PENDEKATAN LOGNORMAL PADA PERHITUNGAN INDEKS DAYA BELI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
RICKY STIAWAN
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendekatan Lognormal pada Perhitungan Indeks Daya Beli Sebagai Salah Satu Komponen Indeks Pembangunan Manusia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Ricky Stiawan NIM G14070050
ABSTRAK RICKY STIAWAN. Pendekatan Lognormal pada Perhitungan Indeks Daya Beli Sebagai Salah Satu Komponen Indeks Pembangunan Manusia. Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan INDAHWATI. Pendekatan lognormal merupakan salah satu metode alternatif yang digunakan bila menghadapi masalah kemenjuluran data. Data pengeluaran per kapita yang menjadi basis perhitungan Indeks Daya Beli (IDB) merupakan contoh kasus data yang menjulur ke kanan. Transformasi lognormal terhadap sebaran data yang menjulur ke kanan dapat memperbaiki kesimetrikan data yang menjulur dan mengatasi masalah ketidaknormalan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan lognormal untuk perhitungan IDB sebagai alternatif metode BPS. Berdasarkan metode BPS diperoleh rata-rata IDB di propinsi Jawa Barat sebesar 58.920 dan IPM 71.323, sedangkan dengan metode lognormal diperoleh rata-rata IDB sebesar 59.240 dan IPM 71.430. Perbedaan hasil yang tidak terlalu besar mengindikasikan pendekatan lognormal dapat dijadikan sebagai alternatif dalam perhitungan IDB. Kata kunci: Badan Pusat Statistik, Indeks Daya Beli, Indeks Pembangunan Manusia, Pendekatan Lognormal
ABSTRACT RICKY STIAWAN. Lognormal Approach on Purchasing Power Index Calculation as a Component of Human Development Index. Supervised by ANANG KURNIA and INDAHWATI. Lognormal method is an alternative approach that can be used if there is skewness in data. Expenditure per capita, which is used for calculating Purchasing Power Index (PPI) as a component of Human Development Index (HDI), is an example of a data that is skewed to the right. Lognormal transformation that is applied on data that is skewed to the right can be used to improve the symetry of skewed data and overcome non normality problems. In this study, the lognormal approach has been used in the calculation of PPI as an alternative method of Central Bureau of Statistic (CBS). In province of West Java, BPS method obtained an average PPI of 58.920 and HDI of 71.323, while lognormal method obtained an average PPI of 59.240 and HDI of 71.430. The difference between the results that are not too large, indicating that lognormal approach can be used as an alternative for PPI calculation. Keywords: Central Bureau of Statistic, Human Development Index, Lognormal Approach, Purchasing Power Index.
PENDEKATAN LOGNORMAL PADA PERHITUNGAN INDEKS DAYA BELI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
RICKY STIAWAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul : Pendekatan Lognormal pada Perhitungan Indeks Daya Beli Sebagai Salah Satu Komponen Indeks Pembangunan Manusia Nama : Ricky Stiawan NIM : G14070050
Disetujui oleh
Dr Anang Kurnia, MSi Pembimbing I
Dr Ir Indahwati, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Hari Wijayanto, MS Ketua Departemen Statistika
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah Indeks Perkembangan Manusia, dengan judul Pendekatan Lognormal pada Perhitungan Indeks Daya Beli Sebagai Salah Satu Komponen Indeks Pembangunan Manusia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS dan Dr Kusman Sadik, SSi, MSi sebagai mentor yang telah memberikan bimbingan, masukan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini. Bapak Dr Anang Kurnia dan Dr Ir Indahwati, MSi sebagai pembimbing yang memberikan berbagai arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan juga kepada Bapak Dr Ir Hari Wijayanto beserta staf dan pegawai dari Departemen Statistika. Mamah, Babah, Teteh, Farid, Syelviana, Mamak, Irul, Asnan dan seluruh keluarga untuk doa, semangat, dan kasih sayang yang terus mengalir kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, penulis menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2013 Ricky Stiawan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
1
Angka Harapan Hidup (AHH)
2
Tingkat Pendidikan
3
Standar Hidup Layak
4
Sebaran Lognormal
4
METODE
5
Data
5
Prosedur Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Analisis dan Eksplorasi Data
7
IDB dengan Metode BPS
8
IDB dengan Metode Lognormal
9
Perbandingan IDB dari Kedua Metode
9
Penerapan pada IPM
10
SIMPULAN
11
Simpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Penduga parameter ( dan ), kemenjuluran, dan keruncingan ̅ peubah ̅ ,̅ ,̅ Statistik ̅ dan X3(1) ̅ ,̅ ,̅ Statistik ̅ dan X3(2) Perbandingan IPM BPS dan Lognormal
1 8 8 9 10
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Bentuk sebaran Lognormal Histogram peubah ̅ Histogram peubah Log ( ̅ ) Perbandingan IDB
4 7 7 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
̅ ,̅ ,̅ Perhitungan ̅ dan X3(1) ̅ ,̅ ,̅ Perhitungan ̅ dan X3(2) Perbandingan Histogram IPM Perhitungan , , IPM BPS dan IPM Lognormal
12 13 14 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat, namun tidak semua dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar negara. Oleh karena itu Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini dibentuk berdasarkan dimensi angka harapan hidup, dimensi pengetahuan dan dimensi hidup layak. Indeks Daya Beli (IDB) merupakan salah satu komponen IPM. Berdasarkan metode BPS tingkat daya beli dihitung dengan mendeflasi pengeluaran rata-rata sebesar dua puluh persen lebih tinggi. Masalah lain, data pengeluaran perkapita cenderung menjulur ke kanan, sehingga asumsi kenormalan tidak terpenuhi. Salah satu upaya untuk menangani ketidaknormalan data adalah dengan pendekatan lognormal. Pendekatan lognormal terhadap data dapat dilakukan untuk memperbaiki kesimetrikan dan mengatasi masalah ketidaknormalan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan alternatif pendekatan dari metode BPS dengan pendekatan lognormal untuk menghitung IDB kabupaten /kota di Jawa Barat sebagai salah satu komponen IPM. TINJAUAN PUSTAKA Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan komponen-komponen yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Pada perhitungan IPM, setiap komponen harus dihitung indeksnya. Formula yang digunakan sebagai berikut : (1) dimana : Xl =
Komponen pembangunan manusia ke-l, l = 1,2,3.
Xl maks =
Nilai maksimum Xl.
Xl min
Nilai minimum Xl.
=
2 Pada publikasi BPS telah ditentukan indikator setiap komponen IPM, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (DMM), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Konsumsi perkapita. Formulasinya pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM (=Xl)
Nilai maksimum
Nilai Minimum
Angka Harapan Hidup
85
25
Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100
0
Sesuai standar global (UNDP)
Rata-rata lama sekolah
15
0
Sesuai standar global (UNDP)
Konsumsi per kapita yang disesuaikan 2007 Keterangan :
732.720 a)
300.000 b)
Catatan
UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun 1996-2018. b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah tahun 1996 di Papua.
IPM disusun berdasarkan tiga komponen, yaitu Indeks Harapan Hidup, Indeks Pendidikan dan Indeks Daya Beli. Nilai IPM dapat dihitung sebagai berikut : IPM =
(2)
dimana : X1 = Indeks Angka Harapan Hidup. X2 =
Indeks Pendidikan.
X3 =
Indeks Daya Beli. Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. AHH dihitung menggunakan pendekatan tak langsung. Ada dua jenis data yang digunakan dalam penghitungan AHH yaitu Angka Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Paket program Mortpack digunakan untuk menghitung AHH berdasarkan input ALH dan AMH. Selanjutnya dipilih metode Trussel dengan model West, yang sesuai dengan histori kependudukan dan kondisi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara umumnya.
3 Angka Harapan Hidup (X1) diperoleh dengan persamaan : X1 = U1+U2+U3
(3)
dimana : U1 = Kelompok umur 20-25. U2 =
Kelompok umur 25-30.
U3 =
Kelompok umur 30-35.
keterangan : (i) Menggunakan paket program Mortpack digunakan untuk menghitung AHH berdasarkan input ALH dan AMH pada tahun 2007. Selanjutnya dipilih metode Trussel dengan model West, yang sesuai dengan histori kependudukan dan kondisi Indonesia. (ii) Menentukan tabel Life expectancy at birth untuk kelompok umur 2025, 25-30, dan 30-35. AHH saat lahir didapatkan dari rata-rata AHH pada kelompok umur tersebut. Tingkat Pendidikan Untuk mengukur komponen pengetahuan penduduk digunakan dua indikator, yaitu rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sedangkan melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Proses penghitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberikan bobot. Rata-rata lama sekolah (RLS) diberi bobot sepertiga dan angka melek huruf (DMM) diberi bobot dua pertiga. Tingkat pendidikan (X2) diperoleh dengan persamaan : X2 = (1/3)*RLS+(2/3)*DMM
(4)
1. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) RLS =
∑
(5)
dimana : wi = penimbang setiap jenjang pendidikan. fi
=
jumlah penduduk menurut jenjang pendidikan.
2. Angka Melek Huruf (DMM) (i) Memisahkan kemampuan membaca dan menulis, dimana untuk bisa membaca dan menulis = 0 dan 1 untuk sebaliknya. (ii) Menghitung angka melek huruf, membagi jumlah total contoh yang bisa membaca dan membaca dengan jumlah total contoh.
4 Formulasi Rumus : =
(6)
dimana : =
Angka melek huruf (15+) pada tahun ke-t
=
Jumlah melek huruf (15+) pada tahun ke-t
=
Jumlah Penduduk (15+) pada tahun ke-t
dengan batas maksimum untuk angka melek huruf adalah 100 sedangkan batas minimum 0. Hal ini menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat bisa membaca dan menulis, dan nilai 0 mencerminkan kondisi sebaliknya. Sementara batas maksimum untuk ratarata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum setara lulus SMA (Sekolah Menengah Atas) (Publikasi BPS 2007). Standar Hidup Layak Hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada purchasing power parity (paritas daya beli dalam rupiah). Tingkat standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk akibat kemajuan ekonomi. Formulasi untuk Mencari Indeks Daya Beli (i) (ii)
(iii)
Pengeluaran per kapita dari data modul SUSENAS ( ̅ ). Menaikkan nilai ̅ sebesar dua puluh persen (= ̅ ), karena diperkirakan berdasarkan studi BPS bahwa data dari SUSENAS lebih rendah sekitar dua puluh persen. Menentukan nilai riil ̅ dengan mendeflasi ̅ dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) (= ̅ ). ̅
=
̅
* 100
(iv)
Membagi ̅
(v)
Menentukan nilai ̅ dengan menggunakan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli (=X3). Formula Atkinson yang digunakan untuk menyesuaikan nilai ̅ . Selang X3 : 300.000 < X3< 732.720 (Publikasi BPS 2007).
dengan PPP untuk memperoleh nilai rupiah yang sudah disetarakan antar daerah (= ̅ ). ̅ ̅
5 Sebaran Lognormal Suatu peubah acak Y dikatakan menyebar lognormal bila transformasi Y* = logY menyebar normal sehingga peubah acak Y* N(µ, σ 2) memiliki fungsi kepekatan peluang f(y*): ⁄ f(y*| µ, σ 2) = ; √
dengan nilai µ (nilai tengah) dan σ 2 (ragam) adalah parameter peubah acak Y*. Dengan demikian fungsi kepekatan peluang untuk sebaran lognormal bagi peubah acak Y lognormal (µ, σ 2) adalah: f(y| µ, σ 2) =
⁄
;
√
;σ>0
sedangkan fungsi peluang kumulatif bagi peubah acak Y adalah: Pr[U
y] = ∫
⁄ √
dt
nilai harapan dan ragam dari Y lognormal (µ, σ 2) adalah: E(Y )= Var(Y) = ( -1) Melalui pemanfaatan persamaan E(Y) suatu sebaran dapat ditentukan apakah menyebar lognormal atau tidak di mana nilai harapan dari peubah asal yang ditujukkan dengan rataannya sama dengan bentuk dari ruas kanan persamaan E(Y) sehingga diperoleh nilai sederhana indeks lognormal (LI) : LI =
̅
Gambar 1 Bentuk sebaran lognormal Gambar 1 menunjukkan µ dan σ2 adalah parameter yang sama dengan yang dimiliki peubah acak Y* = logY. Bentuk sebaran dari peubah acak lognormal pada nilai µ yang sama (µ =0) dan σ2 yang berbeda (σ2 = 0.25, 0.5, 0.1) dimana semakin besar nilai σ2, semakin panjang ekor sebaran ke kanan (data semakin menjulur ke kanan). Semakin dekat indeks lognormal (LI) dengan I menunjukkan bahwa data tersebut
6 menyebar lognormal. Sebaran lognormal bersifat menjulur ke kanan dengan nilai rataan lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (Mitzenmacher 2003). METODE Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Publikasi BPS 2007 dan SUSENAS 2007 dengan informasi yang berbasis rumah tangga. Indikator yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah IDB yang didapatkan dari pengeluaran perkapita perbulan. Data SUSENAS 2007 digunakan untuk mencari PPP dan rata-rata pengeluaran perkapita. Dua indikator lain, yaitu Indeks Pendidikan dan Indeks Kesehatan didapatkan dari publikasi BPS tahun 2007. Prosedur Analisis Data Langkah-langkah analisis pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan indeks komponen-komponen IDB di Jawa Barat berdasarkan data SUSENAS 2007. Kemampuan Daya Beli (X3) Langkah-langkah mencari kemampuan daya beli sebagai berikut: 1. Menentukan nilai daya beli Purchasing Power Parity (PPP). PPP = ∑
∑
; i = 1,2,3,...,26 dan j = 1,2,3,...,27
dimana: = pengeluaran konsumsi untuk komoditi j di kabupaten ke-i = harga komoditi j di DKI Jakarta (Jakarta Selatan) = jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten ke-i 2. Menentukan pengeluaran perkapita dari 26 kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Barat. (i) Menentukan pengeluaran perkapita berdasarkan kabupaten/ kota di Jawa Barat (= ̅ ). (ii) Membagi dua berdasarkan metode, yaitu : a. Metode perhitungan BPS ( ̅ ) ̅
=
∑
; i=1,2,3,….,26
dimana: ̅ = rata-rata pengeluaran perkapita kabupaten ke-i metode ke-1 = total pengeluaran perkapita kabupaten ke-i = jumlah penduduk kabupaten/ kota 1. Menaikkan nilai ̅ sebesar dua puluh persen (= ̅ ), karena diperkirakan berdasarkan studi bahwa data dari SUSENAS lebih rendah sekitar dua puluh persen . ̅ = 1.2 ̅
7 b. Metode perhitungan transformasi lognormal ( ̅ ̅
= ; i=1,2,3,….,26 ̅ = rata-rata pengeluaran perkapita kabupaten ke-i metode ke-2 = log ̅ = rata-rata peubah transformasi lognormal dari ̅ = ragam peubah transformasi lognormal dari ̅ = log ̅ (iii) Pendapatan perkapita dihitung untuk 1 thn sehingga dikalikan 12 (= ̅ ). (iv) Menghitung nilai riil ̅ dengan mendeflasi ̅ dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) (= ̅ ). ̅
=
̅
* 100
dimana : IHK = NKn = Nilai konsumsi bulan ke-n NKD = Nilai konsumsi dasar pada tahun tertentu 3. Membagi ̅ dengan PPP untuk memperoleh nilai rupiah yang sudah disetarakan antar daerah (= ̅ ). ̅
=
̅
4. Menerapkan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli (= ). Formula Atkinson yang digunakan untuk menyesuaikan nilai ̅ adalah: ̅
jika, ̅ ̅ (̅
{
) ̅
jika ,
̅
jika ,
̅
jika ,
̅
dengan: ̅ : PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita Z : batas tingkat pengeluaran sebesar 547.500 per kapita per tahun 2007. 5. Menghitung indeks dari tiap-tiap komponen Indeks Pembangunan Manusia dengan persamaan . 6. Menghitung Indeks Pembangunan Manusia dengan persamaan (2). ̅ ,̅ ,̅ (i) Membuat grafik perbandingan dari ̅ dan X3(k). (ii) Melakukan perbandingan statistik dari ̅
̅
,̅
,̅
dan X3(k).
2. Contoh penerapan pada data Susenas kabupaten /kota di Jawa Barat 2007.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis dan Eksplorasi Data Deskripsi data Susenas Jawa Barat 2007 dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan bentuk sebaran data peubah pengeluaran perkapita Jawa Barat ( ̅ ) dan ̅ dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Tabel 2 menunjukkan statistik bagi peubah pengeluaran perkapita pertahun tanpa mengikutsertakan data yang tidak rasional. Pengeluaran perkapita Jawa Barat memiliki rata-rata sebesar 3.87x105 dan simpangan baku sebesar 1.21x105. Statistik kemenjuluran sebesar 0.88 (kemenjuluran > 0), menunjukkan bahwa peubah ̅ menjulur ke kanan. Sementara itu nilai keruncingan sebesar -0.29 (keruncingan < 3), menunjukkan bahwa bagian atas dari kurva sebaran kurang runcing. Statistik kemenjuluran dan keruncingan menunjukkan bahwa peubah asal ̅ mendekati karakteristik sebaran lognormal. Tabel 2 Penduga parameter ( dan ), kemenjuluran, dan keruncingan peubah ̅ (pengeluaran perkapita) S. Baku
rata-rata
Kemenjuluran
Keruncingan
̅
1.21x105
3.87x105
0.88
-0.29
̅
1.45x105
4.64x105
Gambar 2 Histogram peubah ̅
LI
.975
Gambar 3 Histogram peubah Log ( ̅
)
Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bentuk sebaran dari peubah ̅ dan peubah ̅ . Bentuk histogram pada Gambar 2 menjulur ke kanan dengan indeks lognormal 0.975 (mendekati 1), menunjukkan bahwa sebaran peubah ̅ adalah lognormal. Sedangkan, hasil dari transformasi terhadap sebaran lognormal merupakan sebaran normal maka bentuk histogram Gambar 3 simetrik setangkup membentuk sebaran normal.
9 IDB dengan Metode BPS Hasil perhitungan IDB dengan Metode BPS dapat dilihat di Lampiran 1. Langkah-langkahnya yaitu menghitung kemampuan daya beli dari pengeluaran per kapita (dalam 1 tahun) data modul SUSENAS ( ̅ ), kemudian menaikkan nilai ̅ sebesar dua puluh persen (= ̅ ), karena diperkirakan berdasarkan studi bahwa data SUSENAS lebih rendah sekitar dua puluh persen. ̅ ,̅ Tabel 3 Statistik ̅ Ragam ̅
,̅
dan X3(1)
rata-rata
S.Baku
10
̅
1.47x10 2.11x1010
5
3.87x10 4.64x105
1.21x105 1.45x105
̅
3.04x1012
5.57x106
1.74x106
̅
3.23x1012 0.035
5.75x106 58.92
1.79x106 0.183
X3(1)
Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil ̅ mengalami deflasi dua puluh persen akan meningkatkan nilai statistik rata-rata menjadi 464.407 dan simpangan baku menjadi 145.341, sehingga kemungkinan data mengalami penambahan kesalahan pada setiap tahapan perhitungan selanjutnya. Perhitungan nilai riil ̅ dengan mendeflasi ̅ dengan IHK (= ̅ ), sehingga rata-rata sebesar 5.572.885 dan simpangan baku 1744.094. Tahap akhir adalah mengurangi nilai ̅ dengan menggunakan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli (=X3(1)), sehingga hasil IDB memiliki rata-rata sebesar 58.92 dan ragam 0.034. IDB dengan Metode Lognormal Hasil perhitungan dengan metode lognormal ini dapat dilihat pada Lampiran 2, yaitu menghitung kemampuan daya beli dari pengeluaran per kapita (dalam 1 tahun) dari data modul SUSENAS ( ̅ ). Mentransformasi lognormal (= ̅ ) untuk mengganti perkiraan SUSENAS berdasarkan studi bahwa data lebih rendah sekitar dua puluh persen. Tabel 4 menunjukkan perbandingan statistik dari Metode Lognormal. ̅ ,̅ ,̅ Tabel 4 Statistik ̅ dan X3(2) Ragam
rata-rata
S. Baku
̅
1.47x10 5.21x1010
5
3.87x10 7.90x105
1.21x105 2.28x105
̅
7.50x1012
9.48x106
2.73x106
̅
7.88x1012 0.032
5.19x105 59.240
2.82x106 0.178
̅
X3(2)
10
Hasil ̅ yang mengalami transformasi lognormal relatif meningkatkan nilai statistik rata-rata menjadi 519.416 dan simpangan baku menjadi 282.274.
10 Perhitungan nilai riil ̅ dengan mendeflasi ̅ dengan IHK (= ̅ ), dengan rata-rata sebesar 9.486.219 dan simpangan baku 2.739.282. IDB memiliki rata-rata sebesar 59.240, simpangan baku sebesar 0.178 dan ragam 0.032. Berdasarkan hasil tersebut nilai rata-rata lebih besar sedangkan ragam lebih kecil dari IDB metode BPS. Perbandingan IDB dari Kedua Metode Hasil perhitungan IDB berdasarkan kedua metode disajikan pada Lampiran 3, yaitu perhitungan IDB pengeluaran per kapita (dalam 1 tahun) dari data modul SUSENAS ( ̅ ), mentransformasi lognormal (= ̅ ) dan mengurangi nilai ̅ dengan menggunakan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli (=X3(k)). Perbandingan IDB BPS dan IDB lognormal disajikan pada Gambar 4. 59,2 57,2
IDB
55,2 53,2 1
6
11
16
21
26
kota/ kabupaten IDB BPS
IDB lognormal
Gambar 4 Perbandingan IDB Gambar 4 menunjukkan perbandingan nilai IDB dari metode BPS dan pendekatan lognormal. Rata-rata IDB BPS sebesar 58.920 sedangkan IDB lognormal sebesar 59.240, sehingga didapatkan nilai rata-rata IDB BPS lebih kecil dari IDB lognormal. Penerapan transformasi lognormal memberikan hasil ̅ lebih besar, karena perhitungan IDB BPS menggunakan publikasi BPS 2007 dan perhitungan IDB lognormal menggunakan data SUSENAS 2007. Pada Lampiran 2 dapat dilihat hasil transformasi lognormal dari ( ̅ ) menjadi ̅ memiliki hasil yang lebih besar sehingga nilai IDB lognormal lebih besar. Pendekatan lognormal dapat mengatasi ketidaknormalan data, sehingga data dapat menyebar normal berdasarkan hasil transformasi lognormal. Pendekatan ini dapat memberikan IDB dengan selisih yang kecil dibandingkan metode BPS, yaitu sebesar 0.320. Dengan pendekatan lognormal, masalah ketidaknormalan data yang akan terjadi di daerah lain diharapkan bisa teratasi, karena masalah ketidaknormalan pada data Susenas salah satu penyebabnya adalah karena keragaman data yang besar. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan lognormal bisa menjadi salah satu alternatif dalam perhitungan IDB. Penerapan pada IPM Hasil perbandingan antara IPM dari kedua metode perhitungan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.
11 Tabel 5 Perbandingan IPM BPS dan Lognormal Statistik BPS Lognormal
ragam 7.859 7.684
rata-rata 71.323 71.430
S. Baku 2.803 2.772
Tabel 5 menunjukkan hasil dari perhitungan Indikator X3 adalah indikator Daya Beli dibentuk oleh komponen pendapatan perkapita, PPP dan IHK. Perbandingan IPM BPS dan IPM Lognormal dapat dilihat pada Lampiran 3. Diketahui angka pencapaian rata-rata IDB ̅ sebesar 58.92 dan IDB ̅ sebesar 59.24, dengan nilai rata-rata IPM BPS sebesar 71.323 sedangkan nilai rata-rata IPM Lognormal sebesar 71.430. SIMPULAN Simpulan Berdasarkan metode BPS diperoleh rata-rata IPM provinsi Jawa Barat sebesar 71.323 dan rata-rata IDB sebesar 58.920. Dengan metode lognormal diperoleh rata-rata IPM provinsi Jawa Barat sebesar 71.430 dan rata-rata IDB sebesar 58.240. Hasil yang sedikit lebih tinggi diperoleh karena perbedaan basis data yang digunakan. Metode lognormal memiliki beberapa kelebihan, salah satunya adalah dapat menangani masalah ketidaknormalan data, sehingga dapat diterapkan pada data Susenas di daerah lain dengan tingkat kemenjuluran data yang tinggi. Oleh karena itu metode lognormal bisa menjadi alternatif dalam perhitungan IPM. DAFTAR PUSTAKA Ahnaf. 2007. Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Provinsi Jawa Barat tahun 2007. BPS : Jakarta, Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik. http://daps.bps.go.id/File%20Pub/Publikasi%20IPM.pdf. [8 Juni 2010] [Bapeda] Badan Pendapatan Daerah. Propinsi Jawa Barat. 2007. Penyusunan Sosial Ekonomi Daerah Propinsi Jawa Barat 2007. BPS Jawa Barat, Bandung. Mitzenmacher. 2003. A Brief History of Generative Models for Power Law and Lognormal Distributions. Division of Engineering and Applied Science Harvard University 1-4. [UNDP] United Nations Development Programme. 2007. Human Development Report 2009 : Overcoming Bariers: Human Mobility and Development. United Nations Development Programme : New York, USA.
Kab./Kota
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung B. Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasik Kota Banjar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
354894 284570 257912 336046 235887 244033 296529 276853 307315 325131 376289 322743 342616 356643 371886 481952 279229 662607 500162 547755 440316 589906 607879 543106 381741 338153
∗
� 1(1) 𝑌
425872.80 341484.00 309494.40 403255.20 283064.40 292839.60 355834.80 332223.60 368778.00 390157.20 451546.80 387291.60 411139.20 427971.60 446263.20 578342.40 335074.80 795128.40 600194.40 657306.00 528379.20 707887.20 729454.80 651727.20 458089.20 405783.60
⬚ 𝑌�1(1)
PPP
5110473.60 0.97 4097808.00 0.97 3713932.80 0.97 4839062.40 0.97 3396772.80 0.97 3514075.20 0.97 4270017.60 0.97 3986683.20 0.97 4425336.00 0.97 4681886.40 0.97 5418561.60 0.97 4647499.20 0.97 4933670.40 0.97 5135659.20 0.97 5355158.40 0.97 6940108.80 0.97 4020897.60 0.97 9541540.80 0.97 7202332.80 0.97 7887672.00 0.97 6340550.40 0.97 8494646.40 0.97 8753457.60 0.97 7820726.40 0.97 5497070.40 0.97 4869403.20 0.9676
′
�1(1) 𝑌
∗ ∗ Perhitungan 𝑌�1(1) , 𝑌�1(1) , 𝑌�2(1) , 𝑌�3(1) dan 𝑋3(1)
Kode
Lampiran 1 5110473.60 4097808.00 3713932.80 4839062.40 3396772.80 3514075.20 4270017.60 3986683.20 4425336.00 4681886.40 5418561.60 4647499.20 4933670.40 5135659.20 5355158.40 6940108.80 4020897.60 9541540.80 7202332.80 7887672.00 6340550.40 8494646.40 8753457.60 7820726.40 5497070.40 4869403.20
⬚ 𝑌�2(1)
∗ 𝑋3(1)
554799.73 554799.73 554263.90 554263.90 554045.38 554045.38 554657.34 554657.34 553855.69 553855.69 553926.89 553926.89 554358.42 554358.42 554201.79 554201.79 554441.98 554441.98 554576.70 554576.70 554943.41 554943.41 554558.87 554558.87 554705.22 554705.22 554805.86 554805.86 554912.91 554912.91 555626.18 555626.18 554221.01 554221.01 556632.95 556632.95 555735.68 555735.68 556012.46 556012.46 555367.46 555367.46 556247.36 556247.36 556344.87 556344.87 555985.99 555985.99 554980.91 554980.91 554678.90 554678.90
⬚ 3Z< �𝑌3(1) < 4𝑍
5281688.71 4224544.33 3828796.70 4988724.12 3501827.63 3622757.94 4402080.00 4109982.68 4562202.06 4826687.01 5586145.98 4791236.29 5086258.14 5294494.02 5520781.86 7154751.34 4145255.26 9836640.00 7425085.36 8131620.62 6536649.90 8757367.42 9024183.09 8062604.54 5667082.89 5032536.22
⬚ 𝑌�3(1)
12 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kode
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung B. Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasik Kota Banjar
487941 794357 640134 726226 922143 829120 984197 899439 452729 751264 842105 428580 500668 723589 722816 894865 982261 698657 449630 748036 720482 721487 819522 727680 584955 593323
13.10 13.59 13.37 13.50 13.73 13.63 13.80 13.71 13.02 13.53 13.64 12.97 13.12 13.49 13.49 13.70 13.80 13.46 13.02 13.53 13.49 13.49 13.62 13.50 13.28 13.29
502662.8 818323.7 659447.6 748137.1 949965.2 854135.5 1013891 926576.2 466388.4 773930.5 867512.3 441510.8 515773.8 745420.5 744624.2 921864.2 1011897 719736.3 463195.9 770605.1 742219.8 743255.1 844248 749635 602603.8 611224.3
′
�1(2) 𝑌
6031953.19 9819884.45 7913371.34 8977645.33 11399581.94 10249626.55 12166696.86 11118913.86 5596660.53 9287166.44 10410147.83 5298129.28 6189285.06 8945046.59 8935490.72 11062369.82 12142763.93 8636835.85 5558350.52 9247261.73 8906637.68 8919061.55 10130975.55 8995619.75 7231245.54 7334691.21
∗ ∗ Perhitungan 𝑌�1(1) , 𝑌�1(2) , 𝑌�2(2) , 𝑌�3(2) dan 𝑋3(2) ∗ ⬚ 𝑌�1(2) � ∗1(1) Log (𝑌� 1(2) ) Kab./Kota 𝑌
Lampiran 2
0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97 0.97
PPP 6031953.19 9819884.45 7913371.34 8977645.33 11399581.94 10249626.55 12166696.86 11118913.86 5596660.53 9287166.44 10410147.83 5298129.28 6189285.06 8945046.59 8935490.72 11062369.82 12142763.93 8636835.85 5558350.52 9247261.73 8906637.68 8919061.55 10130975.55 8995619.75 7231245.54 7334691.21
⬚ 𝑌�2(2)
6234040.44 10123592.22 8158114.78 9255304.46 11752146.33 10566625.31 12542986.46 11462797.79 5769753.12 9574398.40 10732111.16 5461988.95 6380706.24 9221697.51 9211846.10 11404504.97 12518313.33 8903954.48 5730258.27 9533259.52 9182100.71 9194908.81 10444304.69 9273834.80 7454892.31 7580415.43
⬚ 𝑌�3(2)
555236.16 556731.74 556022.59 556428.14 557266.87 556881.46 557512.90 557174.73 555028.09 556541.36 556936.56 554885.32 555300.20 556416.10 556412.57 557156.02 557505.35 556301.12 555009.99 556526.87 556401.88 556406.49 556840.46 556434.77 555747.62 555797.66
⬚ 3Z< �𝑌3(2) < 4𝑍
555236.16 556731.74 556022.59 556428.14 557266.87 556881.46 557512.90 557174.73 555028.09 556541.36 556936.56 554885.32 555300.20 556416.10 556412.57 557156.02 557505.35 556301.12 555009.99 556526.87 556401.88 556406.49 556840.46 556434.77 555747.62 555797.66
∗ 𝑋3(2)
13 13
14
Lampiran 3 Perhitungan 𝑋3(1) , 𝑋3(2) , IPM BPS dan IPM Lognormal Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
⬚ 𝑋3(1)
Kab./Kota
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Banbar Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasik Kota Banjar
Lampiran 4
58.88 58.76 58.71 58.85 58.67 58.68 58.78 58.75 58.80 58.83 58.92 58.83 58.86 58.88 58.91 59.07 58.75 59.31 59.10 59.16 59.01 59.22 59.24 59.16 58.93 58.86
⬚ 𝑋3(2)
59.34 59.18 59.27 59.46 59.56 59.52 59.72 58.94 59.30 59.39 58.91 59.01 59.27 59.27 59.56 59.52 59.71 58.94 59.29 59.26 59.26 59.26 59.27 59.11 59.12 59.09
IP 78.99 79.21 78.08 85.18 83.34 82.57 80.76 78.83 75.53 79.03 83.32 70.38 77.00 80.45 77.41 81.56 86.23 89.06 88.20 89.05 88.34 88.12 95.12 87.75 84.17 80.34
IK 72.31 69.67 66.16 74.33 67.97 72.47 70.87 71.53 67.57 68.96 71.66 69.45 74.23 70.30 69.03 74.01 71.90 75.83 73.68 76.36 74.26 78.60 79.30 76.35 75.15 71.32
IPM BPS 70.06 69.21 67.65 72.79 69.99 71.24 70.14 69.70 67.30 68.94 71.30 66.22 70.03 69.88 68.45 71.55 72.29 74.73 73.66 74.86 73.87 75.31 77.89 74.42 72.75 70.17
IPM Log 70.21 69.35 67.84 72.99 70.29 71.52 70.45 69.77 67.47 69.13 71.30 66.28 70.17 70.01 68.67 71.70 72.61 74.61 73.72 74.89 73.95 75.32 77.90 74.40 72.82 70.25
Histogram IPM dari hasil kedua metode, yaitu IPM 1 adalah Metode BPS dan IPM 2 adalah Metode Lognormal dengan IPM 3 adalah publikasi IPM BPS 2007.
100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
aIPM 1
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 bIPM 2
cIPM 3
15
15 RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 Mei 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak M. Salah dan Ms Ati Hasanah Kartaatmadja. Pada tahun 2001 penulis lulus dari Sekolah Yayasan Pendidikan kota Islam Bogor, pada tahun 2004 penulis lulus dari SMP 5 Bogor dan pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Tinggi Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Bogor Institut Pertanian melalui seleksi Undangan Masuk IPB (USMI) di Departemen Statistik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis aktif sebagai pengurus dan komite di IPB, pada tahun 2007-2008 dengan IPB KM BEM dan dengan BEM FMIPA IPB tahun 2008-2009, selalu dalam Beta Gamma Sigma 2009-2010 dan penuh harapan dan kenangan manis dari perjuangan di BKIM IPB 2007-2012. Menjadi organisator utama dari Seminar Nasional 2009 tentang Pendidikan Islam, Koordinator Penginapan Festival Sains dan perjalanan 2009 dan berbagai acara selama pengalaman lima tahun kelembagaan dan imbang pengetahuan di IPB. Penulis menerapkan praktek di Direktorat SDM IPB Dramaga pada bulan Agustus-Oktober 2011.