BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Pada dasarnya perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan bertambahnya jumlah kebutuhan masyarakat, diantara kebutuhan masyarakat tersebut, kebutuhan yang paling pokok adalah pangan, sandang, perumahan, listrik dan air. Pemenuhan kebutuhan pokok tersebut merupakan salah satu prioritas kehidupan masyarakat. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok tersebut dan pula kebutuhan lainnya, masyarakat membutuhkan tersedianya berbagai fasilitas dan sarana prasarana. Fasilitas dan sarana prasarana tersebut selain untuk pemenuhan kebutuhan pokok, juga untuk menunjang perkembangan kehidupan perekonomian. Salah satu penunjang kehidupan ekonomi masyarakat adalah jasa untuk memenuhi kebutuhan akan air. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat 3 berbunyi “Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, maka air sebagai salah satu sumber daya yang sberpengaruh besar terhadap hajat hidup orang banyak, pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pemerintah harus melakukan peningkatan pelayanan penyediaan air bersih. Air minum sebagai salah satu sumber daya alam, merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Tanpa air tak ada sesuatu yang berarti dalam hidup ini. Pasal 33 ayat 3 berbunyi “Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah sumber kemakmuran rakyat. Melihat air mempunyai potensi yang sangat besar dalam kehidupan manusia, maka pemerintah mengambil kebijakan-kebijkan, sekaligus melakukan pengolahan air minum dengan menarik retribusi air dari pelanggan atau konsumen. Hal ini dimaksud agar tidak terjadi persaingan pasar, sehingga air dikelola oleh suatu badan pemerintah yang disebut sebagai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga berfungsi melindungi dan menjaga sumber daya alam air di negara ini. PDAM memiliki tingkatan-tingkatan dalam organisasi dan memiliki cabang-cabang perusahaan yang terbagi mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah. Demikian pula halnya PDAM Tirta Cendana Kabupaten Timor Tengah Utara dibentuk dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1998, dan diberi kewenagan untuk memberikan pelayanan air minum bagi masyarakat dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Sebagai perusahaan yang melayani air minum bagi masyarakat, PDAM Tirta Cendana mempunyai usaha untuk: a) Membangun, memelihara, dan menjalankan operasinya sarana penyediaan
air
minum. b) Mengatur, menyempurnakan, dan mengawasi pemakaian air secara merata dan efisien. c) Menyusun dan melaksanakan peraturan untuk mencegah adanya pengambilan air minum secara liar.
d) Menyelenggarakan pelayanan air minum kepada masyarakat secara tertib dan teratur (kf.pasal 5 Perda Nomor 3 Tahun 1998). Sebagai perusahaan daerah PDAM Tirta Cendana diharapkan dapat meningkatkan PAD Kabupaten Timor Tengah Utara. Pasal 19 Perda Nomor 3 Tahun 1998 secara tegas mengatur penggunaan laba bersih yang dihasikan oleh PDAM Tirta Cendana, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan penyusutan, cadangan, dan pengurangan lain yang wajar dalam perusahaan. Laba bersih yang diperoleh itu diperuntukan antara lain : 1) Dana pembanguna daerah sebesar 30% 2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar 25% 3) Cadangan umum sebesar 15% 4) Sosial dan Pendidikan sebesar 10% 5) Jasa produksi sebesar 10% 6) Dana pensiun sokongan sebesar 10% Pengaturan laba seperti itu, sekaligus mau menunjukan bahwa PDAM Tirta Cendana merupakan salah satu perusahaan daerah yang menjadi lokomotif bagi pemerintah Kabupaten TTU dalam memacu peningkatan pendapatan asli daerah. Sebanyak 55% dari laba yang dihasilkan tersebut digunakan untuk dana pembangunan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Bahkan, penggunaan sisa laba untuk cadangan masih dapat dialihkan penggunaan oleh Bupati Kapala Daerah. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) merupakan salah satu aset penerimaan bagi Kabupaten TTU. PDAM TTU mempunyai peranan yang cukup penting dalam roda perekonomian Kabupaten TTU. Hal ini menuntut pengelolaan yang lebih baik dan proporsional, sehingga Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) ini dibutuhkan dan berkembang dengan baik dan mampu melayani kebutuhan masyarakat secara memadai. Dalam kegiatan usahanya, Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) Tirta Cendana Kabupaten TTU melakukan penjualan air secara kredit karena penjualan kredit merupakan salah satu cara untuk meningkatkan volume penjualan. Penjualan kredit ini diberikan kepada langganan untuk memanfaatkan pemakaian air pada bulan ini kemudian akan dibayar pada bulan berikutnya, artinya pelangan diberi kelonggaran atau kemudahan dalam pemakaian air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) Tirta Cendana Kabupaten TTU. Penjualan air secara kredit tersebut menyebabkan timbulnya piutang. Menurut Kusnadi, dkk (2001: 486) “piutang adalah hak untuk memperoleh aktiva baik berupa kas atau lainnya dari pihak lain karena adanya penjualan barang atau jasa yang belum dibayarkan.” Piutang merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena berpegaruh terhadap likuiditas dan modal kerja suatu perusahaan sebab piutang masuk dalam kategori harta lancar dan diharapkan akan dapat dicairkan dalam waktu singkat. Pada umumnya piutang itu terjadi sebagai akibat dari adanya kegiatan perusahaan berupa penjualan atau jasa secara kredit kepada para pelanggan atau kepada para konsumen namun tidak mutlak bahwa piutang itu terjadi hanya dengan adanya penjualan kredit. Dengan adanya penjualan secara kredit ini perusahaan telah menanamkan atau menginvestasikan sebagian modalnya dalam piutang yang telah diberikan kepada pihak lain dengan demikian perusahaan tidak dapat memperoleh uang pada waktu terjadinya penjualan tersebut, tetapi baru dapat diterima beberapa waktu kemudian. Menurut Smith dan Skousen dalam arti luas piutang dapat berupa barang maupun jasa yang dapat dilunasi sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Namun demikin
untuk tujuan akuntansi istilah ini pada umumnya mejelaskan hak-hak yang diharapkan dapat dipenuhi dengan penerimaan kas. Menurut Sjarlis Lijas (1998:167) menyatakan bahwa piutang adalah suatu perkiraan aktiva yang menunjukan jumlah yang berhutang pada perusahaan sebagai akibat barang atau jasa. Piutang memiliki sifat yang dapat dicairkan dalam waktu yang singkat. Sifat tersebut jika tanpa adanya pencatatan dan pengawasan yang baik, kesalahan dan penyelewengan terhadap piutang tersebut akan mudah terjadi. Oleh karena itu pimpinan atau pihak perusahaan harus dapat menetapkan prosedur akuntansi yang akan digunakan, diantaranya penetapan umur piutang, serta penetapan kebijakan tentang persentase penyisihan piutang atas piutang yang tidak tertagih. Sehingga kesalahan dan penyelewengan terhadap piutang serta kerugian akibat piutang yang tak tertagih dapat dihindari. Karena jika piutang tak dapat dicairkan dalam waktu singkat akan mengganggu kelancaran operasi perusahaan secara keseluruhan. Dampak dari semakin besarnya jumlah piutang adalah besarnya resiko yang kemungkinan dihadapi oleh perusahaan dalam menagani piutang tersebut. Sehingga masalah piutang perlu diperhatikan oleh semua pihak yang ada dalam perusahaan terutama bagian keuangan yang menagani masalah tersebut. Piutang dapat terjadi dari berbagai macam kegiatan pemberian pinjaman kepada pegawai, pemberian pinjaman kepada perusahaan lain, penyerahaan saham perusahaan kepada pemegang saham, tetapi pada umumnya piutang ini timbul dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Berdasarkan kegiatan yang menyebabkan timbulnya piutang, Zaki Baridwan (1996:124) mengklasifikasikan piutang atas 3 macam yaitu: 1) Piutang Usaha, Istilah piutang usaha khususnya barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan secara
kredit dimana pemberi tidak memberikan surat perjanjian tertulis yang formil. Piutang usaha ini merupakan tagihan yang tidak di sertai dengan janji tertulis secara resmi antara penjualan dengan pembon. Tagihan ini harus dilunasi dengan uang, oleh karena itu pengiriman uang untuk dititipkan tidak dicatat sebagai piutang sampai tiba saatnya barangbarang titipan ini terjual; 2) Piutang Non Usaha, timbul bukan dari penjualan barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan dan pada umumnya jenis Piutang Non Usaha di potong dengan persetujuan resmi, kadang-kadang tertulis; dan 3) Piutang Penghasilan, adalah tagihan kepada pihak lain yang timbul dari penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan tetapi pada saat penyusunan neraca belum diterima pembayarannya misalnya piutang bunga, piutang usaha dan sebagainya. Jenis/klasifikasi lain dari piutang yaitu berdasarkan jangka waktu pelunasan dari piutang atau berdasarkan sifat dari piutang tersebut. Smith dan Skouse (1998:239) mengklasifikasikan piutang berdasarkan sifatnya atas 2 macam yaitu: 1) Piutang lancar (Current Receivable) atau piutang jangka pendek adalah: piutang yang sifatnya lancar, yaitu piutang yang pelunasannya tidak lebih dari satu tahun, sehingga piutang ini dikelompokkan dalam aktiva lancar, yaitu semua piutang dagang adalah lancar sedangkan masing-masing pos piutang bukan dagang masih membutuhkan analisis lebih lanjut untuk membentuk apakah lancar atau tidak lancar dan 2) Piutang tidak lancar (Non Current Receivable) atau piutang jangka panjang adalah piutang yang sifatnya tidak lancar yaitu piutang yang pelunasannya lebih dari kegiatan normal suatu perusahaaan yang lebih dari satu tahun, oleh sebab itu piutang ini dikelompokkan dalam aktiva lain atau aktiva tidak lancar. Piutang jangka panjang yang dapat dibuktikan dengan suatu janji tertulis secara
resmi sering disebut sebagai utang piutang wesel, sedangkan piutang yang tidak didukung dengan janji tertulis sering disebut piutang dagang. Piutang merupakan salah satu pos penting yang menunjukan aset perusahaan. Sehingga
penting untuk menetapkan kebijaksanaan kredit yang efektif dan prosedur
penagihan, guna menjamin penagihan yang tepat pada waktunya dan mengurangi kerugian piutang yang tidak tertagih. Agar piutang dapat diterima tepat pada waktunya, maka perlu diterapkan sistem akuntansi yang memadai atas penjualan kredit dan piutang. Hutang pelanggan yang sudah jatuh tempo tidak dapat ditagih karena sesuatu hal maka akan menyebabkan resiko kerugian bagi pihak PDAM. Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas maka manajemen perlu mengadakan revisi secara menyeluruh tentang penagihan terhadap pelanggan. Untuk menjamin efisiensi maka perusahaan memerlukan suatu sistem pengendalian yang memadai, seperti melakukan kegiatan-kegiatan yang sering dikenal dengan fungsifungsi perusahaan yang terdiri dari pemasaran, fungsi produksi, fungsi keuangan, fungsi personalia, dan fungsi administrasi. Dimana fungsi yang satu dengan fungsi yang lain saling berkaitan. Semua kegiatan yang akan dilaksanakan oleh fungsi-fungsi perusahaan haruslah direncanakan terlebih dahulu untuk semua organisasi dan diawasi dalam pelaksanaan agar fungsi-fungsi perusahaan akan mencapai sasaran. Dalam melakukan penjualan kredit akan menimbulkan penagihan atau piutang kepada pelanggan, dimana dalam melakukan transaksi pihak perusahaan daerah tidak langsung menerima uang dari pelanggan melainkan berupa tagihan-tagihan yang pembayarannya akan dilakukan dalam waktu tertentu dan dimasa yang akan datang. Penjualan kredit ini juga akan menimbulkan berbagai resiko misalnya periode
pengumpulan piutang yang tidak tepat dan piutang yang tidak tertagih. Apabila tunggakan piutang semakin besar dan penjulan kredit dilakukan maka hal ini mengakibatkan jumlah dana lebih besar diinvestasi dalam piutang. Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan (Mulyadi 2005:5). Nugroho Widjanto (2001:2) mendefinisikan sistem sebagai suatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berintraksi untuk mencapai tujuan tertentu melalui tiga tahapan yaitu : input, proses dan output. Arief Suadi,Ph.D (1995:3) sistem adalah sekelompok komponen yang masing-masing saling menunjang, saling berhubungan maupun tidak yang keseluruhannya merupakan suatu kesatuan. Dari berbagai defenisi tentang sistem diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah seperangkat unsur atau elemen yang memiliki fungsi masing-masing, tetapi saling berkaitan antara satu dengan yang lain dalam suatu kerangka sistem yang utuh untuk mencapai tujuan tertentu. American Institute of Certified Publik Accountant (Muhammad, 2002:11) mendefinisikan sebagai berikut: “akuntansi adalah seni pencatatan, pengidentifikasian, pendeskripsian, pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian – kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil – hasilnya.” Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian sistem akuntansi (Accounting
System)
adalah
suatu
metode
pencatatan
untuk
mengumpulkan,
mengklasifikasikan, mengiktisarkan dan melaporkan informasi transaksi dan kejadian – kejadian yang umumnya bersifat keuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Sehubungan dengan piutang, maka sistem akuntansi piutang suatu metode pencatatan piutang untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dan melaporkan informasi transaksi
dan kejadian-kejadian piutang agar informasi mengenai nilai piutang dapat diperoleh secara terpercaya. Sistem pengendalian piutang bertujuan untuk mengamati proses pencatatan piutang perusahan kepada setiap debitur (pelanggan) yang terjadi karena transaksi penjualan kredit, proses penjualan, penerimaan kas dari piutang dan penghapusan piutang. Berikut disajikan data tunggakan dan penagihan piutang pada PDAM Tirta Cendana Kabupaten Timor Tengah Utara.
Tabel 1.1. Rekening Tunggakan dan Penagihan Piutang pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Cendana Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2010-2012 Nama Perkiraan 2010 2011 2012 Piutang Piutang Tak Tertagih
1.247.327.750
1.358.267.651
1.268.779.833
786.314.200
691.744.400
653.749.000
461.013.550
666.523.251
615.030.839
Piutang yang Tertagih Prosentase Piutang yang tertagih 63,03 % 50,92 % Sumber : PDAM TIRTA CENDANA Kabupaten TTU
51,52 %
Berdasarkan data pada tabel 1.1 dapat diketahui bahwa piutang yang berhasil ditagih pada tahun 2010 adalah sebesar 63,03% dan pada tahun 2011 sebesar 50,92% dan pada tahun 2012 sebesar 51,52% dari total piutang. Prosentase piutang yang tertagih ini merupakan perbandingan antara jumlah piutang yang tak tertagih dengan total piutang. Total piutang tidak semuanya dapat ditagih, sehingga masih ada piutang yang harus ditagih pada periode berikutnya. Berdasarkan wawancara dengan pihak PDAM, salah satu faktor yang mengakibatkan kredit macet atau piutang yang tidak tertagih dikarenakan
pengembalian dari masyarakat atau keterlambatan dalam membayar tagihan pada setiap bulannya. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa dalam pelaksanaan penagihan piutang pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Cendana Kabupaten TTU diasumsikan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya piutang rekening air tersebut antara lain faktor-faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam perusahaan seperti kurangnya tenaga penagih sehingga piutang yang terjadi karena pada saat jatuh tempo, pelanggan tidak membayarnya sehingga tidak dapat tertagih dengan baik sehingga mengakibatkan piutang semakin menumpuk. Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan seperti peralatan meteran air,peralatan meteran air menjadi penyebab meningkatnya piutang ,hal ini disebabkan pelanggan tidak pernah merasakan mengkonsumsi air dari PDAM secara rutin namun pada meteran tertera jumlah volume air yang mereka gunakan hal ini dikarenakan oleh berputarnya angin pada meter tersebut,sehingga mereka tidak membayar namun pada PDAM tertera sebagai piutang dan perilaku pelanggan dalam membayar rekening air secara tidak tepat sesuai dengan tanggal jatuh tempo. Disamping faktor lain seperti kurangnya penerapan sistim akuntansi yang baik dalam perusahaan. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Sistem Akuntansi Piutang Pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Cendana Kabupaten TTU”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Pelaksanaan Sistem Akuntansi Piutang Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Cendana Kabupaten TTU”.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem akuntansi piutang pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Cendana Kabupaten TTU.
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan Penelitian: 1.
Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pihak perusahaan PDAM
Tirta
Cendana Kabupaten TTU berkaitan dengan pelaksanaan sistem akuntansi piutang dan kebijaksanaan penagihan piutang pada periode yang akan datang. 2.
Sebagai bahan informasi berupa perbandingan antara sistim akuntansi yang telah dijalankan dalam perusahaan dengan sistem akuntansi yang sudah ada.