Indonesia sarankan
pendekatan agama-budaya atasi terorisme Senin, 22 Mei 2017 00:20 WIB | 1.596 Views Pewarta: Joko Susilo
Presiden Joko Widodo. (ANTARA News/Bayu Prasetyo)
Riyadh (ANTARA News) - Indonesia menyarankan pendekatan agama dan budaya di dalam mengatasi terorisme karena sejarah membuktikan bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme. "Untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar, dan organisasi masyarakat," kata Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi menyampaikan hal itu ketika berbicara di Arab Islamic America Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh Arab Saudi, Minggu (21/5). Menurut Presiden, pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar. Indonesia meyakini pentingnya menyeimbangkan pendekatan "hard-power" dengan pendekatan "soft-power". Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga mengutamakan pendekatan soft-power, yaitu melalui pendekatan agama dan budaya.
1
Presiden Jokowi menyebutkan untuk kontraradikalisasi, otoritas di Indonesia antara lain merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai. "Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran," tutur Presiden. Pesan-pesan damailah yang harus diperbanyak, bukan pesan-pesan kekerasan. Setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru. Menurut Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden Bey Machmudin, dalam kesempatan itu Presiden mengatakan bahwa KTT itu memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat dan menghilangkan persepsi bahwa Amerika Serikat melihat Islam sebagai musuh. "Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia," ujar Presiden. Presiden mengatakan ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana-mana. Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016. "Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Perancis, Belgia, Inggris, Australia dan lain-lain," ucap Kepala Negara. Dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya. "Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme," kata Presiden. Lebih lanjut Presiden mengatakan bahwa jutaan orang harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya. "Kondisi ini membuat anak-anak muda frustasi dan marah. Rasa marah dan frustasi ini
2
dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme," kata Presiden. Baca juga: (Presiden Jokowi: kemitraan modal utama lawan terorisme) (Jokowi: hilangkan persepsi Islam musuh Amerika)
Pemikiran Jokowi Dalam penutupnya, Presiden menyampaikan empat pemikirannya. Pertama, umat Islam se-dunia harus bersatu untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah. "Persatuan umat Islam merupakan kunci untuk keberhasilan memberantas terorisme. Janganlah energi kita habis untuk saling bermusuhan," ujar Presiden. Kedua, kerja sama pemberantasan radikalisme dan terorisme harus ditingkatkan, termasuk pertukaran informasi intelijen, pertukaran penanganan FTF (Foreign Terrorist Fighters), peningkatan kapasitas. "Semua sumber pendanaan harus dihentikan, kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal. Semua aliran dana harus dihentikan," tutur Presiden. Ketiga, upaya menyelesaikan akar masalah harus ditingkatkan, ketimpangan dan ketidakadilan harus diakhiri, pemberdayaan ekonomi yang inklusif harus diperkuat "Terakhir, saya berharap bahwa setiap dari kita harus berani menjadi part of solution dan bukan part of problem dari upaya pemberantasan terorisme. Setiap dari kita harus dapat menjadi bagian upaya penciptaan perdamaian dunia," ujar Presiden Jokowi. Editor: Tasrief Tarmizi
Jokowi: empat pemikiran perangi radikalisme dan terorisme Senin, 22 Mei 2017 08:01 WIB | 548 Views Pewarta: Joko Susilo
3
Presiden Joko Widodo (ANTARA News/Bayu Prasetyo) Saya berharap bahwa setiap dari kita harus berani menjadi part of solution dan bukan part of problem dari upaya pemberantasan terorisme Riyadh (ANTARA News) - Presiden Joko Widido dalam konferensi "Arab Islamic American Summit" menyampaikan empat pemikiran untuk memerangi radikalisme dan terorisme. Pertama, kata Presiden Jokowi, bahwa umat Islam sedunia harus bersatu untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah. "Persatuan umat Islam merupakan kunci untuk keberhasilan memberantas terorisme; janganlah energi kita habis untuk saling bermusuhan," katanya saat berbicara dalam konferensi yang mempertemukan para pimpinan negara-negara Arab dan Islam dengan Presiden AS Donald Trump di King Abdul Aziz International Convention Center Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5), Kedua, kerja sama pemberantasan radikalisme dan terorisme harus ditingkatkan, termasuk pertukaran informasi intelijen; pertukaran penanganan FTF (Foreign Terrorist Fighters), peningkatan kapasitas; semua sumber pendanaan harus dihentikan kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal. "Semua aliran dana harus dihentikan," tegas Presiden di depan Raja Salman dari Arab Saudi, Presiden AS Donald Trump serta pemimpin negara Arab dan Islam yang hadir. Ketiga, upaya menyelesaikan akar masalah harus ditingkatkan, ketimpangan dan ketidakadilan harus diakhiri; pemberdayaan ekonomi yang inklusif harus diperkuat
4
"Saya berharap bahwa setiap dari kita harus berani menjadi part of solution dan bukan part of problem dari upaya pemberantasan terorisme. Setiap dari kita harus dapat menjadi bagian upaya penciptaan perdamaian dunia," kata Presiden. Editor: Fitri Supratiwi
5