LAPORAN SOSIALISASI PERUBAHAN AKREDITASI DAN PENINGKATAN BUDAYA MUTU PENDIDIKAN TINGGI
Latar Belakang Perguruan tinggi sebagai suatu satuan pendidikan harus memiliki berbagai pedoman penyelenggaraan, antara lain tentang struktur organisasi (Pasal 52 UU No 19 Th 2005). Untuk menjaga mutu penyelenggaraan dan mutu produk, diaturlah organisasi, tata kerja lembaga, dan tatacara penjaminan mutu pendidikan (KepMendiknas No 087/0/2003). Dengan berbagai aturan diharapkan masyarakat dapat mengawal penyelenggaraan pendidikan yang memenui standard mutu tertentu di mana lulusanya dapat bersaing. Pendidikan yang melahirkan lulusan berkualitas, harus memadukan budaya dan keseluruhan aspek kehidupan (Tilaar, 2000, 15). Organisasi pendidikan dipandang oleh berbagai pihak sebagai organisasi bidang bisnis, dimana organisasi tersebut membutuhkan manusia yang berkualitas (Pfeffer, 1996,19). Semakin tingggi budaya bisnis suatu masyarakat semakin tinggi pula tuntutan dan kompetisi kualitas manusia. Tuntutan kualitas manusia yang semakin tinggi akan sejalan dengan tuntutan organisasi penyelenggaraan pendidikan tinggi yang semakin baik.
Perguruan
Tinggi memiliki ciri keunikan dan kekomplekan. Kondisi unik dan kompleks itu terletak pada keanekaragaman sumber-sumber organisasi perguruan tinggi. Jika penyelenggara kegiatan akademik memiliki latar budaya yang beragam maka kemungkinan kampus akan tercerai-berai secara kultural. Oleh karena itu, diperlukan tingkat koordinasi dan adaptabilitas yang tinggi diantara pimpinan perguruan tinggi (Bartky, 1956,12). Organisasi perguruan tinggi yang baik adalah organisasi perguruan tinggi yang secara kultur terintegrasi. Kultur perguruan tinggi yang terintegrasi ada pada struktur organisasi
1
perguruan tinggi yang birokratis. Namun, struktur organisasi perguruan tinggi yang bercirikan birokrasi yang sentralistik perlu dikaji ulang (Bachor & Andriyani, 2005,5). Oleh karena itu, pimpinan perguruan tinggi harus memahami peranan-peranan dan hubunganhubungan antar orang yang ada. Hubungan antara pimpinan, dosen, dan karyawan perguruan tinggi swasta biasanya didasarkan atas persamaan kegiatan dan kepentingan. Persamaan dan perbedaan itu akan melahirkan kelompok – kelompok. Secara alamiah, keberadaan kelompok atau
“klik”, atau organisasi informal tidak dapat dihindarkan.
Kelompok merupakan ikatan yang sangat berpengaruh terhadap keseluruhan lingkungan motivasional individu (Nadler & Lawler, dalam Staw, 1991,47). Perbaikan mutu menjadi semakin penting dengan meningkatnya persaingan dalam era liberalisasi ini. Otonomi yang semakin besar, harus diimbangi oleh peningkatan tanggung jawab. Lembaga pendidikan tinggi harus bisa mendemonstrasikan bahwa lembaga tersebut mampu menyelenggarakan pendidikan
yang
bermutu
kepada
para
mahasiswanya.
Perguruan
tinggi
harus
menyelenggarakan pendidikan yang mengacu kepada mutu yang berkelanjutan. Untuk itu diperlukan pola manajemen yang berazazkan otonomi, namun diiringi akuntabilitas yang memadai. Hal ini hanya akan bisa dicapai bila suatu perguruan tinggi melakukan evaluasi diri secara teratur sebelum dievaluasi oleh pihak ketiga secara eksternal yakni akreditasi. Evaluasi secara teratur dalam bentuk ‘’audit internal’ yang dilanjutkan dengan ‘’review sistem manajemen’’ akan menjamin suatu perguruan tinggi dapat secara kontinyu melakukan perbaikan mutu, dalam mengantisipasi persaingan yang semakin ketat bagi lulusannya dalam meniti karir di dunia kerja. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 50 ayat (6) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas juncto Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa kegiatan sistemik penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi di perguruan tinggi oleh perguruan tinggi (internally 2
driven), untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi sendiri secara berkelanjutan (continuous improvement ) perlu dilakukan. Serta berkaitan dengan Permendikbud nomor 50 tahun 2014, tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. pasal 1 ayat (2) dan (3) dinyatakan bahwa Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan dan Sistem Penjaminan Mutu Internal yang selanjutnya disingkat SPMI, adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan Pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sedangkan Permendikbud Nomor 87 tahun 2014, tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi Pasal 2
ayat (1)
menyatakan bahwa
Akreditasi merupakan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal sebagai bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Sesuai dengan Permendinas Nomor 36 Tahun 2010 Pasal 717, disebutkan Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan penjaminan mutu pendidikan. Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi pada dasarnya menerapkan pendekatan bottom up, bertumpu pada lima pilar utama yaitu kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi. Dengan penerapan Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi pada setiap perguruan tinggi, diharapkan setiap perguruan tinggi akan mempunyai Kesehatan Organisasi yang dinilai cukup baik dan kondusif bagi pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi dan landasan perkembangan perguruan tinggi itu sendiri agar bisa bersaing dan sejajar dengan perguruan tinggi terkemuka di dunia. Unesa yang merupakan
salah satu PTN juga kerkewajiban untuk melaksanakan
paradigma tersebut dalam rangka mewujudkan organisasi yang sehat akuntabel, dan memiliki
3
akreditasi yang sangat baik atau unggul sesuai dengan kebijakan Permendikbud Nomor 87 tahun 2014 pasal 3 ayat (3) dan (4), serta terjaminnya mutu/kualitas input-proses-ouput. Untuk itu perlu adanya program sosialisasi akreditasi program studi dan perguruan tinggi sesuai dengan Permendikbud 87 tahun 2014 dalam upaya peningkatan budaya mutu di selingkung Unesa
Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan ini yaitu 1. Memberikan wawasan bagi semua sivitas akademika Unesa untuk lebih memahami Permendikbud nonor 49, 50, dan 87 tahun 2014 2. Terjadinya peningkatan budaya mutu di selingkung Unesa 3. Memberikan
kesiapan
kepada
semua
prodi
di
lingkungan
Unesa
dalam
mempersiapkan borang akreditasi yang baru berdasarkan Permendikbud Nomor 87 tahun 2014
Keluaran Kegiatan 1. Tersusunnya borang akreditasi dan evaluasi diri berbasis Permendikbud Nomor 87 tahun 2014 2. Terbentuknya budaya mutu di selingkung Unesa
Sasaran Kegiatan Sasaran dari kegiatan ini yaitu semua anggota tim yang menyusun borang akreditasi dan evaluasi diri di semua prodi S1 di selingkung Unesa
4
Hasil Kegiatan
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada hari Senin dan Selasa, tanggal 24 dan 25 Nopember 2014, di mulai pukul 13.00 s.d. 16.30. Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh para dosen yang menjadi anggota penjaminan mutu di tingkat prodi atau para dosen yang menyusun borang dan evaluasi diri untuk akreditasi di selingkung Unesa dari prodi berbagai prodi di selingkung Universitas Negeri Surabaya. Kegiatan sosialisasi di dahului dengan laporan ketua panitia yaitu Prof. Dr, MV Roesminingsih (ka PPM Unesa) tentang pentingnya memahami Permendikbud nomor 49, 50 dan 87 tahun 2014, dan kemudian dibuka dengan Pembantu Rektor 1 Unesa (Dr. Sc.Agr. Yuni Sri Wahyuni, M.Si) dan disampaikan juga pesan—pesan dari Pembantu Rektor 1 Unesa yang meliputi; (1) pentingnya memahami secara utuh Permendikbud Nomor 49, 50 dan 87 tahun 2014, (2) memahami tentang pentingnya budaya mutu dan (3) menginformasikan tentang prodi-prodi yang perlu menyiapkan borang akreditasi dan evaluasi yang prodinya hampir habis masa akreditasinya. Pemberian materi sosialisasi hari pertama berkaitan dengan Permendikbud nomor 49, 50, dan 87 tahun 2014 oleh Prof. MV Roesmingsih dan Materi akreditasi dan budaya mutu oleh Drs. Ismono, MS. Materi yang diberikan dalam bentuk power point. Setelah pemberian materi sosialisasi kemudian dilanjutkan dengan tanyajawab dan diskusi.
5
1. Dr. Warih, M.Pd ; perlu adanya bimbingan dan pendampingan dari PPM pusat kepada prodi-prodi yang mengalami kesulitan dalam
menyusun
evaluasi diri dan borang 2. Dr. Syamsul Sodik;
di mana untuk memperoleh dokumen-dokumen
kerjasama yang dilakukan oleh pendidikan bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia dengan instansi terkait lainnya 3. Dari FIP, kalo akreditasi prodinya berakhir pada awal tahun 2016, apakah menggunakan format akreditasi yang baru atau yang lama? Dari pertanyaan yang ada dijelaskan bahwa: 1. PPM Unesa siap melakukan bimbingan atau pendampingan bagi prodi-prodi di FBS yang mengalami kesulitan dan penyusunan borang akreditasi atau evaluasi diri 2. Dokumen-dokumen tersebut dapat ditanyakan di rektorat atau dekanat 3. Masih dapat digunakan dengan format akreditasi (baik borang dan evaluasi diri versi yang lama) Kegiatan sosialisasi dan diskusi hari pertama diakhiri sekitar pukul 16.30 wib. Kegiatan hari ke dua di fokuskan pada budaya mutu yang disampaikan oleh Drs. Ismono, MS. Khususnya berkaitan dengan fungsi dan peran penjaminan mutu di Pusat, Fakultas dan Jurusan atau Prodi. Dari paparan yang ada berkembang beberapa pertanyaan dalam diskusi diantaranya pertanyaan dari: 1. Prof. Dr. Suyatno.; Apakah yang dimaksud dengan SPMI yaitu penjaminan mutu yang telah dikembangkan di fakultas MIPA dan prodi-prodi di
6
selingkung FMIPA Unesa, seperti GJM dan UJM dan semua kegiatan yang telah dilakukan baik monev EMI, dll 2. Dr. Raharjo, M.Si: Perlu adanya kesamaan nomenklatur untuk penamaan organisasi yang menanggani penjaminan mutu di level fakultas dan jurusan yaitu dengan nama GPM (gugus penjaminan mutu – fakultas) dan UPM (unit penjaminan mutu- jurusan) 3. Pertanyaan lain dari FE, bagaimana caranya mengusul akreditasi, yang prodinya baru berjalan dua tahun dan telah memperoleh ijin yaitu prodi ekonomi syariah Dari pertanyaan yang ada dijelaskan bahwa: 1. Yang termasuk dalam SPMI yaitu semua kegiatan yang bernuansa penjaminan mutu baik di level fakultas maupun prodi 2. Perlu adanya menyamakan nomenklatur dan template organisasi dalam penjaminan mutu di level fakultas dan prodi 3. Untuk kepentingan akreditasi sd tahun 2016 masih menggunakan format akreditasi (baik borang dan evaluasi diri versi yang lama)
Penutup Penerbitan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) mengokohkan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Walaupun dengan nama baru, yaitu Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, sebagai sebuah sistem tetap mengintegrasikan tiga pilar yaitu (1)
Sistem Penjaminan Mutu Internal yang dilaksanakan oleh 7
setiap perguruan tinggi; (2) Sistem Penjaminan Mutu Eksternal atau Akreditasi yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Perguruan Tinggi atau Lembaga Akreditasi Mandiri; dan (3) Pangkalan Data Pendidikan Tinggi baik pada aras perguruan tinggi maupun aras Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dengan pengaturan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti) di dalam UU Dikti, semua perguruan tinggi di Indonesia berkewajiban menjalankan SPM Dikti tersebut dengan modus yang paling sesuai dengan sejarah, visi, misi, mandat, ukuran, budaya organisasi perguruan tinggi yang bersangkutan. Program studi atau perguruan tinggi yang memenuhi SN Dikti menurut UU Dikti dinyatakan memenuhi peringkat terakreditasi baik, sedangkan Program Studi atau Perguruan Tinggi yang mampu melampaui SN Dikti akan dinyatakan terakreditasi baik sekali atau unggul. Mutu program studi atau perguruan tinggi selain diukur dari pemenuhan setiap Standar Dikti, harus pula diukur dari pemenuhan interaksi antarstandar Dikti untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Perguruan tinggi wajib melaporkan data dan informasi pemenuhan Standar Dikti secara berkala kepada Mendikbud melalui Pangkalan Data Dikti. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 54 ayat (6) UU Dikti, data dan informasi pemenuhan Standar Dikti tersebut akan dievaluasi melalui SPME atau akreditasi. Perguruan tinggi harus membentuk Pangkalan Data Dikti yang memiliki struktur data dan informasi yang identik dengan struktur data dan informasi pada Pangkalan Data Dikti yang dibentuk secara Nasional. Data dan informasi pada Pangkalan Data Dikti aras perguruan tinggi terintegrasi ke dalam Pangkalan Data Dikti aras nasional. Selanjutnya, data dan informasi pada Pangkalan Data Dikti aras perguruan tinggi 8
digunakan oleh perguruan tinggi untuk mengimplementasikan SPMI baik di program studi maupun di perguruan tinggi. Sementara itu, data dan informasi pada Pangkalan Data Dikti aras nasional akan digunakan oleh LAM atau BAN-PT untuk melakukan SPME atau akreditasi program studi atau akreditasi perguruan tinggi. Data dan informasi implementasi serta luaran SPMI dan data serta informasi status terakreditasi dan peringkat terakreditasi hasil implementasi SPME atau Akreditasi, dilaporkan oleh perguruan tinggi dan LAM atau BAN-PT kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk disimpan dalam Pangkalan Data Dikti pada aras nasional. Selanjutnya, LAM atau BAN-PT melakukan pemantauan dan evaluasi (monitoring and evaluation) secara rutin terhadap data dan informasi yang disimpan dalam Pangkalan Data Dikti aras nasional. Dalam hal data dan informasi tersebut yang tidak memenuhi lagi Standar Dikti, LAM atau BAN-PT dapat meninjau kembali status terakreditasi dan peringkat terakreditasi program studi atau perguruan tinggi.
9