanan adiksi dan program Harm Reduction. Pada awalnya, mulai implementasi program adalah bulan Januari 2015, tetapi baru terrealisasi pada bulan April 2015 karena berbarengan dengan program pemerintah untuk rehabilitasi.
A. Persiapan Implementasi Sehubungan dengan rencana gerakan rehabilitasi dan untuk menindak lanjuti hasil penelitian ini, maka dilakukan persiapan implementasi. Banyak pertemuan internal klinik, bagian pembinaan, dan peneliti untuk merumuskan strategi yang sesuai dalamtahap implementasi ini. Adapun persiapan implementasi dalam kegiatan utamanya diuraikan sebagai berikut: 1. Workshop persiapan implementasi program Layanan Adiksi Workshop ini merupakan langkah pertama dalam persiapan implementasi yang dilakukan pada Tanggal 15 April 2015 dengan semua petugas kesehatan dan petugas pembinaan untuk merencakan implementasi dalam menangani masalah adiksi dan melaksanakan program Harm Reduction dalam lapas. Adapun hasil workshop ini, merencanakan layanan yang bisa dan memungkinkan untuk dilaksanakan, yaitu: Rehabilitasi Therapeutic Community (TC) Karena TC adalah program pemerintah melalui BNN, sehingga Lapas Banceuy hanya mempersiapkan strategi dalam pelaksanaan TC dan pembagian tugas. Untuk juklak dan juknis mengacu kepada BNN. Sarana ini akan diisi edukasi mengenai bahaya narkoba suntik, seks tidak aman, dan juga memberikan informasi layanan klinik adiksi. Bagi warga binaan yang membutuhkan, akan mendapatkan layanan khusus dalam bentuk pendampingan khusus dan penangan adiksi khusus dalam klinik adiksi. Pendampingan khusus Adalah suatu kegiatan yang mengadopsi dari petugas yang menjadi wali bagi warga binaan, program ini pernah di rencanakan sejak lama oleh bagian pembinaan. Beberapa warga binaan yang mempunyai masalah adiksi dan terbuka untuk bekerja sama dengan konselor akan di dampingi khusus oleh bagian pembinaan. Bagi warga binaan yang memerlukan pendekatan kedokteran, akan di salurkan ke pusat layanan kuratif di klinik adiksi. Dengan adanya pencanangan dan perhatian khusus pada pengelolaan adiksi dan narkoba oleh BNN, kegiatan pendampingan khusus ini bisa di dukung dengan program BNN ini. 20
Kelompok dukungan sebaya (KDS) Kelompok dukungan sebaya (KDS) bagi penderita HIV sudah dibentuk sejak Tahun 2007 yang diawali dengan pertemuan rutin yang di prakarsai oleh seorang petugas kesehatan lapas. Kelompok sebaya ini akan dikembangkan bukan pada hanya pada HIV positif, tetapi juga pada semua yang mengalami adiksi dan membutuhkan dukungan sebaya. Kegiatan ini akan tetap dijalankan sebagai bagian yang penting dari keseluruhan layanan yang di sampaikan oleh bagian pembinaan. Klinik adiksi Adalah klinik yang akan melayani warga binaan yang perlu penganangan klinis atas adiksinya. Warga binaan ini akan dikelola oleh beberapa petugas kesehatan yang sudah terlatih mengelola adiksi. Kegiatan ini akan didukung oleh konsultan psikiatri dan dokter dokter residen psikiatri yang akan datang secara rutin setiap minggu. Layanan adiksi yang akan dilaksanakan adalah : -
Konseling, baik konseling individu maupun konseling adiksi Asesmen dengan menggunakan Addiction Severity Index Detoks simptomatik
Layanan Harm Reduction a. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) sudah dilaksanakan sejak Tahun 2007. Merupakan program penanganan dampak buruk bagi pengguna heroin, terutama yang disuntikkan. Selama ini, PTRM masih merupakan program tunggal untuk penanganan dampak buruk, dan perlu dioptimalkan upaya untuk sosialisasi dan KIE pada seluruh warga binaan, karena masih banyak pengguna heroin suntik yang belum mengakses layanan ini. b. Penyediaan cairan bleaching Karena LASS tidak boleh dilaksanakan di lapas, maka upaya yang bisa dilakukan adalah penyediaan cairan bleaching di klinik. Warga binaan yang memerlukan cairan bleaching boleh meminta ke klinik, dan diupayakan dilakukan konseling sebelum cairan bleaching diberikan. c. Penyediaan kondom pada warga binaan yang membutuhkan Kondom sudah tersedia di klinik yang merupakan bantuan dari dinas kesehatan setempat, tetapi tidak didistribusikan terbuka pada warga binaan karena adanya pertentangan. Kondom akan diberikan kepada warga binaan yang membutuhkan (yang berisiko tinggi). 2. Peer Educator (PE) sebagai penjangkau Persiapan berikutnya dari klinik lapas adalah mengumpulkan Peer Educator (PE) atau pendidik sebaya untuk mempersiapkan penjangkauan bagi warga binaan yang membutuhkan program Harm Reduction. Peer Educator (PE) atau pendidik sebaya adalah warga binaan yang sudah dilatih untuk dapat memberikan KIE mengenai kesehatan kepada sesama warga binaan. Mereka diberi informasi mengenai program yang akan dilaksanakan dan pelaksanaan tugas yang akan mereka kerjakan sebagai penjangkau. Tugas peer educator adalah menjangkau warga binaan yang dicurigai mempunyai perilaku berisiko. Mereka yang menjadi target diberikan informasi mengenai layanan program Harm Reduction yang dilaksanakan di klinik lapas. Mereka juga diberi 21
penjelasan mengenai program kesehatan yang mempertimbangkan dampak buruk dari perilaku berisiko yang mereka lakukan, sehingga diadakannya layanan Harm Reduction ini. Anggota Peer Educator diharapkan aktif menjangkau warga binaan yang berisiko tinggi untuk upaya sosialisasi program dan mengedukasi mengenai resiko akan perilaku berisiko mereka. Disampaikan juga bahwa klinik mempunyai persedian cairan bleaching dan kondom untuk diberikan kepada yang memerlukan. Anggota PE diminta bantuannya untuk menyebarkan informasi ini kepada sesama warga binaan yang sekiranya membutuhkan Mereka yang membutuhkan layanan ini akan diberikan cairan bleaching dan/atau kondom yang mereka perlukan. Satu orang fasilitator (seorang perawat lapas) akan membantu mereka dengan menyediakan konseling mengenai kebutuhan mereka. 3. Sosialisasi pada seluruh petugas lapas Sambil kegiatan berjalan, pada Tanggal 8 Mei 2015 sosialisasi program layanan adiksi dan Harm Reduction dilakukan pada seluruh petugas Lapas Banceuy. Sosialisasi dihadiri oleh Kalapas, seluruh pejabat struktural, Bagian Adiksi Universitas Padjadjaran (UNPAD) sebagai narasumber, dan 40 orang petugas lapas. Program Harm Reduction merupakan isu yang sensitif bagi kebanyakan petugas lapas. Pendekatan yang dilakukan untuk mensosialisasikan program Harm Reduction yang akan dilaksanakan digabungkan dengan program penanganan adiksi lainnya, yaitu klinik adiksi dan rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community (TC). Sesi pertama dari sosialisasi adalah pemberian kuliah mengenai pengetahuai adiksi dasar bagi petugas yang diberikan oleh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Kemudian di presentasikan hasil penelitian sebagai pengetahuan petugas akan situasi terkini masalah adiksi dan perilaku seks di Lapas Banceuy. Presentasi terakhir adalah program Rehabilitasi TC. Saat diskusi disampaikan juga pentingnya penanganan pada perilaku berisiko. Penyediaan cairan bleachinging dan kondom di klinik, hanya diperuntukan bagi warga binaan dengan perilaku berisiko tinggi. Secara umum hasil sosialisasi menunjukkan bahwa program bisa di terima oleh para semua jajaran lapas.
B. Implementasi Layanan Adiksi Implementasi program layanan adiksi secara umum dilaksanakan bersama-sama. Klinik adiksi berjalan mendukung program Rehabilitasi TC yang dilakukan, juga menjadi induk dari program Harm Reduction. Rehabilitasi Therapeutic Community (TC) Rehabilitasi dilaksanakan sejak Bulan Mei 2015. Program ini merupakan program pemerintah melalui BNN, sehingga banyak bantuan yang diterima Lapas Banceuy, diantaranya SDM konselor adiksi, logistik untuk operasional rehabilitasi berlangsung. Sebelum program rehabilitasi dimulai, klinik adiksi melakukan asesmen dengan menggunakan Addiction Severity Indeks kepada semua calon klien rehabilitasi. Konseling adiksi dilaksanakan secara intensif pada klien yang membutuhkan layanan. Kegiatan ini juga bersinergi dengan pendampingan khusus bagi pecandu yang akan bebas. Dalam program rehabilitasi ini, juga terdapat kegiatan dukungan bagi pecandu narkoba. 22
Klinik adiksi Adalah klinik yang akan melayani warga binaan yang perlu penganangan klinis atas adiksinya. Warga binaan ini yang mempunyai keluhan putus zat diberikan terapi berdasarkan keluhan yang diderita. Bagi pengguna heroin, dirujuk pada program terapi rumatan metadon (PTRM). Adapun kegiatan yang sudah dilaksanakan klinik adiksi adalah : -
KIE kesehatan dan masalah adiksi Konseling, baik konseling individu maupun konseling adiksi Asesmen dengan menggunakan Addiction Severity Index Detoks simptomatik
Layanan Harm Reduction Program PTRM sudah berjalan sejak Tahun 2007 dan terus dilakukan sosialisasi pada semua warga binaan. Program Harm Reduction yang baru, yaitu penyediaan cairan bleaching dan kondom, dilaksanakan sebagai program uji coba untuk dapat dievaluasi. Karena program ini merupakan kebijakan lokal klinik maka sosialisasi program hanya dilakukan secara terbatas, yaitu melalui pemberdayaan Peer Educator (PE). Isu penelitian yang sensitif dan dukungan dari petugas lapas yang kurang (terutama seksi keamanan dan seksi tata tertib), merupakan tantangan untuk pelaksanaan program ini. Warga binaan yang berperilaku beresiko kemungkinan tidak akan mau mengakses layanan karena mengganggap layanan ini berbenturan dengan peraturan lapas. Tanpa sosialisasi secara terbuka, penyampaian informasi melalui sebaya warga binaan, diharapkan informasi mengenai layanan program akan tersampaikan dan warga binaan yang berperlaku berisiko mau mengakses layanan ini.
C. Temuan implementasi penyediaan cairan bleaching dan kondom Kegiatan implementasi yang dilakukan untuk dapat dievaluasi berjalan selama tiga bulan, yaitu Bulan April – Juni 2015. Setiap anggota PE melakukan penjangkauan mencari target melalui informasi dari sesama teman warga binaannya. Informasi yang didapat ditindaklanjuti dengan melakukan pendekatan ke target. Anggota PE ada juga yang menjadi pelaku penggunaan Narkoba suntik dalam lapas, sehingga penjangkauan untuk pengguna Narkoba suntik tidak sulit dilakukan. Hal sulit yang dirasakan anggota PE adalah menjangkau warga binaan yang melakukan aktivitas seks tidak aman. Menurut pengakuan anggota PE, warga binaan yang melakukan hubungan seks tidak aman dalam lapas, hanya orang yang mempunyai hubungan yang dekat dengan anggota PE (teman dekat/teman sekamar), yang mau mengakses layanan dan meminta kondom. Walau ada beberapa anggota PE yang juga pengguna Narkoba suntik dalam lapas, tetapi tidak ada yang secara terbuka meminta cairan bleaching khusus untuk melakukan sterilisasi alat suntik, walaupun melalui pendekatan konseling. Adapun permintaan cairan bleaching lainnya berasal dari salon lapas untuk mencucihamakan alat-alat salon yang telah digunakan. Menurut pengakuan anggota PE, tren pemakaian Narkoba pada saat ini berubah. Beberapa waktu sebelumnya Heroin dan Shabu banyak ditemukan dalam lapas, tetapi pada saat berlangsungnya penjangkauan ini, hanya Shabu yang masih banyak beredar, walaupun ada yang masih mendapatkan Heroin tetapi hanya beberapa orang warga binaan saja. Selain 23
itu, para pengguna Narkoba suntik dalam lapas menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu (menggunakan Narkoba) melanggar aturan. Sehingga mereka tidak ada yang berani meminta cairan bleaching untuk keperluan sterilisasi alat suntik. Diantara mereka (anggota PE) ada yang meminta cairan bleaching dengan alasan untuk keperluan mencuci baju. Dari hasil penjangkauan oleh PE, di temukan ada warga binaan yang memerlukan kondom. Warga binaan yang membutuhkan kondom tersebut enggan meminta sendiri dan tidak mau identitasnya terungkap pihak klinik karena merasa malu dan takut, sehingga kondom dimintakan melalui anggota PE tersebut. Dengan demikian pihak klinik tidak bisa melakukan asesmen, KIE, dan konseling yang diperlukan. Dari hasil penjangkauan tersebut, klinik telah memberikan cairan bleaching dua botol (@500 ml) kepada anggota PE dan Salon lapas. Kondom dan pelumasnya telah didistribusikan sebanyak 3 set, setiap satu kali permintaan. Selama evaluasi, terdapat dua kali permintaan kondom kepada klinik melalui PE dan identitas warga binaan yang meminta tersebut tidak diketahui.
D. Kesimpulan dan rekomendasi
Beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan (seperti Rehabilitasi TC, kelompok dukungan sebaya, dan pengelolaan kesehatan di klinik) dianjurkan untuk di isi dengan informasi dan edukasi baru yang mungkin meningkatkan keberhasilan pengelolaan adiksi di lapas Banceuy.
Program LASS hanya akan dilakukan dalam bentuk kegiatan bleaching dan reuse jarum. Dan ini hanya akan dilakukan dengan pengawasan petugas kesehatan di klinik dalam ruang lingkup program Harm Reduction. Selama periode implemantsi belum ada permintaan bahan bleaching untuk khusus penggunaan sterilisasi alat suntik.
Program distribusi kondom sudah disiapkan dan diberikan di klinik Lapas. Semua WBP yang membutuhkan dapat mengaksesnya disini. Terdapat permintaan kondom dan identitas warga binaan yang meminta tidak diketahui.
Masih diperlukan upaya mencari cara strategis agar warga binaan yang berisiko tinggi bisa mengakses layanan dengan rasa aman dan nyaman, tampa rasa takut dan malu.
E. Tantangan
Sosialisasi belum dilakukan secara menyeluruh, sehingga adanya kemungkinan warga binaan dengan perilaku berisiko, tidak terpapar informasi adanya layanan penyediaan bahan bleaching dan/kondom bagi yang membutuhkan.
Penjangkauan baru dilakukan melalui pemberdayaan Peer Educator (PE), sehingga cakupan penyebaran informasi hanya terbatas pada sebagian kecil warga binaan yang dicurigai berperilaku berisiko.
Karena permintaan kondom dilakukan melalui PE, maka warga binaan yang meminta kondom tidak bisa dilakukan asesmen, KIE, dan konseling yang diperlukan.
Program ini masih belum tersosialisasi secara menyeluruh dan warga binaan yang membutuh layanan inipun masih takut untuk mengakses layanan, terutama para pengguna narkoba suntik.
Masih diperlukan upaya penyebaran informasi lebih luas mengenai cara penyampaian program ini.
24
KESIMPULAN PENELITIAN Gambaran umum proses penelitian Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan dahulu sosialisasi mengenai penelitian ini kepada Kepala Lapas Banceuy, Pejabat Struktural, dan staf pembinaan, staf keamanan dan tata tertib. Diundang serta perwakilan dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, serta mitra jejaring. Tujuan dari sosialisasi ini untuk memberi informasi kepada undangan, tim peneliti yang terdiri dari petugas kesehatan Lapas Banceuy, Yayasan Rumah Cemara, dan Pusat Studi TB – HIV Universitas Padjadjaran Bandung, akan mengadakan penelitian mengenai fisibilitas program LASS dan distribusi kondom bagi Narapidana. Dengan demikian, diharapkan ada dukungan semua pihak terutama dari pimpinan dan pejabat di lingkunan Lapas Banceuy. Penelitian ini terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap asesmen, tahap diseminasi dan rencana tindak lanjut, dan tahap implementasi. Penelitian tahap pertama, diawali kepada sekitar 15 warga binaan yang diduga berisiko tinggi yang dilakukan wawancara mendalam. Pada hasil wawancara yang didapat, hanya 9 wawancara yang dapat dilakukan analisa, yaitu Tujuh orang dari pelaku pengguna narkoba suntik dan dua orang pelaku seks berisiko dalam lapas. Kemudian dilakukan pengisian kuesioner kepada 307 warga binaan yang dipilih secara acak. Petugas Lapas juga dilakukan pengukuran melalui Focus Group Disscussion (FGD) kepada staf pembinaan dan staf keamanan/tata tertib. Kalapas dan para pejabat struktural dibidang pembinaan dan keamanan/tata tertib juga dilakukan pengukuran melalui wawancara mendalam. Pada saat penelitian tahap pertama berlangsung, Lapas Banceuy mengalami pergantian pimpinan. Walau Kalapas sebelumnya dilakukan wawancara mendalam, Kalapas yang baru pun dilakukan wawancara mendalam. Hal ini dilakukan bertujuan untuk sosialisasi secara tidak langsung mengenai penelitian yang sedang berlangsung, juga menggali sikap dan opini pimpinan baru terkait isu penelitian untuk pengumpulan data penelitian. Tahap dua diawali dengan diseminasi hasil penelitian yang dilaksanakan pada Tanggal 1 September 2014 kepada Kalapas dan Pejabat dibagian pembinaan dan keamanan/ tata tertib. Hasil penelitian yang disampaikan merupakan kenyataan yang membuat Kalapas dan jajarannya merasa terkejut dan malu. Hasil penelitian ini dianggap merupakan citra buruk lapas, sehingga rencana diseminasi ke jenjang yang lebih tinggi (Kanwil dan Ditjenpas Kemenkumham RI) untuk upaya advokasi, tidak mendapat respon yang positif. Walau demikian, upaya terus dilakukan melalui pertemuan-pertemuan untuk upaya advokasi, minimal di lingkungan Lapas Banceuy, untuk dapat merencanakan upaya tindak lanjut dari hasil penelitian yang telah didapat. Dengan berbagai kendala yang dihadapi untuk dapat melaksanakan program Harm Reduction di Lapas, akhirnya terdapat kesepakatan program yang dapat diimplementasikan dalam Lapas Banceuy. Kendala yang sangat besar dirasakan adalah tidak adanya regulasi yang dapat mendukung terlaksananya program Layanan alat suntik steril (LASS) dan distribusi kondom dalam lapas. Regulasi yang ada adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan, Pada Pasal 4 dinyatakan bahwa 25
Narapidana atau Tahanan dilarang melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpangan seksual; dilarang mempunyai benda tajam; dilarang mengkonsumsi Narkoba. Apabila Narapidana dan Tahanan diketahui melakukan hal yang tercantum dalam pasal 4, akan ditindak sesuai dengan jenis hukuman disiplin yang berlaku11. Hal ini secara tidak langsung berbenturan dengan program LASS dan distribusi kondom dalam lapas. Tahap terakhir adalah tahap implementasi yang mendapat hambatan yang cukup besar dengan kurangnya dukungan dari pihak keamanan dan tata tertib. Sosialisasi tidak dilakukan secara terbuka, hanya melalui pemberdayaan Peer Educator (PE) atau pendidik sebaya, sehingga informasi hanya diterima oleh beberapa warga binaan yang dicuriga berperilaku berisiko saja. Karena keterbatasan yang ada, warga binaan yang ingin mengakses layananpun merasa tidak aman dan merasa terancam, sehingga identitasnya pun tidak ingin diketahui oleh pihak klinik.
Time Line Penelitian Lama waktu penelitian ini adalah 14 bulan, sejak Bulan Mei 2014 dan berakhir pada bulan Juli 2015 . Penelitian ini berjalan tidak sesuai dengan rencana waktu, terutama pada Tahap Dua dan Tahap Tiga. Tahap tiga terrealisasi setelah Lapas Banceuy ditunjuk pemerintah untuk mengikuti „Gerakan rehabilitasi bagi pecandu Narkoba”, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan menggunakan program tersebut untuk mendukung program Harm Reduction yang akan kita laksanakan. Tabel 4. Time line penelitian Tahun 2014 Mei
Juni
Juli
Agt
Sep
Tahun 2015 Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Juli
Tahap 1 Penyusunan Laporan Tahap1 Tahap 2 Tahap 3 Penyusunan Laporan Final
Kesimpulan hasil kegiatan
Sebanyak 51.3% WBP pernah menggunakan narkoba dalam lapas. Sebanyak 34.4% responden pernah menggunakan heroin di dalam Lapas, sebagian kecil diantaranya menggunakan Heroin dengan disuntikkan (2.6 %). Hampir semua pengguna narkoba suntik pernah berbagi jarum dan/atau menggunakan alat suntik tidak steril.
Aktivitas seks dilakukan oleh 11.1% WBP yang kebanyakan dilakukan di ruang kunjungan. Sebagian besar (73.5% dari kelompok ini) melibatkan pasangan tetap. Tedapat 1.9% WBP yang melakukan hubungan seks beresiko, baik dengan pengunjung (bukan pasangan tetap) dan WBP lain. 26
Terdapat kebutuhan akan program LASS, tetapi beberapa WBP penasun mempunyai keraguan dan cenderung tidak menyetujui adanya program LASS dalam lapas. Mereka takut semakin terstimulasi untuk menggunakan Narkoba suntik dan memperparah masalah adiksi mereka.
Program pengadaan kondom diperlukan oleh WBP di kelompok ini, namun masih terdapat keragu-raguan cara mendistribusikannya.
Karena belum adanya regulasi sebagai payung hukum, upaya pengurangan dampak buruk bagi pengguna narkoba suntik hanya dilakukan dengan menyediakan cairan bleaching bagi yang membutuhkan.
Dalam periode implementasi program, belum ada permintaan bahan bleaching untuk khusus penggunaan sterilisasi alat suntik.
Program distribusi kondom dapat dilaksanakan karena kebijakan internal lapas dengan tidak boleh didistribusikan secara luas, hanya didistribusikan langsung kepada warga binaan yang berisiko tinggi. Terdapat permintaan kondom kepada klinik, tetapi identitas warga binaan yang meminta tidak diketahui.
Advokasi ke jenjang yang lebih tinggi harus diupayakan dalam upaya permintaan dibuatnya regulasi ke kementerian Hukum dan HAM RI.
Selama belum ada regulasi mengenai program Harm Reduction terutama program LASS dalam Lapas/Rutan, kecil kemungkinan program LASS dapat terlaksana.
Kesulitan dan kelemahan
Tidak adanya ijin untuk melakukan diseminasi hasil penelitian dan advokasi ke jenjang yang lebih tinggi (Kanwil dan Ditjenpas), sehingga sulit untuk menyarankan perlu adanya regulasi ke pihak kementerian terkait program LASS dan distribusi kondom di lapas.
Belum ada regulasi atau payung hukum dari Kementrian Hukum dan HAM RI, sehingga program LASS dan distribusi kondom akan sulit dilaksanakan di lapas.
Anggapan pimpinan lapas bahwa adanya penggunaan narkoba dalam lapas merupakan citra buruk lapas, sehingga masalah adiksi yang terjadi di lapas disarankan untuk ditangani oleh internal lapas sendiri, tidak perlu keterlibatan jenjang yang lebih tinggi. Kemungkinan dilakukan advokasi pada saat ini sangat kecil.
Adanya pergantian pimpinan Lapas Banceuy sehingga kebijakan terdapat perubahan terkait penelitian yang dilaksanakan.
27
Kepustakaan 1
UNAIDS (1997) Prison and AIDS: Technical Update [Internet]. http://www.unodc.org/documents/hiv-aids/UNAIDS%20prison %20and%20AIDS.pdf
2
Pusat Informasi dan Komunikasi, Dep. Hukum dan HAM RI. Penanggulangan HIV-AIDS di LP/Rutan 2009 – 2013, Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta [Internet]. http://hukum ham.info/images//penanggulangan%20hiv%20aids-17%20jun%2008.pdf
3
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Penelitian Prevalensi HIV dan Sifilis serta Perilaku Berisiko di kalangan WBP pada 24 Lapas/Rutan di 13 Propinsi 2010. Jakarta – 2010.
4
Nelwan EJ, Van Crevel R, Van der Ven A et al, Human immunodeficiency virus, hepatitis B and hepatitis C in an Indonesian prison: prevalence, risk factors and implications of HIV screening. Tropical Medicine and International Health. 2010. 15 (12).1491–1498.
5
Isa A, et Al. Knowledge and risk behavior among inmates in Banceuy Narcotic Prison. ICAAP 9 Publication. Indonesia. 2009.
Dirjen P2PL Kemenkes & Dirjenpas Kemenkumham. Pedoman Layanan Komprehensif HIV-AIDS & IMS di Lapas, Rutan dan Bapas. 2012. Jakarta – Indonesia. 7 Ditjenpas-Kemenkumham & HCPI. Kajian kebutuhan layanan alat suntik steril di lapas dan rutan Indonesia. 2010 8 Rita L, et all. Introduction to psychology, Eight Edition. Alih bahasa Drs. Nurdjana dkk. Airlangga – Jakarta, 1996, hal 7 9 Lis Susanti, Pola adaptasi Narapidana Lak-laki dalam Pemenuhan Kebutuhan Seksual di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinanng. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta. 2009. 10 The New England Journal of Medicine. Sex, Drugs, Prison, and HIV. January 2007 6
11
Berita Negara RI No. 356 Tahun 2013. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Tata Tertib. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013.
28
LAMPIRAN 1.
FOTO KEGIATAN
2.
INFORMED CONSENT & PANDUAN WAWANCARA
3.
INFORMED CONSENT & KUESIONER
4.
PERSETUJUAN ETIK
5.
REKAP LAPORAN KEUANGAN PENELITIAN
Sosialisasi Penelitian
Focus Group Discussions (FGD)
FGD staf pembinaan
FGD staf Keamanan dan Tata tertib
Pengisian Kuesioner
Pengarahan Sebelum Mengisi Kuesioner
Pengisian Kuesioner
Absensi dan pemberian Gimmick
Diseminasi Hasil Penelitian dan Advokasi
Rapat Internal dengan Staf Pembinaan (BIMPAS)
Sosialisasi Implementasi Program Layanan Adiksi
PENELITIAN Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas
INFORMASI UNTUK RESPONDEN 1. Anda diminta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam studi “ Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas ”. Lembaga yang akan terlibat dalam penelitian ini adalah Lapas Klas IIA Banceuy, Pusat Studi TB – HIV, Fakultas Kedokteran – Universitas Padjadjaran dan Rumah Cemara Bandung. 2. Penelitian ini bertujuan untuk menggali sikap, pengetahuan dan fisibilitas program layanan alat suntik steril dan distribusi kondom di lapas. 3. Informasi yang akan Anda berikan akan sangat penting artinya karena akan digunakan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan HIV-AIDS pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. 4. Informasi yang akan Anda berikan bersifat rahasia. Seluruh data hanya akan diketahui oleh tim peneliti. Untuk menjaga kerahasiaan anda, informasi yang sudah tersimpan dalam catatan akan bisa diakses oleh peneliti saja. Nama Anda tidak akan muncul pada segala macam bentuk publikasi dan tidak akan diberikan kepada siapapun. 5. Partisipasi Anda dalam studi ini bersifat sukarela dan Anda dapat mengundurkan diri setiap saat, tetapi kami akan sangat menghargai jika Anda bersedia untuk menjawab keseluruhan pertanyaan. 6. Jika anda membutuhkan informasi yang lebih dalam tentang hal ini, anda dapat menghubungi : drg. Nisaa Nur Alam dr. Nurlita Triani Klinik Lapas Klas IIA Banceuy
Bandung, 5 April 2014 Peneliti ttd
Nisaa Nur Alam
PENELITIAN Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas PERNYATAAN KESEDIAAN Setelah mendapatkan informasi tentang penelitian “ Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas ”, Saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menjawab semua pertanyaan melalui wawancara. Saya mengerti bahwa :
Keterlibatan saya adalah sukarela. Saya akan menjawab pertanyaan dari awal hingga akhir wawancara. Sekiranya ada bagian dari wawancara yang terlewat, saya bersedia untuk dipanggil kembali untuk melengkapinya . Seluruh data dalam penelitian ini bersifat rahasia. Tidak ada pihak lain selain tim peneliti yang memiliki akses terhadap informasi identitas diri dan jawaban saya terkait penelitian ini. Nama saya tidak akan muncul pada segala macam bentuk publikasi dan tidak akan diberikan kepada siapapun.
Saya mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini sangat penting artinya sebagai dasar untuk mengembangkan layanan kesehatan HIV-AIDS pada umumnya. Semua pertanyaan yang ingin saya tanyakan telah dijelaskan. Untuk menyatakan persetujuan saya, saya menandatangani lembar persetujuan ini. Bandung, ......................... 2014 Saksi, Enumerator
(_______________________)
Nama peneliti : drg. Nisaa Nur Alam
Responden,
(_______________________)
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM (In-depth Interview) Pada Warga binaan pengguna Narkoba suntik dalam Lapas A. IDENTITAS 1. Nama: 2. Jenis kelamin: 3. Umur: 4. Sejak kapan menghuni lapas ini atau periode huni? 5. Tanggal wawancara: B. PERSOALAN DI LAPAS/RUTAN 1. Tahukah anda perilaku atau kebiasaan yang berisiko menularkan HIV? 2. Apakah perilaku/kebiasaan tersebut anda temukan di lapas banceuy ini? Jika ada, apa sajakah itu? 3. Selama di Lapas, apakah anda pernah melakukan perilaku berisiko? Apasaja? …. (diarahkan tentang pemakaian narkoba suntik dan hubungan seksual tidak aman) 4. Selama di Lapas, apakah anda pernah menggunakan narkoba? Jika Ya, apa saja?..... (termasuk putaw/heroin?) 5. Dari mana Anda mendapatkan narkoba tsb? 6. Berapa sering Anda menggunakan narkoba dalam lapas? Seminggu berapa hari? Sehari berapa kali? 7. Apakah Anda juga menggunakan alat suntik? Bila Ya, bagaimana mendapatkan alat suntiknya? Berapa sering Anda menyuntik? Dosis berapa? Apakah alat suntiknya dipakai bergantian dengan teman? 8. Apakah Anda menemukan adanya aktifitas seksual dalam lapas? Bila Ya, seberapa sering Anda menemukannya? Bisa ceritakan yang Anda ketahui? Apakah mereka menggunakan kondom? 9. Apakah Anda pernah diajak/mengajak untuk melakukan hubungan seksual sejenis? C. TANGGAPAN 1. Pernahkah anda menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia di lapas? 2. Adakah fasilitas dan program yang ditujukan untuk mencegah penularan HIV? 3. Sepanjang yang anda ketahui, apa yang biasanya dilakukan untuk membantu pengguna narkoba agar tidak tertular atau menularkan HIV? 4. Menurut Anda apakah Program dan aktivitas tersebut ada manfaatnya? Mengapa demikian? 5. Apakah ada LSM yang menjalankan program penanggulangan HIV/AIDS di tempat ini? 6. Apakah Anda menerima layanan tersebut? 7. Menurut penilaian Anda, apakah Program dan aktivitas tersebut ada manfaatnya? Mengapa demikian? D. APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN? 1. Apa saja yang sebaiknya diperbaiki/ditingkatkan untuk mencegah penyebaran AIDS melalui alat suntik? E. Program Layanan Alat Suntik Steril (LASS) 1. Pernahkah Anda mendengar tentang program LASS? [jelaskan jika sumber tidak tahu]. Jika YA, tolong jelaskan apa itu dan tahu dari mana? 2. Apakah Anda pernah menerima layanan ini? 3. Apa pendapat Anda Jika program LASS diterapkan di lapas ini? Apakan akan ada manfaatnya? Jelaskan… 4. Jika program LASS dilaksanakan di lapas ini, kira-kira Apa sajakah hambatannya? Apa saja yang perlu untuk diperhatikan atau dipersiapkan? 5. Ada lagikah hal penting lain yang Anda ingin sampaikan?
INSTRUMEN KAJIAN WAWANCARA MENDALAM (In-depth Interview) Pada Warga binaan pelaku seks berisiko dalam Lapas
A. IDENTITAS 1. Nama: 2. Jenis kelamin: 3. Umur: 4. Sejak kapan menghuni lapas ini atau periode huni? 5. Tanggal wawancara: B. PERSOALAN DI LAPAS/RUTAN 1. Tahukah anda perilaku atau kebiasaan yang berisiko menularkan HIV? 2. Apakah perilaku/kebiasaan tersebut anda temukan di lapas banceuy ini? Jika ada, apa sajakah itu? 3. Selama di Lapas, apakah anda pernah melakukan perilaku berisiko? Apasaja? …. (diarahkan tentang pemakaian narkoba suntik dan hubungan seksual tidak aman) 4. Selama di Lapas, apakah anda pernah melakukan hubungan seksual sejenis? Jika Ya, dengan siapa?..... (WBP/petugas?) 5. Berapa sering Anda melakukan hubungan seksual dalam lapas? Setahun/Sebulan berapa kali? Seminggu berapa kali? 6. Apakah Anda menggunakan kondom? Bila Ya, bagaimana mendapatkan kondom tsb? Bagaimana tanggapan partner seks Anda ketika menggunakan kondom? 7. Apakah Anda menemukan adanya aktifitas penggunaan narkoba suntik dalam lapas? Bila Ya, seberapa sering Anda menemukannya? Bisa ceritakan yang Anda ketahui? Apakah mereka menggunakannya bersama-sama? 8. Apakah Anda pernah diajak/mengajak untuk menggunakan narkoba/ narkoba suntik? C. TANGGAPAN 1. Pernahkah anda menggunakan fasilitas kesehatan tersedia di lapas? 2. Adakah fasilitas dan program yang ditujukan untuk mencegah penularan HIV? 3. Sepanjang yang anda ketahui, apa yang biasanya dilakukan untuk membantu WBP yang melakukan hubungan seks di lapas agar tidak tertular atau menularkan HIV/IMS? 4. Apakah ada informasi dari petugas lapas (petugas kesehatan/pembinaan) mengenai kondom? 5. Menurut penilaian Anda, apakah Lapas/klinik sudah mempunyai layanan untuk pemberian kondom bagi WBP? Mengapa demikian? 6. Apakah ada LSM yang menjalankan program penanggulangan HIV/AIDS di tempat ini? Apakah mencakup juga mengenai perilaku seksual tidak aman? Apakah Anda menerima layanan tersebut? 7. Menurut penilaian Anda apakah Program dan aktivitas tersebut ada manfaatnya? Mengapa demikian? D. APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN? 1. Apa saja yang sebaiknya diperbaiki/ditingkatkan untuk mencegah penyebaran HIV/IMS melalui Hubungan seksual tidak aman? E. DISTRIBUSI KONDOM 1. Pernahkah Anda mendengar tentang program distribusi kondom? [jelaskan jika sumber tidak tahu]. Jika YA, tolong jelaskan apa itu dan tahu dari mana? 2. Apakah Anda pernah menerima layanan ini? 3. Apa pendapat Anda Jika program distribusi kondom diterapkan di lapas ini? Apakan akan ada manfaatnya? Mengapa demikian? 4. Jika program distribusi kondom dilaksanakan di lapas ini, kira-kira Apa sajakah hambatannya? Apa saja yang perlu untuk diperhatikan atau dipersiapkan? 5. Ada lagikah hal penting lain yang Anda ingin sampaikan?
INSTRUMEN KAJIAN WAWANCARA MENDALAM (In-depth Interview) Pada pimpinan dan pejabat struktural Lapas Banceuy DAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (Focus Group Discussion) Pada staf pembinaan dan staf keamanan dan tata tertib
A. IDENTITAS 1. Nama: 2. Jenis Kelamin: 3. Usia: 4. Jabatan: 5. Sejak kapan memegang jabatan tersebut: 6. Tugas sehari-hari: 7. Tanggal wawancara: B. PERSOALAN DI LAPAS/RUTAN 1. Apakah pernah ditemukan perilaku atau kebiasaan yang berisiko menularkan HIV? Jika ada, apa sajakah itu? 2. Seberapa sering WBP ditemukan menggunakan narkoba? Apasaja yang mereka konsumsi? 3. Pernahkah ditemukan alat suntik di blok hunian? Pada situasi apa? Seberapa sering? 4. Apakah kebiasaan penggunaan alat suntik bergantian juga ditemukan? Bagaimana hal itu bisa terjadi? 5. Bagaimana penghuni mendapatkan jarum dan alat suntik? 6. Apakan Anda mengetahui/mendengar isu adanya aktifitas seksual dalam lapas? Bagaiman itu bias terjadi? 7. Apakah mereka menggunakan kondom? Bagaimana mereka mendapatkan kondom? C. TANGGAPAN 1. Adakah fasilitas dan program yang ditujukan untuk mencegah penularan HIV? 2. Bagaimana mengidentifikasi penghuni yang menggunakan narkoba suntik? 3. Apa yang biasanya dilakukan untuk membantu WBP agar tidak tertular atau menularkan HIV? D. APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN? 1. Pernahkah mendengar tentang Strategi penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan Narkoba pada Lapas dan Rutan di Indonesia 2005-2009? Bagaimana strategi tersebut diterapkan di lapas ini? Melalui program dan aktivitas apa saja? 2. Menurut penilaian bapak/ibu, apakah kebijakan atau program dan aktivitas tersebut mencapai hasil-hasil yang diinginkan? Mengapa demikian? Apa penyebabnya? 3. Apa saja yang sebaiknya diperbaiki/ditingkatkan untuk mencegah penyebaran HIV/IMS melalui peralatan suntik dan perilaku seksual tidak aman? E. Program Layanan Alat Suntik Steril (LASS) 1. Pernahkah Anda mendengar tentang program LASS? [jelaskan jika sumber tidak tahu]. Jika YA, tolong jelaskan apa itu dan tahu dari mana? 2. Apa pendapat Anda Jika program LASS diterapkan di lapas ini? Apakah akan manfaatnya? Mengapa demikian? 3. Jika program LASS dilaksanakan di lapas ini, kira-kira Apa sajakah hambatannya? Apa saja yang perlu untuk diperhatikan atau dipersiapkan? 4. Ada lagikah hal penting lain yang Anda ingin sampaikan?
F. DISTRIBUSI KONDOM 1. Pernahkah bapak/ibu mendengar tentang program distribusi kondom? [jelaskan jika sumber tidak tahu]. Jika YA, tolong jelaskan apa itu dan tahu dari mana? 2. Apa pendapat Anda Jika program distribusi kondom diterapkan di lapas ini? Apakan akan ada manfaatnya? Mengapa demikian? 3. Jika program distribusi kondom dilaksanakan di lapas ini, kira-kira Apa sajakah hambatannya? Apa saja yang perlu untuk diperhatikan atau dipersiapkan? 4. Ada lagikah hal penting lain yang Anda ingin sampaikan?
PENELITIAN Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas
INFORMASI UNTUK RESPONDEN 1. Anda diminta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam studi “ Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas ”. Lembaga yang akan terlibat dalam penelitian ini adalah Lapas Klas IIA Banceuy, Pusat Studi TB – HIV, Fakultas Kedokteran – Universitas Padjadjaran dan Rumah Cemara Bandung. 2. Penelitian ini bertujuan untuk menggali sikap, pengetahuan dan fisibilitas program layanan alat suntik steril dan distribusi kondom di lapas. 3. Informasi yang akan Anda berikan akan sangat penting artinya karena akan digunakan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan HIV-AIDS pada umumnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. 4. Informasi yang akan Anda berikan bersifat rahasia. Seluruh data hanya akan diketahui oleh tim peneliti. Untuk menjaga kerahasiaan anda, informasi yang sudah tersimpan dalam catatan akan bisa diakses oleh peneliti saja. Nama Anda tidak akan muncul pada segala macam bentuk publikasi dan tidak akan diberikan kepada siapapun. 5. Partisipasi Anda dalam studi ini bersifat sukarela dan Anda dapat mengundurkan diri setiap saat, tetapi kami akan sangat menghargai jika Anda bersedia untuk menjawab keseluruhan pertanyaan. 6. Jika anda membutuhkan informasi yang lebih dalam tentang hal ini, anda dapat menghubungi : drg. Nisaa Nur Alam dr. Nurlita Triani Klinik Lapas Klas IIA Banceuy
Bandung, 5 April 2014 Peneliti ttd Nisaa Nur Alam
RAHASIA
PENELITIAN Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas PERNYATAAN KESEDIAAN Setelah mendapatkan informasi tentang penelitian “ Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas ”, Saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan mengisi kuesioner. Saya mengerti bahwa :
Keterlibatan saya adalah sukarela. Saya akan mengisi kuesionner dari bagian awal hingga bagian akhir. Sekiranya ada bagian yang tidak diisi, saya bersedia untuk melengkapi kuesioner. Seluruh data dalam penelitian ini bersifat rahasia. Tidak ada pihak lain selain tim peneliti yang memiliki akses terhadap informasi identitas diri dan jawaban saya terkait penelitian ini. Nama saya tidak akan muncul pada segala macam bentuk publikasi dan tidak akan diberikan kepada siapapun.
Saya mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini sangat penting artinya sebagai dasar untuk mengembangkan layanan kesehatan HIV-AIDS pada umumnya. Semua pertanyaan yang ingin saya tanyakan telah dijelaskan. Untuk menyatakan persetujuan saya, saya menandatangani lembar persetujuan ini. Bandung, ......................... 2014 Saksi, Enumerator
(_______________________)
Responden,
(_______________________)
Nama peneliti : drg. Nisaa Nur Alam
Halaman 2
RAHASIA
KUESIONER Assessment Perilaku Berisiko terkait Penggunaan Narkoba Suntik dan Hubungan Seks Tidak Aman dalam Lapas PERHATIAN 1. Pengisian kuesioner ini bersifat sekarela. Anda BERHAK untuk menolak menjadi responden. 2. Data yang diperoleh bersifat RAHASIA dan hanya untuk kepentingan penelitian. Bagian A : Latar Belakang & Karakteristik Responden Jawablah dengan memberikan tanda “” pada kotak yang telah disediakan No. A01
Pertanyaan
Jawaban
Berapa umur Anda saat ini?
…………………………………….. Tahun
A02
Agama
1. Islam 2. Kristen 3. Katholik
4. Hindu 5. Budha 6. Kepercayaan
A03
Status Pernikahan
1. Belum Menikah 2. Menikah
3. Cerai hidup 4. Cerai mati
A04
Pendidikan
5. Tamat SLTA 6. Tamat Akademi (S1) 7. Tamat Magistter (S2)
A05
Sudah berapa lama Anda menjalani hukuman ini?
1. Kurang dari 1 Tahun 2. 1 – 2 Tahun 3. 2 – 5 Tahun
4. 5 – 10 Tahun 5. Lebih dari 10 Tahun
A06
Berapa lama hukuman Anda? (Vonis)
1. Kurang dari 1 Tahun 2. 1 – 2 Tahun 3. 2 – 5 Tahun
4. 5 – 10 Tahun 5. Lebih dari 10 Tahun 6. Seumur hidup
A07
Hukuman yang Anda jalani sekarang terkait kasus Narkoba?
1. Ya
2. Tidak
Jika jawabannya TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan A10
A08
Bila Anda dihukum terkait kasus narkoba, Anda ditangkap sebagai apa?
1. Pengguna 2. Pengedar
3. Pengguna & Pengedar 4. Produsen /Bandar
Selama masa hidup Anda, Jenis zat narkoba apa saja yang pernah Anda konsumsi?
5. Alkohol 6. Lain-lain, sebutkan…. …………………………… 7. Tidak pernah
A09
(boleh memilih lebih dari 1)
1. Tidak pernah sekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD 4. Tamat SLTP
1. Sabu – sabu 2. Ganja 3. Heroin/Putaw 4. Benzodiazepin
Jika jawabannya TIDAK PERNAH, lanjutkan ke pertanyaan A11
A10
Apakah Anda pernah menggunakan narkoba suntik? (Penasun)
1. Ya; Tahun …………………sd………………….. 2. Tidak Pernah
Halaman 3
RAHASIA
2. Tidak pernah
1. Ya
A11
Sepanjang hidup Anda, Apakah pernah berhubungan seks?
A12
Selain dengan pasangan resmi (istri), Apakah Anda selalu menggunakan kondom bila berhubungan seks orang lain?
A13
Apakah Anda mempunyai Tato?
1. Ya; dibuat tahun ……………. di …………………………….. 2. Tidak
A14
Apakah Anda mempunyai asesoris kelamin? (Tasbeh)
1. Ya; dibuat tahun ……………. di …………………………….. 2. Tidak
A15
Apakah pernah menjalani tes HIV ? Jika pernah, kapan?
A16
Jika YA. Apakah hasil tes HIV Anda?
Jika jawabannya TIDAK, lanjutkan ke pertanyaayn A13
1. Selalu pakai kondom 2. Sering pakai kondom (sesekali tidak pakai) 3. Kadang-kadang (kadang pakai, kadang tidak pakai) 4. Tidak pernah pakai kondom, karena…………………………. 5. Tidak pernah berhubungan seks dengan selain istri
1. Ya; ……. . /……... / ………… (tanggal/bulan/tahun) 2. Tidak Jika jawabannya TIDAK, lanjutkan ke bagian B
3. Tidak membuka hasil 4. Tidak menjawab
1. Positif 2. Negatif
Jika jawabannya poin 2,3&4, lanjutkan ke A18
A17
Jika POSITIF. Apakah Anda mendapat pengobatan antiretroviral (ARV)?
1. Ya; sejak ……. . /……... / ………… (tanggal/bulan/tahun) 2.Tidak
A18
Apakah Anda mengulang tes HIV? Kapan terakhir Anda tes ulang HIV?
1. Ya; ……. . /……... / ………… (tanggal/bulan/tahun) 2.Tidak
Bagian B : Perilaku Beresiko Terkait Narkoba Jawablah dengan memberikan tanda “” pada kotak yang telah disediakan No.
Pertanyaan
B01
Sepengetahuan Anda, apakah ada yang menggunakan narkoba dalam lapas?
Jawaban 1. Ya
2. Tidak
Jika jawaban TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan B04
B02
Sepengetahuan Anda, apakah ada yang menggunakan narkoba suntik dalam lapas?
1. Ya
B03
Sepengetahuan Anda, jenis narkoba apa saja yang beredar di Lapas
1 Selalu ada
2 Sering ada
3 Jarang ada
4 Tidak ada
5 Tidak tahu
3. Tidak
1.
Heroin (Putaw, Etep, PT)
2.
Diazepam (Valium)
3.
Ekstasi (Inex, Ceceu, Kancing)
4.
Methamphetamines (Shabu, SS, Tastus, Ubas, Ubi)
5.
Subutex (Buprenorphiine)
6.
Suboxone (Buprenorphine)
7.
Ketamin
Halaman 4
RAHASIA
… jenis narkoba apa saja yang beredar di Lapas…
1 Selalu ada
2 Sering ada
3 Jarang ada
4 Tidak ada
5 Tidak tahu
8.
Kodein
9.
Benzodiazepin (Aprazolam / Xanax, Alganax, Zypraz)
a)_____________________
b)_____________________
Selama di dalam lapas, Apakah Anda pernah menggunakan narkoba?
1. Ya
10. Mariyuana (Hasish, Ganja / Cimeng
/ Gala / Getok) 11. Alkohol 12. Lain-lain, sebutkan:
B04 B05
Selama di dalam lapas Apakah Anda pernah menggunakan narkoba suntik?
B06
Selama di dalam lapas, jenis narkoba apa saja yang Anda pernah gunakan
2. Tidak
Jika jawaban tidak, lanjutkan ke pertanyaan bagian C 1. Ya
2. Tidak 1
2
3
1.
Heroin (Putaw, Etep, PT)
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
2.
Diazepam (Valium)
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
3.
Ekstasi (Inex, Ceceu, Kancing)
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
4.
Methamphetamines (Shabu, SS, Tastus, Ubas, Ubi)
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
5.
Subutex (Buprenorphiine)
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
6.
Suboxone (Buprenorphine)
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
7.
Methadone
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
8.
Ketamin
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
9.
Kodein
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
12. Alkohol
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
13. Lain-lain, sebutkan:
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
a)_____________________
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
b)_____________________
Ya, disuntikkan
Ya, Tidak disuntikkan
Tidak
10. Benzodiazepin (Aprazolam / Xanax,
Alganax, Zypraz)
11. Mariyuana (Hasish, Ganja / Cimeng
/ Gala / Getok)
Halaman 5
RAHASIA
Pertanyaan B07 – B17 adalah bagi warga binaan yang pernah menggunakan narkoba suntik di dalam lapas. Jika Anda tidak pernah menggunakan narkoba suntik, lanjutkan ke Bagian C No.
B07
Pertanyaan Seberapa sering Anda menggunakan narkoba suntik dalam sebulan terakhir?
Jawaban
1. Setiap hari 2. Lebih dari 3x seminggu 3. Kurang dari 3x seminggu 4. Seminggu sekali
5. Kurang dari 3x sebulan 6. Sebulan sekali 7. Tidak menggunakan narkoba suntik bulan ini
Jika jawaban POIN 2-6, lanjutkan ke pertanyaan B09 Jika jawaban TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan B10
B08
Berapa kali Anda menggunakan narkoba suntik setiap hari dalam sebulan terakhir?
1. 1 kali sehari 2. 2-3 kali sehari 3. 4-5 kali sehari
B09
Apakah dalam sebulan terakhir ini Anda pernah menggunakan alat suntik atau perlengkapan menyuntik bekas (meminjam, sewa/beli bekas) dari orang lain?
1. Ya, pernah 2. Tidak pernah
B10
Apakah selama dalam lapas, Anda pernah menggunakan alat suntik atau perlengkapan menyuntik bekas (meminjam, sewa/beli bekas) dari orang lain?
4. lebih dari 5 kali sehari 5. Lainnya: ......................... ………………………………
1. Ya, pernah 2. Tidak pernah Jika jawaban TIDAK , lanjukan ke pertanyaan B14
Dengan berapa orang yang berbeda Anda berbagi alat suntik atau perlengkapan menyuntik dalam penyuntikan bersama terakhir?
1. ______ orang 2. Tidak ingat 3. Tidak pernah menyuntik bersama dengan penasun lain
B12
Apakah Anda pernah membersihkan jarum dan alat suntik bekas sebelum digunakan?
1. Selalu dibersihkan 2. Sering dibersihkan (sesekali tidak dibersihkan) 3. Kadang-kadang dibersihkan 4. Tidak pernah dibersihkan 5. Tidak pernah menggunakan alat suntik bekas pakai
B13
Jika membersihkan jarum atau peralatan suntik, biasanya cairan apa yang Anda gunakan? (boleh memilih lebih dari 1)
1. Air bersih 2. Air bekas pakai 3. Air panas 4. Bleaching/ Cairan pemutih
B11
5. Deterjen / sabun cuci 6. Lainnya, sebutkan ...................................
B14
Dari mana Anda biasa mendapatkan jarum dan alat suntik steril (baru)? (boleh memilih lebih dari 1)
1. Petugas kesehatan 2. Petugas lapas 3. Pengunjung (teman/ saudara, dll) 4. WBP sesama penasun 5. WBP korve klinik
B15
Berapa kira-kira jumlah jarum suntik yang Anda gunakan sendiri dalam 6 bulan terakhir?
1. ______ buah 2. Tidak pernah menggunakan sendiri
6. Warga binaan lain 7. LSM 8. Lainnya, sebutkan .................................... 9. Tidak mendapatkan alat suntik baru bulan ini
Halaman 6
RAHASIA
B16
Berapa kali Anda memakai jarum suntik baru sebelum dibuang?
1. 1 kali pakai 2. 2-3 kali pakai 3. 4-5 kali pakai
B17
Kemana Anda biasanya membuang jarum dan alat suntik bekas? (boleh memilih lebih dari 1)
4. Lebih dari 5 kali pakai
1. Tempat sampah 2. Toilet 3. Got/ selokan 4. Dikubur dalam tanah 5. Lainnya, sebutkan _________________
Bagian C : Perilaku Berisiko Terkait Seks Jawablah dengan memberikan tanda “” pada kotak yang telah disediakan No.
Pertanyaan
C01
Sepengetahuan Anda, apakah ada yang berhubungan seks di lapas?
Jawaban 1. Ya
2. Tidak
Jika jawaban tidak, lanjutkan ke pertanyaan C04
C02
Sepengetahuan Anda, Siapa pasangan seks tersebut? (boleh memilih lebih dari 1)
1. Istri dan/atau pacar perempuan 2. Wanita Pekerja Seks (WPS) 3. Sesama Warga binaan 4. Petugas 5. Lainnya;...........................................................................
C03
Sepengetahuan Anda, Dimanakah hubungan seks tsb dilakukan? (boleh memilih lebih dari 1)
1. Ruang kunjungan 2. Toilet di ruang kunjungan 3. Ruang kantor 4. Kamar di blok
C04
Selama didalam lapas, Apakah Anda pernah melakukan hubungan seks?
1. Ya
5. Kamar mandi di blok 6. Lain-lain; .................................... 2. Tidak
Jika jawaban tidak, lanjutkan ke pertanyaan bagian C10
C05
Siapa saja pasangan seks Anda, selama masa hukuman di Lapas? (boleh memilih lebih dari 1)
C06
Dimana saja Anda melakukan hubungan seks selama masa hukuman di Lapas? (boleh memilih lebih dari 1)
1. Ruang kunjungan 2. Toilet di ruang kunjungan 3. Kamar di blok
4. Kamar mandi di blok 5. Luar lapas 6. Lain-lain; ....................................
C07
Apakah Anda pernah berhubungan seks dalam sebulan terakhir?
1. Ya
2. Tidak
C08
Apakah Anda menggunakan kondom saat berhubungan seks dalam sebulan terakhir?
C09
Apakah Anda menggunakan kondom
1. Ya
1. Pasangan tetap (Istri atau pacar perempuan) 2. Wanita Pekerja Seks (WPS) 3. Sesama Warga binaan 4. Petugas 5. Lainnya;...........................................................................
Jika jawaban TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan C12 1. Selalu pakai kondom 2. Sering pakai kondom (sesekali tidak pakai) 3. Kadang-kadang (kadang pakai, kadang tidak pakai) 4. Tidak pernah pakai kondom, karena…………………………. 2. Tidak
Halaman 7
RAHASIA
saat berhubungan seks terakhir kali? C10
Dalam enam bulan terakhir, pernahkah Anda melakukan onani/masturbasi?
1. Ya
2. Tidak
C11
Seberapa sering Anda melakukan onani/masturbasi dalam satu bulan?
1. satu kali sehari 2. 2-3 kali seminggu 3. Satu kali seminggu
4. Dua kali dalam sebulan 5. Satu kali sebulan 6. Lainnya .................
C12
Dalam satu bulan terakhir, pernahkah Anda melakukan onani/masturbasi?
1. Ya
2. Tidak
Jika jawaban TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan C09
Bagian D : Pengetahuan mengenai HIV-AIDS & IMS Jawablah dengan memberikan tanda “” pada kotak yang telah disediakan
No.
Pertanyaan
Jawaban
D01
Kita dapat mengetahui status HIV seseorang berdasarkan penampilan fisik luar.
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D02
Menggunakan kondom dengan benar setiap kali melakukan 1.Benar hubungan seks dapat mengurangi risiko tertular HIV & IMS
2. Salah
3. Tidak Tahu
D03
Seseorang yang sakit HIV-AIDS bisa sembuh dengan meminum obat Anti Retro Viral (ARV) secara rutin dan teratur
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D04
Seseorang yang telah melakukan tes HIV dan hasilnya negatif, tidak perlu melakukan tes HIV lagi.
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D05
Setia pada pasangan dapat mengurangi risiko tertular HIV.
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D06
Seseorang dapat mengurangi kemungkinan tertular virus HIV dengan cara meminum antibiotik sebelum melakukan hubungan seksual
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D07
Jarum suntik boleh dipinjamkan kepada teman bila yakin dia tidak tertular HIV
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D08
Bleaching dapat mengurangi risiko tertular HIV
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D09
IMS adalah Infeksi Menular Seksual
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D10
Kondom dapat mengurangi resiko penularan IMS
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
Pertanyaan No D11 – D16; HIV bisa menular melalui.... D11
Hubungan seks melalui anus tanpa kondom
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D12
Menggunakan alat makan/minum yang sebelumnya digunakan oleh seseorang yang terinfeksi HIV
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D13
Gigitan nyamuk
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D14
Penggunaan jarum suntik bersama
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D15
Bersin atau batuk orang yang terinfeksi HIV
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D16
Dari ibu hamil yang HIV positif pada janin yang dikandungnya
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D17
Sekamar bersama penderita HIV
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
Halaman 8
RAHASIA
No.
Pertanyaan
Jawaban
Pertanyaan No D18 – D22; IMS bisa menular melalui.... D18
Menggunakan handuk bersama
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D19
Oral seks tampa kondom
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D20
Hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tampa menggunakan kondom
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D21
Melalui persalinan
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
D22
Penggunaan jarum suntik tidak steril
1.Benar
2. Salah
3. Tidak Tahu
Bagian E : Sikap & Opini terhadap Perilaku Berisiko Penggunaan Narkoba Suntik Bagaimana pendapat Anda mengenai pernyataan-pernyataan berikut ini? Berikan tanda “” pada kotak Jawaban No.
Pernyataan
1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Setuju
4 Sangat Setuju
E01
Kecanduan narkoba bisa sembuh hanya dengan pasang badan selama di penjara
E02
Bila ada yang sakaw karena putaw, cukup dengan memandikannya dengan air dingin
E03
Semua jenis narkoba, bila dikonsumsi akan merusak otak
E04
Kecanduan narkoba merupakan penyakit otak yang sulit disembuhkan
E05
Penggunaan heroin/putaw lebih dapat “high (gitting)” nya, hanya bila disuntikkan
E06
Alat suntik steril sangat sulit didapatkan di lapas
E07
Perlu adanya penyediaan alat suntik steril secara legal di lapas
E08
Saya ingin terlepas dari masalah kecanduan narkoba saya
E09
Klinik Lapas sebaiknya menyediakan alat suntik steril bagi warga binaan yang membutuhkan
E10
Meskipun klinik lapas menyediakan alat suntik steril bagi warga binaan, tetapi saya takut untuk memintanya
E11
Sebaiknya penyediaan alat suntik steril bagi warga binaan dilakukan LSM saja
E12
Saya tidak percaya kepada petugas kesehatan klinik untuk mengadukan kebutuhan saya akan jarum suntik steril
Halaman 9
RAHASIA
Bagian F : Sikap & Opini terhadap Perilaku Seksual Tidak Aman dalam Lapas Bagaimana pendapat Anda mengenai pernyataan-pernyataan berikut ini? Berikan tanda “” pada kotak Jawaban No.
Pernyataan
1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Setuju
4 Sangat Setuju
F01
Seks merupakan suatu kebutuhan biologis yang harus disalurkan
F02
Saya akan berhubungan seks jika perlu
F03
Hubungan seksual bisa dilakukan dengan siapa saja selama saling suka atau tidak terpaksa
F04
Hubungan seks sebaiknya dilakukan secara rutin walaupun dalam lapas
F05
Onani/masturbasi merupakan salah satu penyaluran kebutuhan seks selama berada di lapas
F06
Saya merasa aman jika berhubungan seks pakai kondom
F07
Sebaiknya berhubungan seks hanya dengan pasangan tetap
F08
Saya tidak takut terkena IMS, karena bisa diobati sendiri
F09
Kebutuhan biologis saya selama dipenjara, tercukupi hanya dengan onani/masturbasi
F10
Sebaiknya kondom bisa saya dapatkan dengan mudah di lapas
F11
Klinik Lapas sebaiknya menyediakan kondom bagi warga binaan yang membutuhkan
F12
Meskipun klinik lapas menyediakan kondom bagi warga binaan, tetapi saya malu untuk memintanya
F13
Sebaiknya penyediaan kondom bagi warga binaan dilakukan LSM saja
F14
Kondom tidak boleh di distribusikan secara bebas di dalam lapas
F15
Saya tidak percaya kepada petugas kesehatan klinik untuk mengadukan kebutuhan saya akan kondom
Halaman 10
Rekap Laporan Keuangan Penelitian Keterangan
Dana RC 1
Tanggal
Debit
130,070,250.00
1,159,049.07
131,229,299.07
Expenditure Tahap 1
113,799,025.82
23 Sept 2014
Interest income
95,430,273.25
286,022.33
95,716,295.58
Interest income
62,125,904.47
23Des 2014
33,590,391.11
52,000,000.00
85,590,391.11
916,207.70
86,506,598.81
Expenditure Tahap 3
TOTAL
17,430,273.25
78,000,000.00
Expenditure Tahap 2
Dana RC 3
Saldo
25 April 2014 130,070,250.00
Interest income
Dana RC 2
Kredit
262,431,529.10
78,961,980.67
7,544,618.14
254,886,910.96
7,544,618.14