PENDIDIKAN ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL HAMDANI Alumnus Program Pascasarjana IAIN Mataram, email: i???????? @gmail.com
Abstrak Aksi oknum yang mengatasnamakan Islam (agama) mengadakan serangan ke tempattempat yang mereka anggap tidak sesuai dengan ideologinya dan melabelkan tindakan tersebut dengan jihad. Tindakkan ini berdampak pada banyaknya korban tak berdosa, dan Islam dikait-kaitkan dengan teroris oleh the others. Untuk mengantisipasi hal demikian, maka dibutuhkan kepedulian sosial yang tinggi, sehingga mampu berinteraksi dengan individu, kelompok, dan golongan yang lain. Karena keberadaan manusia sebagai makhluk sosial memerlukan perasaan tenang dan nyaman sesuai dengan ajaran yang ada dalam Islam. Islam dengan label selamat, damai dan tentram, tentu tidak sepakat dengan kekerasan dan perang mengatasnamakan agama, karena sesungguhnya semua agama mengajarkan kebaikan dan kedamaian. Yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai pluralitas dalam keberbedaan kita di Indonesia. Perbedaan ras, budaya, bangsa, dan agama akan sangat indah apabila perbedaan dijadikan sebagai Rahmatan lil alamin, bukan ajang perceraian, dan permusuhan. Perubahan sosial yang semakin kompleks harus seiring sejalan dengan konsekuensi lahiriah dengan tetap mempertahankan budaya-budaya yang baik dan mengambil budaya yang bagus dari yang akan memajukan dan merubah kondisi sosial Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Kata kunci: perubahan sosial, pendidikan islam, insan kamil, agent of change, religiokultural Abstract A person doing a negative action on behalf of Islam (the religion) organized attaction on places that he seem incompatible with his ideology then called it such action as "jihad". As a result, this resulted in many innocent victims, and Islam has been linked with terrorist by the others. To overcome this problem, it is needed the highest social responsibility, so that they can interact with individuals, groups, and other groups. Due to the presence of humans as social beings need a piece and comfortable feeling in accordance with the guidence that exist in Islam. The Islamic religion with its safe, peaceful and serene, certainly do not agree with violence and war in the name of religion, since in factall religions guide the people in goodness and peace. The thing needs to be improved is how to increase the valuesof the difference in Indonesia. The term of differences in race, culture, nation, and religion will be very beautiful if the distinction create as Rahmatan lil Alamin, either the event of divorce or adversary. The change have to keep pace with the consequences extrinsic by maintaining good cultures and taking good value in order to improve as well as change the social condition of Indonesia becomes better and dignified. Keywords : social change , islamic education , perfect man , the agent of change , religio-cultural.
88 | Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015 | 89
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
Konsep Perubahan Sosial Perubahan sosial merupakan sebuah konsep yang sudah cukup lama dibicarakan yang secara terus-menerus mengalami peningkatan pemaknaan tanpa mengalami kejenuhan dari para ahli sosiologi maupun antropologi. Arifin yang mengutip pendapatnya Mac Iver mendefinisikan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.1 William F. Ogburn berpendapat, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsurunsur kebudayaan, baik yang material ataupun yang bukan material. Unsur-unsur material itu berpengaruh besar atas bukan-material. Sedangkan Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, dengan timbulnya organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dengan majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.2 Dari definisi perubahan sosial yang telah ditulis di atas, dapat ditarik benang merah bahwa perubahan sosial merupakan cara hidup yang terjadi dalam masyarakat disebabkan adanya perubahan geografis, kebudayaan, ekonomi, penduduk, ideologi atau yang paling mengesankan adalah karena adanya penemuan-penemuan baru yang elaborasinya kuat dihadapan masyarakat. Atau dapat yang lebih umum lagi dapat pula diartikan bahwa Perubahan sosial sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, polapola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompokkelompok sosial. Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi yang lambat laun menjadi normanorma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal. Perubahan kebudayaan, penduduk dan ideology mengajak kita untuk kembali kepada perubahan yang terjadi di masa lampau sekitar 1,5 abad yang lalu. Perubahan yang dipelopori oleh Muhammad SAW yang tidak ada habisnya dibicarakan oleh Arifin, Konvigurasi Politik Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007), hlm. 35. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penantar, (Jakarta: Yayasan PenerbitUniversitas Indonesia,1974), hlm. 217 1 2
90 | Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
para intelektual muslim. Berawal dari perubahan yang dilakukan dilingkungan keluarga sampai kepada menjadi seorang pemimpin ummat yang luar biasa disegani kepemimpinannya. Beliau merubah suatu pola pikir masyarakat jahiliyah yang kolot menjadi masyarakat yang berperadaban, dinamis, disiplin sesuai dengan ajaran yang diterapkan yang diterima dari Allah. Hanya dalam beberapa tahun peradaban baru yang dibawa oleh Rasulullah, hal ini dapat dilihat bagaimana usaha dan perjuanagn Nabi membangun masyarakat Arab. Kemudian terus berkembang hingga Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dan sudah barang tentu, Islam membangun masyarakat melalui pendidikan. Karena proses pendidikan merupakan salah satu cara yang efektif dalam membangun umat. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab tersendiri mengenai pendidikan Islam dan masyarakat madani. Berbeda terbalik dengan hal di atas, saat sekarang ini, kita (warga Indonesia) sedang berhadapan dengan bangunan dan sistem sosial yang sedang kacau atau sering disebut dengan perubahan sosial yang sedang menggema. Misalnya insiden yang terjadi karena adanya unsur suku, agama dan ras, seperti yang terjadi pada tempat-tempat tertentu, yang mengakibatkan nyawa-nyawa yang tidak berdosa menjadi korban, perumahan masyarakat juga menjadi sasaran sehingga harus keluyuran bersama keluarganya, gedung dan bangunan yang megah pula dihancurkan yang mengakibatkan milyaran uang Negara hangus. Perubahan geografis yang terjadi di Indonesia misalkan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara tercatat pada tanggal 26 Desember 2004, dengan gelombang yang begitu hebat dan merenggut ribuan nyawa, menenggelamkan ribuan gedung megah, sehingga pembangunan terhambat. Belum lagi di Negara-negara lain yang memiliki nasib sama dengan Indonesia, seperti India, Srilangka, Jepang dan lain sebagainya. Perubahan sosial dilihat dari segi ideologi misalkan, banyak sekali ormas-ormas Islam yang mengatas namakan agama dengan berlabelkan jihad mengadakan serangan ke tempat-tempat yang mereka anggap tidak sesuai dengan ideologi yang dibawa mereka, pengboman yang memakan korban saudara-saudara kita yang tidak berdosa, teroris yang semakin banyak dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi hal demikian, maka dibutuhkan kepedulian sosial yang tinggi sehingga mampu berinteraksi dengan orang, kelompok, golongan dan lembaga yang lain. Karena keberadaan manusia sebagai makhluk sosial memerlukan perasaan tenang dan nyaman sesuai dengan ajaran yang ada dalam Islam. Islam dengan label selamat, damai dan tentram, tentu tidak sepakat dengan kekerasan dan perang mengatasnamakan agama, karena sesungguhnya semua agama mengajarkan kebaikan
Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015 | 91
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
dan kedamaian. Yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai pluralitas dalam keberbedaan kita di Indonesia. Perbedaan ras, agama, suku, bangsa, budaya dan lain sebagainya akan sangat indah apabila perbedaan dijadikan sebagai Rahmatan lil alamin, bukan ajang perceraian, permusuhan dan perompakan. Perubahan sosial yang semakin kompleks harus seiring sejalan dengan konsekuensi lahir kita dengan tetap mempertahankan budaya-budaya kita yang baik dan mengambil budaya yang bagus dari yang akan memajukan dan merubah kondisi sosial Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Inilah sebenarnya tujuan dari bangsa dan bernegara dengan symbol Bineka Tunggal Ika (berbeda tapi satu tujuan), artinya nilai-nilai pluralitas harus dijunjung tinggi dalam konteks keadaban. Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial Penekanan dari pendidikan Islam bila dibandingkan dengan pendidikan secara umum adalah terletak pada tujuan yang ingin dicapai yaitu menjadikan anak didik (manusia) menjadi insan kamil yang merupakan tujuan yang sangat diidamkan dan diyakini sebagai tujuan paling ideal atau sering disebut dengan menjadikan manusia paripurna yang berlandaskan ketauhidan. Insan kamil atau manusia paripurna yang menjadi tujuan dari pendidikan Islam, karena dalam pendidikan Islam bukan hanya menerapkan segi-segi kognitif saja melainkan afektif dan psikomotorik juga tidak lepas dari nilai-nilai yang ada dalam pendidikan Islam. Alasan mendasar bahwa insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam, sebagaimana yang disebutkan oleh Azyumardi Azra, ada tujuh karakteristik yang dimiliki oleh pendidikan Islam: 1. Penguasaan ilmu pengetahuan. 2. Pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain 3. Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan 4. Ilmu pengetahuan yang dikuasai hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan ummat 5. Penyesuaian pada perkembangan anak, yakni menyangkut umur, kemampuan, perkembangan jiwa dan bakat anak. 6. Pengembangan kepribadian 7. Penekanan pada amal shalih dan tanggungjawab. Setiap anak dididik, diberikan semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmunya sehingga
92 | Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
benar-benar bermanfaat untuk dirinya, keluarga dan masyarakat secara kesuluruhan.3 Untuk mewujudkan yang disinyalir oleh Azra di atas, maka tidak terlepas dari lembaga pendidikan Islam dan pendidik yang profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang yang menebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Pendidik harus benar-benar mengamalkan ilmunya kepada anak didik dengan landasan cinta serta siap menghadapi tantangan yang berkembang seiring dengan perubahan zaman. Anak didik harus disiapkan sebagai penerus bangsa yang berlandaskan dengan akhlak yang mulia untuk menghadapi era yang semakin konpleks. Ngainun Naim menyebutkan bahwa pendidikan yang dibangun di atas landasan cinta akan menghasilkan anak didik yang memandang manusia dalam kerangka kemanusiaan.4 Dengan adanya rasa cinta terhadap pekerjaan akan menjadi motivasi dalam menikmati pekerjaan yang dilakukan. Cinta terhadap anak didik akan menimbulkan rasa saling sayang, saling menghargai dan toleran terhadap aktivitas pembelajaran. Rasa cinta inilah yang akan membawa kepada kebersamaan dan kesuksesan hidup yang didambakan yakni menjadi insan kamil yang akan membawa kepada perubahan diri sendiri dan berlanjut kepada masyarakat. Pendidikan Islam harus diposisikan pada garda terdepan dalam menyongsong perubahan yang berkembang seiring perubahan zaman. Karena hal ini merupakan anjuran dan tuntunan ajaran Islam sendiri yang merupakan pondasi dalam pelaksanaan Pendidikan Islam. Ngainun Naim melanjutkan bahwa dalam kerangka fungsional yang sedemikian signifikan, pendidikan harus diletakkan pada posisi yang tepat, pendidikan harus berada pada kerangka pengembangan akal sehat secara kritis dan kreatif. Hal ini merupakan bentuk pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Dalam paradigma ini, anak didik akan memiliki kesiapan mental dan kemampuan teoritik dalam menjalani kehidupannya yang senantiasa berubah dalam kompleksitas era modern. 5 Pendidikan dan para pendidik haruslah memiliki tujuan utamanya secara jelas, yakni untuk membantu anak didiknya dalam belajar dan menganalisa situasi sosial dan lingkungan sesuai dengan kebutuhan.6 Tentunya untuk mengaktualisasikannya, lembaga pendidikan memiliki peranan yang signifikan dalam mengontrol dan Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 12-14. 4 Ngainun Naim Dkk, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2008), h. 34. 5 Ibid, hlm. 35. 6 Baharuddin, Sosiologi dan Pendidikan (Yogyakarta: Genta Press, 2008), hlm. 170. 3
Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015 | 93
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
mengikuti perubahan-perubahan yang yang terjadi dalam sosial kemasyarakatan. Lembaga pendidikan harus menyiapkan para generasi yang siap terjun menjadi masyarakat yang dibekali dengan konsep dan teori yang mampu menjadi agent of change (agen perubahan)`sesuai dengan perkembangan zaman yang selalu berubahubah. Lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam harus mampu menjadi ajang sosialisasi dan konsultasi masyarakat sehingga terbentuk interaksi sosial yang memadai sesuai dengan yang diharapkan masyarakat selama ini. Pendidikan Islam yang berlandaskan keIslaman dan keIndonesiaan harus mengedepankan peran serta wibawa keIslaman dengan mengedepankan nilai-nilai Islam ditengah perkembangan peradaban yang seiring sejalan dengan perkembangan dan peradaban zaman dengan menyiapkan anak didik yang Islami. Peran lembaga pendidikan Islam dalam menyongsong era globalisasi, hendaknya disamakan dengan lembaga pendidikan secara umum. Yakni memberikan reaksi terhadap lembaga sosial dan tidak mau ketinggalan dalam mengadakan asosiasi sentral dalam mengikuti perubahan tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh Baharuddin bahwa lembaga pendidikan akan memberi reaksinya sesuai dengan apa yang telah dipelajari dan dialaminya. Dengan demikian peranan suatu lembaga merupakan suatu rangkaian reaksi dan tindakan yang terorganisir.7 Pendidikan Islam seyogyanya seperti yang telah dijelaskan di atas harus mampu mengantisipasi segala gejala dan perkembangan yang terjadi dalam sosial sehingga akan membentuk reaksi yang didominasi oleh nilai dan ajaran Islam. Dan yang terpenting adalah lembaga pendidikan Islam harus mampu menciptakan perubahan-perubahan sosial kearah yang positif. Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa tujuan hidup dalam ajaran Islam adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah yang merupakan impelementasi dari tugas kekhalifahannya. Oleh karena itu, pendidikan Islam haruslah diorientasikan kepada tujuan hidup tersebut. Artinya, pendidikan hendaknya mampu menolong individu dalam menggali segala potensi dirinya sehingga ia dapat memenuhi tugas kekhalifahannya secara optimal. Maka tujuan umum pendidikan Islam dapat dirumuskan, sebagaimana dalam rekomendasi Konferensi Pendidikan Muslim I di Mekah tahun 1977 yang berbunyi: Pendidikan harus bertujuan mencapai pertumbuhan pendidikan manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan, dan indera. Karena itu pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik 7
Ibid, hlm. 172
94 | Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim terletak dalam perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.8 Tujuan yang telah dirumuskan di atas, mendorong manusia lewat pendidikan untuk selalu mengembangkan dirinya dalam segala bidang. Pendidikan seperti yang diketahui bahwa akan selalu berkembang, baik dari segi teori maupun praktik dengan perkembangan zaman dan masa. Hal inilah yang menjadi hubungan erat pendidikan dengan realitas sosial masyarakat. Melepaskan pendidikan dari realitas sosial akan membuat pendidikan itu sendiri kehilangan maknanya dalam membantu individu mengemban amanat kekhalifahan, karena kekhalifahan sangat terkait dengan konteks.9 Pendidikan hendaknya searah dan sejalan dengan realitas sosial dan ikut pula dikembangkan seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi. Islam sebagai dasar dalam pendidikan Islam yang bersifat terbuka dan universal, hendaknya menjadi dasar bagi pendidikan Islam untuk terbuka kepada hal-hal yang baru selama budaya baru tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaimana ditegaskan oleh Sharif bahwa Islam adalah agama yang terbuka, ia bukanlah sistem tertutup tapi merupakan aturan religio-kultural yang progressif dan dapat berasimilasi dengan hal-hal yang dianggap terbaik (menurut standar Islam) dari budaya lain, sebagaimana telah ditunjukkan dalam sejarah 10 Untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial terus berputar pada masyarakat kita, maka diperlukan materi-materi yang berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial, bukan ansih kepada pelajaran-pelajaran yang lama, selain itu pula diperlukan penelitian secara jelas, sebab apa yang diperoleh dalam lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam berkisar sebatas teori. Untuk mengetahui relevansi teori dengan yang sebenarnya, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana perubahan dalam sosial terjadi. Lembaga harus memfasilitasi semuanya, walau sebatas teori yang mampu menunjang hal demikian. Ilmu-ilmu sosial perlu ditingkatkan dan dikaji sebagai bahan dalam pengkajian dan analsis ilmu yang berkembang. Penguasaan berbagai disiplin ilmu tersebut, merupakan tuntutan logis dari tujuan akhir pendidikan Islam itu sendiri yang menghendaki perkembangan individu yang Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Sori Siregar (terj.), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), hlm. 107 9 Lihat: M.M. Sharif, Islamic and Educational Studies, (Lahore: Institute of Islamic Culture, 1976), hlm. 44. 8
10
Ibid, hlm. 46.
Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015 | 95
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
sempurna guna mengemban amanah kekhalifahan. Di era modern saat ini, tugas kekhalifahan itu hanya dapat dilaksanakan dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berpegang teguh pada nilai-nilai absolut wahyu Ilahi. Ini merupakan tujuan pendidikan Islam yang menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat. Agar hubungan lembaga pendidikan Islam dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat tidak pincang sebelah, maka hubungan antara lembaga perlu terjalin di samping memuat materi-materi yang berisi teori tentang masyarakat. Realitas sosial dan lembaga pendidikan, mesti selalu menjalin hubungan yang akrab. Sebagian besar proses belajar pada dasarnya berlangsung dalam lingkungan dan konteks sosial. Kehidupan anak didik dalam lingkungan yang senantiasa mengalami perubahan, di mana ia menjalin hubungan yang aktif dengan lingkungan tersebut, akan membawa perubahan-perubahan langsung pada kepribadiannya. Oleh karenanya, proses belajar dalam kelas haruslah senantiasa berkaitan dengan realitas sosial, lembaga pendidikan harus mampu merefleksikan penomena yang riil dalam masyarakat untuk dijabarkan dalam program pembelajaran, karena pengetahuan yang terlepas dari aktivitas yang ada dalam dunia riil, menurut Iqbal 11 adalah pengetahuan yang tidak bermakna. Ini pada dasarnya untuk lebih meningkatkan peran serta lembaga pendidikan Islam dalam partisipasinya mengikuti era masyarakat yang tidak lepas dari perubahan-perubahan. Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar peserta didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu pembangunan lembaga pendidikan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun lembaga pendidikan. Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala hal. Dalam hal ini, lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sistem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan. 11 Mian Muhammad Tufail, Iqbal’s Philosophy and Education, (Lahore: Din Muhammadi Press, 1966), hlm. 122-123.
96 | Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015
Hamdani, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial
Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan menjadi instrumen kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan global. Penguasaan teknologi informasi, penyediaan SDM yang profesional, terampil dan berdaya guna bagi masyarakat, kemahiran menerapkan Iptek, perwujudan tatanan sosial masyarakat yang terbuka, demokratis, humanis serta progresif dalam menghadapi kemajuan jaman merupakan beberapa bekal mutlak yang harus dimiliki oleh semua bangsa di dunia ini yang ingin tetap bertahan menghadapi tata masyarakat baru berwujud globalisasi. Daftar Pustaka Arifin, Konvigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Penantar. Jakarta: Yayasan PenerbitUniversitas Indonesia, 1974. Azra, Azyumardi. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos, 1999. Naim, Ngainun, dkk, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2008. Baharuddin, Sosiologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Genta Press, 2008. Ashraf, Ali. Horison Baru Pendidikan Islam, ter. Sori Siregar. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996. Sharif, M.M. Islamic and Educational Studies. Lahore: Institute of Islamic Culture, 1976. Tufail, Mian Muhammad. Iqbal’s Philosophy and Education. Lahore: Din Muhammadi Press, 1966.
Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015 | 97