BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi, hal ini tidak seimbang dengan ketersediaan tanah yang terbatas baik dari segi kualitas atau kuantitas dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan akan tanah pada saat ini tidak semata-mata hanya sebagai kebutuhan pembangunan dan pertanian saja, namun tanah sering pula dijadikan benda yang memiliki nilai ekonomis guna kepentingan perniagaan dan spekulasi bagi masyarakat. Kebutuhan akan tanah sebagai benda yang dijadikan nilai ekonomis, membuat banyak masyarakat melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan transaksi hak atas tanah baik melalui jual beli, sewa menyewa, atau dijadikan sebagai jaminan atas perikatan tertentu.Hampir setiap aspek dari kehidupan manusia tidak luput dari perjanjian.1Hal ini kemudian menuntut setiap manusia untuk membuat, mengadakan, maupun melaksanakan perjanjian baik yang berkaitan dengan obyek tanah maupun obyek perjanjian lain, karena perjanjian itu sendiri telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Perjanjian yang dibuat akan menerbitkan suatu perikatan yang mana akan melahirkan hak dan kewajiban bagi pihak yang sepakat mengikatkan diri. 1
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 1.
1
2
Perikatan yang timbul dari perjanjian merupakan perikatan yang lebih banyak terjadi di kalangan masyarakat meskipun tidak dominan. Perikatan yang timbul dari perjanjian dapat dijelaskan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.2 Perjanjian harus dibuat oleh dua orang atau lebih karena ada hubungan timbal balik di antara para pihak. Dalam perjanjian terdapat pihak yang berhak menuntut atas suatu prestasi yang dinamakan dengan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak lainnya yaitu pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi yang dinamakan dengan debitur atau si berutang. Perjanjian melahirkan hubungan antara dua pihak atau lebih tersebut disebut hubungan hukum, yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang.3 Namun, walau demikan tidak semua masyarakat memahami tentang sampai sejauh mana seseorang dapat membuat perjanjian yang akan mengikat dirinya ataupun suatu pihak lain dalam kapasitas tertentu, perjanjian seperti apa yang mengikat dan tata cara membuat perjanjian tersebut serta pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah dibuat. Sehingga seringkali dalam pelaksanaan praktik perjanjian menimbulkan kerugian baik bagi pihak kreditur maupun debitur. Oleh karena itu, dalam Penulisan Hukum ini akan mengangkat mengenai perjanjian, khususnya perjanjian utang piutang dengan jaminan tanah.
2 3
Ibid, hlm. 3. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, hlm.1.
3
Perjanjian utang piutang merupakan perjanjian yang kerap dilakukan dalam masyarakat secara luas. Perjanjian utang piutang banyak dilakukan dalam masyarakat karena tuntutan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat. Pengertian perjanjian utang piutang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak diatur secara tegas dan terinci. Namun, tersirat dalam Pasal 1754 KUHPerdata, yang menyatakan dalam perjanjian pinjaman, pihak yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama (selanjutnya untuk kemudahan,
maka istilah yang dipergunakan adalah “perjanjian utang
piutang”).4Dalam Pasal 1754 KUHPerdata dijelaskan sebagai berikut: “Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.” Berdasarkan uraian pasal di atas dapat disimpulkan bahwa utang piutang adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang menitik beratkan pada kepentingan pribadi salah satu pihak, yaitu si berutang untuk memperoleh prestasi yang dapat berupa uang atau barang dari pihak lain yang harus dikembalikan dalam jumlah uang atau barang yang sama. Dalam utang piutang terdapat dua pihak yang disebut dengan debitur dan kreditur. Pihak kreditur tidak memiliki kepentingan seperti halnya dalam perjanjian-perjanjian lain yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak, melainkan hanya memberikan prestasi yang berupa pinjaman atas uang atau barang kepada pihak debitur. 4
Maddenleo T. Siagian, Perjanjian Utang Piutang adalah Hubungan Keperdataan, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5475/bolehkah-memakai-jasa-polisi-untukpenagihan-utang?, diakses pada tanggal 5 Oktober 2015, pkl. 15.13.
4
Perjanjian utang piutang merupakan perjanjian yang menitik beratkanpada kepentingan salah satu pihak yaitu debitur. Sehingga dalam praktiknya, kreditur akan meminta debitur untuk menyertakan jaminan dalam perjanjian utang piutang sebagai jaminan pelunasan utang kepada kreditur. Jaminan merupakan perjanjian tambahan atau perjanjian accessoir dalam perjanjian pokok utang piutang. Sifat dari perjanjian tambahan akan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Tujuan adanya pemberian jaminan dari debitur kepada kreditur adalah untuk menambah kepercayaan kreditur bahwa debitur akan melunasi utangnya. Pemberian jaminan sebagai pelunasan utang debitur diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 mengenai jaminan umum dalam perjanjian utang piutang. Pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak, merupakan jaminan pelunasan utang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan, harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan utang kepadanya.5 Perjanjian utang piutang dengan jaminan dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis. Dalam praktiknya masih banyak masyarakat yang melakukan perjanjian utang piutang dengan jaminan yang dilakukan secara lisan. Perjanjian utang piutang dengan jaminan yang dilakukan secara lisan tidak dilarang dalam undang-undang. Perjanjian utang piutang dengan pemberian jaminan yang dilakukan baik secara lisan maupun tertulis tetap merupakan perjanjian yang sah
5
Sri Soedewi, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, C.V. Bina Usaha, Yogyakarta, hlm. 45.
5
karena sah atau tidaknya suatu perjanjian didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian utang piutang merupakan perjanjian yang didasarkan pada kepentingan pihak debitur saja, sehingga apabila perjanjian dilakukan secara lisan maka kekuatan pembuktiannya lemah. Apabila debitur cidera janji maka kreditur akan kesulitan untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan pelunasan piutang yang telah diberikan oleh debitur. Namun hal demikian yang masih banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Seperti halnya perjanjian utang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan di Desa Karangkemiri, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap. Para pihak dalam membuat perjanjian utang piutang dilakukan secara lisan dengan bukti penerimaan uang berupa kwitansi tanpa dituangkan dalam akta otentik atau Akta Pengakuan Hutang. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat di Desa Karangkemiri sudah terbiasa mengadakan perjanjian utang piutang atas dasar rasa kepercayaan dan tolong menolong sehingga tidak dibuat secara otentik. Kemudian debitur memberikan jaminan berupa sebidang tanah yang di dalamnya memuatjanji apabila debitur tidak dapat melunasi utangnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka tanah tersebut digunakan sebagai pembayaran atas utang debitur. Ketika debitur memberikan jaminan tanah tersebut, hanya dilakukan secara lisan tanpa adanya saksi.Lalu dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, debitur tidak dapat melunasi utangnya. Kemudian kreditur dan debitur mendatangi Notaris untuk melakukan transaksi jual beli tanah dengan dibuat Perjanjian
6
Perikatan Jual Beli. Para pihak tidak menceritakan kepada Notaris bahwa sebelumnya telah terjadi perjanjian utang piutang. Perjanjian utang piutang yang dibuat secara lisan memang tetap sah dan mengikat para pihak, namun apabila pihak debitur tidak mengembalikan uang tersebut maka kreditur akan kesulitan untuk melakukan tindakan hukum berkaitan dengan pemenuhan haknya untuk mendapat pelunasan piutangnya. Dilihat dari sifat perjanjian utang piutang itu sendiri hanya menitik beratkan pada kepentingan satu pihak saja. Selain itu dalam penyertaan jaminan yang dilakukan secara lisan juga tidak dapat menjamin perlindungan hukum sepenuhnya bagi kreditur. Para pihak dalam membuat perjanjian utang piutang dapat mencantumkan janji-janji yang berkaitan dengan kepentingan para pihak. Namun di dalam perjanjian utang piutang tersebut memuat janji yang menyatakan bahwa apabila debitur tidak dapat melunasi utangnya maka debitur akan melakukan pembayaran dengan sebidang tanah yang telah dijadikan jaminan pelunasan atas utangnya. Janji yang demikian ini merupakan janji yang dilarang dalam hukum jaminan. Perjanjian utang piutang dan perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang berbeda. Perjanjian jual beli tanah merupakan perjanjian pokok dalam jual beli tanah. Sehingga apabila jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak dilakukan atas dasar perjanjian utang piutang dan tanah sebagai objek jual beli tersebut merupakan jaminan atas pelunasan utang debitur maka akan menimbulkan akibat hukum yang berbeda.
7
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin membahas hal tersebut dalam Penulisan Hukum dengan judul “PERJANJIAN UTANG
PIUTANG
YANG
PEMBAYARANNYA
DIPERJANJIKAN
DENGAN SEBIDANG TANAH (STUDI KASUS JUAL BELI TANAH DI DESA KARANGKEMIRI, KECAMATAN JERUKLEGI, KABUPATEN CILACAP)." B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah keabsahan perjanjian utang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan secara lisan? 2. Bagaimanakah akibat yuridis dari pelaksanaan perjanjian jual beli tanah yang didasarkan pada perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok dalam jual beli tanah di Desa Karangkemiri, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan perjanjian utang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan secara lisan. b. Untuk
mengetahui
dan
menganalisis
akibat
yuridis
dari
pelaksanaan perjanjian jual beli hak atas tanah yang didasarkan pada perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok dalam jual beli tanah di Desa Karangkemiri, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap.
8
2. Tujuan Subyektif Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam Penulisan Hukum guna melengkapi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh penulis
tepatnya di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian
dengan
judul
“Utang
Piutang
Yang
Pembayarannya
Diperjanjikan Dengan Sebidang Tanah (Studi Kasus Jual Beli Tanah di Desa Karangkemiri, Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap”,belum pernah dilakukan ataupun diteliti sebelumnya. Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, Penulis menemukan beberapa penelitian yang membahas mengenai utang piutang yaitu “Pelaksanaan Pemberian Kuasa Menjual Obyek Jaminan Berkaitan Dengan Perjanjian Hutang Piutang Di Kota Pekanbaru”, Sutanto, 2010. Penulisan Hukum tersebut berbeda dengan Penulisan Hukum yang hendak dilakukan oleh peneliti baik dari segi rumusan masalah ataupun pembahasan. Berdasarkan hal tersebut, Penulisan Hukum ini adalah asli dan layak untuk diteliti. Apabila terdapat penelitian yang mirip diluar pengetahuan Penulis, diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi satu sama lain.
9
F. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum dalam bidang hukum perdata khususnya tentang perjanjian utang piutang dan perjanjian jual beli. Selain itu, penelitian ini bertujuan pula untuk memberi sumbangan bagi penelitian yang sejenis berikutnya serta memberi sumbangan informasi mengenai bahan-bahan literatur kajian tentang Utang Piutang yang Pembayarannya Diperjanjikan dengan Sebidang Tanah. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran pada pihak-pihak sebagai berikut: a. Bagi mahasiswa yaitu menambah informasi dan pengetahuan dalam mengkaji lebih dalam mengenai pelaksanaan perjanjian utang piutang dan perjanjian jual beli dalam praktik pada masyarakat yang masih kurang pengetahuan akan hukum utang piutang dan jual beli yang berlaku. b. Bagi masyarakat yaitu menambah pengetahuan dan pemahaman terkait mengenai praktik pelaksanaan perjanjian utang piutang dan perjanjian jual beli sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Bagi peneliti yaitu memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
10
Gadjah Madadan meningkatkan ketrampilan didikan penelitian dalam bidang hukum perdata khususnya mengenai utang piutang dan jual beli.