Pendidikan Anak dalam Keluarga
PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA Niken Ristianah1 Abstract: Family is primary socialization media. It means through family environment, children know the around world and the patterns of social life prevailing daily. The formation of character and personality of the child is influenced strongly by how are the manner and shades of parents to provide education and guidance for their children. The family will give colour a child’s, good behavior, manners and customs in everyday. It is a place also where a child get forging for the first time that determine his life good or bad after gathering in the community. So that the family is one of the important element to specify good or bad a community. Keyword: education, children, family Pendahuluan Pendidikan merupakan masalah penting dalam kehidupan, bahkan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan itu sendiri. Baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu dengan tujuan mengusahakan agar tiap-tiap orang sempurna pertumbuhan tubuhnya, sehat otaknya, baik budi pekertinya dan sebagainya. Sehingga orang mampu mencapai kesempurnaan dan berbahagia hidup secara lahir dan batin. Oleh karena itu, setiap anak harus dididik secara memadai, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat.2 1 2
122
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darussalam Krempyang Nganjuk. Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama (Solo: Ramadani, 1993), 11.
Niken Ristianah
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, keluarga memiliki fungsi pendidikan. Fungsi ini berhubungan erat dengan masalah peranan dan tanggung jawab orang tua selaku pendidik pertama dan utama bagi anak. Dengan kata lain keluarga bertanggung jawab penuh untuk mengembangkan anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga ini hingga berkembang menjadi orang yang diharapkan oleh bangsa, negara dan agamanya. Dalam arti mereka menjadi manusia matang yang dapat bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakatnya. Keluarga merupakan media sosialisasi primer, yaitu melalui lingkungan keluarga, anak mengenal dunia sekitarnya dan polapola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Pembentukan watak dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh cara dan corak orang tua memberikan pendidikan dan bimbingan bagi anak-anaknya. Menurut Zakiyah Daradjat, yang dimaksud dengan keluarga adalah masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khas. Keluarga juga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak. Sebelum berkenalan dengan dunia sekitar, anak akan berkenalan dulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan memberikan pengaruh sangat besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang. Pengalaman pergaulan tersebut melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan terhadapkewibawaan dan nilainilai kepatuhan.3 Keluarga akan memberikan warna kehidupan seorang anak, baik perilaku, budi pekerti maupun adat kebiasaan sehari-hari. Keluarga juga menjadi tempat seorang anak memperoleh tempaan pertama kali yang kemudian menentukan baik buruk kehidupan setelahnya di masyarakat. Sehingga tidak salah bahwa keluarga adalah elemen penting dalam menentukan baik buruknya masyarakat.4 Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu pertumbuhan anak tersebut akan terhambat. Peran orang tua dalam keluarga sangat penting, terutama ibu. Seorang ibu bertugas mengatur dan membuat rumah tangganya 3 4
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 66. Norman M. Goble, Perubahan Perubahan Guru (Jakarta: Gunung Agung, 1983), 26.
123
Pendidikan Anak dalam Keluarga
menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari mereka anak mulai menerima pendidikan. Pendidikan dalam keluarga merupakan proses sosialisasi pertama anak untuk menerima segala sesuatu yang diperlukan anak sebelum memasuki lingkungan masyarakat. Baik pendidikan mengenai nilai maupun norma yang berlaku dalam masyarakat luar. Sehingga anak akan siap dan mudah diterima dalam sosialisasi di masyarakat. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam pendidikan keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang memegang peranan dalam menentukan kehidupan anak selain pendidikan, yang selanjutnya digabungkan menjadi pendidikan agama.5 Tanggung jawab terhadap pembinaan dan pendidikan anak terutama karena didorong oleh rasa cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Rasa cinta kasih ini akan mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggung jawab dan mengabdikan hidupnya untuk anak.6 Dengan demikian, hubungan orang tua dengan anak dan kedekatan antara mereka menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembinaan dan pendidikan. Situasi keluarga yang senantiasa dihiasi oleh cinta kasih dan kemesraan anggota keluarga akan membawa pengaruh positif terhadap pembinaan dan pendidikan anak, karena kondisi psikologi anak tetap terpelihara dengan baik. Pembahasan A. Pengertian Keluarga Istilah keluarga menurut Kun Maryati dan Juju Suryawati diartikan sebagai unit sosial terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Keluarga memiliki fungsi majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dalam masyarakat. Dalam keluarga diatur hubungan antara anggota-anggotanya, sehingga setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing.7 Sedangkan menurut Zakiyah 5 Hasan Langgulung, Beberapa Tinjauan Dalam Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Antara, 1980), 55. 6 Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1996), 17. 7 Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Erlangga, 2007), 66.
124
Niken Ristianah
Daradjat, keluarga adalah masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khas. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.8 Menurut M. Quraish Shihab, keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut.9 Dengan demikian keluarga adalah sekelompok kecil dalam masyarakat yang terdiri dari ibu, bapak dan anaknya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil di masyarakat yang menjadi lingkungan pertama bagi anak dalam urusan pendidikan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kelanjutan mutu anak dalam berproses dalam pendidikan pada jenjang selanjutnya. B. Peran Keluarga Keluarga memiliki peran besar sekali bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, baik terkait dengan pertumbuhan intelektual, moral dan agama. Menurut M. Quraish Shihab, peran orang tua bagi anak mencakup tiga hal. Pertama adalah menjamin kehidupan emosional anak. Melalui pendidikan keluarga, kehidupan emosional anak atau kebutuhan terhadap rasa kasih sayang anak akan terpenuhi dan dapat tumbuh dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya hubungan jalinan darah antara orang tua dan anak, di samping fokus dan konsentrasi orang tua lebih ditekankan kepada anak. Kehidupan emosional merupakan faktor yang signifikan dalam membina kepribadian anak. Oleh karena itu, pihak orang tua harus mampu menciptakan suasana kondusif bagi anak melalui cerminan kasih sayang. Kedua adalah menanamkan dasar pendidikan moral. Penanaman dasar-dasar moral bagi anak dalam keluarga biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sendiri. Anak akan 8 9
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, 66. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), 253.
125
Pendidikan Anak dalam Keluarga
cenderung mengikuti segala pola dan tingkah laku orang tua. Misalnya cara berbuat dan berbicara. Dengan demikian perilaku yang baik dari orang tua akan melahirkan gejala identifikasi yang positif bagi anak, yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Ketiga adalah peletak dasar keagamaan. Pada dasarnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilaluinya pada masa kecil. Seseorang yang waktu kecilnya tidak memperoleh pendidikan agama, maka pada masa dewasa, dia tidak merasa penting akan adanya agama dalam hidup. Berbeda dengan orang yang waktu kecilnya sudah dikenalkan dengan pengalaman agama, misalnya kedua orang tuanya taat beragama, ditambah lagi dengan pendidikan sekolah, maka orang tersebut akan dengan sendirinya memiliki kecenderungan terhadap hidup yang taat mengikuti peraturan agama. Di samping itu juga terbiasa melaksanakan ibadah, takut terhadap larangan dan merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.10 C. Fungsi Keluarga Dengan melaksanakan fungsi-fungsi keluarga secara baik, maka hal ini akan membentuk kehidupan keluarga harmonis dan semua anggota keluarganya dapat hidup bahagia dan tenteram. Keluarga bahagia dan tenteram menjadi harapan setiap orang yang membangun rumah tangga. Jika dari keluarga itu membuahkan keturunan anak yang saleh, maka akan menjadi penerus orang tuanya kelak. Djuju Sudjana menegaskan bahwa sekurang-kurangnya setiap keluarga memiliki tujuh fungsi, yaitu fungsi edukatif, biologis, ekonomis, protektif, religius, sosialisasi dan rekreatif.11 Dalam tulisan ini, fungsi edukatif dijadikan sebagai pembahasan utama. Namun juga membahas fungsi yang lain, karena akan membantu dalam proses penelitian pendidikan agama Islam dalam keluarga ini. 1. Fungsi Edukatif Abdurrahman an-Nawawi menjelaskan bahwa keluarga muslim adalah pelindung pertama, tempat anak dibesarkan dalam 10
Ibid, 254-255. Jalaludin Rahmad dan Muhtar Gandaatmaja, Muslim dalam Masyarakat Modern (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 20. 11
126
Niken Ristianah
suasana pendidikan Islami. Untuk itu, keluarga termasuk keluarga muslim pada masa pembangunan seperti sekarang ini masih sering diharapkan dapat menjadi lembaga sosial yang paling dasar untuk mewujudkan pembangunan kualitas manusia Indonesia,12 yaitu suatu pembangunan yang harus dimulai sejak dini, ketika manusia pertama kali berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, keluarga harus dikondisikan dalam situasi pendidikan sehingga terdapat proses saling belajar di antara anggotanya. Dalam melaksanakan fungsi pendidikan ini, orang tua memegang peran utama, terutama ketika anak belum dewasa. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam QS. al-Taghabun: 14.13 Orang tua harus berhati-hati dalam mendidik anak, karena kesalahan dalam mendidik anak dapat mengakibatkan anak menjadi musuh orang tua, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Usaha untuk mengembangkan anak-anak agar menjadi orang yang diharapkan oleh bangsa, negara dan agama, yaitu dapat melalui asuhan, bimbingan dan contoh atau teladan, dengan tujuan membantu perkembangan kepribadian anak. 2. Fungsi Biologis Keluarga sebagai organisme memiliki fungsi biologis, yaitu suatu fungsi yang mewajibkan setiap makhluk hidup untuk mempertahankan hidupnya dengan cara mengembangkan keturunan, yaitu dengan hubungan seksual. Dalam keluarga, anak merupakan wujud dari cinta kasih dan tanggung jawab suami istri dalam meneruskan keturunannya. Islam mengharapkan lahirnya generasi muslim yang baik, sehingga dapat disebut sebagai qurratul a’yun, sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Furqan: 74.14 Untuk memenuhi fungsi atau kebutuhan dasar ini, kehidupan keluarga perlu diikat dengan suatu ikatan perkawinan yang memungkinkan suami isteri memenuhi kebutuhan dasar tersebut dengan bebas dan bertanggung jawab. Kehidupan keluarga harus memegang norma yang ideal, agar hidup manusia dapat berguna dan bermakna, sebagai manusia yang 12
Ibid, 25. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Surabaya: Jaya Sakti, 1989), 25. 14 Ibid, 569. 13
127
Pendidikan Anak dalam Keluarga
selalu berusaha mengisi hidupnya dengan akhlaqul karimah sampai akhir hidupnya. 3. Fungsi Ekonomis Fungsi ekonomi adalah segala kegiatan keluarga yang berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha dan perencanaan anggaran biaya, baik pemasukan maupun pengeluaran biaya keluarga. Keluarga, termasuk orang tua, memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan ekonomi anak-anaknya. Pelaksanaan ekonomi keluarga adalah dalam rangka meningkatkan pengertian dan tanggung jawab di bidang ekonomi, sehingga masa depan anak dapat sesuai dengan harapan orang tua dan juga harapan anak itu sendiri. Banyak kasus yang terdapat dalam kehidupan keluarga seperti judi, kriminalitas, pencurian dan tindak kejahatan lainnya yang merupakan gambaran dari akibat kemiskinan, sehingga kehidupan rumah tangga goyah dan tidak kokoh. Jika dampak kemiskinan sudah demikian, maka masyarakat menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya kemungkarankemungkaran. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal-hal di atas yaitu dengan cara memupuk jiwa optimisme, tidak mudah putus asa dan kerja keras, sehingga menimbulkan rangsangan terhadap mental manusia untuk merubah sikap hidup yang positif, termasuk di dalamnya untuk merubah nasibnya. Kehidupan keluarga harus dapat mengatur diri dengan menggunakan sumber-sumber keluarga dalam memenuhi kebutuhan tanpa harus meninggalkan norma-norma dan nilai-nilai ajaran agama, yaitu apabila dalam keluarga terdapat kerja sama antar anggotanya dengan baik dan adanya ikatan kasih sayang. 4. Fungsi Protektif Fungsi ini memiliki hubungan erat dengan fungsi pendidikan. Pendidikan yang diberikan keluarga kepada anak berarti memberikan perlindungan secara mental dan moral, termasuk menangkal pengaruh kehidupan yang negatif pada masa sekarang dan yang akan datang. Selain itu fungsi ini juga meliputi perlindungan yang bersifat fisik bagi kelangsungan hidup anak-anak. Perlindungan yang bersifat fisik ini, misalnya faktor kesehatan 128
Niken Ristianah
anak, karena faktor ini dapat menjadi prioritas pendukung demi lancarnya proses pendidikan. Fungsi perlindungan juga dapat diartikan sebagai usaha untuk menjaga dan memelihara anak serta anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul, baik dari dalam maupun dari luar kehidupan keluarga. Fungsi perlindungan ini sangat dibutuhkan anggota keluarga, terutama anak, sehingga anak akan merasa aman hidup di tengah keluarganya. Anak akan merasa terlindungi dari berbagai ancaman fisik maupun mental yang datang dari dalam keluarga maupun dari luar.15 Untuk itu, dalam suatu keluarga seharusnya terdapat interaksi atau ikatan batin yang kuat antara anggotanya sesuai dengan status dan perannya masing-masing. 5. Fungsi Religius Fungsi ini erat kaitannya dengan kewajiban orang tua untuk menyarankan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak serta anggota keluarga lainnya mengenal kaidah-kaidah agama dan perilaku keagamaan. Untuk itu, orang tua sebagai tokoh inti dan panutan dalam keluarga harus mampu menciptakan iklim keagamaan dalam kehidupan keluarga. Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga diharapkan mampu mempraktekkan pendidikan agama dengan cara penanaman iman. Hal ini merupakan hal utama, karena pengaruh orang tua sangat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya. Orang tua adalah orang pertama dan paling banyak melakukan kontak dengan anaknya. Selain itu, metode keteladanan juga harus diberikan kepada anak, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. 6. Fungsi Sosialisasi Setiap keluarga memiliki kewajiban untuk mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial (masyarakat) yang lebih luas. Anak yang nantinya menjadi manusia dewasa adalah makhluk Tuhan yang dianugerahi huriyyah, yaitu suatu kebebasan dan keharusan memilih berbagai alternatif yang ada.Untuk itu manusia sejak kecil perlu dididik agar bisa bergaul dengan luas di dalam masyarakatnya. 15
Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi Pendidikan, 70.
129
Pendidikan Anak dalam Keluarga
Dalam fungsi sosialisasi ini, orang tua sebagai media primer harus lebih berhati-hati karena anak bisa terbawa pengaruh negatif yang muncul dari proses sosialisasinya, baik dari teman di rumah maupun di sekolah, dari buku yang dibacanya, informasi yang dilihatnya setiap hari dan lain-lain sebagainya. Anak perlu dibiasakan dalam pola pergaulan yang baik, dengan siapa saja dia bergaul atau bagaimana memilih teman yang baik, dan di mana mereka bisa bergaul dan belajar. Anak harus mampu melatih diri dalam lingkup peraturan kehidupan sosial dan berusaha untuk menyesuaikan diri. Untuk mengantisipasi dampak kurang baik dari proses sosialisasi anak, orang tua harus memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai agama sejak anak masih kecil, membimbing anak untuk mencari teman yang baik, menunjukkan tempat atau lembaga yang bisa digunakan untuk bermain dan belajar yang Islami. Dengan demikian, anak akan mampu mempertahankan diri dan menyaring berbagai informasi dan pengaruh negatif yang ditemui setiap hari. 7. Fungsi Rekreatif Fungsi rekreatif berperan sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kejenuhan dari aktifitas yang biasa dilakukan setiap hari, sehingga mampu menimbulkan rasa senang berada di tempat itu dengan aktifitas yang dikerjakan. Dengan fungsi ini, maka keluarga dituntut harus menjadi lingkungan yang nyaman, cerah ceria, hangat dan penuh semangat. Keadaan ini dapat dibangun melalui kerja sama dengan anggota keluarga yang diwarnai dengan hubungan insan yang didasari oleh adanya saling mempercayai, saling menghormati dan mengagumi, saling mengerti serta adanya take and give.16 D. Tanggung Jawab Keluarga Terhadap Anak Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman. Untuk mencapai tujuan itu, orang tua menjadi pendidik pertama dan utama, orang tua harus menempati posisi tersebut dalam 16
130
Jalaludin Rahmad dan Muhtar Gandaatmaja. Muslim dalam Masyarakat Modern, 12.
Niken Ristianah
keadaan bagaimanapun juga. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi penanggung jawab terhadap perkembangan anakanaknya.17 Sehubungan dengan tugas serta tanggung jawab itu, maka ada baiknya orang tua mengetahui sedikit mengenai apa dan bagaimana pendidikan dalam keluarga. Orang tua seringkali kurang memperhatikan dan kadang menyepelekan pendidikan akhlak atau moral anak. Padahal moral atau akhlak anak dalam kehidupan sehari-hari menentukan seberapa jauh pendidikan agama yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Sebagian orang tua di masyarakat banyak yang beranggapan bahwa dengan hanya memberi kebutuhan materi anak, maka tanggung jawab orang tua sudah terpenuhi, atau dengan menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan yang berlabel Islam, maka orang tua menganggap bahwa mereka sudah terlepas dari kewajiban membina akhlak anak. Anggapan seperti di atas sangat tidak tepat, terutama jika didasarkan pada hadits berikut:
Artinya: Setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Muslim) Berdasarkan hadits di atas jelas bahwa orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Bahkan hadits di atas lebih menekankan bahwa bentuk kepribadian anak sangat ditentukan oleh peran orang tua dalam mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Zakiyah Daradjat, tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan untuk (1) memelihara dan membesarkan anak, (2) melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianut17 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Rosdakarya, 1995), 155.
131
Pendidikan Anak dalam Keluarga
nya, (3) memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya, (4) membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.18 Sedangkan menurut Syahminan Zaini dalam membahas tanggung jawab keluarga terhadap anak, mengemukakan secara lebih global, tanggung jawab keluarga adalah segala hal yang meliputi (1) memelihara dan mengembangkan pengetahuan anak, (2) memenuhi keinginan Islam terhadap anak, (3) mengarahkan anak agar mempunyai arti bagi orang tuanya.19 Berbagai tanggung jawab orang tua di atas dapat terlaksana dengan baik jika orang tua menyadari betapa pentingnya anak dalam keluarga. Dalam Islam diajarkan bahwa anak seharusnya du anggap sebagai anugerah Allah Swt, bukti kebesaran dan kasih sayang-Nya, serta pelanjut atau penerus dan pewaris orang tuanya.20 Oleh karena itu, Islam mewajibkan bagi setiap orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, baik pendidikan yang bersifat lahir maupun batin. Dalam mendidik, anak-anak dapat diarahkan dan dibentuk menjadi generasi muslim yang tangguh melalui pendidikan yang baik, yaitu generasi yang memiliki semangat tinggi terhadap perjuangan menegakkan Islam. Agama Islam tidak menghendaki lahirnya generasi yang lemah iman dan rendah nilai takwanya kepada Allah Swt. Sikap di atas menunjukkan bahwa yang disebut sebagai tanggung jawab keluarga adalah suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh anggota keluarga terhadap anak-anaknya, terutama orang tuanya. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, terdapat langkah-langkah praktis bagi orang tua, yaitu: 1. Memberikan nama yang baik. 2. Menyusui bayi sampai berumur dua tahun. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran berikut ini:
18
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, 38. Syahminan Zaini, Arti Anak Bagi Seorang Muslim (Surabaya: Al-Ikhlas, 1982), 188. 20 Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam (Bandung: Pustaka, 1991), 131. 19
132
Niken Ristianah
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya salama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.21 3. Selalu mendoakan anak sejak pergaulan pertama sampai anak dewasa. 4. Memberikan makan dan minum yang halal dan baik. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran:
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkahlangkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. al-Baqarah: 168)22 5. Mengajarkan dan membiasakan anak untuk mengerjakan shalat sejak dini. 6. Memisahkan tempat tidur anak pada usia menjelang baligh. 7. Memberikan teladan yang baik tentang tingkah laku dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, keluarga maupun diri sendiri. 8. Memperbaiki adab dan pelajaran anak dengan jalan memberikan pembinaan dan bimbingan tentang akidah. Menerangkan kepada mereka tentang prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama dan lain-lain. 9. Menyiapkan peluang dan suasana praktis untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga anak sejak kecil dapat bergaul dengan teman dan tempat yang baik. E. Pembinaan Akhlak Dalam Keluarga Akhlak menjadi masalah penting dalam perjalanan hidup manusia, mengingat akhlak memberikan norma-norma baik dan buruk yang menentukan kualitas pribadi manusia. Dalam keluarga, pembinaan akhlak memegang peranan sangat penting bagi umat 21 22
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 57. Ibid, 91.
133
Pendidikan Anak dalam Keluarga
Islam sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam, di samping ajaran tentang tauhid. Sehingga akhlak atau budi pekerti ini merupakan ajaran dasar dalam agama Islam. Pembinaan akhlak yang dilakukan orang tua terhadap anaknya bukan tugas ringan mengingat kepribadian dan tingkah laku orang tua yang akan dijadikan patokan dasar bagi anak. Menurut Harun Nasution, yang dimaksud dengan pendidikan agama dalam arti pendidikan dasar dan konsep Islam adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan agama yang harus dimulai oleh ibu-bapak di lingkungan rumah tangga dan harus dimulai pembinaan kebiasaan baik dalam diri anak. Lingkungan rumah tanggalah yang dapat membina pendidikan ini, karena anak yang berusia muda dan kecil itu lebih banyak di lingkungan rumah tangga dari pada di luar.23 Metode mendidik anak mengenai sikap baik dan buruk, yaitu dengan cara orang tua memberikan contoh perbuatan dan tingkah laku yang bernilai baik atau buruk menurut norma-norma agama. Karena kesusilaan atau tingkah laku sangat kuat hubungannya dengan ajaran atau norma-norma agama, maka hal itu sangat tidak mudah untuk diajarkan kepada anak dengan metode klasikal atau yang bersifat intelektualis dan sebagainya, melainkan tingkah laku atau norma-norma akhlak tersebut harus benar-benar diekspresikan oleh orang tua dalam tingkah laku sehari-hari.24 Contoh pembinaan akhlak yaitu tentang praktek ibadah. Orang tua harus mengaitkannya dengan akhlak. Ibadah yang perlu diajarkan kepada anak tidak boleh dilepaskan dari aspek pembinaan moral yang terkandung di dalamnya. Pendidikan itu sematamata mempunyai bentuk formalitas saja, tetapi juga praktek ibadah itu dapat mengilhami tingkah laku (akhlak) anak dalam kehidupan sehari-hari. Usaha pembinaan dan pengembangan akhlak anak melalui jalur lingkungan keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan memperhatikan: 1. Kemampuan menyerap bahan pendidikan akhlak sesuai dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologi anak. 23
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1994), 445. H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), 74. 24
134
Niken Ristianah
2. Pada tingkat perkembangan anak yang tepat, pendidikan anak lebih ditekankan kepada isi atau dari ajaran serta kemampuan kreatif anak untuk memahami situasi yang dihadapi dan keputusan yang harus dilakukan dan bahkan mampu mempertanggungjawabkannya sesuai keimanannya. 3. Para pendidik dan pembina anak seperti para orang tua, guru, para penanggung jawab dan media massa, memiliki kemampuan untuk mentransformasikan ajaran akhlak melalui metode yang tepat dan keteladanan yang efektif dalam penyampaian pesan ajaran akhlak pada tingkat pemahaman, penghayatan dan pengamalan. Dalam pemahaman pandangan hidup bersama, fase kanakkanak merupakan fase yang paling baik untuk menerapkan dasardasar hidup bersama. Dalam hal ini, teknik yang paling tepat adalah dengan teknik imitasi, proses pembinaan anak secara tidak langsung, yaitu ayah dan ibu membiasakan hidup rukun, istiqamah melakukan ibadah, baik di rumah, masjid atau tempat ibadah lainnya dengan mengajak anak-anak, sehingga sekaligus membina anakanak untuk mengikuti dan meniru hal-hal yang dilakukan orang tuanya. Melalui cara tersebut, anak akan memperoleh ilmu pengetahuan, pendidikan moral dan sikap mental melalui khutbah atau ceramah agama serta keterampilan-keterampilan tertentu dalam shalat berjamaah.25 Hal ini berarti bahwa tugas utama dari keluarga bagi anak adalah peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya meliputi (1) dasar pendidikan budi pekerti, yang memberikan norma pandangan hidup tertentu, meski masih dalam bentuk yang sederhana bagi anak didik, (2) dasar pendidikan social, yang melatih anak didik dalam tata cara bergaul yang baik terhadap lingkungan sekitar, (3) dasar pendidikan intelek, yang mengajarkan anak didik tentang kaidah pokok dalam percakapan, bertutur bahasa yang baik, (4) dasar pembentukan kebiasaan, yaitu pemberian kepribadian yang baik dan wajar, yaitu membiasakan kepada anak untuk hidup lebih teratur, 25 Muhaimin dan Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1995), 291.
135
Pendidikan Anak dalam Keluarga
bersih, tertib, disiplin dan dilakukan secara berangsur-angsur tanpa ada unsur paksaan, (5) dasar pendidikan kewarganegaraan, yaitu memberikan norma nasionalisme dan patriotisme, cinta tanah air dan berperikemanusiaan yang tinggi. Menurut Humaidi Tatapangarsa, terdapat tiga cara yang bijaksana dalam mengajarkan akhlak kepada anak yaitu (1) menjadikan iman sebagai pondasi dan moral. Landasan pokok dari akhlak Islam adalah iman, yaitu iman kepada Allah Swt. Dengan landasan ini akhlak Islam memiliki kekuatan moral yang sangat kuat atau dengan kata lain iman merupakan fondasi bagi berdirinya akhlak Islam, (2) cara langsung, yaitu dalam menyampaikan materi-materi ajaran di bidang akhlak di tempuh secara langsung dengan cara menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menerangkan tentang akhlak, (3) cara tidak langsung, yaitu dengan cara menyampaikan kisah-kisah yang mengandung nilai moral atau dengan kebiasaan dan latihan-latihan kepribadian Islam lainnya. Jika latihan-latihan ibadah ini betul-betul dikerjakan dan ditaati sebagaimana mestinya, maka akan lahir akhlak Islam pada diri orang yang mengerjakan, sehingga orang tersebut menjadi orang Islam yang berbudi luhur.26 Menurut Mahjuddin, cara melaksanakan pembinaan akhlak dalam keluarga dibedakan menjadi dua macam, yaitu bagaimana menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak dan bagaimana mengadakan tindakan preventif, represif dan kuratif terhadap akhlak buruk anak.27 Hal tersebut terlihat bahwa untuk membantu aktivitas dan partisipasi anak, keluarga dan sekolah memiliki peran sangat penting. Namun, dalam menanamkan nilai-nilai akhlak ini, seharusnya orang tua dapat mengetahui dan menyesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan fisik dan mental anak. Tahap-tahap perkembangan anak yang harus diperhatikan tersebut adalah: 1. Masa anak sebelum lahir (prenatal) Dengan memperhatikan masa anak sebelum lahir ini mengingatkan orang tua bahwa faktor keturunan memiliki pengaruh 26 27
136
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak (Surabaya: Bina Ilmu, 1998), 119. Mahjuddin, Membina Akhlak Anak (Surabaya: Al-Ikhlas, 1998), 65.
Niken Ristianah
besar terhadap pembentukan akhlak, sebagaimana pendapat para ahli ilmu jiwa yang juga menambahkan bahwa harus mengakui adanya pengaruh lingkungan. Mengenai faktor lingkungan ini juga dijelaskan dalam QS. al-Isra’: 84 berikut ini:
Artinya: “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.28 Berdasarkan makna dari ayat di atas dapat diketahui bahwa setiap tingkah laku manusia pasti diwarnai oleh faktor keturunan dan pembawaan. Meskipun demikian, kadang-kadang pengaruhnya tidak tampak karena ditutupi oleh pengaruh lingkungan, termasuk pendidikan. Sehingga saat anak lepas dari lingkungan pendidikan, maka pengaruh pembawaan itu akan tampak kembali. Sebaliknya faktor keturunan tidak bisa dihilangkan oleh faktor pendidikan, namun hanya ditutupi sehingga tidak dapat berkembang. Oleh karena itu, hal yang paling baik dilakukan oleh orang tua ketika anaknya masih dalam kandungan adalah selalu berbuat baik karena nilai kebaikan itu selalu mengalir ke dalam tubuh janin. 2. Masa bayi dan kanak-kanak Masa bayi menurut urutan waktu, berlangsung sejak seorang individu manusia dilahirkan dari rahim ibunya sampai berusia sekitar satu tahun. Seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan makhluk yang belum bermoral. Sedangkan masa kanak-kanak adalah masa perkembangan selanjutnya, yaitu usia 1 tahun sampai usia antara 5 atau 6 tahun. Perkembangan biologis pada masamasa ini berjalan pesat, tetapi secara sosiologis masih sangat terikat dengan lingkungan keluarga. Pada masa ini anak belum mengetahui norma-norma benar atau salah. Tingkah lakunya sematamata dikuasai oleh dorongan yang tidak disadari (impuls) dengan kecenderungan bahwa segala hal yang menyenangkan akan diulang. Pada saat anak berumur 3 tahun, jika disiplin sudah ditanamkan orang tua secara teratur, maka anak akan mengetahui perbuatan 28
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 437.
137
Pendidikan Anak dalam Keluarga
yang benar dan perbuatan yang salah. Oleh karena itu fungsi lingkungan keluarga pada fase ini penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun ke lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah.29 3. Masa anak-anak Masa anak-anak berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun. Pada masa ini dasar-dasar moralitas terhadap kelompok sosial harus sudah terbentuk. Anak tidak lagi terus menerus diterangkan alasan perbuatan ini benar atau salah, tetapi ditunjukkan tentang keharusan bertingkah laku. Jika hal ini tidak dilakukan oleh anak, maka anak akan mendapatkan hukuman. Pada masa ini, anak sudah harus patuh terhadap tuntutan orang tua dan lingkungan sosialnya. Penanaman konsep-konsep moralitas pada anak-anak ini mungkin mengalami kesulitan karena sifat-sifat pembangkangan terhadap perintah dan sifat egoisme.30 4. Masa remaja Ahli ilmu jiwa anak berpendapat bahwa anak yang tergolong remaja ini adalah anak yang berusia 13 sampai dengan 21 tahun. Masa ini sering disebut dengan periode sekolah menengah, karena kebanyakan dari anak itu masih berada pada jenjang sekolah menengah. Pada masa remaja ini didominasi oleh kematangan kehidupan seksual sebagai salah satu aspeknya. Masa remaja ini ditandai dengan fase negatif yang ditandai adanya kesadaran terhadap kesepian yang tidak pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya. Reaksi pada perasaan ini adalah adanya gangguan akan kesenangan dan keamanan jiwanya, sehingga anak protes terhadap alam sekitarnya, yang dirasakan seolah-olah bersikap memusuhi dan menelantarkannya.31 Pada masa remaja ini sering terjadi kenakalan-kenakalan remaja yang membuat keresahan masyarakat, sebagaimana yang sering terjadi pada remaja, yang ternyata banyak atau bahkan biasa menggunakan obat-obat terlarang baik itu di sekolah, jalan-jalan dan di rumah. Mereka melakukannya karena memiliki beberapa 29
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Gunung Mulia, 1990), 46. Ibid, 47. 31 Sumadi Suryabrata, Ilmu Jiwa Perkembangan (Yogyakarta: Rakesarasin, 1990), 132. 30
138
Niken Ristianah
sebab atau alasan, seperti orang tua selalu sibuk, sehingga pengawasan dan perhatian terhadap anak kurang. Sebenarnya mereka (anak) sadar terhadap bahaya dari kebiasaannya, tetapi tidak bisa menghentikannya karena sudah kecanduan. 5. Masa sudah dewasa Ahli psikologi perkembangan berpendapat bahwa anak yang termasuk dalam kategori dewasa, yaitu antara usia 20 tahun sampai 40 tahun sesuai dengan anak yang sudah terdidik di perguruan tinggi. Sebenarnya membimbing anak yang sudah dewasa tidak terlalu sulit jika sejak kecil sudah memperoleh pembinaan nilainilai agama dan akhlak. Karena anak pada masa usia ini berada dalam masa-masa kritis, maka orang tua harus mampu bersikap argumentatif dalam memberikan keterangan-keterangan, selalu mengontrol tingkah laku anak dan memberikan nasehat jika ternyata perbuatan anak itu ada yang menyimpang dari nilai-nilai agama. F. Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Islam dalam Keluarga Pembentukan kepribadian muslim seperti yang diharapkan tujuan pendidikan Islam mengharuskan keluarga mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Berdasarkan uraian beberapa aliran di atas, terdapat dua faktor yang sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian anak, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. 1. Faktor Pembawaan Pembawaan atau bakat yang dibawa anak sejak lahir adalah berupa kecenderungan untuk mampu melakukan perbuatan baik dan buruk. Agama Islam mengajarkan agar faktor ini dapat dijadikan sebagai dorongan dan peringatan bagi orang tua untuk berhati-hati dalam mempersiapkan diri sebelum berusaha memperoleh keturunan dan melakukan pernikahan, mengingat sifat baik dan buruk yang dimiliki orang tua memungkinkan besar juga akan dimiliki oleh anaknya. Menyadari hal ini, orang tua harus mengupayakan perkembangan anak agar menjadi orang baik dan berkepribadian muslim. Dalam aliran pendidikan ada aliran nativisme. Aliran yang dipelopori oleh Schopenhauer (1788-1860) ini berpendapat bahwa 139
Pendidikan Anak dalam Keluarga
seorang anak tumbuh dan berkembang menurut kemampuannya yang bersifat kodrati (dari dalam diri anak), sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak.32 Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat, maka akan menjadi jahat. Sebaliknya jika anak memiliki pembawaan baik, maka akan menjadi orang baik. Pembawaan buruk dan baik tidak dapat diubah dari kekuatan luar. 2. Faktor Lingkungan Dalam ilmu pendidikan, lingkungan sering disebut dengan environment atau faktor alam sekitar, yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar anak didik, baik berupa benda-benda, peristiwa yang terjadi maupun kondisi masyarakat, terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada anak dan lingkungan tempat anak bergaul sehari-hari.33 Lingkungan dapat mempengaruhi kepribadian dan ketaatan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Menurut aliran empirisme yang dipelopori Jonh Locke (17041932), aliran ini lebih mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari dunia sekitarnya yang berupa stimulanstimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Teori ini dikenal dengan Tabula Rasa, yaitu anak lahir di dunia seperti kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Aliran empirisme cenderung lebih bersifat optimis dalam memandang perkembangan anak, karena lingkungan sebagai faktor yang akan mempengaruhi perkembangan anak itu dapat diukur 32 Imam Ahmad Ibnu Nizar, Membentuk dan Meningkatkan Disiplin Anak Sejak Dini (Yogyakarta: Diva Press, 2009), 9. 33 Sutari Imam Barnadip, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis (Yogyakarta: IKIP, 1994), 117.
140
Niken Ristianah
dan dikuasai manusia. Pribadi anak dapat diarahkan oleh pendidik menurut kehendaknya.34 Dalam aliran pendidikan, ada yang dikenal juga dengan aliran konvergensi. Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939) yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama memiliki peran sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa ada dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal jika memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.35 Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, lingkungan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan itu sering disebut dengan tripusat pendidikan. a. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan salah satu faktor lingkungan yang memiliki posisi peran utama dan pertama dalam memberikan pengaruh pribadi anak. Orang tua adalah pembina dan pendidik pribadi yang pertama dalam hidup anak. Lingkungan keluarga menurut Umar Tirtarahardja merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun pendidikan sosial.36 Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi anak-anak, tetapi juga bagi para remaja. Pendidikan dalam lingkungan keluarga sulit dibatasi ujung dan pangkalnya, mengingat karena panjangnya waktu pendidikan dan memiliki bermacam-macam situasi yang dinamis dan banyaknya kegiatan yang terlibat di dalamnya. Kondisi ini yang akan memberikan corak pada diri anak. Pengaruh keluarga yang paling menonjol adalah faktor kasih sayang orang tua dalam membimbing dan menanamkan kepercayaan diri terhadap anak. 34 Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 194. 35 Ibid, 198. 36 Ibid, 169.
141
Pendidikan Anak dalam Keluarga
b. Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan umum maupun agama sesudah keluarga. Sekolah adalah sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Dengan adanya kemajuan jaman yang begitu pesat, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Lembaga ini diharapkan mampu membantu keluarga dalam pembentukan kepribadian, budi pekerti dan keagamaan pada anak. Proses pendidikan yang dilaksanakan lembaga sekolah berfungsi sebagai wahana untuk membimbing siswa agar menjadi orang dewasa yang memiliki kedudukan dan tugas tertentu dalam masyarakat. Untuk itu, di sekolah perlu dikembangkan faktor keluarga, keagamaan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. c. Lingkungan Masyarakat Pengalaman hidup anak-anak tidak bisa lepas dari pengaruh orang-orang di sekitarnya, seperti orang tua, sekolah dan masyarakat. Pengenalan anak terhadap keluarga merupakan dasar dari semua pergaulan dalam hidupnya, dalam arti sebagai pembentuk pribadi anak yang paling dasar. Selanjutnya anak-anak mulai mengenal lingkungan di luar keluarga, bisa lingkungan sekolah, teman sebaya dan masyarakat. Masyarakat juga ikut membentuk kepribadian anak melalui pergaulan mereka dengan lingkungan dengan interaksi dan komunikasi. Untuk itu seharusnya orang tua harus lebih waspada dalam hal mendidik dan memberikan perhatian kepada anak. Anak harus terus mendapatkan pengawasan ataupun pantauan dari orang tua dengan siapa saja anak bergaul sehari-hari. Penutup Penanggung jawab penyelenggara pendidikan Islam yang diselenggarakan di lingkungan keluarga pada umunya adalah orang tua. Di dalam keluarga ini keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan diberikan kepada anak sedini mungkin. Fungsi orang tua dalam keluarga yaitu menanamkan kebiasaan di lingkungan keluarga, sekaligus pemaparan al-Qur’an yang membuktikan bahwa orang tua dituntut untuk lebih me142
Niken Ristianah
mahami, menghayati fungsinya selaku penanggung jawab dalam lingkungan keluarga, begitu sebaliknya, anak harus mengetahui akan fungsi orang tua tersebut.* DAFTAR PUSTAKA Arifin, HM. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1977. Barnadip, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: IKIP, 1994. Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya. Surabaya: Jaya Sakti, 1989. Faridl, Miftah. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Pustaka, 1991. Goble, Norman M. Perubahan Perubahan Guru. Jakarta: Gunung Agung, 1983. Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gunung Mulia, 1990. Ibnu Nizar, Imam Ahmad. Membentuk dan Meningkatkan Disiplin Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Diva Press, 2009. Langgulung, Hasan. Beberapa Tinjauan Dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Antara, 1980. Mahjuddin. Membina Akhlak Anak. Surabaya: Al-Ikhlas, 1998. Maryati, Kun dan Juju Suryawati. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga, 2007. Muhaimin dan Abdul Mudjib. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya, 1995. Nasution, Harun. Islam Rasional. Bandung: Mizan, 1994. Rahmad, Jalaludin dan Muhtar Gandaatmaja. Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Quran. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007. Suryabrata, Sumadi. Ilmu Jiwa Perkembangan. Yogyakarta: Rakesarasin, 1990. 143
Pendidikan Anak dalam Keluarga
Tatapangarsa, Humaidi. Pengantar Kuliah Akhlak. Surabaya: Bina Ilmu, 1998. Tim Dosen FIP IKIP Malang. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1996. Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Zaini, Syahminan. Arti Anak Bagi Seorang Muslim. Surabaya: AlIkhlas, 1982. Zuhairini dkk. Metodologi Pendidikan Agama. Solo: Ramadani, 1993.
144