2
PENDAHULUAN Rasa manis merupakan kebutuhan sensori yang sangat penting bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat memenuhi kebutuhan rasa manis masyarakat dengan mengkonsumsi gula. Konsumsi gula dalam jumlah berlebih dan jangka waktu yang lama dapat memicu obesitas, diabetes, dan penyakit degeneratif yang lain. Oleh karena itu, masyarakat mencari alternatif pemanis yang rendah kalori. Saat ini, pemanis rendah kalori sudah banyak diproduksi. Sebagian besar pemanis rendah kalori tersebut merupakan pemanis sintetik. Beberapa pemanis yang banyak digunakan diantaranya adalah siklamat, sakarin, dan aspartam. Tetapi, dari hasil penelitian menunjukkan penggunaan pemanis sintetis yang berkepanjangan dan berlebihan dapat memicu timbulnya penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker (Mudjajanto, 2005). Adanya jenis pemanis alami rendah kalori yang tidak berdampak negatif terhadap kesehatan tubuh sangat diharapkan oleh masyarakat.
Di antara beraneka
ragam jenis pemanis, terdapat senyawa glikosida yang dapat diekstrak dari tanaman herbal dengan spesies Stevia rebaudiana (Bert.). Senyawa glikosida steviolnya mempunyai potensi, fungsi dan karakteristik pemanis yang lebih besar dari jenis-jenis pemanis lainnya (Phillips, 1987). Senyawa glikosida yang dominan adalah steviosida, sedangkan senyawa glikosida lainnya yaitu rebaudiosida A, B, C, D, E, dan F (Chatsudthipong dan Muanprasat, 2009). Produk dari S. rebaudiana (Bert.) dapat digunakan sebagai pemanis berkalori rendah bagi penderita diabetes, orang kegemukan, dan penderita gigi berlubang. S. rebaudiana (Bert.) dapat dipakai sebagai zat pemanis pada penderita diabetes karena disamping berkalori rendah mempunyai sifat hipoglikemik yang berarti (Djas, 2005). Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa glikosida alami S. rebaudiana (Bert.) dapat dikristalkan. Tetapi kendala yang dihadapi dalam penelitian sebelumnya adalah metode yang dipergunakan belum efektif dengan persen yield yang dihasilkan belum maksimal dan kelarutannya yang masih kecil dalam pelarut air (Martono
dkk,
2009).
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
lanjutan
untuk
mengoptimalkan metode kristalisasi steviosida sekaligus menetapkan kadarnya secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan membuat formulasi pemanis alami dari kristal yang dihasilkan.
3
METODA PENELITIAN
Bahan dan Piranti Sampel yang digunakan adalah daun Stevia rebaudiana (Bert.) yang diperoleh dari Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Bahan kimia yang digunakan diantaranya adalah heksan (derajat teknis), akuades, asam sitrat (derajat teknis), CaCO3 (derajat teknis), etanol (derajat teknis), nbutanol (MERCK, Jerman), H2SO4 (MERCK, Jerman), reagen Anthrone (MERCK, Jerman), asetonitril (LC, J.T. Baker), metanol (LC, MERCK, Jerman), standard steviosida (Wako, Jepang, dengan kemurnian 99,2%). Piranti yang digunakan antara lain drying cabinet, technical grinder, soxhlet, kertas saring, neraca analitik (Mettler H80), penangas air (Memmert LK1714), pHmeter (Hanna, Romania), rotary evaporator (Buchi R114), spektrofotometer (Shimadzu, UVmini 1240), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Smart Line, Knauer Advanced Scientific Instruments), dan peralatan gelas.
Metode Preparasi Sampel Sampel dibersihkan dari tanah, kemudian dikeringkan dengan drying cabinet selama 24 jam dan bagian daun dihaluskan menggunakan technical grinder.
Preparasi Ekstraksi Sampel (Inamake dkk., 2010 termodifikasi) Sebanyak 150 g sampel dihilangkan lemaknya dengan heksan sebanyak 1L menggunakan sokhlet selama 17,5 jam. Selanjutnya 100 g sampel tersebut dimaserasi dengan aquades sebanyak 1,5L pada suhu 500C selama 60 menit. Larutan disaring dan maserasi diulang sebanyak 2 kali dengan 1L akuades, masing-masing selama 30 menit.
Pengaturan pH, Klarifikasi, dan Kristalisasi Sampel (Inamake dkk., 2010 termodifikasi) Larutan disaring dan filtrat ditambahkan asam sitrat 50% (b/v) hingga pH 3,5. Larutan disaring dan filtrat ditambahkan CaCO3 hingga pH 9,5. Larutan disaring dan ditambahkan asam sitrat 50% (b/v) hingga pH 7. Larutan sampel yang telah diatur pHnya, ditambahkan bentonit sebanyak 20 g lalu disaring. Perlakuan ini diulang sebanyak
4
10 kali kemudian larutan dipekatkan dengan rotary evaporator. Larutan kental dikristalkan dengan etanol.
Analisis Kualitatif Kristal Glikosida Hilang dalam Pengeringan (Anonim, 2011 termodifikasi) Sebanyak 0,01 g steviosida ditimbang dalam cawan petri yang telah diketahui beratnya. Sampel dan cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Hasil menunjukkan positif terhadap steviosida bila besarnya pengurangan steviosida tidak lebih dari 2%.
Analisis Kualitatif Kristal Glikosida dengan Reagent Anthrone (Anonim, 2011 termodifikasi) Sebanyak 0,01 steviosida dilarutkan dalam 1ml akuades dan dipanaskan selama 30 menit. Setelah dingin diekstrak dengan 1ml n-butanol. Fase n-butanol diambil sebagai test solution. Test solution ditambahkan reagent Anthrone 1%. Hasil menunjukkan positif terhadap steviosida bila warna larutan berubah menjadi hijau.
Analisis Spektra Kristal Glikosida Secara Spektroskopi (Martono, dkk., 2011 termodifikasi) Kristal steviosida dilarutkan dalam akuades. Larutan steviosida kemudian dilihat pola serapan cahayanya pada panjang gelombang 200-400 nm.
Identifikasi dan Penetapan Kandungan Steviosida dalam Kristal secara KCKT (Martono, dkk., 2011) Identifikasi steviosida diperkuat dengan menggunakan KCKT. Sebagai fase diam KCKT adalah RP C18 dan fase geraknya adalah asetonitril dan air dengan flow rate 1,5 ml/menit. Elusi fase gerak dilakukan secara isokratik menggunakan (akuades:methanol = 70:20) : (asetonitril) = 76:24. Kolom dijaga suhunya pada suhu 30°C, dan volume sampel yang disuntikkan adalah 20 µl. Kolom yang digunakan memiliki ukuran 25x4,6 mm (Eurosphere 100-5C18). Deteksi pemisahan menggunakan Detektor UV Smart Line Knauer pada panjang gelombang 210 nm. Waktu retensi (tR) kromatogram sampel dibandingkan dengan tR standar (steviosida 99,2% Wako Jepang).
5
Organoleptik (Meilgaard, 1999 termodifikasi) Uji hedonik (tingkat kemanisan) dilakukan pada berbagai perbandingan kristal steviosida dan maltodekstrin terhadap 30 panelis. Uji hedonik dilakukan dengan 5 parameter penilaian yaitu 5= sangat manis, 4= manis, 3= agak manis, 2= kurang manis, 1= tidak manis. Masing-masing campuran praformulasi dilarutkan dalam 100 ml air.
ANALISIS DATA Data persen yield ekstraksi dan kristalisasi, identifikasi kandungan steviosida dan kadar steviosida dianalisis secara deskriptif. Data uji organoleptik hasil praformulasi dianalisis secara statistik dengan Analysis of Varians (ANOVA) menggunakan SPSS 17.
Tabel 1. Pra-Formulasi Kristal Steviosida dengan Maltodekstrin No
Kristal Steviol glikosida (gram)
Maltodekstrin DE 35-40 (gram)
1
0,0
0,8
2
0,05
0,75
3
0,1
0,7
4
0,3
0,5
5
0,5
0,3
Sebagai pembanding digunakan larutan sukrosa 5% dan kristal steviosida Tawangmangu yang paling optimal (Kristal steviosida : Maltodekstrin = 0,05 : 0,75).
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi dan Ekstraksi Sampel Ekstraksi steviosida dari Stevia rebaudiana (Bert.) melalui beberapa tahap antara lain defatisasi, ekstraksi, dan kristalisasi. Mula-mula sampel dihilangkan lemak, klorofil, dan kelompok karotenoid dari sampel. Dari penelitian Esmat dkk. (2010), pada daun kering S. rebaudiana (Bert.) mengandung klorofil A dan B sekitar 27-40 mg/100g, karotenoid sekitar 7,6 mg/100g, dan lemak 3,7 %. Senyawa pengotor tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan pelarut nonpolar, dalam hal ini digunakan heksan (Martono, dkk., 2011). Berdasarkan penelitian tersebut, pada penelitian ini penghilangan pengotor digunakan heksan. Pada langkah selanjutnya sampel yang telah dikeringkan dari pelarut nonpolar, diekstraksi menggunakan akuades. Steviosida dan kelompok glikosida lain dari tanaman S. rebaudiana (Bert.) merupakan senyawa polar yang dapat dilihat pada gambar 1 (Geuns, 2003). Oleh karena itu untuk memperoleh senyawa glikosida diperlukan pelarut polar, dalam hal ini digunakan akuades. Hal ini seiring dengan penelitian Inamake dkk. (2010) yang menggunakan akuades sebagai pelarut untuk ekstraksi. Pelarut akuades yang digunakan juga berkaitan dengan aplikasi kristal steviol glikosida yang akan digunakan sebagai pemanis alami dan peningkatan kelarutannya dalam air.
7
Gambar 1. Struktur senyawa steviosida dan senyawa yang terkait. Dalam rebaudiosida D dan E R1 terdiri dari 2 β-Glc-β-Glc(21). Dalam rebaudiosida A, B, C, D, E dan F dalam kelompok R2 merupakan bagian gula tambahan pada karbon 3 yang pertama β-Glc. Dalam rebaudiosida F satu β-Glc digantikan oleh β -Xyl
Pengaturan pH dan Klarifikasi Sampel Untuk menghilangkan sisa pengotor yang lain pH larutan steviosida diubah menjadi pH 3,5 hingga pH 9,5. Pada penelitian ini, pH larutan disesuaikan ke lingkungan asam dengan menggunakan asam sitrat 50% (b/v). Penggunaan asam sitrat ini berfungsi untuk mengikat logam, protein, dan warna dari klorofil (Kumar dan Lincroft, 1986). Adanya gugus karboksil dan hidroksil dari asam sitrat tersebut yang berperan dalam chelating pengotor khususnya logam (Sessa dan Wing, 1999). Langkah penting lain dalam penelitian ini adalah menghilangkan pengaruh warna pigmen pada larutan dengan cara deklorofilasi menggunakan bentonit sebagai adsorben. Hal ini dimaksudkan supaya warna hijau dari pigmen nantinya tidak mempengaruhi visualisasi dan pembentukan kristal saat pemisahan (Moraes dkk, 2001). Bentonit adalah lempung montmorillonit yang mampu menyerap berbagai logam dan kelompok protein. Adanya tiga lapisan struktur kompleks pada montmorilonit memungkinkan penyerapan ion ke dalam lembar antar permukaan pada bentonit (Trickova, dkk., 2004). Hal ini berfungsi untuk menghilangkan berbagai senyawa selain steviosida pada daun stevia terutama klorofil.
8
Kristalisasi Pada tahap ini, larutan sampel yang telah diklarifikasi kemudian dipekatkan dan dikristalkan dengan etanol. Dalam pembentukannya, larutan sampel yang berhasil dikristalkan yaitu sampel 1 dan 2. Pada sampel 3, 4, dan 5 tidak membentuk kristal, tetapi dalam bentuk isolat. Dalam kristalisasi, hal tersebut dipengaruhi oleh keseimbangan dan model pertumbuhan nukleasi dari kristal seperti pada permodelan klasik Arrhenius (Leuber, 2010). Dalam hal ini adalah senyawa glikosida steviol. Dalam permodelan klasik Arrhenius didasarkan pada persamaan (1), dengan asumsi bahwa titik kritis (nukleasi) akan segera terbentuk, setelah pembentukan kristal mulai tumbuh pada tingkat pertumbuhan nukleasi secara optimum.
Ra = R Vm dt
(1)
Keterangan: Ra: rata-rata molar optimum larutan (dR/dt), R: molaritas penambahan reaktan dalam hal ini etanol 95% (mol), Vm: volume molar larutan yang ditambahkan (cm3/mol)
Ketika reaktan ditambahkan terus-menerus, akan terbentuk nukleasi baru. Selanjutnya, kecepatan nukleasi akan berkurang seiring bertambah banyaknya titik-titik kristal yang terbentuk dan akhirnya nukleasi akan sepenuhnya digantikan oleh pertumbuhan kristal hanya sampai pertumbuhan kristal yang maksimum (Leuber, 2010). Sehingga ketika nilai R terlalu besar (penambahan etanol terlalu banyak) atau tidak sesuai dengan keseimbangan pembentukan nukleasi, maka nukleasi glikosida steviol akan berkurang (Vm berkurang) dan Ra tidak mencapai optimum. Selain itu, jika nilai Vm dalam hal ini adalah molaritas dari larutan glikosida steviol pada kondisi supersaturated tidak berada pada keseimbangan nukleasi yang tepat serta penambahan volume etanol yang ditambahkan kurang tepat, maka kristal glikosida steviol tidak akan terbentuk. Tidak terbentuknya kristal tersebut juga berkaitan dengan waktu nukleasi (te) dan waktu pembentukan kristal (tn) kurang optimum hingga akhirnya titik kritis ukuran kristal maksimum tidak akan tercapai. Tidak hanya itu, apabila nilai Gm tidak mencapai optimum maka nilai Lt juga tidak mencapai optimum. Sedangkan besarnya nilai Ln adalah tertentu, bergantung dari senyawa yang dikristalkan. Kaitan antara waktu dan pembentukan nukleasi dapat dijelaskan dengan persamaan (2).
9
Lt = Ln + (te – tn) *Gm
(2)
Keterangan : Lt : distribusi ukuran kristal, Ln: ukuran pembentukan kristal (ukuran kritis nukleus), tn : waktu pembentukan kristal, te : waktu nukleasi, Gm: rata-rata maksimum pertumbuhan kristal
Selama pembentukan nukleasi seiring berjalannya waktu, pertumbuhan kristal akan mencapai maksimum pada waktu tertentu dan mengalami pengurangan nukleasi setelah tahap optimum tercapai. Kemudian nukleasi berhenti pada titik end of nucleation dan rata-rata pertumbuhan populasi nukleasi juga berhenti yang sesuai dengan gambar 2.
Gambar 2. Fase Nukleasi Kristal (Leuber, 2010)
Apabila waktu nukleasi (te), waktu pembentukan kristal (tn), dan rata-rata pertumbuhan kristal (Gm) yang optimum tidak tercapai, maka berpengaruh terhadap nilai Lt (distribusi ukuran kristal) yaitu nilainya juga tidak mencapai optimum. Oleh sebab itu, titik kritis ukuran nukleus pada puncak nukleasi rata-rata (gambar 2) tidak tercapai. Pada fase perubahan isolat menjadi nukleus dan peningkatan populasi nukleus tersebut (gambar 2), kondisi equilibrium terjadi. Dalam situasi ini nukleus berada pada kondisi metastable. Selama kondisi ini, kelarutan optimum dari nukleus dalam etanol akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan berlaku sebaliknya. Kondisi ini sesuai dengan prinsip kristalisasi oleh Gibbs (Jones, 2002) yang dijelaskan pada gambar 3 dengan kurva keseimbangan kristalisasi oleh Miers dan Isaac (Jones, 2002).
10
Kemudian, bila konsentrasi isolat rendah maka nukleus akan larut dalam etanol (second solvent) dan bergeser ke arah undersaturated region (nukleus larut kembali dalam pelarut). Sedangkan kelarutan steviosida sendiri memiliki nilai sebesar 64,2 g/100ml pada suhu 200C dalam pelarut akuades (Mrizky, 2009).
Gambar 3. Keseimbangan kristalisasi: Kurva solubility-supersolubility oleh Miers dan Isaac (Jones, 2010)
Di sisi lain, untuk mencapai kondisi stabil (stable region) yaitu daerah diantara metastable dan undersaturated region, konsentrasi isolat yang rendah (pada under saturated region) harus dinaikkan konsentrasinya dengan cara pemekatan (evaporation) dalam keadaan vakum dan terjadi presipitasi untuk menggeser larutan kepada kondisi labile region terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut, isolat memiliki konsentrasi yang tinggi. Kemudian untuk memicu munculnya nukleus, ditambahkan etanol (second solvent) sedikit demi sedikit supaya keseimbangan sedikit bergeser ke kanan. Pada saat pergeseran ini, nukleus yang muncul berada dalam kondisi metastable. Oleh sebab itu, etanol dingin ditambahkan sedikit lagi supaya keseimbangan melewati metastable ke arah kanan tetapi tidak terlalu jauh bergeser ke kanan. Etanol dingin (bersifat menggeser ke kiri) digunakan agar dapat mempertahankan keseimbangannya pada kondisi stable region dan tidak bergeser terlalu jauh ke arah undersaturated region.
11
Pada sampel isolat yang tidak membentuk kristal, hal ini diduga karena konsentrasi antara isolat dengan etanol yang ditambahkan tidak mencapai kondisi optimum. Sehingga, tidak terbentuk nukleasi (persamaan 1 tidak terpenuhi) dan proses untuk mencapai kristal tidak dapat berjalan. Pada sampel isolat steviosida yang mampu membentuk kristal, penambahan jumlah reaktan yaitu penambahan etanol (R) mencapai kondisi yang optimum/ tepat terhadap molaritas larutan yang ditambahkan (Vm) yaitu isolat seviosida (keseimbangan pada persamaan 1 terpenuhi). Setelah kondisi optimum molaritas reaktan dan molaritas yang ditambahkan tercapai, nukleasi yang terbentuk akan muncul. Dalam kondisi ini, nukleus yang muncul berada dalam kondisi metastable. Oleh sebab itu ditambahkan etanol dingin ditambahkan sedikit lagi supaya keseimbangan melewati metastable yang didorong ke arah stable region menggunakan etanol dingin. Pada akhirnya kondisi stabil kristal dapat tercapai, sehingga diperoleh kristal steviol glikosida.
Analisis Kualitatif Kristal Glikosida Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka massa kristal glikosida yang didapat untuk sampel 1 dan 2 sebesar
3,27% dan 1,23% (b/b) secara berurutan.
Sedangkan massa isolat glikosida steviol untuk sampel 3, 4, dan 5 berturut-turut sebesar 3,24%, 4,48%, 6,99% (b/b). Selanjutnya kristal ini dianalisa secara kualitatif yaitu analisa kualitatif kristal glikosida hilang dalam pengeringan. Bila sejumlah steviosida dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam, hasil positif terhadap steviosida bila besarnya pengurangan massa steviosida tidak lebih dari 2% (Anonim, 2011). Sedangkan dari penelitian, hasil yang diperoleh besarnya pengurangan masing-masing sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 sebesar 0,00%, 8,00%, 20,00%, 17,00%, dan 15,00% (b/b) dari massa awal. Hal ini dikarenakan kristal yang diperoleh bukan merupakan senyawa murni steviosida, tetapi masih ada senyawa lain di dalam kristal. Pada dasarnya kristal steviosida stabil pada suhu 00-1200C (Kroyer, 2010). Selanjutnya pada analisis kualitatif steviosida dengan reagen anthrone, menunjukkan hasil yang positif terhadap seluruh sampel dengan ditunjukkan warna larutan menjadi hijau. Adanya gugus glikosida pada steviosida akan terhidrolisis dan dengan penambahan asam kuat maka glikosida akan terdehidrasi membentuk Hidroksimetil furfural yang berwarna hijau (Hedge, 1962).
12
[A]
[B]
[C]
[D]
[E]
[F]
Gambar 4. Spektra kristal steviosida : Standar steviosida [A], Sampel 1 [B], Sampel 2 [C], Sampel 3 [D], Sampel 4 [E], Sampel 5 [F]
13
Pada analisa spektra kristal glikosida secara spektroskopi, menunjukkan pola serapan yang hampir sama antara standar steviosida dengan sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 yaitu menyerap pada panjang gelombang 366nm, 336nm, 307nm, 307nm, 307nm, dan 307nm secara berurutan. Hal ini sesuai dengan penelitian Martono, dkk. (2011), bahwa steviosida dan beberapa senyawa glikosida pada S. rebaudiana (Bert.) menyerap pada daerah panjang gelombang 200-400nm.
Identifikasi dan Penetapan Kandungan Steviosida dalam Kristal secara KCKT Hasil kristalisasi steviosida juga dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif dengan KCKT. Hasil analisa ini menunjukan besarnya persentase yang diperoleh dari kristal glikosida pada masing-masing sampel yang terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Data Kadar Steviosida % (b/b) Kristal Tiap Ulangan Kristalisasi Sampel
Kadar Steviosida % (b/b)
Keterangan
Sampel 1
45,99
Kristal
Sampel 2
93,17
Kristal
Sampel 3
0,766
Isolat
Sampel 4
75,39
Isolat
Sampel 5
6,65
Isolat
Analisis kualitatif steviosida dengan KCKT diketahui dengan membandingkan nilai tR standar stevosida dengan nilai tR masing-masing sampel.
14
[A]
[C]
[E]
[B]
[D]
[F]
Gambar 5. Kromatogram Hasil Kristalisasi Steviosida: Standar steviosida (tR=12,117) [A], Sampel 1 (tR=11,783) [B], Sampel 2 (tR=12,117) [C]. Sampel 3 (tR=13,833) [D], Sampel 4 (tR=12,267) [E]. Sampel 5 (tR=13,233) [F], dengan tR adalah waktu retensi
15
Pada hasil kromatogram menunjukkan bahwa pada masing-masing
peak
tertinggi merupakan steviosida yang dapat dilihat bahwa memiliki tR yang hampir sama dengan standar steviosida. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Martono, dkk. (2011), kadar steviosida yang diperoleh memiliki perbedaan. Hal tersebut dikarenakan sampel yang dipergunakan berbeda dan pada musim yang berbeda sehingga komposisi dari daun S. rebaudiana (Bert.) juga berbeda. Selain itu perbedaan metode yang digunakan sangat mempengaruhi hasil yang didapat, baik ketika penghilangan senyawa-senyawa yang bersifat impurities, maupun tahap kristalisasi. Hal tersebut tentunya mempengaruhi kadar steviosida yang didapat. Pra-formulasi kristal steviosida dengan maltodekstrin Kristal steviosida sampel 1 dan 2 digunakan untuk pra-formulasi pemanis alami dengan maltodekstrin. Fungsi maltodekstrin adalah sebagai bahan pembawa. Kristal steviosida yang diperoleh larut dalam air, sehingga pada pra-formulasi ini tidak menggunakan bahan pengikat antara maltodekstrin dan kristal steviosida. Untuk menentukan tingkat kemanisan kristal steviosida maka dilakukan uji organoleptik. Pada uji ini digunakan pembanding larutan sukrosa 5% (Meilgaard, 1999). Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 3.
16
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Pra-formulasi Pemanis Alami Kristal Steviol Glikosida Purata Tingkat Kemanisan ± SE Sampel
Tingkat
G
E
D
C
B
F
A
4,67±0,111 4,13±0,150 3,40±0,183 2,63±0,162 2,60±0,123 2,37±0,169 1,07±0,046
kemanisan
(a)
(a)
(b)
(c)
(c)
(c)
(d)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda secara nyata Sampel: A(steviosida:maldeks=0,0:0,8), B(sukrosa 5%), C(0,05:0,75), D(0,1:0,7), E(0,15:0,65), F(sampel Tawangmangu=0,05:0,75), G(0,2:06) Tingkat kemanisan : (1=tidak manis, 2=kurang manis, 3=agak manis, 4=manis, 5=sangat manis)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa kristal steviol glikosida 0,05 g yang diformulasikan dengan 0,75 g maltodekstrin ternyata memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan larutan sukrosa 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kristal steviosida memiliki tingkat kemanisan 100 kali sukrosa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka persen yield kristal steviol glikosida yang didapat untuk sampel 1 dan sampel 2 sebesar 3,27% dan 1,23% (b/b). Sedangkan persen yield isolat steviol glikosida untuk sampel 3, 4, dan 5 sebesar 3,24%, 4,48%, 6,99% (b/b) secara berurutan. Seluruh analisa kualitatif terhadap kristal dan isolat menunjukkan hasil positif terhadap steviosida, sedangkan pada penetapan kadar steviosida dalam kristal secara KCKT menunjukan kadar steviosida dalam kristal 1 dan 2 sebesar 45,99% dan 93,17% (b/b). Sedangkan kadar stevosida untuk isolat sampel 3, 4, dan 5 sebesar 0,76%, 75,39%, dan 6,65% (b/b) secara berurutan. Untuk analisa organoleptik kristal steviol glikosida didapat formulasi steviosida : maltodekstrin = 0,05:0,75 yang setara dengan kemanisan sukrosa 5%, sehingga dapat diketahui bahwa tingkat kemanisan kristal setara dengan 100 kali sukrosa.
17
SARAN Melalui penelitian ini, disarankan agar ke depan perlu dicari konsentrasi optimum isolat steviol glikosida untuk kristalisasi serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan rekristalisasi kristal glikosida, supaya dapat diperoleh kemurnian glikosida steviol yang lebih tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH Kami mengucapkan terimakasih kepada DP2M DIKTI yang telah memberikan dana penelitian, serta kepada pimpinan UKSW yang telah memfasilitasi program ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Steviol Glycoside. http://wenku.baidu.com/view/19c3f4abd1f34693daef3e2b.html [11 April 2011] Chatsudthipong, Varanuj dan Muanprasat, Chatchai. 2009. Stevioside and related compounds: Therapeutic Benefits Beyond Sweetness. Department of Physiology, Faculty of Science, Mahidol University, Rama 6 Road, Bangkok 10400, Thailand. Djas, Harmaini Morse Jazid. 2005. Efek Hipoglikemia Zat Pemanis Dari Stevia, Rebaudiana Bertonii Pada Kelinci. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s21986-harmainimo-1734&q=Obat [12 Mei 2010] Esmat, A. Abou-Arab, A. Azza Abou-Arab, M. Ferial Abu-Salem. Physico-chemical assessment of natural sweeteners stevioside produced from Stevia rebaudiana bertoni plant. African journal of Food Science Vol.4(5) pp.269-281 Geuns, jan M.C. 2003. Molecules of Interest Stevioside. Laboratory of plant Physiology, Chatolic University of Leuven, Kasteelpark Arenberg 31, B3001 leuven, Belgium. Gibbs, J.W., 1948. Collected works, Vol. 1. New AYork: Longmans Green. Hedge, JE. Hofreiter (1962) In: Carbohydrate chemistry, 17 (Eds. Whistler RL and Be Miller JN), Academic press, New York. Inamake, M.R., P.D. Shelar, M.S. Kulkarni, S.M. Katekar, Tambe Rashmi. 2010. Isolation and Analitical Characterization of Stevioside from Leaves of Stevia Rebaudiana Bert; (Asteraceae). Tambe R et al/ IJRAP, 1 (2) 572-581 Jones, A. G. 2002. Crystallization System Process. P 77-79. Butterworth-Heinemann, An imprint of Elsevier Science, Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP, 225 Wildwood Avenue, Woburn, MA 01801-2041 Kumar, Sampath dan N.J. Lincrof, 1986. Method for Recovery of Stevioside. United States Patent. Patent number: 4,599,403 Kroyer, Gerhard. 2010. Stevioside and Stevia-sweetener in food: application, stability and interaction with food ingredients. Journal of Consumer Protection and Food Safety. Switzerland. Leuber, Ingo H. 2010. Precision Crystallization Theory and Practice of Controling Crystal Size, P30-37. CRC Press Taylor & Francis Group 6000 Broken Sound Parkway NW, Suite 300. Boca Raton, FL 33487-2742 Martono, Yohanes., Y. E. Kristiyanto, D. Lestari, F. Indah L., Messach Iman A.P. 2009. Kristalisasi dan Praformulasi Steviosida dari Stevia rebaudiana (Bert.) sebagai Pemanis Alami Rendah Kalori. Yogyakarta: Prosiding Seminar Pengembangan Teknologi Berbasis Bahan Baku Lokal, Auditorium Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Gajah Mada. Martono, Yohanes., R. Setyowati., A. S. Wahyuni. 2011. Optimalisasi Teknik Kristalisasi dan Pra-formulasi Stevosida dari Stevia rebaudiana Bert. Sebagai Pemanis Alami Rendah Kalori Untuk Alternatif Pengganti Gula. Laporan Hibah Bersaing Tahun 2011. DIKTI; Indonesia. Meilgaard, Morten, dkk. 1999. Sensory Evaluation Techniques, P195-197. Boca Raton, London, New York, Washington: CRC Press.
19
Miers, H.A. dan F. Isaac. 1970. The spontaneous crystallization of binary mixtures. Proceeding of the Royal Society, A79, 322-351 Moraes, Ĕlida de Paula., Machado, Nádia Regina Camargo Fernandes. 2001. Clarification of Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni extract by adsorption in modified zeolites. Maringá, 23 (6), 1375-1380. Mudjajanto, E.S. 2005. Keamanan Jajanan Tradisional. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/17/ilpeng/1563189.htm. [12 Mei 2010] Mrizky. 2009. Sweetener for Diabetic. http://mrizkychemicalengineer.blogspot.com/ [6 Mei 2012] Phillips, K.C. 1987. Stevia: steps in developing a new sweetener. In: T. H. Grenby (Ed.), Developments in Sweeteners 3, Elsevier, New York, p. 1. Trickova, M., L. Matlova, L. Dvorska, I. Pavlik. 2004. Kaolin, bentonite,and zeolites ad feed supplements for animals: health advantages and risks. Vet. Med. –Czech, 49, 2004 (10): 389-399 Sessa, David J. dan Wing Robert E., 1986. Methal chelation of corn protein products/citric acid derivatives generated via reactive extraction. Industrial Crops and Product 10, 55-63