Pendidikan Anti Korupsi sebagai Upaya Preventif Pencegahan Korupsi Yogi Prasetyo Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo Abstrak Pendidikan anti korupsi berupaya agar mahasiswa dapat mengetahui dengan jelas permasalahan korupsi yang sedang terjadi dan usaha untuk mencegahnya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apa pendidikan anti korupsi itu dan untuk mengatahui bagaimana pendidikan anti korupsi diajarkan didalam kampus. Dari hasil penelusuran dengan studi kepustakaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi kuliah pendidikan anti korupsi akan disampaikan melalui materi kuliah Civic Education. Dalam materi kuliah tersebut akan ada penambahan dan penyesuaian materi yang akan di kolaburasikan dengan materi yang berisi tentang pendidikan anti korupsi, seperti; penegertian korupsi, penyebab, dampak, upaya pemberantasan, kerjasama internasional pencegahan korupsi, undang-undang terkait dengan tindak pidana korupsi, peran mahasiswa dalam gerakan anti korupsi, nilai dan prinsip anti korupsi. Kata Kunci: Pendidikan Anti Korupsi, Pencegahan, Korupsi
PENDAHULUAN Tindak pidana korupsi sudah merupakan dan dimasukkan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crimes) dan secara internasional telah diakui sebagai salah satu jenis "trans-national organized crime". Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), korbannya adalah masyarakat, bangsa dan negara (Baharuddin Lopa, 1997: 58). Korupsi tidak lagi sebagai “local matter” tetapi sudah menjadi fenomena internasional. Sehingga untuk itu dibutuhkan kerja sama internasional untuk mencegah secara komprehensif dan multidisipliner (Muladi, 2004: 35). Pencegahan dan pemberantasannya pun harus menggunakan cara yang bersifat luar biasa Penyelenggaraan pemerintahan yang korup dapat merusak negara (Yudi Kristiana, 2007: 17). UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diperbaruhi dengan UU No. 20 Tahun 2001, membawa suatu perubahan yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam memberantas korupsi (Romli Atamasasmita, 2004: 25). Dengan pendidikan anti korupsi maka generasi penerus bangsa akan lebih awal memahami masalah korupsi dan tidak melakukan kegiatan bejat ini seperti apa yang dilakukan generasi sebelumnya. Pendidikan anti korupsi tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga merubah pola fikir paradigma serta tingkah laku siswa untuk menerapkan prinsip hidup yang baik Masalah pemberatasan korupsi tidak hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum saja, dunia pendidikan diharapkan dapat berperan dalam pencegahan korupsi sejak dini (Tempo 17 Agustus 2011). Pendidikan sebagai wadah untuk membentuk generasi penerus bangsa menjadi wadah yang efktif dalam rangka pencegahan korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dengan menghukum dan memberikan ceramah atau seminar anti korupsi. Agar tidak terjadi tumbuh silih bergantinya korupsi di Indonesia, maka perlu dicari sampai dari akar masalahnya. Dengan membekali pendidikan anti korupsi yang cukup akan memberikan perlindungan kepada para calon generasi penerus bangsa dari maraknya tindak korupsi. KAJIAN PUSTAKA Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,597: 2001) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidak bermoral Pengertian korupsi berdasarkan dunia internasional yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugasnya Dalam pasal 435 KUHP, korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap. Korupsi adalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan Negara (Evi Hartanti, 2005: 7). Memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan korupsi (Jeremy Pope, 1996: 23). Korupsi juga pencampuran kepentingan uang pribadi dengan kepentingan uang Negara (Soewartojo Junaidi, 1995: 13). Korupsi menurut Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman Negara. Definisi korupsi yang dipahami umum adalah merugikan negara atau institusi baik seara langsung atau tidak langsung sekaligus memperkaya diri sendiri (Soenarto Soeryodibroto, 2006: 2). Korupsi dapat dilakukan oleh setiap orang yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi seperti yang di tuliskan dalam undang-undang (Prinst Darwin, 2002: 12). UU No 20 Th 2000 atas perubahan UU No 33 T1 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, merugikan keuangan Negara. Adanya sistem hukum dalam praktek korupsi sehingga sulit dihilangkan (Otje Salman, 2005: 86). Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum selain mengacu pada hukum materiil, juga mengacu hukum formil (V. Apeldoorn. 2005: 171).
Pendidikan merupakan usaha yang kompleks menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya dan menyesuaikan anggotanya dengan cara mereka mengetahui kebutuhan kebudayaan (Jerome Bruner, The Culture of Education). Menurut Langeveld manusia juga disebut sebagai animal educandum yang artinya manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang harus dididik dan homoeducandus yang barmakna bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat mendidik. Imanuel Kant mengatakan ”manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Karena dengan pendidikan manusia dapat menggunakan akalnya untuk memenuhi hidupnya. Menurut Kluckhom sistem ilmu pengetahuan, untuk mencapai kemampuan berpikir merupakan produk kebudayaan (Zahara Idris dan Lisma Jamal, 1992: 9) METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir, 1989: 35). Penelitian kualitatif dilakukan dengan membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan informasi yang diperoleh (Lexy Moleong, 1990: 175) Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengambil suatu kajian metode atau solusi yang efektif untuk mengatasi masalah korupsi. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif dilakukan karena penelitian ini dilakukan untuk mengambil makna yang sebenarnya (Sutopo, 2001: 38). Karena itu penelitian diskriptif disebut juga metode analisis (Surakhmad, 1985:132). Penelitian diskriptif merupakan penelitian yang mereinterpretasi objektif tentang fenomena sosial yang terdapat dalam permasalahan yang akan diteliti (Jacop Vredenbrug, 1986: 34). PEMBAHASAN A. Konsep Pendidikan Anti Korupsi Pendidikan anti korupsi yang dimaksud berupa sebuah mata kuliah anti korupsi yang disisipkan kedalam mata kuliah Civic Education yang diselenggarakan tiga kali pertemuan selama satu semester. Mata kuliah ini dapat ditetapkan sebagai mata kuliah yang bersifat wajib dalam kurikulum perguruan tinggi. Metode yang dipergunakan dapat disesuaikan ruang, waktu dan kondisi serta hal-hal lain yang mempengaruhi Pendidikan anti korupsi untuk meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap segala potensi tindak korupsi. Matakuliah ini lebih menekankan pada pembangunan karakter anti korupsi (anti-corruption character building) pada mahasiswa. Dengan demikian tujuan dari matakuliah anti korupsi adalah membentuk kepribadian anti korupsi pada mahasiswa serta sebagai agent of change bagi kehidupan yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi. Kompetensi yang ingin dicapai dalam pendidikan anti korupsi adalah mahasiswa mampu mencegah dirinya sendiri agar tidak melakukan tindak korupsi (individual competence), mahasiswa mampu mencegah orang lain agar tidak melakukan tindak korupsi dan mahasiswa mampu mendeteksi adanya tindak korupsi dan melaporkannya kepada penegak hukum. Sehingga menghasilkan penyelesaian masalah (problem solving). Terdapat hal-hal yang membedakan karakter matakuliah anti korupsi antar perguruan tinggi, yaitu lokalitas daerah, kearifan local ciri khas perguruan tinggi dan program studi Konsep pembelajaran integritas dapat dijadikan wacana bagi para pengajar matakuliah anti korupsi (Budiningsih: 2004). Setiap perilaku yang dilakukan secara sadar berasal dari potensi perilaku yang belum terwujud secara nyata, yang diistilahkan dengan intensi (Wade dan Tavris: 2007). Potensi intensi perilaku tersebut adalah sikap, yang terdiri dari tiga faktor yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor, di mana ketiganya bersinergi membentuk suatu perilaku tertentu (Azwar: 2006). Konsep pembelajaran yang berpusat pada siswa dianggap lebih tepat dalam membentuk kompetensi utuh siswa. (Utomo Dananjaya: 2010). Beberapa metode pembelajaran matakuliah anti korupsi, yaitu: a. In-class discussion; penyampaian oleh dosen dan mendiskusikan konsep terkait anti korupsi b. Case study; mendiskusikan kasus korupsi c. Skenario perbaikan sistem (improvement system scenario); membuat skema perbaikan sistem untuk menyelesaikan masalah korupsi
d. Kuliah umum (General lecture); menghadirkan seorang pembicara tamu untuk berbagi pengalaman dalam penanganan korupsi e. Diskusi film; memutar film dokumenter korupsi atau anti-korupsi, kemudian mendiskusikan dengan mahasiswa f. Investigative report; merupakan investigasi lapangan yang dilakukan dalam beberapa waktu g. Thematic exploration; mahasiswa melakukan observasi terhadap sebuah kasus korupsi atau perilaku koruptif, kemudian menganalisis dari berbagai perspektif sosial, budaya, hukum, ekonomi, politik dan sebagainya. h. Prototype; mahasiswa membuat prototype teknologi terkait cara penanggulangan korupsi i. Prove the government policy; melakukan pengamatan, penelitian ke lapangan untuk melihat kesesuaian janji pemerintah yang disosialisasikan melalui kampanye /spanduk/iklan/pengumuman dll. j. Education tools; mewujudkan kreatifitasnya dalam mendesain berbagai produk untuk menjadi media pembelajaran anti-korupsi. B. Pembelajaran Pendidikan Anti Korupsi 1. Pengertian Korupsi Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” ( Webster Student Dictionary: 1960). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral dan penyimpangan Di Malaysia ada peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah ” berasal dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi (Andi Hamzah: 2002). Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran”(S. Wojowasito- WJS. Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976). Menurut (Muhammad Ali: 1998): korup artinya busuk, menerima uang suap, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio korupsi adalah perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara (Subekti dan Tjitrosoedibio: 1973). Istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan menyangkut kepentingan umum. Diambil dari definisi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt” (E. Hartanti: 2008). Bentuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi berupa: (1) Melawan hukum untuk memperkaya diri dan merugikan Negara, (2) Menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara, (3) Menyuap pegawai negeri, (4) Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya, (5) Pegawai negeri menerima suap, (6) Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya, (7) Menyuap hakim, (8) Menyuap advokat, (9) Hakim dan advokat menerima suap, (10) Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan, (11) Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi, (12) Pegawai negeri merusakkan bukti, (13) Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti, (14) Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti, (15) Pegawai negeri memeras, (16) Pegawai negeri memeras pegawai lain, (17) Pemborong berbuat curang, (18) Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang, (19) Rekanan TNI/Polri berbuat curang, (20) Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang, (21) Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang, (22) Pegawai negeri menyerobot tanah Negara dan merugikan orang lain, (23) Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya, (24) Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK, (25) Merintangi proses pemeriksaan, (26) Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaannya, (27) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka, (28) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan/keterangan palsu, (29) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu, (30) Saksi yang membuka identitas pelapor (KPK: 2011).
Gratifikasi menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasannya didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Dalam Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 dinyatakan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri berupa pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban/tugasnya”. 2. Penyebab Korupsi Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009). Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian terpaksa korupsi kalau sudah menjabat”. (Nur Syam 2000) memberikan pandangan bahwa penyebab korupsi adalah karena tergoda materi Arifin mengemukakan faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi antara lain karena aspek perilaku individu, aspek organisasi dan aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada (Arifin: 2000). Sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain karena sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, gaya hidup konsumtif, tidak mau bekerja keras (Isa Wahyudi: 2007). (Erry Riyana Hardjapamekas: 2008) menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan karena keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan, rendahnya integritas dan profesionalisme, mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika. Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan ekonomi. (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu: - Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi (Terrence Gomes: 2000) memberikan gambaran bahwa politik uang (money politik) sebagai use of money and material benefits in the pursuit of political influence. Menurut Susanto korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang publik untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang disebabkan oleh konstelasi politik (Susanto: 2002). Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya politik uang pada pemilu penyelesaian konflik parlemen melalui cara ilegal dan teknik lobi yang menyimpang (De Asis: 2000). a. Hukum dilihat dari lemahnya perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum oleh aparat Negara. Dikemukakan pula oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002) yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Rahman Saleh merinci ada empat faktor dominan penyebab merajalelanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan rendahnya „political will‟ (Rahman Saleh: 2006). b. Ekonomi, korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004). Kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang merupakan faktor yang paling menonjol dalam arti menyebabkan merata dan meluasnya korupsi di Indonesia dikemukakan pula oleh (Guy J. Pauker: 1979) dengan situasi demikian para pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan dan bahwa banyak diantara mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra (Hamzah: 1995). Pada dasarnya korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi kemiskinan disebabkan oleh korupsi (Pope: 2003). c. Birokrasi, kurang adanya teladan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Terkait dengan itu (Lyman W. Porter: 1984) menyebut lima fungsi penting dalam organizational goals, yaitu; focus attention, provide a source of legitimacy, affect the structure of the organization, serve
as a standard and provide clues about the organization. Fenomena korupsi menurut Baswir (Baswir: 1996) pada dasarnya berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial. Secara teori (Handoyo, 2009: 55) menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu perilaku manusia yang diakibatkan oleh tekanan social. Teori lain yang menjabarkan terjadinya korupsi adalah teori Solidaritas Sosial yang dikembangkan oleh (Emile Durkheim: 1917) memandang bahwa watak manusia sebenarnya bersifat pasif dan dikendalikan oleh masyarakatnya. Emile Durkheim berpandangan bahwa masyarakatlah yang menciptakan kepribadiannya (Angha: 2002). Jack Bologne (Bologne: 2006), yang dikenal dengan teori GONE. Ilustrasi GONE Theory terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi Greeds (keserakahan), Opportunities (kesempatan), Needs (kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan) Faktor internal penyebab korupsi adalah aspek perilaku Individu, seperti sifat tamak/rakus, moral yang kurang kuat; cenderung mudah tergoda untuk korupsi, gaya hidup yang konsumtif tidak diimbangi dengan pendapatan. Faktor eksternal peneyebab korupsi adalah aspek sikap masyarakat terhadap korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Aspek ekonomi, pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Aspek Politis menurut (Rahardjo: 1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Aspek organisasi, kurang keteladanan pimpinan, pengawasan lemah serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum maupun pemerintahan (KPK, 2011: 51). 3. Dampak Korupsi a. Dampak Ekonomi, korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction effects). Korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan (Mauro: 1995). Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun b. Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat, pengentasan kemiskinan yang seharusnya segera diatasi menjadi terhambat. c. Otoritas pemerintah lemah, korupsi dapat mematikan etika pejabat d. Kehidupan demokrasi, korupsi akan menimbulkan plutokrasi (kekuasaan oleh para pemilik modal). e. Penegakkan hukum menjadi lemah f. Dampak terhadap pertahanan keamanan akan lemah, dana untuk hankam di korup g. Dampak kerusakan lingkungan juga akibat korupsi, karena hutan dan alam dirusak dengan kepentingan yang korup 4. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi Nilai-nilai Anti Korupsi: a. Kejujuran adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan mahasiswa, tanpa sifat jujur mahasiswa tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya b. Kepedulian adalah sikap memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008). c. Kemandirian mahasiswa dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri (Supardi: 2004). d. Kedisiplinan adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008). e. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008). Mahasiswa adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari pendidikan terakhirnya yang berkelanjutan melanjutkan pendidikan dalam sebuah lembaga yang bernama universitas (Harmin: 2011). f. Kerja keras mahasiswa akan menjauhkan dari tindakan korup g. Kesederhanaan perlu dikembangkan sejak mahasiswa me-ngenyam masa pendidikannya. h. Keberanian, mahasiswa akan mendapat sentuhan kreativitas dan inovasi yang akan menghasilkan nilai tambah dalam masa perkuliahannya (Sjaifudin : 2002).
i. Keadilan, mahasiswa karakter adil ini perlu sekali dibina sejak masa perkuliahannya agar mahasiswa belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar Prinsip-prinsip anti korupsi adalah: a. Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002). Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang terkait kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005). b. Transparansi disemua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran merupakan modal mahasiswa untuk melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya (Kurniawan: 2010). c. Kewajaran untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up dll. d. Kebijakan dan control kebijakan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. 5. Upaya Pemberantasan Korupsi a. Berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC: 2004). b. Pembentukan lembaga anti korupsi. Lembaga ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809. Di Indonesia ada ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC: 2004). c. Pencegahan korupsi disektor publik dengan mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan harta kekayaan yang dimiliki d. Pencegahan sosial dan pemberdayaan masyarakat, memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). e. Instrumen hukum pendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi. f. Monitoring dan evaluasi untuk mencari cara untuk menemukan solusi memberantas korupsi. g. Kerjasama Internasional dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh saja, ditingkat internasional, Transparency Internasional (TI) misalnya membuat program National Integrity Systems. OECD membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank 6. Gerakan Kerjasama dan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi a. Gerakan organisasi internasional PBB (United Nations) menyelenggarakan Kongres tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau sering disebut United Nation Congress on Prevention on Crime and Treatment of Offenders. Bank dunia korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau prakondisi (baik World Bank maupun IMF) memberikan pinjaman untuk negaranegara berkembang. Untuk keperluan ini, World Bank Institute mengembangkan Anti-Corruption Core Program. Lembaga-lembaga yang harus dilibatkan diantaranya pemerintah, parlemen, lembaga hukum, lembaga pelayanan umum, watchdog institution seperti public-auditor dan lembaga atau komisi pemberantasan korupsi, masyarakat sipil, media dan lembaga internasional (Haarhuis: 2005). OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) didukung oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di tingkat internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in International Business Transaction didirikan pada tahun 1989. Pada awalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan OECD hanya melakukan perbandingan atau me-
review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang tidak hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan dan perdagangan serta hukum administrasi. Pada tahun 1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction disetujui. Tujuan dikeluarkannya instrumen ini adalah untuk mencegah korupsi. Masyarakat Uni Eropa melakukan gerakan pemberantasan korupsi secara internasional dimulai pada sekitar tahun 1996. Tahun 1997, the Council of Europe Program against Corruption kesepakatan politik memberantas korupsi b. Gerakan lembaga swadaya internasional (Internasional NGO). Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional non-pemerintah yang memantau dan mempublikasikan hasilhasil penelitian mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan korupsi politik di tingkat internasional. (Corruption Perception Index) CPI membuat peringkat tentang prevalensi korupsi di berbagai Negara. TIRI (Making Integrity Work) adalah sebuah organisasi independen internasional non-pemerintah yang memiliki head-office di London, United Kingdom dan memiliki kantor perwakilan di beberapa negara termasuk Jakarta. TIRI didirikan dengan keyakinan bahwa dengan integritas, kesempatan besar untuk perbaikan dalam pembangunan berkelanjutan dan merata di seluruh dunia dengan anti korupsi. TIRI di Indonesia membuat I-IEN yang kepanjangannya adalah Indonesian-Integrity Education Network. Instrumen internasional pencegahan korupsi. United Nations Convention against Corruption yang telah ditandatangani oleh lebih dari 140 negara. Penandatanganan pertama kali dilakukan di konvensi internasional yang diselenggarakan di Mérida, Yucatán, Mexico, pada tanggal 31 Oktober 2003. Fokus pada pencegahan, kriminalitas, kerjasama internasional, pengembalian aset korupsi. Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction adalah sebuah konvensi internasional yang dipelopori oleh OECD. Konvensi Anti Suap ini menetapkan standar-standar hukum yang mengikat (legally binding) negara-negara peserta untuk mengkriminalisasi pejabat publik asing yang menerima suap dalam transaksi internasional. Penanganan korupsi belajar dari Negara lain. India menempati ranking lebih baik daripada Indonesia. Pada tahun 2005, dari survey yang dilakukan oleh TI, 62% rakyat India percaya bahwa korupsi benarbenar ada dan bahkan terasa dan dialami sendiri oleh masyarakat yang di-survey. Di India, Polisi menduduki ranking pertama untuk lembaga yang terkorup diikuti oleh Pengadilan dan Lembaga Pertanahan. Dari survey TI, pada tahun 2007, India menempati peringkat 72 (sama kedudukannya dengan China dan Brazil). Pada tahun yang sama, negara tetangga India seperti Srilangka menempati peringkat 94, Pakistan peringkat 138 dan Bangladesh peringkat 162. Pada tahun 2007 tersebut, Indonesia menempati nomor 143 bersama-sama dengan Gambia, Rusia dan Togo dari 180 negara yang di-survey. Peringkat yang cukup buruk jika dibandingkan dengan India yang sama-sama negara berkembang. Oleh Krishna K. Tummala dinyatakan bahwa secara teoretis korupsi yang bersifat endemik banyak terjadi di negara yang masih berkembang atau Less Developed Countries (LDCs) (Tummala: 2009). Ratifikasi konvensi anti korupsi. Indonesia menandatangani Konvensi Anti Korupsi pada tanggal 18 Desember 2003. Pada tanggal 18 April 2006, Pemerintah Indonesia dengan persetujuan DPR telah meratifikasi konvensi ini dengan mengesahkannya di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2006, LN 32 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention against Corruption (UNCAC), 2003. Pada tanggal 21 Nopember 2007, dengan diikuti oleh 492 peserta dari 93 negara, di Bali telah diselenggarakan konferensi tahunan kedua Asosiasi Internasional Lembaga-Lembaga Anti Korupsi (the 2nd Anual Conference and General Meeting of the International Association of Anti-Corruption Authorities/IAACA). Dalam konferensi internasional ini, sebagai presiden konferensi, Jaksa Agung RI diangkat menjadi executive member dari IAACA. Dalam konferensi ini, lobi IAACA digunakan untuk mempengaruhi resolusi negara pihak peserta konferensi supaya memihak kepada upaya praktis dan konkrit dalam asset recovery melalui StAR (Stolen Asset Recovery) initiative. Pada tanggal 28 Januari–1 Februari 2008, bertempat di Nusa Dua, Bali, Indonesia kembali menjadi tuan rumah konferensi negaranegara peserta yang terikat UNCAC. Dalam konferensi ini, Indonesia berupaya mendorong pelaksanaan
UNCAC terkait dengan masalah mekanisme review, asset recovery dan technical assistance guna mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia (Supandji: 2009). 7. Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia Peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia adalah: a. Delik korupsi dalam KUHP. Delik korupsi yang ada di dalam KUHP meliputi delik jabatan dan delik yang terkait jabatan. b. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/013/1950. Peraturan tersebut terus berjalan dan yang kemudian diikuti dengan Peraturan Penguasa Militer tanggal 9 April 1957 Nomor Prt/PM/06/1957, tanggal 27 mei 1957 Nomor Prt/PM/03/1957, dan tanggal 1 Juli 1957 Nomor Prt/PM/011/1957. Peraturan di atas adalah adanya usaha untuk pertama kali memakai istilah korupsi sebagai istilah hukum dan memberi batasan pengertian korupsi sebagai “perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara” c. UU No..249 tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi. Perubahan utama dari Peraturan Penguasa Perang Pusat ke dalam Undang-undang ini adalah diubahnya istilah perbuatan menjadi tindak pidana. d. UU No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi 4 ini terdiri dari beberapa orang yaitu Wilopo, S.H., I.J. Kasimo, Prof. Ir. Johannes, dan Anwar Tjokroaminoto. Adapun tugas Komisi 4 adalah mengadakan penelitian dan penilaian terhadap kebijakan dan hasilhasil yang telah dicapai dalam pemberantasan korupsi dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijaksanaan yang masih diperlukan dalam pemberantasan korupsi. e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. TAP MPR ini di dalamnya memuat banyak amanat untuk membentuk perundang-undangan yang akan mengawal pembangunan orde reformasi, termasuk amanat untuk menyelesaikan masalah hukum Soeharto dan kroninya. f. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 mempunyai judul yang sama dengan TAP MPR No. XI/MPR/1998 yaitu tentang Penyelenggara negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. g. Undang-Undang pemberantasan korupsi Nomor 31 tahun 1999 dilatar belakangi oleh 2 alasan, yaitu pertama bahwa sesuai dengan bergulirnya orde reformasi dianggap perlu meletakkan nilai-nilai baru atas upaya pemberantasan korupsi h. Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 merupakan undang-undang untuk memperbaiki kelemahan undang-undang terdahulu. i. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang menghendaki dibentuknya suatu komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. j. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003. k. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. l. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Melalui Inpres ini Presiden memberi instruksi khusus untuk membantu KPK dalam penyelenggaraan laporan, pendaftaran, pengumuman, dan pemeriksaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). 8. Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti Korupsi Mahasiswa mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan tersebut tercatat dalam peristiwaperistiwa besar yang dimulai dari Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan NKRI tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1996, dan Reformasi tahun 1998. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti bahwa mahasiswa berperan sangat penting sebagai agen perubahan (agent of change).
Dalam konteks gerakan anti-korupsi mahasiswa juga diharapkan dapat tampil didepan menjadi motor penggerak. Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi empat wilayah, yaitu: di lingkungan keluarga, lingkungan kampus, masyarakat, tingkat nasional PENUTUP Kesimpulan Pendidikan anti korupsi merupakan suatu bentuk pembelajaran yang dirancang sesuai dengan sistem metode pembelajaran pendidikan di Indonesia yang berisi materi pendidikan anti korupsi yang bertujuan memberikan pengetahuan tentang korupsi dan penanganannya sejak dini Saran Pendidikan anti korupsi hendaknya diajarkan di semua jenjang pendidikan, bukan hanya dilingkup perguruan tinggi, agar pengenalan terhadap masalah korupsi dan penanganannya dapat dilakukan sejak dini. DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali Muhammad. 1993. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani Angha Nader. 2002. Teori Kepemimpinan berdasarkan Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Serambi Apeldoorn Van. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita Azwar S. 2006. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baswir Revrisond. 1993. Ekonomi, Manusia dan Etika, Kumpulan Esai-Esai Terpilih.Yogyakarta. BPFE Basyaib, H., Holloway R., dan Makarim NA. 2002. Mencuri Uang Rakyat: 16 Kajian Korupsi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Aksara dan Patnership for Good Governance Reform Budiningsih, C.A. 2004. Pembelajaran Moral: Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta: Bhineka Cipta Dananjaya Utomo. 2010. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Darwin Prinst. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Citra Aditya Bakti Hamzah Andi. 1991. Korupsi dalam Pengelolaan Proyek. Jakarta: Akademi Presindo _____1991. Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: PT Gramedia. Handoyo Eko. 2009. Pendidikan Anti Korupsi. Semarang: Widyakarya Press Hartanti Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika H.B Sutopo. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Idris Zahara dan Lisma Jamal.H. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Junaidi Soewartojo. 1995. Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakan Serta Peran Pengawas Dalam Penanggulangannya. Jakarta: Restu Agung Lopa Baharuddin.1997. Masalah Korupsi dan Pemecahannya. Jakarta: Kipas Putih Aksara Moleong Lexy. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Muhadjir Noeng. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarakin Poerwadarminta. 1976. K7amus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Pope Jaremy. 2003. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Jakarta: Yayasan Obormas Indonesia Prasojo Eko. 2005. Demokrasi di Negeri Mimpi: Catatan Kritis Pemilu 2004 dan Good Governance. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. Prasojo Eko. Teguh Kurniawan. Defny Holidin. 2007. Refomasi dan Inovasi Birokrasi: Studi di Kabupaten Sragen. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI dan Yappika-CIDA. Rahardjo Satjipto. 1983. Hukum dan Perubahan Sosial: suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman di Indonesia. Bandung: Alumni
Salman Otje. 2005. Teori Hukum. Bandung: Refika Aditama Soeryodibroto Soenarto. 2006. KUHP dan KUHAP. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Subekti dan Tjitrosoedibio. 1973. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita Sugono Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Supandji Hendraman. 2009. Tindak Pidana Korupsi dan Penanggulangannya, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Supardi Endang. 2004. Kewirausahaan SMK: Kiat Mengembangkan Sikap Mandiri. Bandung: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Surakhmad Winarno. 1985. Dasar-dasar Teknik Research: Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung. Tarsito Vredenbrug Jacop. 1986. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Jurnal: C. Wide & Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga. Jurnal: De Asis Maria Gonzales. ______.2007. Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared for the Anti-Corruption Summit. World Bank Institute. Journal. 2007 United Nations. 2004. the Global Program Against Corruption : United Nations Anti Corruption Toolkit. Vienna. UNODC. Journal Peraturan Perundang-undangan: KUHP- KUHAP UU No.20 Th 2001 tentang perubahan atas UU No.31 Th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Media Elektronik: http://www.wikipedia.org, http://www.korupsi.org http://www.korupsi.org Media Cetak: Tempo. Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 2011: Masalah Korupsi. 17- 8- 2011 Kompas, Sulistyantoro HT. 2004. Etika Kristen dalam Menyikapi Korupsi. Kompas 2- 9- 2004