Nomor ISSN: 2354-5836
MAJALAH Edisi Spesial: PANGAN
9 Remote Sensing 17 Jahe Instan atau Gula Jahe 21 Tepung Glukomanan dari Umbi Porang 25 Potensi Ubi Hutan 35 Negeri Tempe yang Mengimpor Kedelai 41 Kartini Pangan Lokal 47 Daya Saing Pangan Lokal di Pasar Modern 57 Media Perfilman dan Televisi sebagai Sarana Promosi Kuliner 72 Keanekaragaman Pati Lokal 90 Ulasan Ahli: Teknologi Nuklir di Bidang Pangan
i
log o kn is te ure t a ov fea n i ri cial 7 e l 9 ga spe
Editorial Perubahan era globalisasi menyebabkan semakin terbukanya kesempatan berbagai negara untuk memasarkan produk negaranya di negara lain, tak terkecuali di Indonesia. Seperti yang tengah kita rasakan, banyak bahan pangan non lokal yang merebak di pasaran. Hal ini dapat menggeser kedudukan pangan lokal yang menjadi ciri khas Indonesia. Berbagai faktor yang menyebabkan menurunnya kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi pangan lokal, di antaranya disebabkan oleh perubahan sosial budaya, perubahan gaya hidup, perkembangan ekonomi, gencarnya promosi dan ketersediaan pangan non lokal berlimpah di berbagai kota besar di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kapasitas bahan pangan yang tersedia terbatas. Kemampuan produksi bahan pangan yang tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan masyarakat, pada waktu yang akan datang dapat menyebabkan Indonesia menjadi negara yang bergantung dengan produk impor. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan ketahanan pangan nasional semakin rentan karena bergantung dengan kebijakan ekonomi negara lain. Sehingga tantangan utama Indonesia saat ini dalam pemantapan ketahanan pangan yakni dengan mengoptimalkan bahan pangan lokal, peningkatan kualitas, kuantitas produksi pangan serta keragamannya. Sistem pangan lokal memberikan beberapa keunggulan dibandingkan pasar konvensional dan global termasuk manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan. Pembelian produk lokal dapat memperkuat perekonomian regional, mendukung ketahanan keluarga, dan menyediakan makanan yang sehat. Untuk dapat membangun sistem pangan lokal, maka perlu perhatian pada rantai pasokan pangan (food supply chain) dan pengembangan teknologi, tidak hanya dalam hal penemuan, tetapi juga penyerapan atau aplikasi. Selain itu, dibutuhkan juga kolaborasi antara berbagai pihak, dari petani, pengusaha, akademisi, dan pemerintah. Majalah Beranda Edisi Spesial Pangan ini memuat berbagai artikel dan opini mengenai tema pangan yang telah diterbitkan di portal online berandainovasi.com. Selain itu, naskah essay pemenang lomba Go Pangan Lokal! dan ulasan ahli mengenai manfaat nuklir di bidang pangan disampaikan oleh Dr. Rohadi Awalluddin, M. Eng, peneliti senior Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan salah satu direktur di MITI, dapat dinikmati pada edisi ini. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh MITI mengenai nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) menjadi salah satu publikasi hasil riset yang dapat ditelaah oleh Sahabat Beranda. Semoga berbagai informasi dan ide yang Redaksi sampaikan pada edisi ini dapat menjadi kontribusi positif bagi upaya penegakan kedaulatan pangan di Indonesia yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Salam Kontribusi!
Penerbit MITI Press Penanggung Jawab Dr. Dwi Handoko Redaksi Pelaksana Sofa Abdul Muiin Multazam Staff Redaksi Ulya Amaliya, S.IP Layouter Muhtajin
Alamat Redaksi Jl. Jalur Sutera, Kav. Spektra 23B No. 10 Alam Sutera, Kota Tangerang Telp/Fax +62 21-29315008 Email
[email protected] Website http://berandainovasi.com
Daftar Isi 6 9 17 21 25 28 31 35 39 41 43 47 53 57 64 72 80 86 90
Iptek untuk Menjawab Kemiskinan yang Berimbas Kelaparan Remote Sensing Jahe Instan atau Gula Jahe Tepung Glukomanan dari Umbi Porang Potensi Ubi Hutan Urban Farming Transformasi Agraris Negeri Tempe yang Mengimpor Kedelai Uji Teh Hitam Orthodox Kartini Pangan Lokal Kunci Utama Kedaulatan Pangan Daya Saing Pangan Lokal di Pasar Modern Membumikan Pangan Lokal ala Prancis Media Perfilman dan Televisi sebagai Sarana Promosi Kuliner Survei Nilai TKDN Pangan Lokal Keanekaragaman Pati Lokal Gastronomi Culture Entrepreneurship Beras Cerdas Ulasan Ahli: Teknologi Nuklir di Bidang Pangan
MITI KM: Kampanye Gerakan Go Pangan Lokal GIT: Galeri Inovasi Teknologi
Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia “Bringing Technology to the People”
Visi “Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kemandirian Bangsa” Misi • Menjadi penggerak bangkitnya ilmuwan dan teknolog Indonesia agar berkarya lebih nyata dan berperanserta secara aktif dalam pembangunan nasional dan penyelesaian masalah bangsa. • mendorong upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan IPTEK nasional. • Memberi sumbangan pemikiran dan berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan IPTEK. • Menjadi kekuatan penyeimbang yang berfungsi melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap implementasi kebijakan publik yang menyangkut IPTEK. Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia @MITI_NEWS
“MITI berupaya mendorong generasi baru Indonesia menuju Gerbang Indonesia Madani (The Gateway of Modern Indonesia) yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” Dr. Warsito P. Taruno (Ketua Umum MITI)
For More Information http://miti.or.id http://berandainovasi.com http://gopanganlokal.miti.or.id http://mahasiswa.miti.or.id http://vrl.miti.or.id http://ors.miti.or.id http://bti-c.com http://git-miti.com
Opini
MEMBANGUN IPTEK UNTUK MENJAWAB KEMISKINAN YANG BERIMBAS KELAPARAN
T
ahun 2015 perdagangan bebas memaksa Indonesia untuk siap menghadapi persaingan global. Sejauh mana Indonesia telah mempersiapkan diri untuk menjawab tantangan itu. Apakah Indonesia mampu atau justru Indonesia akan tertinggal. Kita sebagai warga Indonesia tentunya berharap Indonesia mampu menyelaraskan diri dengan tantangan zaman. Masalah bangsa bukanlah masalah pemerintah semata. Semua lapisan masyarakat harus ikut andil mengupayakan Indonesia untuk
6
lebih baik. Berpikir untuk maju, bekerja sama, serta berorientasi pada kesejahteraan bersama merupakan hal yang krusial sekarang ini. Dengan berpikir maju maka secara tidak langsung berarti menggambarkan sejauh mana tingkat kesiapan suatu bangsa untuk menghadapi kemajuan zaman. Bekerjasama menjadikan Indonesia lebih kuat dan hebat, sayangnya rasa kebersamaan terasa hanya segelintir orang yang masih mengakuinya, masyarakat sekarang telah hidup dan dibesarkan dalam sifat individualisme, hanya mementingkan dirinya sendiri saja. Kesejahteraan telah tersurat dengan jelas sebagai cita-cita besar sejak bangsa ini ada. Lalu apakah memang benar adanya seperti itu. “Masalah bangsa bukanlah masalah pemerintah semata. Semua lapisan masyarakat harus ikut andil mengupayakan Indonesia untuk lebih baik. Berpikir untuk maju, bekerja sama, serta berorientasi pada kesejahteraan bersama merupakan hal yang krusial sekarang ini”
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Indonesia? rasanya teralu banyak masalah yang terjadi dalam bangsa ini. Pendidikan yang rendah, Jaminan kesehatan yang perlu dipertanyakan, angka pengangguran yang tinggi, korupsi yang semakin menjadi-jadi, angka kemiskinan yang berimbas pada kelaparan, harga kebutuhan pokok yang semakin mahal. Itulah sebagian kecil dari hiruk pikuk negeri yang katanya elok ini. “Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah, hamparan padi dimana-mana, lautan dengan kekayaan di dalamnya, hutan, gunung serta yang lainnya, rasanya aneh ketika Indonesia tak bisa mencukupi kebutuhan pangan warganya terlebih untuk beras, gula, daging ataupun kebutuhan pangan yang lain Indonesia harus mengimpor dari Negara lain” Salah satu hal yang hendak diuraikan kali ini ialah kemiskinan yang berimbas pada kelaparan. Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu. Masalah ini dianggap urgent karena berakar dari kemiskinanlah masalah-masalah lain muncul. Bagaimana seseorang yang notabenenya hidup dalam kemiskinan
bisa mengenyam pendidikan yang tinggi, bisa hidup layak. Tak perlu memandang terlalu jauh, masih banyak saudara-saudara kita yang untuk makan sehari-hari saja perlu berpikir keras apalagi untuk makan empat sehat lima sempurna. Pemerintah telah menggembargemborkan swasembada beras, susu, daging ataupun yang lainnya untuk mengatasi masalah kemiskinan yang berimbas pada kelaparan. Ketika dipikir lebih dalam banyak wacana program pemerintah yang sangat apik, namun rasanya hanya sebatas wacana saja, praktek di lapangan berkata lain. Sebenarnya apa yang salah dengan bangsa ini apakah manusia-manusia yang hidup didalamnya ataukah sistem yang menjalankannya, entahlah rasanya masalah ini seperti mata rantai saja. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah, hamparan padi dimana-mana, lautan dengan kekayaan di dalamnya, hutan, gunung serta yang lainnya, rasanya aneh ketika Indonesia tak bisa mencukupi kebutuhan pangan warganya terlebih untuk beras, gula, daging ataupun kebutuhan pangan yang lain Indonesia harus mengimpor dari Negara lain. Seperti halnya beras,
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
7
Opini
bukankah lahan untuk tanaman padi di Indonesia banyak sekali, lantas mengapa Indonesia harus mengimpor dari Philipina ? Beralih dari sumber daya alam. Ada hal yang perlu di pertanyakan ketika sumber daya alam bukan yang menjadi masalah yaitu sumber daya manusiannya. Bukankah cukup banyak warga Indonesia yang telah bergelar professor, Doktor ataupun insinyur pertanian, peternakan, perikanan, ataupun yang lainnya. Dengan bekal itu bukankah seharusnya mereka mampu mengelola kekayaan alam ini. Lantas apa yang salah ? Mungkin jawabannya adalah sistem yang salah, loh kenapa begitu ? Mungkin para penggerak roda pemerintahan lebih menitikberatkan aliran dana untuk mengatasi masalah kemiskinan atau kebijakan publik lain di banding melihat sektor pengembangan hasil penelitian, terobosan-terobosan IPTEK dan sejenisnya, hal semacam itu kurang dilirik pemerintah mungkin mereka beranggapan bahwa untuk hal semacam itu dirasa hanya membuangbuang dana yang banyak dan waktu yang lama. Ya, mungkin kendalanya semacam itu buktinya saja banyak pertambangan di Indonesia namun
8
siapa yang mengelola?, tentunya bukan Indonesia namun pihak asing dan apa hasilnya ? Indonesia hanya mendapat secuil dari keuntungan yang di dapat sungguh ironis bukan. Indonesia perlu membuka cakrawala lebar-lebar, cara pandang perlu di setir kearah yang benar. Saatnya Indonesia bangkit dan sadar untuk mengejar ketertinggalannya. Mind-set untuk pembangunan IPTEK perlu digalakan karena perang zaman bukan lagi dengan kekerasan melainkan dengan IPTEK dan pemikiran. IPTEK mampu menjawab berbagai masalah kehidupan termasuk masalah kemiskinan yang berimbas pada kelaparan.
Profil Penulis: Ani Septiani Penulis merupakan mahasiswi Jurusan Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Perempuan kelahiran Brebes, 14 September 1995 ini dapat dihubungi melalui akun twitter @ anisepti17, alamat surat elektronik
[email protected]
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
HOW REMOTE SENSING COULD UTILISED TO “FEED” 9 BILLION PEOPLE BY 2050? 1. BACKGROUND Today, our planet earth is inhabited by ~7.2 billion people, and it is projected to reach ~9 billion by 2050 (UN, 2013). Most of the earth`s population will be concentrated in developing countries with more than half will be in Africa. Detail report is available from the following url: http://esa.un.org/ unpd/wpp/index.htm. The report’s figures are based on a comprehensive review of available demographic data from 233 countries and areas around the world. With more mouth to feed in the 2050, we need to grow more food for
9 billion people, and we also will meet with the environmental challenge. The population projections show that feeding a world population of 9.1 billion people in 2050 would require raising overall food production by some 70 percent between 2005/07 and 2050. Production in the developing countries would need to almost double. This implies significant increases in the production of several key commodities. Annual cereal production, for instance, would have to grow by almost one billion tonnes, meat production by over 200 million tonnes to a total of 470 million tonnes in 2050, 72 percent of which in the
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
9
Opini
developing countries, up from the 58 percent (FAO, 2009). This means that we need more food to feed the 9 billion people by 2050. However, how could we overcome the food limitation through
utilized the remote sensing? How we could act appropriately through the technology of remote sensing? And how we could contribute to overcome the issues?
2. ISSUES
People and food are two variables that connected each other. When we think about food we never thought that our foods also contribute to the global warming through the greenhouse gas (GHG) emission. Agricultural fields and cattle farm are among the greatest contributor to GHG emission. Tropical rain forest conversion and mangroves forest occupation are
10
happening currently to grow crops and raise livestock. By 2050 we need more land to grow crops and raise livestock, because we need to produce food for ~9 billion people on the earth. Biodiversity is also under threat if we continue to expand the agricultural field in the same way as today. We can no longer grow crops and raise livestock through forest conversion. We need more sustainable ways, stop the expansion and focus to degraded land and high-tech farming management. What is our opportunity to handle the problems? Remote sensing could help us to answer the questions above as well as to overcome the global warming issue.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
3. OPPORTUNITIES Remote sensing is widely used to monitor, assess, and evaluate the planet earth. We have so many opportunities to tackle the mismanagement, global warming, and as well as the issue of food to
feed 9 billion people. The following studies are some of the most recent research employed remotely-sensed imagery and techniques that can be utilized to “feed” 9 billion people by 2050.
3.1 Monitoring agricultural expansion
Agricultural expansion become the main threat for human and environment, only if they are expanding through the sustainable way it will give the benefit to the people and planet earth. One of the main issues of agricultural expansion is oil palm plantations. This type of agriculture converted huge area of tropical rain forests in the tropics. The study by Ramdani and Hino
(2013) revealed that the expansion of oil palm plantations was boomed in the period 2000-2010 and occupied not only the tropical forest but also peatlands (Koh et al., 2011). Ramdani & Hino (2013) and Koh et al (2011) employed many scenes of remotely-sensed data to monitor the expansion phenomenon. This method could benefit the farmer only if they have access to the Geo-spatial
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
11
Opini
information, and helped by the expert to understand the situations. Thus, they will understand how to manage the plantation in more sustainable ways. Crude palm oil (CPO) widely used in the food industry to produce biscuits, crackers, noodles, or even yogurts. In the future, associated with
the population growth, the demand of CPO will also be increased. Remote sensing could employ to monitor the oil palm plantation expansion to prevent from the jeopardize disasters (social conflicts, environmental problems, etc.) and provides sustainable solutions.
3.2 Farming practice; high-tech monitoring tools for higher precision farming paulstamatiou.com
UAV drones are becoming more important in smaller scale of agricultural fields. Monitor and mapping the fields using the traditional airplanes or satellite are inappropriate since they are costly and have lower spatial and temporal resolution. UAV is the suitable tools
used for ultra-high resolution image acquisition over a wheat field in the early-season period. Their study used six visible spectral indices (CIVE, ExG, ExGR, Woebbecke Index, NGRDI, VEG) and two combinations of these indices were calculated and evaluated for vegetation fraction mapping.
for this reason; cheaper and higher spatial and temporal resolution. Torres-Sánchez et al (2014) employed UAV equipped with a commercial camera (visible spectrum) that
These indices were also spatially and temporally consistent, allowing accurate vegetation mapping over the entire wheat field at any date. This study provides evidence that
12
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
visible spectral indices derived from images acquired using a low-cost camera onboard a UAV flying at low altitudes are a suitable tool to use to discriminate vegetation in wheat fields in the early season.
This study opens the “door” for the utilization of this technology in precision agriculture applications such as early site specific weed management in which accurate vegetation fraction mapping.
3.3 Increase efficiency due to water storages Zarco-Tejada, González-Dugo, & Two studies mentioned above open Berni (2012) employed UAV platform even wider “door” which can be used to detect the water stress using a for deriving management decisions micro-hyperspectral imager and a in terms of precision and efficient thermal camera. Furthermore, Link, management farming. However, policy Senner, & Claupein (2013) developed for the utilization of UAV for public use and evaluated an aerial sensor platform is still under debate stages, we need (ASP) to collect multispectral data for more support from the decision maker deriving management decisions in for a better farming practice to feed 9 precision farming. billion people by 2050. 3.4 Mapping less productive land and degraded land Study by Reeves and Bagget (2014) produced the vegetation productivity that was estimated using maximum Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) of MODIS satellite platform. Their study revealed that the degradation associated with the historical events that may have had greater impact on vegetation production than present land management practices. Overgrazing and unsustainable fuel wood uses
PRODUCTIVE LAND
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
13
Opini
which are usually associated with depressed socio-economic factors. These conditions result in widespread degradation across large areas which are ideal for degradation assessments from coarse scale remote sensing techniques such as the rainfall use as supported variables.
This method also will be useful for yield predictions. The farmer would receive more benefit through the sustainable monitor of vegetation productivity. They will be able to optimize the time to produce more of the agricultural commodities.
3.5 Drought assessment
Zhou et al. 2014 study found that drought reveals consistent patterns of reduced vegetation greenness in the Congo Basin. It is consistent with decreases in rainfall, terrestrial water storage, water content in above ground woody and leaf biomass. This study uses Enhanced Vegetation Index
14
(EVI) data derived from a satelliteborne sensor, Moderate resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). This study could help the other region in Africa and other part of the world to continuously monitor and assess their environment and find the answer how to face the drought phenomenon. However, as the author mentioned in the article, the effects of longterm drought on vegetation are more complex than short-term drought and different satellite products measure different properties of vegetation and moisture. Its means we need to work together and combine many type of satellite sensor to overcome the long-term drought on agricultural commodities.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
3.6 More and more accurate weather forecast Wittenberg et al. 2014 make the This study has proven that we case that these multi-decadal epochs will have more and more accurate of enhanced and subdued ENSO weather forecast, where and when the activity. This study produce reasonably El Niño will develop and how strong realistic, decadally predictable high- it may become. So the farmers could latitude climate signals, as well as prepare to face the changing climate tropical and extratropical decadal and save the agriculture commodities signals that interact with ENSO. from the fail. 4. RECOMENDATIONS Rapid growth is expected to continue over the next few decades in countries with high levels of fertility such as Nigeria, Niger, the Democratic Republic of the Congo, Ethiopia and Uganda, Afghanistan and TimorLeste, where there are more than five children per woman (UN, 2013). India is expected to become the world’s largest country, passing China around 2028, when both countries will have populations of 1.45 billion. After that, India’s population will continue to grow and China’s is expected to start decreasing. Meanwhile, Nigeria’s population is expected to surpass that of the United States before 2050 (UN, 2013). From this information, it is an obvious reason that we need to act and collaborate to provide the Geo-
spatial information accessible free for the people in the developing countries. All of the research mentioned above will be useless to a human being if only specific people could access and understand the results. Collaboration needs to be involved the lower level of education of farmers and use easier language to be understandable by them. Knowledge and technological transfer through; a. Students exchange within top universities in Asia, Africa and best students from developing countries b. Experts exchanges within top universities in Asia, Africa, Europe, US, etc. since the most of the researchers are come from US, Germany, Spain, Japan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
15
Opini
The decision maker and scientists need to sit and discuss together to overcome the issues and give the best to their people. Furthermore, the policy has to be compiled with the scientific findings and implemented in an appropriate way to support the farmers. References 1. FAO (2009) High Level Expert Forum How to Feed the World in 2050. Available at http://www.fao.org/fileadmin/templates/ wsfs/docs/Issues_papers/HLEF2050_ Global_Agriculture.pdf 2. Koh LP, Miettinen J, Liew SC, Ghazoul J (2011) Remotely sensed evidence of tropical peatland conversion to oil palm. Proceedings of the National Academy of Sciences 108: 5127–5132. DOI: 10.1073/pnas.1018776108 3. Link, J., Senner, D., & Claupein, W. (2013). Developing and evaluating an aerial sensor platform (ASP) to collect multispectral data for deriving management decisions in precision farming. Computers and Electronics in Agriculture, 94, 20–28. doi:10.1016/j.compag.2013.03.003 4. Ramdani, F., & Hino, M. (2013). Land Use Changes and GHG Emissions from Tropical Forest Conversion by Oil Palm Plantations in Riau Province, Indonesia. PLoS ONE, 8(7) DOI: 10.1371/journal.pone.0070323 5. Reeves, M.C and Bagget, L.S (2014) A remote sensing protocol for identifying rangelands with degraded productive capacity. Ecological Indicators, 43, 172182. doi: 10.1016/j.ecolind.2014.02.009 6. Torres-Sánchez, J., Peña, J. M., de Castro, A. I., & López-Granados, F. (2014). Multi-temporal mapping of the vegetation fraction in early-season wheat fields using images from UAV. Computers and Electronics in Agriculture, 103, 104–113. doi:10.1016/j.compag.2014.02.009
16
7. United Nations (2013) World Population Prospects: The 2012 Revision. Available at http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm 8. Wittenberg, A. T., Rosati, A., Delworth, T. L., Vecchi, G. A. & Zeng, F (2014) ENSO Modulation: Is It Decadally Predictable?. Journal of Climate, 27, 2667-2681. doi: http://dx.doi.org/10.1175/ JCLI-D-13-00577.1 9. Zarco-Tejada, P. J., González-Dugo, V., & Berni, J. A. J. (2012). Fluorescence, temperature and narrow-band indices acquired from a UAV platform for water stress detection using a micro-hyperspectral imager and a thermal camera. Remote Sensing of Environment, 117, 322–337. doi:10.1016/j.rse.2011.10.007 10. Zhou et al (2014) Widespread decline of Congo rainforest greenness in the past decade. Nature, 509, 86-90. doi:10.1038/ nature13265
Profil Penulis: Fatwa Ramdani Penulis adalah kandidat Doktor dari Tohoku University, Jepang. Pria kelahiran Balikpapan, 19 Juni 1985 ini dapat dihubungi melalui akun twitter @fatwatohoku atau alamat surat elektronik
[email protected]
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
lokal. Sebagian besar produk lokal seperti sayur, buah, dan umbi memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Selain itu, produkproduk lokal yang alami tersebut dapat memberikan dampak yang baik bagi lingkungan daripada produk-produk sintetis. Oleh karena itu, kini produk lokal sering dijadikan bahan utama atau hanya dijadikan sebagai batu loncatan bagi para pemegang kuasa industri pangan. Industri kecil maupun besar saling berebut konsumen, meraup keuntungan sebesar-besarnya. Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu produk lokal yang diandalkan demi kebutuhan industri. Menurut Prastowo (2007: 1), Komoditas jahe saat ini masih menempati urutan teratas dalam penggunaan, sehingga masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan terus melalui pengembangan sumbersumber pertumbuhan. Dalam perkembangannya, kebutuhan komoditas jahe untuk bahan baku GettyImage
JAHE INSTAN ATAU GULA JAHE?
I
ndustri-industri pangan kini mulai melirik hal-hal yang berbau herbal, alami, dan organik. Hal tersebut tak jauh dari gencarnya semboyan ‘Go Green’ dan ‘Go Pangan Lokal’. Berbagai upaya untuk membuat produk ‘alami dan lokal’ diusahakan demi menggaet konsumen. Kata-kata seperti baik untuk kesehatan tubuh dan lingkungan menghiasi usaha marketing produk pangan di negeri ini. Faktanya produk pangan tersebut hanya disisipi sedikit hal alami dan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
17
Artikel
industri meningkat terus seiring berjalannya waktu. Jahe dapat diolah menjadi berbagai macam jenis produk pangan. Terlebih lagi sekarang ini inovasi telah merasuk ke sendi-sendi pikiran manusia. Bukan tak mungkin di tahun mendatang produk turunan jahe menjadi lebih banyak. Untuk saat ini olahan jahe yang paling populer yaitu Jahe Instan. Menurut Riana (2012), jaheinstan adalah
jahe yang berbentuk butiran-butiran/ serbuk dan dalam penggunaannya mudah melarut dalam air dingin atau air panas.
“Jahe merupakan salah satu produk lokal yang dapat diolah menjadi berbagai macam jenis produk pangan. Pengolahan jahe instan di industri menengah ke bawah masih menggunakan cara tradisional” Pengolahan jahe instan di industri menengah ke bawah masih menggunakan cara tradisional. Pengolahan seperti ini didasarkan pada sifat gula pasir yang bisa kembali mengkristal setelah dicairkan dalam kondisi yang tidak asam (pH > 6,7). Prinsip cara pembuatannya yaitu: jahe dicuci bersih, dikupas, dan dipotongpotong. Kemudian jahe dihaluskan dengan cara ditumbuk, diparut, atau diblender. Jahe yang telah lembut diperas sehingga menghasilkan sari jahe. Sari jahe kemudian diuapkan/
18
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
dipanaskan hingga mengental. Lalu ditambahkan gula ke dalamnya dan diaduk terus hingga menjadi bubuk atau kristal. Jahe instan sudah siap dan segera dikemas agar tidak tercemar mikrobia kontaminan yang menyebabkan jahe instan rusak. Pada proses pembuatan dengan cara tradisional tersebut, perbandingan komposisi jahe banding gula yaitu satu banding dua. Ini artinya jika jahe yang digunakan 1 kg maka gula yang diperlukan adalah 2 kg. Gula memang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energi. Namun, kelebihan gula dalam tubuh justru dapat merusak tubuh. Tubuh manusia normalnya sudah tercukupi kebutuhan gulanya, yaitu maksimal 50 gram per hari, dari karbohidrat yang berupa nasi atau umbi-umbian. Gula mampu meningkatkan kadar gula darah dan produksi insulin. Menurut Health (2006: 28) kelebihan gula
dalam tubuh dapat menekan sistem imun sehingga gangguan autoimun seperti arthritis dan multiple schlerosis dapat terjadi dengan mudah. Selain itu gula juga dapat menyebabkan candidiasis yaitu infeksi karena jamur Candida albicans. Jika konsumsi makanan manis dan karbohidrat sederhananya berlebihan, jamur akan menginfeksi lambung dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan menghambat penurunan berat badan. Sayangnya teknologi ini hanya compatible untuk industri besar. Sudah selayaknya pemerintah yang berwenang dibidangnya memberikan bantuan kepada industri
menengah ke bawah agar bisa meninggalkan m e t o d e tradisional membuat jahe instan dan GettyImage
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
19
Artikel
beralih ke metode yang lebih baik untuk kesehatan konsumen. Selain itu, sebagai masyarakat atau pelajar, dapat juga merumuskan solusi yang lebih baik untuk permasalahan ini. Penciptaan alat baru yang lebih ‘ramah’ sangat dibutuhkan untuk industri skala menengah kebawah. Konsumsi jahe memang baik untuk kesehatan, namun jahe instan dengan jumlah gula yang banyak justru akan membahayakan tubuh. Sudah sepatutnya produksi jahe instan dengan cara tradisional diganti atau diinovasi agar gula yang digunakan secukupnya saja. Teknologi spray drying merupakan cara yang tepat untuk menggantikannya. Spray drying merupakan proses perubahan bahan dari bentuk cair menjadi partikel-partikel kering berupa serbuk atau butiran oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas (Dziezak, 1980).
Badan dengan Minyak Kelapa Murni. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 3. Prastowo, Bambang. 2007. Booklet Teknologi Unggulan Tanaman Jahe. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 4. Riana. 2012. “Laporan Jahe Instan”. http://rianayetmi14. blogspot.com. Diakses pada tanggal 18 Juni 2013 pukul 07:30
Profil Penulis:
Nurullia Nur Utami @NNurullia Nurullia adalaha mahasiswa S1 Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Univirsitas Gadjah Mada. Nurullia dikenal aktif sebagai staff PSDI (Pengembangan Sumber Daya Insani) BEM FTP UGM, staff divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah ASC (Agritech Study Club) UGM
Referensi 1. Dziezak, J.D. 1980. Microencapsulation and Encapsulated Ingredients. Journal of Food Technology. 18 (4) : 138 2. Health, Vita. 2006. Diet VCO: Panduan Menurunkan Berat
20
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
http://simonbw.lecture.ub.ac.id/
TEPUNG GLUKOMANAN DARI UMBI PORANG SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PRODUK PANGAN ALTERNATIF BERUPA MIE RENDAH KALORI
I
ndonesia memiliki beragam tanaman bahan pangan penghasil pati yang dapat dijadikan bahan baku bahan pangan pokok. Secara umum, terdapat dua sumber bahan baku pati di Indonesia yakni sumber pati mayor dan minor. Sumber pati mayor terdiri dari beras, jagung,
gandum, sorgum, singkong, kentang, ubi jalar, talas dan sagu. Sedangkan sumber pati minor terdiri dari berbagai macam umbi seperti kimpul, garut, suweg, uwi, iles-iles, ganyong dan porang. Sumber pati minor masih sangat minim pemanfaatannya sebagai produk pangan komersil. Salah satu sumber pati minor yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah umbi porang. Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus), merupakan salah satu kekayaan alam asli Indonesia. Tidak banyak yang mengenal umbi porang sebagai bahan pangan lokal yang banyak tumbuh di lahan hutan di Jawa Timur. Umbi porang pada awalnya dikembangkan untuk mendukung program konservasi hutan. Seperti tepung terigu, umbi porang memiliki kandungan glukomanan yang memiliki fungsi sebagai pengenyal, pembentuk tekstur dan pengental makanan. Umbi porang masih dijual
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
21
Artikel
dalam bentuk chips (irisan kering dan tipis dari umbi porang) ke Jepang sebagai bahan utama dari produk tepung konjak.
“Tidak banyak yang mengenal umbi porang sebagai bahan pangan lokal yang banyak tumbuh di lahan hutan di Jawa Timur. Umbi porang memiliki kandungan glukomanan yang memiliki fungsi sebagai pengenyal, pembentuk tekstur dan pengental makanan.” Glukomanan adalah polisakarida dalam famili mannan. Glukomanan terdiri dari monomer β-1.4 α -mannose dan α -glukosa. Glukomanan yang terkandung dalam umbi porang memiliki sifat yang dapat memperkuat gel, memperbaiki
22
tekstur, mengentalkan, dan lain sebagainya. Saat ini, umbi porang belum dimanfaatkan oleh industri di Indonesia atau masyarakat secara luas sebagai bahan tambahan atau fungsional produk makanan. Hal ini disebabkan masyarakat belum dapat mengolah umbi porang tersebut menjadi bahan pangan yang praktis untuk dimakan. Begitu juga pada industri makanan di Indonesia. Sebaliknya, industri yang memanfaatkan glukomanan sebagai bahan baku atau bahan tambahan justru mengimpor tepung glukomanan (konjac flour) dari Jepang. Dengan pertimbangan kondisi tersebut, pemanfaatan tepung glukomanan dari umbi porang sebagai bahan baku utama produk mie rendah kalori yang merupakan salah satu produk pangan alternatif dinilai sangat potensial sebagai solusi dalam melepaskan ketergantungan Indonesia akan gandum dan tepung terigu impor secara perlahan dalam produksi mie. Produksi tepung glukomanan dari umbi porang tergolong sederhana. Umbi porang mentah yang telah dikupas kemudian dicuci dan diiris tipis (untuk hasil yang baik dapat di slice dengan mesin) lalu dikeringkan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
dengan sinar matahari (12 jam – 24 jam) atau dapat juga dikeringkan dengan menggunakan pengering oven dalam waktu kurang lebih 24 jam. Umbi porang yang telah diiris tipis dan kering disebut dengan chips. Chips ini kemudian ditepungkan dengan cara dihaluskan dengan mesin disk mill atau menggunakan blender. Dalam tepung umbi porang terdapat kandungan kalsium oksalat yang cukup tinggi yang bila dikonsumsi dapat menimbulkan gatal pada lidah dan kulit manusia sehingga tepung porang harus dimurnikan terlebih dahulu sebelum dipisahkan glukomanannya. Pemurnian tepung porang dari kalsium oksalat dapat dilakukan dengan maserasi bertahap menggunakan etanol 40%, 60% dan 80%. Menurut Widjanarko (2011), tepung porang yang dicuci dengan me-maserasi tepung porang dengan etanol konsentrasi rendah 40% akan melarutkan senyawa polar yang terkandung dalam bahan seperti kalsium oksalat, protein, pati, dan abu. Sedangkan maserasi pada etanol 60% dan 80% akan melarutkan lemak yang terkandung pada tepung.
Kemudian tepung dikeringkan kembali di oven pada suhu 40ºC selama 40 menit dan kemudian dipisahkan antara glukomanan dan senyawa pengotor yang tidak diinginkan berdasarkan berat jenis sehingga dihasilkan tepung glukomanan murni. Harga tepung glukomanan berkisar antara Rp 20.000/100 gram. Walaupun tergolong mahal, namun hanya diperlukan sedikit glukomanan sebagai bahan pengental makanan ataupun dalam pembuatan mie. Hal ini dikarenakan sifat glukomanan yang memiliki daya absorbsi air yang tinggi yakni dapat menampung air kurang lebih 100 kali dari beratnya dalamair. Tepung porang dari umbi porang memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut : air 6.8%, glukomanan 64.98%, pati 10.24%, protein 3.42% , lemak 0%, serat berat 5.9% dan kalsium oksalat sebesar 0%. Aplikasi tepung glukomanan pada produk mie dapat dibuat dengan mencampur tepung dengan air dingin yang telah ditambahkan baking soda (soda kue) dengan perbandingan 6 gram tepung, 0.4 gram baking soda dengan 450 ml air dan garam secukupnya. Seluruh bahan dicampurkan dalam keadaan dingin
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
23
Artikel
dan diaduk secara merata selama 10 menit. Kemudian dipanaskan selama 5 s/d 10 menit. Setelah itu adonan yang berbentuk gel digiling sehingga berbentuk mie yang dikukus terlebih dahulu sebelum disajikan dengan bumbu. Proses pembuatan mie yang sederhana ini memungkinkan mie dapat dibuat oleh masyarakat sebagai bahan pangan pengganti mie yang terbuat dari gandum. Adanya glukomanan juga membentuk tekstur kenyal pada mie yang umumnya disukai konsumen Indonesia. Selain itu manfaat glukomanan bagi tubuh sebagai salah satu makanan dietary fiber dan rendah kalori menjadikan mie yang terbuat dari tepung glukomanan ini sangat prospektif untuk dikembangkan menjadi pangan alternatif yang sehat dan sesuai untuk penderita diabetes.
2011. Efek Hidrogen Peroksida terhadap Sifat Fisiko Kimia 4. Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus ) dengan Metode Maserase dan Ultrasonik. Jurnal Teknologi Pertanian XII.
Profil Penulis: Khoirunisa Prawita Sari @khoeeruu Khoerunisa adalah Mahasisiwa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Khoerunisa dikenal aktif dalam kegiatan kemahasiswaan sebagai staff Kajian strategi dan advokasi BEM Fakultas Teknologi Pertanian.
Referensi 1. Anonim. 2009. Pangan Lokal. [Terhubung berkala]. http:// agoesman120.wordpress.com (11 Mei 2013). 2. M. Alonso-Sande, dkk .2008. Glucomannan, a Promising Polysaccharides for Biopharmaceutical Purposes. Eur. J. Pharm. Biophar. 3. Widjanarko, Simon Bambang.
24
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
POTENSI UBI HUTAN
SEBAGAI ALTERNATIF INDUSTRIALISASI DAN KETAHANAN PANGAN LOKAL walaupun
a s y a r a k a t S u l a w e s i Te n g g a r a , khususnya yang berada di daerah Sultra Kepulauan tentu tidak merasa asing dengan buah Kolope. Tanaman yang dikenal di Indonesia sebagai tanaman Ubi Hutan atau
kurang mendapat perhatian. Ubi hutan menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Tanaman ini tumbuh liar di hutanhutan. Selama masa pertumbuhan tidak membutuhkan perawatan atau penanganan khusus. Biasanya masyarakat yang mengkosumsinya melakukan pengolahan terhadap ubi hutan di saat musim kemarau panjang. Ketika kemarau datang, masyarakat pergi ke hutan mencari ubi hutan dan kemudian mengolahnya menjadi bahan makanan. Meskipun demikian,
Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) yang termasuk suku gadunggadungan atau Dioscoreaceae. Tanaman ini tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer
terdapat pula masyarakat mengonsumsi ubi hutan sebagai makanan khas meskipun tidak mengalami kemarau panjang ataupun krisis pangan. Pengolahan
GettyImage
M
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
25
Artikel
yang baik terhadap ubi hutan dapat membuatnya bertahan lama hingga dapat dikonsumsi lagi pada tahun berikutnya. Sehingga tanaman ini menjadi sangat berpotensi sebagai alternatif ketahanan pangan nasional.
“Jumlahnya yang banyak dan mudah ditemui di hutan secara liar membuat pengolahannya di masyarakat sungguh beragam. Tidak hanya sebatas pada makanan pokok saja, tetapi juga dapat diolah dalam bentuk makanan khas daerah, dan kripik instan berbagai rasa.” Kelompok masyarakat di Sulawesi Tenggara mengolah ubi hutan dengan cara yang berbeda. Di Kabupaten Muna, setelah ubi hutan diiris tipis dan dijemur dalam beberapa hari hingga kering seperti
26
kerupuk, selanjutnya dilakukan perendaman dalam air garam (air laut). Pada daerah Bau-Bau khususnya di pedesaan, Kolope (ubi hutan) yang telah diiris dan dijemur hingga kering diaduk dalam wadah yang berisi air laut selama setengah hari. Setelah itu, ubi hutan ditiriskan dan dikeringkan secara sederhana dengan bantuan angin. Sedangkan di Kabupaten Konawe Selatan, ubi hutan yang dikenal dengan sebutan O Wikoro diolah dengan menaruh ubi hutan yang telah dikupas ke dalam jaring yang dikaitkan pada sebuah sungai yang mengalir selama seharian. Kemudian hasilnya diiris tipis-tipis lalu dikeringkan dengan bantuan matahari. Namun, hasil survey penelitian diperoleh bahwa perendaman memiliki tujuan yang sama, yaitu mengurangi kadar racun dalam ubi hutan (Aman, 2007). Kadar racun yang dimaksud adalah zat toksik yang dapat terhidrolisis sehingga terbentuk asam sianida (HCN). Efek terbentuknya HCN yang di rasakan apabila kita memakan ubi hutan yang tidak sesuai dengan anjuran yaitu tidak nyaman ditengorokan, diikuti
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan. Bahkan dalam jumlah yang sangat besar dapat menyebabkan kematian. Tantangan inilah yang selama ini menyebabkan kurangnya ketertarikan masyarakat terhadap potensi ubi hutan. Padahal selain jumlahnya yang banyak dan mudah ditemui di hutan secara liar, pengolahannya di masyarakat cukup beragam. Tidak hanya sebatas pada makanan pokok saja, tetapi juga dapat diolah dalam bentuk makanan khas daerah, kripik instan berbagai rasa, dan berbagai inovasi pangan lainnya. Jika pemerintah mampu mengembangkan jenis tanaman ini, tentu akan menjadi ikon daerah yang akan menjadi alternatif industrilisasi pangan lokal.
Nabati Dan Pupuk Organik Cair. Diakses dari: http://cybex.deptan. go.id/lokalita/ manfaat-umbigadung-sebagai-pangan-alternatifpestisida-nabati-dan-pupukorganik-cair. 3. Wikipedia. 2013. Diakses dari: http://id.wikipedia.org/wiki/ Gadung.
Profil Penulis: Maulana Jayadin @Maulana_ Jayadin Maulana adalah Mahasiswa Universitas Haluoleo. Maulana senang menulis. Beberapa tulisannya dipubilkasikan secara online pada Lingkar Studi Ilmiah Penalaran FKIP UHO. Saat ini Maulana juga aktif tergabung dalam Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia Klaster Mahasiswa.
Referensi 1. Aman, La Ode. 2007. Efektifitas Penjemuran Dan Perendaman Dalam Air Tawar Untuk Menurunkan Kandungan Toksik HCN Ubi Hutan (Dioscorea Hispida Dennst). UNG: Gorontalo. Diakses dari: http://ejurnal.fikk. ung.ac.id/index.php/NJ/article/ download/42/13. 2. Departemen Pertanian. 2013. Manfaat Umbi Gadung Sebagai Pangan Alternatif, Pestisida Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
27
Artikel
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN LEWAT URBAN FARMING
D
ata yang ditunjukkan oleh Badan Pusat Statistik mengenai impor bahan pangan kian mengkhawatirkan. Di satu sisi, kebijakan impor merupakan suatu keniscayaan adanya perdagangan antar negara, tetapi di satu sisi impor juga membuat petani kita semakin menjerit. Di sana kita dipertanyakan apa makna negeri kita sebagai negara agraris sementara kita sendiri banyak bergantung pada negara lain? Hal ini sudah sepatutnya
28
kita renungi dan dipikirkan bersama. Saat ini, banyak sekali komoditas yang secara tidak sadar komoditas tersebut merupakan komoditas impor. Tepung terigu, beras, bahkan garam pun kita impor dari luar. Impor tersebut terjadi karena adanya permintaan dalam negeri yang besar sementara pasar lokal tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebijakan impor komoditi pangan khususnya membawa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya yaitu, kebutuhan bahan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
pangan terpenuhi sehingga harga bahan pangan tidak melonjak naik karena adanya kelangkaan. Namun disamping itu terdapat dampak negatif, terutama hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan petani dan daya saing produk lokal. Kebijakan impor juga mengakibatkan kita ketergantungan dengan bangsa lain sehingga kita sulit untuk mencapai kedaulatan pangan. “Upaya menanam tanaman di perkotaan lebih sulit karena keterbasan lahan dimana ketika berada di desa kita jauh lebih mudah menemukan lahan kosong dan tidak produktif. ‘Urban farming’ dilakukan pada lahan-lahan pekarangan rumah ataupun lahan yang tidak produktif”
Biasanya komoditi impor memiliki harga yang lebih murah dibandingkan komoditi yang dihasilkan di dalam negeri. Tentu saja masyarakat memilih harga produk yang lebih murah dibandingkan dengan produk lokal dan akhirnya berujung pada tidak terjualnya produk petani kita karena harganya kalah bersaing. Tidak hanya harga, kualitas produk pun dipertaruhkan. Produk impor selain memiliki harga yang lebih murah,
pada umumnya kualitasnya jauh lebih baik dibanding dengan produk lokal. Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang padat oleh permukiman penduduk, pusat pemerintahan, dan lain-lain. Upaya menanam tanaman di perkotaan lebih sulit karena keterbasan lahan dimana ketika berada di desa kita jauh lebih mudah menemukan lahan kosong dan tidak produktif. Masalah ini dapat diatasi dengan menerapkan urban farming. Di Amerika Serikat, tepatnya di Florida Selatan sudah diterapkan urban farming. Florida Selatan memiliki iklim sub tropis sehingga ketersediaan pangan menjadi krusial. Urban farming merupakan cara-cara berkebun yang dilakukan ditingkat rumah tangga di wilayah perkotaan untuk menyediakan pangan secara mandiri. Urban farming dilakukan pada lahan-lahan pekarangan rumah ataupun lahan yang tidak produktif. Urban farming tidak hanya mengajarkan kita bagaimana menanam suatu tanaman yang baik, tetapi bagaimana kita menyediakan bahan pangan yang dapat dikonsumsi secara mandiri dan tentunya lebih aman.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
29
Artikel
Dengan adanya fenomena di atas, maka urban farming sangat memungkinkan dilakukan di Indonesia. Indonesia memiliki lahan yang subur serta cahaya matahari tersedia sepanjang tahun. Tanaman penghasil serealia yang merupakan sumber karbohidrat membutuhkan cahaya matahari yang intens sehingga hal ini memungkinkan untuk dilakukan. Selain tanaman serealia, sayur-sayuran dan buah-buahan memungkinkan untuk ditanam di sekitar pekarangan ataupun di lahan yang kosong. Ada perasaan berbeda ketika kita mengkonsumsi bahan pangan impor dengan bahan pangan yang dihasilkan dari pekarangan rumah ataupun lahan yang produktif di sekitar kita. Kita jadi lebih menghargai pangan dan tidak membuangnya siasia. Alangkah baiknya jika urban farming ini menjadi gerakan nasional di Indonesia yang dapat membangun ketahanan pangan dimulai dari tingkat rumah tangga sampai nasional. Diharapkan ketergantungan kita akan impor bahan pangan berkurang dan kita bisa menyediakan pangan lokal secara mandiri dan aman. Dengan begitu, cita-cita kita mencapai
30
kedaulatan pangan akan tercapai.
Profil Penulis: Amila Yosalfa F Penulis adalah mahasiswi aktif Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Lahir di Bandung, 24 Januari 1993, perempuan sunda ini aktif di berbagai organisasi seperti BEM Kema FTIP Unpad, Relawan Kampung Berkebun SIGAP, dan Bandung Berkebun di sela-sela waktu kuliahnya. Penulis dapat dihubungi melalui akun twitter @ amilafauziah atau alamat surat elektronik amila080910196@ gmail.com
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
TRANSFORMASI AGRARIS MENJADI “INDUSTRIALIS”
S
ebagai negara dengan jumlah penduduk 237.641.326 jiwa (BPS 2010) dengan posisi menempati urutan keempat dunia, Indonesia memiliki daya saing sumber daya manusia yang tinggi. Tingginya laju pertumbuhan penduduk diimbangi
dengan luas wilayah negara sebesar 1.919.440 km2, dimana adalah luas daratan 1.826.440km2 dan 93.000 km2 adalah luas lautan. Luas daratan terdiri atas hutan, pertanian, dan sebagainya. Membahas mengenai potensi sumber daya manusia dan alam sebagai dasar kebutuhan kehidupan, kebutuhan dasar manusia
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
31
Artikel
pada umumnya seperti pangan, sandang, dan papan adalah wajib hukumnya bagi masyarakat untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Dengan melihat jumlah penduduk setiap tahun meningkat dan budaya bangsa beralih ke arah modernitas maka kebutuhan pokok ketiga hal tersebut dan kebutuhan sekunder hingga tersier meningkat seiring peningkatan kuantitas penduduk. Sebagai negara agraria secara tidak langsung dengan luas lahan pertanian Indonesia yang digunakan untuk bercocok tanam beralih menjadi rumah penduduk.
“Dengan melihat jumlah penduduk setiap tahun meningkat dan budaya bangsa beralih ke arah modernitas maka kebutuhan pokok ketiga dan kebutuhan sekunder hingga tersier meningkat seiring peningkatan kuantitas penduduk” Berdasarkan data sensus pertanian pada rentang tahun 1983-2003 menyebutkan bahwa terjadi penurunan luas lahan untuk bercocok tanam (pertanian) menjadi
32
berkurang, terutama di Jawa sebesar 1.402.562 Ha atau sekitar 70.128,1 Ha per tahun dan terus menurun tiap tahunnya. Secara umum mungkin banyak penduduk, terutama Petani yang berasumsi bahwa “tidak seperti dulu lagi” mudah untuk bercocok tanam, apalagi di daerah kota sudah bergeser banyak didirikan industri besar, padahal jika dilihat berdasarkan perkembangan pola konsumsi pangan pokok tahun 2010, pangsa non beras (ubi kayu, jagung dan kentang) dalam pola konsumsi pangan pokok hampir tidak ada dan digantikan oleh konsumsi terigu naik 500% menjadi 10.92 kg/ kap/tahun (dalam kurun waktu 30 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa betapa besarnya peran lahan pertanian jika dilihat dari pola konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia. Selain konsumsi terigu yang meningkat pesat didapatkan pula data Kementrian pertanian bahwa konsumsi akan kebutuhan zat gizi pangan terbesar adalah karbohidrat kelompok padi-padian sebesar 80,6 % terhadap total energi padipadian (1.236 kkal/ kap/hr) pada tahun 2011. Hal ini terlihat pada data tersebut menunjukkan bahwa
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Masyarakat Indonesia belum bisa meninggalkan kebiasaan tidak makan nasi | GPL
konsumsi penduduk Indonesia masih berorientasi pada karbohidrat dan ketidakseimbangan asupan zat gizi pangan seperti protein, lemak, dan zat mikro lain, padahal karbohidrat yang bertindak sebagai sumber energi utama dalam pangan, hanya berfungsi untuk pemenuhan kapasitas energi. Berdasarkan data tersebut pula, dari sekian macam sumber karbohidrat yang dikonsumsi sangat jelas menunjukkan bahwa beras tetap menjadi pilihan utama konsumsi karbohidrat terbesar di Indonesia. Masyarakat Indonesia belum bisa meninggalkan kebiasaan tidak makan nasi, adanya pamelo bahwa nasi adalah segalanya bagi sumber kekuatan aktivitas seharihari. Program pemerintah mulai dari swasembada pangan, sistem corporate farming sampai pada saat ini program diversifikasi pangan masih terus diupayakan sebagai bentuk kemandirian dan ketahanan pangan Indonesia. Sebagai tuan rumah yang memiliki lahan pertanian seluas 8.132.642 Ha dan terbesar se-Asia Tenggara,
Artikel
hal ini merupakan titik strategis untuk pengembangan dan peningkatan produksi pangan lokal di penjuru seluruh pulau baik kecil maupun pulau besar di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki makanan khas daerahnya seperti Papua dan Maluku yaitu sagu dan lainnya. Keunggulan di setiap daerah masih belum kelihatan jelas bahwa daerah tersebut sebagian atau seluruh masyarakatnya tidak makan nasi sebagai makanan pokok, begitulah keadaan pola pangan masyarakat Indonesia sampai saat ini, beras tetap menjadi nomor satu. Perlu adanya keberlanjutan upaya diversifikasi yang lebih keras lagi untuk merealisasikan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 tentang penganekaragaman pangan melalui sumber daya lokal dalam membangun daya saing global dan kedaulatan pangan agar sumber daya pangan berpotensi di Indonesia dapat secara optimal dikembangkan. Dalam mewujudkan program diversifikasi pangan agar dicapai hasil optimal membutuhkan intervensi
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
33
Artikel
“sungguh-sungguh” dari policy maker, seperti pengoptimalan dan pemfokusan kerja industri pangan lokal seluruh daerah di Indonesia, dimana jumlah industri sudah pangan lokal di Indonesia hampir seluruhnya ada di masing-masing daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan jumlah produksi pangan lokal dengan menghasilkan produk pangan lokal yang tak kalah saing dan berkualitas baik dari segi harga, kalori, cara mengolah dan rasa. Flash back yang menjadi masalah ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia adalah karena kurangnya optimalisasi sumber daya pangan lokal agar dapat bersaing secara global, sehingga masyarakat dapat dikatakan “hanya” mengenal satu macam jenis pangan dan tidak mau beralih dari pangan tersebut. Dengan bergesernya luas lahan pertanian Indonesia menjadi industri terutama daerah potensi pertaniannya besar seperti Jawa, hal ini “jangan” menjadikan beban karena Indonesia kekurangan lahan untuk menumbuhkembangkan tanaman palawija yang menjadi keunggulan, namun dengan adanya industri lokal yang meningkat jumlahnya Indonesia
34
harus dapat memanfaatkan secara optimal keadaan ini. Butuh waktu cukup panjang dan kerja keras dari pemerintah dan industri pangan swasta dalam meningkatkan pola pangan beraneka ragam dan daya saing global menuju kedaulatan pangan Indonesia. Referensi
1. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.ph 2. http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_ a=area&info1=3 3. http://psp.deptan.go.id/basisdatalahan 4. http://www.kemenperin.go.id/artikel/3825/ kebutuhan-lahan-industri-tinggi 5. ROADMAP_Diversifikasi_ Pangan_2011-2015.pdf
Profil Penulis: Dian Febrina Anggraini Penulis kelahiran Situbondo. 15 Februari 1993 ini tercatat sebagai mahasiswi aktif Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga. Selain kuliah, penulis juga aktif sebagai Ketua Pelayanan Sosial Janur UKMKI Universitas Brawijaya. Penulis dapat dihubungi melalui akun twitter @FebrinaFix, alamat surat elektronik febrina_
[email protected].
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
NEGERI TEMPE YANG MASIH MENGIMPOR KEDELAI: MUNGKINKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KEDELAI LOKAL?
iapa tidak kenal tempe, makanan dari kedelai ini memang rasanya pas di lidah orang Indonesia, belum lagi tempe juga merupakan salah satu sumber protein nabati dengan harga yang cukup terjangkau untuk sebagian besar
orang ada juga yang merasa makan tanpa tempe rasanya belum lengkap. Sayangnya, tempe yang kita makan biasanya tidak dibuat dengan menggunakan kedelai lokal. Tempe favorit bangsa kita ini, kedelainya mungkin saja sudah menempuh jarak ratusan kilometer dari negara-negara lain termasuk Amerika. Pertanyaan “Mengapa Indonesia tidak bisa membuat tempe dengan kedelai lokal?”, “Mengapa produktivitas kedelai di Indonesia masih terhitung rendah dan kalah dengan kedelai impor?” Mari kita coba menjawab persoalan ini satu persatu. Salah satu kendalanya adalah bulir kedelai lokal kebanyakan terlalu kecil, terutama jika ingin digunakan untuk membuat tempe. Sebagai orang yang dulu sempat bertempat tinggal di dekat pabrik tempe, saya tahu betul bahwa seringkali pembuat tempe mengeluhkan kualitas kedelai lokal yang mudah pecah atau hancur ketika dibuat tempe. Hal ini juga menimbulkan persoalan lain karena
masyarakat
hasil panen petani kedelai menjadi
Kedelai lokal, bulirnya masih sangat kecil
S
Indonesia.
Beberapa
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
35
Opini
sangat kecil. Dalam sebuah kunjungan saya ke Jember, Jawa Timur petani mengatakan bahwa bertanam kedelai bukanlah hal yang menarik bagi mereka. Dengan luas lahan sebesar 1 ha misalnya, hasil panen maksimal yang bisa diperoleh biasanya hanya sebesar 1,3-1,5 ton itu pun dengan catatan panen berhasil. Harga jualnya? Harga tertinggi memang bisa mencapai Rp 7.500/ kilogram tapi itu lagi-lagi jika hasil panen baik. Kadang ketika hasil panen tidak baik hargnya bisa jatuh sekali menjadi Rp 3000Rp 5000/ kilogram. “Trend saat ini memang harga jual kedelai lokal di pasaran menjadi lebih murah dibandingkan kedelai impor, tapi karena kualitas kedelai lokal masih kalah jauh dengan kedelai import maka mau tidak mau petani harus membeli kedelai impor. Lagipula, pengusaha yang menggunakan kedelai sudah terlanjur bergantung dengan kedelai impor” Sebenarnya hal seperti ini bisa diatasi dengan perbaikan bibit. Salah satu inovasi bibit kedelai yang pernah diujicoba di lapangan antara lain kedelai hasil pemuliaan mutasi radiasi yang dikembangkan
36
oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Sebutlah beberapa varietas seperti Tengger, Meratus, Rajabasa, dan Mitani1. Bahkan ada varietas terbaru yang diberi nama Gamasugen yang diluncurkan pada tahun 2013 lalu2. Varietas-varietas ini jauh lebih tahan dengan hama, termasuk hama karat daun yang biasanya sering menyerang kedelai. Varietas hasil rekayasa ini juga memiliki bulir yang jauh lebih besar dibandingkan bulir kedelai varietas lokal pada umumnya. Sayangnya, sejak varietasvarietas ini diluncurkan pada suatu tahun tertentu dan diujicobakan kepada petani, varietas itu kemudian menghilang begitu saja. Ketika berkunjung ke Jember misalnya, para petani sebenarnya menyayangkan hilangnya varietas Gamasugen yang sempat mereka peroleh tahun lalu dan berhasil panen namun kemudian mereka tidak pernah mendapatkan benih itu kembali. Mereka pun bertanya-tanya apakah tidak ada pengembangan lebih lanjut dari varietas tersebut. Saya pun tidak tahu nasib varietas-varietas tersebut, apakah mungkin sebenarnya dipasarkan namun hanya di daerahdaerah tertentu ataukah memang
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
hanya sekadar mahakarya di tingkat laboratorium, tapi yang pasti petani kedelai sebenarnya merindukan varietas-varietas seperti ini. “Masalah lainnya adalah masalah tanah dan lahan. Karena rendahnya produktivitas kedelai dan juga rendahnya harga jual maka petani biasanya menanam kedelai hanya sekedar sebagai tanaman sampingan ketika ada sedikit sisa lahan setelah mereka menanam tanaman lain seperti padi atau jagung. Hal ini diperparah dengan semakin tingginya tingkat konversi lahan dari pertanian menjadi perumahan dan area bisnis. Masalah lainnya adalah ada beberapa daerah yang sebenarnya memang tidak cocok ditanami kedelai, misalnya karena kadar keasaman tanah yang tinggi dan lain sebagainya” Bukan berarti belum ada penelitian untuk mengatasi hal ini, IPB misalnya memanfaatkan lahan rawa pasang surut untuk bisa ditanami kedelai yang kemudian dinamakan Teknologi Budidaya Jenuh Air (BJA)3. Lahan rawa yang tingkat keasamannya tinggi bisa diakali dengan melakukan penambahan zat kapur. Konon jika teknik ini dijalankan dengan baik maka selain mengatasi permasalahan
keterbatasan lahan kedelai juga bisa meningkatkan produksi kedelai hingga dua kali lipat. Kalau begitu praktikan saja di seluruh penjuru Indonesia! Tunggu dulu, dengan luas daerah yang sangat luas, Indonesia juga memiliki karakter lahan dan karakter iklim yang berbeda-beda. Belum tentu teknologi yang berhasil diaplikasikan di suatu daerah bisa berhasil juga diaplikasikan di daerah lain. Masalahnya, pengetahuan petani kita dalam mengelola lahan juga masih terbatas, jangankan paham dan peduli dengan tingkat keasaman tanah atau perubahan iklim, untuk masalah pemupukan saja petani kita seringkali masih melakukannya berdasarkan naluri mereka saja. Maka ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Pertanian dan juga Dinas-Dinas Pertanian di seluruh daerah untuk bisa lebih giat lagi membantu dan menambah pengetahuan para petani, tentu ini juga membutuhkan kesabaran ekstra dan waktu yang cukup panjang, namun hal ini bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Saya bermimpi suatu hari nanti, entah kapan, rakyat Indonesia bisa
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
37
Opini
memakan tempe yang bahan baku kedelainya sebagian besar berasal dari Indonesia sendiri. Dikembangkan dan diolah dengan perpaduan ilmu pengetahuan, kerja keras, dan semangat dari bangsa ini sendiri. Kapan? Semoga tidak lama lagi, semoga. Referensi
1. Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir BATAN. Kedelai Varietas Unggul Baru Hasil Pemuliaan Mutasi Radiasi. ISSN 02150611 2. Berdasarkan artikel pada: http://www.tempo.co/read/ news/2013/12/04/061534478/BatanCiptakan-Varietas-Kedelai-Super-Genjah 3. Berdasarkan artikel pada: http:// www.republika.co.id/berita/nasional/ umum/13/08/29/msa9df-atasi-masalahkedelai-ipb-punya-solusi-sejak-lama
38
Profil Penulis: Marissa Malahayati
Penulis yang dilahirkan di Jakarta, 31 Maret 1990 ini saat ini aktif menjadi Junior Researcher di CCROM SEAP Institut Pertanian Bogor (IPB). Blogger emonikova. web.id ini juga gemar memelihara dan memperhatikan kucing, bertualang, dan wisata kuliner. Mahasiswi program master di Tokyo Institute of Technology ini dapat dihubungi melalui akun twitter @emonikova dan alamat surat elektronik marissa.malahayati@ gmail.com
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Lintas Inovasi
THEOFILIN:
BANTU UJI MUTU TEH HITAM ORTHODOX http://berandainovasi.com/theofilin-bantu-uji-mutu-teh-hitam-ortodox/
A
pakah Anda termasuk pecinta teh? Jika iya, tentu Anda berkeinginan menyeduh teh yang berasal dari pucuk yang bermutu dan berkualitas, bukan? Mutu dan kualitas teh siap seduh sangat ditentukan dari proses pengolahan teh tersebut. Salah satu proses pengolahan yang menjadi cikal bakal teh bermutu adalah sortasi. Sortasi teh hitam dilakukan secara bertahap atau batch. Untuk ulangan pertama, akan menghasilkan grade I, ulangan kedua akan mengasilkan grade II, dan yang terakhir akan
menghasilkan grade III. Secara umum prinsip yang digunakan pada proses sortasi ini adalah seleksi berdasarkan ukuran menggunakan kawat mesh, dan seleksi berdasarkan berat jenis partikel menggunakan winnower. Kelemahan dari metode manual grading ini terletak pada human error. Tak bisa dipungkiri faktor kelelahan dan ketelitian dari manusia menyebabkan produk akhir yang dihasilkan tidak seragam. Selain itu, controlling mutu pada sistem manual sulit dilakukan. Padahal, kesalahan pada satu tahap produksi secara langsung akan mempengaruhi flavor teh tersebut. Berangkat dari hal tersebut, Avicienna Ulhaq Muqodas, Muhammad Muzakkir, Angga Wirakusuma, Mu’minah Mustaqimah, serta Bayang Nuansa Salju menggagas penggunaan image processing sebagai alat bantu sortasi
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
39
Lintas Inovasi
mutu. Image processing atau disebut juga pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Pengolahan citra yang dimaksud adalah proses yang mempunyai data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. S e c a r a fungsional, Theofilin dilengkapi dengan Raspberry Pi camera yang dapat mengambil citra, menyimpannya dalam microSD, lalu mengolahnya dengan sistem komputasi komputer. Mekanisme kerja alat ini cukup sederhana. Mula-mula alat mengambil citra dari sampel standard yang dijadikan acuan oleh pabrik untuk melakukan produksi, menyimpannya ke dalam memori.
40
Setelah itu, gambar dari sampel yang akan diuji diambil. Dari kedua gambar yang telah didapatkan tersebut, dilakukan komparasi dan pemberian respon hasil pada user. Dimensi alat yang dirancang oleh Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem IPB ini cukup compact dan mudah digunakan. “Ukuran yang kami desain sebesar 30 x 45 cm, sudah termasuk dengan layar dan tray untuk input sampel teh yang akan diuji,” jelas Avicienna. “Tentu saya dan rekan yang lain berharap Theofilin bisa membantu pabrik untuk melakukan evaluasi mutu produk teh, sehingga dapat menjaga keseragaman hasil produk teh hitam,” terang Avicienna pula. (DP)
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Artikel
SITI ROFIAH ‘KARTINI’ PANGAN LOKAL NUSA TENGGARA TIMUR
S
iti Rofiah adalah seorang perempuan yang berprofesi sebagai petani ladang di kecamatan Lembor, kabupaten Manggarai Barat,Nusa Tenggara Timur. Keinginan memberdayakan ibu-ibu di kampungnya agar lebih mandiri dan tidak bergantung hidup pada bantuan pemerintah membuatnya menjadi salah satu dari tujuh perempuan pejuang pangan dari seluruh Indonesia yang diundang oleh Oxfam dan Aliansi Desa Sejahtera dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2013 silam. Semangat Siti Rofiah tidak mudah surut meskipun banyak yang meremehkan dan mengecam gerakannya. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya menyekolahkan anak-anaknya hingga tingkat sarjana. Keberhasilannya ini menarik perhatian berbagai kalangan untuk bergabung dengan kelompok tani yang dibentuknya. Keprihatinan Siti Rofiah terhadap
dunia pertanian dimulai sejak tahun 1989. Pada saat itu,dunia pertanian yang berbasis pestisida menyebabkan penurunan produksi, kesehatan masyarakat, dan berujung pada penjualan sawah karena terdesak oleh hutang pembelian pupuk kimia dan pestisida. Kenyataan ini membuat Siti Rofiah menggagas pertanian berbasis organik. Ia memulai gagasan itu dengan menanam sorgum di ladangnya sendiri,sedangkan di halaman rumah, ia menanam ubi-ubian. Selanjutnya, ia membentuk suatu kelompok tani yang beranggotakan sepuluh orang. Selain menanam sorgum, kelompok tani ini juga menanam sayuran organik. Hasil panen yang bagus dan berkualitas menarik beberapa hotel yang ada di wilayah Manggarai (yang merupakan daerah wisata ) untuk menampung hasil sayur mayur tersebut dengan harga yang bagus. Tentu saja hal ini dapat menambah pendapatan petani. Karena kepeduliaannya terhadap pangan lokal, Bupati Manggarai Barat memberikan
penghargaan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
kepada
41
Artikel
Siti Rofiah. Akan tetapi, ia menolak penghargaan tersebut dengan alasan bahwa kelompok tani ini lebih membutuhkan pemberdayaan langsung di lapangan. Selain itu, ia juga meminta Bupati dan seluruh pegawai yang ada di kantor kabupaten untuk mengonsumsi pangan lokal asli Manggarai Barat. “Permintaan Siti Rofiah diterima oleh Bupati Manggarai Barat. Setiap hari kamis, setiap orang yang ada di kantor kabupaten Manggarai Barat mengonsumsi pangan lokal asli Manggarai Barat berupa sorgum dan ubi – ubian.” Setelah berhasil membangun produksi pangan lokal di daerahnya, Siti Rofiah hijrah ke Kabupaten Lembata yang merupakan daerah termiskin di Nusa Tenggara Timur. Keprihatinan Siti Rofiah diperkuat dengan banyaknya janda dan anak-anak yang tidak bersekolah di daerah ini. Bersama mereka, Siti Rofiah membentuk kelompok tani dan kelompok simpan pinjam. Kelompok tani yang dibentuknya kini berkembang pesat dan jumlah anggotanya mencapai 1000 orang. Dengan berbagai upaya yang dilakukannya ini, Siti Rofiah
42
berharap kepada pemerintah untuk menghentikan pasokan pangan dari luar daerah,mengadakan penyuluhan untuk peningkatan kualitas sumber daya petani, dan bantuan alat-alat pertanian yang memadai untuk organisasi-organisasi pertanian yang ada di berbagai daerah. Referensi :
1. www.kiara.or.id/ 2. www.ciputrannews.com/external/www. mongabay.co.id/2013/09/15/merekayang-temukan-peluang-usaha-darimenjaga-lingkungan/ 3. www.mansuramriatul.com/2013/10/sitirofiah-pendekar-petani-perempuan.html
Profil Penulis: Riza Annisa Dw Perempuan kelahiran Padang, 3 Mei 1995 ini adalah mahasiswi Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Rasa cintanya pada bidang kedaulatan pangan mengantar penulis banyak mengambil sisi positif dari banyak tokoh masyarakat. Penulis dapat dihubungi melalui akun twitter @rizaanissadw, alamat surat elektronik
[email protected]
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
Sumber Foto : GPL
KUNCI UTAMA KEDAULATAN PANGAN INDONESIA “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan” (pasal 34 ayat 2 UUD 1945) Petani saat ini menjadi kelas ekonomi terendah di Indonesia saat ini. Padahal petanimerupakan pekerjaan terbesar masyarakat Indonesia. Lebih dari 38 juta masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Namun, eksistensi masyarakat ini semakin tidak dihiraukan oleh pemerintah. Hasil pertanian merupakan kebutuhan dasar rumah tangga di Indonesia.
Beras,kedelai,ikan
dan
lainnya menjadi ciri khas kebudayaan Indonesia, makanan yang setiap hari dikonsumsi masyarakat Indonesia. Masyarakat sering berkata, “Kalo ga makan nasi ya namanya belum makan”. Kebutuhan bahan pokok menuntut pemerintah untuk melakukan revitalisasi sektor pertanian. Kedaulatan pangan harus menjadi indikator keberhasilan dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia. Dalam sejarah, Indonesia berhasil melaksanakan swasembada beras pada zaman orde baru. Suatu cerita indah yang saat ini hanya bisa dikenang. Setelah tahun kegemilangan pertanian itu, pemerintah berkonsentrasi industrialisasi dan mengesampingkan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
43
Opini
sektor yang menjadi andalan masyarakat Indonesia. Produksi pertanian semakin menurun, harga bahan pokok melambung. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah menanggulangi dengan mengimpor bahan pokok. Akibatnya petanisemakin tersisihkan. Hasil produksi yang tidak terlalu besar, ditambah harga yang diberikan tengkulak sangat rendah karena kualitas yang kurang bagus. Bahkan, anak-anak dan pemuda hampir tidak ada yang bercita-cita menjadi petani . Setiap masalah pasti mempunyai solusi, setiap pintu masuk pasti ada pintu keluar. Seperti jamur, masalah pasti mempunyai akar. Permasalahan pertanian di Indonesia terjadi karena pemerintah memandang sebelah mata sektor tersebut. Pemerintah lebih peduli kepada investor asing dan industri-industri besar yang lebih terlihat uangnya. Pemerintah tidak tepat dalam menyikapi permasalahan, kebijakan tidak tepat sasaran. Padahal UUD 1945 menjelaskan bahwa pemerintah harus mengembangkan potensi masyarakat, dan lebih ditegaskan lagi harus memberdayakan masyarakat lemah. Petani adalah salah satu wajah lemah masyarakat
44
negeri ini. Petanimemerlukan sistem yang melindungi melindungi mereka tidak malah menjerumuskan mereka pada jurang yang lebih dalam dengan mengimpor barang dari luar negeri. “Solusi untuk permasalahan kedaulatan pangan yaitu mensejahterakan petani . Langkah awal pemerintah adalah membentuk suatu sistem dan produk hukum serta meningkatkan peran kementrian pertanian untuk melindungi petani” Produk hukum yang dimaksud adalah undang-undang. Undang – undang tersebut sebagai landasan dasar kementrian pertanian untuk meningkatakan perannya. Misalnya, petani dan pedagang harus melakukan perjanjian tertulis yang bermaterai dalam transaksinya pada tanaman sekali panen dan produksi tanaman lebih dari 500 kg. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi petani karena banyak pedagang nakal yang mengulur-ngulur waktu pemanenan agar ketika ada kerusakan pada tanaman harga bisa diturunkan. Hal ini sering terjadi pada tanaman yang sekali panen seperti bawang
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
merah dan bawang putih. Akibat dari produk hukum tersebut adalah petani terlindungi dari kerugian dan pedagang bisa lebih disiplin dan tidak mempermainkan petani. “Kementrian pertanian harus meningkatkan perannya dalam mengayomi masyarakat pertanian. Peran tersebut yaitu sebagai pemberdaya, pelindung, pengembang dan pengawas” Kementrian pertanian sebagai pemberdaya yaitu dengan meningkatkan kemampuan petani dengan pelatihan-pelatihan. Pelatihan-pelatihan bagi para petani tidak tepat sasaran disebabkan oleh tidak meratanya pelatih-pelatih dari kementrian pertanian. Seharusnya kementrian pertanian menempatkan pelatih dan pengawasnya di setiap kecamatan seluruh Indonesia. Pelatih dan pengawas dapat secara berkala mengontrol dan mengembangkan petani di daerah masing-masing. Sehingga diharapkan petani menjadi lebih baik. Peran selanjutnya adalah pelindung. Pengawas yang ditempatkan di kecamatan bisa menerima pengaduan dari petani
ketika ada sengketa dengan pedagangpedagang nakal. Selanjutnya pengaduan itu bisa disampaikan ke kementrian pertanian untuk diproses secara hukum agar petani dapat mempunyai kekuatan hukum. Hal ini juga bersinggungan dengan dasar hukum tentang perjanjian tertulis antara petani dan pedagang. Selain perlindungan hukum terhadap sengketa antara petani dan pedagang, juga perlindungan terhadap hasil bumi petani. Petani sering mengeluhkan kesulitan mencari pedagang yang mau membeli hasil bumi dengan harga yang pantas. Sehingga petani banyak dirugikan oleh harga yang diberikan oleh pedagang. Maka dari itu, kementrian diharapkan mendirikan lembaga yang membeli produk petani dengan harga yang sesuai. Perlindugan yang lainnya yaitu menerapkan harga komoditi terendah (HKT). Hal ini penting, seperti yang dijelaskan sebelumnya, pedagang membeli produk petani dengan harga yang tidak sesuai. Banyak petani kerugian karena biaya penanaman dan perawatan tanaman sangat tinggi namun masih besar pasak daripada tiang. Sehingga pemerintah harus menerapkan HKT tersebut sesuai
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
45
Opini
inflasi yang terus meningkat. Peran yanng ketiga adalah pengembang. Kementrian pertanian berkewajiban melakukan pengembagan secara terus menerus. Pengembangan yang lebih diperlukan adalah teknologi tepat guna dan teknologi murah. Teknologi tersebut sangat penting terutama melihat keadaan masyarakat Indonesia yang sangat kesulitan dalam pengairan dan pembelian pupuk. Pengembangan yang tak kalah penting adalah pengembangan produk petani menjadi produk yang lebih ekonomis. Mayoritas petani di Indonesia lebih suka langsung menjual hasil pertaniannya daripada mengolahnya terlebih dahulu. Padahal nilai ekonomis suatu barang akan meningkat dan lebih menghasilkan untuk petani. Misalnya pengepakan hasil pertanian dan pengolahan menjadi bahan makanan. Peran yang terakhir adalah kementrian pertanian sebagai pengawas. Penjelasan diatas merupakan suatu sistem yang perlu controlling kuat dari pihak pejabat. Tanpa ada pengawasan ketat dan controlling yang baik suatu sistem tidak akan berfungsi secara baik.
46
Peran pengawasan ini tidak hanya oleh kementrian pertanian yang sebagai penanggung jawab namun masyarakat juga harus mengawasi jalannya sistem ini. Kedaulatan pangan bukanlah suatu cita-cita yang tak mungkin dicapai. Dengan kerja keras dan komitmen oleh semua pihak bukan tidak mungkin dalam sewindu mendatang hasilnya sudah bisa dicapai. Swasembada pangan, eksportir terbesar di bidang pertanian, dan meningkatkan kelas ekonomi petani sangat mungkin diraih bahkan sangat mungkin banyak anakanak kecil bercita-cita menjadi petani.
Profil Penulis: Mohammad Habib Alasy Ariy
Mahasiswa Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang ini sangat mencintai dunia tulis menulis. Selain kegiatan kuliah, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Fisika “Nucleon” UNM. Pria kelahiran Kediri, 4 Februari 1995 ini dapat dihubungi melalui akun twitter @alasyariy, alamat surat elektronik mohammadhabib.
[email protected]
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
Sumber Foto : GPL
MEMBANGUN DAYA SAING PANGAN LOKAL DI PASAR MODERN
I
ndonesia memiliki produk olahan pangan lokal yang sangat beragam, baik yang berbentuk makanan utama, snack ringan,
Sebagian besar masyarakat Indonesia lebih familiar dengan produk asing dibandingkan pangan lokal. Hal ini dipicu oleh pergolakan
maupun minuman. Diversifikasi pangan ini biasanya berasal dari bahan baku utama singkong, ubi jalar, sagu, jagung, talas, buah-buahan, sayursayuran, rempah-rempah, maupun kacang-kacangan. Sayangnya pangan lokal kurang diminati di negeri sendiri. Perubahan gaya hidup, sosial budaya, perkembangan ekonomi, kebiasaan masyarakat makan di luar, gencarnya promosi makanan cepat saji dan makanan instan telah menggeser kedudukan pangan lokal di negeri ini.
besar dalam cara pandang dan gaya hidup manusia secara umum. Munculnya jaringan toko ritel yang bersamaan dengan penggunaan supermarket dan convenience store telah mengubah saluran pemasaran produk makanan secara drastis. Pada fase ini sebagian besar konsumenpun beralih untuk berbelanja di toko ritel modern karena menyediakan pilihan produk yang lebih variatif dan praktis. Seperti dilansir di worldbank. org bahwa pasar ritel modern
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
47
Opini
sedang marak di Indonesia, pertumbuhannya mencapai 20% per tahun sejak dicabutnya pembatasan ritel pada tahun 1998. Sumber yang sama menyebutkan bahwa pasar swalayan menguasai 30% ritel makanan di Indonesia. “Pesatnya pertumbuhan teknologi dan usaha pengolahan makanan pada berbagai skala menuntut pasar yang lebih kuat dan luas untuk menyerap banyaknya output yang dihasilkan. Sejumlah perusahaan pemasaran menangkap ini sebagai peluang sehingga lahirlah jaringan toko ritel modern” Di Indonesia terdapat beberapa jenis toko ritel modern, yakni minimarket, hypermarket, supermarket, dan convenience store. Perbedaannya terletak pada luas lahan, omset bulanan, pelayanan, dan jumlah barang yang diperdagangkan. Tahun 2004, market share omset ritel pasar modern mencapai 70,5% dari total omset ritel modern di Indonesia dan meningkat menjadi 78,7% pada tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan hingga saat ini. Berdasarkan data AC Nielsen
48
Asia Pasific Retail and Shopper Trend 2005 sebagaimana dikutip oleh Euis Sholiha (2008) menyebutkan bahwa berdasarkan analisis rasio keinginan masyarakat di negara Asia Pasifik (kecuali Jepang) menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional menurun sedangkan keinginan masyarakat untuk berbelanja di pasar modern cenderung meningkat sebanyak 2% per tahun. Fakta lain tentang pasar modern menunjukkan bahwa daya serap ritel modern terhadap produk UKM dalam negeri masih rendah, yakni sekitar 30-40% sampai tahun 2014. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Hendri Hendarta, Ketua Asosiasi Penguasan Ritel Indonesia (APRINDO) Jawa Barat. Produk UKM yang diserap antara lain makanan, minuman, hasil pertanian, serta hasil kerajinan industri rumahan. Tidak dijelaskan secara rinci berapa persen daya serap ritel khusus untuk produk pangan. Dengan kata lain bahwa produk ritel modern didominasi oleh produk Multinational Company atau bahkan produk impor. Maka tidak mengherankan jika pangan lokal kurang diminati karena keberadaannya di ritel modern juga
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
masih sedikit dan bisa jadi kalah bersaing dengan produk dari luar. Peluang produk lokal untuk masuk ke ritel modern sebenarnya sangat terbuka lebar sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang mewajibkan pusat perbelanjaan dan toko modern untuk menjual 80% produk lokal atau produk buatan Indonesia. APRINDO secara tegas mengatakan sangat terbuka terhadap produk lokal khususnya dari UKM. Bahkan PT Carrefour yang berpartisipasi dalam acara Pameran Pangan Nusa 2014 menargetkan untuk dapat menyerap 200-300 produk UKM potensial.
Kendala yang dihadapi UKM pengolahan makanan untuk menembus pasar modern adalah lemahnya daya saing produk, meliputi kualitas rasa, kemasan, dan kontinuitas. Perwakilan dari PT Carefour mencontohkan bahwa beberapa produk dari peserta pameran telah memenuhi standar mereka namun belum mampu memenuhi pasokan yang kontinyu mengingat ritel modern sangat menghindari kekosongan produk. Syarat utama produk untuk masuk ke pasar modern adalah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pangan, dan nilai gizi. Sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen, maka ritel modern tentu sangat bertanggungjawab terhadap kualitas
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
49
Sumber Foto : GPL
Opini
produk yang dipasarkan. Hal ini menuntut produsen makanan untuk berinovasi dalam meningkatkan daya saing produk, yang meliputi kualitas produk, akses pasar, dan kontinuitas. “Kualitas produk makanan yang utama yakni rasa, nilai pangan, dan nilai gizi. Produk berkualitas saja tentu belum cukup, maka disini dibutuhkan inovasi sehingga pangan lokal yang dikenal sebagai pangan tradisional ini menjadi produk yang kompetitif di pasar” Inovasi misalnya dapat dilakukan dengan melakukan diversifikasi produk, rasa, dan kemasan. Riset pasar menjadi bagian yang penting dalam hal ini sehingga produsen dapat menggali informasi dari para pesaing, informasi pasar, dan lingkungan sehingga produsen dapat meluncurkan produk yang memenuhi persyaratan pasar (ritel) dan preferensi kosumen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa design kemasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli sehingga pemilihan kemasan menjadi bagian yang penting untuk meningkatkan daya
50
saing produk. “Sebuah produk yang baik dan berkualitas tidak akan menghasilkan penjualan jika tidak tersedia di pasar. Maka mendekatkan produk kepada konsumen menjadi penting, caranya dengan membuka akses pasar dan menghadirkan produknya di banyak tempat. Salah satunya adalah bekerjasama dengan jaringan ritel modern yang kini tersebar hampir di setiap daerah di Indonesia. Belum banyak produk UKM yang mampu menembus ritel modern karena ketatnya syarat kualitas produk” Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi produsen untuk menghasilkan produk berkualitas. Distribusi pasar yang luas perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai, baik itu menyangkut bangunan rumah produksi, jalan, maupun alat transportasi. Ini menjadi tugas pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang memadai. Selanjutnya perlu dilakukan penguatan sistem sehingga supply chain manajemen dalam penyediaan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Sumber Foto : GPL
stok produk dapat berjalan dengan baik. Bagi perusahaan besar tentu tidak sulit untuk memenuhi kualifikasi ini. Permasalahan akan terjadi di tingkat UKM yang rata-rata merupakan perusahaan keluarga dan kemampuan modal usaha terbatas. Disinilah perluanya intervensi pihak ketiga untuk membangun kolaborasi antara jaringan UKM sejenis, jaringan ritel modern, pemerintah, dan lembaga penelitian atau akademisi. Model ini salah satunya diterapkan oleh Value Chain Center (VCC) Unpad yang berperan sebagai konsolidator dalam menjembatani bertemunya berbagai stakeholder, yakni akademisi yang membantu transfer teknologi kepada petani, UKM tani, perusahaan eksportir sebagai pembuka akses pasar, dan pemerintah daerah sebagai penyedia infrastruktur untuk memenuhi supply chain sayur dan buah segar untuk memenuhi permintaan pasar ekspor ke Singapura. Tahun 2015 Indonesia sudah dihadapkan pada ASEAN Free Trade Area (AFTA). Negara-negara yang tergabung dalam AFTA harus menghilangkan semua halangan tarif maupun non tarif untuk menciptakan
Opini
kawasan perdagangan regional Asia Tenggara yang benar-benar bebas. Contoh konkrit adalah penurunan tarif impor menjadi 0-5% saja bahkan pada akhirnya keseluruhan tarif impor akan dihapuskan menjadi 0%. Dengan 240 juta penduduknya Indonesia akan menjadi pangsa pasar empuk dalam pertarungan AFTA. Dan tak bisa kita pungkiri bahwa produk impor telah membanjiri pasar di negeri ini. Disisi lain AFTA akan membawa dampak positif bagi produsen yang sudah efisien sehingga akses pasar internasional terbuka lebar. Namun juga membawa dampak negatif bagi produsen yang belum efisien sehingga produknya kalah bersaing dengan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
51
Opini
produk impor. Dengan demikian pemerintah dan segenap stakeholder terkait perlu segera menyikapi perkembangan kompetitif produksi dunia, khususnya untuk menghadapi AFTA 2015 yang tinggal menghitung hari. Adalah menjadi sebuah kewajiban untuk menjadikan manfaat yang diperoleh AFTA nanti jauh lebih besar daripada ongkos yang dikeluarkan negara untuk AFTA. Logikanya adalah jika produk lokal di ritel pasar modern lokal saja ditolak bagaimana dengan di pasar internasional yang standar kualitasnya lebih tinggi. Maka jika produk dalam negeri ingin kompetitif dengan produk asing, upaya peningkatan daya saing produk lokal menjadi sebuah keharusan dengan dukungan sistem dan investasi yang memadai. Referensi
1. Anonim. Maraknya Pasar Swalayan di Indonesia Mmebuka Peluang Baru bagi Pasar Tradisional Petani. http:// go.worldbank.org/UHDNNSE4Z1 2. Anonim. 2014. Pameran Pangan, Carrefour Incar 300 Produk UKM. http://industri. bisnis.com/read/20140524/100/230553/ pameran-pangan-carrefour-incar-300produk-ukm 3. Euis Sholiha. 2008. Analisis Industri Ritel di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) Vol. 15 no.2, hal 128-142, ISSN: 1412-3126. 4. Maulana, Ginanjar Adi/Ria Indhryani.
52
2014. Serapan Produk UKM di Pasar Ritel Jabar Baru 40%. http://news.bisnis.com/ read/20140424/77/222056/serapanproduk-ukm-di-pasar-ritel-jabar-baru-40 5. Pandin, Marina L. 2009. Potret Bisnis Rite di Indonesia: Pasar Modern. http://www. academia.edu/1069998/Potret_Bisnis_ Ritel_Di_Indonesia_Pasar_Modern 6. Perdana, Tomy and Kusnandar. 2012. The Triple Helix Model for Fruits and Vegetables Supply Chain Management Development Involving Small Farmers in Order to Fulfill the Global Market Demand: a Case Study in “Value Chain Center (VCC) Universitas Padjadjaran”. Procedia-Social and Behavioral Sciences 52 p.80-89. 7. Wulandari, Dinda. 2014. Pengusaha Ritel Minta UKM Untuk Benahi Kemasan. http://m.bisnis.com/industri/ read/20140306/12/208461/pengusaharitel-minta-ukm-harus-benahi-kemasan
Profil Penulis: Tri Hanifawati Penulis merupakan mahasiswa program Magister Managemen Agribisnis Universitas Gadjah Mada (UGM). Lahir di Kuningan, 19 September 1984, penulis aktif di berbagai organisasi seperti Ketua Komunitas Indonesia Membaca, MITI Profesi, dan Sekretaris Forum Awardee LPDP DIY. Penulis dapat dihubungi melalui akun twitter @ tri_hanifa, alamat surat elektronik
[email protected]
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
Sumber Foto: Pinterest
BELAJAR MEMBUMIKAN PANGAN LOKAL DARI PRANCIS
P
emanfaatan pangan lokal tidak hanya mempunyai keuntungan secara ekonomi bagi penduduk lokal dan membangun kedaulatan pangan, namun juga mengurangi emisi karbon sebagai bagian dari pembangunan yang lestari dan berkelanjutan. Berikut ini adalah usah-usaha kecil yang bisa dilakukan
baik secara pribadi maupun komunitas untuk berpartisipasi mewujudkan kedaulatan pangan, seperti yang pernah saya lihat di Prancis. Pendidikan selera di sekolah-sekolah Kita tentu prihatin dengan anakanak yang selalu makan itu-itu saja ( baca makanan olahan seperti nugget) dan fastfood. Orang tua seakan tidak
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
53
Opini
berdaya atau bahkan tidak berusaha untuk membuat anaknya makan makanan sehat. Anak TK dan SD di Prancis memang diuntungkan dengan makan siang di kantin yang disediakan sekolah dengan biaya murah. Kesempatan ini digunakan sekolah untuk memperkenalkan dan mewajibkan makanan terutama sayuran yang biasanya tidak disentuh. Jika diumpamakan dengan masakan Indonesia, maka anak-anak ini diwajibkan untuk makan makanan tradisonal seperti pecel bunga turi, sayur rebung, atau sayur pare. Dari pengalaman mereka, pada awalnya anak-anak memang menolak makan karena berpikiran bahwa makanan tersebut tidak enak. Tapi karena lapar akhirnya mereka menikmatinya juga. Usaha yng dilakukan selama jangka waktu tertentu, akhirnya berhasil mengubah selera anak-anak. Orang tua yang merasa kesulitan melakukan hal ini dirumah mungkin bisa melakukannya bersama lewat organisasi orang tua murid di sekolah masing-masing. Pendidikan selera lokal pada anak-anak berarti menjamin kelangsungan kedaulatan pangan di masa depan.
54
Pemberian label asal pada produkproduk di supermarket “Pemerintah Prancis secara nasional mempunyai peraturan agar setiap supermarket mencantumkan asal dan cara transport bahan makanan. Maka kita melihat misalnya di supermarket di Chinatown di bagian rambutan akan tertulis ‘dari Indonesia dengan pesawat’ atau di atas udang ‘dari Thailand dengan kapal’ atau ‘tomat prancis’ dibedakan dengan ‘tomat spanyol’” Mereka yang telah sadar lingkungan akan memilih dengan prioritas produk lokal yang berasal dari alamat paling dekat atau produk import dengan kapal. Warga dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi, hanya akan membeli produk lokal terdekat, sesuai musim dan paling sedikit diolah atau diolah oleh komunitas lokal. Misalnya jika anda tinggal di Jakarta, anda akan memilih mangga daripada apel Australia, dan bahkan memilih mangga dari bogor daripada yang dari Indramayu. Paling gampang, tentu jika anda belanja di pasar
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
tradisional, karena di Indonesia, ratarata produk masih berasal dari tempat terdekat. Penciptaan masakan-masakan baru di acara televisi dengan produk lokal Tidak hanya acara kuliner yang berkeliling negara dengan mempromosikan masakan lokal, ahli-ahli masak juga berusaha menciptakan masakan-masakan baru dengan produk lokal. Berbeda dengan televisi kita yang justru berlombalomba menampilkan resep Italia dengan bahan-bahan keju yang tidak ada di nusantara. Ahli-ahli masak Prancis mencoba membuat resepresep baru dari bahan sayur atau buah yang mulai ditinggalkan bahkan dari bahan yang belum pernah digunakan
“Berbeda dengan televisi kita yang justru berlomba-lomba menampilkan resep Italia dengan bahan-bahan keju yang tidak ada di nusantara. Ahliahli masak Prancis mencoba membuat resep-resep baru dari bahan sayur atau buah yang mulai ditinggalkan bahkan dari bahan yang belum pernah digunakan sebelumnya seperti bunga-bunga’” sebelumnya seperti bunga-bunga. Kita bisa membayangkan rendang jantung pisang atau pecel bunga sepatu. Maka diversifikasi pangan sungguhsungguh diperluas dengan melakukan percobaan-percobaan baru. Hal ini menjadi trend, karena percobaan ini
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
55
shoppinglifestyle.com
Opini
justru dilakukan di restoran-restoran gastronomi kelas atas. Desa mandiri dan ekologis Pada desa-desa yang militan dan sadar lingkungan, mereka berusaha untuk seminimal mungkin memakai sama sekali produk-produk dari luar desa. Mereka membangun kebun dan peternakan bersama untuk memenuhi kebutuhan pangan dari desa sendiri dan memproduksi madu sebagai pengganti gula. Desa yang tidak memiliki lahan, membentuk kelompok pembeli bahan pangan pangan langsung kepada petani setiap bulan. Gerakan ini istimewa karena mereka membayar secara bulanan bahkan sebelum petani menanam. Jadi Selain menjamin ketersediaan pangan, mereka juga bersolidaritas kepada petani untuk selalu bisa menanam dan petani selalu bisa menyalurkan hasilnya Apa menu untuk anak-anak anda
56
hari ini?
Profil Penulis: Gracia Asriningsih Gracia Asriningsih is a poet and the author of two novels. Her first novel Place Monge is an Indonesian feminist quest for identity. Her second novel, Sesiang Terakhir (The Last Afternoon) is a story about child suicide, prostitution and the urban poor living in Jakarta’s slums. In 2012, she also published a collection of bilingual poems entitled almost me but not. She has worked with the urban poor consortium and was a producer of The Vagina Monologues Indonesia in 2001. After living in Paris for ten years and finishing her masters at the Paris 8 University, she now lives in Jakarta where she works as a writer and translator. She is also a member and activist of the Indonesian Women’s Coalition
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
Dawet ireng Purworejo
MEDIA PERFILMAN DAN TELEVISI
SEBAGAI SARANA PROMOSI KULINER TRADISIONAL YANG EFEKTIF DAN TEPAT SASARAN
K
uliner tradisional menjadi aset berharga bagi sebuah bangsa, bukan hanya sebagai daya tarik pariwisata namun juga sebagai identitas bangsa itu sendiri. Kuliner tradisional Indonesia mempunyai kekayaan variasi baik dari segi penyajian, bahan baku, bumbu maupun cerita khas dari setiap daerah yang mengiringi pembuatan dan penyajiannya. Aset berupa kekayaan rasa dan cerita ini perlu di eksplorasi seoptimal mungkin melalui promosi dan sosialisasi yang baik. Dewasa ini, informasi menjadi kebutuhan primer bagi setiap
orang. Salah satu media informasi yang menjadi kiblat anak muda dalam berbagai hal adalah televisi dan film. Televisi dan film bukan hanya menyajikan hiburan (entertainment) kepada penontonnya, namun juga mampu memberikan pengaruh yang luar biasa dalam mengarahkan perilaku konsumsi audiens. Pengaruh ini bahkan mampu merubah perilaku dan sudut pandang penggunanya terhadap sesuatu hal. Berangkat dari fenomena tersebut, televisi dan bioskop menjadi sebuah alternatif baru untuk melakukan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
57
Opini
product marketing. Potensi ini layak untuk dimanfaatkan menjadi bagian dari gerakan promosi pangan lokal dan pengenalan kuliner tradisional Indonesia baik di ranah dalam negeri maupun dunia internasional.
“Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum memperkenalkan kuliner Indonesia melalui televisi dan film adalah membangun image yang sesuai untuk kuliner Indonesia itu sendiri.” Keterlibatan Industri Televisi dan Film dalam Promosi Kuliner Metode pengenalan kuliner tradisional Indonesia dewasa ini masih di dominasi oleh metode konvensional seperti poster, pamflet dan spanduk yang terbatas dan belum tepat sasaran. Meskipun pemerintah sudah menerapkan berbagai program untuk bisa menaikan citra makanan tradisional, namun ternyata animo masyarakat tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum memperkenalkan kuliner Indonesia melalui televisi dan film adalah
58
membangun image yang sesuai untuk kuliner Indonesia itu sendiri. Beberapa contoh image-building yang berhasil dilakukan oleh Pemerintah Korea adalah dengan mengidentikkan makanan tradisional Korea sebagai makanan yang sehat dan bergizi seimbang seperti pertanyaan Korean food is well balanced (WHO, 2004) dan kimchi is one of the world’s top five healthiest foods. Image-building ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan strategi branding, pengemasan, promosi dan derivasi bentuk-bentuk program yang akan dibuat berikutnya. Image-building yang menarik dan tepat sasaran akan mempermudah pengemasan program baik di televisi, film, ataupun media lain dalam rangka menarik minat masyarakat dunia mengenal dan mencicipi makanan Indonesia. Beberapa kelebihan makanan Indonesia yang bisa diangkat dan digunakan sebagai elemen imagebuilding: Kekayaan rempah-rempah Indonesia dan rasa yang menyusun makanan tersebut. Variasi rempahrempah dalam masakan ini akan menyajikan sensasi yang kaya di lidah dan khas Indonesia. Produk
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
olahan dari Indonesia mengutamakan komposisi bahan dan metode memasak yang mendukung diet sehat. Keseimbangan nutrisi dalam makanan tersebut didukung oleh bahan rempah-rempah berkhasiat obat, sayuran segar dan seafood yang mengandung banyak nutrisi.
“Image-building yang menarik dan tepat sasaran akan mempermudah pengemasan program baik di televisi, film, ataupun media lain dalam rangka menarik minat masyarakat dunia mengenal dan mencicipi makanan Indonesia” Image-building ini juga perlu dikemas dengan menarik dan terpadu dengan elemen-elemen lain. Salah satunya adalah dengan mengembangkan resep standar untuk jenis-jenis kuliner daerah agar lebih mudah dipelajari, direproduksi dan dikenalkan ke masyarakat. Selain itu, perlu ditetapkan sebuah nama formal atau baku yang lebih mudah di ingat. Pengusulan nama baku ini terkait
dengan branding dan marketing yang lebih mudah ketika hendak dikemas menjadi sebuah produk. Untuk target jangka panjang, Pemerintah bisa mengusulkan makanan tradisional Indonesia yang khas dan bernilai tinggi untuk dimasukkan menjadi salah satu world heritage ke UNESCO. Apabila makanan kuliner Indonesia bisa mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai warisan dunia, maka penerimaan oleh masyarakat dunia akan lebih mudah.
GettyImage
Beralaskan pondasi berupa imagebuilidng yang sudah dikemas dengan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
59
Opini
menarik, program-program yang berhubungan dengan pemasaran melalui media televisi dan film kemudian bisa direncanakan sesuai dengan visi jangka panjang yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya, pemerintah tentu membutuhkan kerja sama dengan beberapa pihak terkait, terutama insan media dan pihak swasta. Beberapa alternatif metode untuk mengenalkan kuliner Indonesia melalui media televisi dan film antara lain : 1. Memasukkan unsur makanan tradisional dalam berbagai adegan di program televisi dan film. Drama televisi dan film melibatkan berbagai elemen public figure yang mempunyai pengaruh besar terhadap audiensnya. Salah satu elemen penting dari drama dan film adalah artis-artis yang terlibat dalam drama tersebut. Penyajian makanan tradisional dalam adeganadegan drama dan film diharapkan bisa menjadi ajang pengenalan makanan tersebut kepada khalayak ramai, sarana untuk meluruskan bahwa makanan tradisional pun bisa dinikmati dalam situasi modern dengan kemasan yang lebih menarik, serta memanfaatkan pengaruh dari
60
public figure tersebut untuk mengajak penggemarnya. Untuk target jangka panjang, public figure tersebut bisa dilibatkan sebagai duta pangan nasional atau role model. Pemilihan role model ini bukan hanya didasarkan pada penampilan semata, namun harus mendukung image-building terhadap makanan tersebut. Sebagai contoh, Korea mengusung Wonder Girls (WG) sebagai girl band yang menjadi duta makanan tradisional Korea. WG yang berhasil menembus pasar internasional dengan lagu “No Body” tersebut digambarkan sebagai public figure yang sadar akan makanan sehat dan gizi seimbang dengan rajin mengkonsumsi makanan tradisional Korea yang di steam atau direbus bahkan ketika berada di luar negeri. 2. Mengangkat kisah tentang pembuatan makanan tradisional baik dalam bentuk film dokumenter maupun dalam bentuk adaptasi berupa drama berseri. Salah satu yang drama yang bisa digunakan sebagai contoh adalah drama Jewel in the Palace (20032004). Drama ini mengisahkan kisah perjuangan koki istana di Korea yang dibumbui konflik dan kisah cinta yang
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
romantis dan yang sangat menarik di mata penonton. Jewel in the Palace adalah salah satu drama televisi Korea yang menjadi pemantik Korean Wave di Asia dan beberapa negara Eropa beberapa tahun ke belakang. Sejak saat itu, Korean Wave bukan hanya mengangkat tentang hiburan semata namun juga tentang kuliner Korea sebagai identitas budaya. Survei dari Pemerintah Korea (2006) menyebutkan bahwa kuliner tradisional menjadi salah satu alasan utama gelombang kedatangan turis internasional ke Korea, disamping daya tarik wisata dan tempat belanja. Fakta ini menunjukkan bahwa pengaruh drama TV yang digarap dengan matang mampu memperkenalkan kuliner tradisional hingga ke dunia internasional. 3. Mengadakan tournamen/kompetisi memasak di televisi yang bertemakan kuliner tradisional Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendukung image-building dengan menjelaskan mengenai cara pembuatan makanan tersebut, bagaimana penyajian yang menarik dan bahan-bahan yang digunakan. Seperti acara Korea Taste yang ada di Korea, kompetisi memasak seperti
ini sebaiknya tidak hanya dibatasi untuk orang lokal saja tetapi juga mengundang orang asing untuk ikut berpartisipasi.
GettyImage
4. Mengangkat resep tradisional di berbagai cooking show di televisi. Program cooking show menjadi salah satu program yang digemari oleh berbagai kalangan, dari ibuibu hingga remaja dan anak-anak. Masing-masing program mempunyai segmentasi produk olahan yang berbeda, ada yang berfokus pada makanan ringan, kue, minuman, makanan olahan seafood dan sebagainya. Program ini hendaknya
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
61
Opini
juga mengupas lebih dalam mengenai kekayaan kuliner khas Indonesia agar masyarakat lebih mengenal dan tertarik untuk membuat di dapur rumah tangga. Apabila kuliner
tradisional ini dibawakan oleh celebrity chef papan atas yang diakui kemampuannya, masyarakat akan lebih mudah untuk tertarik sehingga citra kuliner inipun akan terangkat.
Penutup Perkembangan budaya dan ekonomi menjadi dua elemen yang tidak terpisahkan dalam dinamika struktur sosial masyarakat. Promosi kuliner tradisional melalui industri televisi dan perfilman menjadi salah satu contoh nyata bahwa pembangunan ekonomi dan pariwisata bisa berjalan beriringan dengan promosi budaya serta kultur tradisional. Disinilah peran industri televisi dan perfilman sebagai
62
katalisator perkembangan budaya, standar hidup, dan estetika berbicara. Strategi marketing melalu media televisi dan film di bioskop sudah sejak lama diterapkan oleh Jepang dan Korea. Kedua negara ini berhasil memasarkan kuliner tradisionalnya hingga dikenal oleh masyarakat dunia melalui program-program televisi dan film yang dikemas dengan menarik. Inisiatif untuk mengangkat unsur budaya berupa kuliner tradisional
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Opini
Indonesia dalam program-program televisi dan film diharapkan dapat menjadikan televisi sebagai kiblat positif ditengah masyarakat Indonesia. Di lain pihak, promosi melalu program televisi dan film ini juga menjadi bukti bahwa pendekatan pengenalan makanan tradisional bisa dilakukan dengan cara yang efektif dan tepat sasaran. Audiens tidak hanya dijejali dengan promosi yang mengandalkan iklan, poster, fair, atau film dokumenter khusus yang terbatas waktu penayangan dan target audiensnya. Pesan yang disampaikan terus menerus dan dikemas dengan cantik melalui sebuah program televisi atau film akan lebih efektif dan tepat sasaran. Melalui pendekatan ini, diharapkan kuliner Indonesia lebih dikenal baik oleh masyarakat Indonesia sendiri sebagai bagian dari kekayaan bangsa, maupun oleh masyarakat dunia sebagai sebuah daya tarik pariwisata.
4. 5. 6. 7.
kenyah di Kalimantan Timur. Biodiversitas (6), 4 : 285-267. Tae-gyu K. 2011. K-food to be the next big thing in Korea wave. The Korea Times. Di akses 7 Mei 2013. Hyeon J. 2008. The Korean food wave. The Korea Herald. Di akses 7 Mei 2013. s.d.a Korean Culture and Information Service. (2011). The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon. Seoul: Korean Culture and Information Service, & Ministry of Culture, Sports and Tourism
Profil Penulis: Fajar Sofyantoro @fajarsofyantoro Fajar menyelesaikan program S1 nya di Dept Biologi UGM tahun 2007. Saat ini, Fajar tengah menempuh pendidikan pasca sarjana di Graduate School of Biological Science, NAIST, Taiwan. the Indonesian Women’s Coalition. Tulisan Fajar yang lain bisa diakses melalui fajarsofyantoro.wordpress. com
Referensi
1. Strombald J. 2011. Living a balanced healthy lifestyle. Seoul : Korea Times. Di akses 7 Mei 2013. 2. Park M. 2012. K-Drama fever impacts other industries. Korea herald. Di akses 7 Mei 2013. 3. Susiarti S, Setyowati FM. 2005. Bahan rempah tradisional dari masyarakat dayak
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
63
Survei
SURVEI NILAI TKDN PANGAN LOKAL
T
KDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri merupakan perbandingan antara komponen dalam negeri dengan nilai seluruh komponen yang di gunakan dalam membuat suatu barang atau melakukan suatu jasa atau gabungan antara keduanya (Kementerian Perindustrian, 2011). TKDN dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 16/M-IND/PER/2/2011. Perhitungan TKDN selama ini dilakukan untuk menentukan pihak mana yang dapat mengikuti tender dari pemerintah. Minimal
64
TKDN yang disyaratkan dalam peraturan ini adalah sebesar 40%. Saat ini, TKDN belum diterapkan pada produk pangan. Untuk itu, MITI bersamaan dengan momentum aksi Go Pangan Lokal mencoba untuk menghitung nilai TKDN tempe sebagai salah satu ikon pangan lokal hingga produk pangan rakyat Indonesia. Kerja Sama Rumah Tempe Indonesia Survei nilai TKDN pangan lokal oleh MITI difokuskan pada tempe yang dianggap sebagai salah satu ikon pangan lokal. Survei ini dilakukan bekerja sama dengan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan Sumber Foto: Wikipedia
Survei
Rumah Tempe Indonesia. Rumah Tempe Indonesia (RTI) merupakan model pengembangan industri tempe sebagai representasi standar industri tempe di Indonesia. Unit usaha hasil kerja konsorsium tiga organisasi, yaitu Mercy Corps, Primkopti Kabupaten Bogor, dan Forum Tempe Indonesia (FTI) ini bekerja sama dengan beberapa pihak swasta dan BUMN. “Rumah Tempe Indonesia didirikan sebagai upaya meningkatkan kualitas produksi tempe menjadi lebih baik, sehingga dapat membuka pandangan masyarakat umum sebagai konsumen tempe bahwa produk tempe telah dapat diproduksi lebih higienis dan ramah lingkungan” Rumah Tempe Indonesia juga dibangun untuk memberikan inspirasi dan menjadi referensi serta tempat belajar bagi produsen tempe lain, sehingga mereka akan turut menerapkan pola produksi yang lebih higienis dan ramah lingkungan sebagaimana yang dilakukan di Rumah Tempe
Indonesia tersebut. Rumah Tempe Indonesia dianggap sebagai representatif dari pengusaha tempe di seluruh Indonesia. Perhitungan TKDN tempe di Rumah Tempe Indonesia menunjukkan bahwa hanya 54,02% komponen dalam tempe yang dipasarkan adalah komponen dalam negeri. Bahkan, bila perhitungan ini diambil di beberapa tempat lain, bisa jadi persentase komponen dalam negeri untuk tempe lebih rendah karena Rumah Tempe Indonesia secara eksklusif bekerja sama dengan Komunitas Organik Indonesia (KOI) untuk mendapatkan kedelai organik dalam negeri. Hasil Perhitungan TKDN Nilai 54,02% yang didapatkan didukung dengan penggunaan kedelai organik dengan harga dua kali lipat lebih mahal dari kedelai impor meski kuantitas yang digunakan lebih sedikit. Kedelai impor yang digunakan setiap minggunya sebesar 350 kg setiap minggu produksi, sedangkan kedelai lokal (didapatkan dari petani organik rekanan KOI)
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
65
Survei
sebesar 25 kg setiap minggu produksi. Harga yang ditawarkan untuk tempe dengan dua jenis kedelai ini juga berbeda, begitu pula segmentasi pasar dan pemasaran. Jika kedelai lokal ditiadakan pada perhitungan (produksi menggunakan kedelai impor), maka nilai komponen dalam negeri turun menjadi 50,76%. Hasil perhitungan TKDN tempe di Rumah Tempe Indonesia memperlihatkan bahwa masih banyak komponen luar negeri yang digunakan untuk memproduksi produk pangan yang disebut sebagai makanan rakyat ini. Yang masih menjadi persoalan adalah pertanyaan apakah dengan nilai TKDN 40% suatu barang dapat disebut sebagai barang dalam negeri? Atau setidaknya dua kali lipat dari nilai minimal yang tertera pada peraturan menteri? Politik Pangan Nilai TKDN pada produk pangan lokal akan sangat ditentukan dengan arah kebijakan pemerintah. Pemerintah diwakili oleh banyak menteri yang
66
mempunyai kepentingan masingmasing untuk menonjolkan keberhasilannya. Kebijakan impor pangan adalah prestasi bagi Kementerian Perdagangan, namun sebuah catatan merah untuk Kementerian Pertanian. “Terlihat bahwa diskusi dan pembahasan pada tataran nasional akan diwarnai oleh kebijakan sosial, politik, dan ekonomi. Esensi dari kebijakan ini adalah memberikan insentif dan disinsentif atau dengan kata lain suatu keberpihakan. Arah keberpihakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga menguntungkan sebagian besar komponen bangsa Indonesia” (Dahrul Syah, 2012) Impor kedelai memiliki muatan politis yang sangat tinggi. Tarik ulur kepentingan golongan menjadi penghambat bergeliatnya produksi dalam negeri. Data BPS menyebutkan bahwa pada akhir tahun 2013 dihitung total produksi kedelai di Indonesia mencapai 780 ribu ton.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Survei
*Diolah dari Data BPS (http://www.bps.go.id/) Jumlah produksi ini jauh lebih rendah dibandingkan pada hasil produksi kedelai pada awal dekade 90-an. Pada tahun 1993, produksi kedelai mencapai 1,7 juta ton, kontras dengan rataan produktivitas setelah tahun 2000 yaitu sebesar 782 ribu ton. Hal ini disinyalemen karena semakin sedikitnya lahan pertanian yang digunakan untuk menanam kedelai. Mengapa demikian? Data yang disajikan oleh BPS menunjukkan penyusutan luasan
panen kedelai. Penurunan hasil produksi kedelai dalam negeri dipengaruhi oleh penyusutan ini. Meski jika diperhatikan trend produktivitas meningkat tipis, jumlah produksi tetap saja menurun karena petani mengurangi luasan lahan pertanian kedelai mereka. Data terakhir pada tahun 2013 memperlihatkan bahwa luasan panen hanya 550 ribu hektar dengan produktivitas 1,416 ton/ha. Produksi kedelai yang dihasilkan hanya 780 ribu ton.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
67
Survei
Produktivitas dan Produksi Kedelai Dalam Negeri Berdasarkan Luas Panen (1993-2013) Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
68
Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton) 1,468,316 11.63 1,707,126 1,406,038 11.12 1,564,179 1,476,284 11.37 1,679,092 1,277,736 11.86 1,515,937 1,118,140 12.13 1,356,108 1,094,262 11.93 1,304,950 1,151,079 12.01 1,382,848 824,484 12.34 1,017,634 678,848 12.18 826,932 544,522 12.36 673,056 526,796 12.75 671,600 565,155 12.80 723,483 621,541 13.01 808,353 580,534 12.88 747,611 459,116 12.91 592,534 590,956 13.13 775,710 722,791 13.48 974,512 660,823 13.73 907,031 622,254 13.68 851,286 567,624 14.85 843,153 550,797 14.16 780,163 *Diolah dari Data BPS (http://www.bps.go.id/)
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Survei
*Diolah dari Data BPS (http://www.bps.go.id/)
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyampaikan bahwa kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2,4 juta ton setiap tahunnya. Ini berarti Indonesia harus mengimpor sisa kebutuhan yang tidak tercukupi oleh produksi dalam negeri atau menambah areal lahan pertanian kedelai menjadi 1,7 juta hektar dengan asumsi produktivitas 1,416 ton/ha seperti pada tahun 2013. Cara lain yang bisa ditempuh adalah meningkatkan produktivitas kedelai secara bombastis tiga hingga empat kali lipat dari produktivitas saat ini. Cara terakhir ini adalah tantangan bagi para peneliti dan institusi terkait di bidang pertanian, antara mungkin dan tidak mungkin diterapkan di Indonesia.
Mau tidak mau, pilihan pertama diambil oleh pemerintah pada awal-awal penurunan produksi kedelai dalam negeri, yaitu kebijakan impor kedelai. Alih-alih sebagai kebijakan jangka pendek sembari menguatkan kembali produksi dalam negeri, kebijakan untuk impor kedelai malah terus menggeser kedelai lokal. Konsumen lebih memilih kedelai impor karena memiliki bulir yang lebih besar dan seragam, stok sepanjang waktu, kadar protein tinggi, rendahnya kadar air, dan berwarna lebih putih sehingga produk turunannya terlihat lebih cantik. Meski terkadang harga kedelai lokal lebih murah daripada kedelai impor, konsumen lebih memilih untuk membeli kedelai impor. Harga kedelai nasional
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
69
Survei
per tanggal 28 Mei 2014 adalah 11.059 rupiah untuk kedelai impor dan 10.636 rupiah untuk kedelai lokal seperti dilansir pada website Kementerian Perdagangan. Ini berarti pilihan konsumen bukan hanya pada harga, namun juga kualitas produk mereka. Konsumen yang lebih memilih kedelai impor berdasarkan kualitas dan harga menggeser popularitas kedelai lokal. Semakin sedikit permintaan terhadap kedelai lokal, sehingga petani dipaksa untuk beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan baginya. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa karena komersialisasi pemenuhan kebutuhand alam negeri telah dibuka lebar. Bulog sebelum adanya reformasi masih mempunyai peran penting dalam stabilisasi pangan nasional, namun sekarang tidak bisa banyak bergerak sebab persaingan pasar dengan para importir swasta yang telah mengantongi izin dari Kementerian Perdagangan semakin ketat. Bulog yang telah disunat kewenangannya mengatur kebutuhan pangan dalam negeri tidak bisa berbuat banyak.
70
Apalagi Bulog saat ini telah menjadi bagian dari BUMN yang harus cari ‘untung’, bukan malah memberikan insentif kepada petani untuk menggeliatkan produksi mereka. Cara lain telah disebutkan adalah menemukan varietas kedelai yang dapat memproduksi tiga hingga empat kali lipat dari produksi saat ini. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan hasil variatas baru kedelai dengan produktivitas hingga 3,9 ton/ha, seperti varietas Rajabasa hasil radiasi sinar Y oleh Batan. Namun penerapan dan penyebaran inovasi kepada petani tidak mendukung hasil penelitian ini. Terbukti jumlah produksi masih rendah. “Kurang adanya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat terhadap hasil penelitian yang memperbesar produktivitas tanaman dan keterbatasan pengetahuan petani menjadi penyebabnya. Akhirnya varietas hasil penelitian hanya terpajang dalam laboratorium atau terpampang namanya di website-website pemerintah”
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Survei
Harapan Besar Tidak ada negara yang ingin bergantung pada negara lain. Terlebih masalah perut yang menentukan hidup atau mati rakyat. Harapan besar untuk mengatasi impor kedelai tertumpu pada semua pihak. Pemerintah yang membuat kebijakan agar pangan nasional berdaulat, rakyat memilih produk lokal, petani setia meningkatkan kualitas dan produksi, dan pengusaha mau menggeliatkan potensi dalam negeri. Jika semua pihak berperan dalam menentukan arah masa depan bangsa ini, bukan tidak mungkin Indonesia hidup dengan hasil pangan sendiri. Informasi lebih lanjut mengenai tatacara perhitungan TKDN dapat menghubungi head office MITI melalui email
[email protected].
Deslaknyo Wisnu Hanjagi menunjukkan kecintaannya terhadap bidang pertanian sejak kecil. Lahir dari keluarga petani, lulusan Program Akselerasi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB ini semasa kuliahnya mengambil minor Agronomi dan Hortikultura dan mendapatkan predikat cumlaude. Karyanya telah diterbitkan dalam berbagai prosiding nasional maupun internasional. Saat ini ia beraktivitas sebagai Manager Bidang Riset dan Analisis Data, Deputi Kajian dan Kebijakan, MITI. Dengan spesialisasi keilmuan di bidang pengembangan masyarakat, penyuluhan, kependudukan, sosiologi pedesaan, dan kajian agraria, Deslaknyo berharap dapat berkontribusi untuk memajukan pertanian Indonesia demi kedaulatan Bangsa.
Referensi
1. Dahrul Syah. 2012. Pengantar teknologi pangan. Bogor: IPB Press 2. Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 16/M-IND/PER/2/2011 3. http://www.bps.go.id/
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
71
Essay GPL
Sumber Foto: Jurnas.com
KEANEKARAGAMAN SUMBER PATI LOKAL DALAM BALUTAN TEKNOLOGI
J
ika dilihat pada peta, maka Indonesia hanyalah jejeran pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh lautan biru. Namun dibalik jejeran pulau-pulau kecil itu, nyatanya negara ini sangatlah kaya. Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah oleh Yang Maha Kuasa khususnya, keanekaragaman hasil-hasil pertanian. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah keanekaragaman komoditi sumber pati lokal. Sumber pati lokal dapat diolah menjadi beragam produk pangan dengan sentuhan teknologi. Salah satu bentuk syukur akan karunia Illahi ini adalah adanya upaya nyata untuk
72
mampu mengembangkannya secara maksimal. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi kaum cendekiawan, dan seluruh masyarakat yang merasa memiliki Indonesia, menjelang dimulainya pasar bebas tahun 2015 yang sudah didepan mata. Terkait dengan keanekaragaman sumber pati lokal, makromolekul bernama “pati” mungkin terdengar asing ditelinga beberapa orang. Namun bagi mereka yang sudah berkecimpung di dunia biologi, farmasi, hingga teknologi pangan, pati bukanlah menjadi suatu hal yang baru. Pati merupakan bagian dari karbohidrat, dan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi oleh
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
manusia. Sumber-sumber pati di dunia berasal dari tanaman sereal, legume, umbi-umbian, serta tanaman palm(1). Masyarakat Indonesia umumnya mengonsumsi satu jenis sumber pati (jenis karbohidrat) saja sebagai bahan pangan pokoknya yakni, beras. Sekitar 95% masyarakat menggantungkan diri kepada beras sebagai bahan makanan pokok(5) Penyataan tersebut tak dapat disalahkan, walaupun benar adanya bahwa ada kalangan masyarakat yang mengonsumsi sagu, jagung, atau bahkan mulai menerapkan beras analog sebagai panganan pokoknya untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Namun, semua itu masih terbatas pada jenis komoditi tertentu yang diolah pada masyarakat yang bersangkutan. Fenomena pemanfaatan sumber pati yang masih terbatas tak hanya berkisar pada penggunaannya sebagai sumber energi pokok. Pembuatan produk seperti roti, mi, kue bolu, serta
beberapa kue-kue tradisional oleh para pengusaha kita, masih bergantung pada jenis komoditi tertentu misalnya, tepung gandum. Padahal, media tak henti-hentinya meng-ekspos kegiatan impor negara kita terhadap tepung gandum. Jika kembali kita mencoba menerawang lebih jauh, sumber pati Indonesia sungguh sangat beragam. Sumber pati tersebut tak hanya berperan sebagai sumber pemenuhan energi, namun pati dan produk turunannya dapat diolah menjadi beragam olahan pangan. Namun sekali lagi, hal tersebut hanya terbatas dikenali dan dipahami oleh kaum cendekiawan yang waktu perkuliahannya cenderung diisi dengan pembelajaran mengenai “pati”, beserta jenis turunan karbohidrat lainnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya bermunculan skripsi-skripsi yang mengangkat tema pati termodifikasi. Selain itu, mulai pula bermunculan dan berkembang usaha bisnis mahasiswa yang topiknya masih tak jauh-jauh dari pemanfaatan jenis pati, yang diharapkan mampu
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
73
Essay GPL
dijadikan sumber karbohidrat alternatif yang terjangkau bagi masyarakat. Hal ini tentu saja akan meningkatkan nilai ekonomi komoditi sumber pati. Lalu, siapa yang untung jika begini? Tentu saja bangsa dan negara Indonesia. Oleh karenanya, di zaman modern ini sudah saatnya masyarakat Indonesia bangkit mengolah pangannya dengan intervensi teknologi. Dibangku perkuliahan ilmu dan teknologi pangan, diperoleh ilmu bahwa komoditi ubi kayu (Manihot esculenta) mengandung karbohidrat sebesar 37,0%(5,6), ubi jalar (Ipomea batatas) mengandung karbohidrat sebesar 27,0%(5,7,), sorgum (Sorghum vulgare) mengandung karbohidrat sebesar 71%(5), biji
74
soba (Fagopyrum esculentum) mengandung karbohidrat (5) sebesar 64,4% , jagung (Zea mays) mengandung karbohidrat sebesar 72%(5), umbi ganyong (C. edulis) mengandung karbohidrat sebesar 22,6 gram/100 gram(4), umbi suweg (Amorphophallus companulatus) mengandung karbohidrat sebesar 80-85%(2), dan gadung (Dioscorea hispida) mengandung karbohidrat sebesar 23,5 gram/100 gram(3). Lalu jika kita mengaitkan antara fakta tersebut, “pati” lokal dan turunannya, dengan teknologi, apakah yang ada dipikiran anda? Anda mungkin akan menyebutkan kembali komoditi sumber-sumber pati terlebih dahulu. Hingga akhirnya akan banyak ide-ide atau inovasi terkait pangan yang akan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan Sumber Foto : GPL
Essay GPL
terlintas. Akan ada ice cream bertekstur halus dan memiliki sensasi mouthfeel yang baik (pemanfaatan pati sebagai bahan pengisi, atau modifikasi pati sebagai gula dengan formula terbaik). “Akan ada mayonaise yang menggunakan pati lokal termodifikasi hingga tak mudah teretogradasi. Akan ada sirup glukosa, dan sirup fruktosa yang tidak hanya bersumber dari ubi kayu (Manihot esculenta)“ Namun, dapat diperoleh dari sumber pati lokal yang mungkin masih jarang disentuh seperti pati
gadung (Dioscorea hispida), pati ganyong (C. edulis), pati suweg (Amorphophallus companulatus), pati gembili (Dioscorea esculenta) (8) , serta dari sumber pati lainnya. Akan ada pembuatan keripik yang terbuat dari komoditi uwi (Dioscorea alata) (9). Serta beragam aplikasi penggunaan pati dan turunannya pada pembuatan permen, saus, jam, dan produk pangan lainnya. Tidak sebatas pada contohcontoh produk tersebut, dengan bantuan teknologi pangan kita mampu menghasilkan beragam produk yang aman dikonsumsi. Seperti yang dipaparkan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
75
Sumber Foto : GPL
Essay GPL
sebelumnya, pati ubi kayu (Manihot esculenta) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sirup fruktosa. Teknologi pembuatan sirup fruktosa dapat melalui melalui tiga tahapan yakni liquifikasi, sakarifikasi, dan isomerisasi(12). Hal ini tentu dapat diterapkan pada komoditi lainnya dengan perlakuan yang tepat. Selain itu, kita juga mampu menghasilkan tepung yang menyerupai sifat tepung terigu. Melalui teknologi fermentasi. dapat diterapkan pembuatan tepung mocaf (modified cassava flour. Modifikasi tepung singkong mampu menyubstitusi tepung terigu. Tepung singkong yang telah dimodifikasi memiliki karakteristik mirip tepung terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu(11). Selain itu, saat ini tengah maraknya dikembangkan salah satu topik terkait teknologi pangan yakni, modifikasi pati. Namun pemanfaatan pati lokal masih jarang ditemui, sebagai anak negeri tentu ini menjadi tugas besar, apalagi bagi mereka yang jelas-jelas
76
mendalami topik ini. Dilakukan modifikasi pati karena sifat pati alami yang memiliki beberapa kekurangan misalnya tidak tahan panas, tidak tahan asam, serta mudah mengalami retogradasi. Retogradasi adalah kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekulmolekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air terpisah dari gelnya(1,10). Hal ini akan menyulitkan dalam proses pengolahan produk pangan. “Modifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi, atau substitusi gugus kimia pada molekul pati(14)” Teknologi modifikasi pati diharapkan mampu menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, mudah dan praktis. Melalui modifikasi pati metode enzimatis(1), sekali lagi kita mampu membuat soft drink ala pati lokal. Ketergantungan akan sukrosa
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
dapat dikurangi dengan pemanfaatan pati lokal. Modifikasi pati secara fisik juga dapat dilakukan dengan metode pre gelatinisasi. Hasil akhirnya adalah produk pangan instan seperti bubur instan, dan produk pangan bayi dengan nilai kelarutan yang tinggi. Hal ini terbilang praktis karena produk tersebut tak perlu dimasak kembali(1). Secara kimiawi, dapat dilakukan modifikasi secara cross linking serta substitusi. ”Produk yang diolah dengan melibatkan modifikasi pati cross linking akan cenderung stabil selama pemanasan, contoh produknya yakni pada pembuatan makanan bayi, serta soun. Pemanfaatan teknologi modifikasi pati metode substitusi juga memberi manfaat pada pembuatan ice cream(1,13). Keterlibatan metode subtitusi akan menghambat proses retogradasi, sehingga akan dihasilkan tekstur ice cream yang lebih lembut” Teknologi modifikasi pati juga
dapat menghasilkan pati resisten. Mengonsumsi pati resisten berarti kita telah memberi asupan nutrisi bagi mikroba baik yang hidup di usus besar. Pati resisten dapat diperoleh secara alami maupun melalui proses pengolahan. Pati resisten merupakan jenis pati yang tak dapat diserap dalam saluran pencernaan (usus halus) dan langsung menuju usus besar (kolon). Oleh karena itu, pati resisten digolongkan sebagai sumber serat pangan, dan berperan sebagai prebiotik(1). Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa yang memahami seluk beluk teknologi pangan dengan benar tentulah kaum cendekiawan yang telah mendalaminya. Apakah yang akan terjadi, jika kaum cendekiawan tidak mengurung ilmunya dalam selembar kertas binder ataupun setumpuk buku? Apakah yang akan terjadi jika seluruh kaum cendekiawan Indonesia mulai berpikir untuk membagi atau mengajarkan ilmunya kepada masyarakat? Tentu pemanfaatan pati dan turunannya dengan beragam fungsinya, tak hanya
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
77
Essay GPL
diketahui oleh kaum cendekiawan saja. Namun, akan menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi masyarakat khususnya yang di pedesaan. Ketika pemanfaatan pati lokal mulai tumbuh, para petani pun tak akan kehabisan ide untuk memilih komoditi apa yang akan dibudidayakannya. Melihat besarnya peluang pengembangan komoditi pati lokal Indonesia, ditambah lagi ribuan cendekiawan yang telah dan sedang mendalami ilmu dan teknologi pangan, maka bukan tidak mungkin ke depannya ketahanan pangan akan dicapai oleh bangsa dan negara Indonesia. Namun butuh perhatian segenap masyarakat dan jejeran pemimpin bangsa ini, untuk giat dan sungguhsungguh mengembangkannya. Jika tidak, pada pasar bebas tahun 2015 Indonesia akan menjadi santapan lezat bagi para pendatang asing. Alhasil, kita kembali akan dijajah secara halus. Tak takutkah kita jika kekayaan, keanekaragaman pangan lokal Indonesia, secara tidak langsung berpindah kepemilikan menjadi milik bangsa asing?
78
Cukuplah ketidaktahuan dan keapatisan hari kemarin. Hari ini mari bersama berdiri tegak, merubah mindset, dan bergegas mengembangkan pati lokal berbasis teknologi. Go pangan lokal Indonesia! Referensi 1. Bastian, Februadi. 2011. Teknologi Pati dan Gula. http://www.unhas.ac.id/lkpp/ tani-2/Februadi-tdk-angk.1-pertan.pdf. Diakses pada tanggal 29 April 2014. Makassar. 2. Faridah, DN. 2006. Sifat Fisiko Kimia Tepung Suweg (Amorphophallus Campanulatus B1.) dan Indeks Glisemiknya. http://jamu.journal.ipb.ac.id/ index.php/jtip/article/download/511/4134. Diakses pada tanggal 29 April 2014. Makassar (file p33011 pati tahan cerna). 3. Koswara, Sutrisno. 2013b. Teknologi Pengolahan UmbiUmbian Bagian 4: Pengolahan Umbi Gadung. http:// seafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/ uploads/2013/10/3-pengolahan-gadung. pdf. Diakses pada tanggal 29 April 2014. Makassar. 4. Koswara, Sutrisno. 2013b. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian 4: Pengolahan Umbi Ganyong. http:// seafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/ uploads/2013/10/4-pengolahan-ganyong. pdf. Diakses pada tanggal 29 April 2014. Makassar. 5. Nurmala, Tati. 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta: PT Rineka Cipta. 6. Plantamor. 2014a. Informasi Spesies Singkong Manihot esculenta Crantz. http://plantamor.com/index. php?plant=814. Diakses pada tanggal 30 April 2014. Makassar. 7. Plantamor. 2014b. Informasi Spesies Ubi Jalar Ipomoea batatas Poir. http://
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
plantamor.com/index.php?plant=711. Diakses pada tanggal 30 April 2014. Makassar. 8. Plantamor. 2014c. Informasi Spesies Gembili Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill. http://www.plantamor.com/index. php?plant=1687. Diakses pada tanggal 30 April 2014. Makassar. 9. Plantamor. 2014d. Informasi Spesies Ubi Kelapa Dioscorea alata. http://www. plantamor.com/index.php?plant=481. Diakses pada tanggal 30 April 2014. Makassar. 10. Pomeranz, Y. 1985. Functional Properties of Food Components Acaddemic Press, Inc. (Diakses melalui http://www.unhas. ac.id/lkpp/tani-2/Februadi-tdk-angk.1pertan.pdf.). Diakses pada tanggal 29 April 2014. Makassar. 11. Salim, Emil. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf Bisnis Produk Alternatif Pengganti Terigu. Yogyakarta: Lily Publisher 12. Suyani, Hamzar. 1991. Buku Kimia dan Sumber Daya Alam. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas. 13. Widyastuti, Enrika. 2012. Modifikasi Pati. https://endrikawidyastuti.files.wordpress. com/2012/03/modifikasi-pati1.pdf. Diakses pada tanggal 29 April 2014. Makassar. 14. Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Boca Raton, Florida. (Diakses melalui http:// pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/ p3301115.pdf). Diakses pada tanggal 29 April Makassar.
Rizki Aristyarini. Penulis lahir di Pinrang, 7 Desember 1993. Aktif sebagai mahasiswi Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hassanuddin Makassar ini aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan dan Ikatan Pelajar Muslimah Indonesia. Penulis menjadi pemenang pertama lomba essay Go Pangan Lokal yang diselenggarakan oleh MITI dengan tulisan ini. Penulis dapat dihubungi melalui alamat surat elektronik riz.ammas@ outlook.co.id
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
79
Essay GPL
sumber foto: karangmedain.com
GASTROTURESHIP “GASTRONOMI CULTURE ENTREPRENEURSHIP” OPTIMALISASI DESA WISATA BUDAYA PANGAN LOKAL SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKKAN MASYARAKAT INDONESIA BERKARAKTER GASTROPRENEUR
I
ndonesia merupakan negara dengan sebutan “Gemah Ripah Loh Jinawi” yang berarti Indonesia kaya akan sumber daya alam dan berpotensi sebagai negara penghasil pangan. Tidak hanya itu, industri kuliner di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, industri kuliner memberikan sumbangan terbesar bagi perkembangan industri kreatif setelah kerajinan dan fashion.
80
Industri kreatif merupakan sebuah kelompok industri yang terdiri dari berbagai jenis industri dengan masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide sehingga dapat memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang kita ketahui, bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman jenis kuliner sesuai dengan local wisdom daerah masing-masing. Seiring
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
dengan berkembangnya zaman, industri kuliner di Indonesia kini berevolusi menjadi industri kreatif yang mendorong peran penting dalam pengembangan ekonomi kreatif negara bersama dengan industri kerajinan dan wisata. Sehingga kuliner menjadi salah satu alternatif dalam pengembangan daerah pariwisata lokal di Indonesia tidak terkecuali Pulau Lombok. “Pulau Lombok merupakan salah satu pulau yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan memiliki keunggulan pada keindahan potensi alamnya dan mayoritas masyarakat masih mempertahankan kearifan lokal yang ada sehingga hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara“ Istilah Lombok berarti Lurus yang dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Sasak dengan memiliki beragam desa wisata salah satunya Desa Sade. Selain itu, pulau Lombok memiliki local cuisine yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan diantaranya Plecing Kangkung, Ayam Kaliwang, Sate Bulayak, Nasi Balap Pucung,
Ares, Sate Rembiga, Sate Tanjung, Poteng Jaje Tujak, Bebalung dan Beberuk Terong. Semua menu dari local cuisine yang ada, memiliki keunikkan tersendiri tidak hanya dari nama makanannya melainkan bahan baku makanan yang khas dan cara penyajiannya yang unik sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu alternatif pengembangan wisata yang ada di Pulau Lombok. Pulau Lombok merupakan salah satu pulau yang saat ini menjadi daerah wisata idaman bagi warga dosmetik maupun manca negara dengan jumlah wisatawan selalu meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan berita yang dikutip dari Warta Ekonomi (2014) menyatakan bahwa “Pada bulan Desember 2013, jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bandara Internasional Lombok Nusa Tenggara Barat meningkat hingga 204,4 % dari tahun 2012. Dibandingkan dengan bulan Desember 2012, jumlah wisatawan mancanegara ke Bandara Internasional Lombok sebesar 2.527 orang meningkat menjadi 5.386 orang pada Desember 2013. Hal ini menunjukkan bahwa pulau Lombok berpotensi menjadi daerah industri
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
81
Essay GPL
pariwisata Gastronomi, “Saat ini, wisata Gastronomi menjadi trend tersendiri selain menonjolkan bagi negara maju dikarenakan menghasilkan tiga potensi alamnya juga keuntungan, yakni menarik perhatian wisatawan baik berpotensi untuk domestik maupun mancanegara, memperkenalkan menunjukkan kearifan budaya pangan lokal terhadap wisatawan sehingga lokal budaya dan kuliner dapat mempertahankan warisan budaya serta lokal khas daerah. Menteri meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat asli Pariwisata dan Ekonomi daerah tersebut“ Kreatif, Mari Elka bisa mengoptimalisasikan desa Pangestu (2012) menjadi desa wisata berpendapat bahwa kuliner tidak wisata lepas dari kegiatan pariwisata. gastronomi, yakni selain potensi Indonesia memiliki beragam kekayaan alam yang diunggulkan tetapi juga alam dan tempat wisata menarik yang mengunggulkan kearifan lokal daerah diminati oleh wisatawan baik dengan mempertahankan budaya domestik maupun mancanegara. dan kuliner lokal. Tujuan utama Sehingga optimalisasi industri wisata optimalisasi desa wisata gastronomi memperkenalkan budaya gastronomi menjadi salah satu ialah alternatif untuk meningkatkan devisa pangan lokal terhadap masyarakat rnembentuk masyarakat negara dan mendorong pertumbuhan dan berkarakter gastropreneur ekonomi nasional. Kata Gastronomi lokal dikarenakan pangan lokal Indonesia berasal dari bahasa Yunani, yakni untuk dikembangkan Gastro dan Nomos. Gastro berarti berpotensi lumbung manusia atau perut menjadi industri kreatif di bidang sedangkan Nomos berarti kuliner sebagai salah satu industri pengetahuan, sehingga dapat kreatif yang mampu bersaing dengan mancanegara seperti diartikan gastronomi sebagai ilmu restourant pengetahuan mengenai segala jenis KFC, Mac Donnal, Hoka hoka Bento pangan yang dapat memenuhi dan lain sebagainya. Fakta menarik menunjukkan bahwa rata-rata negara kebutuhan manusia. maju harus memiliki minimal 2% Berdasarkan BPS Seharusnya, Indonesia juga entrepreneur.
82
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
(2013), jumlah penduduk di Indonesia saat ini berkisar 250 juta jiwa, hal ini dapat dianalisa bahwa Indonesia dapat menjadi negara maju apabila memiliki minimal 5 juta entrepreneur. Akan tetapi, fakta data statistik mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki entrepreneur sejumlah 900.000 orang atau hanya sekitar 0,18 %. Fakta ini mengungkapkan bahwa Indonesia masih sangat jauh dari level negara maju, dengan asumsi jumlah entrepreneur dijadikan acuan utama. Oleh karena itu, hal ini merupakan tantangan bagi kita sebagai masyarakat Indonesia yang harus berpikir sebagaimana pikiran yang dimiliki oleh negara maju.
Optimalisasi masyarakat desa menjadi masyarakat berkarakter gastropreneur menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan jumlah entrepreneur yang ada di Indonesia dengan tetap mengunggulkan produk pangan lokal menjadi produk pilihan yang dapat diterima oleh masyarakat global baik dosmestik maupun mancanegara. Rancangan kawasan desa wisata yang dioptimalkan menjadi desa wisata pangan berbasis local wisdom melalui kegiatan pemberdayaan didasarkan pada pengembangan sumber daya manusia masyarakat desa. Sumber daya manusia ini dikembangkan melalui 3 bentuk wisata yang menjadi rancangan membangun dan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
83
sumber foto: uii.ac.id
Essay GPL
mengoptimalkan kawasan desa wisata Gastrotureship “Gastronomi Culture Entrepreneurship” yakni Process Of Making, Education of Local Cusine, and History Culture. Adapun rancang bangun ketiga bentuk wisata adalah sebagai berikut: 1) Process of Making Tour Di dalam wisata ini terdapat tour guide yang akan mengajak wisatawan berkeliling untuk mengetahui secara langsung proses pembuatan makanan tradisional yang merupakan khas daerah tersebut sebagai upaya untuk memberikan pengetahuan mengenai cara membuat pangan lokal sesuai dengan tradisi desa yang menjadi objek wisata. 2) Education of Food Di dalam wisata ini, terdapat pembelajaran mengenai asal usul terbentuknya makanan tradisional tersebut dan sejarahnya. Dalam bagian wisata ini, menjelaskan makna mengenai bentuk atau bahan baku makanan tradisional yang ada di desa tersebut. Tujuan dari wisata ini ialah memberikan pengetahuan mengenai makna yang bisa didapat dan sejarah asal usul makanan tradisional yang ada sehingga menumbuhkan rasa cinta terhadap makanan lokal bagi
84
masyarakat asli atau wisatawan domestik dan memperkenalkan Indonesian Local Cuisine terhadap wisatawan mancanegara. 3) History of Culture Di dalam wisata ini, selain menunjukkan Indonesian Local Cuisine terhadap wisatawan juga mengoptimalkan potensi kearifan lokal yang ada dengan memperkenalkan sejarah budaya seni dan kearifan lokal yang ada kepada pengunjung sebagai wujud pelestarian dan memperkenalkan Local Culture. Perlu dipahami pula bahwa dalam pengembangan wisata gastronomi merupakan bagian dari budaya. Berdasarkan deklarasi keanekaragaman budaya ditetapkan bahwa setiap bangsa mempunyai budaya sendiri dan budaya sebagai identitas suatu bangsa. Dengan adanya pengembangan multi–cultural, tentunya harus berorientasi dalam menghormati gastronomi lokal tiaptiap daerah yang ada di Indonesia. Potensi Gastrotureship “Gastronomi Culture Entrepreneurship” tidak hanya dapat diterapkan di Pulau Lombok, tetapi dapat diterapkan di semua daerah di Indonesia tanpa terkecuali. Oleh karena itu tujuan pengembangan
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
gastronomi tradisional perlu menuju ke arah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari gastronomi lain yang dapat memperkembangkan atau memperkaya gastronomi tradisional di tiap daerah, dalam mempertinggi derajat kemanusiaan masyarakatnya serta turut memperkaya gastronomi Indonesia dan dunia. Dengan tetap pada tujuan utama yakni sebagai sarana pelestarian Indonesian Local Cuisine sebagai simbol pangan lokal yang dapat bersaing secara global dan membentuk masyarakat Indonesia berkarakter gastropreneur untuk dapat bersaing menuju AFTA 2015.
Karunia Romadhani, Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir Jurusan Agribisnis, Universitas Brawijaya. Selama kuliah, penulis aktif di Unit Aktivitas Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa (Unitas) RKIM Brawijaya dan Pusat Riset dan Kajian Ilmiah Mahasiswa (PRISMA). Penulis yang lahir di Bojonegoro, 23 Maret 1993 ini juga aktif di IAAS Indonesia LC UB
Referensi :
1. Pangestu, Mari Elka. 2012. http://mik.upi. edu/2013/06/22/strategi-pengembangangastronomi-tradisional-kota-pangkalpinang/. Diakses 27 April 2014 2. Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Masyarakat Entrepreneur. Jakarta; BPS 3. Warta Ekonomi. 2014. Jumlah Wisatawan Asing ke Lombok. http://wartaekonomi. co.id/berita23811/jumlah-wisatawanasing--ke-lombok-melonjak-naik-20404persen.html. Diakses 27 April 2014
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
85
Essay GPL
sumber foto: saibumi.com
BERAS CERDAS, NO BERAS, NO CRY!
B
eras merupakan salah satu komoditi pokok masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pangan. Sebagian besar masyarakat Indonesia bergantung terhadap konsumsi beras. Adanya kebergantungan ini menimbulkan beberapa permasalahan. Perberasan di Indonesia kerap menjadi bahasan utama dalam setiap
86
isu permasalahan negara. Produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, sehingga memaksa negara untuk melakukan kebijakan impor. Pada tahun 2013, Indonesia melakukan impor beras pada beberapa negara antara lain Vietnam, Thailand, India, Pakistan, dan Myanmar. Total impor beras Indonesia pada 2013 mencapai 472 ribu ton atau senilai US$246 juta dalam kisaran Rp. 2,4 triliun.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
Catatan akan impor komoditi beras terulang pada Januari 2014 dengan jumlah 31.729 ton atau sekitar US$ 14,4 juta dalam kisaran 140 miliar. Permasalahan akan kebutuhan pangan tersebut memerlukan penyelesaian untuk menekan adanya aktivitas impor. Diversifikasi pangan menjadi urgensi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Perlu ada upaya pengembangan bahan pangan lokal dengan memanfaatkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai dari suatu bahan pangan. Diharapkan bahan pangan tersebut mampu menjadi subtitutor beras dan dapat diterima sebagai komoditi pangan nasional. Dukungan terhadap invensi dan inovasi produk bahan pangan sangat diperlukan untuk mendorong keberhasilan diversifikasi. Sehingga adanya kebergantungan negara terhadap komoditi impor dapat ditekan, potensi pangan lokal dapat dimanfaatkan, dan tercapai swasembada pangan. Beras merupakan salah satu komoditi pokok masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pangan. “Belum makan, kalo tidak makan nasi”. Sugesti ini seolah tertanam dari generasi ke generasi. Tidak
heran bahwa konsumsi beras ratarata penduduk Indonesia tertinggi di dunia. Pola kebergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras jelas akan menimbulkan beberapa permasalahan lain. Sayang, ketika bangsa yang terukur gemah ripah loh jinawi, bahkan tongkatpun ditanam akan berbuah namun banyak potensi bahan pangan yang belum dimanfaatkan. Kemudian lahir kebijakan impor untuk mencukupi kebutuhan pangan.
“Jumlah produksi beras belum mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Total penduduk semakin meningkat, alih fungsi lahan tinggi, dan pengaruh perubahan iklim menjadi faktor yang berpengaruh kuat terhadap menurunnya produksi padi di Indonesia. Impor menjadi satu-satunya jalan instan untuk menutupi kebutuhan beras dalam negeri saat ini. Namun, tidak ayal jika kebijakan ini terus berlanjut ketahanan nasional yang akan terancam. Ketika produk impor menjadi candu, dan produksi lokal tidak lagi diandalkan ekonomi bangsa yang kemudian mudahEdisi untuk dipermainkan“ Majalah Beranda Inovasi Spesial Pangan
87
Essay GPL
Terlihat jelas bahwa adanya kebijakan impor timbul akibat sikap kebergantungan masyarakat terhadap konsumsi komoditi beras konvensional (padi). Perlu menjadi kesadaran bersama untuk melakukan upaya diversifikasi pangan. Hal ini dapat dilakukan dengan upaya merubah bahan pangan lokal menjadi subtitusi yang mampu menggantikan komoditi beras. Bahan pangan lokal menjadi andalan untuk menjadi subtitusi beras konvensional. Salah satu komoditi tersebut adalah ubi kayu. Data statistik pada tahun 2013 menyebutkan bahwa produksi ubi kayu di Indonesia mencapai 23.824.008 Ton. Pemerintah menyebutkan bahwa produksi ubi kayu Indonesia mengalami surplus produksi sebesar 2,37 juta ton. Hal ini menjadi potensi yang cukup besar bagi produk lokal tersebut untuk menjadi komoditi subtitusi bahan pangan pokok. Ditinjau dari aspek nutrisi, per 100 gram ubi kayu mengandung energi 154 kalori, karbohidrat 36,80 gram, protein 1 gram, dan lemak 0,30 gram. Total karbohidrat dalam ubi kayu tercatat lebih tinggi daripada beras. Ubi kayu juga memiliki keunggulan beberapa
88
aspek nutrisi dibandingkan dengan beras antara lain lemak, kalsium, zat besi, vitamin A dan C. “Ketika produksi lokal akan beras belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, sementara harga semakin meningkat dan kebutuhan terhadap komoditi impor semakin tinggi, indikasi krisis pangan masyarakat menyertai permasalahan akibat kebutuhan pangan tersebut. Semua permasalahan tersebut harus menjadi pertimbangan bersama, upaya apa yang harus dilakukan?. Diversifikasi? Harus!. Harus menjadi dorongan kuat terhadap pemerintah untuk melakukan percepatan program diversifikasi komoditi pangan pokok“ Dukungan pemerintah terutama masyarakat terhadap produk-produk invensi maupun inovasi produk pangan yang memiliki potensi sebagai subtitusi bahan pangan pokok sangat dibutuhkan. Seperti produk “beras cerdas”, produk yang lahir dari pemuda Indonesia. “Beras cerdas” merupakan invensi produk pangan yang diproduksi dengan bahan dasar
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Essay GPL
tepung ubi kayu (mocaf) dengan peran teknologi yang diberikan sehingga menghasilkan produk beras analog yang mampu menyerupai bentuk dari beras konvensional. Ubi kayu sebagai bahan dasar produksi “beras cerdas” memperkuat bahwa beras analog tersebut layak untuk menjadi komoditi subtitusi beras konvensional, melihat kembali kandungan dari ubi kayu sendiri. Bentuk dari “beras cerdas” yang serupa dengan beras konvensional menjadi potensi untuk diterima masyarakat menjadi subtitusi produk pangan pokok. Adanya “beras cerdas” menjadi harapan terhadap keberhasilan upaya diversifikasi pangan, menekan kebutuhan impor, dan tetap menjaga khazanah pangan lokal. Referensi: 1. Tempo online dalam “Tahun lalu, Indonesia Impor Beras dari Lima Negara” oleh Aria. Februari 2014. 2. Detik Finance online dalam “Selain Vietnam dan Thailand, RI juga Impor Beras dari AS” oleh Jefriado. Maret 2014
3. Kurniawai dan Kamsiati dalam makalah “Pemanfaatan Ubikayu sebagai Bahan Pangan Non-Beras dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Tengah” dalam Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah 4. Badan Pusat Statistik Data mengenai produksi tanaman pangan dengan jenis tanaman ubi kayu Di Indonesia 5. Detik Finance dalam “Pemerintah Klaim Indonesia Surplus 2,37 Juta Ton Singkong” oleh Kusuma. Desember 2012
Mochammad Ainur Ridlo, Penulis adalah mahasiswa aktif Jurusan Teknik Pertanian Uiversitas Jember. Lahir di Lumajang, 20 November 1993, penulis aktif di beberapa organisasi keilmiahan kampus seperti Himpunan Jurusan Teknik Pertanian Universitas Jember, UKKI FTP Universitas Jember, dan aktif sebagai takmir masjid Nurul Haq Universitas Jember. Penulis yang beberapa kali memenangkan kejuaraan hingga tingkat nasional ini dapat dihubungi melalui email 121710201082@f tp.unej. ac.id
“Perlu adanya upaya untuk memperkenalkan “beras cerdas” kepada masyarakat secara luas, hingga invensi ini mampu diterima masyarakat sebagai subtitutor beras konvensional. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini, memberikan edukasi hingga regulasi agar “beras cerdas” menjadi subtitutor kebutuhan pangan masyarakat secara luas sehingga mampu menjadi komoditi pangan pokok nasional. Kebutuhan terhadap produk impor berkurang hingga swasembada pangan menjadi Majalah Beranda Spesial Pangan capaian, yang menjadi cita-cita adalah Inovasi “Tidak Edisi ada lagi impor, karena 89 tetap tenang ada beras cerdas, meskipun no beras, no cry !!!”. Go Pangan Lokal“
Ulasan Ahli
Padi sidenuk, hasil dari pemuliaan tanaman dengan teknik nuklir (www. batan.go.id)
Kedelai Rajabasa, hasil dari pemuliaan tanaman kedelai dengan teknik nuklir (www.batan.go.id)
MANFAAT TEKNOLOGI NUKLIR DI BIDANG PANGAN oleh : Rohadi Awaludin
Bagi sebagian orang, teknologi nuklir seringkali memberikan kesan menakutkan. Berbagai gambaran menyeramkan segera muncul di kepala begitu mendengar kata ini. Padahal, sejatinya teknologi nuklir telah memberikan manfaat yang besar di berbagai bidang. Selain di bidang energi yang telah banyak dikenal, teknologi ini telah memberikan kontribusi yang besar di bidang kesehatan, industri, pertanian dan sebagainya. Patut disayangkan adanya pendapat bahwa teknologi ini harus
90
dijauhi dan bahkan “diharamkan”. Oleh sebab itu, memandang teknologi ini dengan jernih, tidak dicampuri dengan pandangan pandangan yang keliru, merupakan bekal yang penting untuk lebih memanfaatkan teknologi ini secara luas. Di bidang pertanian, teknologi nuklir telah berperan dalam meningkatkan ketersediaan dan kualitas pangan. Di bidang ini, pemanfaatan teknologi nuklir banyak ditempati oleh peran radioisotop dan radiasi nuklir. Radioisotop adalah
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
isotop yang senantiasa memancarkan radiasi sehingga keberadaannya dalam jumlah kecil pun dapat dideteksi dengan mudah dari radiasi yang dipancarkannya. Radioisotop dapat dideteksi dengan mudah meskipun terhalang oleh suatu benda karena radiasi yang dipancarkan memiliki daya tembus yang besar. Sebagian besar radioisotop memancarkan radiasi dengan energi tinggi sehingga dapat menyebabkan ionisasi dan terbentuknya radikal. Oleh sebab itu, radiasi ini sering dinamakan dengan radiasi pengion (ionizing radiation). Berbagai efek dapat dilahirkan dari terbentuknya ion atau radikal tersebut. Radiasi dengan energi tinggi tersebut dapat pula memutuskan ikatan kimia antar atom sehingga meyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul. Pemuliaan tanaman Terputusnya ikatan kimia serta terbentuknya ion dan radikal akibat radiasi dapat menyebabkan mutasi genetika apabila perubahan tersebut terjadi pada material genetika. Perubahan material genetika ini bersifat menurun, dapat diwariskan
kepada generasi berikutnya. Dari hasil mutasi radiasi dapat dihasilkan beberapa galur mutan yang memiliki keberagaman sifat. Dari beberapa galur mutan tersebut selanjutnya diseleksi dan dipilih galur galur yang memiliki sifat yang diharapkan. Galur galur harapan yang telah diperoleh selanjutnya diuji lebih lanjut termasuk uji multilokasi. Setelah melewati serangkaian pengujian, apabila galur harapan tersebut terbukti memiliki karakterisitik yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh badan regulasi, galur tersebut akan disetujui sebagai varietas baru yang dapat ditanam secara luas di masyarakat. Beberapa jenis varietas tanaman pangan seperti padi, kedelai dan sorgum telah dihasilkan dari radiasi. Beberapa diantaranya telah terbukti memberikan produktifitas yang tinggi, berumur pendek, tahan terhadap hama serta beberapa kelebihan lainnya. Sampai saat ini di Indonesia telah dihasilkan lebih dari 20 varietas tanaman pangan hasil dari iradiasi. Jumlah varietas tanaman pangan dari hasil mutasi radiasi diharapkan terus mengalami peningkatan.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
91
Pengendalian hama Radiasi dengan dosis yang tinggi dapat meyebabkan rusaknya sistem reproduksi suatu organisme. Kondisi ini dapat menyebabkan kemandulan. Efek ini dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman dengan memanfaatkan hama/serangga jantan yang telah dimandulkan. Teknologi ini sering disebut dengan teknik serangga mandul (sterile insect technique, SIT). Di bidang budidaya tanaman pangan, teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk beberapa jenis hama. Misalnya, pengendalian lalat buah bactrocera carambolae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi dengan dosis sekitar 90 Gy dapat menyebabkan kemandulan pada lalat jantan. Lalat jantan yang mandul tersebut selanjutnya disebar ke wilayah terserang hama tersebut. Lalat lalat jantan tersebut membuahi lalat-lalat betina namun telur yang dihasilkan tidak menetas. Sebagai hasilnya, populasi lalat buah akan mengalami penurunan. Selain di bidang pangan, teknologi ini juga dapat dimanfaatkan di bidang kesehatan, yaitu dalam pengendalian populasi serangga vektor penyakit.
92
Prinsip kerja teknik serangga mandul (source: www.nature.com)
Pengolahan dan pengawetan makanan Pengawetan makanan dilakukan agar bahan makanan tidak mudah rusak selama penyimpanan. Secara tradisional, pengawetan makanan dapat dilakukan melalui pengeringan, pemanasan, pengasapan dan sebagainya. Namun cara cara ini memiliki keterbatasan dan dapat merubah sifat makanan. Teknik nuklir menawarkan manfaat dalam pengawetan makanan dengan menggunakan sifat sifat radiasi nuklir. Efek radiasi dapat dimanfaatkan untuk mematikan bakteri bakteri pembusuk yang ada di dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang masa simpan.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Beberapa jenis rempah rempah dan tanaman obat dapat dibebaskan dari kuman (sterilisasi) menggunakan radiasi. Selain membunuh kuman, radiasi nuklir dapat pula menghambat tumbuhnya tunas. Efek ini telah dimanfaatkan untuk pengawetan beberapa jenis bahan makanan seperti bawang, kentang, kunyit dan sebagainya. Radiasi nuklir dapat pula menunda kematangan buah . Efek ini dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang masa simpan buah segar.
Pengawetan bahan makanan dengan radiasi nuklir memiliki berbagai kelebihan. Diantara kelebihan tersebut adalah dapat dilakukan setelah pengemasan, tidak menggunakan bahan tambahan, tidak merubah sifat bahan makanan serta dapat dilakukan untuk berbagai bentuk bahan makanan, termasuk dalam kondisi beku. Berbagai kelebihan ini terus dikembangkan manfaatnya untuk pengawetan berbagai bahan makanan, khususnya bahan makanan yang tidak dapat diawetkan dengan metode lain.
Tabel 1. Jenis jenis pemanfaatan radiasi pengion yang telah disetujui oleh badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (US FDA). Product
Dose (kGy)
Purpose
Date
Wheat, wheat flour White potatoes Enzymes (dehydrated)
0.2-0.5 0.05-0.15 10 max
1963 1964 4/18/86
Fruits
1 max
Vegetables Herbs Spices Vegetable seasonings Poultry, fresh or frozen Meat, frozen Animal feed and pet food Meat, uncooked, chilled Meat, uncooked, frozen
1 max 30 max 30 max 30 max 3 max 44 min 2-25 4.5 max 7.0 max
Insect disinfestation Sprout inhibition Microbial control Disinfestation, Ripening delay disinfestation Microbial control Microbial control Microbial control Microbial control sterilization Salmonella control Microbial control Microbial control
4/18/86 4/18/86 4/18/86 4/18/86 4/18/86 5/2/90 3/8/95 9/28/95 12/2/97 12/2/97
Dikutip dari publikasi US-FDA
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
93
Sebagai perunut pertanian Seperti telah dinyatakan di atas bahwa salah satu sifat radioisotop adalah dapat dideteksi dengan mudah. Sifat ini dapat dikombinasikan dengan sifat bahwa radioisotop memiliki sifat kimia yang sama dengan isotop isotop lain dalam satu unsur. Sifat kimia suatu atom ditentukan oleh konfigurasi elektron, bukan oleh struktur inti atomnya. Oleh sebab itu perbadaan struktur inti atom antara radioisotop dengan isotop lainnya tidak menyebabkan perbedaan sifat kimia. Misalnya unsur fosfor. Fosfor di alam tersusun dari isotop P-31. Radioisotop P-32 yang dibuat dari isotop S-31 memiliki sifat kimia yang sama dengan P-31. Kesamaan sifat kimia ini dapat dimanfaatkan untuk menelusuri gerakan atau dinamika suatu senyawa tertentu. Misalnya di bidang pertanian, dinamika senyawa fosfat dapat ditelusuri dengan menggunakan fosfat bertanda P-32. Fosfat bertanda P-32 adalah fosfat dimana atom P yang ada didalamnya telah diganti dengan P-32. Fosfat jenis ini dapat digunakan untuk menelusuri dinamika fosfat di dalam tanah dan di dalam tanaman. Informasi tersebut sangat
94
bermanfaat dalam pengembangan metode budidaya tanaman pangan.
Sebaran fosfor hasil injeksi di dalam tanaman dapat diamati dengan mudah menggunakan perunut radioisotop P-32 (sumber: http://spmchemistry.wikispaces.com)
Penutup Teknologi nuklir telah terbukti memiliki manfaat yang besar di berbagai bidang. Lingkup dan skala pemanfaatannya pun terus menunjukkan peningkatan. Sangat disayangkan bahwa banyak anggota masyarakat, khususnya generasi muda, yang kurang memahami manfaat dari teknologi nuklir. Bahkan beberapa pihak menolak kehadirannya tanpa landasan informasi dan pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Tingkat rasionalitas masyarakat Indonesia dalam
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
mensikapi teknologi nuklir dapat menjadi salah satu indikator tingkat kesiapan masyarakat dalam menerima perkembangan perkembangan baru di berbagai bidang, khususnya perkembangan di bidang teknologi.
Profil penulis opini ahli
Dr. Rohadi Awaludin merupakan salah seorang ilmuwan MITI yang merupakan peneliti di bidang pengembangan teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka. Beberapa teknologi produksi
Dr. Rohadi Awaludin radioisotop telah berhasil dikembangkan dan dimanfaatkan di bidang kesehatan, industri, pertanian dan pengelolaan sumber daya alam. Dr. Rohadi menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Kanazawa Jepang, dan pendidikan S2 dan S3 di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST). Selain sebagai peneliti bidang radioisotop dan radiofarmaka, Dr. Rohadi juga menaruh minat pada masalah masalah knowledge management dan innovation system.
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
95
GO PANGAN LOKAL 2015 Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) melakukan sebuah riset survey mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen waralaba restoran lokal dan asing. Temuan riset ini secara tidak langsung menggambarkan kecenderungan masyarakat yang memilih pangan asing dari pada pangan lokal. Padahal, sistem pangan lokal memberikan beberapa keunggulan dibandingkan pasar konvensional dan global termasuk manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan. Berangkat dari hasil-hasil riset tersebut, MITI Klaster Mahasiswa kembali menggalakkan Go Pangan Lokal 2015, setelah komunitas resmi dibentuk pada 2013, untuk mengajak masyarakat kembali mencintai pangan lokal khas Indonesia dari hasil bumi Indonesia.
96
Majalah Beranda Inovasi Edisi Spesial Pangan
Go Pangan Lokal, Gue Banget !!!
GIT Galeri Inovasi Teknologi Latar Belakang
Jumlah UMKM di Indonesia mencapai 56,5 juta unit. Jumlah ini senilai dengan 99% total unit usaha yang ada di Indonesia. (Data BPS 2012)
99% dari
UMKM
TOTAL UNIT USAHA
Dengan jumlah sebesar ini, UMKM memiliki peran yang strategis untuk mendukung ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
mod
al
Namun, besarnya jumlah UMKM ternyata tidak diikuti dengan akses UMKM kepada sumberdaya yang produktif (seperti modal, bahan baku, informasi dan teknologi).
bahaun bak
inform i teknoloas gi
Hanya 35% UMKM yang memiliki akses kredit Ke bank dan hanya 2,3 % yang telah memasarkan produknya ke luar negeri (ekspor). Hal ini membuat produk UMKM menjadi produk lokal yang sulit bersaing di pasar global.
kredit bank
ekspor
2,3%
35%
telah memasarkan
memiliki akses
adalah
INFORMASI UMUM GIT ? Wirausahawan
Expert
GIT (Galeri Inovasi Teknologi) adalah platform intermediasi online dan offline yang menghubungkan antara UMKM(Wirausahawan) dengan pakar (expert) untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi UMKM (Wirausahawan)
YANG TERLIBAT DALAM GIT
Asosiasi UMKM
UMKM
Expert
PROGRAM GIT Pakar mentranfser ilmu dan pengetahuannya dengan mendaftar sebagai member ‘Expert’. Lalu pelaku UMKM mendaftar sebagai member ‘Wiausahawan’ untuk berkonsultasi secara online kepada pakar atas permasalahan yang sedang dialami. Jika ada permasalahan yang tidak mampu diselesaikan secara online, GIT akan memfasilitasi pertemuan antara pakar dengan pelaku UMKM secara offline. Tidak hanya itu, GIT juga menghubungi secara offline asosiasi perusahaan yang memiliki supplier UMKM dan UMKM-UMKM kecil yang tersebar. Dengan demikian, intermediasi dapat dinikmati secara merata oleh pelaku UMKM. selengkapnya: http://git-miti.com
MANFAAT MENJADI MEMBER GIT Manfaat menjadi member wirausahawan GIT? Member wirausahawan GIT punya kesempatan untuk memposting permasalahan tekait inovasi dan teknologi yang dihadapi di dunia usaha, sehingga berpeluang untuk mendapat solusi berupa jawaban maupun tindakan lebih nyata dari member expert maupun tim intermediator GIT. Selain itu, dengan bergabung menjadi member wirausahawan GIT, terbuka juga peluang untuk pengembangan bisnis dan penguatan jaringan yang lebih baik.
Manfaat apa yang didapatkan apabila menjadi member expert GIT? Sebagai member expert GIT, Anda memiliki kesempatan membangun portofolio keahlian Anda di web ini dan memperluas serta memperkuat jaringan Anda. Anda bahkan memiliki peluang untuk mendapat profit langsung jika penyelesaian kasusnya berpotensi untuk dijadikan kerjasama antara kedua belah pihak dengan dijembatani tim intermediator GIT dan/atau dicarikan lembaga donor atau tim intermediator GIT.
GIT Galeri Inovasi Teknologi
Inovasi dan Intermediasi untuk Solusi
Menghubungkan Wirausahawan dengan Expert untuk menemukan solusi dari permasalahan melalui “transfer pengetahuan dan teknologi” http://git-miti.com/