PENDAHULUAN
Latar belakang Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang penting dan banyak digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan (moulding), film fotografi dan membran. Selulosa asetat secara umum dibedakan atas dua jenis yaitu selulosa triasetat (selulosa asetat primer) dan selulosa diasetat (selulosa asetat sekunder). Selulosa asetat primer dibuat (asetilasi) selulosa dengan pereaksi
melalui reaksi esterifikasi
anhidrida asetat, sedangkan
selulosa asetat
sekunder dibuat dengan cara menghidrolisis selulosa asetat primer. Secara komersial selulosa asetat dibuat dengan menggunakan bahan baku berupa kapas dan pulp kayu berkualitas tinggi. Salah satu masalah dalam produksi selulosa asetat dari pulp kayu adalah rendahnya kualitas dan kemurnian selulosa kayu karena pulp kayu masih mengandung hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa dan lignin merupakan
senyawa yang tidak diinginkan terdapat dalam bahan baku
produksi selulosa asetat. Hemiselulosa yang terdapat dalam pulp kayu seperti xylan dan glukomanan akan berubah menjadi xylan asetat dan glukomanan asetat selama reaksi esterifikasi. Kedua senyawa ini akan menyebabkan kekeruhan dan viskositas palsu pada selulosa asetat yang dihasilkan. Selulosa
mikrobial
adalah
mikroorganisme. Selulosa mikrobial
jenis
selulosa
merupakan
yang
dihasilkan
oleh
jenis selulosa non kayu yang
2
sedang dikembangkan antara lain untuk diafragma speaker mutu tinggi (high fidelity audio speaker diaphragma), bahan pembuatan kertas sangat kuat (ultrahigh strength paper), campuran pada produk perawat luka (wound care products), sumber selulosa pada pembuatan mikrokristalin selulosa (MCC)
dan sebagai bahan
(diaper). Selulosa jenis ini bersifat dapat diperbarui (renewable).
penyerap
Disamping itu
selulosa mikrobial mempunyai beberapa keunggulan antara lain (1) relatif murni sehingga tidak membutuhkan proses delignifikasi , (2) sifat hidrofilik yang sangat tinggi dan (3) dapat diproduksi dari berbagai macam substrat yang relatif mudah dan murah. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki tersebut maka selulosa jenis ini merupakan alternatif sebagai sumber selulosa yang relatif murni pada produksi selulosa asetat. Penelitian pembuatan selulosa asetat dari selulosa mikrobial telah dilakukan antara lain oleh Tabuchi et al. (1998), Safriani (2000) dan Darwis et al. (2003). Tabuchi et al. (1998) menyatakan bahwa selulosa triasetat yang dibuat dari selulosa mikrobial mempunyai derajat polimerisasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan selulosa triasetat yang dibuat pulp kayu. Safriani (2000) telah meneliti pembuatan selulosa asetat dari selulosa mikrobial berbahan baku kedelai (nata de soya) dan menggunakan selulosa asetat yang dihasilkan sebagai polimer pada pembuatan edible coating. Darwis et al. (2003) telah meneliti pembuatan selulosa triasetat dari selulosa mikrobial berbahan baku air kelapa (nata de coco) dan menggunakan selulosa triasetat yang dihasilkan sebagai polimer pada pembuatan membran mikrofiltrasi. Meskipun pembuatan selulosa triasetat dari selulosa
3
mikrobial telah berhasil dilakukan namun kondisi optimum pembuatannya belum diketahui. Tahapan yang paling penting pada proses pembuatan selulosa triasetat adalah asetilasi. Pada pembuatan selulosa triasetat secara komersial terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi kecepatan reaksi asetilasi dan kualitas selulosa triasetat yang dihasilkan antara lain karakteristik bahan baku, rasio anhidrida asetat dengan selulosa, jenis dan konsentrasi katalis serta suhu dan lama asetilasi. Kondisi proses asetilasi dan karakteristik selulosa asetat primer yang dihasilkan oleh Tabuchi et al. (1998), Safriani (2000) dan Darwis et al. (2003) berbeda-beda dan belum diketahui kondisi optimumnya. Agar dapat dihasilkan selulosa triasetat yang berkualitas baik dari selulosa mikrobial maka perlu dilakukan sehingga dapat diperoleh informasi
optimasi proses pembuatannya
faktor- faktor yang berpengaruh pada proses
asetilasi selulosa mikrobial dan kondisi optimumnya. Karakteristik selulosa asetat yang terpenting adalah kemampuannya larut dalam pelarut tertentu dan derajat polimerisasinya. Selulosa diasetat mempunyai beberapa sifat yang berbeda dari selulosa triasetat terutama kemampuannya larut dalam pelarut organik tertentu. Kelarutan selulosa asetat dalam pelarut organik dipengaruhi oleh kadar asetilnya. Selulosa diasetat mempunyai kadar asetil sekitar 37 - 42 % dan bersifat larut dalam aseton, sedangkan selulosa triasetat mempunyai kadar asetil sekitar 42 – 46% dan tidak larut dalam aseton. Pengaturan kadar asetil selulosa diasetat dilakukan melalui reaksi hidrolisis. Proses hidrolisis dilakukan dengan menambahkan sejumlah air ke dalam larutan selulosa triasetat dengan atau tanpa
4
menggunakan katalis.
Proses hidrolisis dilakukan selama waktu tertentu hingga
diperoleh selulosa diasetat sesuai kadar asetil yang diinginkan. Salah satu masalah pada proses hidrolisis adalah penentuan kondisi hidrolisis dan lama hidrolisis yang tepat untuk bisa menghasilkan selulosa diasetat sesua i kadar asetil yang diinginkan. Pada pembuatan selulosa diasetat secara komersial, penentuan lama proses hidrolisis dilakukan dengan cara pengambilan contoh
pada selang
waktu tertentu untuk mengetahui kelarutan atau kadar asetil selulosa asetat yang telah dicapai. Pengukuran kadar asetil selulosa asetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis dengan metoda titrasi (ASTM D 871-96) membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 3 – 4 hari. Hal ini menyebabkan pengambilan keputusan untuk menentukan lama hidrolisis relatif sulit. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh dan penentuan kondisi optimum hidrolisis pada proses pembuatan selulosa diasetat dari selulosa triasetat mikrobial hingga saat ini belum pernah dilakukan. Diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh
informasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
hidrolisis dan kondisi optimum proses pembuatan selulosa diasetat dari selulosa triasetat mikrobial. Membran polimer merupakan salah satu jenis membran yang banyak digunakan pada berbagai jenis proses pemisahan (filtrasi). Berbagai jenis polimer dapat digunakan sebagai material pembentuk membran seperti antara lain polisulfon,
polietersulfon,
poliakrilonitril,
selulosa
asetat
dan
poliamida.
Dibandingkan dengan jenis polimer lain, selulosa asetat memiliki beberapa kelebihan
5
antara lain pembuatan membran relatif lebih mudah, bahan dasarnya dapat diperbarui (renewable) dan memiliki sifat hidrofilik serta dapat digunakan untuk membuat berbagai jenis membran. Meskipun demikian terdapat juga kekurangannya yaitu penggunaan membran yang dihasilkan terbatas pada suhu sekitar 30 o C, pH antara 2- 8 dan tidak tahan terhadap serangan mikroorganisme. Membran berbasis selulosa merupakan tipe membran yang relatif murah. Membran ultrafiltrasi selulosa asetat merupakan salah satu jenis membran yang dewasa ini banyak digunakan pada proses pemisahan makromolekul. Pembuatan membran ultrafiltrasi selulosa asetat umumnya dilakukan dengan metoda inversi fasa. Pada pembuatan membran polimer dengan metoda inversi fasa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi morfologi membran yang dihasilkan antara lain jenis polimer, pelarut dan non pelarut yang digunakan, konsentrasi polimer dalam larutan cetak, komposisi cairan dalam bak koagulasi. Pembuatan membran ultrafiltrasi dari selulosa diasetat mikrobial belum pernah dilakukan. Agar dapat diperoleh selulosa diasetat mikrobial yang berkualitas baik untuk membran ultrafiltrasi maka perlu dilakukan kajian perancangan proses pembuatan selulosa asetat yang meliputi optimasi kondisi proses asetilasi pada pembuatan selulosa triasetat dari selulosa mikrobial dan optimasi kondisi proses hidrolisis selulosa triasetat menjadi selulosa diasetat serta pembuatan membran ultrafiltrasi dari selulosa diasetat mikrobial yang dihasilkan.
6
Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk (1) me ndapatkan kondisi proses (konsentrasi
asam sulfat, rasio anhidrida asetat dengan selulosa, waktu dan suhu reaksi) yang optimum
pada proses asetilasi selulosa mikrobial menjadi selulosa triasetat dan
mengetahui pengaruh konsentrasi asam sulfat, rasio anhidrida asetat dengan selulosa, waktu dan suhu asetilasi terhadap perolehan dan kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan, (2) mendapatkan kondisi
proses (rasio air terhadap selulosa mikrobial,
konsentrasi asam sulfat, waktu dan
suhu
reaksi) yang optimum pada proses
hidrolisis selulosa triasetat menjadi selulosa diasetat kadar asetil 37-42 % dan mengetahui pengaruh rasio air dengan selulosa mikrobial, konsentrasi asam sulfat, waktu dan suhu hidrolisis terhadap kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan dan (3) mendapatkan karakteristik (MWCO) membran ultrafiltrasi yang dihasilkan.
Hipotesis
Rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial, konsentrasi asam sulfat, waktu dan suhu asetilasi diduga berpengaruh nyata terhadap perolehan dan kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan karena semakin tinggi rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial, konsentrasi asam sulfat, waktu dan suhu asetilasi akan meningkatkan perolehan dan kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Rasio air terhadap selulosa, konsentrasi asam sulfat, waktu dan suhu hidrolisis diduga berpengaruh nyata terhadap kadar asetil selulosa diasetat yang
7
dihasilkan karena semakin tinggi rasio air terhadap selulosa mikrobial, konsentrasi asam sulfat, waktu dan suhu hidrolisis akan menurunkan kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan. Terdapat perbedaan karakteristik membran ultrafiltrasi yang dibuat dari selulosa diasetat kadar asetil 37 – 40 % pada konsentrasi selulosa diasetat dalam larutan cetak (dope) berkisar 12 – 20 % dan suhu air koagulasi 2-26 o C karena diduga peningkatan kadar asetil selulosa diasetat dan konsentrasi selulosa diasetat dalam larutan cetak serta peningkatan suhu air koagulasi akan menyebabkan ukuran pori membran semakin kecil.
Ruang Lingkup Penelitian Pembuatan selulosa triasetat dari selulosa mikrobial (nata de coco) dilakukan secara heterogen, dengan media asetilasi asam asetat, pereaksi
anhidrida asetat dan
katalis asam sulfat. Penentuan kondisi optimum proses asetilasi (respon perolehan dan kadar asetil selulosa triasetat) dilakukan dengan menggunakan Metoda Permukaan Respon-Rancangan Komposit Pusat (Response Surface MethodologyCentral Composite Design). Pembuatan selulosa triasetat dari selulosa diasetat mikrobial (hidrolisis) dilakukan secara homogen dengan pereaksi air dan katalis asam sulfat. Penentuan kondisi optimum proses hidrolisis (respon kadar asetil selulosa diasetat) dilakukan dengan menggunakan Metoda Permukaan Respon-Rancangan Komposit Pusat (Response Surface Methodology-Central Composite Design .
8
Pembuatan membran ultrafiltrasi
dilakukan dengan metode inversi fasa–
presipitasi immersi, pelarut dimetilformamida dan non pelarut berupa air. Selulosa diasetat mikrobial yang digunakan mempunyai kadar asetil berkisar 37 – 40 %, konsentrasi selulosa diasetat dalam larutan cetak berkisar 12 -20% dan suhu air koagulasi berkisar 2-26 oC. Karakteristik membran ultrafiltrasi yang diamati meliputi fluks dan rejeksi membran dengan menggunakan umpan berupa Bovin Serum Albumin yang berbobot molekul 67 kDa dan dekstran berbobot molekul 37 kDa. Pengamatan terhadap morfologi membran Scanning Electron Microscope (SEM).
dilakukan dengan menggunakan