Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDIDIKAN SPESIAL UNTUK YANG SPESIAL1 Agung Nugroho 2 PGSD-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ABSTRAK Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Tidak terkecuali warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak. Pendidikan inklusif adalah suatu proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas regular, tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya. Kata Kunci : Anak Berkebutuhan Khusus, Pendidikan Inklusif
1
Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016. 2Koresponden mengenai isi makalah ini dapat dilakukan melalui :
[email protected]
175
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDAHULUAN Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki hambatan, kelainan dan/atau memiliki kemampuan potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam layanan pendidikan. Hal tersebut dipertegas dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maupun dalam Peraturan Mendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa (Prastiyono, 2013:117). Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.(UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003). Ketetapan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran (Efendi dalam Anjaryati 2011). Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai makna yang sangat luas dan strategis. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus. Untuk mencerdaskan bangsa yang selaras dengan adanya pesan dari Pendidikan Untuk Semua (Educational for All) sekaligus menjadi salah satu usaha meningkatkan partisipasi anak-anak bersekolah (pemerataan kesempatan pendidikan) termasuk anak berkebutuhan khusus. (Sukinah ---). Mialaret (dalam Anjaryati 2011) menyatakan bahwa sudah disepakati oleh seluruh masyarakat di dunia tanpa memandang perbedaan ras, tingkat kemodernan dan sosio-kulturalnya, bahwa setiap anak harus memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Dan dalam kaitannya UNESCO merasa
176
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
bertanggung jawab dalam hal konstitusinya untuk mengatur kerja sama antar bangsa guna memajukan kesamaan kesempatan dalam pendidikan. Berbagai kerumitan memang melingkupi pendidikan baik dari segi internal anak itu sendiri, misalnya, adanya hambatan fisik dan mental, maupun dari segi eksternalnya seperti masalah ekonomi keluarga yang pada gilirannya memunculkan kelaparan, kekurangan gizi, dan berbagai permasalahan lainnya. Prastiyono (2013) menambahkan bahwa pengakuan atas hak pendidikan bagi setiap warga negara, juga diperkuat dalam berbagai deklarasi internasional. Pada tahun 1948, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Estándar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000) dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004). Deklarasi tersebut diperkuat lagi dalam Convention on The Rights of The Child yang diselenggarakan oleh PBB (1989) dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya dalam The World Convention on Education for All di Jamtien, Thailand (1990), yang kemudian dikenal dengan The Jamtio Declaration, antara lain juga ditegaskan perlunya memperluas akses pendidikan kepada semua anak, remaja, dan dewasa, juga memberikan kesempatan yang sama kepada anak-anak perempuan. Deklarasi Jamtien ini diperkuat lagi dalam The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education tahun 1994 yang secara lebih tegas menuntut agar pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bersifat inklusif, sehingga sistem pendidikan yang memisahkan individu dan komunitasnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Pendidikan inklusif adalah suatu proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas regular, tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya. Pendidikan inklusif memberikan berbagai kegiatan dan pengalaman, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dan berhasil dalam kelas reguler yang ada di sekolah tetangga atau sekolah terdekat. Dengan demikian kehadiran pendidikan inklusif berpotensi mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi setiap anak dengan segala keragamannya, terutama anak berkebutuhan khusus. Keuntungan dari pendidikan inklusif semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi. Adapun filosofi yang mendasari pendidikan inklusi adalah keyakinan bahwa setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat
177
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya anak-anak “normal” lainnya dalam lingkungan yang sama. Secara lebih luas, ini bisa diartikan bahwa anak-anak yang “normal” maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada di dalamnya, pendidikan inklusif diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi anak bersekolah (berkebutuhan khusus) dan dalam waktu bersamaan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Di sini, mereka tidak semata mengejar kemampuan akademik, tetapi lebih dari itu, mereka belajar tentang kehidupan itu sendiri. PEMBAHASAN Anak Berkbutuhan Khusus (ABK) Istilah anak berkebutuhan khusus oleh sebagian orang dianggap sebagai padanan kata dari istilah anak berkelaianan atau anak
penyandang
cacat. Anggapan seperti ini tentu saja tidak tidak tepat, sebab pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas, yaitu anakanak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat. Mereka memerlukan layanan yang bersifat khusus dalam pendidikan, agar hambatan belajarnya dapat dihilangkan sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi. Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang
memilikitersendiri
dalam
jenis
dan
karakteristiknya,
yang
membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus, maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan dan merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara luas di dunia nternasional. Ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan anak luar biasa. Ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan pendekatan dari difference ability. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa kosekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah diergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa
178
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestasinya (Nugroho, 2015). Anak
berkebutuhan
khusus
adalah
anak
yang
secara
pendidikan
memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak. Frieda Mangunsong (2009) dalam buku "Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus", Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.
A. Model Layanan Anak Berkebutuhan Khusus ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Ada beberapa model layanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini (Nugroho, 2015). Model Segregasi Model segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak normal maupun ABK lainnya. Dalam praktiknya, masingmasing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga
pendidikan
yang
melayani 179
sesuai
dengan
kekhususanya
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
tersebut. Sebagai contoh: SLB/A, lembaga pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya. Model Kelas Khusus Sesuai dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti
halnya
sekolah
khusus
(SLB),
melainkan
berada
di
sekolah
umum/regular. Keberadaan kelas khusus tidak bersifat permanen, melainkan didasarkan
pada
ada
atau
tidaknya
anak-anak
yang
memerlukan
pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut. Pada kelas khusus biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual (individualized instruction) karena
masing-masing
anak
memiliki
kekhususan.
Tujuan
pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel, ada kelas khusus sepanjang hari, dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu. Dalam kelas khusus sepanjang hari ABK dididik oleh guru khusus di ruangan/kelas yang khusus pula. Pada jam-jam istirahat, anak-anak ini dapat berinteraksi dengan mereka yang bukan ABK, sedangkan pada jam-jam pelajaran mereka, hanya berinteraksi dengan sesama mereka yang berkategori ABK. Kelas khusus ini hampir mirip dengan sekolah segregasi, hanya lokasinya berada dalam satu naungan sekolah induk/reguler. Untuk bidang studi tertentu ABK belajar bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti di kelas reguler. Adapun untuk bidang studi tertentu, seperti olahraga, kerajinan tangan, musik, dan lain-lain dapat dilakukan secara bersama-sama dengan anak-anak yang bukan ABK. Di kelas khusus ini biasanya anak-anak mendapat mata pelajaran yang bersifat akademik seperti membaca, menulis, dan berhitung atau aspek-aspek lain yang sesuai dengan kekhususannya. Model Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak
180
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Oleh karena itu, dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. Model Guru Kunjung Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang ada atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus, dsb. Di tempattempat tersebut dibentuk sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh mengunjungi
layanan kelompok
pendidikan. belajar
Guru yang
kunjung
menjadi
secara
periodik
binaannya.
Program
pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB, SDLB, SD terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat. Sekolah Terpadu Sekolah terpadu pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima ABK. Mereka belajar bersama-sama dengan anak-anak normal, dengan diajar oleh guru umum sedangkan materi-materi yang memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping.Dalam pelaksanaannya pendidikan terpadu dapat berlangsung secara (1) terpadu penuh/sepanjang hari pelajaran dan (2) secara terpadu sebagian/khsusus bidang studi tertentu. Pada tipe sekolah terpadu penuh, ABK belajar bersama-sama dengan mereka yang bukan ABK dengan mengikuti semua pelajaran tanpa terkecuali. Meskipun demikian tipe sekolah ini tetap membutuhkan kehadiran guru pendamping khusus di kelas/sekolah tersebut. Guru khusus ini bisa
181
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
menjadi mitra kerja bagi guru umum yang mengajar. Jika guru umum menghadapi kesulitan berkaitan dengan ABK maka ia dapat meminta bantuan pada guru khusus. Di sekolah terpadu sebagian ABK mengikuti mata pelajaran bersama-sama, misalnya Matematika, IPA, IPS, dan lain-lain. Sedangkan untuk mata pelajaran yang tidak bisa diikuti oleh ABK, maka ABK dilayani tersendiri sesuai dengan karakteristik kekhususannya, seperti kegiatan: olahraga, kerajinan tangan, latihan orientasi dan mobilitas, dan lain-lain. Pendidikan/Sekolah Terpadu pada awalnya hanya menerima murid ABK kategori tunanetra, namun untuk sekarang dan yang akan datang pendidikan terpadu diharapkan bisa menerima murid dari semua jenis ABK dengan sistem yang lebih baik lagi. Pendidikan Inklusi (Inclusive Education) Kata inklusi bermakna terbuka, lawan dari eksklusi yang bermakna tertutup.Pendidikan Inklusi berarti pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun ABK. Demikian pula lingkungan pendidikan, termasuk ruangan kelas, toilet, halaman bermain, laboratorium, dan lain-lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua
anak,
pendidikan
termasuk
inklusi
anak-anak
berkebutuhan
khusus.
oleh
mainstreaming
dilatarbelakangi
filsafat
Pelaksanaan yang
menyatakan bahwa dunia yang normal harus berisi manusia normal dan yang tidak normal.Demikian pula komunitas sekolah yang normal harus ada kebersamaan antara anak normal dan anak yang tidak normal, baik pada saat menerima pelajaran dalam kelas maupun pada saat bersosialisasi di luar kelas. Penyelenggaraan pendidikan inklusi tentu saja memerlukan perencanaan yang matang, sehingga dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan efek yang kurang menguntungkan. Pendidikan inklusi lazimnya sudah diterapkan di negaranegara maju, seperti Norwegia, Swedia, Denmark, USA, dan sebagian Australia. Di Indonesia model pendidikan inklusi sudah mulai banyak dirintis di beberapa sekolah tertentu, namun belum dapat sepenuhnya dilaksanakan. Dalam kasuskasus tertentu nama sekolah inklusi telah menjadi trade mark , tetapi dalam prakteknya tidak lebih dari sekedar sekolah terpadu biasa. Oleh karena itu di masa-masa yang akan datang sekolah inklusi di Indonesia bukan hanya sekedar nama saja tetapi diharapkan menjadi sebuah sekolah inklusi beneran seperti yang telah diselenggarakan di beberapa negara maju di Eropa, Amerika dan Australia. Ini tentu saja menjadi tugas dan komitmen bersama antara pemerintah, sekolah dan masyarakat.
182
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah (1) anak akan memperoleh keadilan layanan pendidikan, tidak dibedakan dari anak normal sehingga secara tidak langsung dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar di sekolah, (2) anak dapat
berpartisipasi
dalam
kehidupan
di
sekolah
tanpa
memandang
kekurangan yang disandang, (3) anak merasakan perlakuan dan persamaan hak, harkat dan martabat dalam memperoleh layanan pendidikan tanpa membedakan antara yang cacat dan yang normal, dan (4) anak dapat bergaul dan
berinteraksi
secara
sehat
dengan
teman-temannya
yang
normal, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi berprestasi dalam belajar. Kekurangan dan kelemahannya adalah untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi dibutuhkan sarana dan prasarana yang dapat mengakses kebutuhan individual anak yang tidak gampang dipenuhi oleh sekolah yang telah menyatakan diri sebagai sekolah inklusi. Untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi yang sebenarnya juga dibutuhkan tenaga pendidik dan tenaga non pendidik (seperti dokter, psikolog, konselor, dan sebagainya) yang tidak serta-merta dapat dipenuhi oleh sekolah yang memproklamirkan diri sebagai sekolah inklusi.Meskipun disebut sebagai sekolah Inklusi yang secara teoritis bisa menerima semua anak tanpa memandang normal atau tidak normal, namun dalam praktik di lapangan sekolah inklusi biasanya hanya menerima anak cacat yang berkategori ringan, bukan yang berkategori sedang atau berat. C. Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2009), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya.
183
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
a) Tujuan Pendidikan Inklusi Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan inklusi meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh orang tua dan oleh masyarakat. b) Karakteristik Pendidikan Inklusi Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut: a. Hubungan Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas (orang tua) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya. b. Kemampuan Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping. c. Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain. d. Materi belajar Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa. e. Sumber Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu. f. Evaluasi Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai. Dalam pendidikan inklusi terdapat siswa normal dan berkebutuhan khusus, dalam rangka untuk menciptakan manusia yang berkembang seutuhnya maka diperlukan
184
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
adanya pembinaan peserta didik, melalui pembinaan ini maka diharapkan peserta didik mampu berkembang dan memiliki keterampilan secara optimal. c) Kurikulum Sekolah Inklusi Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak, yang selama ini anak dipaksakan mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak. Menurut Tarmansyah (2009) untuk modifikasi kurikulum merupakan model kurikulum dalam sekolah inklusi. Modifikasi pertama adalah mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakan representasi yang disederhanakan dari realitas yang kompleks. Modifikasi kedua adalah mengenai aspek kurikulum yang secara khusus difokuskan dalam pembelajaran yang akan dibahas lebih banyak dalam praktek pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Lebih lanjut, menurut Direktorat PLB modifikasi dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi/materi, modifikasi proses belajar mengajar, modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi lingkungan untuk belajar, dan modifikasi pengelolaan kelas. Dengan kurikulum akan memberikan peluang terhadap tiap-tiap anak untuk mengaktualisasikan potensinya sesuai dengan bakat, kemampuannya dan perbedaan yang ada pada setiap anak. d) Sekolah Inklusi Sekolah inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa regular mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka sehingga baik siswa yang berkebutuhan khusus ataupun siswa regular dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing dan mampu hidup eksis dan harmonis dalam masyarakat. Dalam sekolah inklusi ada kurikulum individual yaitu kurikulum khusus individu tertentu sehingga dengan metode seperti ini, sistem kurikulum mencoba mengembangkan anak sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Tujuannya adalah membimbing anak untuk sukses dalam kehidupan masyarakat dengan bakat yang mereka miliki. Walaupun sekolah inklusi memiliki kurikulum individual bukan berarti kurikulum nasional diabaikan. Kurikulum individual itu sebagai pelengkap atau penyempurna kurikulum nasional sehingga perserta didik mampu lebih mengoptimalkan potensinya. Sebelum sekolah inklusi berkembang, di Indonesia berkembang model sekolah Segregasi dan Integratif. Sekolah Segregasi yaitu sekolah yang menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita) ditempatkan sekolah khusus semacam sekolah luar biasa (SLB). Sedangkan sekolah integratif adalah sekolah yang memiliki kurikulum standar dan
185
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
menghendaki setiap siswa untuk menempuh kurikulum tersebut. Biasanya yang dapat bersekolah di sekolah ini adalah siswa-siswa yang memiliki fisik dan mental yang normal. Sekolah model integratif ini adalah sekolah-sekolah yang banyak diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Sekolah inklusi pada dasarnya bertujuan merangkul semua siswa berbagai latar belakang dan kondisi dalam satu sistem sekolah dan mencoba untuk menemukan dan mengembangkan potensi siswa yang majemuk tersebut. Dalam mengembangkan potensi siswa tidak hanya diterapkan kepada siswa special need tetapi juga siswa yang lain yang bukan special need. (Nugroho, 2015) Pada dasarnya setipa siswa memiliki potensi, namun kadang yang menajdi masalah adalah sekolah kurang jeli melihat potensi tiap-tiap siswa dan tidak ada progam individual untuk mengembangkan potensi masing-masing siswa tersebut. Dalam multiple intelligences oleh Howard Gardner di jelaskan bahwa kecerdasan/potensi seseorang tidak bertumpu pada kecerdasan intelektual saja, tetapi ada banyak kecerdasan yang lain, misalnya kecerdasan logis matematis yaitu berpikir dengan penalaran, mendudukan masalah secara logis, ilmiah dan kemampuan matematik. Ada kecerdasan linguistik verbal yaitu kemahiran dalam berbahasa untuk berbicara, menulis, membaca, menghubungkan dan menafsirkan. Ada juga kecerdasan musikal ritmik misalnya menyanyi, irama, melodi dan alat musik. Ada kecerdasan interpersonal yaitu keterampilan manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lain, mislanya dalam organisasi, memimpin, berpidato, bersosialisasi. Seseorang yang pandai menari, berolah raga, bermain drama merupakan seseorang yang memiliki kecerdasan kinestetik. Ada juga seseorang yang memiliki kecerdasan spacial visual misalnya seorang desainer, illustrator, peluksi. Selain itu ada juga kecerdasan naturalis dan intrapersonal. Setiap manusia pasti memiliki kedelapan kecerdasan diatas walaupun kuat disatu sisi dan lemah disisi lain. Sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya terlalu fokus pada kecerdasan intelektual saja, sehingga kecerdasan yang lain kurang begitu ditangani apalagi dikembangkan. Disinilah peran sekolah inklusi di masa depan sebagai sekolah yang mampu menemukan dan mengembangkan potensi-potensi siswa baik siswa special need ataupun siswa reguler sehingga menjadi siswa yang sepcialis dan berkembang sesuai dengan bakat dan potensinya. Kelak, generasi tersebut akan menjadi generasi yang ahli, harmonis dan memberi manfaat bagi diri sendiri, masyarakat dan bangsa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang beruntung ini memperoleh pendidikan secara optimal. Dalam
186
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
memberikan layanan pendidikan pada anak berkebutuhan Khusus diperlukan berbagai layanan pendidikan dengan pendekatan khusus dan strategi khusus yang harus guru atau pendidik atau calon guru ketahui dan pahami dengan baik. PENUTUP Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang tidak terkecuali warga negara yang memiliki kebutuhan khusus. Pendidikan inklusif adalah suatu proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas regular, tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya. Pendidikan inklusif memberikan berbagai kegiatan dan pengalaman, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dan berhasil dalam kelas reguler yang ada di sekolah tetangga atau sekolah terdekat. Dengan demikian kehadiran pendidikan inklusif berpotensi mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi setiap anak dengan segala keragamannya, terutama anak berkebutuhan khusus. Keuntungan dari pendidikan inklusif semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi. Selain itu tenaga pengajar/guru harus memiliki keahlian dan kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan program pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Salah satu hal yang menarik adalah tindakan yang dilakukan oleh para orangtua dari anak-anak berkebutuhan khusus ini dalam menyekolahkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus. Undang-Undang tentang pendidikan di Indonesia memang jelas mengamanatkan tidak adanya diskriminasi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengenyam pendidikan, namun pada kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus harus bekerja dan berusaha ekstra untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya. Mendapatkan pendidikan formal bukanlah hal yang mudah, karena tidak semua sekolah dapat menerima siswa dengan kebutuhan khusus. Disinilah terjadi kesenjangan antara das solen dan das sein dalam hal pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Semakin
187
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator” Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto ISBN : 978-602-14377-4-2
banyaknya keberadaan sekolah inklusi akan sangat membantu para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dalam hal pendidikan DAFTAR PUSTAKA Anjaryati, Fibriana. 2011. Pendidikan Inklusi Dalam Pembelajaran Beyondcenters And Circle Times (Bcct) Di Paud Inklusi Ahsanu Amala Yogyakarta. Tesis . Yogyakarta: UIN Kalijaga. Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Nugroho, Agung. 2015. Buku Ajar Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. UMP Prastiyono. 2013. Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif (Studi di Sekolah Galuh Handayani Surabaya). DIA, Jurnal Administrasi Publik Juni 2013, Vol. 11, No. 1, Hal. 117 – 128. Pascasarjana – Untag Surabaya. Sukinah.-----. Sistem Penilaian Hasil Belajar Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Implementasi Pendidikan Setting Inklusi. Yogyakarta; UNY. Tarmansyah. 2009. Pelaksanaan Pendidikan Inklusifdi Sd Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang (Studi Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Ujicoba Sistem Pendidikan Inklusif ). PEDAGOGI Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Volume IX No.1 April 2009. Universitas Negeri Padang.
188