PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana
pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Transaksi Analisis Keuangan selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak akan tercapai. 1 Secara Yuridis memerangi tindak pidana pencucian uang diawali dengan diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). 2
PPATK merupakan Lembaga independen yang diberi tugas dan
wewenang dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dua tugas utamanya yaitu: mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak pidana asal (predicate crimes). Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang menciptakan kewajiban pelaporan yang harus disampaikan kepada PPATK, yaitu: 1.Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, 2. Laporan Transaksi Tunai sejumlah Rp 500.000.000 dalam satu kali atau beberapa kali transaksi dalam satu hari, 3. Laporan pembawaan 1
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm 219 2 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2004), hlm 153
1
Universitas Sumatera Utara
2
uang tunai ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia berupa rupiah sejumlah seratus juta rupiah atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu harus melaporkan kepada Dirjen Bea Cukai. 3 PPATK memiliki kewenangan terbatas yang diberikan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2003, ini membuat PPATK hanya sebagai pusat pelaporan, sehingga PPATK kurang mampu berperan optimal dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Undang-Undang TPPU membentuk badan khusus untuk pencucian uang, yang disebut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang merupakan suatu lembaga independent yang bertanggung jawab kepada Presiden. PPATK berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia dan dalam hal diperlukan dapat dibuka perwakilan PPATK didaerah. PPATK menurut Pasal 18 ayat 1 dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Dengan diundangkannya UndangUndang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang itu maka seketika itu juga lahir pula PPATK. Kemudian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Kemudian dalam Undang–Undang No 8 tahun 2010 secara tegas mengamanatkan dalam Pasal 44 Ayat (1) Huruf I dan pada Pasal 65 Ayat (1) bahwa PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara baik sebahagian maupun seluruhnya transaksi keuangan yang mencurigakan. 3
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3
Upaya mendukung implementasi penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), diperlukan peran serta Pengguna Jasa Keuangan, masyarakat, dan pemerintah untuk memberikan informasi-informasi penting kepada PPATK dan aparat penegak hukum terkait dugaan tindak pidana pencucian uang yang terjadi di bidang kehutanan. Hal ini mengingat salah satu faktor penting dalam keberhasilan pendeteksian dugaan tindak pidana tersebut adalah dengan ketersediaan informasi, data atau keterangan mengenai pelaku dan pihak yang terlibat dalam rantai kejahatan dimaksud. Eksistensi pencucian uang dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa kejahatan (besar) tetap hidup. 4 Kejahatan dan tindak pidana pencucian uang bagaikan dua sisi mata uang, selalu berdampingan, saling membutuhkan dan tidak mungkin dilepaskan satu sama lainnya. Informasi yang disusun dan disampaikan ke PPATK adalah informasi intelijen yang bersifat rahasia. PPATK akan merahasiakan identitas pemberi informasi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang TPPU. Tindak lanjut dari informasi yang disampaikan sepenuhnya akan menjadi tanggungjawab PPATK sesuai dengan tugas dan kewenangan PPATK yang diamanatkan oleh Undang-Undang TPPU.
4
Dalam hal ini tidak ada kewajiban bagi PPATK untuk melaporkan perkembangan penanganan kasus secara individual kepada pihak pemberi informasi. 5
4 5
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, dan Adiwarman, Op.,cit, hlm 6
[email protected]. Diakses pada hari senin, Tanggal 3 Januari 2011
Universitas Sumatera Utara
Pihak pemberi informasi juga wajib menyampaikan identitasnya kepada PPATK guna memperoleh data-data dan informasi tambahan serta konfirmasi terkait dengan informasi yang disampaikan. PPATK akan merahasiakan identitas pihak pemberi informasi agar tidak dapat diketahui oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan rezim pencucian uang merupakan paradigma baru penegakan hukum yang lebih berorientasi pada pengejaran harta kekayaan hasil kejahatan (proceeds of crime). Pendekatan follow the money ini lebih mudah dilakukan karena hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari suatu rantai kejahatan. Melalui pentrasiran aliran dana ini juga dapat dengan mudah ditemukan aktor intelektual dari suatu kejahatan. Untuk kasus-kasus pembalakan liar yang merupakan salah satu bentuk yang paling menonjol dari tindak pidana kehutanan, misalnya pentrasiran aliran dana akan mudah untuk mengetahui para cukong (pemilik uang) yang berdiri dibalik pembalakan liar. 6 langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah, pertama sudah tentu harus dikatakan bahwa perbuatan pencucian itu adalah tindak pidana. Jadi kriminalisasi dari perbuatan pencucian uang itu ini dilakukan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002. Sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi PBB tahun 1988 tentang Illicit traffic of narcotics, drugs and psychotropic substances. Hasil-hasilnya sudah kita ratifisir, dimana untuk pertama kalinya dalam konvensi international dinyatakan bahwa tindak pidana pencucian uang itu 6
Ibid
Universitas Sumatera Utara
5
merupakan suatu crime atau tindak pidana dan negara-negara diminta untuk menyatakan hal tersebut sebagai suatu crime. 7 Tindakan lainnya yang dilakukan pemerintah, misalnya pembentukan lembaga "Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan" yang didirikan bersamaan dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2002 Tentang Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, yang sekarang sudah mulai beroperasi. Diharapkan dengan adanya lembaga ini bukan saja pemerintah akan mudah mendeteksi tindak pidana pencucian uang, tapi lembaga yang baru ini juga dapat membantu penegakan hukum oleh law enforcement agency yang berkaitan dengan predicate crime itu sendiri misalnya korupsi, penyuapan dan lain-lain. Jadi PPATK bisa membantu penegakan hukum sekaligus mendeteksi money laundering itu sendiri. Upaya lain dari pemerintah, misalnya dikeluarkannya peraturan-peraturan yang berkaitan dengan ini misalnya melarang pembelian saham bank dengan uang money laundering, dilarang mendirikan bank dengan tujuan pencucian uang, kemudian kita juga telah menandatangani memorandum of understanding dengan Thailand untuk meningkatkan upaya-upaya memberantas tindak pidana pencucian uang, karena kejahatan ini merupakan transnational crime, sehingga diperlukan juga kerjasama international dengan lembaga-lembaga di luar. Satu lagi yang hampir terlupa yaitu pemerintah dalam hal ini menteri keuangan dan ketua Bapepam
7
Ibid
Universitas Sumatera Utara
6
termasuk juga BI, sebelumnya telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan mengenai prinsip mengenal nasabah atau know your customer principal. 8 Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memberi manfaat yang nyata bagi lembaga keuangan di dalam mendukung kegiatan bisnis dan meningkatkan pelayanan jasa keuangan kepada masyarakat luas. Di sektor perbankan misalnya, pemanfaatan teknologi telah memungkinkan ditawarkannya jasa keuangan yang lebih bervariatif dan menarik termasuk melayani transaksi-transaksi keuangan yang melintasi batas negara. Jasa pemindahan dana melalui wire transfer yang ditawarkan oleh bank-bank seperti jasa internet
banking
(cyber/electronic
banking)
dan
electronic
fund
transfer
memungkinkan nasabah perbankan memindahkan dananya dari rekening mereka di satu bank ke bank lain di seluruh dunia dalam waktu yang sangat singkat. 9 Kegiatan pencucian uang ini telah menjadi kegiatan kejahatan transnasional. Proses pencucian oleh para pencuci uang tidak hanya dilangsungkan terbatas dalam wilayah satu negara tertentu saja, tetapi harus dilakukan keluar dari negara di mana uang hasil kejahatan diperoleh, yaitu dari kejahatan yang dilakukan oleh negara tersebut dan masuk ke dalam wilayah negara lain, bahkan kebeberapa negara lain. Hasil kejahatan itu dapat diupayakan oleh para pencuci uang yang bersangkutan menjauh dari sumbernya. 10
8
[email protected]. Diakses pada hari senin, Tanggal 3 Januari 2011 Ibid 10 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004), hlm 77 9
Universitas Sumatera Utara
7
Perkembangan teknologi canggih tersebut ibarat ”pisau bermata dua”, di satu sisi memberikan manfaat yang luar biasa terhadap kualitas layanan jasa keuangan, di sisi lain meningkatkan risiko karena dengan semakin beragamnya instrumen/produk keuangan menjadi daya tarik para pelaku kejahatan memanfaatkan lembaga keuangan sebagai sarana maupun sasaran kejahatannya. 11 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang, disebutkan kejahatan-kejahatan atau tidak pidana yang merupakan sumber uang yang nanti dicuci. Dalam Undang-Undang disebutkan 15 macam tindak pidana dalam bahasa Inggris disebut dengan predicate crimes atau predicate offenses yang terdiri dari tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak-anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, pengelapan dan penipuan. Seluruhnya ada 15 macam tindak pidana. Jadi tindak pidana itu walaupun terjadi di luar negeri, kemudian hasilnya uangnya dibawa ke sini untuk dikaburkan, disembunyikan asal usulnya sehingga muncul seolah-olah uang yang sah , juga dapat dituntut berdasarkan Undang-Undang ini. Karena kita mengatur demikian luas sehingga dimanapun juga terjadinya pidana itu dapat dituntut dengan Undang-Undang disini kalau memang hasilnya dibawa ke Indonesia atau orang yang bersangkutan lari ke Indonesia. Tapi hal ini dengan catatan, disana harus
11
http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33_pembangunan-rezim-aml-dan-profesiakuntan_x.pdf, diakses pada hari senin Tanggal, 28 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
8
merupakan tindak pidana, disini juga merupakan tindak pidana yang kita kenal dengan istilah double criminal. 12 Istilah pencucian uang pertama sekali dikenal di Amerika Serikat pada Tahun 1930-an dimana pencucian uang dimasukkan dalam kategori kejahatan. Istilah “money laundering” ditujukan pertama sekali pada tindakan mafia yang mempergunakan uang hasil kejahatan yang berasal dari pemerasan, penjualan illegal minuman keras dan perjudian serta pelacuran dengan cara membeli Perusahaan Pencucian Pakaian (Laundramat). 13 Money Laundering dapat diistilahkan dengan Pencucian Uang atau pemutihan uang, Pendulangan Ulang atau disebut juga dengan Pembersihan Uang dari hasil transaksi gelap (kotor). Money Laundering Merupakan salah satu aspek perbuatan kriminal. Dikatakan demikian karena sifat kriminalitas Money Laundering ialah berkaitan dengan latar belakang dari perolehan sejumlah uang yang sifatnya gelap, haram atau kotor, lalu sejumlah uang kotor ini dikelola dengan aktifitas-aktifitas tertentu dengan membentuk usaha, mentransfer atau mengkonversikannya ke Bank atau valuta asing sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut. 14
12
http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33_pembangunan-rezim-aml-dan-profesiakuntan_x.pdf, di Akses pada hari senin tanggal, 28 Februari 2011 13 Erman Rajagukguk, Rezim Anti Pencucian Uang Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, disampaikan pada Video Conference Nasional mengenai Undang-Undang Anti Pencucian Uang, kenali Nasabah Anda dan Pelaporan Transaksi Keuangan yang diselenggarakan PPATK, BI, UI, UGM, USU, UNDIP, UNAIR Dan elips (Di Jakarta: pada tanggal 29 Mei-Oktober 2004), hlm 1. 14 N.H.T Siahaan, Pencucian Uang Dan Kejahatan Perbankan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm 3
Universitas Sumatera Utara
9
Pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatan dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu ternyata jumlah uang yang dicuci sangat besar, ini artinya hasil kejahatan tersebut telah mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global dan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Bahaya selanjutnya pencucian uang membuat para pelaku kejahatan terutama organizrd crime untuk mengembangkan jaringan dengan uang yang telah dicuci tersebut. Selain itu membuat para pelaku kejahatan seperti korupsi, narkotika dan kejahatan perbankan leluasa menggunakannya sehingga dengan demikian kejahatan-kejahatan tersebut akan semakin marak. 15 Praktek pencucian uang berpotensial mengganggu perekonomian baik nasional maupun internasional karena membahayakan operasi yang efektif dari perekonomian dan menimbulkan kebijakan ekonomi yang buruk, terutama pada Negara-negara tertentu. Praktek pencucian uang dapat menyebabkan fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga, selain itu uang hasil dari pencucian uang hasil dari pencucian uang dapat saja beralih dari satu negara yang perekonomian baik ke negara yang perekonomian kurang baik. Sehingga secara perlahan-lahan dapat menghancurkan finansial dan menggurangi kepercayaan publik kepada sistem
15
Yenti Garnasih, Kriminalisasi Terhadap Pencucian Uang Di Indonesia Dan Permasalahan Implementasinya. Makalah yang disampaikan pada Pelatihan Penerapan Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Memberantas Kegiatan Illegal Logging Di Wilayah Sumatera Utara, yang diselenggarakan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan USU (Di Medan: pada tanggal 10-11 Januari 2005), hlm 5
Universitas Sumatera Utara
10
finansial, yang dapat mendorong kenaikan resiko dan ketidakstabilan dari sistem itu yang berakibat pada berkurangnya angka pertumbuhan dari ekonomi dunia. 16 Kejahatan money laundering itu sangat potensial dalam mempengaruhi atau mengganggu
perekonomian
baik
nasional
maupun
internasional
karena
membahayakan efektifitas operasional sistem perekonomian dan bisa menimbulkan kebijakan ekonomi yang buruk, terutama pada negara-negara tertentu. 17 Kegiatan pencucian uang ini telah menjadi kegiatan kejahatan transnasional. Proses pencucian oleh para pencuci uang tidak hanya dilangsungkan terbatas dalam wilayah satu negara tertentu saja, tetapi harus dilakukan keluar dari negara di mana uang hasil kejahatan diperoleh, yaitu dari kejahatan yang dilakukan oleh negara tersebut dan masuk ke dalam wilayah negara lain, bahkan kebeberapa negara lain. Hasil kejahatan itu dapat diupayakan oleh para pencuci uang yang bersangkutan menjauh dari sumbernya. 18 Pemicu dari tindak pidana pencucian uang sebenamya adalah suatu tindak pidana atau aktivitas kriminal, seperti perdagangan gelap narkotika, korupsi dan penyuapan. Kegiatan money laundering ini memungkinkan para pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul sebenarnya dari suatu dana atau
16
Bismar Nasuition, Pemahaman Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Membentuk Rezim Anti Money Laundering Di Indonesia, disampaikan pada Workshop Pemahaman UndangUndang Tindak Pidana Pencucian Uang dibidang Kepabeanan yang diselenggarakan atas kerjasama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Wilayah I Medan dengan Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, (Medan: tanggal 2 Februari 2005), hlm 1 17 Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering Di Indonesia, (Bandung: Books Terrace & Library, 2008), hlm 2 . 18 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004), hlm 77
Universitas Sumatera Utara
11
uang hasil tindak pidana yang dilakukan. Melalui kegiatan ini pula para pelaku akhimya dapat menikmati dan menggunakan hasil tindak pidananya secara bebas seolah-olah tampak sebagai hasil kegiatan yang sah llegal dan selanjutnya mengembangkan lagi tindak pidana yang dilakukannya. Dengan semakin berkembang hasil tindak pidana dan tindak pidana itu sendiri, mereka dapat mempunyai pengaruh yang kuat di bidang ekonomi atau politik yang sudah tentu dapat merugikan orang banyak. Michel Camdessus, mantan Managing Director International Monetary Fund memperkirakan volume dari cross-border money laundering sekitar dua sampai lima perseen dari Gross Domestic Product dunia yang diperkirakan mendekati USD600 milliar. 19 Sebagian dari jumlah tersebut yang cukup substansial terjadi di Amerika Serikat. Berbagai negara, seperti di negara-negara berkembang masalah money laundering ini sudah diatur dalam Undang-Undang yang menyatakan perbuatan ini sebagai tindak pidana dan menghukum para pelakunya. Dalam Black’s Law Dictionary, money laundering diartikan sebagai berikut: Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate 12 channels so that its original source cannot be traced. Perkembangan berikutnya pengertian money laundering dimuat dalam berbagai literatur maupun peraturan yang diberlakukan oleh beberapa negara dan
19
The National Money Laundering Strategy, The Department of the Treasury and The Department of Justice, USA, hlm 4.
Universitas Sumatera Utara
organisasi internasional. Salah satu pengertian yang menjadi acuan di seluruh dunia adalah pengertian yang dikuat dalam the United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psycotropic Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi di Indonesia dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1997. Secara lengkap pengertian money laundering tersebut adalah: The convention or transfer of properly, knowing that such properly is derived from any serious (indictable) offence or offences, or from act of parlicipation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of the properly or of assisting any person who is involved in the commission of such an offence or offences to evade the legal consequences of his action; or The concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to, or ownership of properly, knowing that such properly is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of parlicipation in such an offence or offences. 20
Money
Laundering
merupakan
metode
untuk
menyembunyikan,
memindahkan, dan menggunakan dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi,
korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-
kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas tindak pidana. Melihat pada definisi di atas, maka money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
20
Ibid
Universitas Sumatera Utara
13
Pencegahan dari pemberantasan kegiatan money laundering dapat dilakukan melalui pendekatan pidana atau pendekatan bukan pidana, seperti pengaturan dan tindakan administratif. Dengan penandatanganan konvensi tersebut maka setiap negara penandatangan diharuskan untuk menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana dan mengambil langkah-Iangkah agar pihak yang berwajib dapat mengindentifikasikan, melacak dan membekukan atau menyita hasil perdagangan obat bius. Adapun pokok-pokok yang diatur dalam Undang-Undang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut: 21 1. 2.
3. 4.
5. 6.
7.
Pengaturan cara perbuatan pencucian uang. Pengertian kegiatan pencucian uang, dan tindak pidana yang merupakan sumber pencucian uang (predicate crimes), yaitu tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan, tindak pidana yang berkaitan dengan perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak, wanita, dan anak, perjudian, atau terorisme. Di dalam predicate crimes tersebut tidak termasuk tindak pidana pemalsuan seperti pemalsuan uang dan penggelapan pajak (tax evasion). Pelaku tindak pidana pencucian uang dapat dikenakan sanksi pidana dan denda. Lembaga keuangan wajib melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan dan transaksi keuangan yang berjumlah paling sedikit Rp.100.000.000, (seratus juta rupiah) dengan ancaman denda pidana untuk kesengajaan tidak melaporkan. 14 Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KPTPPU). Kewajiban nasabah deposan (perorangan maupun koperasi) untuk menyampaikan identitas secara lengkap dan benar tennasuk untuk nasabah bank, reksa dana dan perusahaan efek. Perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi.
21
Naskah Akademik, Rancangan Undang-Undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta: 2006), hlm 5
Universitas Sumatera Utara
B.
Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, sebagai berikut: 1. Bagaimana peran pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) secara yuridis dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (money laundering)? 2. Hambatan apa saja yang dialami oleh pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (money laundering)?
C.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui peran pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) secara yuridis dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (money laundering)?
2.
15
Mengetahui Hambatan apa saja yang dialami oleh pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (money laundering)?
D.
Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Selain tujuan-tujuan tersebut di atas, penulisan tesis ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya: 1.
Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara teoritis dalam pengembangan ilmu hokum khususnya dalam bidang hokum pidana mengenai penanganan kasus (money laundering).
2.
Secara praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: a.
Aparat penegak hukum agar dapat mengetahui bagaimana tindakan penegakan hukum dalam penanganan kasus (money laundering).
b.
Bagi pemerintah sebagai sumbangan pemikiran terhadap pembaharuan hukum pidana dalam perumusan perundang-undangan yang berkaitan dengan (money laundering).
E. Keaslian Penelitian Ada beberapa judul tentang money laundering namun tentang Peran PPATK 16 belum pernah diteliti. Jadi penelitian yang akan saya buat adalah dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)” belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
F. 1.
Kerangka Teori Dan Konsepsi Kerangka Teori Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 22 Kebijakan penanggulangan kejahatan dalam bahasa Hoefnagels disebut Criminal Policy. Istilah ini agaknya kurang pas kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “kebijakan krinimal,” karena seolah-olah mencari suatu kebijakan untuk membuat kejahatan (kriminal). 23 Menurut Sudarto, pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu: 24 a.
dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;
b.
dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi 17 dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi;
c.
dalam arti paling luas (yang beliau ambit dari Jorgen
Jepsen),
ialah
keseluruhan
kebijakan
yang
dilakukan
melalui
22
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, CV. (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm 27 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm 50-51 24 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Semarang: PT. Citra Aditya Bakti,1996), hlm 1 23
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembahasan mengenai tinjuan yuridis terhadap peran pusat pelaporan dan analisis keuangan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, maka teori utama yang dipergunakan sebagai alat atau pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori “Kebijakan Kriminal” (Criminal Policy). Marc Ancel pernah menyatakan, bahwa "modern criminal science" terdiri dari tiga komponen "Criminology", "Criminal Law" dan "Penal Policy". Kemukakan olehnya, bahwa "Penal Policy" adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pe mbua t undang-undang, t etapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 25 Mengenai faktor-faktor kriminologis di satu pihak dan studi mengenai teknik perundang-undangan di lain pihak, ada t e m p a t b a g i s u a t u i l m u p e n g e t a h u a n y a n g m e n g a m a t i d a n menyelidiki fenomena legislatif dan bagi suatu seni yang rasional, di mana para sarjana dan praktisi, para ahli kriminologi dan sarjana hukum dapat bekerja sama tidak sebagai pihak yang saling berlawanan atau saling berselisih, tetapi sebagai kawan sekerja yang terikat di dalam tugas bersama, yaitu terutama 25
Ibid, hlm 23-24
Universitas Sumatera Utara
18
untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana yang realistik, humanis dan berpikiran maju (progresif) lagi sehat. Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana).
Jadi pada hakekatnya, kebijakan
kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal), dan oleh karena itu termasuk bagian dari “kebijakan hukum pidana” (penal policy), khususnya kebijakan formulasinya. 26 Istilah “kebijakan" dalam tulisan ini diambil dari istilah "policy" (Inggris) atau “politiek" (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing ini, maka istilah “kebijakan hukum pidana" dapat pula disebut dengan istilah "politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah "politik hukum pidana" ini sering dengan berbagai
istilah,
antara
lain
"penal
policy",
"criminal
law
atau
"strafrechtspolitiek". 27 Mengkaji politik hukum pidana akan terkait dengan politik hukum. Politik hukum terdiri atas rangkaian kata politik dan hukum. 28 Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari 19 politik maupun dari politik kriminal. Menurut Sudarto,”Politik Hukum” adalah: a.
Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. 26
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan, (Bandung: Citra Aditya, 2005), hlm 23 27 Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op.cit., hlm 27 28 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2005), hlm 11
Universitas Sumatera Utara
b.
Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pertanyaan tentang kriminalisasi muncul ketika kita dihadapkan pada suatu
perbuatan yang merugikan orang lain atau masyarakat yang hukumnya belum ada atau belum ditemukan. Berkaitan dengan kebijakan kriminalisasi terhadap perbuatan yang masuk dalam kategori cybercrime sebagai tindak pidana sebagaimana diulas dalam buku tersebut, ada beberapa tanggapan yang hendak dikemukakan, yaitu: 29 1.
Persoalan kriminalisasi timbul karena dihadapan kita terdapat perbuatan yang berdimensi baru, sehingga muncul pertanyaan adakah hukumnya untuk perbuatan tersebut. Kesan yang muncul kemudian adalah terjadinya kekosongan hukum yang akhirnya mendorong kriminalisasi terhadap perbuatan tersebut. Sebenarnya dalam persoalan cybercrime, tidak ada kekosongan hukum, ini terjadi jika digunakan metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak hukum dalam menghadapi perbuatanperbuatan yang berdimensi baru yang secara khsusus belum diatur dalam undangundang. Persoalan menjadi lain jika ada keputusan politik untuk menetapkan cybercrime dalam perundang-undangan tersendiri di luar KUHP atau undangundang khusus lainnya. Sayangnya dalam persoalan mengenai penafsiran ini, para hakim belum sepakat mengenai kategori beberapa perbuatan. Misalnya 29
Ibid
Universitas Sumatera Utara
20
carding, ada hakim yang menafsirkan masuk dalam kategori penipuan, ada pula yang memasukkan dalam kategori pencurian. Untuk itu sebetulnya perlu dikembangkan pemahaman kepada para hakim mengenai teknologi informasi agar penafsiran mengenai suatu bentuk cybercrime ke dalam pasal-pasal dalam KUHP atau undang-undang lain tidak membingungkan. 2.
Dilihat dari pengertian kriminalisasi, sesungguhnya kriminalisasi tidak harus berupa membuat undang-undang khusus di luar KUHP, dapat pula dilakukan tetap dalam koridor KUHP melalui amandemen. Akan tetapi proses antara membuat amandemen KUHP dengan membuat undang-undang khusus hampir sama, baik dari segi waktu maupun biaya, ditambah dengan ketidaktegasan sistem hukum kita yang tidak menganut sistem kodifikasi secara mutlak, menyebabkan munculnya bermacam-macam undang-undang khusus.
3.
Kriminalisasi juga terkait dengan persoalan harmonisasi, yaitu harmonisasi materi/substansi dan harmonisasi eksternal (internasional/global) –lihat hal. 4344. Mengenai harmonisasi substansi, bukan hanya KUHP yang akan terkena dampak dari dibuatnya undang-undang tentang cybercrime.
Kementerian
Komunikasi dan Informasi mencatat ada 21 undang-undang dan 25 Rancangan Undang-Undang yang akan terkena dampak dari undang-undang yang mengatur cybercrime. Ini merupakan pekerjaan besar di tengah kondisi bangsa yang belum stabil secara politik maupun ekonomi. Harmonisasi eksternal berupa penyesuaian perumusan pasal-pasal cybercrime dengan ketentuan serupa dari negara lain, terutama dengan Draft Convention on Cyber Crime dan pengaturan cybercrime
Universitas Sumatera Utara
21
dari negara lain. Ini menunjukkan bahwa persoalan harmonisasi merupakan persoalan yang tidak berhenti dengan diundangkannya undang-undang yang mengatur cybercrime, lebih dari itu adalah kerjasama dan harmonisasi dalam penegakan hukum dan peradilannya. 4.
Berkaitan dengan harmonisasi substansi, ada yang bagian yang tak disinggung dalam buku tersebut, terutama mengenai jenis pidana. Mengingat cybercrime merupakan kejahatan yang menggunakan atau bersaranakan teknologi komputer, maka diperlukan modifikasi jenis sanksi pidana bagi pelakunya. Jenis sanksi pidana
tersebut
adalah
tidak
diperbolehkannya/dilarang
sipelaku
untuk
menggunakan komputer dalam jangka waktu tertentu. Bagi pengguna komputer yang sampai pada tingkat ketergantungan, sanksi atau larangan untuk tidak menggunakan komputer merupakan derita yang berat. Jangan sampai terulang kembali kasus Imam Samudera terpidana kasus terorisme Bom Bali I – yang dengan leluasa menggunakan laptop di dalam selnya. 5.
Setelah harmonisasi dilakukan, maka langkah yang selanjutnya adalah melakukan perjanjian ekstradisi dengan berbagai negara. Cybercrime dapat dilakukan lintas negara sehingga perjanjian ekstradisi dan kerjasama dengan negara lain perlu dilakukan terutama untuk menentukan yurisdiksi kriminal mana yang hendak dipakai. Pengalaman menunjukkan karena ketiadaan perjanjian ekstradisi, kepolisian tidak dapat membawa pelaku kejahatan kembali ke tanah air untuk diadili.
Universitas Sumatera Utara
22
6.
Hal lain yang luput dari perhatian adalah pertanggungjawaban Internet Service Provider (ISP) sebagai penyedia layanan internet dan Warung Internet (Warnet) yang menyediakan akses internet. Posisi keduanya dalam cybercrime cukup penting sebagai penyedia dan jembatan menuju jaringan informasi global, apalagi Warnet telah ditetapkan sebagai ujung tombak untuk mengurangi kesenjangan digital di Indonesia. Bentuk pertanggungjawaban pidana apa yang mesti mereka terima jika terbukti terlibat dalam cybercrime.
Apakah
pertanggungjawabannya dibebankan secara individual atau dianggap sebagai suatu korporasi. Ini akan memiliki konsekuensi tersendiri. Kebijakan penanggulangann kejahatan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan penal (penerapan hukum pidana) dan pendekatan nonpenal (pendekatan di luar hukum pidana), 30 sebagaimana diuraikan dibawah ini: a.
Kebijakan Non-Penal (Non-Penal Policy) Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur "non penal” lebih
bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani fakor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang pusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulangan kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Menurut W.A. Bonger 30
Mahmud Mulyadi, Op.cit., hlm 51
Universitas Sumatera Utara
23
menyatakan bahwa kebijakan criminal adalah merupakan kriminologi yang diamalkan yakni tentang tindakan-tindakan yang harus diambil terhadap penjahat. 31 Kondisi sosial yang ditengarai sebagai faktor penyebab tirnbulnya kejahatan, seperti yang dikemukakan di atas adalah masalah-masalah yang sulit dipecahkan bila hanya mengandalkan pendekatan penal semata. Oleh karena itulah, pemecahan masalah di atas harus didukung oleh pendekatan non penal berupa kebijakan sosial dan pencegahan kejahatan berbasiskan masyarakat. Pendekatan non penal menurut Hoefnagels adalah pendekatan pencegahan kejahatan tanpa menggunakan sarana pemidanaan (prevention without punishment), yaitu antara lain perencanaan kesehatan mental masyarakat (community planning mental health), kesehatan mental masyarakat secara nasional (national mental health), social worker and child welfare (kesejahteraan anak dan pekerja sosial), serta penggunaan hukum civil dan hukum administrasi (administrative & civil law). 32 Berdasarkan berbagai keterangan di atas, maka telah diungkap bahwa kejahatan berakar dari faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan sosial masyarakat
itu
sendiri.
Oleh
karena
itu
perlu
langkah-langkah
penanggulangan yang didasarkan pada penguatan sumber daya yang ada di dalam masyarakat (community crime prevention). 33 Program-program yang dapat
31
W.A.Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, 1982), hlm 1-2 32 Ibid, hlm 58 33 Idid, hlm 59
Universitas Sumatera Utara
24
dilakukan oleh community crime prevention antara lain (1) pembinaan terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang; (2) pembinaan tenaga kerja; (3) pendidikan; (4) rekreasi; (5) pembinaan mental melalui agama; dan (6) desain tata ruang fisik kota. Program pencegahan terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang dilakukan melalui pendekatan pembinaan terhadap pengguna atau pecandu Napza (narkotika, psikotropika dan zat aditif). Pendekatan ini memperbolehkan para pecandu untuk dibina sesuai dengan kebutuhan kesehatannya sampai mereka memperoleh kembali statusnya kembali sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itulah, program pembinaan ini harus meliputi secara komprehensif dari program pembinaan penyalahgunaan Napza ini yang harus tergabung secara keseluruhan dalam suatu sistem pembinaan, yaitu: (1) pelayanan (crisis center) bagi pecandu; (2) fasilitas dan personel pembinaan; (3) fasilitas dan personel untuk program melawan kecanduan narkotika; (4) staff untuk program community therapeutic yang seluruhnya atau sebagian besar berasal dari mantan pengguna napza; (5) fasilitas pembinaan di tertutup atau terbuka. Tingginya
arus urbanisasi di perkotaan menyebabkan lapangan
pekerjaan menjadi semakin sempit. Sementara tuntutan kehidupan menjadi sesuatu yang mutlak harus dipenuhi. Pada akhirnya tuntutan dibidang perekonomian dalam
kehidupan
sering
menjadi
faktor
yang
berkorelasi
dengan
terjadinya kejahatan. Program pencegahan yang dapat dilakukan antara lain
Universitas Sumatera Utara
25
dapat berupa: 34 1.
memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda;
2.
memperluas kesempatan kerja bagi pelaku dan mantan pelaku kejahatan;
3.
menghilangkan penghalang bagi mantan pelaku kejahatan untuk bekela;
4.
menciptakan program tenaga kerja publik;
5.
memperluas kesempatan kerja bagi para mantan pemakai napza;
6.
Usaha menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat di area yang miskin; Pendidikan melalui lembaga sekolah dapat menggunakan pengaruhnya untuk
mencegah terjadinya kejahatan kepada siswa-siswanya melalui peningkatan kepekaan siswa terhadap lingkungan kehidupannya, baik keluarga, kelompok belajar, maupun lingkungan tempat tinggalnya. Lebih dari itu, sekolah harus melibatkan diri dalam penanggulangan kejahatan mulai dari tahun-tahun ajaran baru dengan cara mendata secara komprehensif informasi tentang siswa, baik berupa identitas dan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian diharapkan sekolah dapat merumuskan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswanya. Oleh karena itu, beberapa program yang dapat dilakukan sekolah antara lain: 35 1.
Mengadopsi program-program pelatihan guru untuk para orang tua siswa;
34 35
Ibid Ibid
Universitas Sumatera Utara
26 2.
Mengajarkan dan menerapkan proses demokrasi dan sikap yang adil di dalam aktivitas sekolah;
3.
Menuntaskan kebutahurufan semenjak pendidikan dasar;
4.
Menyediakan pelayanan bahasa khusus untuk siswa-siswa yang beda budaya;
5.
Mengembangkan program-program penyiapan karir di sekolah;
6.
Menyediakan dukungan terhadap pelayanan yang efektif di sekolah;
7.
Menawarkan program pendidikan altematif bagi siswa yang sering berprilaku menyimpang;
8.
Membuka
sekolah seluas-luasnya untuk aktivitas kemasyarakatan;
9.
Mengadopsi merit policy pelatihan dan promosi untuk guru-guru. Kegiatan rekreasi juga dapat menjadi upaya pencegahan kejahatan. Rekreasi
adalah sesuatu yang sudah mentradisi bagi semua orang. Rekreasi dapat memulihkan kembali kelelahan baik fisik maupun psikis seseorang dari aktivitas pekerjaannya. Dalam konteks ini, rekreasi menjadi alternatif kegiatan positif dari pada melakukan kejahatan, terutama bagi anak-anak muda. Hal ini dinyatakan lebih lanjut oleh Chamelin: 36 "Because recreation activities have a strong appeal for young people, delinquency is less likely to flourish in those community where opportunities for wholesome recreation are abundant and attractive, as opposed to cities or neighbourhoods where adequate facilities are lacking. Simpli put, young people angaged in recreation activities on the playground cannot at the same time be robbing a bank, breaking into a hone or perpetrating some other crime. " 36
Ibid, hlm 61
Universitas Sumatera Utara
27
Pendidikan keagamaan terhadap seseorang merupakan upaya yang masih untuk mereduksi terjadi kejahatan. Dalam konteks ini adalah bagaimana menciptakan komunitas masyarakat yang religius sesuai dengan agama dan kepercayaannya masingmasing sehingga dapat mendorong anggota masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan. Selain itu juga, lembaga-lembaga keagamaan mempunyai landasan yang kuat untuk melibatkan para anggotanya dalam upaya
penanggulangan
kejahatan. 37
Sedangkan
komunitas-komunitas
keagamaan ini mendorong para anggota perkumpulannya yang tersebar diseluruh belahan dunia untuk melakukan kegiatan penanggulangan kejahatan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Secara khusus, komunitas religius ini dapat melakukan: 38 1.
pendataan dan pendaftaran bagi komunitas-komunitas keagaaman untuk berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan;
2.
m e n d o r o n g l e m b a g a k e a g a m a a n u n t u k menginformasikan di daerah masing-masing tentang permasalahan kejahatan;
3.
mendata lembaga keagamaan yang mendukung upaya penanggulangan kejahatan;
4.
membuka fasilitas-fasilitas rumah ibadah untuk keperluan program penanggulangan kejahatan;
5.
mempromosikan partisipasi kelompok-kelompok keagamaan dalarn sistem peradilan pidana. 37 38
Ibid Ibid
Universitas Sumatera Utara
28 Penanggulangan kejahatan melalui desain lingkungan di atas mirip dengan pendekatan situational crime prevention (selanjutnya disebut SCP). Pendekatan SCP bertujuan untuk mempromosikan masyarakat bebas dari kejahatan (a less criminal society) dengan cara membatasi ruang gerak pelaku kejahatan. Strategi yang dilakukan berupa: 1.
Penguatan pada target kejahatan (Target hardening) yang meliputi penguncian pada steer mobil (steering column locks on cars) dan kamera anti perampokan di bank (anti-robbery screen i n banks) serta lain-lain.
2.
Mengontrol akses terhadap target kejahatan (controlling access to crime target), meliputi pemagaran sekeliling perumahan untuk mencegah tindakan perusakan.
3.
Membelokan para pelaku dari target (deflecting offenders from targets), meliputi memisahkan fans pada pertandingan bola kaki.
4.
Mengontrol fasilitas untuk terjadinya kejahatan (controlling crime facilitators), misalnya pasfoto di kartu kredit, password di mobile phone.
5.
Pemeriksaan di tempat masuk dan tempat keluar (screening entranccs and exits), misalnya pemeriksaan bagasi di bandara.
6.
Pengawasan secara formal (formal surveillance), misalnya penggunaan kamera pengawas di jalan raya dan lampu lalu lintas, alaram perampokan.
7.
Pengawasan oleh pegawai (surveillance by employees), misalnya tempat pembayaran dan lokasi parkir yang dapat dilihat oleh pegawai dan penggunaan kamera pengawas.
Universitas Sumatera Utara
29 8.
Pengawasan
alami
(natural
surveillance),
misalnya
pembangunan ruang aman dalam tata ruang lingkungan, membangun lampu penerangan jalan, dan pengawasan tempat tinggal penduduk. 39 Situational Crime Prevention seperti di atas dapat bekerja baik secara reaktif terhadap persoalan yang timbul oleh kejahatan, maupun bersifat antisipasi melalui analisas pengaruh yang dit i mb u l k a n d a r i k e j a h a t a n - k e j a h a t a n . karena itu strategi penanggulangan kejahatan melalui Situational Crime Prevention merupakan kerja yang dapat dilakukan secara lokal, nas i o n al d a n b a h k a n i n t e r n a s i o n a l y a n g me m b u t u h k a n keterlibatan seluruh sektor meliputi instansi pemerintah, swasta, dan pemerintah daerah.
b. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Istilah "kebijakan" berasal dari bahasa Inggris "policy"atau bahasa Belanda "politiek". Istilah ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan kata "politik", oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa disebut juga politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari imu hukum. Oleh karena itu sangat penting untuk dibicarakan tentang politik hukum. 40 Yang dimaksud dengan Politik hukum ialah kebijakan negara dengan
39 40
Ibid Mahmud Mulyadi, Op.cit, hlm 65
Universitas Sumatera Utara
30 perantaraan badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Untuk hukum pidana melaksanakan politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang. Pembuatan undang-undang merupakan proses sosial dan politik yang sangat penting artinya dan mempunyai pengaruh luas, karena akan memberi bentuk dan mengatur atau mengendalikan masyarakat. Undang-undang ini digunakan oleh pengusaha untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa undang-undang mempunyai dua fungsi yaitu: 41 1.
fungsi untuk mengekspresikan nilai-nilai, dan
2.
fungsi instrumental. Menurut Soedarto, politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-
peraturan yang baik dengan situasi dan kondisi tertentu. Secara mendalam dikemukakan juga bahwa politik hukum merupakan kebijakan negara melalui alatalat perlengkapannya yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang
41
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1987), hlm 126
Universitas Sumatera Utara
31 terkandung dalam masyarakat dalam rangka mencapai apa yang dicita-citakan. 42 Senada dengan pernyataan di atas, Solly Lubis juga menyatakan bahwa politik hukum adalah kebijaksanaan politi yang menentukan peraturan hukum apa
yang
seharusnya
berlaku
mengatur
berbagai
hal
kehidupan
b e r m a s y a r a k a t d a n bernegara. 43 Mahfud M.D., juga memberikan definisi politi hukum sebagai kebijakan mengenai hukum yang akan atau telat dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah. Hal ini juga m e n c ak u p p u l a p e n g e r t i a n t e n t a n g b a g a i m a n a p o l i t i k mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu. Dalam konteks ini hukum tidak bisa hanya dipandang sebagaI pasal-pasal yang bersffat imperatif, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materinya (pasal-pasal), maupun dalam penegakannya. Dalam
tiap-tiap
pembentukan
hukum,
permulaannya
adalah
suatu
perencanaan yang didasarkan pada situasi kenyataan kehidupan yang diarahkan ke satu tujuan yang tidak yuridis, yaitu suatu kepentingan atau suatu nilai yang akan dicapai diwaktu yang akan datang. 44 Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat moderen adalah penggunaannya secara sadar oleh masyarakatnya. Disini hukum tidak hanya dipakai
42
Mahmud Mulyadi, Op.cit., 66 Solly Lubis, Serba Serbi Politik Dan Hukum, (Bandung: Mandara Maju, 1998) hlm 49 44 Roeslan Saleh, Pembentukan Hukum dan Penemuan Hukum, BPHN, (Majalah Hukum Nasional, No.1 Tahun 1995), hlm 42 43
Universitas Sumatera Utara
32 untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat melainkan juga untuk mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. 45 Sebagai teori pendukung dalam penulisan disertai ini digunakan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Laurence Friedman. Menurut Laurance Friedman sistem hukum meliputi 3 (tiga) elemen yaitu: struktur, substansi dan budaya hukum 46 yang dimaksudkan dengan sbuktur sistem hukum adalah: The structures of legal system consist of elemen of this kind- the number and size of courts; their jurisdiction (that is, what kind of cases they hear, and how and why), and modes of appeal from one court to another. Structure also mean lou, and the legislature is organized... and so on". (artinya jumlah dan ukuran pengadilan jenis yurisdiksi dan cara-cara banding dari satu pengadilan kepada pengaditan lainnya. Struktur juga dapat berarti bagaimana badan pembuat undang-undang diatur....dan sebagainya). Substansi hukum diartikan" the actual rules, norms, and behaviour patterns of people inside the system"(artinya aturan-aturan yang berlaku, normanorma dan pola-pola penilaian manusia di dalam sistem). Budaya hukum (legal cultural) di artikan sebagai" people's attitude toward law and the legal system their beliefs, values, ideas, and expectations, it is that part of the general culture which concern the legal system"(artinya sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai pandangan-pandangan/pikiran-pikiran, 45 46
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 206 W.Friedmen, Legal Theory, (London: Stevens and Sound Limited, Fourth Edition,1960)
hlm 7-8
Universitas Sumatera Utara
33 harapan-harapan, hal ini adalah bagian-bagian dari budaya hukum yang berkenaan dengan sistem hukum. artinya dengan perkataan lain, budaya hukum adalah iklim dari pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindarkan atau disalahgunakan, tanpa budaya hukum, sistem hukum adalah tidak berdaya ibarat ikan mati yang terletak dalam sebuah keranjang, bukan ikan yang hidup berenang di dalam laut. Ketiga unsur hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: yakni substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan-hubungan hukum. Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya yaitu memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Dibelakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga faktor-faktor seperti ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum, kultur hukum mengandung potensi untuk dipakai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum. 47 Setiap sistem hukum moderen seyogianya, dengan berbagai cara, mengadakan
pengaturan
tentang
bagaimana
mempertanggungjawabkan
orang yang telah melakukan tindak pidana. Dikatakan ‘dengan berbagai 47
Satjipto Raharjo, Op.cit.,hlm 166-167
Universitas Sumatera Utara
34 cara’ karena pendekatan yang berbeda mengenai cara bagaimana suatu sistem hukum merumuskan tentang pertanggungjawaban pidana, mempunyai pengaruh yang baik dalam konsep maupun implementasinya. 48 Menurut Algra dan Van Duy Vendijk 49 Teori sistem adalah "aliran yang paling terpenting dalam positivisme hukum, yang intinva bahwa hukum adalah suatu stelsel dari aturan yang berkaitan satu sama lain secara organis, secara piramida dari norma-norma yang terbentuk secara hirarkhi". Sistem hukum merupakan "kesatuan hakiki dan terbagi-bagi dalam bagian-bagian, di dalam mana setiap masalah atau persoalan menemukan jawaban atau penyelesaiannya". 50 Unsur sistem adalah peraturan hukum (norma hukum) asas-asas hukum, yang menjadi fundamen dan pengertian-pengertian hukum. Unsur sistem hukum itu dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan. dan dapat dihindarkan tumpang tindih diantara masing-masing unsur-unsur tersebut. Kalau terdapat konflik antara unsurunsur sistem hukum, maka solusinya adalah terletak dalam sistem hukum itu sendiri. Yang menyelesaikan konflik di dalam sistem hukum adalah asas hukum karena di dalam asas hukum itulah terdapat cita-cita, pembentuk undang-undang. Cita-cita saja tidak cukup, apabila tidak didukung oleh struktur kelembagaan dan budaya hukumnya. Berjalan atau tidaknya suatu peraturan hukum adalah budaya hukum masyarakatnya.
48
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,(Jakarta: Kencana,2005), hlm 61 49 Algra N.E dan K. Van Duyvendijk, Mula Hukum, (Jakarta: Bina Cipta,1983), hlm 139 50 Ibid, hlm 103
Universitas Sumatera Utara
35 Budaya hukum terdiri dari dua unsur yakni budaya hukum yang berkaitan dengan nilai hukum keacaraan dan nilai hukum substantif. 51 Budaya
hukum
masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota-
anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan. 52 Oleh karena masyarakat hukum itu berubah-ubah dari waktu ke waktu maka konsep budaya hukum substantif sangat dipengaruhi oleh ide, gagasan, pemikiran, ekonomi, sosial dan politik yang begitu cepat berubah yang tercermin dari perilaku hukurn substantif. 53 Dari sudut budaya hukum haruslah diarahkan pada pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengidentifikasi variabel-variabel dalam budaya hukum dan institusi hukum yang mampu meningkatkan efektivitas hukum. 54 Budaya hukum berhubungan dengan sikap dan perilaku. Betapa budaya dan perilaku hukum menjadi faktor penentu vang penting. Cita-cita hukum, tujuan pembangunan hukum, tidak dapat dicapai dengan mengabaikan peranan dan sumbangan budaya hukum. Wibawa hukum melengkapi kehadiran dari faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya hukum sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap hukum.
51
Daniel S.Lev, Hukum dan Politik Hukum Di Indonesia Keseimbangan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm 119 52 Erman Rajagukguk, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar (Jakarta: Universitas Indonesia, 1997), hlm 19 53 Daniel S.Lev, Op.Cit, hlm 119 54 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, (Medan: Pidato diucapkan Pada Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2004), hlm 21
Universitas Sumatera Utara
36 Wibawa hukum tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang rasional, tetapi lebih daripada itu mengandung unsurunsur spiritual, yaitu kepercayaan, kewibawaan hukum dapat dinimuskan sebagai suatu kondisi psikologis masyarakat yang menerima dm menghormati hukum. 55 Sektor budaya dikehendaki untuk mampu mempertahankan asas-asas tertinggi yang mengatur kehidupan masyarakat yang bersumber pada kebenaran jati sebagai salah satu kategori yang menjadi lingkungan masyarakat. 56 Teori- teori hukum memaparkan tiga hal tentang berlakunya hukum: 1.
Kaidah hukum yang berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya (Hans Kelsen) atau menurut cara yang telah ditetapkan (W.Zevenbergen), atau apabila menunjukkan hubungan terhadap keharusan suatu kondisi dan akibatnya (J.H.A.Logemann);
2.
Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang dibutuhkannya (A.A.G. Peters), atau dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walauptLn tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan);
3.
Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tinggi. 57 Jadi semakin jelas bahwa hukum tidak dapat dilihat semata-mata sebagai 55
Satjipto Rahardjo, Peningkatan Wibawa Hukum Melalui Pembinaan Budaya Hukum, (Jakarta: Makalah Pada Lokakarya Pembangunan Bidang Hukum Repelita VII, BPHN,1997) 56 Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia SEbuah Pendekatan Lintas Disiplin, (Yogyakarta: Genta Publishing, Cetakan I, 2009), hlm 33 57 Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), hlm13
Universitas Sumatera Utara
37 perwujudan atau pencerminan dari konsep-konsep dari peraturan hukum. Hukum di dalam realitas pemyataannya harus dilihat sebagai perwujudan dan pencerminan dari struktur masyarakat. Budaya hukum dengan sistem hukum dihubungkan lewat tradisi hukum. Tradisi hukum yang dimaksudkan adalah suatu kumpulan sikap-sikap yang dipengaruhi oleh sejarah yang berakar sangat mendalam mengenai sifat hukum, peranan hukum dalam masyarakat dan pemerintahan, organisasi dan berjalannya suatu sistem hukum dan mengenai cara hukum dibuat atau seharusnya dibuat, diterapkan, dikaji, disempurnakan dan diajarkan. Tradisi hukum menghubungkan sistem hukum dengan budaya, dimana kebudayaan merupakan bagian dari pencerminan tradisi hukum. Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukurn. janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan hak kepada seseoorang, memberikan perlindungan kepada seseorang, mengenakan pidana terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya. 58 Faktor manusia dalam hubungannya dengan penegakan hukum. Apabila di sini dilibatkan tingkah laku manusia, maka sesungguhnya hanya merupakan suatu kelanjutan saja dari metode yang dipakai. Dalam perumusannya secara negatif, metode tersebut menolak cara pengkajian hukum yang didasarkan pada apa 58
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hlm 7
Universitas Sumatera Utara
38 yang tertera secara hitam-putih berupa peraturan hukum. Metode yang lazim disebut sebagai normatif-dogmatis, bertolak dari keharusan-keharusan yang tercantum dalam peraturan hukum dan menerimanya sebagai kenyataan. Dengan demikian, maka diabaikanlah keterlibatan manusia di dalam pembicaraannya. Tanda bahaya yang bersifat konservatif tentang terkikisnya otoritas, penyalahgunaan aktivisme hukum, dan macet “hukum dan ketertiban” (law and order) diteriakkan dalam gerakan pembaruan kembali yang radikal yang berfokus pada mandul dan korupnya tertib hukum. 59 Berdasarkan uraian diatas dan dihubungkan dengan peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai suatu badan yang dibentuk oleh Undang-Undang yang mengatur tentang tindak pidana Money Laundering, maka PPATK dapat digolongkan sebagai suatu komponen dari sistem peradilan pidana di Indonesia yang memiliki kedudukan yang sama dengan komponen sistem peradilan pidana di Indonesia lainnya seperti, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan serta yang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memiliki fungsi sebagai suatu badan pelaksanaan dari kebijakan penal dalam pemberantasan dan penanggulangan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering) di Indonesia.
59
Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010), hlm 5
Universitas Sumatera Utara
39 2. Kerangka Konsepsi Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan untuk sebagai dasar penelitian hukum. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 60 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefenisikan beberapa konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: 1.
PPATK adalah Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan.
2.
Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayar, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, mentitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolaholah menjadi Harta Kekayaan yang sah. 61
3.
Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda yang tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
4.
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
5.
Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk 60
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Doubel Track System Dan Implementasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 7 61 Bismar Nasution, Op.cit, , hlm 193
Universitas Sumatera Utara
40
6.
Penyedia Jasa Keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan kekuasaan termasuk tetapi tidak terbatas pada Bank, Lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan kantor pos.
7.
Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Yang selanjutnya disebut PPATK adalah lembaga independent yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
8.
Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tetapi tidak terbatas pada: a.
tulisan, suara, atau gambar
b.
peta, rancangan, foto, atau sejenisnya
c.
huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Universitas Sumatera Utara
41 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau normanorma hukum positif. 62 Dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian untuk menganalisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (money laundering).
2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu: a.
Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan yang diurut berdasarkan hirarki 63 seperti peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan PPATK yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang PPATK yang merupakan perubahan dari Undang-undang NO. 15 Tahun 2002 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.
b.
Bahan Hukum Sekunder
62
Jhony Ibrahim, Teori dan Penelitian Metodologi Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2008), hlm 282 63 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 141
Universitas Sumatera Utara
42 Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. 64 Dalam hal penelitian ini, bahan hokum sekunder yang digunakan adalah buku-buku teks tentang money laundering, tindak pidana money laundering, dan tentang PPATK. c.
Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 65
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen yaitu dengan penelitian kepustakaan (library research) dan mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan buku karangan ilmiah dan juga perundangundangan yang berkaitan dengan materi penelitian.
64 65
Jhony Ibrahim, Op Cit, hlm 296 Ibid
Universitas Sumatera Utara
43 4. Analisis Data Keseluruhan data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif ini akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisia secara deskriptif 66 sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
66
M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 133
Universitas Sumatera Utara