Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pengadaan barang dan jasa pemerintah memilki tujuan antara lain adalah memperoleh barang dan/ atau jasa dengan harga yang dapat dipertanggung jawabkan dengan jumlah dan mutu sesuai, serta pada waktunya. 1 Pada prinsipnya pengadaan barang dan jasa dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/ tidak diskriminatif, dan akuntabel. Mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia diatur oleh Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. KEPPRES No. 80 Tahun 2003 ini dibentuk dengan tujuan agar pengadaan barang/ jasa pemerintah yang dibiayai oleh APBN/ APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat. 2 Namun, pada prakteknya pengaturan mengenai tata cara atau pedoman dasar melakukan pengadaan barang dan/ jasa pemerintah sering kali tidak dilakukan sesuai prosedur oleh para penyedia barang dan jasa dan juga pengguna barang dan jasa, yang akibatnya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Bahkan dalam era otonomi daerah sekarang ini, penyimpangan tersebut justru semakin luas. Terlihat dari banyaknya pihak terkait pengadaan barang/ jasa itu berurusan dengan aparat penegak hukum, bahkan tidak hanya di tingkat elite, penyimpangan yang bersifat koruptif itu kini sudah mulai menjalar kepada para pengelola sekolah, baik kepala sekolah maupun komite. 3
1
Ikak G. Patriastomo. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Keppres No. 80 Tahun 2003. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Publik. 2 KEPPRES No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. 3 http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/40/id. Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
Bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah antara lain adalah persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa. Persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa adalah suatu konspirasi usaha, yakni suatu bentuk kerjasama diantara pelaku usaha dengan maksud untuk menguasai pasar yang bersangkut bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol tersebut. 4 Persekongkolan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah biasa dilakukan oleh pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan oknum pegawai negeri sipil atau pengguna barang dan jasa. Persekongkolan ini dilakukan biasanya untuk memenangkan salah satu peserta lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk mendapatkan kontrak pengerjaan tender proyek tersebut. Persekongkolan yang biasa dilakukan dalam proses pengadaan barang dan jasa ini menimbulkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk memberantas dan mencegah hal ini semakin berkembang, sebenarnya pengaturan mengenai larangan praktek persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa sudah diatur oleh Undang-undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. UU No. 5 Tahun 1999 merupakan Hukum antimonopoli yang merupakan salah satu regulasi yang mengatur tata cara persaingan usaha di Indonesia. Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa; “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasakan demokrasi Ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. “ 5 Undang-undang
No 5 Tahun 1999 terbentuk karena begitu banyaknya pelanggaran-
pelanggaran bentuk kegiatan usaha pada masa orde baru yang berakhir pada tahun 1998 6. Monopoli dan gerak konglongmerasi yang cepat terjadi kesalahan dalam mendistribusikan PER (power of Economic Regulation) sehingga manfaat hanya bergulir pada lingkaran
4
Munir Fuady. 2000. Hukum Antimonopoli, Bandung: PT. Citra Aditnya Bakti. Hal. 82 Normin S, Pokok-pokok Pikiran Tentang Hukum Persaingan Usaha, Elips, Jakarta, 2001, hal. 23. 6 Munir Fuady, Hukum Antimonopoli, Bandung : PT. Citra Aditnya Bakti, 2000, hal. 3 5
Universitas Sumatera Utara
kelompok tertentu yang dekat dengan kekuasaan dan pusat pengambil keputusan saja. 7 Persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur pada Bagian Keempat Tentang Persekongkolan yang terdiri dari Pasal: 8 Pasal 22 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” Pasal 23 :”Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” Pasal 24 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitasmaupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.”
Meskipun pengaturan mengenai persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa ini sudah diatur dengan baik dan jelas oleh UU No. 5 tahun 1999, namun pada kenyataannya praktek persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa masih marak terjadi. Contoh kasus persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia antara lain tindak pidana korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2004 yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 7, 5 miliar, tindak pidana korupsi pembelian dan pengoprasian dua unit pesawat Fokker 27 seri 600 oleh Bupati Jayawijaya Papua, perkara tindak pidana korupsi kasus proyek pemeliharaan jalan dan jembatan Kabupaten kota baru, dugaan korupsi Bupati Muna dalam lelang kayu jati di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang atau jabatan, manipulasi pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan pekerjaan fiktif dan gratifikasi di BUMN PTPN II Unit Kebun Limau Mungkur, Deli Serdang Sumatera Utara yang dilakukan oleh 7
Abdul Hakim, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Antimonopoli: undang-undang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia, Elex Computindo,Jakarta, 1999, hal. 3. 8 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Universitas Sumatera Utara
Direksi PTPN II yang terjadi di tahun 2010 9, dan masih banyak lagi. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa dalam sepuluh tahun KPPU didirikan semenjak bulan Juni tahun 2000, KPPU telah menerima laporan dari masyarakat sebanyak 3.043 laporan. Dan berdasarkan laporan tersebut dan beberapa kasus yang KPPU tindak tercatat didalamnya hampir 78% (tujuh puluh delapan persen) yaitu dugaan pelanggaran persekongkolan pengadaan barang dan jasa. 10Dari data KPPU diatas terlihat jelas bahwa persekongkolan yang terjadi didalam pengadaan barang dan jasa sangat marak terjadi di Indonesia. Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU telah dijalankan selama beberapa tahun, sepanjang periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60 % dari kasus yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa masih banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan tindakantindakan anti persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan kolusi dengan panitia pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang. 11 Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di Indonesia, nilai anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk bidang pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang paling tinggi. Sebagai gambaran bahwa di APBN tahun 2002 untuk pengadaan barang dan jasa mencapai Rp.159 Triliun. Angka tersebut belum termasuk dana yang dikelola oleh BUMN, Kontraktor kemitraan, dan belum termasuk anggaran Pemerintah daerah. Hal itulah
9
http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=5932&l=diduga-korupsi-direksi-ptpn-ii-deli-serdang-sumutdiminta-dicopot. 2 Juni 2010 10 http://www.majalahteras.com/2010/06/kontribusi-kppu-selama-satu-dasawarsa/. 7 Juni 2010 11 Syarip Hidayat, Persaingan dalam tender yang mengakibatkan persaingan tidak sehat, legalitas.org, 12 Agustus 2008
Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah merupakan “lahan yang subur” bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Dan taukah anda bahwa dari seluruh kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih dari separuhnya merupakan masalah korupsi di pengadaan barang dan jasa. Kondisi-kondisi tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi dan kolusi di Indonesia, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Keadaan yang demikian menyebabkan hilangnya persaingan dan mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien serta menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kinerja industri dan perkembangan ekonomi. Korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara, tidak hanya mengancam perekonomian dan keuangan negara serta ketatanegaraan kita tetapi korupsi dapat menghambat pembangunan di Indonesia dan menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia. Korupsi secara pasti telah menjadikan atau menciptakan Pemerintahan yang irasional, Pemerintahan yang penuh dengan keserakahan, dan bukan Pemerintahan yang memang bertekad untuk mensejahterakan masyarakat. Padahal proses pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan secara kompetitif dan memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat (public welfare) karena sebagian besar proyek-proyek pemerintah memang merupakan kegiatan pemerintah atau government spending yang ditujukan untuk memacu kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Penegakan hukum yang kurang tegas dan jelas terhadap pelaku persengkongkolan yang tidak sehat di dalam pengadaan barang dan jasa, sering kali menjadi pemicu tindak pidana korupsi ini. KPPU dalam menjalankan tugasnya memberikan sanksi hukum kepada pelaku persekongkolan hanya berpatokan pada ketentuan yang diatur pada undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Padahal jika kita lihat berdasarkan ketentuan di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut pelaku yang dapat dikenakan sanksi oleh KPPU hanyalah pelaku usahanya saja, dan itu hanya sanksi
Universitas Sumatera Utara
administratif dan pidana denda tidak ada sanksi hukum berupa perampasan kemerdekaan. Padahal persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa lebih sering dikarenakan adanya perilaku korup para pejabat pemerintahan atau pegawai negeri. Pelaku persekongkolan didalam pengadaan barang dan jasa baik pihak penyedia atau pengusaha maupun pihak pengguna atau pejabat yang terkait seharusnya dapat dijerat dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena memang perbuatan-perbuatan yang terjadi di dalam persengkongkolan di dalam pengadaan barang dan jasa juga diatur di dalam undangundang pemberantasan tindak pidana korupsi seperti perbuatan yang merugikan keuangan negara, pegawai negeri menerima hadiah, gratifikasi yang tidak dilaporkan, dan lain-lain. Sehingga pelaku persekongkolan pengadaan barang dan jasa dapat dijerat dengan sanksi berupa pidana penjara sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan hal-hal yang telah penulis paparkan diatas, maka penulis membuat sebuah skripsi yang berjudul “PRAKTEK PERSEKONGKOLAN TIDAK SEHAT DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DIKAITKAN DENGAN UNDANGUNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas, maka penulis dapat menarik beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Antara lain : 1. Bagaimanakah praktek persekongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang dan/ atau jasa Pemerintah dilihat dari UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimanakah praktek persekongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang/ atau jasa Pemerintah dilihat dari Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum dan akibat hukum bagi para pelaku persekongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa menurut UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Untuk mengetahui Persekongkolan Tidak Sehat dalam pengadaan barang dan jasa ditinjau dari Undang Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2. Manfaat Penulisan a. Secara teoritis Pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan akan memberikan informasi dan gambaran tentang perkembangan penindakan hukum di bidang persekongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah, yaitu mengenai siapa saja yang dapat dijerat akibat tindakan persekongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah dan juga apa saja sanksi hukum yang dapat diberikan kepada pelaku persekongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang dan
Universitas Sumatera Utara
jasa Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Selain itu, penulisan skripsi ini bermanfaat bagi kontribusi pemikiran dan pandangan yang baru mengenai hukum pidana di Indonesia, terutama bagi kalangan akademisi di Perguruan Tinggi. b. Secara Praktis Pembahasan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi para pekerja di bidang pengadaan barang dan jasa dan juga pemberantasan tindak pidana korupsi mengenai langkah hukum apa yang dapat diambil untuk mengatasi persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa. Diharapkan penulisan skripsi ini memiliki manfaat bagi pemerintah untuk lebih lagi
meningkatkan
pengawasan
dan
penindakan
hukum
terhadap
pelaku
persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga hal tersebut dapat mendukung upaya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.
D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini merupakan hasil karya yang ditulis secara objektif, ilmiah melalui data-data referensi dari buku-buku, artikel, website, undang-undang, dan berbagai sumber data. Skripsi ini juga bukan merupakan jiplakan atau merupakan judul skripsi yang pernah diangkat sebelumnya oleh orang lain. Jikalau pun memang ada, penulis yakin sudut pembahasannya pasti berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
Bila ternyata terdapat judul serta permasalahan yang sama sebelum skripsi ini dibuat, maka saya bertanggung jawab sepenuhnya. E. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Pengadaan Barang dan Jasa. Sejarah mengenai pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah dimulai dari adanya transaksi pembelian atau penjualan barang di pasar secara langsung (tunai). Kemudian berkembang kearah pembelian berjangka waktu pembayaran, dengan membuat dokumen pertanggungjawaban (antara pembeli dan penjual), dan pada akhirnya melalui pengadaan dengan cara proses pelelangan. Dalam prosesnya, pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak terkait sehingga perlu ada etika, norma dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk dapat mengatur atau yang dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan jasa. 12 Metode yang digunakan dalam pembelian di pasar adalah dengan cara tawar menawar secara langsung antara pihak pembeli (pengguna) dan pihak penjual (penyedia barang). Apabila proses tawar menawar telah mencapai kesepakatan harga maka dilanjutkan dengan transaksi jual-beli, yaitu dimana pihak penyedia barang menyerahkan barang tersebut kepada pihak pembeli dan pihak pembeli membayar sesuai harga yang telah disepakati bersama. Jika dalam pemesanan ternyata pihak pembeli membutuhkan jumlah dan jenis barang yang banyak, maka cara pembelian barang secara langsung dipasar akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Maka daripada itu biasanya pembeli akan membuat daftar jumlah dan jenis barang yang dibutuhkannya, yang selanjutnya diserahkan kepada penyedia barang agar pihak penyedia mengajukan penawaran harga secara tertulis pula. Daftar barang yang disusun secara tertulis tersebut merupakan asal
12
Andrian Sutedi. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Jakarta: Sinar Grafika. 2009. Hal. 1
Universitas Sumatera Utara
usul dokumen pembelian, sedangkan penawaran harga yang dilakukan secara tertulis oleh penyedia barang merupakan asal usul dari dokumen penawaran 13 Seiring dengan perkembangannya, pihak pembeli (pengguna) tidak hanya menyerahkan daftar pemesanan barangnya tidak hanya pada satu penyedia barang tetapi dengan beberapa penyedia barang. Dengan meminta penawaran dari beberapa penyedia barang, pengguna atau pihak pembeli dapat memilih harga penawaran yang lebih murah dari setiap jenis barang yang akan dibeli. Cara demikian yang merupakan cikal bakal pengadaan barang dengan cara lelang. Menurut Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa menyatakan bahwa: “Pengadaan barang/ jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh APBN/ APBD baik yang dilaksanakan sendiri oleh pengguna barang/ jasa atau pihak lain.”14 Pembelian barang tidak terbatas pada barang yang memang sudah ada tersedia dipasaran. Kadang kala pihak pengguna menginginkan barang yang tidak ada secara langsung dijual di pasar. Maka pembelian barang yang belum ada di pasar dilakukan dengan cara pesanan. Agar barang yang dipesan dibuat seperti yang diinginkan, maka pihak pemesan (pengguna) menyusun nama, jenis, jumlah barang yang dipesan beserta spesifikasinya secara tertulis dan menyerahkan kepada pihak penyedia barang. Dokumen ini selanjutnya disebut dokumen pemesanan barang yang menjadi cikal bakal dokumen lelang. Pengadaan
barang
dengan
cara
pemesanan
ini
ternyata
sesuai
dengan
perkembangannya tidak hanya pemesanan pada benda bergerak, tetapi juga terhadap benda tidak bergerak seperti rumah, bendungan, gedung, jembatan, dan lain-lain. Untuk
13
Ibid Pasal 1 Angka 1 KEPPRES No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. 14
Universitas Sumatera Utara
pemesanan barang berupa bangunan, pihak pengguna biasanya menyediakan gambar rencana atau gambar teknis dari bangunan yang dipesan. Pemesanan atau pengadaan barang berupa bangunan tersebut merupakan asal usul pengadaan pekerjaan pemborongan yang kemudian disebut pengadaan jasa pemborongan. Pengadaan barang sekarang ini tidak sebatas pada barang yang bergerak ataupun barang yang tidak bergerak. Tetapi barang yang tidak berwujud pun dapat dipesan oleh pihak pengguna. Barang yang tidak berwujud umumnya adalah jasa, jasa pelayanan kesahatan, jasa pelayanan pendidikan, jasa konsultasi, jasa supervisi, jasa management, dan lain-lain. Pengadaan barang yang tidak berwujud itu yang merupakan asal usul pengadaan jasa konsultasi dan jasa lainnya. Pengadaan barang dan jasa sebenarnya pada hakikatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dapat dicapai kesepakatan harga dan waktu. Menurut Andrian Sutedi, yang dimaksud pengadaan barang dan jasa adalah : “Upaya untuk mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan yang dilakukan atas dasar pemikiran yang logis dan distematis (the system of thought), mengikuti norma dan etika yang berlaku, bedasarkan metode dan proses pengadaan yang baku.” 15
2.
Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah. Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dibiayai oleh APBN/ APBD dapat
berjalan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan
perlakuan
yang
adil
bagi
semua
pihak,
sehingga
hasilnya
dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya maka 15
Adrian Sutedi. Op Cit. Hal. 3
Universitas Sumatera Utara
diperlukan payung hukum yang mengatur mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah. Di Indonesia hal ini diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Sesuai dengan Keppres tersebut tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah harus meliputi langkah-langkah antara lain : a) Perencanaan Pengadaan Perencanaan pengadaan adalah tahap awal dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang bertujuan untuk membuat Rencana Pengadaan (Procurement Plan) yang mempersiapkan dan mencantumkan secara rinci mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu, mutu, biaya, dan manfaat dari pengadaan barang & jasa untuk keperluan pemerintah, yang dibiayai dari dana APBN maupun BLN. Rencana Pengadaan akan menjadi acuan utama dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah per paket pekerjaan. 16 Perencanaan pengadaan ini diatur dalam Pasal 9 ayat (3a) Keppres No. 80 Tahun 2003, mengenai tugas pokok Pengguna barang dan jasa. b) Pembentukan Panitia Lelang Panitia lelang adalah lembaga pelaksana pengadaan yang pertama- tama dibentuk dan ditunjuk oleh pemimpin proyek setelah seluruh persiapan administrasi pelaksanaan proyek baku. Penunjukkan panitia sepatutnya bersandar pada prinsip profesionalisme, responsif, accountable, credible, dan mandiri. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Keppres No. 80 Tahun 2003 ini panitia pengadaan dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai diatas lima puluh juta rupiah, berarti jika nilai pengadaan barang dan jasa tidak senilai lima puluh juta atau lebih tidak perlu dibentuk panitia lelang.
16
Indonesia Procurement Watch. Tool Kit Anti Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Jakarta. Hlm. 16
Universitas Sumatera Utara
Panitia lelang memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut: 17 a. b. c. d.
e. f. g. h. i.
Menyusun jadwal dan menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi pengadaan; Menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS); Menyiapkan dokumen pengadaan; Mengumumkan pengadaan barang dan jasa melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, dan jika memungkinkan melalui media elektronik; Menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi; Melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk; Mengusulkan calon pemenang; Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada pengguna barang dan jasa; Menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dimulai. Panitia pengadaan beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang yang memahami tata
cara pengadaan, substansi, pekerjaan/ kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur didalam maupun diluar instansi yang bersangkutan. c) Prakualifikasi Perusahaan Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan jasa sebelum memasukan penawaran. 18 Jadi prakualifikasi dapat dikatakan sebagai kegiatan penentuan syarat administratif, teknis, dan pengalaman serta seleksi dari perusahaan (kontraktor/ konsultan/ dan supplier), yang diperkirakan mampu untuk melaksanakan pekerjaan yang akan ditender atau dilelangkan. Prakualifikasi dilaksanakan sebelum tender dalam rangka menjaring calon yang sanggup melaksanakan pekerjaan. Dalam tahap ini panitia menyusun kriteria kelulusan prakualifikasi dan mengumumkannya pada masyarakat. Prioritas dalam prakualifikasi akan merujuk kepada sertifikasi, izin usaha, kemampuan keuangan, pengalaman yang sesuai, kepatuhan dalam perpajakan, pekerjaan yang sedang dikelola, serta kinerja perusahaan. Sebagaimana tahap- tahap lainnya, pelaksanaan
17 18
Pasal 10 Ayat (5) KEPPRES No. 80 Tahun 2003. http://www.pengadaan.info/index.php?option=com_content&view=article&id=140&Itemid=98
Universitas Sumatera Utara
prakualifikasi harus mengacu pada prinsip keterbukaan, kejujuran, transparansi, kemandirian, dan profesionalisme. 19 d) Penyusunan Dokumen Lelang Penyusunan dokumen lelang adalah kegiatan yang bertujuan menentukan secara teknis dan rinci dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh pihak penyedia jasa, mulai dari lingkup pekerjaan, mutu, jumlah, ukuran, jenis, waktu pelaksanaan, dan metoda kerja dari keseluruhan pekerjaan yang akan dilelangkan. Hal- hal yang perlu diperhatikan adalah: 20 a. Dokumen disusun secara sederhana oleh panitia agar mudah dipahami dan menjadi pedoman baku bagi seluruh pihak. b. Dokumen tersebut meliputi petunjuk kepada peserta lelang, syarat kontrak, syarat tekhnis, daftar pekerjaan yang akan dikontrakkkan, usulan perjanjian, serta gambargambar dan referensi yang diperlukan oleh peserta tender e) Pengumuman Pelelangan Pengumuman pelelangan dimaksudkan agar masyarakat mengetahui akan adanya pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah, oleh karena itu pengumuman tersebut harus disebarluaskan melalui media massa. Pada dasarnya, pengumuman tersebut mewakili proses pendaftaran bagi perusahaan yang telah lulus kualifikasi untuk mengikuti tender. Hal ini diatur pada Pasal 17 ayat (2) UU No. 80 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pelelangan umum adalah metode pemilihan penyedia barang dan jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. f) Pengambilan Dokumen Lelang
19 20
Indonesia Procurement Watch, .op cit. Hal. 17 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan penyediaan dokumen pelelangan oleh Panitia Lelang kepada para peminat, secara lengkap dengan Cuma-cuma maupun dengan biaya yang telah ditentukan, dalam waktu yang sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah distribusi, dokumen lelang dapat dibagi menjadi dokumen tetap dan tidak tetap. Isi dokumen adalah instruksi standar untuk bidder, syarat- syarat umum kontrak, spesifikasi teknis umum, contoh- contoh dokumen yang umum diberlakukan seperti surat penawaran, bid bond/ guarantee, performance bond/ guarantee, dan surat usulan ajudicator. 21 g) Penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) Penentuan harga perhitungan sendiri (HPS) diatur pada Pasal 13 UU No. 80 Tahun 2003, yang berbunyi: 22 (1) Pengguna barang dan jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) HPS disusun oleh pamitia/ pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/ jasa. (3) HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. (4) Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia. (5) HPS merupakan salah satu acuan dalam menentukan tambahan nilai jaminan. h) Penjelasan Lelang. Aanwijzing adalah pertemuan penjelasan lisan dari pihak pemberi kerja, yang dalam hal ini diwakili oleh Panitia Pengadaan dihadap keseluruhan calon peserta pelelangan. Penjelasan dan tanya jawab dilakukan tentang hal teknis maupun administrative, agar tidak terjadi perbedaan persepsi maupun kekeliruan dalam pengajuan penawarannya. 23 i) Penyerahan Penawaran Harga dan Pembukaan Penawaran.
21
Indonesia Procurement Watch, .op cit. Hal. 18 Pasal 13 KEPPRES No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/ Jasa Pemerintah. 23 http://idbunhalu.info/projectportal/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=359 22
Universitas Sumatera Utara
Penyerahan dokumen penawaran secara tepat waktu, lengkap dan memenuhi syarat administrative dan teknis, serta dialamatkan seperti yang telah ditentukan. Penyerahan harus dapat dibuktikan dengan tanda terima dari petugas. Kegiatan ini antara lain meliputi; 1)
Penyampaian penawaran oleh peserta dapat dilakukan segera setelah peserta menerima addendum terakhir panitia; 2) Penyampaian dokumen diluar batas waktu tidak akan diterima; 3) Pembukaan, pemberian tanda, penelitian dokumen utama disaksikan oleh peserta; 4) Setelah berita acara pembukaan, panitia tidak diperkenankan lagi menerima dokumen apapun; 5) Tidak ada peserta yang gugur sebelum dilakukan evaluasi terhadap dokumen.
j) Evaluasi Penawaran. Kegiatan pemeriksaan, penelitian dan analisis dari keseluruhan usulan teknis dari peserta pelelangan, dalam rangka untuk memperoleh validasi atau pembuktian terhadap harga penawaran yang benar, tidak terjadi kekeliruan sesuai dengan persyaratan teknis yang telah ditentukan. Adapun kegiatan itu adalah : 24 1) Evaluasi penawaran meliputi evaluasi administrasi, evaluasi teknis, dan evaluasi harga; 2) Evaluasi administrasi perlu mempertimbangkan factor redaksional, keabsahan, jaminan penawaran, dan aritmatik; 3) Setelah lulus evaluasi administrasi, penawaran akan dikaji dari sisi teknis di mana perusahaan yang mengikuti tender harus memiliki sertifikasi dari lembaga akreditas yang credible; Dalam pemilihan penyedia barang dan jasa pemborongan atau jasa lainnya dapat dipilih salah satu dari tiga metode evaluasi penawaran berdasarkan jenis barang/ jasa yang akan diadakan dan metode evaluasi penawaran tersebut harus dicantumkan dalam
24
Indonesia Procurement Watch, .op cit. Hal. 20
Universitas Sumatera Utara
dokumen lelang, yang meliputi; Sistem gugur, Sistem nilai, dan Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis. k) Pengumuman Calon Pemenang. Kegiatan Pengumuman urutan calon Pemenang dilakukan setelah keseluruhan hasil penelitian dirumuskan oleh panitia pelelangan dinyatakan selesai. dan diusulkan atau dipertanggungjawabkan kepada penanggungjawab alokasi dana atau pemilik proyek. Calon pemenang diurutan pertama akan disyahkan sebagai pemenang pelelangan, setelah masa sanggah selesai dengan kegiatan sebagai berikut; 1) pengumuman dipasang di media massa dengan jangkauan yang luas sesuai besaran kontrak, pengumuman ditempelkan pula di Kantor proyek; 2) pengumuman harus jelas dan rinci, sehingga sanggahan menjadi berkurang; 3) dilaksanakan dengan waktu yang cukup; 4) pelaksanaannya on time dan tidak ditunda- tunda. l) Sanggahan Peserta Lelang Sanggahan yang dapat dilakukan peserta lelang terhadap pengumuman calon pemenang diatur pada Pasal 27 UU No.80 Tahun 2003, yang berbunyi Peserta pemilihan penyedia barang/ jasa yang merasa dirugikan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya, dapat mengajukan surat sanggahan kepada Pengguna barang dan jasa apabila ditemukan : 25 1) 2) 3) 4) 5)
Penyimpangan terhadapa ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang dan jasa. Rekayasa tertentu sehingga menghalangi terjadinya persaingan yang sehat. Penyalahgunaan wewenang oleh Panitia/ Pejabat pengadaan dan/ atau Pejabat yang berwenang lainnya. Adanya unsur KKN di antara peserta pemilihan penyedia barang dan jasa. Adanya unsur KKN antara peserta dengan anggota Panitia/ Pejabat Pengadaan dan/ atau dengan pejabat yang berwenang lainnya.
25
Pasal 27 UU No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
m) Penunjukan Pemenang Lelang Setelah masa ‘sanggah’ berakhir maka, kepala instansi/ proyek wajib untuk mengeluarkan secara resmi surat penetapan pemenang pelelangan. Guna dapat diproses didalam ikatan perjanjian kerja pelaksanaan pekerjaan atau Kontrak Kerja. Kegiatan tersebut meliputi; 1) Berita acara yang telah selesai lengkap dengan tanda tangan seluruh anggota panitia. 2) Catatan lengkap sanggahan dan jawaban merupakan kelengkapan data yang diperlupkan untuk pengeluaran surat tersebut; 3) Catatan samping- side letter yang merupakan hasil kesepakatan antara panitia dan mitra calon pemenang pada preaward meeting. n) Penandatangan Kontrak Perjanjian. Kegiatan akhir dari proses pelelangan adalah penandatangan perjanjian kontrak pelaksanaan pekerjaan. Perjanjian tentang nilai harga pekerjaan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, serta waktu pelaksanaan pekerjaan yang ditentukan secara pasti. Para pihak menandatangani kontrak selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia barang dan jasa dan setelah penyedia barang dan jasa menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak kepada pengguna barang dan jasa. Untuk pekerjaan jasa konsultasi tidak diperlukan jaminan pelaksanaan. o) Penyerahan Barang/ Jasa Kepada Pengguna. Penyerahan barang dan jasa dapat dilakukan secara bertahap atau menyeluruh. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam dokumen lelang. Penyerahan final dilakukan setelah masa pemeliharaan selesai. Setelah penyerahan final selesai, tanggung jawab penyedia jasa masih belum berakhir. Penyerahan barang dan jasa dianggap memenhui aturan yang berlaku apabila dilaksanakan
Universitas Sumatera Utara
1) tepat waktu sesuai perjanjian; 2) tepat mutu sesuai yang dipersyaratkan; 3) Tepat volume sesuai yang dibutuhkan; dan 4) tepat biaya sesuai dalam isi kontrak
3. Definisi Persekongkolan Tidak Sehat. Persekongkolan adalah “konspirasi usaha “ yakni suatu bentuk kerjasama diantara pelaku usaha dengan maksud untuk menguasai pasar yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol tersebut”. 26 Persekongkolan atau konspirasi usaha menurut Pasal 1 angka 8 Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. 27 Karena itu, Undang-undang Anti Monopoli dengan tegas melarang terhadap setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain yang dibuat dengan tujuan untuk menghambat produksi dan atau pemasaran suatu produk dari pelaku usaha pesaingnya dengan harapan agar produk yang dipasok atau ditawarkan tersebut menjadi kurang baik dari segi kualitasnya, dari segi jumlahnya, maupun dari segi ketetapan waktu yang dipersyaratkan.
4. Definisi Korupsi Korupsi adalah masalah yang tidak ada habis-habisnya di negara ini. Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang paling marak terjadi di negeri ini. Para pelakunya
26 27
Munir Fuady, Hukum Antimonopoli, Bandung : PT. Citra Aditnya Bakti, 2000.Hal. 82 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat
Universitas Sumatera Utara
beragam-ragam, dari individu, Pejabat Negara, anggota legistalif, dan bahkan para penegak hukum yang seharusnya menegakan hukum tak luput dari tindak pidana ini. Hal tersebutlah yang menyebabkan adanya pendapat bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari negara ini, bahkan ada pula yang menyebut korupsi sebagai tradisi warga negara Indonesia. Kata Korupsi berasal dari bahasa latin corruption dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikan, menyogok. Menurut Transparancy Internasional korupsi ialah perilaku pejabat public, baik politikus maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. 28 Agus Pramusinto dalam bukunya yang berjudul Paradoks-paradoks pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dimaksud dengan korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Korupsi tidak hanya dianggap sebagai penghambat kegiatan ekonomi tetapi juga akan merusak bangunan moral kemasyarakatan, demokrasi dan tatanan kenegaraan. Berkembangnya korupsi selain disebabkan faktor internal juga faktor eksternal berupa perilaku suap-menyuap yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional terhadap pejabat lokal. Adapun fokus perhatian korupsi dan upaya-upaya penyelidikan di Indonesia masih terkonsentrasi pada perilaku birokrat yang akhirnya menciptakan bias-bias penanganan korupsi. 29 Menurut Sudarsono, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sedangkan menurut World Bank atau Bank Dunia yang dimaksud dengan korupsi
28 29
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi. maret 2010 Agus Pramusinto. Paradoks-Paradoks Pemberantasan Korupsi. 2000. Perencanaan Pembangunan:
Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
adalah tindakan penyalahgunakan dari kekuatan jabatan pemerintahan untuk keuntungan pribadi. 30 Evi Hartanti, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah suatu tindakan yang jahat, busuk, dan merusak. Korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, factor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya. 31 Masalah korupsi ini sebenarnya bukanlah masalah baru lagi di Indonesia, karena telah ada sejak era tahun 1950-an. Bahkan berbagai kalangan menilai bahwa korupsi telah menjadi suatu sistem dan menyatu dengan pelanggaran pemerintahan negara. Keadaan yang demikian suka atau tidak suka akan mengoyahkan demokrasi sebagai sendi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melumpuhkan nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum serta semakin jauh dari tujuan tercapainya masyarakat yang sejahtera. 32 Chaerudin, juga mengembangkan 7 (tujuh) Tipologi Korupsi, yaitu sebagai berikut :33 1. 2.
3. 4.
5.
Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang donor dengan resipen untuk keuntungan kedua belah pihak. Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi. Korupsi Investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang. Korupsi Nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor public maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan public yang seharusnya dirahasiakan.
30
Sudarsono. Kamus Hukum. 2005. Rineka Cipta: Jakarta. Hal. 231 Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi. 2005. Sinar Grafika: Semarang. Hal. 9 32 Chaerudin. dkk. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. 2008. Refika Aditama: Jakarta. Hal. 1 33 Ibid, Hal. 3 31
Universitas Sumatera Utara
6. 7.
Korupsi Supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan. Korupsi Defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.
Secara Yuridis formil pengaturan mengenai masalah korupsi ini di Indonesia diatur menurut undang-undang No. 31 Tahun 1999 dan diperbaruhi oleh undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang dimaksud dengan perbuatan korupsi adalah jika “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. 34 Berdasarkan ketentuan pasal ini yang dikatakan sebagai perbuatan korupsi harus memenuhi unsur-unsur antara lain setiap orang atau korporasi, melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi, dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 35 F.
Metode Penelitian. Dalam penulisan skripsi ini, penelitian dilakukan dengan menggunakan Metode Analisis Deskriptif. Maksudnya adalah mengelola dan menafsirkan data yang diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran keadaan yang diteliti. “Metode Analisis Deskriptif adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk meneliti sekelompok manusia, suatu situasi kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.” 36
1. Jenis Penelitian
34
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi M. Syamsa Ardisasmita (ed), DEA. Definisi Korupsi Menurut Perspektif Hukum dan EAnnauncement untuk Tata Kola Pemerintahan yang Lebih Terbuka, Transparan, dan Akuntabel.Jakarta.2006. Hal. 6 36 M. Manulang, Pedoman Teknis Menulis Skripsi . 2004. Yogyakarta: Andi. Hal. 35. (Dikutip dari: Moh, Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 63) 35
Universitas Sumatera Utara
Pada skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normative. Pendekatan yuridis adalah pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dalam hal ini penulis melihat peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah persengkongkolan tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa yaitu undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penulis juga membandingkan undang-undang tersebut dengan undang-undang yang mengatur masalah tindak pidana korupsi, yaitu undang-undang No. 20 Tahun 2001. 2. Sumber Data Skripsi ini menggunakan data skunder yang terdiri dari dua bahan hukum, yaitu : a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan, norma, atau putusan KPPU yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. b. Bahan hukum skunder, yaitu bahan hukum yang akan menjelaskan mengenai bahan-bahan hukum primer antara lain berupa literatur-literatur yang dalam hal ini memiliki keterkaitan dengan persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa serta tindak pidana korupsi. 3. Metode Pengumpulan Data. Penulis dalam mengumpulkan data skripsi ini menggunakan pengumpulan data melalui studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus, dan juga data-data yang diperoleh dari internet.
4. Analisa Data.
Universitas Sumatera Utara
Pada penulisan skripsi ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”. 37
G. Sistematika Penulisan. Untuk memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan materi skripsi ini, penulis akan menguraikan secara singkat bab demi bab yang terkait guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap arah pembahasan seperti dibawah ini. Bab I, menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, manfaat dan tujuan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang terdiri dari definisi penyedia barang dan jasa, tata cara penyedia barang dan jasa oleh pemerintah, definisi persekongkolan tidak sehat, definisi monopoli dan usaha curang, dan definisi tindak pidana korupsi. Serta metodelogi penelitian dan rumusan masalah. Bab II, menguraikan tentang persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah dilihat dari UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Anti Monopoli dan
37
http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif. Juni 2010.
Universitas Sumatera Utara
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bab II ini juga akan dmembahas mengenai sanksi hukum yang dapat diberikan bagi para pelaku persengkongkolan yang tidak sehat dilihat dari UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Baik bagi pihak pemerintah ataupun pihak pengusaha. Bab III, menguraikan tentang praktek persekongkolan yang tidak sehat ini dilihat dari No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan apa saja sanksi hukum yang dapat diberikan kepada para pelaku persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa dilihat dari UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Bab IV, menguraikan tentang penutup dari skripsi ini, dimana akan terdapat kesimpulan yang penulis yang penulis tuangkan sesuai dengan apa yang sudah penulis teliti mengenai masalah-masalah yang ada pada bab-bab sebelumnya dan juga berisikan mengenai saran-saran yang coba diberikan oleh penulis dalam mengatasi masalah yang ada di dalam praktek persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Universitas Sumatera Utara