LAPOR RAN AKHIIR TA. 2013
PE ENGAR RUH KE EBIJAK KAN PE ERDAG GANGA AN NEG GARAN NEGARA A MITR RA TER RHADA AP KIN NERJA DAN DAYA D SAIN NG EK KSPOR KOMO ODITAS S PERT TANIAN IN NDONESIA
Oleh: Bu udiman Hu utabarat Sakttyanu K. De ermoredjo Fran ns Betsi M.. Dabukke M Muhammad d Iqbal Eddy S. Yusuf Y Dondy D A. Se etiabudi Arief Iswa ariyadi
PUS SAT SOSIIAL EKONOMI DAN N KEBIJAK KAN PERT TANIAN BA ADAN PEN NELITIAN DAN PENG GEMBANG GAN PERTA ANIAN 2013 3
RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan (25) Gelombang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di seluruh dunia yang diformalkan melalui perundingan perdagangan dunia oleh Organisasi Perdagangan Dunia/OPD atau World Trade Organization/WTO, melalui instrumen tiga pilar akses pasar, bantuan domestik, dan subsidi ekspornya, dalam beberapa hal telah mengubah pola perdagangan komoditas dunia dan antara satu negara ke negara yang lain. Akibatnya, kinerja dan daya saing ekspor pertanian negara-negara di dunia dengan sendirinya telah berubah atau menyesuaikan diri terhadap aturan perdagangan yang baru ini. (26) Sebagai anggota dari berbagai lembaga internasional, Indonesia telah berusaha membuka pasar dalam negeri dengan mengikuti kesepakatan menurunkan tarif impor berbagai produk pertanian dan olahannya. Dengan konstelasi pola perdagangan seperti ini, Indonesia masih tetap mengharapkan bahwa ekspor pertanian atau hasil olahannya dapat tetap berkembang dan mampu bersaing di pasar internasional. (27) Permasalahannya adalah apakah harapan seperti diatas terlihat dalam kenyataan dan dapat dibuktikan secara empiris melalui data dan informasi yang ada? Untuk menelaah masalah itulah penelitian ini dilakukan. Penelitian ini diperlukan karena dinamika geopolitik dan perdagangan, bisnis serta investasi menimbulkan tantangantantangan baru dalam konteks pola perdagangan pertanian dunia, yang semakin lama semakin berat dan kompleks. (28) Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Pertama, mengidentifikasi komoditas pertanian utama yang diekspor ke negara mitra utama dari Indonesia. Kedua, mengidentifikasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pemerintah negara mitra utama yang berkaitan dan berpengaruh terhadap komoditas pertanian utama yang diimpor dari Indonesia. Ketiga, menganalisis dampak kebijakan perdagangan dan kebijakan pertanian negara mitra utama terhadap produksi dan ekspor komoditas pertanian dari Indonesia. Metodologi (29) Penelitian ini menyoroti komoditas-komoditas berupa bahan mentah dan berpotensi dikembangkan menjadi produk setengah jadi atau jadi, tetapi belum banyak diangkat dalam penelitianpenelitian sebelumnya. Komoditas-komoditas tersebut meliputi kelapa berikut produk turunannya (kopra, minyak kelapa mentah, tepung kelapa, arang tempurung, serabut mentah, serabut olahan,
ix
dan serat kelapa), meter (berkulit dan tidak berkulit), dan nanas (kaleng). (30) Lokasi penelitian berada di provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, kabupaten/kotanya adalah Kota Manado, Minahasa Selatan dan Kota Bitung di Sulawesi Utara; Kota Surabaya, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan di Jawa Timur; Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah. DKI Jakarta layak menjadi lokasi penelitian, karena penentu kebijakan serta pemangku kepentingan komoditas pertanian ekspor banyak terdapat di wilayah ini. (31) Penelitian ini menggabungkan data primer dan data sekunder. Data primer tentang jenis-jenis hambatan bukan tarif dikumpulkan dari mulai kelompok produsen komoditas pertanian ekspor (petani/kelompok tani); kelompok asosiasi (produsen, pedagang, dan pengekspor); kelompok pedagang (desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi), pedagang besar, serta perusahaan pengekspor produk pertanian, serta dari berbagai literatur dan sumber-sumber laporan dan lain-lain. (32) Penelitian ini menggunakan berbagai macam teknik analisis, kombinasi metode dan alat-alat deskriptif serta simulasi komputer untuk menjelaskan masalah-masalah penelitian. Secara garis besar alat analisis yang digunakan adalah: (a) metode deskriptif menggunakan informasi dan data sekunder dibantu oleh tabeltabel yang diperoleh dari hasil analisis World Integrated Trade Solution/WITS; (b) Indeks Hambatan Perdagangan/IHP; dan (c) metode Model Keseimbangan Umum Global Trade Analysis Project/GTAP. Hasil dan Pembahasan (33) Beberapa komoditas pertanian utama yang diekspor ke negara mitra utama Indonesia telah diidentifikasi dalam penelitian ini. Komoditas-komoditas tersebut berikut kode HS-nya adalah: (a) kopra (HS 1203.00.00.00); (b) minyak kelapa (HS 1513.11.00.00); (c) tepung kelapa (HS 0801.11.00.00); (d) arang tempurung kelapa (HS 4402.00.00.00); (e) serabut kelapa mentah (HS 5305.11.00.00); (f) serabut kelapa olahan (HS 5305.19.00.00); (g) penutup lantai dari serabut kelapa (HS 5702.20.00.00); (h) mete berkulit (HS 0801.31.00.00); (i) mete tidak berkulit (HS 0801.32.00.00); dan (j) nanas kaleng (HS 2008.20.00.00). (34) Negara-negara mitra utama ekspor komoditas pertanian Indonesia meliputi: (a) Bangladesh, Belanda, Malaysia, dan Filipina (kopra);
x
(b) Cina, Belanda, Malaysia, dan Amerika Serikat (minyak kelapa); (c) Jerman, Rusia, dan Singapura (tepung kelapa); (d) Cina, Jepang, dan Korea Selatan (arang tempurung kelapa); (e) Cina, Belanda, Jepang, dan Korea Selatan (serabut kelapa); (f) India, Amerika Serikat, dan Viet Nam (mete berkulit dan tidak berkulit); dan (g) Spanyol dan Amerika Serikat (nanas kaleng). (35) Sepanjang tahun 1999-2012, pertumbuhan volume dan nilai ekspor kopra Indonesia masing-masing sekitar 1,25 persen per tahun dan 7,29 persen per tahun. Sekitar 92 persen pangsa pasar ekspor kopra Indonesia ke pasar dunia ditujukan ke empat negara yaitu Bangladesh, Belanda, Malaysia, dan Filipina. Pada periode yang sama, pertumbuhan volume dan nilai ekspor minyak kelapa mentah Indonesia masing-masing sekitar 0,86 persen per tahun dan 10,47 persen per tahun. Ekspor minyak kelapa mentah Indonesia ke pasar dunia meliputi 72 negara. Negara pengimpor utama adalah Belanda, Malaysia, Cina, dan Amerika Serikat dengan pangsa mencapai 85 persen dari total ekspor minyak kelapa mentah Indonesia. Belanda sendiri menyerap hampir 37 persen dari total ekspor komoditas Indonesia tersebut. (36) Pertumbuhan volume dan nilai ekspor tepung kelapa Indonesia selama tahun 1999-2012 masing-masing sekitar 4,82 persen per tahun dan 10,92 persen per tahun. Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor tepung kelapa terbesar ketiga di dunia dengan pangsa sekitar 12,33 persen, setelah Filipina (39%) dan Sri Lanka (15,82%). Sementara itu, pertumbuhan volume dan nilai ekspor arang tempurung kelapa Indonesia masing-masing tercatat 10,19 persen per tahun dan 16,55 persen per tahun. Hampir 60 persen ekspor arang tempurung kelapa Indonesia ditujukan ke Korea Selatan (31,79%), Jepang (18,17%), dan Cina (7,31%). Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor arang tempurung terbesar di dunia, diikuti oleh Cina, Polandia, Argentina, dan Belgia. (37) Dari tahun 1999 hingga tahun 2012, pertumbuhan volume dan nilai ekspor serabut kelapa mentah Indonesia masing-masing sekitar 27,65 persen per tahun dan 29,96 persen per tahun. Sementara itu, pertumbuhan volume dan nilai ekspor serabut kelapa olahan Indonesia masing-masing 25,49 persen per tahun dan 30,84 persen per tahun. Sebagian besar ekspor kedua komoditas tersebut ditujukan ke Cina dengan pangsa masingmasing 96,53 persen (serabut kelapa mentah) dan 87,69 persen (serabut kelapa olahan). Secara agregat, Indonesia menempati posisi pengekspor serabut kelapa keenam terbesar di dunia setelah Viet Nam, Sri Lanka, India, Filipina, dan Thailand.
xi
(38) Sepanjang tahun 1999-2012, ekspor penutup lantai dari serabut kelapa Indonesia mengalami pertumbuhan negatif, yaitu -0.84 persen per tahun (volume) dan -2.47 persen per tahun (nilai). Sebagian besar (77,59%) ekspor penutup lantai dari serabut kelapa Indonesia ditujukan ke Cina dan Australia. Kendati memiliki bahan baku cukup melimpah, Indonesia hanya menempati peringkat ke 27 dari 73 negara pengekspor penutup lantai dari serabut kelapa di dunia. (39) Selama kurun waktu 1999-2012, pertumbuhan volume ekspor mete berkulit dan mete tidak berkulit Indonesia masing-masing sekitar 2,73 persen per tahun dan 8,47 persen per tahun. Sementara itu, pertumbuhan nilai ekspornya adalah 6,77 persen per tahun (mete berkulit) dan 10,58 persen per tahun (mete tidak berkulit). Negara tujuan utama berikut pangsa ekspor mete berkulit Indonesia adalah India dan Viet Nam (98%), sedangkan untuk mete tidak berkulit yaitu dan Amerika Serikat dan India (46,74%). (40) Selama periode tahun 1999-2012, pertumbuhan volume dan nilai ekspor nanas kaleng Indonesia masing-masing tercatat 1,73 persen per tahun dan 7,08 persen per tahun. Pangsa ekspor terbesar (41,11%) ditujukan ke Amerika Serikat dan Spanyol. Dalam kurun periode yang sama, rataan pertumbuhan permintaan dunia terhadap nanas kaleng Indonesia adalah sekitar 9,48 persen per tahun. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa nanas kaleng Indonesia memiliki daya saing yang cukup kompetitif seiring meningkatnya permintaan dunia. (41) Komoditas ekspor yang berbeda mempunyai negara tujuan ekspor yang berbeda pula, sehingga kebijakannya juga mempengaruhi arus komoditas tertentu ke negara tertentu. Di lingkup internasional telah ditetapkan suatu baku pangan dunia “Codex Alimentarius” yang dibentuk WTO, FAO, dan WHO yang menganjurkan pengkordinasian semua upaya pembakuan pangan yang dilaksanakan organisasi pemerintah dan bukan-pemerintah secara internasional. Codex mempunyai implikasi yang lebih luas untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan. (42) Kendati aturan sejagad ini ada, tetapi dalam prakteknya produk yang diekspor suatu negara ke negara lain telah mematuhi syaratsyarat tersebut dan di fihak lain banyak negara juga menerapkan aturan yang jauh lebih ketat daripada apa yang ditentukan Codex. Tiga komoditas ekspor dari tujuh komoditas ekspor yang diteliti telah memiliki Codex, masing-masing yaitu minyak kelapa mentah, tepung kelapa, dan nanas. Sisanya yakni kopra, arang tempurung kelapa, serabut kelapa, dan mete belum memiliki Codex.
xii
(43) Beberapa aspek kebijakan pertanian dan perdagangan negara mitra terhadap ekspor komoditas pertanian Indonesia berhubungan dengan tarif dan non-tarif. Selain itu, aspek lainnya berkaitan juga dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk, pendapatan dan pertumbuhan tingkat pendapatan, nilai tukar dan perkembangannya, serta tingkat harga konsumen atau inflasi di negara-negara tujuan ekspor komoditas pertanian Indonesia. (44) Dampak kebijakan pertanian dan perdagangan negara mitra terhadap produksi dan ekspor komoditas pertanian Indonesia dapat ditelusuri menggunakan 7 (tujuh) skenario pemotongan tarif dan advalorem tariff serta liberalisasi jasa-jasa bilateral dan kebijakan peningkatan efisiensi untuk mengurangi harga efektif impor barang dan jasa. Ketujuh skenario tersebut adalah: (a) skenario 1 (pemotongan tarif impor/tms sebesar 50%); (b) skenario 2 (pemotongan tarif ekspor/txs) sebesar 50%); (c) skenario 3 (peningkatan efisiensi teknis/ams sebesar 50%); (d) skenario 4 (gabungan skenario 1, 2, dan 3); (e) skenario 5 (gabungan scenario 1 dan 2); (f) skenario 6 (gabungan skenario 1 dan 3); dan (g) skenario 7 (gabungan skenario 2 dan 3). (45) Peningkatan efisiensi sistem komoditas-komoditas yang diteliti dapat mendorong peningkatan ekspor Indonesia atas komoditaskomoditas tersebut. Semakin mampu ekspor komoditas pertanian Indonesia bersaing di pasar internasional karena perubahan tarif ekspor dan terjadi efisiensi alokatif dalam proses produksi yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan (46) Kecuali ekspor penutup lantai dari serabut kelapa, ekspor komoditas lainnya (kopra, minyak mentah kelapa, tepung kelapa, arang tempurung kelapa, serabut kelapa, mete, dan nanas) mengalami pertumbuhan yang positif baik volume maupun nilai ekspornya selama periode 1999-2012. Secara teknis, peningkatan efisiensi sistem komoditas dapat mendorong peningkatan ekspor komoditas pertanian Indonesia ke pasar dunia. Namun perlu dicatat bahwa masing-masing negara tujuan ekspor memiliki spesifikasi kebijakan pertanian dan perdagangan tersendiri yang selalu harus disiasati oleh Indonesia dalam hal ekspor komoditas pertanian. (47) Perlu instrumen yang mampu mengidentifikasi kebutuhan, kekhususan, dan keunggulan produk lokal secara ilmiah. Tujuannya agar produk dalam negeri dapat bersaing guna membendung ekspansi produk impor sejenis. Untuk itu, para peneliti Indonesia di bidang produksi dan pengolahan produk
xiii
pertanian ditantang untuk dapat menciptakan teknologi atau menghasilkan inovasi teknologi dengan biaya yang lebih rendah untuk mencapai tujuan tersebut. (48) Untuk menghadapi ragam hambatan perdagangan komoditas ekspor komoditas pertanian Indonesia di negara-negara tujuan, fihak pengekspor seyogianya bekerjasama dengan pemerintah guna mengkaji secara mendalam tentang berbagai ragam hambatan tersebut. Tujuannya agar diperoleh suatu pemahaman yang lebih jelas tentang cakupan isunya, antara lain tentang kerumitan aspek hukum, ekonomi dan aturan-aturannya karena faktor-faktor tersebut sering sekali menjadi pengganjal bagi penentuan saat dan cara pemerintah mengambil langkah-langkah yang tepat.
xiv