PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa pulang anak kambing dari hasil buruannya. Anak-anak kambing tersebut dipelihara di desa sebagai hewan kesayangan, kemudian dimanfaatkan untuk diambil susu, daging dan kulitnya (Blakely dan Bade 1998). Perkembangan populasi ternak kambing cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2012 jumlahnya 17.433.000, sementara pada tahun 2013 jumlahnya sudah meningkat menjadi 17.905.860 (Tabel 1). Lebih dari setengah kambing di Indonesia tersebar di Pulau Jawa, sedangkan di Pulau Sumatera sekitar setengah dari populasi kambing di Jawa (Sodiq dan Zainal, 2008). Tabel 1. Perkembangan ternak kambing di Indonesia tahun 2006 - 2013 Tahun Populasi 2006 13.790.000 2007 14.470.000 2008 15.147.000 2009 15.825.000 2010 16.620.000 2011 16.946.190 2012 17.433.000 2013 17.905.860 ( Badan Pusat Statistik, 2013) Populasi kambing di Pulau Sumatera dan Jawa ada sekitar 82,7% dari total populasi kambing yang ada. Sisanya, kurang dari 20% tersebar di beberapa pulau, mulai dari yang paling banyak, yaitu Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Kalimantan, dan Papua. Jawa Tengah
1
merupakan provinsi dengan populasi ternak kambing terbesar, sedangkan Bangka Belitung merupakan provinsi dengan populasi terendah (Sodiq dan Zainal, 2008). Bangsa-bangsa kambing yang dipelihara di Indonesia cukup banyak. Sampai saat ini sudah 7 bangsa kambing yang sudah dikarakterisasi karakteristik penotipenya dan akan dilanjutkan untuk melaksanakan penelitian di beberapa daerah lain lagi seperti kambing Benggala dari Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kambing Wetar dari Propinsi Maluku, Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, kambing Samosir dari Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera utara kambing ini ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, kambing Kosta yang ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten, Kambing Gembrong yang terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem, Kambing Kacang yang merupakan kambing asli Indonesia juga didapati di Malaysia dan Philipina, kambing Peranakan Ettawa Ras Kaligesing yang terdapat di Kaligesing, Purworedjo Jawa Tengah. Diperkirakan masih banyak lagi bangsa kambing lokal Indonesia yang belum dapat dikarakterisasi dan sebagian mungkin sudah hampir punah atau jumlah populasinya sudah mendekati punah padahal kita belum sempat mengekplorasi
potensi
keragaman
genetiknya
untuk
dimanfaatkan
sebagai sumber peningkatan mutu genetik kambing di Indonesia (Sinar Tani, 2007).
2
Kambing Peranakan Ettawa merupakan kambing hasil persilangan yang tidak terarah dan kurang terpola, antara kambing Ettawa asal India dengan kambing lokal yaitu kambing kacang. Karakteristik yang dimiliki kambing PE tersebut pada awalnya diasumsikan berada diantara kedua bangsa kambing tetuanya akan tetapi selanjutnya perkembangan performa kambing PE lebih mendekati kearah kambing Ettawa dibanding ke arah kambing kacang (Haryadi, 2004). Ciri yang lain menurut Hardjosubroto (1994) adalah warna bulu belang hitam, merah, coklat dan kadang-kadang putih, muka cembung dan telinga panjang terkulai ke bawah. Gelambir kambing PE cukup besar, rahang bawah lebih menonjol daripada rahang atasnya. Badan Standarisasi Nasional telah menggolongkan spesifikasi kambing PE dalam spesifikasi umum dan khusus yaitu : Spesifikasi umum memenuhi standar mutu secara fenotip sebagai berikut : telinga panjang, ada
kombinasi
warna
(putih-hitam
atau
putih-coklat),
bulu
rewos/gembyeng/surai menggantung terkulai. Sedangkan spesifikasi khusus adalah sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh pejabat berwenang, tidak cacat secara fisik, bebas dari cacat alat reproduksi, tidak memiliki silsilah keturunan yang cacat secara genetik. Badan Standarisasi Nasional (BSN) membagi persyaratan mutu kambing PE menjadi 2 yaitu : Persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif yaitu warna bulu kombinasi putih-hitam atau putih-coklat, profil muka cembung, tanduk pejantan dan betina kecil
3
melengkung ke belakang,ekor pendek. Sedangkan persyaratan kuantitatif selengkapnya tersaji dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Persyaratan kuantitatif kambing PE jantan Parameter Umur 0,5 – 1 >1 – 2 >2 - 4 Bobot badan (kg) 29 ± 5 40 ± 9 54 ± 11 Tinggi pundak (cm) 67 ± 5 75 ± 8 87 ± 5 Panjang badan (cm) 53 ± 8 61 ± 7 63 ± 5 Lingkar dada (cm) 71 ± 6 80 ± 8 89 ± 8 Panjang telinga (cm) 23 ± 3 26 ± 4 30 ± 4 Panjang bulu rewos (cm) 11 ± 4 14 ± 5 23 ± 5 (Badan Standar Nasional Indonesia, 2008) Tabel 3. Persyaratan kuantitatif kambing PE Betina Parameter Umur 0,5 – 1 >1 – 2 >2 – 4 Bobot badan (kg) 22 ± 5 34 ± 6 41 ± 7 Tinggi pundak (cm) 60 ± 5 71 ± 5 75 ± 5 Panjang badan (cm) 50 ± 5 57 ± 5 60 ± 5 Lingkar dada (cm) 63 ± 6 76 ± 7 81 ± 7 Panjang telinga (cm) 24 ± 3 26 ± 3 27 ± 3 Panjang bulu rewos (cm) 11 ± 4 14 ± 6 14 ± 5 (Badan Standar Nasional Indonesia, 2008) Setelah Indonesia merdeka dan bermunculan sentra peternakan kambing PE, khususunya di Pulau Jawa pemerintah daerah mulai sering mengadakan lomba kambing PE. Kambing PE kelas kontes memiliki beberapa kriteria antara lain postur tubuh, tinggi badan, panjang badan, bentuk kepala, telinga, gelambir, kaki dan kuku, ekor, kelamin, corak bulu, dan kesehatan yang baik (Bondan, 2009). Pemeliharaan kambing PE mempunyai nilai sebagai penghasil daging, susu, kulit, dan serat (bulu, mohair, dan pashima). Kambing memberikan sumbangan bagi kesehatan dan gizi berjuta-juta penduduk di berbagai negara berkembang. Pemeliharaan kambing dapat menyediakan
4
kebutuhan hewani yang bernilai biologi tinggi, serta mineral esensial dan vitamin asal lemak yang semua sangat berarti. Pemeliharaan kambing PE belakangan ini mulai berkembang antara lain senagai investasi, atau hobi yang biasanya terbentuk dalam ajang kompetisi-kompetisi pemilihan kambing PE berkualitas dilihat dari beberapa faktor penampilan (Setiadi, 1989). Peternak kambing cenderung menganggap kambing PE kepala hitam dengan tubuh putih lebih baik daripada kambing PE kepala coklat dan lainnya. Warna kepala hitam menjadi warna favorit dan memiliki harga jual yang lebih mahal daripada kambing PE yang kepalanya berbulu coklat. Di kalangan peternak terjadi indikasi bahwa
persepsi peternak
terhadap kambing PE kepala hitam berkualitas baik adalah tinggi. Badan Standarisasi Nasional menyatakan bahwa kambing PE yang bermutu tinggi memiliki beberapa spesifikasi dan parameter seperti yang telah disebutkan diatas. Jika hal ini terus terjadi diperkirakan akan terjadi seleksi kambing PE kepala coklat serta warna lainnya dan kambing PE kepala hitam akan sangat dominan. Berdasarkan keadaan tersebut, maka ingin menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah persepsi peternak terhadap kambing PE kepala hitam di Kaligesing 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peresepsi peternak terhadap kambing PE kepala hitam di Kaligesing.
5
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui persepsi peternak terhadap kambing PE kepala hitam di Kaligesing. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi peternak terhadap kambing PE kepala hitam di Kaligesing.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada petani dan peternak mengenai persepsi masyarakat dalam memilih kambing PE. 2. Untuk memberi informasi kepada dinas pertanian dan peternakan setempat mengena kambing PE yang disukai masyarakat. 3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan ilmu pengetahuan dan menjadi acuan penelitian-penelitian sejenis lebih lanjut.
6