AKREDITASI DAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI ACCREDITATION AND QUALITY HIGHER EDUCATION Parwanto Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh nilai akreditasi yang diberikan oleh BAN PT kepada Program Studi S1 digunakan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu; kesesuaian nilai akreditasi yang diberikan oleh BAN PT dengan kualitas mutu Prodi yang sebenarnya terjadi; tingkat validitas instrumen akreditasi BAN PT untuk mengukur mutu, relevansi dan efisiensi; serta kualitas pelaksanaan tugas asesor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kombinasi (mixed methods) dengan desain concurrent embedded. Dengan metode ini, maka sebagai metode primernya adalah metode kuantitatif. Sampel penelitian adalah perguruan tinggi swasta yang tersebar di sembilan kopertis. Setiap kopertis diambil sembilan perguruan tinggi swasta, dan setiap perguruan tinggi swasta diambil 5 reponden, yang terdiri atas Pembantu Rektor I, Dekan (yang prodinya terakreditasi), Ketua Program Studi, Pemjaminan Mutu dan Dosen. Jadi jumlah seluruh responden 450 orang. Teknik Pengumpulan data dengan FGD dan mengedarkan kuesioner untuk diisi responden. Analisis data hasil FGD dianalisis secara kualitatif, dan data hasil kuesioner dianaliisis secara kuantitatif. Penyajian data menggunakan tabel, serta diagram batang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh perguruan tinggi swasta yang digunakan sebagai sampel, memanfaalan nilai akreditasi untuk meningkatkan mutu program studi. Nilai dan saran-saran yang diberikan oleh asesor digunakan sebagai pertimbangan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas program studi. Sebagian besar responden menyatakan nilai akreditasi yang diberikan oleh BAN PT sudah sesuai dengan kualitas program studi yang sebenarnya; menurut persepsi responden korelasi antara nilai BAN PT dengan kualitas prodi cukup bermakna. Butir-butir instrumen akreditasi sebagain besar merupakan instrumen yang valid untuk mengukur mutu, relevansi dan efisiensi program studi, namun ada butir-butir yang masih multi tafsir, serta banyak butir-butir instrumen sangat sulit dipenuhi oleh perguruan tinggi swasta kelas menengah ke bawah. Butir-butir instrumen yang sulit dipenuhi PTS adalah yang terkait dengan dosen, penelitian dan pengabdian masyarakat, sarana dan prasarana, serta pembiayanaan. Kata kunci: mutu pendidikan tinggi dan akreditasi
ABSTRACT This research aims to determine the extent to which the value of accreditation given by National Accreditation Board for Higher Education (BAN-PT) for study programs (department) which are to be used as consideration for quality improvement, suitability value of accreditation given by BAN-PT with the actual quality on the study program, 0
level of validity of BAN-PT accreditation’s instruments in measuring quality, relevance, efficiency, as well as quality performance of assessor’s duties. Research method used in this study is mixed methods with embedded concurrent design. A quantitative method is the primary method to be used. Research sample in this study are private universities spread over nine ‘Kopertis’ (Coordination of Private Universities) where nine private universities are taken from each ‘Kopertis’, and five respondents are taken from each university which consists of Vice Rector I, Dean (only to whom who their study program is accredited), Head of study program, Quality assurance, and Lecturer. Hence the total number of respondents would be 450 people. As for the technique, the data collection technique is using ‘FGD’ technique and also by distributing questionnaire to be filled out by respondents. Data derived through the FGD technique will be anayzed qualitatively, while any data derived through the distribution of questionnaire will be analyzed quantitatively. The result shows that, more than half of private universities that are used as sample, utilizing the value of accreditation to improve the quality of study programs. Moreover, value and advice given by assessors are also used as consideration to improve and enhance the quality of study programs. In addition, most of respondents stated that the value of accreditation given by BAN-PT is in conformity with the actual quality of the courses (study programs); pursuant to respondents’ perception of accreditation, the correlation between the value given by BAN-PT with the actual quality of study program being assessed are considered to be positive and significant. Moreover, items in the accreditation instruments are also considered to be a valid instrument to measure quality of the study program, relevance, and efficiency of the study program itself. Unfortunately, there are several items in the accreditation instrument that contains ambiguity, and many of the items in the accreditations instrument are still difficult to be fulfilled by private universities; these items are often associated with the faculty, research and community service, facilities and infrastructure, as well as funding. Key words: quality and accreditation
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alenia ke empat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sejalan dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam batang tubuh konstitusi itu diantaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32, dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional diwujudkan dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional adalah 1
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya pada pasal 3 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan
melalui jalur, jenjang dan jenis
pendidikan. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui perserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Terdapat tiga jalur pendidikan yaitu, jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilakskanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Selanjutnya jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan dan suatu satuan pendidikan. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Jenis pendidikan meliputi, pendidikan umum, kejuruan, vokasi, professional, akademik, keagamaan dan khsusus. Untuk menjalankan fungsi dan mencapai tujuan pendidikan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyusun rencana pembangunan jangka panjang, sampai dengan tahun 2025, dengan Visi “menghasilkan insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (insan kamil/Insan) paripurna” Yang dimaksud dengan insan Indonesia
2
cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelaktual dan cerdas kinestetis. Usaha untuk mencapai visi 2025 tersebut dibagi menjadi empat tahapan pembangunan pendidikan nasional dengan tema yang berbeda, tetapi berkesinambungan pada tiap tahapnya.
Tema pembangunan pendidikan pada tahun 2005-2009 adalah
Peningkatan Kapasitas & Modernisasi, tahun 2010-2014 adalah Penguatan Pelayanan, tahun 2015 -2019 Penguatan Daya Saing Regional dan tahun 2020-2025 adalah Penguatan Daya Saing Internasional. Dengan demikian pada saat ini Kemendikbud telah memasuki pembangunan pendidikan jangka menengah tahun kedua, yaitu tahun 2010 -2014 dengan tema Penguatan Pelayanan. Selanjutnya misi Kementerian Pendidikan dan kebudayaan ada meliputi: 1).Meningkatkan Ketersediaan layanan pendidikan (tersedia secara merata di seluruh pelosok Nusantara); 2).Memperluas Keterjangkauan layanan pendidikan (terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat); 3). Meningkatkan Kualitas dan Relevansi layanan pendidikan (berkualitas
dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan dunia indutri);
4). Mewujudkan Kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan (setara bagi warga Negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan memperlihatkan beragaman latar belakang sosial budaya, ekonomi, geografi dan sebagainya); 5). Menjamin Kepastian memperoleh layanan pendidikan (memberikan kepastian bagi warga Negara Indonesia mngenyam pendidikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat, dunia kerja dan dunia industry. Pelaksanaan misi tersebut berlaku pada jalur, jenis dan jenjang pendidkan. Jenjang pendidkan meliputi, pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. (UU Sisdiknas) Perguruan tinggi adalah institusi yang didedikasikan untuk: (1) menguasai, memanfaatkan, mendiseminasikan, mentransformasikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks); (2) mempelajari, mengklarifikasikan dan 3
melestarikan budaya; serta (3) meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perguruan tinggi sebagai lembaga melaksanakan fungsi Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengelola Ipteks. Untuk menopang dedikasi dan fungsi tersebut, perguruan tinggi harus mampu mengatur diri sendiri dalam upaya meningkatkan dan menjamin mutu secara terus menerus, baik masukan, proses maupun keluaran berbagai program dan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik, perguruan tinggi harus secara aktif membangun sistem penjaminan mutu internal. Untuk membuktikan bahwa sistem penjaminan mutu internal telah dilaksanakan dengan baik dan benar, perguruan tinggi harus diakreditasi oleh lembaga penjaminan mutu eksternal. Dengan sistim penjaminan mutu yang baik dan benar, perguruan tinggi akan mampu meningkatkan mutu, menegakkan otonomi, dan mengembangkan diri sebagai institusi akademik dan kekuatan moral masyarakat secara berkelanjutan. Dalam era global, era persaingan bebas, meningkatkan kualitas dan pelayanan.
perguruan tinggi dituntut untuk
Untuk meningkatkan dan menjaga kualitas
perguruan tinggi harus melakukan pengendalian internal dan eksternal. Pengendalian internal dilakukan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dan pengendalian eksternal dapat dilakukan antara lain mellaui penerapan manajemen ISO, Benchmark dengan perguruan tinggi yang sudah maju, dan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal setiap jenjang dan jenis pendidikan. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1995 dengan tugas melakukan akreditasi terhadap perguruan tinggi (Kepmendikbud nomor 0224/U/1995). BAN-PT melakukan akreditasi bagi semua program studi dari semua institusi perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Akreditasi program studi merupakan proses evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen program studi terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan program tridarma perguruan tinggi, guna menentukan kelayakan program studi untuk menyelenggarakan program akademiknya. Kriteria untuk mengevaluasi dan menilai
4
komitmen tersebut dijabarkan dalam sejumlah standar akreditasi beserta parameternya. Selain itu BAN-PT juga melakukan akreditasi bagi semua institusi perguruan tinggi di Indonesia. Akreditasi institusi perguruan tinggi adalah proses evaluasi dan penilaian secara komprehensif
atas
komitmen
perguruan
tinggi
terhadap
mutu
dan
kapasitas
penyelenggaraan program tridarma perguruan tinggi, untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan. Komitmen tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah standar akreditasi. Melalui
akreditasi perguruan tinggi akan memperoleh status akreditasi. Status
akreditasi suatu perguruan tinggi merupakan cermin kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan dan menggambarkan mutu, efisiensi, serta relevansi suatu program studi yang diselenggarakan. Hasil akreditasi BAN-PT yang masih berlaku berdasarkan jenjang perguruan tinggi menunjukkan
dari 10.366 perguruan tinggi yang mmeperoleh nilai
(peringkat A) = 1101 PT, peringkat B = 4454 dan peringkat C = 4762 dan yang tidak terakreditasi sebanyak 49 perguruan tinggi. Seperti telah dikemukakan bahwa, melalui
akreditasi perguruan tinggi akan
memperoleh status akreditasi. Status akreditasi suatu perguruan tinggi merupakan cermin kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan dan menggambarkan mutu, efisiensi, serta relevansi suatu program studi dan institusi perguruan tinggi. Setelah program studi dan institusi diakreditasi, maka akan memperoleh nilai akreditasi dan saran-saran dari asesor dalam rangka peneingkatan mutu. Dengan demikian nilai akreditasi dan saran-saran asesor akan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu lebih lanjut. Namun akhir-akhir ini ditengarai muncul beberapa isu sebagai berikut: 1). Nilai akreditasi yang telah ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, khususnya pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dipandang kurang mencerminkan kondisi faktual yang sebenarnya terjadi perguruan tinggi tersebut; 2). Perguruan Tinggi Swasta sulit mencapai mutu pendidikan seperti indikator yang ditetapkan BAN PT; 3). Beberapa butir-butir Instrumen akreditasi (borang-borang akreditasi), masih multi tafsir, sehingga bila digunakan untuk mengukur fakta yang yang sama antara satu asesor dengan asesor yang lain menghasilkan nilai yang berbeda (reliabilitas); 4). Saran-saran yang diberikan oleh asesor banyak yang sulit diterapkan, dan bagi perguruan tinggi yang sudah menerapkan, ternyata hasil tidak efektif meningkatkan mutu perguruan tinggi; 5). Hasil akreditasi belum sepenuhnya digunakan oleh pemerintah (direktorat jenderal pendidikan tinggi) sebagai bahan untuk pembinaan 5
perguruan tinggi. Demikian juga sara-saran yang diberikan oleh asesor belum sepenuhnya digunakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk peningkatan mutu perguruan tinggi yang bersangkutan; 6). Instrumen akreditasi kurang sepenuhnya mampu mengukur kinerja dan mutu program studi dan intitusi (validitas); 7). Terjadi tawar-menawar nilai akreditasi, antara asesor dengan perguruan tinggi yang diases Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh fakta seberapa jauh perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi swasta memanfatkan hasil akreditasi untuk peningkatan mutu. Selain itu juga akan diteliti hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan akreditasi, seperti validitas dan reliabilitas instrument, dan pelaksanaan tugas asesor Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1). Apakah nilai akreditasi yang telah ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, khususnya pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sudah mencerminkan kondisi faktual kualitas yang sebenarnya terjadi perguruan tinggi tersebut ? 2). Apakah urutuan tingkat kesulitan Program Studi dalam memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan BAN PT? 3). Apakah urutuan dari yang penting sampai yang kurang penting Program Studi dalam memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan BAN PT? 4). Apakah usaha-usaha yang dilakukan perguruan tinggi, setelah memperoleh nilai akreditasi dari BAN PT? 5). Seberapa tinggi frekuensi program studi memanfatakan nilai akreditasi BAN PT untuk meningkatkan mutu Program Studi? 6). Seberapa
tinggi
validitas instrumen BAN PT menurut persepsi berbagai kelompok responden mampu untuk mengukur mutu, relevansi dan efisiensi Program studi? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perguruan tinggi swasta memanfaatkan hasil akreditasi untuk peningkatakan mutu program studi Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1). Mengetahui apakah nilai akreditasi yang telah ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 6
khususnya pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sudah mencerminkan kondisi faktual kualitas yang sebenarnya terjadi perguruan tinggi tersebut 2). Mengetahui apakah urutuan tingkat kesulitan Program Studi dalam memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan BAN PT 3). Mengetahui apakah urutuan dari yang penting sampai yang kurang penting Program Studi dalam memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan BAN PT 4). Mengetahui apakah usaha-usaha yang dilakukan perguruan tinggi, setelah memperoleh nilai akreditasi dari BAN PT 5). Mengetahui seberapa tinggi frekuensi program studi memanfatakan nilai akreditasi BAN PT untuk meningkatkan mutu Program Studi 6). Mengetahui seberapa
tinggi validitas instrumen BAN PT menuurt persepsi berbagai
kelompok responden mampu untuk mengukur mutu, relevansi dan efisiensi Program studi . KAJIAN PUSTAKA Mutu Pendidikan Goetsch and Davis (2006) memberikan definisi tentang kualitas adalah sebagai berikut. “Quality is dynamic state associate with product, service, people, process, and environments that metts or exceeds expectations”. Kualitas merupakan pernyataan yang dinamis yang terkait dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang dapat memenuhi atau melebihi yang diharapkan. Dijelaskan “keadaan dinamik” merujuk pada kenyataan bahwa apa yang dianggap bermutu dapat dan sering berubah sejalan dengan berlakunya waktu dan pergantian keadaan lingkungan. Unsur “produk, jasa, orang, proses, dan lingkungan”, menunjukkan mutu tidak hanya berlaku untuk produk dan jasa yang disediakan, melainkan juga orang dan proses yang menyediakan produk dan jasa itu serta lingkungan di mana produk dan jasa tersebut disediakan. Kotler (2003) menyatakan bahwa kualitas adalah sebagai berikut.“Quality is the totality of features and characteristic of product service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs”. Kualitas adalah keseluruhan gambaran dan karakteristik barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhan. Sementara itu Depdiknas (2000) menyatakan bahwa “Secara umum, mutu (kualitas) adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat”
7
Dalam hal kualitas pelayanan (Service Quality) Parasuraman dan L Berry (1990) menyatakan bahwa “good service quality as meeting or exceeding what customers expect from the service”. Pelayanan yang baik adalah apabila dapat memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan dari konsumen atas pelayanan tersebut. Dalam konteks penjaminan mutu, Anthony & Govindarajan (2007) menyatakan bahwa system yang digunakan oleh manajemen untuk mengontrol aktivitas organisasi dinamakan management control system (MCS) atau sistem pengendalian manajemen (SPM). Selanjutnya dinyatakan bahwa “Management Control is a process by which manager influence other member organization to implemen the organization’s strategies” Pengendalian
manajemen adalah suatu proses, di mana manajer
mempengaruhi anggota organisasi untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan organisasi. Paradigma mutu dalam konteks pendidikan menurut Depdiknas (2001) mencakup input, proses, dan output. Lebih jauh dijelaskan bahwa input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (seperti ketua, dosen, konselor, peserta didik) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan-bahan, dan sebagainya). Adapun input perangkat meliputi: struktur organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu
8
memberdayakan peserta didik.
Menurut Cohn (1999) output pendidikan dapat
membentuk: 1). Basic skills (kemampuan dasar). Keberhasilan siswa dalam mencapai kemampuan berhitung dan membaca ; 2). Vocational skills (kemampuan kejuruan). Dapat digunakan untuk bekal hidup di masyarakat (lifeSkill); 3). Creativity (kreativitas), merupakan ukuran untuk menilai keberhasilan sekolah, dengan bertambahnya kreativitas anak (manfaat investatif); dan 4). Attitude (sikap). Salah satu fungsi sekolah adalah membentuk sikap yang “baik”.
Sikap ini meliputi untuk sendiri, teman, keluarga,
komunitas tertentu, masyarakat sekolah dan dunia di mana kita hidup. Dalam bukunya Improving Quality in Education, Charles Hoy, et al. (2000) memberi definisi tentang kualitas dalam pendidikan dengan rumusan: Quality in education is an evaluation of the process of educating which enhances the need to achieve and develop the talents of customers of the process, and at the same time meets the accountability standars set by the clients who pay for the process or the outputs from the proccess of educating. Definisi yang senada dirumuskan juga oleh Organization for Quality EducationOntario-Kanada. Dalam rumusannya disebutkan bahwa; “A quality education system produces students with the knowledge, skills, attitudes, values, and work habits needed to become productive, fulfilled citizen. It provides clear goals, high standars, good teachers and a well-organized curriculum”. Selanjutnya dijelaskan bahwa, kesalahan yang dialami oleh lembaga pendidikan pada umumnya adalah kurang tepatnya penggunaan paradigma kualitas dalam pendidikan. Pada umumnya para pengelola lembaga pendidikan masih menggunakan paradigma lama, di mana kualitas dalam pendidikan ditetapkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan tersebut. Seharusnya paradigma tersebut harus sudah ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru, yaitu mutu pendidikan adalah ditentukan oleh para stakeholder dan customers dari suatu lembaga pendidikan tersebut. Dengan demikian, maka mutu pendidikan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Sebagai suatu proses dalam sebuah sistem, bila membicarakan masalah kualitas pendidikan maka tidak akan bisa lepas dari membahas tiga unsur pendidikan sebagai sebuah sistem tersebut yaitu, input, process dan output/outcome.
9
Secara umum input adalah : the resources used in the production activity” (Windham, 1990). Input untuk produksi dalam konteks pendidikan menurut Windham dapat dipilah ke dalam beberapa kategori yang meliputi; “student characteristic, school characteristic,
teacher
characteristics,
instructional
material
and
equipment
characteristics, and facilities characteristics”. Kata karakeristik pada masing-masing input tersebut menurut windham merujuk “the availability of a resource, its nature and quality, and its manner and rate of utilization”.
Proses produksi dalam konteks
pendidikan menurut Windham (1990) merujuk pada “the means by wich educational inputs are trasformed into educational otputs”. Lebih lanjut ditegaskan bahwa outputs pendidikan adalah “the direct and immediate effects of the educational process.” Yang tercakup dalam kategori ini, menurut Windham meliputi; “cognitive achievement, manual skill development, attitudinal change, and behavioral change”, and behavioral change”. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, dengan menekankan pada terpenuhinya salah satu atau lebih kebutuhan dasar manusia, maka dalam konteks pendidikan, suatu pendidikan dianggap berkualitas apabila mampu memenuhi salah satu atau lebih kebutuhan orang-orang yang terlibat dalam pendidikan, terutama peserta didik sehingga terpuaskan. Bila dikaitkan dengan mutu pendidikan maka kualitas pendidikan adalah suatu kondisi dinamis yang meliputi orang, proses, produk, pelayanan, dan aspek organisaasi lain yang memenuhi standar yang ditetapkan, serta dapat memenuhi harapan konsumen. Dalam hal ini standar yang dimaksud adalah standar nasional pendidikan, dan konsumen pendidikan adalah mahasiswa dan orang tua mahasiswa. Akreditasi UU No. 20/2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 22 menyatakan bahwa Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. BAN PT menyampaikaan bahwaa Akreditasi merupakan salah satu bentuk penilaian (evaluasi) mutu dan kelayakan institusi perguruan tinggi atau program studi yang dilakukan oleh organisasi atau badan mandiri di luar perguruan tingg (Standar dan Prosedure Akreditasi, 2011). Selanjutnya dalam materi Sosialisasi Akreditasi 2011 dinyatakan “… a process of external quality review used by higher education to scrutinize colleges, universities and higher education programs for quality assurance and quality improvement (CHEA, 2000).” Artinya akreditasi dapat
10
dimaknai sebagai penjaminan dan perbaikan mutu program atau institusi. Lebih jauh dikatakan bahwa penjaminan mutu terdiri dari mutu internal dan mutu eksternal. Mutu internal dilakukan oleh lembaga penjaminan mutu yang ada di institusi yang bersangkutan, sedangkan mutu eksternal dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional. Selain itu, akreditasi juga dapat diharapkan untuk mencapai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP No: 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan). Standar nasional pendidikan
terdiri atas: 1) standar isi; 2) standar proses; 3)
standar kompetensi kelulusan; 4) standar pendidikan dan tenaga kependididkan; 5) standar sarana dan prasarana; 6) standar pengelolaan; 7) standar pembiayaan; 8) standar penilaian pendidikan. Lebih jauh Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar proses yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Selanjutnya Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Kemudian Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
11
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Selanjutnya dari ke delapan standar nasional pendidikan ini dikemas dan atau dimodifikasi oleh BAN PT menjadi tujuh standar tanpa mengurangi makna dan substansi standar. Ke tujuh standar yakni 1) visi, misi, sasaran dan tujuan, serta strategi pencapaian; 2) tatapamong, kepemimpinan dan penjaminan mutu; 3) mahasiswa dan lulusan; 4) sumberdaya manusia; 5) kurikulum pembelajaran dan suasana akademik; 6) pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sistem informasi; 7) penelitian pelayanan pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama. Secara skematis substansi koneksitas atau padanan standar nasional pendidikan dengan standar BAN PT (Materi Sosialisasi Akreditasi, 2011) nampak sebagai berikut
Standart Akreditasi BAN - PT Standar Nasional Pandidikan
Standar Akreditasi BAN-PT
1. STANDAR ISI
A. VISI, MISI, SASARAN DAN TUJUAN, SERTA STRATEGI PENCAPAIAN
2. STANDAR PROSES
B. TATA PAMONG, KEPEMIMPINAN, SISTEM PENGELOLAAN, DAN PENJAMINAN MUTU
3. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN 4. STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 5. STANDAR SARANA DAN PRASARANA 6. STANDAR PENGELOLAAN 7. STANDAR PEMBIAYAAN
C. MAHASISWA DAN LULUSAN D. SUMBERDAYA MANUSIA E. KURIKULUM, PEMBELAJARAN DAN SUASANA AKADEMIK F. PEMBIAYAAN, SARANA DAN PRASARANA, DAN SISTEM INFORMASI G. PENELITIAN, PELAYANAN/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, DAN KERJASAMA
8. STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
32
Gambar: Standart Akreditasi BAN PT Berdasarkan kajian tersebut di atas, akreditasi bisa diartikan adanya kesesuaian antara tujuan-tujuan pendidikan tinggi dan hasil-hasil yang dicapai dengan merujuk pada tujuh standar
yakni 1) visi, misi, sasaran dan tujuan, serta strategi pencapaian; 2)
tatapamong, kepemimpinan dan penjaminan mutu; 3) mahasiswa dan lulusan; 4) sumberdaya manusia; 5) kurikulum pembelajaran dan suasana akademik; 6) pembiayaan, 12
sarana dan prasarana, dan sistem informasi; 7) penelitian pelayanan pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama.
METODE PENELITIAN Pendekatan dan Sumber Data Penelitian Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survai. Metode Survai adalah upaya mengumpulkan informasi dari responden yang merupakan contoh dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Masri Singarimbun (1995) mengatakan bahwa pengertian Survai adalah dengan mengumpulkan informasi dari sebagian populasi dengan harapan akan diperoleh data yang representatif. Kerlinger (1993) dan Emory (1996) mengatakan metode survai menitikberatkan pada penelitian rasional yaitu mempelajari pengaruh dan hubungan variebel bebas terhadap variabel tak bebas. Pendekatan
penelitan yang digunakan adalah
kombinasi (mixed methods).
Creswell (2009) menyatakan bahwa “Mixed Methods Research is an approach to inquiry that combines or associated both qualitative quantitative forms of research” Metode kombinasi adalah merupakan pendekatan penelitian yang menggabungkan atau menghubungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Donna M. Mertens (2010) memberikan definisi metode kombinasi (mixed methods) sebagai berikut “research in which the investigator collects and analyzes data, integrates the findings, and draws inference using both qualitative and quantitative approaches or methods in single study or program of inquiry” Hence, mixed methods can refer to the use of both qualitative and quantitative methods to answers research question in a single study”.
Penelitian
kombinasi
adalah
merupakan
penelitian,
dimana
peneliti
mengumpulkan dan menganalisis data, mengintegrasikan temuan, dan menarik kesimpulan secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan atau metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam satu studi. Metode kombinasi digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian pada satu proyek/kegiatan penelitian. Pada bagian lain Creswell (2009) menyatakan bahwa “A Mixed methods design is useful when either the quantitative or qualitative approach by itself is inadequate to best
13
understand a research problem or the strengths of both quantitative and qualitative research can provide the best understanding”. Metode penelitian kombinasi akan berguna bila metode kuantitatif atau metode kualitatif secara sendiri-sendiri tidak cukup akurat digunakan untuk memahami permasalahan penelitian, atau dengan menggunakan metode kuatitatif dan kualitatif secara kombinasi akan dapat memperoleh pemahaman yang paling baik (bila dibandingkan dengan satu metode). Senada dengan itu, Sugiyono (2011), menegaskan penelitian kombinasi adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih comprehensive, valid, reliable dan obyektif. Penelitian kombinasi dapat dibagi menjadi dua yaitu desain/model sequential (kombinasi berurutan), dan model concurrent (kombinasi campuran). Model sequential (urutan) dapat dibagi menjadi dua yaitu model sequential explanatory (urutan pembuktian) dan sequential exploratory (urutan penemuan). Model concurrent (campuran) ada dua yaitu, model concurrent triangulation (campuran kuantitatif dan kualitatif secara berimbang) dan concurrent embedded (campuran kuantitatif dan kualitatif tidak berimbang). Penelitian ini menggunakan metode kombinasi model/desain concurrent embeded, karena ini lebih tepat dapat digunakan untuk dapat menjawab rumusan masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sampel penelitian adalah perguruan tinggi swasta yang diambil secara bertahap mulai dari tingkat wilayah kopertis dan institusi pendidikan (perguruan tinggi swasta) baru kemudian responden. Sampel wilayah diambil sebanyak sembilan wilayah kopertis secara random dari duabelas wilayah kopertis yang ada di Indonesia. Selanjutnya setiap wilayah kopertis diambil random sebanyak sepuluh institusi perguruan tinggi. Setiap institusi perguruan
tinggi diambil masing-masing seorang
sebagai sumber data penelitian yakni Pembantu Rektor I, Dekan, Kaprodi (Ketua Program Studi), Dosen dan Lembaga Penjaminan Mutu. Dengan demikian terpilih lima responden untuk setiap perguruan tinggi,
sehingga secara keseluruhan terpilih sebanyak 50
responden untuk setiap wilayah dan 450 responden untuk seluruh wilayah.
14
Teknik Pengumpulan Data dan Intrumen Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan FDG, dan kuesioner. FDG dilakukan untuk mendiksusikan instrument dan borang-borang evaluasi kecukupan dan visitasi, mendiskusikan saran-saran yang dibuat asesor, mendiskusikan validitas nilai akreditasi yang diberikan pada program studi atau isntitusi dan mendiskusikan model pembinaan yang harus dilakukan kepada PTS pasca akreditasi. FGD dilakukan dengan menggunakan rujukan panduan FGD. Kuesioner diberikan kepada dosen dan mahasiswa untuk mengungkapkan kinerja prodi sebelum dan pasca akreditasi, permasalahan yang terjadi, dan saran-saran dalam peningkatan kualitas program studi. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul melalui FGD dianalisis dengan analisis data kualitatif, sehingga dapat ditemukan informasi yang akurat tentang kesesuaian nilai akreditasi dengan fakta yang sebenarnya. Selain itu, kegiatan ini juga dapat menjaring masukan tentang intrumentasi akreditasi dan model pembinaan yang harus dilakukan ke program studi. Selanjutnya data yang dijaring melalui kuesioner, dianalisis dengan statistik deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini dikemukakan hasil penelitian yang meliputi, kesesuaian nilai akreditasi BAN PT dengan kualitas program studi yang sebenarnya, frekuensi pemanfaatan nilai akreditasi untuk meningkatkan mutu program studi, validitas intrumen BAN PT untuk mengukur mutu, relevansi dan efisiensi program studi. Data disajikan berdasarkan ratarata seluruh kelompok responden (Pembantu Rektor Bidang Akademik, Dekan, Ketua Program Studi dan Dosen serta Penjaminan Mutu). Kesesuaian Nilai Akreditasi BAN PT Kesesuaian Nilai Akreditasi. Berdasarkan focus group disucussion (FGD) diperoleh informasi bahwa, sebagian besar PTS yang digunakan sebagai sampel menyatakan pada dasarnya nilai yang diberikan oleh BAN PT sudah sesuai dengan kondisi program studi yang sebenarnya. 15
Selanjutnya pada salah satu instrument (kuesioner) ditanyakan kepada responden tentang kesesuaian nilai akreditasi yang diberikan oleh BAN-PT kepada program studi dengan kondisi yang sebenarnya. pertanyaan tersebut ditunjukkan
Jawaban empat kelompok responden terhadap terlihat bahwa, 71% kelompok responden Pembantu
Rektor I, menyatakan bahwa nilai dari BAN PT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan 29% menyatakan tidak sesuai. Selanjutnya 68% kelompok responden Dekan, menyatakan bahwa nilai dari BAN PT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan 32% menyatakan tidak sesuai. Terdapat 54 % kelompok responden Dosen
menyatakan bahwa
nilai dari BAN PT sesuai dengan kondisi yang sebanarnya dan 46% menyatakan tidak sesuai. Terdapat 70 % kelompok responden Ketua Program Studi
menyatakan bahwa
nilai dari BAN PT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan 30% mneyatakan tidak sesuai. Terdapat 59 % kelompok responden Penjaminan Mutu menyatakan bahwa nilai dari BAN PT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan 41% menyatakan tidak sesuai. Sementara itu,
secara rata-rata 62% keseluruhan responden menyatakan bahwa nilai
akreditasi sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan 38% menyatakan tidak sesuai. Korelasi Nilai Akreditasi. Korelasi antara nilai akreditasi dengan kondisi yang sebenarnya antar kelompok responden tersebut terlihat bahwa, kelompok responden Pembantu Rektor I menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya sekitar 0,62; kelompok responden dekan menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya sekitar 0,57; kelompok responden ketua program studi menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya sekitar 0,60; kelompok responden Penjaminan Mutu
menyatakan bahwa, korelasi antara
nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya sekitar 0,59; kelompok responden Dosen
menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang
sebenarnya sekitar 0,54. Terlihat bahwa nilai korelasi berbanding lurus dengan tingkatan manajemen artinya semakin tinggi tingkatan manajemen koefisien korelasi semakin tinggi. Kondisi ini mengindikasikan sedemikian pentingnya akreditasi
terhadap kepentingan
manajemen dalam arti luas yakni pengelolan institusi secara menyeluruh.
16
Tingkat kesulitan prodi mencapai standar akreditasi. Urutan tingkat kesulitan program studi mencapai tujuh standar akreditasi menurut empat kelompok responden terlihat bahwa terdapat perbedaan rangking antar kelompok responden. Menurut kelompok responden Pembantu Rektor I, tiga nomor yang paling sulit dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1. Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian; 2. Tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu; 3. Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta ystem informasi. Menurut kelompok responden Dekan, tiga nomor yang paling sulit dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1. Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian; 2. Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama; 3. Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta ystem informasi. Menurut kelompok responden Ketua Program Studi, tiga nomor yang paling sulit dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1. Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama; 2. Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta ystem informasi; 3. Sumber daya manusia. Tingkat urutan yang paling penting sampai yang kurang penting bagi prodi untuk dicapai. Bila dilihat dari yang sangat penting sampai yang kurang penting standar nasional akreditasi yang harus dicapai oleh program studi, menurut beberapa kelompok responden terlihat bahwa terdapat pendapat yang berbeda antar kelompok responden (PR1, Dekan, Kaprodi, Dosen) tentang urutan dari yang penting sampai dengan yang tidak penting yang harus dicapai program studi. Menurut kelompok responden Pembantu Rektor I, tiga nomor yang paling penting dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1) Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik; 2) Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama; 3) Mahasiswa dan lulusan; Menurut kelompok responden Dekan, tiga nomor yang paling penting dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1) Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik; 2) Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama; 3) Mahasiswa dan lulusan. Menurut kelompok responden Dosen, tiga nomor yang paling penting dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1) Mahasiswa dan lulusan; 2) Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik, 3) Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama
17
Usaha-usaha apakah yang sudah dilakukan oleh pimpinan perguruan, dalam meningkatkan mutu. Usaha-usaha apakah yang sudah dilakukan oleh pimpinan perguruan, tinggi dalam meningkatkan mutu Prodi, pasca akreditasi dilakukan
terlihat bahwa terdapat lima usaha telah
oleh pimpinan perguruan tinggi, namun
tingkat efektivitasnya bervariasi.
Sebagai contoh Pimpinan Perguruan Tinggi melakukan usaha peningkatan mutu dengan pelatihan dosen, ternyata 31% responden menyatakan efektivitasnya sangat tinggi, 41,4% menyatakan tinggi, 6,9% menyatakan kurang dan 20,7% responden pimpinan perguruan tinggi menyatakan tidak efektif. Usaha-usaha apakah yang sudah dilakukan oleh pimpinan fakultas (dekan), dalam meningkatkan mutu. Usaha-usaha apakah yang sudah dilakukan oleh pimpinan fakultas dalam meningkatkan mutu Prodi, pasca akreditasi nampak bahwa terdapat lima usaha yang dilakukan oleh pimpinan fakultas, namun setiap usaha, efektivitasnya juga bervariasi. Sebagai contoh, salah satu usaha yang dilakukan oleh pimpinan fakultas adalah melakukan Pembenahan Sistem Informasi dan administrasi. Efektivitas usaha tersebut menurut kelompok responden pimpinan fakultas bervariasi. Terdapat 34,5 % kelompok responden yang
menyatakan
efektivitasnya
sangat
tinggi,
48,3%
responden
menyatakan
efektivitasnya tinggi, 6,9% menyatakan kurang efektif dan 10,3% responden menyatakan bahwa usahanya tidak efektif. Usaha-usaha apakah yang sudah dilakukan oleh Ketua Program Studi, dalam meningkatkan mutu. Usaha-usaha apakah yang sudah dilakukan oleh pimpinan fakultas dalam meningkatkan mutu
Prodi, pasca akreditasi
terindikasi terdapat lima usaha yang
dilakukan oleh Ketua Program Studi dalam meningkatkan mutu program studi. Semua usaha yang dilakukan mmeiliki efektivitas yang bervariasi. Sebagai contoh, salah usaha yang dilakukan ketua program studi adalah dengan meningkatkan kualitas dan relevansi kurikulum, dengan tingkat efektivitasnya bervariasi. Terdapat 24,1% responden yang menyatakan efetivitasnya sangat tinggi, terdapat 41,4% responden yang menyatakan efektivitasnya tinggi, terdapat 3,4% responden yang menyatakan efektivitasnya kurang dan terdapat 31% responden yang menyatakan tidak efektif.
18
Frekuensi Pemanfaatan Hasil Akreditasi Data tentang pemanfaatan nilai akreditasi untuk peningkatan mutu program studi yang dikemukakan berikut didasarkan pada responden kelompok Pembantu Rektor I, Dekan, Ketua Program Studi, Penjaminan Mutu dan Dosen. Nilai akreditasi yang paling sedikit
digunakan sebagai pertimbangan dalam peningkatan mutu, menurut seluruh
responden
yaitu : 1). Hasil evaluasi terhadap Karya-karya PS/institusi yang telah
memperoleh perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam tiga tahun terakhir; 2). Hasil evaluasi terhadap kegiatan kerjasama dengan instansi di luar negeri dalam tiga tahun terakhir; 3). Hasil penilaian terhadap Rasio calon mahasiswa yang ikut seleksi terhadap daya tamping; 4). Hasil penilaian terhadap Persentase mahasiswa yang DO atau mengundurkan diri; 5). Hasil penilaian terhadap penerimaan mahasiswa nonreguler (selayaknya tidak membuat beban dosen sangat berat, jauh melebihi beban ideal sekitar 12 sks); 6). Hasil penilaian terhadap Rasio mahasiswa baru transfer terhadap mahasiswa baru regular; 7). Dana yang diperoleh dalam rangka pengabdian kepada masyarakat dalam tiga
tahun terakhir; 8). Hasil evaluasi terhadap besarnya dana
(termasuk hibah) yang dikelola dalam tiga tahun terakhir; 9). Hasil evaluasi terhadap dana penelitian dalam tiga tahun terakhir; 10). Hasil evaluasi terhadap Bahan pustaka yang berupa jurnal ilmiah internasional Validitas Instrumen BAN-PT Butir-butir instrumen yang memiliki validitas tinggi (disepakati lebih dari 70% responden) sebagai butir instrumen untuk mengukur mutu menurut responden adalah sebagai berikut: 1). Dosen tetap berpendidikan (terakhir) S2 dan S3 yg bidang keahliannya sesuai dengan kompetensi PS; 2). Kesesuaian keahlian (pendidikan terakhir) dosen dengan mata kuliah yang diajarkannya; 3). Kualifikasi akademik dosen pembimbing tugas akhir; 4). Dosen tetap yang berpendidikan S3 yang bidang keahliannya sesuai dengan kompetensi PS; 5). Rata-rata IPK selama 5 tahun terakhir; 6). Pelaksanaan pembelajaran memiliki mekanisme untuk memonitor, mengkaji, dan memperbaiki secara periodik kegiatan perkuliahan (kehadiran dosen dan mahasiswa), penyusunan materi perkuliahan, serta penilaian hasil belajar; 7). Jumlah artikel ilmiah yang dihasilkan oleh dosen tetap yang bidang keahliannya sesuai dengan PS per tahun, selama tiga tahun; 8). Bahan pustaka yang berupa disertasi/tesis/ skripsi/ tugas akhir; 9). Pelaksanaan penjaminan mutu di
19
program studi; 10). Matakuliah dilengkapi dengan deskripsi matakuliah, silabus dan SAP; 11). Penghargaan atas prestasi mahasiswa di bidang nalar, bakat dan minat; 12). Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja dosen di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; 13). Prestasi dalam mendapatkan penghargaan hibah, pendanaan program dan kegiatan akademik dari tingkat nasional dan internasional; besaran dan proporsi dana penelitian dari sumber institusi sendiri dan luar institusi; 14). Bahan pustaka yang berupa buku teks; 15). Upaya perbaikan sistem pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir; 16). Bahan pustaka yang berupa jurnal ilmiah terakreditasi Dikti; 17). Persentase mata kuliah yang dalam penentuan nilai akhirnya memberikan bobot pada tugas-tugas (PR atau makalah) ≥ 20%. Penilaian Borang Yang Diisi Fakultas/Sekolah Tinggi. Data tentang Validitas instrumen borang yang diisi oleh fakultas, digali melalui Focus Group Discussion (FGD) dan menggunakan panduan FGD kepada lima kelompok responden, yaitu kelompok Pembantu Rektor I, Dekan, Ketua Program Studi, Dosen dan Penjaminan Mutu. Menurut seluruh kelompok responden, validitas seluruh butir instrumen evaluasi diri untuk mengukur, mutu, relevansi dan efisiensi terlihat bahwa rata-rata lebih separuh responden menyatakan bahwa, instrumen evaluasi diri cocok untuk mengukur mutu dan sebagian besar
responden menyatakan cocok untuk mengukur relevansi.
Selanjutnya hanya kurang dari separuhnya responden menyatakan cocok untuk mengukur efisiensi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertama, terdapat perbedaan persepsi antar kelompok responden tentang kesesuaian antara nilai kareditasi dari BAN PT dengan kondisi faktual program studi. Terdapat 71% kelompok responden Pembantu Rektor I, 68% kelompok Dekan, 70% kelompok ketua program studi dan 54% kelompok dosen menyatakan bahwa nilai dari BAN PT yang telah diberikan selama ini sudah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Dengan demikian rata-rata
65,75%
responden menyatakan nilai akreditasi yang
diberikan oleh BAN PT sudah sesuai dengan kualitas program studi yang sebenarnya.
20
Kedua, terdapat perbedaan persepsi antar kelompok responden tentang korelasi antara nilai akreditasi dari BAN PT dengan kondisi program studi yang sebenarnya. Kelompok responden pembantu rektor I menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya 0,62;
kelompok responden dekan
menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya sekitar 0,57; kelompok responden ketua program studi
menyatakan bahwa, korelasi
antara nilai akreditasi dengan kualitas prodi yang sebenarnya sekitar 0,60; kelompok responden dosen
menyatakan bahwa, korelasi antara nilai akreditasi dengan kualitas
prodi yang sebenarnya sekitar 0,54. Dengan demikian rata-rata korelasi antara nilai BAN PT dengan kualitas prodi yang sebenarnya = 0,58 Ketiga, terdapat perbedaan persepsi antar kelompok responden tentang, urutan tingkat kesulitan prodi mencapai
standar penilaian BAN PT.
Menurut kelompok
responden Ketua Program Studi,
tiga nomor yang paling sulit dicapai prodi untuk
memenuhi standar akreditasi adalah: 1. Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama, 2. pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi; 3. Sumber daya manusia Keempat, terdapat perbedaan persepsi antar kelompok responden tentang, indikator yang sangat penting sampai yang kurang penting tentang standar nasional akreditasi yang harus dicapai oleh program studi.
Menurut kelompok responden Ketua
Program Studi, tiga nomor yang paling penting dicapai prodi untuk memenuhi standar akreditasi adalah: 1) Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian; 2) Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta ystem informasi, 3) Sumber daya manusia Kelima, sebagian besar perguruan tinggi swasta yang digunakan sebagai sampel, memanfaatkan nilai akreditasi untuk meningkatkan mutu program studi. Komentar yang ada pada setiap butir instrumen dan saran-saran yang diberikan oleh asesor digunakan sebagai pertimbangan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas program studi. Setelah program studi memperoleh nilai dari BAN PT, selanjutnya Dekan bersama Ketua program studi dan dosen melakukan rapat untuk mencermati nilai yang diberikan oleh BAN PT dan selanjutnya membentuk tim untuk pengembangan Keenam, instrumen akreditasi baik untuk penilaian kecukupan (format 1, 2 dan 3) dan untuk visitasi (format 4 sd 9) dinilai valid untuk mengukur kualitas, relevansi dan 21
efisiensi program studi. Namun demikian ada beberapa butir-butir instrumen yang dalam akreditasi tersebut sulit dipenuhi oleh perguruan tinggi swasta yakni tenaga dosen, penelitian, pengabdian masyarakat, sarana dan prasarana, dan pembiayaan. Saran Pertama, sebagian besar responden menyatakan nilai akreditasi yang diberikan oleh BAN PT sudah sesuai dengan kualitas program studi yang sebenarnya, sehingga obyektivitas dalam memberikan penilaian harus makin ditingkatkan, dengan cara meningkatkan
kompetensi asesor dalam
melakukan penilaian melalui pelatihan dan
pengayaan/penajaman bidang ilmu (enrichment), dan penyegaran keilmuan kesejawatan (peer review) sesuai dengan kompetensinya. Kedua, sebagian besar nilai akreditasi dari BAN PT, digunakan sebagai bahan untuk peningkatan mutu program studi. Oleh karena itu, penilaian yang dilakukan oleh oleh asesor betul-betul harus obyektif, bebas dari konplik kepentingan (conflict of interest) serta saran-saran yang diberikan harus valid dan membumi dengan memperhatikan sumber data PTS yang bersangkutan. Ketiga, sebagian besar responden menyatakan bahwa, instrumen akrditasi sudah dipandang valid untuk mengukur mutu, relevansi dan efisiensi program studi. Kendatipun demikian, instrumen tersebut sebagian masih multi tafsir dan banyak butir-butir yang sulit dipenuhi oleh PTS. Oleh karena itu, sebaiknya butir-butir instrumen yang masih multi tafsir perlu dibuat indikator yang lebih jelas dan terukur dalam bentuk supplemen bidang ilmu. Selain itu, sebagian besar PTS, mengendaki agar indikator untuk mengukur mutu PTS dan PTN perlu dibedakan sehingga
diperlukan komunikasi antara BAN PT
dengan berbagai pihak yang kompeten. Keempat, sebaiknya asesor yang diberi tugas melakukan akreditasi Program studi, baik dalam evaluasi kecukupan maupun visitasi, memiliki latar belakang pendidikan yang relative sama dengan program studi yang diakreditasi. Selain itu,
BAN PT perlu
mengkaji dan lebih memasyarakatkan butir instrumen khususnya yang masih multi tafsir, sehingga diperoleh kesamaan persepsi antara prodi dengan asesor. Kelima, selama ini pembinaan program studi ditengarai masih belum sepenuhnya merujuk berdasarkan akreditasi dari BAN. Oleh karena itu, seyogyanya hasil-hasil akreditasi BAN PT
dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang kompeten, sehingga 22
diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan pembinaan program studi.
PUSTAKA ACUAN Anthony, Robert N and V. Govindarajan 2007. Management Control Systems, 12th edition, Boston: McGraw Hill. Cohn, Elchanan dan Geske, Terry, G.1999. Economics Of Pergamon Press.
Education. New York:
Creswell, John. W 2009. Research Design : Qualitative, Quantitative and Mix Methods Approaches, Sage, Los Angeles. Depdikbud, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
nomor 0224/U/1995
Depdiknas, Undang-undang no 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Depdiknas; Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Depdiknas, 2011. Materi Sosialisasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Depdiknas, 2011. Standar dan Prosedure Akreditasi Perguruan Tinggi. Donna M. Mertens, 2010. Research and Evaluation in Education and Psychology: Integrating Diversity With Quantitative, Qualitative and Mix Methods. Sage Publications Emory, William dan Cooper, Donald R. 1996. Metode Penelitian Bisnis. Terjemahan Ellen Gunawan dan Imam Nurmawan, Jakarta: Erlangga. Goetsch, Davis D L; Davis, Stanley B, 2006. Quality Management; Instroduction Total Quality Management for Production, Processing, and Service; Fift Edition; Pearson, Prentice Hall Hoy, Charles, et al. 2000. Improving Quality in Education, McGraw Hill Companies. Hoy, Wayne K., 2001. Educational Administration, McGraw Hill Companies. Kerlinger, Fred,N, 1993, Fundamental of Behavioral Research, Third Edition, International Edition, San Fransisco: Holt, Rinehart, and Winston, Inc. Kotler, Philip; Fox F.A; Karen, 2003. Strategic Marketing for Educational Institutions; Prentice Hall, Inc New Jersey.
23
Parasuraman, Zeithaml Valarie; Berry Leonard; 1990. Delivering Quality Service; Balancing Customer Perceptions and Expectations; The Free Press. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian,1995, Metode Penelitian Survai. Jakarta:Penerbit LP3ES. Sugiyono, 2011. Metodologi Penelitian Kombinasi (Mix Methods), Alfabeta, Bandung. Windham, Douglas M.1990. Indicators of Educational Effectiveness and Efficiency. USAID.
24