PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA SINGLE PARENT (STUDI KASUS DI DS. KADIREJO KEC. PABELAN KAB. SEMARANG TAHUN 2010) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh : RINA SUPATMI NIM : 11106112 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2010
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: Rina Supatmi
NIM
: 11106112
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA SINGLE
PARENT
(STUDI
KASUS
DI
DS.
KADIREJO KEC. PABELAN KAB. SEMARANG TAHUN 2010) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 4 September 2010 Pembimbing
Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag. NIP. 19570812 198802 2 001
ii
KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 2 Telp. (0298) 32370 Fax. (0298) 323433, 323433 Salatiga 50712 http//www.stainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected]
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi saudari : Rina Supatmi. dengan Nomor Induk Mahasiswa 11106112 yang berjudul pendidikan moral anak pada keluarga single parent (studi kasus di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010) telah di munaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, pada hari sabtu, 25 September 2010, dan telah di terima sebagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) Salatiga, 25 September 2010 M 17 Syawal 1431 H Panitia ujian Ketua sidang
Sekretaris sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag 19580827 198303 1 002
Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd 19670112 199203 1 005
Penguji I
Penguji II
Drs. Djuz’an, M.Hum 19611024 198903 1 002
Ilyya Muhsin, S.H.I, M.Si 19790930 200312 1 001 Pembimbing
Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag NIP. 19570812 198802 2 001
iii
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 2 Telp. (0298) 32370 Fax. (0298) 323433, 323433 Salatiga 50712 http//www.stainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected]
DEKLARASI Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Rina Supatmi
NIM
: 11106112
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 4 september 2010 Yang menyatakan,
Rina Supatmi NIM 11106112
iv
Motto Dan Persembahan Motto •
Menanamkan positif thinking dalam hidup adalah hal yang sulit dan hanya orang yang bijaksana yang dapat melakukan hal itu.
•
Kritis Progresif…..!!!!!
PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan untuk: Kedua orang tuaku Bapak Syaemuri dan Ibu Sukamti yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang dan berkorban banyak untuk
menjadikanku
bermanfaat.
Semoga
sebagai
manusia
yang
SWT
selalu
Allah
melimpahkan kasih sayangnya pada keluargaku. Mas sutris, mbak eni dan mas aris, mbak astri yang memberikan banyak inspirasi dan motivasi. Adik tersayang Emoe yang selalu membuat aku kangen dan bahagia ketika di dekatnya. Malaikat-malaikat kecil ku Rifda, zelly, kafka dan ega yang membuat hati merasa gembira karena tingkah lucu dan alam idari mereka. Seseorang yang yang akan menjadi jodohku, Semoga Allah meridhoi. Teman-temanku
yang
mempercayaiku
yang
bersama berjuang untuk mendapatkan derajat yang
v
di muliakan Allah, Hanik, Tisna, Rofik, Rika, Titis dan Esti. Posisi kalian tidak akan terganti. Temen-temen oblo (payjo, ghupron, shela, sugeng, murodi, dan ucup) Seluruh teman-teman PAI D ’06 yang ngangenin ulfa, rita, iim, ipunk dan...buanyak lagi. Teman-teman Az-Zahra yang mau berbagi suka dan duka, mutik, iin, pipeh, wida, ina, wuri, jeni, ani, mbak mir dan I’a. Seluruh keluarga besar LPM DinamikA dan HMI Cab. Salatiga. Seluruh orang yang sudah memberikan motivasi dan do’a yang tidak bisa di sebutkan satu per satu.
vi
KATA PENGANTARÉ Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Yang telah memberikan nikmat dan hidayahnya kepada makhluk-makhluknya tanpa terkecuali. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada beliau Baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Beserta keluarga, Sahabat, dan para pengikutnya yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan ini. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan, dorongan, mutivasi serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Namun kebahagiaan yang tiada taranya tidak dapat disembunyikan setelah penulisan skripsi ini selesai. Oleh karena itu tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih setulustulusnya kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku ketua progdi PAI STAIN Salatiga yang telah merestui penulisan skripsi ini. 3. Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag. selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberi petunjuk serta meluangkan waktu dan perhatian dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bagian Akademik STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.
vii
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Dengan demikian, akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan tentunya dalam penulisan atau penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang dermawan, serta bermanfaat bagi Agama, nusa, dan Bangsa
Salatiga, 4 September 2010 penulis
Rina Supatmi NIM 11106112
viii
ABSTRAKSI
Supatmi, Rina. 2010. Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga Single parent (Studi Kasus di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010) Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag. Kata kunci: pendidikan moral dan single parent Penelitian ini membahas tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent desa Kadirejo kecamatan Pabelan kabupaten Semarang tahun 2010. fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana content teori pendidikan moral?, Bagaimana pendidikan moral anak pada keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010?, dan bagaimana masalah-masalah pada keluarga single parent dalam pendidikan moral anak di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010?. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan / responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini adalah mengadakan keabsahan data. Dari penelitian yang dilaksanakan diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa single parent memberikan pendidikan moral anak dengan materi-materi pendidikan moral seperti: berbuat baik, kejujuran, tanggung jawab dan kemandirian moral. Keseluruhan materi pendidikan moral tersebut para responden juga mempunyai materi yang mereka anggap pokok yaitu akidah atau pendidikan agama yang hampir semua mereka ajarkan adalah akidah agama islam. Materi ajaran tersebut seperti sholat, ngaji dan sebagainya yang bersumber dari Al-qur’an dan hadist. Dalam pendidikan moral anak, single parent lebih sering menggunakan metode teladan karena orang tua adalah orang yang paling dekat dengan kehidupan anak. Anak merespon apa saja yang dilakukan oleh orang tuanya, oleh karenanya kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur pendidikan yang tidak langsung maka dari itu orang tua single menggunakan metode ini agar anak meniru gerak atau sikap positif yang responden tunjukkan. Selain metode
ix
tersebut single parent juga menggunakan metode hiwar (percakapan), metode pembiasaan diri dan pengalaman, metode nasihat dan metode hukuman. Masalah-masalah yang sering timbul dalam keluarga single parent berbeda dengan masalah yang biasa dihadapi keluarga pada umumnya, seperti : Masalah ekonomi dan minimnya perhatian dan beban psikologis sebagai seorang single parent. Menjadi seorang single parent tidaklah mudah bahkan bisa dibilang sangat berat karena seorang single parent harus merangkap dua peran penting dalam keluarga, seperti harus maksimal dalam dunia public dan domestik.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………...
I
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………..
Ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN………………………….
Iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………...
Iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………..
V
HALAMAN KATA PENGANTAR…………………………………….
Vii
HALAMAN ABSTRAK………………………………………………...
Ix
HALAMAN DAFTAR ISI….…………………………………………...
Xi
HALAMAN DAFTAR TABEL………………………………………...
xiv
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN…………………………………...
Xv
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………..
1
B. Fokus Penelitian…………………………………………... 8 C. Tujuan Penelitian………………………………………..
8
D. Manfaat Penelitian………………………………………
8
E. Penegasan Istilah………………………………………….. 9 F. Metode Penelitian…………………………………………
11
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian……………………… 12 2. Kehadiran Peneliti…………………………………….. 13 3. Lokasi Penelitian……………………………………… 13 4. Sumber Data……………………….………………….
13
5. Prosedur Pengumpulan Data………………………..…
14
6. Analisis Data……………………..……………………
15
7. Pengecekan Keabsahan Data……………………….…
15
G. Sistematika Penulisan…………………………………......
15
xii
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Moral…………………………………………
17
1. Pengertian pendidikan moral …………………………
17
2. Urgensi pendidikan moral ………………………...….
21
3. Metode pendidikan moral …………………………….
28
4. Tahapan pendidikan moral …………………………… 32 5. Isi pendidikan moral ………………………………….
42
6. Karakteristik anak dalam setiap fase …………………
48
B. Keluarga single parent ……………………………………
50
1. Pengertian keluarga single parent …………………....
50
2. faktor penyebab menjadi orang tua tunggal………….
52
3. Tehnik untuk keluarga single parent …………………
55
4. Pendidikan moral anak pada keluarga single parent….. 56
BAB III
Paparan Data Dan Temuan Penelitian A. Gambaran umum daerah penelitian………………………
xiii
59
BAB IV
1. Letak dan keadaan geografi…………………………...
59
2. Keadaan penduduk …………………………………...
59
3. Struktur pemerintahan ……………………………….
64
B. Deskripsi pendidikan moral………………………………
65
PEMBAHASAN Gambaran pendidikan moral pada keluarga single parent ….
85
1. Materi pendidikan moral………………………………
85
2. Metode atau cara pendidikan moral pada keluarga single parent .........................................................
87
3. Masalah-masalah dalam pendidikan moral anak pada keluarga single parent ……………………………..
BAB V
91
4. Sebab-sebab menjadi single parent…………………
93
5. Peran single parent dalam pendidikan moral anak….
94
Penutup A. Kesimpulan………………………………………………..
96
B. Saran………………………………………………………. 101 C. Penutup……………………………………………………. 101 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel I Jumlah Penduduk Menurut Usia …………….………….
14
2. Tabel II Jumlah Penduduk Menurut Agama …………………….
54
3. Tabel III Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan …....................
54
4. Tabel IV Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ………..
55
5. Tabel V Jumlah Kepala Keluarga ………………………………
56
6. Tabel VI Jumlah Single Parent ……..…………………………..
64
7. Tabel VII Daftar subyek penelitian……………………………….. 68
xv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar Riwayat Hidup 2. Pedoman wawancara 3. Nota Pembimbing 4. Surat ijin penelitian 5. Surat keterangan penelitian 6. Lembar konsultasi pembimbing 7. Laporan SKK
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena single parent dalam masyarakat saat ini sudah menjadi hal yang wajar atau biasa. Orang tua tunggal atau yang sering disebut single parent adalah keberadaan orangtua tunggal dalam keluarga, dalam keluarga single parent ini bisa ayah maupun ibu yang berperan sebagai orangtua tunggal. Keberadaan orangtua tunggal tentu menjadi adanya titik perbedaan dalam pendidikan moral pada anak dibandingkan dengan pendidikan moral pada anak yang mempunyai perhatian dua orangtua yaitu ayah dan ibu. Peranan kedua orang tua dalam pendidikan sangatlah besar dan pengaruhnya dalam memotivasi anak dalam akhlak yang mulia serta menjauhkan mereka dari segala akhlak yang buruk dan perbuatan yang tidak terpuji sangat begitu penting. Jika kedua orang tua memberi teladan dalam kebaikan, dan selalu memperhatikan pendidikan moral anak, maka hal itu akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam jiwa anak-anak. Karena anak-anak cenderung merindukan kepada kepahlawanan, menyukai hal-hal yang mulia, menyenangi akhlak yang terpuji, membenci akhlak yang tercela. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial
1
2
budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi
kebutuhan
insani
(manusiawi),
terutama
kebutuhan
bagi
pengembangan kepribadian dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orangtua. keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik antara anggota keluarga (Yusuf, 2006:38). Tugasnya yang berat membuat orangtua harus bekerja sama dengan pasangannya sehingga perkembangan anak menjadi baik. Ketika ada sebuah keluarga yang mengasuh anaknya dengan satu orang tua maka akan terjadi hal yang berbeda pada pendidikan moral anak, apalagi pada keluarga yang telah bercerai atau di tinggal salah satu orangtuanya hal ini membuat anak merasa tidak mempunyai keluarga yang utuh / normal. Anak juga akan merasa dirinya berbeda dengan teman-temannya yang mempunyai keluarga yang utuh. Peranan keluarga dalam islam bermula terbentuknya hubungan suci antara laki-laki dan perempuan melalui pernikahan yang halal dan yang
2
3
memenuhi rukun dan syarat-syarat yang sah. Suami dan istri merupakan dua unsur utama dalam keluarga. Kehadiran anak menjadi penyempurna kebahagiaan orangtua. Unsur ketiga setelah ayah dan ibu ini sangat membutuhkan perhatian dari dua unsur tersebut yaitu ayah dan ibu untuk mendidikan moral pada anak tersebut. Penulis disini akan membahas tentang sebuah keluarga yang kehilangan peran dari salah satu orangtua bisa ayah maupun ibu. Keluarga yang kehilangan salah satu peran ini kemudian akan memaksa salah satu pihak untuk bisa berperan ganda menggantikan salah satu peran yang hilang. Misalnya seorang istri yang kehilangan suaminya akibat kematian dan meninggalkan satu anak membuat seorang istri tersebut mendidik anak itu sendirian, selain dia harus mencari nafkah untuk menyambung hidup dengan anaknya dia juga harus bisa meluangkan waktunya untuk mendidik anak. Orangtua tunggal bisa dikarenakan perceraian atau salah satu ada yang meninggal, sehingga memaksa istri atau suami untuk bertugas sendiri dalam mendidik anak, dalam keluarga single parent memiliki serangkaian masalah yang tidak sama dengan keluarga yang utuh. Hal ini kita kembalikan pada fungsi keluarga yaitu memaksimalkan peran orangtua dalam pembentukan kepribadian, potensi dan moral pada anak. Karena sesungguhnya anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan membawa potensi masing-masing, tugas orangtua adalah memberikan kebaikan pada anak sehingga anak juga akan terbentuk menjadi anak yang baik.
3
4
Peran orangtua dalam pembinaan anak pada moral dan agama sangat penting, karena pembinaan kehidupan moral dan agama itu lebih banyak terjadi melalui pendidikan formal, dan pengajaran nilai agama dan moral yang akan terjadi merupakan pengendali pada anak. Pengaruh dalam pendidikan kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk ke dalam pembinaan pribadi akan terjadi semakin kuat tertanamnya dalam diri anak maka akan mempengaruhi pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap (Daradjat, 1970:135). Masa keemasan pada anak terdapat pada tahun-tahun pertama, pada umumnya anak menghabiskan masa keemasan bersama dengan orangtua maka pendidikan moral yang berlangsung sangat mempengaruhi perkembangan moral anak sebelum menjadi sempurna/normal. Pada hakekatnya, para orangtua mempunyai harapan agar anak-anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta tidak mudah terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri. Hal ini akan berjalan dengan baik ketika peranan orang tua sangat maksimal (Gunarsa, 1995:60). Moralitas orangtua dalam keluarga itu menjadi salah satu contoh pendidikan moral yang diajarkan orangtua pada anak karena anak akan secara alami menyerap apa yang dilakukan orangtua. Pendidikan moral tersebut dikatakan pendidikan non formal tetapi akan sangat membekas pada diri anak. Maka sangat sulit ketika orangtua harus mendidik anak sendirian karena
4
5
memaksa orangtua tunggal tersebut harus berperan ganda dalam keluarga untuk sang anak. Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan anak karena di dalamnya anak mendapat pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak terutama pada anak yang belum masuk pada pendidikan formal. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif pada perkembangan anak, sedangkan keluarga yang bermasalah akan berpengaruh negatif pada anak (Sudarsono, 1995:125). Moral dalam kehidupan sekarang ini sangat dibutuhkan karena manusia diciptakan oleh tuhan mempunyai naluri moral. Moral yang membuat norma-norma tertentu bersifat sebagai alat didalam kehidupan. Moral juga berpengaruh dalam memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi, rasa sukses dan rasa puas. Sehingga bisa merupakan motivasi untuk mendorong individu melakukan sesuatu aktivitas yang mempunyai unsur kesucian atau keindahan. Moral juga berperan untuk membina dan mempersiapkan mental manusia agar manusia secara kreatif dan aktif melakukan tugas-tugasnya dan diharapkan agar mampu memberikan kestabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang berupa goncangangoncangan dan ketegangan fisik antara lain frustasi, konflik dan kecemasan hidup. Kebiasaan yang baik maupun positif yang telah tertanam kuat pada jiwa anak tidak akan hilang begitu saja pada masa depannya. pengalaman
5
6
kebermoralan pada masa anak-anak akan tergores kuat pada hati seseorang seperti ukiran di atas batu. Jiwa yang polos apabila di isi dengan pembinaan moral, maka yang diterimanya itu akan melekat kuat. Anak akan melakukan apa yang telah diterimanya disinilah letak pentingnya orang tua dalam membina anak. Menurut Robert J. Havighurst moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai yakni a value is an obyect estate or affair wich is desired (suatu obyek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan). Maka kondisi atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang baik, sesuai dengan nilai-nilai value yang diinginkan itu (Sholeh, 2005:104). Pada sisi yang lain kenakalan remaja sering terjadi karena perceraian keluarga atau perpisahan orang tua, Karena disebabkan tidak intensnya salah satu dari orang tua membuat anak merasa hidupnya tidak normal seperti anakanak yang lain. Kondisi semacam ini membuat membuat anak tersebut kurang percaya pada orang tua dan selalu mencari jalan keluar setiap masalahnya sendiri, bisa jadi mereka terlibat dalam pergaulan yang tidak sepantasnya (buruk). Karena itu akan terjadi perbedaan proses perkembangan moral pada anak dalam korban perceraian. Kenakalan remaja yang disebabkan karena broken home (perceraian) dapat diatasi/ditanggulangi dengan cara-cara tertentu, seperti tanggung jawabnya orang tua dalam memelihara anakanaknya seharusnya mampu memberikan kasih sayang sepenuhnya, sehingga anak tersebut merasa seolah-olah tidak pernah kehilangan ayah atau ibunya. Di samping itu keperluan anak secara jasmaniah (makan, minum, pakaian, dan
6
7
sarana-sarana lainnya) harus dipenuhi pula sebagaimana layaknya sehingga anak tersebut terhindar dari perbuatan yang melawan hukum misalnya, pencurian, penggelapan, penipuan, gelandangan, dan penyalahgunaan obatobat terlarang. Ketika moral anak sudah jatuh maka akan sulit untuk mengembalikan menjadi anak yang baik (Sudarsono,1995:126). Perilaku menyimpang yang dilakukan anak tidak jauh karena kurangnya perhatian orangtua atau salah satu orangtua yang tidak ikut mendidik anak dalam keluarga, karena anak akan merasa kehilangan salah satu figur teladan yang seharusnya menjadi panutan dalam perilaku moral. pada keluarga single parent menuntut peran ganda dari orangtua tunggal untuk selalu memperhatikan pendidikan moral anak, sehingga anak tidak kehilangan pegangan dalam hidupnya dalam bersikap. Tidak sedikit pada keluarga single parent menjadikan anak lebih cepat dewasa dalam hal pemikirannya karena anak di tuntut lebih mengerti kondisi orangtua tunggal, ketidak adanya salah satu figur dalam single parent membuat tidak sedikit
anak akan
menyesuaikan peran yang bisa sedikit membantu beban orangtuanya. Misalnya dalam keluarga single parent di mana hanya ada figur ayah maka anak mencoba mengurus kebutuhan keluarga seperti menyiapkan makanan untuk ayahnya. Kemandirian anak dalam single parent ini dipengaruhi dalam sebab ke tidak adanya salah satu figur dalam keluarga karena dalam perceraian dan kematian menjadi pengaruh yang berbeda pada anak.
7
8
B. FOKUS PENELITIAN Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah : 1. Apa materi pendidikan moral yang disampaikan single parent pada anakanaknya di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010? 2. Bagaimana cara single parent menyampaikan materi pendidikan moral pada anak di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010? 3. Bagaimana masalah-masalah pada keluarga single parent dalam pendidikan moral anak di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui materi pendidikan moral yang disampaikan single parent pada anak-anaknya di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010 2. Untuk mengetahui cara single parent menyampaikan materi pendidikan moral pada anak di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010. 3. Untuk mengetahui masalah-masalah pada keluarga single parent dalam pendidikan moral anak di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010.
8
9
D. MANFAAT HASIL PENELITIAN Manfaat dari hasil penelitian ini adalah : 1. Signifikansi Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmiah bagi psikologi anak tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent. 2. Signifikansi Sosial Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi orang tua tunggal (single parent) agar dapat meningkatkan perhatian dalam pendidikan moral anak. E. PENEGASAN ISTILAH Fokus dalam penelitian ini adalah, pendidikan moral anak pada keluarga single parent. sebelum membahas lebih dalam maka akan diberikan penjelasan dan batasan pada istilah-istilah dalam judul penelitian tersebut : 1. Pendidikan Moral Anak Pendidikan adalah usaha manusia untuk mengembangkan dan mengarahkan fitrahnya agar dapat berkembang sampai titik optimal untuk menciptakan tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1988:12). Kata moral berasal dari kata latin yaitu “Mores” yang berarti tata cara, kebiasaan adat istiadat (Hurlock, 1989:74). Moral juga berarti ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan dan sikap. Menurut Robert J. Havighurst moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai yakni a value is an obyect estate or affair wich is desired (suatu obyek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan). Maka kondisi
9
10
atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang baik, sesuai dengan nilai-nilai value yang diinginkan itu (Sholeh, 2005:104). Moral dapat diartikan mores yaitu mengungkapkan dapat atau tidaknya sesuatu perbuatan tindakan yang dapat diterima oleh sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Dapat diterima atau ditolak suatu perbuatan itu, mengisyaratkan adanya nilai-nilai tertentu yang dipakai sebagai pengukur. Nilai-nilai yang dapat diterima dan dapat diakui bersama mengatur tata cara saling berhubungan menjadi suatu kebiasaan yang bersangkutan (Daroeso ,1986:45). Jadi pendidikan moral adalah pengembangan nilai-nilai atau tata cara untuk mewujudkan titik optimal moral, sehingga dapat bersikap dengan baik dan dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Pada penelitian ini difokuskan pada cara mendidik moral, isi pendidikan moral, dan masalah-masalah dalam pendidikan moral anak pada keluarga single parent. Zakiah Daradjat mengklasifikasikan perkembangan anak sebagai berikut: a. Usia Kanak-kanak
0 - 6 tahun
b. Usia Anak-anak
6 – 12 tahun
c. Usia Remaja
13 – 16 tahun
d. Usia Dewasa
17 – 21 tahun
10
11
Anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak pada masa 6-12 tahun ketika sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang aktual dan terwujud yang menyangkut suatu perbuatan (Daradjat, 1970:109). Pada usia anak-anak 6-12 tahun, pendidikan yang diterima anak merupakan otoritas orang lain. Anak belum bisa mencegah atau menyaring pendidikan yang mereka terima secara formal maupun non formal. Pada usia ini kalau orangtua tidak memanfaatkanya dengan pendidikan moral yang baik maka anak akan kehilangan masa keemasannya tanpa pendidikan moral yang baik, hal ini akan berimbas pada usia yang akan datang tanpa moralitas yang baik. 2. Single parent Single parent adalah orangtua satu-satunya (Poerwodarminto, 1976:132). orangtua satu-satunya dalam konteks ini adalah keluarga dengan orangtua tunggal sehingga dalam mengasuh dan membesarkan anak-anaknya sendiri tidak dengan bantuan pasangannya, karena istri atau suami mereka meninggal dunia atau sudah berpisah/cerai. Dalam penelitian ini, maka yang dimaksud penulis tentang PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA SIGLE PARENT (STUDI KASUS DI DS. KADIREJO KEC. PABELAN KAB. SEMARANG TAHUN 2010) adalah suatu penelitian ilmiah tentang pendidikan moral anak. Dimana keluarga yang diteliti mempunyai ciriciri: (1). Seorang yang sudah menikah kemudian ditinggal salah satu
11
12
pasangannya karena pasangannya meninggal dunia atau bercerai (2). Memiliki anak yang berumur 6-12 tahun, dan penelitiannya di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010. F. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan dan usaha untuk menemukan dan mengembangkan serta menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode. Dalam penelitian ini digunakan metode transversal atau metode krosseksional yaitu untuk meneliti subyek penelitian dari tingkatan usia yang berbeda dalam waktu yang sama (Haditono, 2002:3). Pengambilan metode ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendidikan
moral
anak
ketika
dalam
keluarga
hanya
ada
satu
orangtua/orangtua tunggal. Karena tidak mudah untuk mendidik moral anak hanya dengan peran salah satu dari orangtua (single parent). 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan
yang
dipakai
adalah
pendekatan
psikologis.
Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang meliputi aspek kejiwaan, tentang: (a). kondisi jiwa (pikiran, perasaan, emosi). (b). pendidikan moral (Haditono,2002:3). Selain pendekatan psikologi juga menggunakan pendekatan
sosiologi
karena
metode
tersebut
digunakan
untuk
menjelaskan posisi dan peranan subyek-subyek yang terlibat dalam proses pendidikan moral seperti (a). pendidik atau orangtua tunggal (single parent) (b). anak sebagai peserta didik.
12
13
Penelitian ini digunakan untuk mendiskripsikan pendidikan moral anak. Corak penelitian ini adalah field research yaitu penelitian langsung ke obyek yang diteliti untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas yaitu perceraian keluarga. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik kualitatif yaitu penelitian yang
menjelaskan
realitas
yang
ada
di
lapangan
kemudian
menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat. 2. Kehadiran Peneliti Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Peneliti dalam penelitian ini bertindak secara langsung di lapangan sehingga mendapatkan data yang riil di dalam keluarga tersebut sehingga bisa mendapatkan data yang akurat. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pendidikan moral anak pada keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang. Untuk menentukan lokasi penelitian peneliti memilih keluarga yang mempunyai ciri-ciri: (1). Seorang yang sudah menikah kemudian ditinggal salah satu pasangannya karena pasangannya meninggal dunia atau bercerai yang berada penelitiannya di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010 (2). Memiliki anak yang berumur 6-12 tahun.
13
14
4. Sumber Data Dalam penelitian ini dapat memperoleh informasi data dari beberapa literatur buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti lakukan secara langsung yang kemudian dianalisis. Dengan kata lain sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang berkaitan langsung berkaitan dengan obyek riset (Arikunto, 1989:10). Data primer dalam penelitian ini adalah perilaku subyek peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil observasi. 2. Sumber Data Sekunder Yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumbersumber data primer. Data sekunder dalam penelitian ini adalah bukubuku, jurnal dan penelitian orang lain yang berkaitan dengan pendidikan moral. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Observasi Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi yaitu pengamatan dan pencacatan secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,1992:132).
14
15
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data secara langsung, tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent. Penulis melakukan pengamatan pada keluarga single parent yang mempunyai anak kemudian mewawancaraisubyek penelitian. Obyek yang di observasi adalah orangtua tunggal dalam mendidik anaknya dan bagaimana kondisi moral anak yang hanya mendapat peran dari salah satu orangtua saja. b. Wawancara Wawancara adalah tehnik pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dilakukan penulis. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah (1). Seorang yang sudah menikah kemudian ditinggal salah satu pasangannya karena pasangannya meninggal dunia atau bercerai (2). Memiliki anak yang berumur 6-12 tahun, dan penelitiannya di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010. wawancara juga dilakukan pada single parent, anak, keluarga dekat yang lain dan tetangga. c. Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan metode analisis induktif, yaitu mentransformasi fakta-fakta khusus sebagai bahan untuk membangun teori. Metode ini digunakan untuk menganalisa realitas yang ada dalam sebuah keluarga khususnya mengenai pendidikan moral anak pada keluarga single parent.
15
16
d. Pengecekan Keabsahan Temuan Agar diperoleh data yang akurat peneliti terjun langsung untuk observasi dan wawancara, selain itu juga mengecek hasil wawancara dan observasi dengan dicocokan melalui tingkah laku langsung subyek penelitian, sehingga penulis benar-benar mendapat data yang akurat. G. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut: Bab I, Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat hasil penelitian, Fokus penelitian, Metode penelitian Bab II, Kajian Pustaka tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent Bab III, Membahas tentang gambaran umum pendidikan moral anak pada keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010. Bab IV, Analisis tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent Bab V, Penulis membuat penutup berisi kesimpulan dan saran-saran sebagai bahan masukan dalam dunia pendidikan maupun psikologi.
16
17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENDIDIKAN MORAL 1. Pengertian Pendidikan Moral Pendidikan ada disepanjang peradaban umat manusia dari jaman dahulu sampai saat ini. Apalagi pendidikan moral dalam kehidupan sekarang ini sangat dibutuhkan karena manusia diciptakan oleh tuhan mempunyai naluri moral. Moral yang membuat norma-norma tertentu bersifat sebagai alat di dalam kehidupan. Moral juga berpengaruh dalam memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi, rasa sukses dan rasa puas. Sehingga bisa merupakan motivasi untuk mendorong individu melakukan sesuatu aktivitas yang mempunyai unsur kesucian atau keindahan. Moral juga berperan untuk membina dan mempersiapkan mental manusia agar manusia secara kreatif dan aktif melakukan tugas-tugasnya dan diharapkan agar mampu memberikan kestabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang berupa goncangangoncangan dan ketegangan fisik antara lain frustasi, konflik dan kecemasan hidup. Kebiasaan yang baik maupun positif yang telah tertanam kuat pada jiwa anak tidak akan hilang begitu saja pada masa depannya. pengalaman moralitas pada masa anak-anak akan teringat kuat pada hati seseorang seperti ukiran di atas batu. Jiwa yang polos apabila di isi dengan pembinaan moral, maka yang diterimanya itu akan melekat kuat. Anak akan melakukan apa yang telah diterimanya disinilah letak pentingnya orang tua dalam membina anak.
18
Dalam pembahasan pendidikan moral ini supaya tidak meluas maka peneliti fokuskan pada pendidikan moral pada keluarga single parent. Pada keluarga single parent tentu orang tua tunggal sangat dituntut untuk lebih ekstra dalam mendidik anak seorang diri yang idealnya dilakukan oleh dua orang tua. Sebelum menelisik lebih jauh harus dijelaskan pengertian pendidikan moral itu sendiri. Dari berbagai sumber tentang pengertian pendidikan dapat diartikan sebagai berikut: •
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat
dan
kebudayaan.
Dengan
demikian,
bagaimanapun
sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Dari pemaparan itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani dan jasmani. •
Pendidikan adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta.
•
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan bangsa dan watak bangsa.
19
•
Pendidikan adalah lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi sistem, dan organisasi pendidikan (Dosen FIPIKIP, 1980:7).
•
Pendidikan
adalah
usaha
manusia
untuk
mengembangkan
dan
mengarahkan fitrahnya agar dapat berkembang sampai titik optimal untuk menciptakan tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1988:12). Dari berbagai sumber tersebut dapat disimpulkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar maupun tidak sadar yang dapat diperoleh dalam lembanga formal maupun non formal di mana di dalamnya merupakan proses pengembangan diri. Pengembangan diri di sini bisa diartikan proses menjadi lebih baik pada jasmani maupun rohani. Dalam pembahasan ini lebih dipaparkan pada pendidikan moral jadi pembentukan dan pengembangan moral supaya lebih baik. Selain pembahasan pendidikan juga kita fokuskan pada moral. Moral mempunyai arti yang sangat luas, dari berbagai sumber dapat diperoleh makna moral yaitu: •
Kata moral berasal dari kata latin yaitu “Mores” yang berarti tata cara, kebiasaan adat istiadat (Hurlock, 1989:74).
•
Menurut Robert J. Havighurst moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai yakni a value is an obyect estate or affair wich is desired (suatu obyek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan). Maka kondisi atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang
20
baik, sesuai dengan nilai-nilai value yang diinginkan itu (Sholeh, 2005:104). •
Moral adalah kata yang artinya dekat dengan etika karena moral berasal dari kata mores dari bahasa latin yang berarti adat atau kebiasaan sedangkan etika berasal dari kata ethos yaitu dari bahasa yunani yang memilki arti yang sama seperti moral yaitu kebiasaan atau adat (Bertens, 1997:5)
•
Moral dapat diartikan mores yaitu mengungkapkan dapat atau tidaknya sesuatu perbuatan tindakan yang dapat diterima oleh sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Dapat diterima atau ditolak suatu perbuatan itu, menisyaratkan adanya nilai-nilai tertentu yang dipakai sebagai pengukur. Nilai-nilai yang dapat diterima dan dapat diakui bersama mengatur tata cara saling berhubungan menjadi suatu kebiasaan yang bersangkutan (Daroeso ,1986:45). Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
adalah Moral adalah nilai-nilai atau kebiasaan baik buruk yang diterima yang terimplementasikan dalam perbuatan atau sikap dalam kehidupan sehari-hari. Moral disini lebih difokuskan sikap anak usia 6-12 tahun dimana pada usia ini anak telah menerima pendidikan moral dari formal maupun non formal, pembentukan moral dalam usia ini berdasarkan otoritas orang lain karena anak hanya menangkap nilai-nilai moral dari orang yang dekat dengan anak. Pendidikan moral adalah pengembangan nilai-nilai atau tata cara untuk mewujudkan titik optimal moral, sehingga dapat bersikap dengan baik dan
21
dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk sehingga dapat hidup bermasyarakat dengan baik. moral merupakan tugas penting untuk kedua orang tua yaitu ibu dan bapak tetapi akan nampak berbeda pada cara, isi, dan peran pendidikan moral pada anak jika dalam keluarga hanya ada satu figur orang tua tunggal atau single parent. 2. Urgensi Pendidikan Moral dari Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai (trasmiter budaya atau mediator) sosial budaya bagi anak. Menurut UU No. 2 tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4 “ Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan ketrampilan”. Dapat disimpulakan keluarga sangat berperan dalam pendidikan seperti penanaman, pembiasaan nilai-nilai agama, budaya dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang berguna bagi anak. Berkaitan dengan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak maka pendidikan dalam keluarga harus berjalan dengan baik (Yusuf, 2001:39). Ditinjau dari sisi psikologi, kebutuhan anak bukan hanya sebatas kebutuhan materi semata, anak juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang terdekatnya, khususnya orang tua. Realitanya, banyak anak yang kurang mendapatkan kebutuhan afeksi (kasih sayang), disebabkan orang tua sibuk mencari uang demi untuk memperbaiki perekonomian keluarga.
22
perbedaan persepsi inilah yang terkadang membuat dilema dalam hubungan antara orang tua dan anak menjadi semakin lemah. Perhatian dan kasih sayang merupakan kebutuhan mendasar bagi anak. Lingkungan rumah di samping berfungsi sebagai tempat berlindung, juga berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang, seperti kebutuhan bergaul, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mengaktualisasika diri, dan sebagai wahana untuk mengasuh anak hingga dewasa. Dengan kata lain, lingkungan keluarga memiliki andil besar dalam perkembangan psikologi anak. Kedekatan hubungan antara orang tua dengan anak tentu saja akan berpengaruh secara emosional. Anak akan merasa dibutuhkan dan berharga dalam keluarga, apabila orang tua memberikan perhatiannya kepada anak. Anak akan mengganggap bahwa keluarga merupakan bagian dari dirinya yang sangat dibutuhkan dalam segala hal. Sebaliknya, hubungan yang kurang harmonis antara orang tua dan anak akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak. Tidak jarang anak terjerumus ke hal-hal negatif dengan alasan orang tua kurang memberikan perhatian kepada anak. Dari fenomena ini, kita dapat melihat bahwa peran orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan psikologi anak. Perhatian dan kedekatan orang tua sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam mencapai apa yang diinginkan. Orang tua merupakan pemberi motivasi terbesar bagi anak, sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya kepada anak. Kedekatan antara orang tua dan anak memiliki
23
makna dan peran yang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan keluarga. Oleh karena itu, kualitas dan kuantitas pertemuan antar anggota keluarga perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk membangun keutuhan hubungan orang tua dan anak. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi
kebutuhan
insani
(manusiawi),
terutama
kebutuhan
bagi
pengembangan kepribadian dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua. keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik antara anggota keluarga (Yusuf, 2001:37). Dengan tugasnya yang berat membuat orang tua harus bekerja sama dengan pasangannya sehingga perkembangan anak menjadi baik. Ketika ada
24
sebuah keluarga yang mengasuh anaknya dengan satu orang tua maka akan terjadi hal yang berbeda pada pendidikan moral anak, apalagi pada keluarga yang telah bercerai atau di tinggal salah satu orang tuanya hal ini membuat anak merasa tidak mempunyai keluarga yang utuh / normal. Anak juga akan merasa dirinya berbeda dengan teman-temannya yang mempunyai keluarga yang utuh. Orang tua dalam perkembangan moral anak sangat berperan penting, karena keluarga adalah tempat pendidikan pertama yang dijalani pada anak. Tumbuh kembang moral pada anak tergantung pada pendidikan yang diciptakan dalam lingkungan keluarga. Pembinaan moral pada anak sangat bergantung pada peran orang tua. Apabila keadaan lingkungan keluarga tidak baik atau moralnya rusak dan keyakinan yang digunakan goyah maka anak akan kebingungan dan sering terperosok dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak bermoral (Daradjat, 1970:136). Anak yang masih diibaratkan sebuah batu ketika
ingin tumbuh
menjadi anak yang bermoral maka orang tua (alat mengukir) harus berusaha mengukir dengan bagus yang di imbangi dengan keadaan yang baik. Ketika anak tumbuh menjadi anak yang baik itu sebagai bukti, bahwa orang tua mendidiknya dengan akhlak dan kebiasaan yang baik, seperti hadist yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah. ?@ ABة أEFE هHI رK اMN@ لPQ: لPQ لRS رK اATU K اMVT@ WTS? وYPY دR[RY \[] اRF AT@ ةE^_[ا. `اRBab McداRdF McاEeNF وMcPfghFو.
25
Artinya: “Dari Abu Hurairah Rasulullah saw. Bersabda: Tidak ada anak kecuali dilahirkan atas meyahudikannya
atau
fitrah,
maka
menasranikannya
kedua atau
orang tuanyalah yang me-majusikannya.
(HR.
Muslim). Dalam keluarga yang baik akan terdapat hubungan yang baik antara anak dengan orang tua. Tetapi bila peranan orang tua tidak berjalan sewajarnya sehingga hubungan batin putus karena ketidak percayaan anak kepada orang tua akan merosot (Simandjutak, 1983:131). Kepercayaan anak yang hilang karena peran orang tua yang tidak maksimal atau dalam perceraian keluarga dapat mempengaruhi perkembangan moral pada anak, karena anak akan kehilangan salah satu figur pendidik ayah atau ibu dalam perceraian keluarga. Anak akan kehilangan salah satu pegangan hidup sehingga ketika satu pendidik dalam keluarga tidak ekstra berperan dalam perkembangan moral, maka anak akan mencari jalan keluarnya sendiri. Dalam kondisi yang semakin marak dengan kenakalan remaja ini membuat banyak anak yang kurang perhatian di rumah, akan banyak berpeluang terjerumus dalam kenakalan remaja, seperti minumminuman keras, mengkonsumsi narkoba, seks bebas, dan lain-lain. Untuk mencegah rusaknya moral pada anak (generasi penerus) maka orang tua harus memperhatikan perkembangan moral anak dan memfasilitasi anak untuk dapat mengembangkan potensi positifnya yang dapat berguna untuk dirinya dan orang lain. Baik tidaknya negara tergantung pada kualitas generasi muda yang akan menyetir arah pemerintahan, sedang kualitas
26
generasi muda tergantung pada moralnya pantas atau tidak menjadi pelopor. Pendidikan moral yang baik akan didapat anak pada lingkungan keluarga yang harmonis, dengan kerja sama dua pendidik yang bersama-sama untuk memaksimalkan perkembangan moral pada anak. Keteladanan orang tua yang diberikan pada masa kanak-kanak awal seharusnya berasal dari bapak ibunya, karena seorang anak sering tidak menghiraukan orang lain. Ketika anak melihat selain orang tuanya sendiri mengerjakan sesuatu, ia tidak akan mudah terpengaruh, apalagi kalau kedua orang tuanya tidak sejalan dengan orang tersebut. Namun sebaliknya anak tidak dapat menghindar dari perbuatan orang tua. Atau dengan kata lain, satu pekerjaan yang dikerjakan berulang-ulang oleh orang tua, akan memberikan pengaruh pada diri anak. Orang tua yang bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya akan memberikan pengarahan dan dasar yang benar kepada anaknya, yakni dengan menanamkan ajaran agama dan akhlakul karimah atau moral yang baik. Berdakwah dalam keluarga lebih utama dibandingkan dengan di tempat lain. Keselamatan keluarga merupakan tanggung jawab orang tua. Jangan sampai pendidikan keluarga terabaikan karena kepentingan yang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. Dalam QS. Al-Syu’ara (26):214. رkc وأlmEVــo@ ?VـBEQpا Artinya: “Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang ter-dekat”. Apabila suatu mayarakat bercorak religius, maka etika yang dikembangkan pada masyarakat itu, tentu akan bercorak religius pula.
27
Sebaliknya bila suatu masyarakat bercorak sekuler, maka etika yang akan dikembangkan tentu saja akan bercorak sekuler pula. Pendidikan moral di sini adalah segala upaya yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik melalui bimbingan atau arahan agar anak (didik) dapat bertingkah laku sesuai dengan moral yang ada. Keluarga adalah tempat anak diasuh dan dibesarkan,, sehingga lingkungan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Cara orang tua dalam merawat anak sangat berpengaruh besar dan tingkat pendidikan orang tua juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan rohaniah anak, terutama kepribadian dan pendidikan pada anak tersebut. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berada umumnya sehat dan cepat pertumbuhan badannya dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak mampu. Demikian anak yang mempunyai orang tua berpendidikan akan menghasilkan anak yang berpendidikan juga (Sholeh, 2005:55). Orang tua tunggal bisa dikarenakan perceraian atau salah satu ada yang meninggal, sehingga memaksa istri atau suami untuk bertugas sendiri dalam mendidik anak, dalam keluarga single parent memiliki serangkaian masalah yang tidak sama dengan keluarga yang utuh. Hal ini kita kembalikan pada fungsi keluarga yaitu memaksimalkan peran orang tua dalam pembentukan kepribadian, potensi dan moral pada anak. Karena sesungguhnya anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan membawa potensi masing-masing, tugas
28
orang tua adalah memberikan kebaikan pada anak sehingga anak juga akan terbentuk menjadi anak yang baik. 3. Metode Pembentukan Moral Anak Pendidikan moral yang diterapkan pada anak harus dengan metode, untuk memaksimalkan pendidikan maka orang tua single harus kreatif karena dia hanya mendidik sendiri tanpa peran pasangan. Beberapa metode pendidikan moral menurut Abdurrahman an Nahlawi adalah : a. Metode Hiwar (percakapan) Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau melalui tanya jawab mengenai suatu topik atau melalui tanya jawab. b. Metode kisah Kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian selain bahasa. c. Metode Amtsal (perumpamaan) Perumpamaan-perumpamaan
yang
terdapat
dalam
al-qur’an
mempunyai beberapa makna antara lain : a) Merupakan sesuatu sifat manusia dengan perumpamaan yang lain. b) Mengungkapkan sesuatu keadaan dengan keadaan yang lain yang memiliki kesamaan untuk menandaskan peristiwa. c) Menjelaskan kemustahilan adanya kesurupaan antara dua perkara yang oleh oleh kaum musryrikin dipandang serupa.
29
d. Metode teladan Anak memandang orang tua sebagai teladan utama bagi mereka. Ia akan meniru jejak dan semua gerak gerik orang tuanya. Dalam mengembangkan moral anak peran orang tua sangat penting. terutama ketika anak masih kecil. Beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak adalah sebagai berikut: •
Konsisten dalam mendidik anak Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. suatu tingkah laku yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
•
Sikap orang tua dalam keluarga Secara tidak langsung, sikap orang tua kepada anak, sikap ayah terhadap ibu atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak. Yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, Sedangkan sikap yang acuh tak acuh atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten.
30
•
Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut Orang tua merupakan panutan (teladan)bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan iklim yang religius (agamis), dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak. Maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
•
Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berperilaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orang tua mengajarkan kepada anak, berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab dan taat beragama, tetapi orang tua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak konsistenan orang tua sebagai alasan tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orang tuanya (yusuf, 2006:133).
e. Metode pembiasaan diri dan pengalaman Metode pembiasaan diri dan pengalaman ini penting untuk diterapkan, karena pembentukan moral anak tidaklah cukup nyata dan pembiasaan diri sejak usia dini. Untuk terbiasa hidup teratur, disiplin dan sebagainya. f. Metode pengambilan pelajaran dan peringatan
31
Betapapun usaha pendidikan dilakukan jika anak tidak mengetahui akibat positif atau negatif maka pendidikan kurang bermakna. Anak jika mengerjakan kebaikan maka akan merasa senang dan anak yang melakukan kejelekan pasti akan merasa sedih. g. Metode targhib dan tarhid Metode yang dapat membuat senang dan takut. Dengan metode ini kebaikan dan keburukan yang disampaikan kepada seseorang dapat mempengaruhi dirinya agar terdorong untuk berbuat baik. Sedangkan menurut muhammad Quthb metodenya ditambah sebagai berikut: h. Metode nasihat Metode nasihat adalah memberikan masukan kepada anak mana yang baik an mana yang buruk. Jika anak membuat kesalahan orang tua akan memberikan peringatan agar anak tidak salah menentukan sikap. i. Metode hukuman Metode hukuman adalah pemberian hukuman pada anak apabila anak melakukan kesalahan dengan tujuan anak tidak melakukan kesalahan lagi (IAIN Walisongo, 2004:126). Dalam penelitian ini memang lebih disorot pada pendidikan moral pada keluarga single parent walaupun hanya ada orang tua tunggal tetapi harus bisa berperan ekstra dalam pemberian contoh yang baik pada anak, sehingga anak akan menyerap moralitas orang tua yang baik lewat sikapnya setiap hari saat bersama anak. Beberapa metode ini akan sangat membantu para orang tua single untuk lebih memperhatikan pendidikan moral anak.
32
Karena metode yang sesuai pada anak akan lebih membantu penyerapan pendidikan pada anak yang akan terimplementasi dalam kehidupan seharihari. 4. Tahapan Pendidikan Moral Perkembangan moral merupakan proses matangnya tahapan dalam mengimplementasikan adat istiadat atau kebiasaan yang telah dipercayai sebagai nilai/norma dalam suatu masyarakat. Proses perkembangan moral itu ada beberapa tahapan/proses yang harus dialami pada anak. Di sini akan coba membahas beberapa teori perkembangan moral pada anak sebagai berikut: 1. Teori Jean Piaget Jean
piaget
termasuk
salah
seorang
ahli
dalam
psikologi
perkembangan. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan dalam masamasa sebagai berikut: Tahap I: masa sensori-motor (0-2.0 tahun) Masa ketika bayi mengunakan pengindraannya dan aktivitasaktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya dan mengenal abyekobyek. Meskipun ketika dilahirkan seorang bayi masih sangat tergantung dan tidak berdaya, tetapi sebagaian alat-alat indranya sudah langsung berfungsi. Contoh: dilihat pada kemampuan bayi dalam menggerakkan otototot disekitar mulut saat tersentuh oleh sesuatu seperti putting susu ibunya. Pada tahapan ini ada sub-sub tahapan sebagai berikut:
33
No
Sub masa
Umur
Kekhususan
1.
modifikasi dari refleks-
0-1 bulan
Refleks menjadi lebih efisien dan
refleks 2.
terarah
reaksi pengulangan
1-4 bulan
pertama 3.
Pengulangan
gerak-gerik
yang
menarik pada tubuhnya
reaksi pengulangan kedua
4-10 bulan
Pengulangan keadaan atau obyek yang menarik
4.
koordinasi reaksi-reaksi
10-12 bulan
sekunder 5.
reaksi pengulangan ketiga
Menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu.
12-18 bulan
Bermacam-macam
pengulangan
untuk memperoleh hal-hal yang baru 6.
Permulaan berpikir
18-24 bulan
Berfikir dahulu sebelum berpihak
Tahap II: masa pra-oprasional (2;0-7;0 tahun) Perkembangan yang jelas terlihat pada masa ini berbeda dengan masa sebelumnya ialah kemampuan menggunakan simbol. Fungsi simbolik yaitu kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata dan bisa abstrak.
34
Contoh: pisau yang dari plastik merupakan sesuatu yang nyata mewakili pisau yang sesungguhnya, sudah bisa mengelompokkan sesuatu sesuai jenisnya atau warnanya. Tahap III: masa konkrit-oprasional (7,0-11,0 tahun) Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacammacam tugas seperti membereskan mainan yang berserakan dan dapat menjawab atau merespon pertanyaan dengan baik. Tahap IV: masa formal-oprasional (11;0-dewasa) Masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berfikir abstrak dan hipotetis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi. Dia bisa mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan. Sehingga anak sudah bisa berfikir sistematik terhadap hal-hal yang abstrak dan hipotesis (Gunarsa,1990:146). Dalam tahapan yang diuraikan
oleh jean pieget ada tahapan
perkembangan yang dicapai anak dengan waktu yang berbeda tetapi anak selalu melalui tahapan yang berurutan, karena itu pieget tidak terlalu menjelaskan tentang umur sehingga terkesan tidak jelas dalam mendeskripsikan tahapannya. Dalam pemikiran pieget juga dapat dibedakan proses perkembangan moral anak dari tahap heteronomi (0-6 tahun) dan tahap autonomi (7-12 tahun). Dari segi yang lain perkembangan moralitas anak bertingkat dari unilateral (rasa hormat secara sepihak yang diberikan kepada otoritas
35
orang dewasa yang dianggap sebagai pembuat kode moral) dan aspek respect timbal balik. Konsep heteronomi menunjukkan ketundukan anak pada aspek luar (subjek pendidikan) yang penentu kode moral, sedangkan autonomi adalah pemikiran kritis terhadap peraturan yang melingkupi tahap heteronomi anak melihat peraturan sebagai sesuatu yang sakral dan ketaatan mutlak pada peraturan sangat ditekankan dalam pelaksanaan. Tahap autonomi merefleksikan timbulnya rasa hormat (patuh) terhadap peraturan dengan kritis dan pelaksanaannya dapat terwujud sesuai dengan tata cara yang digariskan (islamiyah, 2009:12). 2. Teori Lawrence Kohlberg Menurut Kolhberg pendidikan dalam keluarga merupakan persiapan yang pertama yang baik sekali bagi perkembangan moral anak, namun juga sangat terbatas dalam hal semangat disiplin anak. Hal yang sangat esensial dalam hal disiplin anak yaitu rasa hormat terhadap peraturan nyaris tidak berkembang dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang hubungannya mereka tidak dikendalikan oleh aturan umum apapun dan tidak akan berubah. Relasi antaranggota biasanya dalam suasana
kebebasan tetapi dalam setiap keadaan anak
selalu belajar menghormati aturan, seperti anak selalu berusaha mengerjakan tugasnya karena itu merupakan kewajiban. Masa belajar disiplin biasanya lebih maksimal dalam lingkungan sekolah. Disiplin juga
36
akan mempengaruhi perkembangan moral anak karena disiplin termasuk moralitas (1925:146). Moral anak sangat dipengaruhi dengan kondisi keluarga yang dihadapi sehari-hari. Dalam beberapa kasus keluarga seorang ayah atau ibu berusaha menyembunyikan sifat-sifat buruk yang dimiliki agar anak mempunyai moral yang baik, padahal anak selalu belajar dengan kondisi sekitar/lingkungan sehingga karakter anak mengikuti lingkungan yang dihadapi. Implememtasi disiplin secara tegas terjadi dalam lingkungan sekolah karena dalam kondisi sekolah aturan harus dipatuhi sehingga setiap anak mau tidak mau harus mengikuti aturan yang ada. Hal tersebut membuat disiplin anak mulai berkembang dari keterpaksaan menjadi hal yang biasa. Kolhberg mengemukakan proses perkembangan moral dalam 6 tahapan yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Tahap perkembangan ini ada 3 tingkat yang berurutan, masing-masing dari tahapan ini mempunyai 2 tahapan sehingga jumlah keseluruhan ada 6 tahap. Tahapan menurut kolhberg ini sebagai berikut: Tingkat pertama: Pra konvensional Tahap 1: Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu-gugat. Anak harus selalu mengikuti aturan tersebut kalau tidak mengikuti aturan yang ada, maka anak harus siap dengan hukuman yang akan dihadapi.
37
Tahap 2: Relativistik hedonism Pada tahap ini, anak tidak lagi tergantung pada aturan di yang ada di luar dirinya, atau ditentukan orang lain. Anak sudah sadar bahwa setiap kejadian mempunyai ketergantungan terhadap kebutuhan. Relativisme ini bergantung pada kebutuhan dan kesenangan seseorang (hedonistik). Orientasinya jelas egotistic, misalanya seseorang mencuri ayam untuk dimakan karena orang tersebut kelaparan. Perbuatan ini dianggap sebagai perbuatan yang bermoral meskipun perbuatan mencuri itu sendiri diketahui sebagai perbuatan yang salah, perbuatan mencuri dikatakan salah karena merugikan orang lain sehingga orang yang mencuri harus mendapatkan hukuman. Dalam kedua tahap ini, pada tahap kedua anak mulai memikirkan orang lain sehingga memikirkan dampak yang terjadi pada suatu permasalahan. Tingkat kedua: Konvensional Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik Pada masa ini anak mulai memasuki belasan tahun, anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Masyarakat yang menentukan apakah perbuatan seseorang itu dinilai baik atau tidak baik. Masyarakat menilai baik ketika perbuatan anak tersebut sesuai dengan harapan masyarakat, sebaliknya jika dinilai tidak baik ketika anak tersebut berkelakuan yang tidak sesuai dengan lingkungan masyarakat. Karena itu kalau ingin diterima dalam
38
lingkungan masyarakat maka harus memperlihatkan perbuatan yang baik atau sesuai dengan harapan masyarakat. Tahap 4: Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas Pada tahap ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar diterima oleh lingkungan masyarakat, melainkan bertujuan agar ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma yang ada dalam masyarakat, sehingga tidak akan timbul kekacauan karena semua anak berjalan pada perbuatan yang bermoral. Pada tahap ini perbuatan moral timbul dari dalam dirinya sendiri bukan karena pengaruh orang lain. Karena baik buruknya norma sosial yang akan dihadapi berpengaruh dengan dirinya sendiri atau akan ikut merasakan dampak dari perbuatan itu. Pada tingkatan kedua ini anak mulai memahami moral sehingga akan menjadikan moral sebagai landasan berfikir mereka dalam bertindak. Hal ini disebabkan karena tuntutan individu yang harus tetap bertahan dalam lingkungan masyarakat, perbuatan yang awalnya terpaksa sebagai tuntutan agar diterima dalam masyarakat menjadi kebiasaan yang harus dilakukan. Dari proses terpaksa yang menjadi kebutuhan membuat anak ingin tetap berada dalam perbuatan moral sehingga akan ikut menciptakan kondisi masyarakat yang aman. Tingkat ketiga: Anu konvensional Tahap 5: Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial
39
Pada tahap ini ada hubungan timbal-balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan perbuatan yang sesuai dengan norma-norma sosial karena sebaliknya lingkungan masyarakat atau sosial akan memberikan perlindungan kepadanya. Suatu hukuman yang mengatur tata kehidupan manusia agar manusia hidup dalam keserasian. Antara seseorang dengan masyarakat seperti ada perjanjian ketika seseorang itu berbuat baik maka masyarakat juga akan berbuat baik pada orang tersebut. Tahap 6: Prinsip universal Pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subyektif. Dalam perjanjian dengan masyarakat mempunyai unsur-unsur subyektif yang menilai perbuatan bermoral atau tidak bermoral. Subyektivitas ini tentu diartikan bahwa ada perbedaan penilaian antara seseorang dengan orang lain. Dalam hal ini unsur etik yang akan menentukan apa yang baik dilakukan atau sebaliknya. Di samping prinsip pribadi juga ada norma etik(kata hati) yang merupakan prinsip universal sebagai sumber dalam menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas (Gunarsa, 1990:199). Teori perkembangan moral anak yang dikemukakan oleh Kolhberg ini seperti halnya Pieget yang menunjukkan bahwa sikap tumbuh kembang moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran dari kebiasaan melainkan tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anakanak. Anak memang berkembang melalui interaksi sosial tetapi interaksi
40
ini mempunyai corak yang khusus dimana faktor pribadi, faktor anak dalam bentuk aktivitas ikut berperan dalam perkembangan moral. 3. Teori Imam Al-Ghazali Al-Ghazali berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan membawa fitrah yang seimbang dan sehat. Kedua orang tuanya yang harus memberikan moral dan agama sehingga anak akan terisi dengan sifat-sifat baik. Sifat-sifat yang ada pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi sifat pada anak baik itu sifat positif maupun negatif. Corak hidup pada anak dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Ketika dilahirkan keadaan tubuh anak belum sempurna, keadaan ini diatasi dengan latihan dan pendidikan yang ditunjang dengan makanan, sehingga anak akan terbentuk dengan moral dan fisik yang baik. Jadi anak melalui proses perkembangan latihan atau respon untuk menyempurnakan fisiknya dan melalui kebiasaan dengan lingkungan masyarakat untuk perkembangan moralnya sehingga menjadi anak yang berakhlak. Menurut Al-Ghazali upaya dalam mengembangkan akhlakul karimah (akhlak mulia) anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan: a. Menjauhkan anak dari pergaulan yang tidak baik b. Membiasakan untuk bersopan santun c. Memberikan pujian pada anak yang melakukan amal saleh d. Membiasakan mengenakan pakaian yang bersih dan rapi e. Mencegah anak untuk di siang hari hari
41
f. Menganjurkan mereka untuk berolah raga g. Menanamkan sikap sederhana h. Mengizinkannya bermain setelah belajar Al-Ghazali juga memaparkan pemahaman perkembangan anak, sebagai berikut: 1. masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan 2. pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan anak 3. pengetahuan tentang perkembangan anak dapat membantu mereka mengembangkan diri, dan memecahkan masalah yang dihadapinya. 4. melalui pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dapat diantisipasi dengan berbagai upaya untuk memfasilitasi perkembangan tersebut baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah (Yusuf, 2006:10). Dalam teori imam Al-Ghazali ini tidak menjelaskan dengan jelas mengenai tahapan perkembangan moral pada anak, tetapi ada proses perkembangan yang dapat ditarik kesimpulan bahwa anak berkembang dangan pengaruh yang kuat dari lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Tetapi proses yang pertama yang anak lewati adalah pendidikan belajar dari tubuh atau respon pada tubuh. Dari 3 teori di atas yaitu teori Jean Pieget, Lawrence Kolhberg dan Imam Al-Ghazali ini dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan moral anak
42
dipengaruhi oleh lingkungan sosial, sehingga moral anak akan terbentuk dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada lingkungan anak. 5. Isi Pendidikan Moral Sikap-sikap yang khas memperlihatkan kepribadian moral / isi dari pendidikan moral antara lain adalah: a. Berbuat baik Orang tua juga harus mengusahakan dan memberikan pengertian kepada anak dalam berperilakunya. Ini semua dilakukan agar anak tidak terjerumus dan ikut-ikutan dalam perbuatan yang negatif. Sesuai firmanNya QS. Luqman (31) : 17. H w Nُ yَُـF Wِ Qِ َة أRTwe[ْ اEYُ ف وَأ ِ ْوEُ ~ْ hَ [ْـPِB َM ْـc? وَأ ِ@ َ Eِ َ Nْ hُ ْ ا[ْـEyِ U ْ وَأATَ@ l َ Bَ PَUَأY ن ط w إl َ [ِ?ْ ذYِ @ْ ِم َ ْ ِرRYُ pْا Artinya: “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar
dan
bersabarlah
terhadap
apa
yang
menimpa
kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. Allah juga berfirman dalam surat yang lain yaitu QS. al-Tahrim (66): 06, Dia menyerukan kepada orang-orang beriman untuk menjaga keselamatan keluarganya dari api neraka. PَdFّ F ? َ Fْ kِ [ْ ْا اRNُYَ ْ أRQُ ْWُ ـَـfُ_ ْـcَْ اWُ Vْ ِــTرًا َوَا ْهPَc Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
43
Untuk mendapatkan anak yang mempunyai perilaku baik tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi orang tua harus mempersiapkan diri untuk mendidik anak dengan maksimal. b. Kejujuran Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat maju selangkahpun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti tidak seia-sekata dan itu berarti kita belum sanggup untuk mengambil sikap yang lurus. Orang yang tidak lurus tidak mengambil dirinya sendiri menjadi titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan diharapkan orang lain. Ia bukan tiang, melainkan apa yang diperkirakan diharapkan oleh orang lain. Ia bukan tiang, melainkan bendera yang mengikuti segenap angin. Bersikap jujur merupakan keutamaan moral. Jujur terhadap orang lain memiliki 2 arti yaitu: a) Sikap terbuka Terbuka disini bukan berarti setiap pertanyaan orang lain kita jawab selengkapnya atau orang lain harus mengetahui apa yang kita fikirkan. melainkan, bahwa kita memunculkan eksistensi kita sesuai dengan apa yang kita yakini dan menjadi diri sendiri. Kita juga tidak menyembunyikan diri kita yang sebenarnya dari orang lain sehingga tidak ada penyesuaian kepribadian dengan harapan orang lain.
44
Contohnya: seorang anak memberikan sebagian makanan/jajanan mereka karena keinginan berbagi dengan teman-teman mereka bukan karena perasaan takut atau malu dengan orang lain. Dalam contoh tersebut bisa diambil kesimpulan sikap moral untuk berbagi atau memberikan pengorbanan tanpa pasang kedok untuk dikira orang baik. Kalaupun memang kita tidak bisa berbagi, kita bisa menolaknya dengan sopan dan tenang. b) Bersikap wajar (fair) Bersikap fair yang dimaksud dia memperlakukannya menurut standart-standart yang diharapkannya dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Dia menghormati hak orang lain, menetapi janji yang dia ucapkan, tidak dalam posisi orang yang menuntut orang lain. Dia selalu bertindak sesuai kata hatinya dan hal yang dilakukan tidak pernah bertengtangan dengan kata hati dia. Contohnya: jika berjanji akan selalu berusaha untuk melaksanakan tanpa paksaan orang lain/tuntutan pihak manapun, jika sebelum berjanji dia yakin tidak bisa berjanji maka dia tidak akan berjanji, sehingga mengikuti kata hati. Orang yang tidak jujur akan selalu diselimuti rasa bersalah. Karena dia selalu berusaha lari dari orang lain yang ditakuti sebagai ancaman, dan berusaha lari dari dirinya sendiri karena tidak berani menghadapi kenyataan
yang
sebenarnya.
Kejujuran
sangat
membutuhkan
keberanian, karena orang yang tidak berani tidak mungkin dia dapat
45
bersikap jujur. Keberanian itu dapat dikatakan karena orang yang jujur, sedangkan orang yang jujur adalah orang yang berani melepas kedokkedok yang dipasang untuk menunjukkan kesempurnaan. Kita berani terpisah dari kebohongan, tameng ketakutan kita. Karena kejujuran maka kita akan mendapatkan beberapa manfaat seperti, kekuatan batin yang bertambah, meskipun terlihat lemah tapi kita kuat/tegar, dan kita tidak akan cepat patah semangat. c. Nilai-nilai otentik Otentik berarti asli, manusia yang otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan aslinya/sebenarnya. Sedangkan manusia yang tidak otentik adalah manusia yang dipengaruhi dari luar, yang segala-galanya menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau orang yang seakan-akan tidak mempunyai kerpibadian sendiri melainkan terbentuk oleh peranan yang ditimpakan kepadanya oleh masyarakat. Contohnya: seorang mahasiswa yang bila di kampus menjadi mahasiswa yang kritis dan “pemberontak” penindasan tetapi jika sampai pada lingkungan masyarakat dia menjadi orang yang biasa saja atau menerima adanya. Hal ini menunjukkan ke tidak otentikan pada diri orang tersebut. d. Kesediaan untuk bertanggung jawab
46
Kejujuran
sebagai
kualitas
dasar
kepribadian
moral
menjadi
operasional dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan kesediaan bertanggung jawab adalah: a) kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas
yang
membebani
kita,
kita
merasa
terikat
untuk
menyelesaikannya. b) Bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu itu boleh atau tidak. Sedangkan sikap bertanggung jawab merasa terikat pada hal yang dinilai perlu. Seperti para siswa yang istirahat pada jam sekolah, karena memang saat itu jam untuk istirahat. c) Wawasan orang yang bertanggung jawab maka tidak terbatas. Orang yang bertanggung jawab tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan perhatiannya. Seperti jika dia melihat ada sebuah kecelakaan dia tidak lantas pergi melainkan memanggil polisi atau ambulance untuk berusaha membantu. d) Kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta,
dan
untuk
memberikan
pertanggungjawaban
atas
tindakan-tindakannya, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kesediaan untuk bertanggung jawab merupakan kepribadian moral yang tanda kekuatan batin yang sudah mantap. e. Kemandirian moral
47
Kemandirian moral berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak moral sesuai dengan dirinya sendiri. Kemandirian moral dapat ditunjukkan dengan sikap yang tidak dapat dibeli dengan mayoritas. f. Keberanian moral Sikap mandiri pada hakekatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu penilaian moral. Kemandirian moral menunjukkan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban walaupun tidak disetujui oleh masyarakat. Orang yang berani secara moral maka akan membuat pengalaman yang menarik. setiap kali berani mempertahankan sikap yang diyakini akan merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, dalam arti bahwa akan semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu yang mencekam. g. Kerendahan hati Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral terbatas. Jadi bahwa penilaian kita masih jauh dari sempurna karena hati kita belum jernih. Oleh karena itu kita tidak akan memutlakkan pendapat moral kita. Dengan rendah hati kita
48
betul-betul bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat orang lain, bahkan untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri. Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru prasyarat kemurnian. Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan, bahwa moral kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan bahwa kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri dalam dialog kritis (Suseno, 1987:141). Itulah beberapa isi ajaran moral yang seharusnya disampaikan pada anak. Walaupun dengan konteks yang berbeda tapi orang tua sering menyampaikan dengan arti yang sama. 6. Karakteristik Anak Dalam Setiap Fase Perkembangan Menurut Zakiyah Daradjat dalam ilmu jiwa agama, perkembangan anak sebagai berikut: a. Usia Kanak-kanak
0 - 6 tahun
b. Usia Anak-anak
6 – 12 tahun
c. Usia Remaja
13 – 16 tahun
d. Usia Dewasa
17 – 21 tahun
Dalam penelitian ini difokuskan pada ada fase perkembangan anak pada masa 6-12 tahun ketika sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku anak sehingga anak akan mencerminkan kondisi moral dalam dirinya. Dalam setiap fase perkembangan pada anak mempunyai ciri-ciri dan
49
keistimewaan masing-masing, ciri-ciri tersebut bisa dilihat pada setiap fase perkembangan di bawah ini: a. Usia Kanak-kanak 0 - 6 tahun Pendidikan keagamaan dan kepribadian sudah mulai sejak anak dalam kandungan, apa yang dilakukan oleh ibu ketika mengandung dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak yang akan lahir. Perkembangan moral anak sebelum sekolah terjadi secara tidak formil dalam keluarga, setiap perbuatan yang ada di depannya sebagai bahan ajar anak. Perbuatan yang ada di lingkungan anak secara terus-menerus itu akan menjadikan anak semakin dapat meniru perbuatan yang diciptakan oleh ayah maupun ibu, sehingga anak tidak akan jauh dari perbuatan sehari-hari yang dilakukan orang tua dalam lingkungan keluarga. Orang tua harus hati-hati dalam bersikap di depan anak karena ke mana arah sikap moral anak ditentukan pada sikap moral lingkungan keluarga. b. Usia Anak-anak
6 – 12 tahun
Pada fase ini anak sudah masuk sekolah dasar dengan membawa bekal agama dan moral dalam dirinya yang dia dapat dari orang tuanya dan gurunya di taman kanak-kanak. Jika didikan agama dan moral anak yang diperoleh dari orang tua di rumah sejalan dengan dengan guru di taman kanak-kanak, maka anak saat masuk sekolah dasar sudah membawa moral yang serasi tapi kalau berbeda maka anak akan merasa bingung dan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semakin besar anak akan
50
semakin bertambah fungsi agama bagi anak seperti ketika anak berumur 10 tahun ke atas maka agama memiliki fungsi moral dan sosial bagi anak. c. Usia Remaja
13 – 16 tahun
Setelah si anak melalui umur 12 tahun, berpindah dari masa kanakkanak yang terkenal tenang dan tidak suka debat. Pertumbuhan jasmani yang cepat menimbulkan kecemasan pada remaja sehingga menimbulkan kegoncangan emosi pada anak remaja. Nilai-nilai agama dan moral bisa juga mengalami kegoncangan pada masa ini. d. Usia Dewasa
17 – 21 tahun
Batas perkembangan moral anak dalam tahapan sebenarnya tidak tajam, masa remaja akhir ini dapat dikatakan anak pada masa ini dikatakan sempurna dari segi jasmani dan kecerdasan termasuk moral pada anak sudah terbentuk menjadi karakter yang kuat (Daradjat, 1993:109). B. KELUARGA SINGLE PARENT 1.
Pengertian Keluarga Single parent Pengertian keluarga dapat disimpulkan dari berbagai pendapat paea
ahli dibawah ini: •
F.J. Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologis. Keluarga dapat diartikan dua macam yaitu (a) dalam arti luas keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan maupun yang ada hubungan dengan “clan” atau marga, dan (b) dapat arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak.
51
•
Maciver menyebutkan lima ciri khas keluarga yang umum seperti (a) hubungan berpasangan dari dua jenis (b) perkawinan atau bentuk ikatan lain yang mengokohkan hubungan tersebut, (c) pengakuan akan keturunan, (d) kehidupan ekonomis yang dinikmati bersama, dan (e) kehidupan berumah tangga.
•
Sudardja Adiwikarta dan Sigelman & Shaffer berpendapat bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal (Yusuf, 2001:36). Single parent adalah orang tua satu-satunya (Poerwodarminto,
1976:132). orang tua satu-satunya dalam konteks ini adalah keluarga dengan orang tua tunggal sehingga dalam mengasuh dan membesarkan anak-anaknya sendiri tidak dengan bantuan pasangannya, karena istri atau suami mereka meninggal dunia atau sudah berpisah/cerai. Jadi keluarga single parent adalah hubungan perkawinan, karena ada beberapa sebab tertentu menjadikan orang tua tunggal. Dalam penelitian ini difokuskan pada orang tua tunggal (single parent) karena telah ditinggal meninggal maupun cerai oleh pasangannya. Orang tua tunggal bisa dikarenakan perceraian atau salah satu ada yang meninggal, sehingga memaksa istri atau suami untuk bertugas sendiri dalam mendidik anak, dalam keluarga single parent memiliki serangkaian masalah yang tidak sama dengan keluarga yang utuh. Hal ini kita kembalikan pada fungsi keluarga yaitu memaksimalkan peran orang tua dalam pembentukan kepribadian, potensi dan moral pada anak. Karena sesungguhnya anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan membawa potensi masing-masing, tugas
52
orang tua adalah memberikan kebaikan pada anak sehingga anak juga akan terbentuk menjadi anak yang baik. 2.
Faktor Penyebab Menjadi Orang tua Tunggal (single parent) Orang tua tunggal tidak terjadi begitu saja, melainkan karena beberapa
sebab yang menjadikan orang tua tunggal tersebut harus mendidik anak tanpa bentuan pasangannya. Penyebab terjadinya orang tua tunggal dalam penelitian ini hamya dibagi menjadi dua sebab, yaitu: a. Perceraian Menurut kamus besar bahasa indonesia perceraian sendiri memiliki arti perpisahan dan keluarga memiliki arti hubungan darah karena ikatan pernikahan. Sehingga perceraian keluarga dapat diartikan bahwa berpisahnya hubungan seseorang yang melalui ikatan pernikahan (Purwodarminto,1982:180). Dalam referensi lain dapat didapat pengertian lain yaitu perceraian adalah berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri (Syarifuddin, 2006:189). Jika dilihat dari sudut hukum islam perceraian merupakan perbuatan yang halal yang paling dibenci Allah SWT, seperti dalam hadis Nabi riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Ibnu Umar yang mempunyai arti “perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian”.
53
Hal ini disebabkan karena perceraian sangat bertentangan dengan tujuan perkawinan yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia untuk selamanya. Perceraian juga mempunyai dampak yang negatif terhadap mantan suami atau istri dan yang paling mendapatkan dampaknya adalah anak dalam kasus perceraian (Zuhdi, 1996:17). Al-Qur’an menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami istri yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga itu bermula dari tidak berjalannya aturan yang ditetapkan Allah bagi kehidupan suami istri dalam bentuk hak dan kewajiban yang harusnya dipenuhi kedua belah pihak. Allah menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan dalam menghadapi kemelut rumah tangga sehingga tidak terjadi perceraian. Karena dampak negatif perceraian yang sangat banyak maka perceraian hanya boleh dilakukan ketika keadaan sudah terpaksa atau karena kemelut rumah tangga yang sudah sangat gawat, beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga tersebut tidak berhasil terselesaikan. Dalam keadaan keluarga yang seperti itu islam memberikan jalan keluar yaitu perceraian. Faktor perceraian dapat terjadi dengan alasan seperti dalam ayat (2) UU Perkawinan pasal 39 yang dijelaskan dengan rinci dalam PP pada pasal 19 : a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit di sembuhkan.
54
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman berat yang dapat membahayakan pihak yang lain. d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya suami istri. f) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga (Syarifuddin, 2006:228). Berbagai permasalahan tersebut sangat masuk akal ketika terjadinya perceraian karena adanya pihak yang dirugikan. Ketakutan akan adanya masalah yang lebih parah, maka pada keluarga bermasalah memilih untuk mengakhiri pertalian pernikahan sehingga bisa mengakhiri semua kemelut yang dihadapi, dengan harapan akan bisa hidup lebih baik lagi. Apalagi di kondisi yang semakin praktis yang dipenuhi banyak godaan hidup ini, sangat berpengaruh kepada penyelesaian masalah juga dengan tidak mau ambil pusing banyak hal, yang mengakibatkan perceraian terjadi. Dampak pada kebanyakan anak dalam perceraian digambarkan beberapa ahli adalah anak akan cenderung berperilaku nakal, mengalami
55
depresi, melakukan hubungan seksual secara aktif dan kecenderungan terhadap obat-obatan terlarang (yusuf, 2001:44). b. Meninggal Dunia Kematian salah satu orang tua secara tiba-tiba membuat anggota keluarga terguncang hebat. Musibah itu sering menimbulkan kesedihan, rasa berdosa dan jengkel yang menyedihkan. Perasaan duka adalah hal yang wajar, orang tuanya lah yang meyakinkan anak dengan sikap empati sambil mengarahkan pikiran anak agar dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan. Untuk kasus meninggalnya salah satu orang tua, maka orang tua yang masih ada jangan terlalu cepat dalam memutuskan untuk mencari pasangan hidup, karena anak membutuhkan simpati yang tulus dari orang tua (Balson, 1996:163). Pada kondisi anak ditinggal salah satu orang tuanya karena kematian, berbeda dengan anak karena kasus perceraian. Tetapi para orang tua tunggal harus memili peran yang maksimal dalam mendidik moral anak agar anak bisa tumbuh dan berkembang dengan moral yang baik. 3.
Tehnik kehidupan keluarga untuk single parent Untuk semua bentuk keluarga dengan orang tua tunggal atau single
parent, ada beberapa tehnik khusus yang dapat digunakan untuk semua bentuk kehidupan keluarga. Menrut baruth memberi saran sebagai berikut: a. Bersikap jujur kepada anak tentang kondisi penyebab menjadinya orang tua tunggal.
56
b. Bila situasinya menyangkut masalah perceraian maka yakinkanlah anak tidak akan memilkul beban tanggung jawab apapuntentang putusnya hubungan orang tua. c. Jujurlah pada diri sendiri karena hal itu akan menunjukkan pada anak bahwa perasaan adalah hal yang penting. d. Usahakan memberikan keadaan dan lingkungan yang serupa karena akan memberikan kondisi yang aman dan nyaman pada anak. e. Jangan mencoba menjadi ibu sekaligus ayah pada anak, berusahalah menciptakan keluarga yang team work. f. Jika dalam keadaan sudah bercerai, sadarilah bahwa kehidupan suami istri telah selesai jangan memberi harapan pada anak akan rujuk. g. Anak-anak
harus
diyakinkan
bahwa
mereka
akan
tetap
disayang/dicintai, diperhatikan dan dibantu dalam kehidupan. h. Anda tidak boleh menggunakan anak-anak untuk usaha melakukan tawar menawar dengan pasangan anda. i. Mencari nasihat orang tua tunggal lainnya (Balson, 1996:159). 4.
Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga Single parent Pendidikan moral anak sangat tergantung pada peran orang tua dalam
mendidik anak, pada dasarnya anak tidak tahu mana yang baik dan buruk kecuali orang tua yang membentuk mereka menjadi anak yang bermoral, sehingga mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Peranan kedua orang tua dalam pendidikan sangatlah besar pengaruhnya dalam memotivasi
57
pendidikan anak sangat penting dan menentukan. Jika kedua orang tua memberi teladan dalam kebaikan dan memperhatikan pendidikan anak, juga berusaha mengiringi langkah anak dengan akhlak yang mulia, serta menjauhkan mereka dari segala akhlak yang buruk, maka hal itu akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam jiwa anak-anak. Karena anakanak cenderung mengidamkan jiwa kepahlawanan. Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seseorang lahir sampai mati. Keluarga atau masyarakat terkecil merupakan tempat pertama dan utama pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Karena sebelum anak menerima bimbingan dari sekolah, ia lebih dahulu memperoleh bimbingan dari keluarganya, terutama ibu bapaknya. Pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi pembentuk watak kepribadian anak. Dalam kehidupan kesehariannya, anak banyak berkumpul dengan keluarga. Segala tingkah laku orang tua terutama orang tuanya akan ditiru oleh anak, sebab anak merupakan peniru yang ulung. Bila obyek peniruannya jelek, orang tua tidak memberikan kasih sayang yang memadai dan tidak memberikan teladan yang baik, serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap kedua orang tuanya akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik, saling menghormati, menyayangi, jalinan yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat masa bodoh, selalu memberikan contoh yang bernuansa ajaran
58
islami, maka semua itu akan tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa akan meniru segala perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore hari. Maka jika para orang tua tunggal (single parent) menginginkan anak mereka mempunyai moralitas yang baik, maka didiklah anak dengan maksimal dan selalu memberikan kondisi yang mencerminkan kehidupan yang bermoral.
59
BAB III PAPARAN DATA DAN PENEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Letak dan Keadaan Geografis Desa Kadirejo memiliki Luas wilayah 333 Ha, daerah yang sangat cocok untuk profesi pertanian ini dipadati oleh jumlah penduduk sebanyak 3.828 penduduk dengan rincian laki-laki 1.773 orang dan perempuan 2.055 orang yang menetap di 8 dusun dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 917. untuk batas wilayah desa Kadirejo kecamatan Pabelan kabupaten Semarang adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara
: Desa Truko Kec. Bringin
b. Sebelah selatan
: Desa Gelawan
c. Sebelah barat
: Desa Bejaten & Giling
d. Sebelah timur
: Desa Semowo
2. Keadaan Penduduk Adapun keadaan penduduk Ds. kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang dapat di lihat dari data Demografi pada bulan juli 2010 di bawah ini yang sudah dapat di pahami dengan tabel-tabel klasifikasi di berikut ini:
60
TABEL I JUMLAH PENDUDUK MENURUT USIA NO
KELOMPOK UMUR
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
(TAHUN) 1
0<1
55
48
103
2
1>5
113
91
204
3
6-10
149
152
301
4
11-15
106
234
340
5
16-20
135
148
283
6
21-25
215
193
408
7
26-30
211
215
426
8
31-40
315
328
643
9
41-50
226
275
501
10
51-60
122
199
321
11
60 keatas
126
172
298
1.773
2.055
3.828
JUMLAH
Suasana yang tergambar pada masyarakat Ds. kadirejo kec. Pabelan kab. Semarang bisa di bilang religius dan sangat ramah. Mayoritas penduduk memeluk agama islam hal ini tergambar bahwa pemeluk agama islam mencapai 3. 738 dari 3. 828 penduduk. Data lengkapnya dapat di lihat di tabel di berikut ini :
61
TABEL II JUMLAH PENDUDUK MENURUT AGAMA NO
KELOMPOK AGAMA
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1.732
2.006
3. 738
1
Islam
2
Kristen
2
6
8
3
Katolik
20
21
41
4
Hindu
-
-
-
5
Budha
19
22
41
6
Khonghucu
-
-
-
1.773
2.055
3.828
JUMLAH
Kebanyakan pendidikan para penduduk sampai tamat SLTP tetapi hal ini tidak menjadikan Ds. kadirejo kec. Pabelan kab. Semarang menjadi tempat yang primitif terhadap dunia luar atau gagap teknologi karena penduduk yang berpendidikan di atas SLTA juga masih banyak. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat di tabel di bawah ini : TABEL III JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDIDIKAN (Umur 5 Tahun Keatas) NO
JENIS PENDIDIKAN
LAKI-
PEREMPUAN
JUMLAH
LAKI 1
Tidak Sekolah
94
122
216
2
TK/Play Group
36
35
71
62
3
Belum Tamat SD
224
243
467
4
Tidak Tamat SD
134
173
307
5
Tamat SD
362
371
733
6
Tamat SLTP
415
647
1.062
7
Tamat SLTA
436
386
822
8
Tamat akademik/Diploma
34
47
81
9
Sarjana keatas
38
31
69
1.773
2.055
3.828
JUMLAH
Mata pencaharian utama penduduk Ds. kadirejo kec. Pabelan kab. Semarang adalah sebagai petani tetapi hal ini lantas tidak membuat penduduk semua menjadi seorang petani karena masih banyak keberagaman profesi yang di anggap mereka paling tepat sebagai mata pencaharian. Hal ini lebih bisa di pahami melalui tabel di bawah ini : TABEL IV JUMLAH PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN NO
JENIS PEKERJAAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
PNS
33
29
62
2
TNI
2
-
2
3
Polri
1
-
1
4
Pegawai Swasta
55
63
118
5
Pensiunan
16
18
34
63
6
Pengusaha
13
9
22
7
Buruh Bangunan
85
12
97
8
Buruh Industri
58
65
123
9
Buruh Tani
113
227
340
10
Petani
364
289
653
11
Peternak
13
-
13
12
Nelayan
-
-
-
13
Lain-Lain
525
776
1.301
1.278
1.488
2.766
JUMLAH
Tabel di bawah ini menjelaskan tentang jumlah keluarga secara lebih rinci di bidang administratif : TABEL V JUMLAH KEPALA KELUARGA NO
URAIAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN JUMLAH
1
Jumlah Kepala Keluarga
811
106
917
2
Keluarga yang sudah
805
97
902
6
9
15
mempunyai KK 3
Keluarga yang belum Mempunyai KK
Jumlah single parent sampai pada data demografi Ds. kadirejo kec. Pabelan kab. Semarang saat ini mencapai 124 orang janda maupun duda. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat di tabel berikut ini :
64
TABEL VI JUMLAH SINGLE PARENT NO
NAMA DUSUN
JUMLAH SINGLE PARENT
1
BUNGAS
10
2
DALEMAN
9
3
DAMPYAK
12
4
DEMANGAN
2
5
GAYAM
37
6
GELANGAN
7
7
NGABLAK
35
8
WONOLELO
12
JUMLAH
124
3. Struktur Pemerintahan Struktur pemerintahan Ds. kadirejo, kec. Pabelan kab. Semarang adalah sebagai berikut : Kepala Desa
: Suko Handayani
Sekretaris Desa
: Ristyawan TP
Kasi Keuangan
: Wisnu A.B
Kasi Umum
: Sunarti
Kaur Pemerintahan
: Edi Supratman
Kaur Pembangunan
: Ali Tamziz
Kaur Kemasyarakatan : Asruri
65
Kadus Gelangan
: Istanto
Kadus Gayam
: M. Makhsin
Kadus Dampyak
: Jarwo
Kadus Demangan
: Makhasin
Kadus Bungas
: Sujarwo
Kadus Wonolelo
: Trimo Aminudin
Kadus Daleman
: Purjiyo
Kadus Ngablak
: Sutardi
B. Deskripsi Pendidikan Moral Anak Subyek penelitian yang diteliti adalah: a. Seorang yang sudah menikah kemudian ditinggal salah satu pasangannya karena pasangannya meninggal dunia atau bercerai b.
Memiliki anak yang berumur 6-12 tahun, dan penelitiannya di Ds. kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang tahun 2010. Dari berbagai keluarga single parent yang berada di Ds. kadirejo kec.
Pabelan kab. Semarang bulan juli 2010 adalah 124, dan yang memiliki ciriciri yang sesuai dengan kriteria yang diteliti adalah 16 keluarga single parent maka peneliti mengambil 11 keluarga single parent untuk diteliti. Jadi daftar subyek penelitian yang berhasil untuk di teliti adalah sebagai berikut dengan tanpa nama asli (nama di inisialkan) sebagai bentuk penghormatan peneliti terhadap subyek penelitian. Adapun daftar subyek penelitian yang memenuhi untuk di teliti adalah :
66
TABEL VII Daftar Subyek penelitian NO
NAMA
UMUR
JENIS KELAMIN
1
AY
35
Perempuan
2
ESM
35
Perempuan
3
HS
45
Laki-Laki
4
KM
32
Perempuan
5
MN
42
Laki-Laki
6
NY
40
Perempuan
7
PR
40
Perempuan
8
RT
46
Perempuan
9
SG
40
Laki-Laki
10
SP
40
Perempuan
11
YA
34
Perempuan
Hasil dari proses wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1) Ibu AY (35 tahun) Ibu AY adalah seorang single parent yang masih berdomisili di Ds. kadirejo kec. Pabelan kab. Semarang. Penyebab AY menjadi seorang single parent adalah karena AY yang sekarang berumur 35 tahun ini bercerai dengan suaminya, meskipun sebenarnya perceraian bukan penyelesaian masalah yang tepat, tetapi pada saat itu yang terpintas untuk
67
mengakhiri permasalahan yang ada hanya kata perpisahan AY dengan suaminya. Tetapi perceraian tidak membuat ibu 2 orang anak ini untuk pasrah pada kehidupan, karena IN (11 tahun) dan AD (6 tahun) selalu menanti tangan lembut AY untuk selalu mengasihi setiap waktu. Awalawal perceraian menjadi hari yang berat untuk keluarga single parent AY karena yang biasanya AY mempunyai suami yang bisa berbagi semuanya harus mengurus 2 buah hatinya sendirian. Dari mulai kegiatan sebagai kepala rumah tangga sampai memaksa AY menjadi kepala keluarga. Kesibukan ganda AY tidak membuat AY lupa tugas utamanya mendidik anak karena AY sangat yakin bahwa anak itu adalah titipan Allah SWT yang harus di jaga sebaik-baiknya. Karena pada sebuah hadist telah disebutkan bahwa orang tua yang membentuk anak menjadi apa ketika anak itu telah dewasa. Seperti hadist di bawah ini : CB FEة أHIH هML رO اQPB لSR: لSR لVU رO اFXW O اQYXB [XU وC\S\ دV]V\ _]` اVI FXB ةHba]ا. eاVEdc QgداVfI QgاHhPI وQgSkjiIو. –(e[ رواXــk\)– Artinya: “Dari Abu Hurairah Rasulullah saw. Bersabda: Tidak ada anak kecuali dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau me-majusikannya. (HR. Muslim). Dengan keyakinan yang kuat itu maka AY bertekad akan mendidik anaknya sebaik-baiknya. Seperti pernyataan AY berikut :
68
“Anak adalah titipan Allah SWT, saya akan berusaha menjadikan dia anak yang sholeh dan sholikhah yang nantinya dapat membanggakan meskipun saya sebagai seorang janda “ (AY, 14-08-2010). Peran ganda yang AY tidak dapat menghambat pendidikan moral yang AY ciptakan di lingkungan keluarga setiap hari. Setiap sehabis kerja sebagai buruh, AY selalu meluangkan waktunya untuk berbincangbincang pada kedua anaknya. Di setiap sela-sela pembicaraan AY berusaha menyelipkan sedikit nasihatnya pada kedua anaknya untuk selalu belajar, ngaji dan berbuat baik pada semua orang di sekitarnya, dan yang paling penting AY selalu mengajarkan untuk tidak berbohong pada ibunya. Bahkan pernah ketika AY mengetahui anaknya berbohong, AY langsung mengukum anaknya tersebut agar dia tidak lagi punya niat untuk berbohong. Pemahaman moral yang AY terapkan tidak hanya di dalam rumah tetapi dalam setiap kondisi AY selalu mengedepankan sikapnya yang baik sehingga dapat menjadi contoh anak-anaknya. Karena keluarga single parent ini hanya berisi 3 orang anggota maka mereka berusaha untuk saling terbuka dan mengerti kondisi keluarga, bahkan untuk masalah pemilihan tempat sekolah, menjadi pembahasan yang serius dalam keluarga dan keputusannya di ambil berdasarkan keputusan bersama. Tetapi dalam pembahasan teman bermain, AY mempercayakan pada anaknya tetapi AY tetap berusaha untuk kenal teman-teman anaknya.
69
Dalam pendidikan moral untuk kedua anaknya AY biasa meminta bantuan pihak sekolah untuk memonitoring sikap anaknya dalam lingkungan sekolah dan guru ngaji untuk lingkungan saat IN dan AD saat TPA (taman pendidikan al-Qur’an) setiap hari kecuali jum’at. Hubungan antara AY dengan kedua buah hatinya bisa di bilang sangat dekat, tetapi kondisi yang sangat kontras pada hubungan mantan suami AY dengan IN dan AD karena sekarang mereka hanya bertemu saat lebaran tiba. 2) Ibu ESM (35 tahun) Ibu ESM adalah seorang single parent karena pasangan atau suaminya meninggal dunia. Saat ini ESM hanya hidup berdua dengan anaknya SA yang masih 7 tahun. Perasaan yang dulu sedih karena di tinggal suami sekarang menjadi sebuah kekuatan untuk tetap tegar dan mandiri agar anak nya menjadi anak yang baik dan dapat sekolah yang benar. Ketika di singgung mengenai pendidikan moral untuk anaknya, ibu satu anak ini mengaku memberikan pendidikan moral pada anaknya. Ketika di lingkungan keluarga maka ESM yang bertanggung jawab tetapi ketika di sekolah ESM memberikan kepercayaannya kepada pihak sekolah untuk mendidik anaknya. Akidah menjadi materi utama dalam pendidikan yang di berikan ESM pada SA setelah itu baru memberikan pengertian untuk tetap berbuat jujur dan berbuat baik pada siapapun. Seperti ungkapan ESM berikut ini.
70
“saya mengutamakan akidah dalam pendidikan anak saya setelah itu baru jujur dan berbuat baik pada siapa saja. Biar bagaimanapun akidah itu nomor satu agar anak saya menjadi anak yang sholikhah” (ESM, 13-082010). ESM selalu memberikan contoh yang baik untuk SA, di sela-sela oekerjaanya sebagai wiraswasta di dalam rumah ESM tidak kehilangan perannya dalam pendidikan SA. Jadi ketika SA melakukan sikap yang menyimpang maka PR dapat langsung menegurnya, atau ketika SA bermain dengan teman yang tidak baik maka PR tidak segan-segan menyuruh SA untuk pulang ke rumah. Agar pendidikan anaknya maksimal maka ESM meminta bantuan pada pihak sekolah untuk selalu memperhatikan SA jadi ketika ada sesuatu yang janggal ESM bisa langsung di beritahu. 3) Bapak HS (45 tahun) HS adalah seorang single parent karena di istrinya meninggal dunia. Saat ini HS mempunyai anak AS (11 tahun). Sampai saat ini HS bekerja sebagai petani, hal ini lantas tidak membuat HS lupa pada tugasnya untuk mendidik anak. Di awal menjadi single parent HS merasa sangat kerepotan karena harus mengurus anak, rumah dan mencari nafkah. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena HS memutuskan untuk mengajak ibu HS untuk membantu mengurus rumah dan mengasuh AS. HS mengaku di dalam rumah memberikan pendidikan moral pada AS, karena setiap hari HS memberikan contoh sikap yang baik pada AS,
71
agar AS meniru sikap positif yang ditunjukkan HS. Hal ini dapat dilihat pada ungkapan HS berikut ini: “ Kalau cara saya dalam pendidikan moral anak, biasanya saya memberikan teladan yang yang baik saat saya berhadapan dengan sanak saya, supaya dia bisa mengambil sikap positif yang saya perbuat “ (HS, 15-08-2010). Materi pendidikan moral yang HS biasa ajarkan pada AS adalah Akidah, berbuat baik dan jujur. Dalam lingkungan sekolah HS mempercayakan pendidikan anaknya pada pihak sekolah tetapi dalam pendidikan di rumah dan lingkungan bermain HS dan ibunya yang bertanggung jawab untuk memonitoring AS. Permasalahan yang sering dihadapi oleh HS adalah dalam memperhatikan AS dan mengurus rumah, karena permasalahan itu maka HS meminta bantuan pada ibunya untuk mengasuh AS dan mengurus rumah sehingga HS tidak kerepotan mengurus semua sendiri. Untuk hubungan antara HS dan AS bisa dibilang cukup dekat karena hampir setiap hari AS bercerita pada HS tentang kejadian-kejadian yang sering terjadi di sekolah maupun saat bermain. 4) Ibu KM (32 tahun) Ibu KM adalah seorang single parent karena pasangan atau suaminya meninggal dunia. Saat ini KM hanya hidup berdua dengan anaknya NS yang masih 9 tahun. Ketika membicarakan perasaan bagaimana ketika harus menjadi single parent, tentu ini bukan sebuah
72
pilihan tetapi adalah sebuah keadaan yang mengharuskan KM untuk menjadi ibu yang mandiri, tegar dan pekerja keras. Ketika di singgung mengenai pendidikan moral untuk anaknya, ibu satu anak ini sedikit menekan perasaannya untuk tetap tegar, bagaimanapun juga sebelumnya tidak ada yang pernah datang ke rumah KM untuk menanyakan hal yang khusus seperti ini. Ketika di minta untuk menjawab pun KM terlihat sangat berhati-hati dalam menyampaikan jawaban-jawaban setiap soalnya. Meskipun seperti itu tetapi KM menjawab semua pertanyaan yang peneliti ajukan. Seperti ketika di tanya mengenai peran KM dalam pendidikan moral anak nya, KM mengaku sangat berperan aktif dalam pendidikan moral anaknya. Seperti pernyataannya di bawah ini : “Saya memang single parent tetapi dalam pendidikan moral anak, saya sangat berperan aktif karena saya ingin anak saya menjadi anak yang baik, dalam pemilihan teman bermain saya juga yang menentukan karena saya tidak mau anak saya tersakiti kata-kata temannya karena anak saya tidak mempunyai seorang ayah dan saya takut dia meniru sikap jelek temannya” (KM, 12-08-2010). Dapat dilihat dalam pernyataan itu bahwa KM sangat berhati-hati dalam pemilihan teman bermain anaknya, karena ketakutan akan terpengaruh oleh hal-hal yang negatif yang mempengaruhi moral anaknya. Setiap hari KM selalu memberikan teladan atau contoh bersikap di dalam
73
rumah sehingga NS akan menirunya. Untuk materi pendidikan moral yang selalu KM tanamkan dalam NS adalah tentang akidah dan perbuatan jujur. Ketika KM melihat sikap yang menyimpang pada anaknya maka KM tidak segan-segan untuk memarahi anaknya, hal itu KM lakukan agar lain kali NA tidak melakukan lagi, tetapi kalau NS ada prestasi yang membanggakan KM juga akan memberi hadiah atau untuk NS. Hal ini membuat hubungan mereka tambah dekat secara emosional. Dalam mendidik NS walaupun KM sendiri tetapi tidak menjadikan KM lalai pada tugasnya yang lain. Tidak terelakkan lagi bahwa masalah ekonomi selalu menjadi masalah pertama dalam keluarga single parent ini, karena itu KM selalu bekerja keras sebagai wiraswasta di dalam rumah sehingga KM tetap bisa memonitoring anaknya. 5) Bapak MN (42 tahun) Bapak MN adalah seorang single parent karena perceraian dengan istrinya. Saat ini MN mempunyai seorang anak yaitu AL (11 tahun). Sebelum perceraian keadaan rumah sangat terurus karena ada sang istri sebagai kepala rumah tangga yang mengatur semua urusan keluarga dengan baik, sedangkan MN cukup fokus pada tugasnya mencari nafkah. Kondisi sesudah perceraian memaksa MN untuk berperan ganda selain sebagai seorang ayah tetapi MN harus bisa juga sebagai seorang ibu. Untuk pendidikan moral AL, MN mengaku sejak kecil AL di biasakan di dalam keadaan lingkungan yang positif. Karena MN selalu berusaha
74
menciptakan kondisi yang yang membuat anak akan mengikuti sikap yang di lakukan oleh ayahnya. Untuk materi pendidikan moral MN selalu memberikan pengertian tentang bersikap baik. Tetapi dalam pendidikan moral ini MN meminta bantuan ibunya untuk ikut mengurusi AL karena MN merasa repot kalau harus mngurus rumah dan mencari nafkah. Tetapi ketika mMN melihat ada perilaku yang menyimpang dari AL maka MN langsung menegurnya. Seperti ungkapan MN berikut ini. “Walaupun saya juga harus bekerja tetapi saya tetap memperhatikan anak saya. Kalau sampai saya tahu anak saya berbuat jelek maka pasti saya tegur atau saya marahi bahkan bisa sampai saya hukum” (MN, 1508-2010). Untuk teman bermain AL, MN memberikan kepercayaan tetapi MN juga tidak langsung lepas tangan karena walaupun memberi kepercayaan tetapi MN juga sering bertanya-tanya pada AL tentang sifatsifat teman bermainnya sehingga MN dapat memberikan arahan-arahan pada AL jika teman-temannya ada yang mempunyai sikap menyimpang. 6) Ibu N Y (40 tahun) Ibu NY adalah seorang ibu yang berumur 40 tahun. NY menjadi seorang single parent karena perceraian dengan suaminya, sampai saat ini NY masih menjadi ibu tunggal dari anak semata wayangnya yaitu IS. Saat ini IS masih berumur 11 tahun, menurut Zakiyah Daradjat pada usia ini
75
masih tergolong masa anak-anak menuju masa remaja (Daradjat, 1970:109). Kondisi keluarga pasca perceraian tentu berbeda dengan kondisi dulu waktu NY masih bersama suaminya. Perasaan sedih tentu masih menyelimuti perasaan NY dan IS ketika ingat masa-masa di mana mereka berkumpul bersama, tetapi hal itu tidak mungkin lagi karena perceraian sudah menjadi jawaban dari permasalahan yang mereka hadapi. Tetapi NY mulai berfikir untuk segera menyambung kehidupan barunya bersama buah hati tercintanya yaitu IS. Pada kondisi idealnya tentu NY hanya bisa terfokuskan pada wilayah domestiknya tetapi nampak hal yang berbeda karena NY memilih untuk di dunia publik. Walaupun NY tinggal masih di daerah Ds. kadirejo kec. Pabelan kab. Semarang tetapi NY lebih tepat di bilang lebih menetap di luar negeri karena NY menjadi seorang TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Tentu peran NY tidak akan bisa maksimal dalam keikutsertaan dalam mendidik IS terutama pada pendidikan moral pada anak yang akan menginjak remaja tersebut. Kesibukan NY di wilayah publik di akui benar-benar untuk memenuhi kebutuhan NY dan IS. Walaupun diakui bahwa NY juga memberikan pendidikan moral pada IS tetapi NY sadar bahwa tidak bisa maksimal. seperti ungkapan NY seperti berikut. “Saya memberikan pendidikan moral pada anak saya tetapi juga tidak terus-menurus atau terjadwal karena saya juga harus mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan kami sehari-har. Ketika ada waktu luang
76
maka saya berbincang-bincang sedikit mengenai lingkungan sekolah dan bermain sehingga kalau ada hal yang janggal atau perbuatan yang menyimpang maka langsung saya beri pengertian dan saya nasihati. Selain itu saya juga berusaha bersikap yang baik ketika dihadapan anak saya sehingga dia terbiasa dengan sikap saya dan dapat menirunya” (NY, 13-08-2010). Dengan keberanian NY untuk menuju wilayah publik bukan berarti NY melupakan tugasnya mendidik IS. Karena NY dulu sebelum menjadi TKI masih sering meluangkan waktu untuk memberikan pemahamanpemhaman ibadah, jujur dan berbuat baik. Meskipun sekarang sudah tidak intens seperti dulu tetapi NY meminta bantuan kepada kedua orang tuanya untuk tinggal bersama dengan IS di rumah. NY bersikap sebagai seorang teladan ketika di dalam rumah karena NY berusaha menjadi inspirasi dalam bersikap IS, paling tidak ini menjadi metode yang tepat saat itu untuk mendidik moral IS. Tetapi NY juga tidak memberikan waktu khusus untuk pendidikan moral IS karena menurut NY ketika di sekolah semua guru IS pasti mendapatkan pendidikan moral yang lebih yang lebih khusus. Peran NY dalam pendidikan moral IS tentu menjadi masalah dalam keluarga karena akan berakibat pada moralitas IS. Tetapi NY sudah dapat mnprediksi masalah yang akan di hadapinya bersama anaknya ini makanya NY meminta orang tuanya untuk tinggal bersama dengan IS,
77
sehingga NY bisa fokus bekerja dan IS menjadi tanggung jawab bersama dengan keluarga NY. Permasalan dalam keluarga NY bukan hanya perhatian pada IS melainkan masalah utamanya adalah perekonomian yang menjadi faktor utama dalam keluarga tersebut. Tetapi setelah keputusan yang di ambil NY untuk lebih terfokus pada wilayah publik dan ibu maupun ayah dari NY bergeser di wilayah domestik di keluarga NY, menjadikan masalah itu teratasi meskipun ada pihak anak yang sedikit kehilangan figur ibu dan ayah. NY lebih mendekatkan hubungan emosionalnya dengan IS melalui telepon setiap minggunya. Perbincangan mereka tentu sangat ditunggu oleh IS yang di rumah selalu menunggu kedatangan NY setiap 2 tahun sekali. Untuk hubungan antara IS dengan ayahnya yang kini sudah mempunyai keluarga baru tentu juga mengalami kendala karena ayahnya juga sudah tidaklagi memberi kabar atau mengunjunggi IS setelah perceraian itu. 7) Ibu PR (40 tahun) Ibu PR menjadi seorang single parent karena suaminya telah meninggal dunia. PR di karuniai 2 buah hati, yang pertama UM (12 tahun) dan ES (9 tahun). Kesedihan menyelimuti semua keluarga ketika suami dan ayah dari dua anak PR meninggal dunia. Pada awal-awal PR menjadi seorang single parent tentu tidak mudah karena belum beradaptasi dengan baik. Tetapi lama kelamaan keluarga ini dapat berjalan dengan baik. PR
78
bekerja sebagai petani untuk menghidupi 2 putrinya. Di sela-sela pekerjaannya PR selalu memberikan pendidikan moral berupa pengertian kepada kedua anaknya yaitu akidah dan berbuat baik pada siapa saja seperti ungkapan PR berikut ini. “ saya mengajarkan anak saya untuk berbuat baik kepada siapa saja. Yang utama saya sampaikan adalah pendidikan agama. Karena dengan bakal agama maka anak saya akan menjadi anak yang sholikhah karena itu dia saya suruh untuk selalu ikut ngaji sore ” (PR, 15-08-2010) Pemberian contoh sikap yang baik di lakukan PR setiap hari agar kedua anaknya mengikuti perilaku yang baik. Tidak cukup dengan sikap tetapi juga melalui nasihat ketika ada waktu untuk berbicara. Ketika kedua anaknya melakukan sikap yang menyimpang, PR tidak segan-segan untuk menasihati dan menegur nya. Tetapi ketika kedua anaknya bersikap baik maka PR juga akan memujinya dan mengucapkan terima kasih, hal ini di lakukan agar kedua anaknya melakukan sikap yang baik itu lagi. Hubungan PR dan kedua anaknya bisa dibilang dekat, karena semua yang terjadi di lingkungan bermain kedua anaknya pasti di ceritakan saat PR terlihat senggang. Hal ini membuat PR tidak kehilangan perhatian saat kedua anaknya bermain di luar sehingga masih bisa berhatihati kalau ada sikap yang jelek pada teman-temannya, maka PR membubuhi nasihat di cerita itu agar kedua anaknya tidak ikut-ikutan. Untuk masalah yang sering terjadi pada keluarga single parent ini adalah permasalahan ekonomi dan peran ganda yang PR lakukan. Hal itu
79
membuat PR harus bekerja keras dan kadang meminta bantuan kedua anaknya untuk melakukan kegiatan rumah tangga. 8) Ibu RT (46 tahun) Ibu RT menjadi seorang single parent karena suaminya telah meninggal dunia. RT di karuniai 4 buah hati, suaminya meninggal ketika anak terakhirnya UL berumur 3 tahun dan sekarang UL berumur 12 tahun. Pada awal-awal RT menjadi seorang single parent tentu tidak mudah karena belum beradaptasi dengan baik. Tetapi lama kelamaan keluarga ini dapat berjalan dengan baik. RT bekerja sebagai petani untuk menghidupi 2 putranya karena yang lainnya sudah mempunyai keluarga. Pekerjaannya sebagai petani tidak menuntut RT melupakan tugas awalnya untuk mendidik anak karena di sela-sela waktunya, RT menyempatkan untuk tetap memberi pendidikan dan pemahaman moral untuk UL. Meskipun di dalam lingkungan sekolah dan TPA, UL sudah mendapatkan pendidikan tetapi RT tidak lepas tangan. Akidah dan tidak bohong (jujur) adalah materi utama yang selalu di berikan RT pada UL. Kondisi dalam keluarga juga terlihat sangat akrab karena setiap anggota keluarga memahami perannya masing-masing sehingga ada perasaan pengertian yang sangat tinggi antara anak dan seorang ibu. Di dalam rumah maupun di luar, RT selalu memberikan contoh yang baik untuk UL karena RT sangat berharap UL menjadi anak yang baik. Jika UL melakukan kegiatan yang menyimpang maka RT
80
memberikan pengertian yang dapat di mengerti UL kalau itu masih terjadi maka RT pun akan marah dan UL tidak mengulangginya lagi. Dalam pendidikan moral anak, RT sering meminta bantuan anak ketiganya atau kakaknya UL untuk mengurus ketika RT sedang bekerja. Untuk masalah dalam keluarga seperti masalah ekonomi, perhatian anak sudah dapat teratasi dengan pengertian setiap peran dalam keluarga, sehingga mereka saling mengerti dan membantu RT, sehingga walaupun merangkap peran ganda tetapi RT masih bisa mengatasi. Untuk masalah lingkungan, RT mempercayakan pada UL karena RT sudah memberikan beberapa pengertian sehingga dalam pemilihan teman UL dapat bertanggung jawab. Tetapi kalau sampai ada hal yang menyimpang maka RT tidak segan-segan untuk memarahi UL. Seperti ungkapan RT berikut ini. “ yen milih rencang dolan kulo percoyo kaleh anak,sing penting kulo sampun maringi pangertosan kagem milih rencang sing sae. Lan anak kulo ugi sampun kulo ajari tanggung jawab. Menawi kulo mboten seneng kaleh rencange kulo sanjang kersane anak kulo ngatos-atos lan mboten kepengaruh hal sing olo ” (RT, 13-08-2010). 9) Bapak SG (40 tahun) Bapak SG menjadi seorang single parent karena SG harus bercerai dengan istrinya. Saat ini AY memiliki anak RP yang sudah berumur 11 tahun. Ketika ditanya perasaan saat bercerai tentu walaupun SG seorang laki-laki tetapi SG juga mengaku sedih. Tetapi SG tidak terpuruk karena
81
SG harus tetap bekerja untuk kehidupan anaknya dan orang tuanya yang ikut tinggal di rumah SG untuk membantu mengurus RP. Untuk pendidikan moral tentu RP mendapatkan walaupun tidak hanya dari SG tetapi yang lebih seringnya yang orangtua SG berikan. SG bekerja sebagai TKI yang memaksa SG tidak bisa berhubungan secara intens pada anaknya. Tetapi ketika SG sedang berada d dalam rumah, SG selalu memberikan contoh positif untuk anaknya. Untuk semua urusan sekolah, pergaulan RP segala kebutuhannya SG mempercayakan pada orang tuanya yang mengurus RP. Tetapi dulu waktu SG belum menjadi TKI SG juga berperan aktif dalam pendidikan moral anaknya, untuk saat ini keadaan yang tidak mengizinkan untuk SG mendidik secara langsung anaknya. Telepon menjadi satu cara untuk tetap berhubungan dengan anaknya agar hubungan mereka tetap dekat. Mungkin satu minggu sekali SG menanyakan keadaan RP pada orang tuanya yang mengasuh RP. Untuk permasalahan yang sering muncul adalah masalah pemberian perhatian pada anaknya. Hal ini sesuai dengan jawaban SG yang di berikan pada peneliti, seperti di bawah ini. “masalah yang saya hadapi biasanya itu bagaimana saya harus lebih dekat dengan anak saya dan dapat memberikan perhatian yang maksimal padahal saya tidak berada di dekat dia, karena itu saya meminta bantuan ibu dan bapak saya untuk mengasuh anak dan saya ketika saya harus bekerja.” (SG, 12-08-2010).
82
10) Ibu SP (40 tahun) Ibu SP adalah seorang single parent yang berumur 40 tahun yang bercerai dengan suaminya. Saat ini SP mempunyai anak dua anak WL (23 tahun) dan MT (11 tahun). Jika ditanya Kondisi keluarga pasca perceraian tentu berbeda dengan kondisi dulu waktu SP masih bersama suaminya. Perasaan sedih tentu masih menyelimuti perasaan SP dan kedua anaknya. SP bekerja sebagai TKI yang menuntut SP tinggal berjauhan dengan kedua anaknya. Tentu peran SP tidak akan bisa maksimal dalam keikutsertaan dalam mendidik MT terutama pada pendidikan moral pada anak yang akan menginjak remaja tersebut. Kesibukan SP sebagai TKI memaksa SP tidak bisa intens dalam pendidikan moral. Meskipun di akui kalau pendidikan moral untuk anaknya pasti ada dalam keluarga single parent ini. SP cenderung menerapkan metode teladan dalam kehidupannya sehingga anaknya dapat meniru perilaku SP saat ada di rumah. Tetapi masalah ekonomi menjadi alasan untuk tidak maksimal dalam pendidikan moral anak. Seperti ungkapan SP berikut ini. ”Saya memberikan pendidikan moral pada anak saya tetapi juga tidak bisa maksimal karena saya juga harus mencari duit untuk membiayai kebutuhan kami sehari-har. Tapi ketika saya sedang ada di rumah saya akan banyak beerbicara dengan di atau kalau sedang tidak ada di rumah kadang saya juga sering telapon kangge obat kangen kaleh anak kulo” (SP, 14-08-2010).
83
Untuk materi dalam pendidikan moral SP terutama mengajarkan tentang akidah. Untuk lebih maksimal SP meminta bantuan orang tuanya dalam mengasuh kedua anaknya agar anaknya ada yang mengurusdan menjadi anak yang baik. Untuk masalah sekolah atau apapun yang bersangkutan dengan anak, SP mempercayakan pada ibunya karena SP harus bekerja untuk menghidupi kedua anaknya. 11) Ibu YA (34 tahun) Ibu AY adalah seorang single parent karena perceraiannya dengan suaminya. Saat ini AY hanya hidup berdua dengan anaknya RA yang masih 8 tahun. Ketika membicarakan perasaan bagaimana ketika harus menjadi single parent, AY terlihat sangat sedih karena sebenarnya AY tidak menginginkan perpisahan itu, tetapi perasaan sedih itu tidak terusmenerus memenuhi pikiran AY karena AY juga harus bangkit untuk segera memikirkan anaknya yang sekolah sekolah di sekolah dasar. Dalam masalah pendidikan moral AY mengaku memberikan pendidikan moral agar RA menjadi anak yang bermoral. Pemahaman moral pada RA diterapkan AY sejak kecil karena pendidikan masih kecil itulah yang di anggap AY paling membekas. Materi pendidikan moral yang AY terapkan pada RA adalah seperti tindakan-tindakan yang positif seperti cara bersikap, jujur, berbuat baik dll. Ketika di dalam rumah AY selalu menciptakan suasana yang baik yang mendatangkan kegiatan positif untuk anaknya. Dari mulai sikap teladan yang di lakukan AY sampai
84
pemilihan acara televisi yang tidak pernah luput dari pandangan AY, seperti ungkapan AY berikut ini. “ insyaallah anak kulo niki, kulo didik dados anak engkang sae, kapan mawon kulo awasi, menawi wonten salah langsung kulo nasehati “(AY, 15-08-2010) AY selalu mengawasi perilaku anaknya agar tidak berperilaku menyimpang. Karena itu AY memilih untuk bekerja wiraswasta di dalam rumah. Dalam mendidik moral RA tentu AY tidak sendiri karena ketika ada acara sekolah yang melibatkan wali murid, AY menyempatkan datang untuk berbicara secara menyeluruh tentang anaknya. AY meminta kerja sama pihak sekolah untuk menjadikan RA anak yang baik dan pintar. Untuk lingkungan pergaulan RA, AY juga tidak lepas kendali karena AY tidak menginginkan anaknya terjerumus pada hal-hal yang tidak di inginkan.
85
BAB IV PEMBAHASAN
Gambaran Pendidikan Moral Pada Keluarga Single parent Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil wawancara single parent yang sesuai dengan ciri-ciri yang dapat dijadikan subyek penelitian/responden, dilengkapi dengan data demografi maupun geografi yang ada. Mengacu pada fokus peneltian dalam skripsi ini, maka penulis akan menganalisa dan menyajikanya secara sistematis tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent. Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi langsung ke keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang. Penulis menemukan pendidikan moral anak pada keluarga single parent seperti berikut : 1. Materi Pendidikan Moral Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti pada subyek penelitian hampir semua subyek penelitian memberikan materi pendidikan moral anak pada keluarga single parent adalah : a. Berbuat baik Semua subyek penelitian memberikan pendidikan moral anak untuk berbuat baik pada siapa saja, karena di dalam ajaran agama juga dianjurkan untuk berbuat baik. Anak-anak biasanya akan berbuat baik dengan teman-teman bermainnya.
86
b. Kejujuran Selain berbuat baik, anak juga diajarkan untuk jujur. Karena jujur merupakan modal awal untuk anak dalam bersikap. Beberapa subyek penelitian menekankan pada anak nya untuk berbuat jujur, karena menurut mereka jujur menjadi materi yang utama setelah akidah. c. Tanggung jawab Dalam pendidikan moral anak pada keluarga single parent, para subyek penelitian juga memaparkan bahwa mereka menyisipkan pendidikan yang mereka ajarkan dengan nilai-nilai tanggung jawab, agar anak mereka kelak menjadi anak yang tanggung jawab terhadap amanah yang mereka dapat. d. Kemandirian moral Kemandirian moral yang di maksud di sini, subyek penelitian mendidik anak mereka untuk tidak mengikuti sikap-sikap atau hal-hal yang tidak baik yang berada di sekitar mereka. Sehingga hampir 60% subyek penelitian menjaga anak mereka agar tidak ikut dalam lingkungan yang menurut orang tua akan membawa dampak yang buruk untuk anak mereka. Keseluruhan materi pendidikan moral tersebut para subyek penelitian juga mempunyai materi yang mereka anggap pokok yaitu akidah atau pendidikan agama yang hampir semua mereka ajarkan adalah akidah agama islam.
87
Materi tersebut seperti ajaran untuk sholat, ngaji dan sebagainya yang bersumber dari Al-qur’an dan hadist, karena semua subyek penelitian memeluk agama islam sehingga ajaran-ajaran yang mereka berikan tidak jauh dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits.
2. Metode atau Cara Pendidikan Moral Pada Keluarga Single parent Metode atau cara yang sering digunakan oleh subyek penelitian dalam mendidik moral anak mereka adalah : a. Metode teladan Para subyek penelitian lebih sering menggunakan metode teladan karena metode ini dianggap paling bisa membawa anak mereka untuk memahami moral. Anak-anak mempunyai sifat imitatif maka dari itu orang tua single menggunakan metode ini agar anak meniru gerak atau sikap positif yang subyek penelitian tunjukkan. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini, “ Kalau cara saya dalam pendidikan moral anak, biasanya saya memberikan teladan yang yang baik saat saya berhadapan dengan sanak saya, supaya dia bisa mengambil sikap positif yang saya perbuat “ (HS, 15-08-2010). Menurut Clark dalam perspektif psikologis, orang tua adalah model pertama yang menjadi pusat imitasi anak karena pada dasarnya salah satu ciri penerimaan ajaran dari orang tua pada masa anak-anak adalah melalui proses imitasi. Hal ini dikarenakan orang tua adalah orang
88
yang paling dekat dengan kehidupan anak. Anak merespon apa saja yang dilakukan oleh orang tuanya, oleh karenanya kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur pendidikan yang tidak langsung (Daradjat, 1976:71). Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berperilaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orang tua mengajarkan kepada anak, berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab dan taat beragama, tetapi orang tua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak konsistenan orang tua sebagai alasan tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orang tuanya (Yusuf, 2006:133). b. Metode Hiwar (percakapan) Selain menggunakan metode teladan, subyek penelitian juga sering menggunakan metode percakapan (hiwar), karena subyek penelitian menyadari sharing kepada anak jadi selain subyek penelitian meminta anak untuk bercerita kegiatan sehari-hari, kadang anak menanyakan sikapsikap yang baik ketika bersama teman-teman sekolah maupun bermain. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini, saya berbincangbincang sedikit mengenai lingkungan sekolah dan bermain sehingga kalau ada hal yang janggal atau perbuatan yang menyimpang maka langsung saya beri pengertian dan saya nasihati. Selain itu saya juga berusaha
89
bersikap yang baik ketika dihadapan anak saya sehingga dia terbiasa dengan sikap saya dan dapat menirunya” (NY, 13-08-2010). Metode ini salah satu cara untuk pendekatan emosional pada anak karena dengan anak terbiasa sharing dengan orang tua maka tidak akan ada yang ditutup-tutupi dalam setiap kejadian yang dihadapi oleh anak. Sehingga orang tua akan lebih mudah untuk memberikan pesan moral dalam setiap perbincangan mereka. Atau ketika ada hal yang dirasa janggal tentu anak akan langsung bertanya pada orang yang dirasa dekat dengan mereka yaitu orang tua. c. Metode pembiasaan diri dan pengalaman Subyek penelitian juga membiasakan anak sejak kecil untuk mengerjakan tugas-tugasnya, seperti: ngaji, sholat dan sebagian subyek penelitian juga memberikan pekerjaan rumah yang dikerjakan bersama (team work). Metode itu peneliti temukan pada pernyataan subyek penelitian berikut ini : “ saya mengajarkan anak saya untuk berbuat baik kepada siapa saja. Yang utama saya sampaikan adalah pendidikan agama. Karena dengan bakal agama maka anak saya akan menjadi anak yang sholikhah karena itu dia saya suruh untuk selalu ikut ngaji sore ” (PR, 15-08-2010). Cara mendidik melalui pembiasaan dipandang sangat sesuai dengan usia anak-anak, karena seluruh ide moral maupun agama pada usia ini pada dasarnya diterima dari otoritas orang tua atau orang yang lebih tua.
90
Al-Ghazali berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan membawa fitrah yang seimbang dan sehat. Kedua orang tuanya yang harus memberikan moral dan agama sehingga anak akan terisi dengan sifat-sifat baik. Sifat-sifat yang ada pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi sifat pada anak baik itu sifat positif maupun negatif. Corak hidup pada anak dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya (yusuf, 2006:10). d. Metode nasihat Dalam beberapa moment ketika bersama, saat anak melakukan hal yang menyimpang seperti: bermain sampai sore. Subyek penelitian memberikan nasihat pada anak untuk tidak mengulangginya lagi. Seperti yang diungkapkan oleh subyek penelitian berikut ini, “ Kalau sampai saya tahu anak saya berbuat jelek maka pasti saya tegur atau saya marahi bahkan bisa sampai saya hukum” (MN, 15-08-2010). Metode ini sebagai penyempurna dari metode teladan maupun pembiasaan karena anak akan lebih bisa mengerti ketika dalam setia ajaran yang ditangkap mendapatkan penjelasan dan teguran, sehingga anak menjadi paham mana yang salah dan mana yang benar. e. Metode hukuman Jika dalam menggunakan metode nasihat sudah tidak mampu lagi, ada juga subyek penelitian yang memberikan hukuman kepada anak. Tujuan
pemberian
hukuman
ini
diharapkan
menggulangi perbuatan yang menyimpang.
anak
tidak
pernah
91
Metode ini sebagai pengiring metode nasihat dalam mendidik moral anak, karena moral anak sangat dipengaruhi dengan kondisi keluarga yang dihadapi sehari-hari. Dalam beberapa kasus keluarga seorang ayah atau ibu berusaha menyembunyikan sifat-sifat buruk yang dimiliki agar anak mempunyai moral yang baik, padahal anak selalu belajar dengan kondisi sekitar/lingkungan sehingga karakter anak mengikuti lingkungan yang dihadapi. Implememtasi disiplin secara tegas terjadi dalam lingkungan keluarga sehingga ketika anak melakukan sebuah kesalahan berulang maka metode hukuman menjadi pilihan yang tepat agar anak tidak melakukan kesalahan yang berulang kembali.
3. Masalah-Masalah dalam Pendidikan Moral Anak pada Keluarga Single parent Masalah-masalah yang sering subyek penelitian hadapi dalam mendidik moral anak mereka adalah sebagai berikut: a. Masalah ekonomi dan minimnya perhatian Masalah ekonomi menjadi suatu masalah tersendiri bagi orang tua yang menyandang gelar single parent. Hal ini dikarenakan dia harus menjadi tulang punggung keluarga menggantikan peran suami. Sementara tugas-tugas domestik menjadi terbengkalai, termasuk dalam perhatian dan waktu untuk mengurus anak menjadi sangat berkurang. Kondisi yang demikian menyebabkan pendidikan moral pada anak tidak bisa terfokus, Tidak hanya itu, dalam kehidupan keluarga sangatlah tidak mudah, orang
92
tua single berusaha dengan baik untuk tetap maksimal dalam dua perannya yaitu peran domestik dan publik. Tetapi kalau dirasa tidak mampu mereka akan mencari solusi untuk permasalahannya dengan cara meminta bantuan orang keluarga terdekat seperti ayah atau ibu untuk tinggal bersama untuk mengasuh, mendidik anak dan mengurus rumah tangga. b. Beban psikologis sebagai seorang single parent Ada juga subyek penelitian yang masih menutup diri dengan masyarakat karena status dia sebagai single parent, selain itu dia juga menjaga anaknya agar tidak diejek temannya karena hanya mempunyai satu orang tua. Orang tua single merasa bahwa status single parent bukanlah status yang “lumrah” dalam kehidupan bermasyarakat. Karena dalam persepsi mereka keluarga ideal adalah suatu keluarga yang lengkap. Di samping itu sikap menutup diri mereka juga dilakukan sebagai proteksi bagi anak. Beberapa solusi yang diambil oleh para subyek penelitian karena permasalahan di atas : a) Subyek penelitian berusaha untuk bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sahari-hari b) Meminta bantuan anggota keluarga terdekat untuk ikut mengurus rumah tangga atau mengasuh anak c) Meminta pengertian anak untuk mau bekerja sama untuk mengurus rumah (team work) d) Memberikan pengertian pada lingkungan masyarakat agar mereka
93
tidak memandang sebelah mata pada keluarga single parent. 4. Sebab-sebab Menjadi Single parent Dari 11 subyek penelitian mejadi seorang single parent karena perceraian dan pasangannya meninggal dunia, untuk lebih jelaskan peneliti gambarkan sebagai berikut : NO
NAMA
SEBAB MENJADI SINGLE
JENIS KELAMIN
PARENT 1
AY
Bercerai
Perempuan
2
ESM
Suaminya meninggal dunia
Perempuan
3
HS
Istrinya meninggal dunia
Laki-Laki
4
KM
Suaminya meninggal dunia
Perempuan
5
MN
Bercerai
Laki-Laki
6
NY
Bercerai
Perempuan
7
PR
Suaminya meninggal dunia
Perempuan
8
RT
Suaminya meninggal dunia
Perempuan
9
SG
Bercerai
Laki-Laki
10
SP
Bercerai
Perempuan
11
YA
Bercerai
Perempuan
Dari tabel di atas dapat diketahui gambaran subyek penelitian yang menjadi single parent karena perceraian ada 6 subyek penelitian dan yang pasangannya meninggal ada 5 subyek penelitian.
94
5. Peran Single parent Dalam Pendidikan Moral Anak Beberapa subyek penelitian memilih untuk bekerja sebagai TKI untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan meminta orang tuanya untuk mengasuh anaknya. Sehingga dia bisa konsentrasi untuk mencari nafkah di luar negri. Dalam kasus ini, tentu anak akan jarang bertemu orang tuanya sehingga hubungan emosional mereka berdua juga tidak begitu dekat. anak akan lebih menganggap kakek dan neneknya sebagai orang tua karena mereka lebih sering berinteraksi dengan anak. Untuk bertemu secara langsung hanya terjadi ketika mau lebaran dan itu hanya 1 bulan bersama sedangkan bertemu dengan kakek dan neneknya hampir setiap hari, karena itu anak lebih mersa dekat dengan kakek dan neneknya. Hal ini mempengaruhi pendidikan moral pada anak tetapi single parent tidak berperan aktif karena harus mencari nafkah. Tetapi pendidikan moral pun tetap terjadi dalam keluarga ini karena masih ada anggota keluarga yang membantu untuk mendidik moral anak tersebut. Untuk subyek penelitian yang memilih bekerja di rumah, walaupun waktu bersama tidak begitu banyak tetapi dalam sehari mereka pasti berinteraksi. anak juga lebih bisa mengerti keadaan orang tuanya karena setiap hari tau kesibukan orang tuanya dan dengan senang hati sang anak akan membantu meringankan beban orang tuanya. Sehingga hubungan emosional mereka lebih dekat. Hal itu juga mempengaruhi pendidikan moral dalam keluarga karena anak bisa langsung melihat subjek teladan secara langsung dan anak terbiasa dengan sikap orang tua sehingga dapat memberikan contoh yang positif. Tidak maksimalnya pada subyek penelitian yang memilih untuk bekerja
95
sebagai TKI juga tidak bisa disalahkan, subyek penelitian tersebut melakukan hal itu dengan tujuan agar anaknya mendapatkan kehidupan yang layak. Menjadi seorang single parent tidaklah mudah karena harus berperan menjadi dua peran inti dalam keluarga.
96
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian bahwa pendidikan moral anak pada keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang sebagai berikut : 1. Materi Pendidikan Moral Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti pada subyek penelitian hampir semua subyek penelitian memberikan materi pendidikan moral anak pada keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang adalah : a. Berbuat baik Semua subyek penelitian memberikan pendidikan moral anak untuk berbuat baik pada siapa saja, karena di dalam ajaran agama juga dianjurkan untuk berbuat baik. Anak-anak biasanya akan berbuat baik dengan teman-teman bermainnya. b. Kejujuran Selain berbuat baik, anak juga diajarkan untuk jujur. Karena jujur merupakan modal awal untuk anak dalam bersikap. Beberapa subyek penelitian menekankan pada anak nya untuk berbuat jujur, karena menurut mereka jujur menjadi materi yang utama setelah akidah.
97
c. Tanggung jawab Dalam pendidikan moral anak pada keluarga single parent, para subyek penelitian juga memaparkan bahwa mereka menyisipkan pendidikan yang mereka ajarkan dengan nilai-nilai tanggung jawab, agar anak mereka kelak menjadi anak yang tanggung jawab paling tidak terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap orang lain. d. Kemandirian moral Kemandirian moral yang di maksud di sini, subyek penelitian mendidik anak mereka untuk tidak mengikuti sikap-sikap atau hal-hal yang tidak baik yang berada di sekitar mereka. Sehingga hampir 60% subyek penelitian menjaga anak mereka agar tidak ikut dalam lingkungan yang menurut orang tua akan membawa dampak yang buruk untuk anak mereka. Keseluruhan materi pendidikan moral tersebut para subyek penelitian juga mempunyai materi yang mereka anggap pokok yaitu akidah atau pendidikan agama yang hampir semua mereka ajarkan adalah akidah agama islam. Materi ajaran tersebut seperti sholat, ngaji dan sebagainya yang bersumber dari Al-qur’an dan hadist. 2. Metode atau Cara Pendidikan Moral Pada Keluarga Single parent Metode atau cara yang sering digunakan oleh subyek penelitian dalam mendidik moral anak mereka adalah :
98
a. Metode teladan Anak memandang orang tua sebagai teladan utama bagi mereka. Ia akan meniru jejak dan semua gerak gerik orang tuanya. metode ini dianggap paling bisa membawa anak mereka untuk memahami moral. Anak-anak mempunyai sifat imitatif, sehingga orang tua adalah model pertama yang menjadi pusat imitasi anak karena pada dasarnya salah satu ciri penerimaan ajaran dari orang tua pada masa anak-anak adalah melalui proses imitasi. b. Metode Hiwar (percakapan) Subyek penelitian menyadari sharing kepada anak sangat penting, selain subyek penelitian meminta anak untuk bercerita kegiatan seharihari, kadang anak menanyakan sikap-sikap yang baik ketika bersama teman-teman sekolah maupun bermain. c. Metode pembiasaan diri dan pengalaman Anak dilahirkan dengan membawa fitrah yang seimbang dan sehat. Kedua orang tuanya yang harus memberikan moral dan agama sehingga anak akan terisi dengan sifat-sifat baik. Sifat-sifat yang ada pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi sifat pada anak baik itu sifat positif maupun negatif. Corak hidup pada anak dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. pembiasaan anak sejak kecil untuk mengerjakan tugas-tugasnya, seperti: ngaji, sholat dan sebagian subyek penelitian juga memberikan pekerjaan rumah yang dikerjakan bersama (team work).
99
d. Metode nasihat Metode nasihat adalah memberikan masukan kepada anak mana yang baik dan mana yang buruk. Jika anak membuat kesalahan orang tua akan memberikan peringatan agar anak tidak salah menentukan sikap. Dalam beberapa moment ketika bersama, saat anak melakukan hal yang menyimpang seperti: bermain sampai sore. Subyek penelitian memberikan nasihat pada anak untuk tidak mengulangginya kembali. e. Metode hukuman Metode ini sebagai pengiring/pelengkap metode nasihat dalam mendidik moral anak, karena moral anak sangat dipengaruhi dengan kondisi keluarga yang dihadapi sehari-hari. 3. Masalah-Masalah dalam Pendidikan Moral Anak pada Keluarga Single parent Masalah-masalah yang sering subyek penelitian hadapi dalam mendidik moral anak mereka adalah sebagai berikut: a. Masalah ekonomi dan minimnya perhatian b. Beban psikologis sebagai seorang single parent Orang tua single merasa bahwa status single parent bukanlah status yang “lumrah” dalam kehidupan bermasyarakat. Karena dalam persepsi mereka keluarga ideal adalah suatu keluarga yang lengkap. Di samping itu sikap menutup diri mereka juga dilakukan sebagai proteksi bagi anak. Selain itu masih ada juga sebagian masyarakat yang masih memandang sebelah mata pada keluarga single parent, padahal menjadi
100
single parent bukan menjadi keinginan mereka melainkan suatu keadaan yang menuntut mereka untuk tetap tegar menghadapi permasalahan roda kehidupan. Menjadi single parent tidaklah mudah, mereka sangat disibukan dengan
kebutuhan
yang
harusnya
dapat
dikerjakan
oleh
dua
orang/sepasang suami istri, meskipun demikian tidak sedikit orang tua single yang berhasil dalam pendidikan moral pada anaknya. Hal ini tentu menjadi kebahagiaan tersendiri untuk orang tua single karena dengan keterbatasan waktu yang dia berikan pada anak tetapi dengan keterbatasan tersebut tidak mematahkan prestasi moral pada anaknya. Karena pada hakekatnya moralitas anak itu tergantung peran orang tua maupun orang yang lebih tua dalam pendidikan moral dalam keluarga. Tidak sedikit anak dari single parent mempunyai prestasi yang bagus dalam sekolahnya hal ini juga membuktikan bahwa anak dari single parent juga bias berprestasi. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang moral, nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
101
B. SARAN Diharapkan studi tentang pendidikan moral anak pada keluarga single parent di Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang ini, dapat disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut dari segi lain, sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap pada pendidikan moral anak. Untuk itu pengharapan penulis sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah bersama warga masyarakat diharapkan memperhatikan pendidikan anak terutama pendidikan moral karena anak akan menjadi generasi penerus bangsa. 2. Pelaksanaan pendidikan moral dalam keluarga sangat penting jadi diharapkan walaupun orang tua sibuk tetapi memiliki waktu yang khusus untuk pendekatan diri secara emosional pada anak. 3. Untuk semua masyarakat agar tidak memandang sebelah mata pada seorang single parent maupun anak seorang single parent karena banyak juga anak yang berprestasi dari didikan seorang single parent. 4. Saran kepada peneliti lain yang hendak meneliti obyek yang sama yaitu, pendidikan moral anak pada keluarga single parent supaya mengambil tema yang lain agar lebih inovatif sekaligus menambah khasanah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat. C. PENUTUP Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan rasa syukur.
102
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa demi kesempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Penulis juga ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas segala
bimbingan,
motivasinya
dan
sumbangsihnya
dalam
proses
penyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga mencapai tahap selesai. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, Sholeh Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta. Arifin, M. 1988. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang. Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara. Balson Maurice. 1996. Menjadi Orang Tua Yang Baik. Jakarta: Bumi Aksara Bertens K. 1997. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Daradjat, Zakiyah. 1970. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. Dekan fakultas tarbiyah. 1999. Metodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: IAIN Walisongo & pustaka pelajar. Daroeso Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka ilmu Gunarsa, Singgih. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Yogyakarta: Rake Sarasin. Haditono Siti Rahayu, knoers monks. 2002. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah mada university prees. Hurlock, Elizabeth. 1989. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Kolhberg Lowrence. 1995. Tahap-Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius. Poerwadarminta. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: P3 Depdikbud PN Balai Pustaka. Simandjutak. 1983. Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung: penerbit alumni. Syarifudin Amir. 2006. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Pranada media. Sudarsono. 1995. Kenakan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Suseno Franz Magnis. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno Hadi. 1972. Bimbingan Menulis Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Gunung agung. Tim Dosen IKIP Malang. 1980. Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Yusuf, Syamsu, 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya. Zuhdi. 1996. Masail Fiqhiyah. Jakarta: gunung agung