PENDIDIKAN TINGGI DAN MUTU HUMAN CAPITAL Oleh : Farid Wajdi Ibrahim
ABSTRAK
Pendidikan tinggi memiliki posisi yang sangat strategis dalam menentukan mutu human capital. Sehingga pendidikan tinggi harus selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu layanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Semakin berkualitas pelayanan yang diberikan maka pelanggan perguruan tinggi akan semakin merasa puas dan berdampak pada peningkatan investasi sumber daya manusia (Human Capital).
Keywords: Pendidikan Tinggi, Human Capital
A. Latar Belakang Abad 21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi yang berorientasi pada kulitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan demikian tuntutan terhadap kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama dalam pembangunan sangat diperlukan. Kondisi tersebut diatas, ditambah dengan pesatnya peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi berimplikasi terhadap tuntutan pembaharuan tatanan pendidikan di segala bidang di Indonesia. Tuntutan tersebut memerlukan terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) menuju pada paradigma baru penyelenggaraan pendidikan, terlebih perguruan tinggi guna memperoleh out
19
put dan out come pendidikan yang bermutu dan siap bersaing. Sebagai alasan mendasar adalah karena pendidikan tinggi memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan human capital (Anderson & Windham, 1982) Lembaga pendidikan secara keseluruhan, terutama pendidikan tinggi memiliki posisi strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi dan berkeahlian, oleh karenanya harus dapat survive menghadapi berbagai bentuk persaingan, sehingga harus dikelola berlandaskan paradigma baru agar pendidikan tinggi tetap memegang peran sebagai ujung tombak pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tehnologi serta produsen sumber daya manusia yang memiliki jaminan mutu. Karena pada hakekatnya tuntutan globalisasi tidak lain adalah kompetisi kualitas dalam memenuhi standart global dan jika ingin sinergi dengan tuntutan tersebut, maka pendidikan tinggi harus melakukan loncatan quantum yang sedapatnya melebihi tuntutan pesaing. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena dewasa ini dunia pendidikan sedang menghadapi tantangan berat sebagai konvergensi dari berbagai dampak globalisasi,
sebagaimana
dijelaskan
diatas.
Berbagai
masalah
yang
ditimbulkannya hanya dapat diatasi dengan solusi yang berbasis pengetahuan (knowledge-based solution). Kemampuan bersaing mengatasi berbagai masalah tersebut akan memberikan keuntungan bagi pemenangnya. Oleh karena itu Porter (2002) mendefinisikan bahwa daya saing suatu bangsa sebagai a country’s share of world markets for its products. Daya saing tersebut semakin tidak bergantung pada kekayaan sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah, akan tetapi semakin bergantung kepada pengetahuan yang dimiliki dan dikuasi aleh suatu bangsa. Pengetahuan tersebut dapat memfasilitasi suatu bangsa dalam memanfaatkan dan memproses sumber daya alam sebelum dilemparkan ke pasar global. Sumber daya manusia yang tersedia hanya akan dapat mendukung pertumbuhan bila disertai dengan penguasaan pengetahuan yang memadai. Tanpa penguasaan pengetahuan yang sesuai dan memadai, penduduk yang besar hanya akan berdampak menambah
20
beban bangsa untuk dapat mencapai serta mempertahankan tingkat kesejahteraan yang pantas. Langkah strategik yang tidak bisa ditawar dalam merespon permasalahan tersebut adalah melakukan langkah langkah pembaharuan dan pemberdayaan pendidikan, utamanya pendidikan tinggi. Sejalan dengan ini maka kebijakan dasar utama strategi pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang 2003 – 2010 (Higher Educational Term Strategy, HELTS) menekankan bahwa seluruh upaya nasional pada sub sektor pendidikan tinggi diarahkan untuk memberikan konstribusi nyata pada peningkatan daya saing bangsa dengan berbasis pengetahuan, tehnologi yang ditopang basis sosial-budaya internal yang kuat (Dirjen. Dikti. Depdiknas 2004).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik
untuk melakukan suatu pembahasan tentang pendidikan tinggi dan human capital.
B. Pembahasan 1. Pendidikan Tinggi Secara Konseptual dan Kontekstual a. Konsep dasar PendidikanTinggi Pengertian pendidikan tinggi menurut PP no 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah dengan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Adapun tujuan pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berkemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan dan mengembangakan khasanah ilmu pengetahuan, tehnologi dan kesenian serta
menyebarluaskan,
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup kehidupan masyarakat maupun memperkaya kebudayaan nasional. Dalam PP yang sama khususnya pada pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan kegiatan dalam
upaya
menghasilkan manusia
terdidik yang penyelenggaraannnya meliputi tiga pilar kegiatan perguruan tinggi
21
yakni, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Lebih lanjut pada pasal 12 dijelaskan bahwa pendidikan tinggi dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah atau oleh masyarakat dengan sebutan perguruan tinggi yang dapat berbentuk:
akademi, politeknik, sekolah tinggi,
institute dan universitas. Dalam rangka pengembangan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, perguruan tinggi dan civitas akademika berpedoman pada otonomi keilmuan. Perwujudan otonomi keilmuan pada perguruan tinggi tersebut tersebut diatur dan dikelola oleh senat perguruan tinggi yang bersangkutan. Memaknai konseptual pendidikan tinggi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan tinggi dengan segala eksistensinya yang sangat strategis dalam pemetaan human capital sebagai generasi penerus agar mampu hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. b. Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi Keberhasilan meperbaiki dan memperbaharui sektor pendidikan tinggi akan menentukan keberhasilan suatu bangsa dalam menghadapi tantangan masa depan. Pembaharuan ini harus dilakukan dengan
melibatkan seluruh lapisan
masyarakat, termasuk keluarga sektor swasta, politisi dan pemerintah (Johnson, Rush, Coopers & Lybrand, 1995) Bastian (2002) mempertegas bahwa lintasan sejarah telah menunjukkan, betapa negara yang tidak memperdulikan pendidikan dan keliru dalam menetapkan system pendidikan yang akan dijlankan, walaupun telah puluhan bahkan ratusan tahun merdeka tetap saja berstatus sebagai negara berkembang atau bahkan terbelakang. Sebaliknya negara yang berhasil menyususn system pendidikannya dengan baik dan menjalankan dengan baik pula, mka akan memiliki keunggulan penting. Ini dikarenakan hampir diseluruh lini kehidupan bernegara, baik berupa institusi maupun perilaku individunya, mulai negarawan, guru/dosen, politisi, industriawan dan yang lainnya, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh system pendidikan nasional. 22
Johnson, at all. (1995: 50) menggagas hal yang senada bahwa eksistensi sebuah negara sangat bergantung dari keakuratan kebijakan, ketajaman pemikiran, dan keluasan pandangan dari para tokoh yang pada akhirnya bermuara pada kualitas system pendidikan yang berlaku di negara tersebut. Paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi menurut Bennis, Warren. sebagaiman dilansir oleh Darmawan (2004: 3) meliputi tiga aspek, yaitu: 1. The road stop here: suatu penyadaran yang awal harus disadari oleh pendidikan tinggi bahwa keadaan yang dihadap pada masa yang akan dating sangat berbeda denga pada masa sekarang, terlebih pada masa lampau. 2.
New times call for new organization: Saat yang tidk bisa ditawar, pendidikan
tinggi
pagu/bencmarking,
harus criteria
merubah
visi,
keberhasilan
misi,
tujuan,
pendidikan
sasaran,
tinngi
untuk
direlevansikan dengan kondisi tuntutan internal maupun ekternal perguruan tinggi. 3. Where do we go next: Pendidikan tinggi yang selalu harus berfikir futuristik, harus bisa menentukan pilihan kedepan tentang tindakan yang akan ditempuh. Adapun sasaran paradigma pendidikan tinggi dalam mengemban mutu penyelenggaraan dan mutu lulusan, berpola pada: 1. Pengembangan mutu dan relevansi penyelenggaraan program studi 2. Pemberdayaan perguruan tinggi untuk mandiri dan memiliki otonomi penyelenggaraan secara santun, terukur dan memiliki akuntabilitas. 3. Penyelenggaraan pendidikan tinggi dilakukan secara terbuka untuk dinilai oleh masyarakat guna mengembangkan kebudayaan saling dapat dipercaya melalui proses evaluasi diri dan akreditasi yang tersistem sebagai kebutuhan menjaga eksistensinya sebagai pendidikan tinggi.
23
Gatra akademis otonomi perguruan tinggi adalah kebebasan menentukan pilihan program studi, kompetensi lulusan, kurikulum, sesuai dengan visi, misi, dan kemampuan penyelenggaraannya agar mutu yang diinginkan dapat tercapai. Sedangkan gatra akademis otonomi perguruan tinggi dan mutu perguruan tinggi menyatu dengan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan karena masyarakatlah yang menetapkan persyaratan mutu hasil didik. Sebagaimana sasaran yang ditawarkan oleh pendidikan tinggi, khususnya program studi bawa mutu pada hekekatnya dinilai dari dimensi pemenuhan atau kepuasan societal, industrial dan professional needs dan kepuasan terhadap jasa pendidikan maupun kepuasan pengguna SDM. hasil didik yang berorientasi pada parameter mutu. Menilik hal tersebut semakin jelaslah
bahwa pendidikan tinggi
berkonstribusi mewujudkan manusia pembangun yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas Pembangunan Bangsa dan memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam menentukan mutu human capital.
2. Pengaruh Pendidikan Tinggi dengan Mutu Human Capital Pendidikan tinggi merupakan wahana memungkinkan suatu bangsa survive sekaligus sebagai suatu jalan yang harus ditempuh agar human capital dapat menjadi bangsa yang bermartabat serta mampu bersaing dalam kancah kehidupan yang luas dan mengglobal. Hakekat pembangunan bangsa adalah tidak lain dari pada mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan manusianya. Guna mewujudkan hakekat pembangunan tersebut perlu menerapkan dan memanfatkan nilai-nilai pengetahuan dan tehnologi. Dan kata kunci untuk keberhasilan pembangunan dimasa mendatang adalah peningkatan kualitas manusia yang pada akhirnya dapat memperkuat daya saing ekonomi secara global, meningkatkan produktivitas, mempertinggi nilai tambah dan membuka peluang lapangan kerja baru.
24
Untuk itu maka diperlukan ilmu pengetahuan dan tehnologi, semangat inovasi, daya etos serta etis yang didesain melalui proses pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Hal ini berarti perlunya menciptakan lingkungan pendidikan tinggi sebagai pusat budaya dan peradaban dengan dukungan sumber daya manusia yang menjamin mutu serta standart yang tinggi dalam sarana fisik, akademik maupun manajemen pendidikan tinggi. . Dalam hubungan ini pendidikan dipandang oleh Schultz (1961: 61) sebagai salah satu bentuk investasi (human investmen), proses pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan bukan merupakan bentuk konsumsi semata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Becker (1993: 22) mempertegas pula bahwa nilai modal manusia (human capital) suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh jumlah populasi penduduk atau tenaga kerja kasar (labour intensif), tetapi sangat ditentukan oleh tenaga kerja intelektual (brain intensif). Lebih jauh disampaikan bahwa kesejahteraan dan kekayaan suatu bangsa sangat bergantung
keunggulan intelegensia dan
intelektualita Pendidikan dan latihan akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang pada gilirannya berpengaruh terhadap semakin meningkatnya productivitas kerja dan lebih lanjut akan berkonstribusi memajukan dan membuat suatu bangsa menjadi modern, mempunyai ketangguhan dalam menghadapi permasalahan kehidupannya. Dalam hubungannya dengan ini ini pendidikan pun dipandang sebagai factor yang dapat menentukan kualitas standart hidup suatu bangsa yang juga merupakan tujuan utama ekonomi melalui pemenuhan kebutuhan barang dan jasa dalam mencapai kepuasan hidup (Cohn, Elcanan 1985: 5). Beberapa studi telah pula mengukuhkan pendapat bahwa pendidikan sangat bebrperanan penting dalam menunjang mutu human capital. Sebagaimana dikemukakan oleh John, Morphet dan Alexander (1983: 73-76) yang telah dapat
25
membuktikan pentingnya pendidikan untuk menunjang human investmen. Sumbangan atau pengaruh keuntungan pendidikan tersebut meliputi: 1. Meningkatnya produktivitas kerja. Pendidikan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Masyarakat yang berpendidikan cukup akan merasakan efek yang posistif, baik pada aspek hasil kerja maupun aspek psikologi dan motivasi kerja. Proses produksi dipandang sebagai transformasi sumber daya, sehingga umumnya lebih menggunakan tenaga kerja yang terdidik karena dirasakan lebih efisien. 2. Pengurangan kebutuhan untuk pemenuhan jasa lainnya Peningkatan investasi pada pendidikan akan cenderung mengurangi beban pembiayaan pemerintah untuk sector kesehatan, keamanan, dll. Hal ini terjadi karena pendidikan dapat mengurangi jumlah pengangguran, angka kriminalitas dan pelanggaran terhadap system hukum. Melalui pendidikan pula masyarakat menuju taraf hidup yang lebih sejahtera dan lebih baik dalam memenuhi kebutuhan social dan ekonominya. 3. Meningkatnya kesadaran social dan mengoptimalkan kualitas generasi Keuntungan pendidikan tidak hanya dirasakan oleh terdidik sendiri, melainkan juga dirasakan oleh masyarakat luas,
bahkan generasi
keturunan atau anak – anak yang menempuh pendidikan. Terdidik dalam proses pendidikannya menerima transfer pengetahuan dari generasi terdidik sebelumnya dan mendapatkan penciptaan suasana lingkungan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai social yang dikembangkan dipersekolahan
untuk
kemudian
diterapkan
dalam
kehidupan
bermasyarakat. Kesejahteraan
keluarga
secara
umum
dipengaruhi
oleh
peranan
pendidikan, karena melalui pendidikan akan terjadi peningkatan kapasitas individu dalam melakukan pemenuhan ekonomi dan konsumsi mereka. Dalam hal ini, seseorang dengan pendidikan tinggi akan mempunyai sebuah kesanggupan ekonomi tertentu yang mempengaruhi pilihan status hidup mereka. Pertumbuhan
26
penduduk dimulai dari rumah dengan segala aspek ekonominya ditingkat level micro rumah tangga. Bilamana status ekonomi keluarga lebih baik, maka diharapkan akan dapat memberikan perhatian dan pemenuhan kebutuhan anak secara lebih baik. Perhatian dan pemenuhan kebutuhan
hidup anak sebagai
generasi penerus yang lebih baik, maka akan menentukan kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak. Sumber yang sama melansir pendapat Bowel bahwa terdapat enam bentuk peningkatan produktivitas kerja yang dipengaruhi oleh pendidikan, yaitu: 1. Bertambahnya jumlah produk (Quantity of product) Para pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan dapat menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik karena keahlian, ketrampilan dan pengetahuan mereka lebih baik. 2. Meningkatnya kualitas produk (Quality of product) Masyarakat yang terdidik dipandang lebih memiliki keahlian dan sensitivitas
mutu,
sehingga
lebih
dapat
mengkonstruksikan
dan
menghasilkan barang dan jasa secara lebih baik. 3. Bertambahnya jenis produk (Product mix) Karena hasil kerja para pekerja terdidik lebih baik dan lebih beragam dengan aspirasi maupun inovasinya yang tinggi dari pada pekerja yang kurang terdidik, baik dalam bentuk barang maupun jasa, maka masyarakat lebih memilih produk yang dihasilkan oleh pekerja terdidik. 4. Meningkatnya partisipasi dalam serikat kerja (Participation in labor force) Para pekerja yang terdidik lebih memiliki konstribusi yang lebih tinggi terhadap produktivitas kerja, karena angka absensi mereka yang sangat rendah akibat sakit atau alasan yang lainnya.
27
5. Bertambahnya kemampuan diri dalam menilik potensinya (allocative ability) Melalui pendidikan mungkin para pekerja lebih mampu untuk menilai bakat dan menganali kemampuan dirinya untuk kemudian dioptimalkan untuk mengadaptasikan dengan tuntutan perkembangan tehnologi yang baru, produk baru dan ide-ide baru. 6. Tercapainya kepuasan dalam pekerjaan (Job statisfaction) Para pekerja terdidik cenderung mendapatkan penghasilan yang lebih besar dan penghargaan yang lebih tinggi karena kualitas kerjanya yang lebih baik, mereka mempunyai kepuasan kerja lebih besar. Pendidikan dan pengaruhnya terhadap mutu human capital dapat dipaparkan setelah terlebih dahulu melihat landasan konseptual tentang ilmu ekonomi pendidikan. Sebagaimana diuraikan oleh Cohn (1997: 4) bahwa ekonomi pendidikan merupakan suatu study tentang bagaimana manusia, baik secara perorangan atau didalam kelompok masyarakat membuat keputusan dalam rangka mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk pendidikan dan latihan, pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, pendapat, sikap, nilai-nilai melalui pendidikan formal secara merata (equity) dan adil (equality) diantara berbagai kelompok masyarakat. Ilmu ekonomi pendidikan tersebut kemudian tumbuh dan berkembang dalam prespektif investasi sumber daya manusia (human capital), yang menganggap penting kaitannya antara pendidikan, produktivitas kerja dan pertumbuhan ekonomi (Anderson & Windham, 1982: 31). Teori human capital yang diketengahkan oleh Becker (1993: 27) berpandangan bahwa tenaga kerja merupakan pemegang capital (capital holder) yang tercermin dalam ketrampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerjanya. Jika tenaga kerja merupakan pemegang capital, orang dapat melakukan investasi untuk dirinya dalam rangka memilih profesinya atau pekerjaanya
yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
28
Konsep investasi manusia (human capital) dipandang sebagai suatu entitas yang nilainya bisa berkembang melalui pendidikan dan latihan pada berbagai jenjang dan jalur (Becker, 1993: 81) . Demikian pun pendapat Meyer ( 1964: 5) bahwa Sumber daya manusia akan bernilai jika kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan hidup dan sector pembangunan yang memberikan keuntungan, baik kepada individu, maupun kepada masyarakat. Selaras dengan pendapat tersebut, Becker (1993: 15) berpandangan pula bahwa dalam hubungannya antara pendapatan, biaya dan tingkat pengembalian (Rate of Return) dengan pengaruhnya oleh pendidikan dapat dilihat dari fenomena sebagai berikut: 1. Upah atau penghasilan pad usia produktif 2. Angka pengangguran dan peluang kerja 3. Mobilitas pekerjaan, pemaparan pasar kerja 4. Distribusi pendapatan angka investor Fitz-enz (2000: 92) menggagas tingkat pengaruh investasi human capital yang dapat diukur melalui tiga tingkatan, yaitu: 1. Tingkat perusahaan: Pada tingkat ini dapat diukur dengan cara mengkaji hubungan antara human capital dengan ketercapaian tujuan perusahaan, mencakup strategi financial, pelanggan dan masalah kemanusiaan. 2. Tingkat unit usaha: Pada level ini ditempuh dengan mengukur perubahan kualitas pelayanan dan produktivitas. 3. Tingkat manajemen human capital: Pengukuran dilakukan dengan mengkaji sejauhmana departemen sumber daya manusia atau human resourches
melkukan
perencanaan,
perekrutan,
penggantian,
pengembangan dan pendayagunaan human capital dalam perusahaan maupun lahan kerja lainnya.
29
Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa semua organisasi atau perusahazn mendayagunakan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Dan secara ekonomis, peningkatan human capital dapat berkonstribusi terhadap pendapatan pribadi maupun benefit organisasi atau perusahaan. Dalam mengukur rate of return ini Fitz-enz (2000: 97-116) mnyajikan cara yang dapat digunakan, antara lain melalui: Human Capital Revenue Factor (HCRF), Human Economic Value Added (HEVA), Human Capital Cost Factor (HCCF), Human Capital Value Added (HCVA), Human Capital Return on Investmen (HCROI) dan Human Capital Market Value (HCMV). Leslie dan Brinkman (1993: 44) melalui studinya telah membuktikan bahwa pendidikan tinggi telah memberikan benefit utama dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, yaitu menyumbang sekitar 15-20 % peningkatan ekonomi masyarakat. Pendidikan tinggi berdasarkan penelitiannya juga telah terbukti memberikan sumbangan yang besar tidak hanya terbatas pada peningkatan pengetahuan, tetapi juga dalam bentuk perluasan tanah, peningkatan modal dan pertumbuhan tenaga kerja. Pendidikan tinggi sebagai investasi social mengindikasikan pula adanya social of return dalam bentuk peningkatan persentasi pertumbuhan pendapatan nasional dan peningkatan kesejahteraan social yang dapat diukur melalui pendekatan Meta Anali. Guna membantu masyarakat luas untuk dapat menempuh pendidikan tinggi,
mengingat sedemikian tingginya pengaruh pendidikan tinggi terhadap
mutu human capital, Birt (1991: 33) menawarkan solusi bagi masyarakat agar memperoleh keringanan biaya pendidikan. Bentuk solusinya adalah melalui konsep perpajakan dan kebijakan pemerintah terhadap distribusi pajak yang disubsidikan kembali untuk biaya pendidikan masyarakat. Bagaimana dengan Negara kita?
Semoga kebijakan pemerintah kedepan lebih memperhatikan
investasi pada Sumber Daya Manusia terutama investasi pada perguruan tinggi dengan memberikan bantuan kepada semua warganya untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi yang berkualitas.
30
C. Penutup Pendidikan tinggi memiliki posisi yang sangat strategis dalam menentukan mutu human capital. Sehingga pendidikan tinggi harus selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu layanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud dengan mutu pendidikan tinggi adalah jaminan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan seharusnya terjadi dan sesuai pula dengan apa yang diharapkan. Bila mana setiap satuan pendidikan tinggi selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu pendidikan dan ini dilakukan secara terus-menerus, maka diharapkan mutu pendidikan secara nasional akan terus meningkat. Peningkatan mutu pendidikan akan berdampak pada peningkatan mutu sumberdaya manusia sebagai human capital bangsa. Hal ini penting karena dewasa ini kita dihadapkan pada berbagai kesempatan sekaligus tantangan, baik yang bersifat nasional maupun global, sedangkan berbagai kesempatan dan tantangan tersebut hanya dapat diraih dan dijawab oleh sumber daya manusia atau modal yang memiliki mutu tinggi. Pengaruh pendidikan tinggi terhadap mutu human capital atau modal insani dapat diukur melalui beberapa pendekatan antra lain:
Human Capital
Revenue Factor (HCRF), Human Economic Value Added (HEVA), Human Capital Cost Factor (HCCF), Human Capital Value Added (HCVA), Human Capital Return on Investmen (HCROI) dan Human Capital Market Value (HCMV). Berdasarkan paparan tersebut, maka ada beberapa hal yang dapat penulis rekomendasikan, yaitu: 1. Mengingat demikian berpengaruhnya pendidikan tinggi terhadap mutu human capital, maka Pendidikan tinggi seyogyanya lebih memperhatikan
31
tentang kualitas pendidikan dan seantiasa menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan dan harapan masyarakat. 2. Agar pendidikan tinggi lebih dapat memiliki kualitas atau penjaminan mutu, hendaknya perlu adanya standart yang dijadikan pagu atau benchmark yang secara bertahap pagu tersebut tetap terus dikembangkan untuk menuju kepada pencapaian standart yang acuannya bersifat nasional maupun global, baik pada aspek input, proses maupun out put dan out come.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. Dan Windham, DG. (eds) (1982). Education and Development : Issues in the Analysis and Planning of Postcolonial Societies. Lexington, Massachussetts, Toronto : Lexington Books – D.C. Health and Company. Becker, G. S. (1993). Human Capital : A Theoritical and Empirical Analysis, with Special Reference to Education (third ed.). Chicago : The University of Chicago Press. Cohn, E. (1979). The Economics of Education. Cambridge, Massachusetts : Ballinger Publishing Company. Depdiknas. (2004). Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (HELTS). Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. Djatmiko, Yayat Hayati. (2005). Perkuliahan ke 2 tanggal 12 September 2005 dan perkuliahan tanggal 3 desember 2005. Program Studi Administrasi Pendidikan S3 Reguler semester I. Fitz-enz, J. (2000). The ROI of Human Capital: Measuring the Economic Value of Employee Performance. New York: American Management Association (AMACOM). Guthrie, W. James, at. (1988). School Finance and Education Policy. Enhancing Educational Efficiency, Equity, and Choise. New York: Prentice Hall. Johns, R. L, dan Morphet, E. L. (1975). The Economics and Financing of Education: A System Approach (third ed). New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. Leslie, L.L. dan Brinkman. (1993). The Economic Value of Higher Education. Phoenix: The Otyx Press.
33
Mohammad Fakry Gaffar. (2005). Perkuliahan ke 3 tanggal 19 September 2005, Program Studi Administrasi Pendidikan S3 Reguler semester I. Morphet, L. Edgar dkk. (1983). The Economic & Financing of Education Fourth Edition, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Nanang Fatah. (2004). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Psacharopoulos, G (ed). (1987). Economic of Education: Research and Studies. New York: Pergamon Press.
34