PENDAHULUAN Latar BeJakang Sejak beberapa dekade yang lalu, ekstensifikasi pertanian melalui program transmigrasi dan perusahan perkebunan mengarah pada pemanfaatan lahan kering masam. Lahan ini tergolong marginal dengan kendala utama kemasaman tanah, defisiensi hara P
dan K serta keracunan unsur tertentu seperti AI. Setelah beberapa tabun dibuka biasanya lahan ini mengaiami penurunan produktivitas yang sangat cepat karena kondisi iklim yang panas dan curah hujan tinggi (Mohr, Van BareD dan Schuylenborgh. 1972).
Tingginya
laju penunman produktivitas lahan kering masam, selain disebabkan oleh hilangnya residu bahan organik, diduga juga disebabkan oleh cepatnya pencucian unsur hara yang relatif mobil seperti kalium (Grimme, 1985). Lahan kering masam memiliki masalah dalam penyediaan hara K sebagai akibat interaksi faktor tanab dan faktOT lingkungan,
KTK
tanah yang rendah dan curah hujan tinggi menyebabkan K sangat mudah tercuci sehingga K tersedia dalam tanah wnumnya rendah (Spark dan Huang, 1985). Kalium adalah salah satu unc;ur hara makro yang paling banyak diperlukan tanaman setelah N. Namun perhatian pelaku usahatani, khususnya di Indonesia. terhadap unsur hara ini masih rendah.
Hal ini tercermin dari proporsi penggunaan pupuk K.
khususnya untuk lahan sawah, masih sangat rendah dibanding dengan pupuk N dan P yaitu 12 : 5 : I untuk N:P:K (Arintadisastra., 1992). Rendahnya penggunaan pupuk K mungkin karena kurangnya informasi tentang peranan pupuk ini dalam peningkatan produksi pertanian atau daya beli petani yang rendah. Rasio penggunaan pupuk N : P : K di Asia 10 : 3 : I, di Eropa 100 : 6 : 6, di Amerika Utara 10 : 5 : 5, di Amerika Latin 10 : 14: 9 dan di Afrika 10: 5 : 4 (Cooke, 1985). Ketidak seimbangan penggunaanjenis pupuk
di Indonesia menurut Soepardi (1992) harus diperbaild menjadi 12
6
6 agar
produktivitas laban sawab yang tinggi dapat dicapai. Sudjadi. Sri Adiningsih dan Gill (1985) mengemukakan ketidak seimbangan neraca K dalam sistem usahatani di Indonesia. Jumiah K yang diangkut melalui panen jauh lebih besar dibandingkan dengan K yang diberikan meJalui pupuk, serta kebiasaan petani yang hanya menggunakan pupuk N dan membuang sisa tanaman, akan menguras cadangan K dalam tanah. Penanaman terus meneros, apalagi dengan varietas unggul. cenderung memacu terjadinya defisiensi K. Cooke (1985) menyatakan bahwa jumlah K yang hilang melalui tanarnan sangat besar yaitu 258 kglha untuk padi dan 172 kglha untuk jagung. 8andingkan dengan 218 kg Nlba dan 31 kg Plba untuk padi dan 260 kg Nlba dan 46 kg Plba untuk jagung. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neraca
K untuk setiap jeDis penggunaan laban. Melihat kondisi ini maka pemupukan K perlu diperbaiki baik kuantitas., waktu. maupun cara pemupukannya. Perilaku hara K dalam tanah berbeda dengan N dan P, namun Sabiham (1995) menyatakan bahwa tingkat kemudahan pencucian unsur ini hampir sarna dengan unsur N. tapi pergerakannya dalam larutan tanah hampir sarna dengan uosur P. Oleh karenanya, pengeloJaan K yang baik san gat pentiog untuk mencapai kesinambungan suato sistem usahatani.
Pengelolaan hara K hendaknya bertitik tolak dari ioformasi
status atau
ketersediaao hara K tanah serta faktor-faktor yang memptngaruhi serapannya oleh tanaman. Status harn K dicerrninkan faktor intensitas dan faktor kuantitas, menentukan ketersediaannya bagi tanaman. Usaha-usaha untuk mengkaji ketersediaan harn K telah dilakukan dengan berbagai metode teknik ekstraksi, baik dengan senyawa pengekstrak tunggaJ maupun campuran.
2
Berbagai metode tersebut telah dipakai secara luas tennasuk di Indonesia. Batas kritis nilai uji tanah yang dihasilkan kadang-kadang tidak sesuai dengan respon tanaman.
Hal
ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara K sangat komplek. Menurut Le Roux dan Sumner ( 1968a) penerapan serra ekstrapolasi data uji tanah dengan metode ekstraksi terbatas hanya pada tanah sejenis. Sedangkan untuk daerah yang memiliki variasi yang besar, metode ini kurang baik. Laban kering masam di Indonesia dengan berbagai macam bentuk wilayah (Iandfonn) dan berbagai macam bahan induk, menyebabkan keragaman spasial laban menjadi besar baik ditinjau dan segi fisik, kimia maupun biologinya.
Untuk wilayah
semacam ini diperlukan suato metode uji taoah yang herlaku untok banyak jeDis tanah. Metode uji tanah yang terlalu spesifik akan memakan banyak biaya, waktu dan tenaga karena setiap jenis tanah memerlukan korelasi dan kalibrasi. Selain itu nilai uji tanah yang dihasilkan kemungkinan terJalu komplek karena terlalu banyak asumsi, sehingga bisa membingungkan pengguna.
Oleh karenanya diperlukan suatu metode uji tanah yang
berlaku umum (standardizable), sehingga pengguna dapat memahaminya lebih mudah. Ketersediaan hara K untuk tanaman tidak hanya ditentukan oleh konsentrasi unsur terse but dalam tanah, tapi juga oleh faklor laiDnya. Mutscher (1995) lebih terinci menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaanlstatus hara K untuk tanaman antara lain adalah jenis dan kadar mineral liat, KTK tanah, interaksi dengan kation lain. kadar air dan lain-lain. Dengan variasi jenis dan kadar mineral Iiat. maka dengan niJai uji tanah yang sama kita kadang-kadang mendapatkan respon tanaman yang nyata dan kadang-kadang tidak ada respon sarna sekali. Interaksi kation K dengan kation pesaing seperti Ca dan Mg telah banyak: diteliti untuk menduga ketersediaan K. Sedangkan kation lainnya seperti AI)"', Fe2 + dan NH/ belum banyak dipelajari.
3
Walaupun jenis dan kadar mineral liat penting untuk diketahui. namun untuk menetapkannya butuh waktu dan biaya yang mahaJ sehingga tidak cocok untuk analisis rutin. Oleh karenanya evaluasi ketersediaan hara K akan lebih realistis menggunakan metoda hubungan Q-I K, karena parameter yang diturunkan dapat mencakup rnasalah tekstur dan jenis mineral sekaJigus. Metode yang dikernbangkan oleh Beckett (1964) juga telah mempertimbangkan adanya interaksi kation-kation hara dalam larutan taoab (Evangelou, 1986, Evangelou dan Karathanasis, 1986; Mutcher, 1995; Havlin et aI, 1997; Uribe dan Cox., 1998). Hubungan Q-I K sangat membantu untuk menduga suplai K bagi tanaman pada tanah-tanah tertentu dirnana Ca dan Mg adalah kation yang dominan (Beckett, 1965; Beckett, 1971; Spark dan Leibhard. 1981). Mutscher (1985) rnenyatakan bahwa penelitian hubungan Q-I K sebaiknya dilakukan pada tanah dengan status basa rendah untuk dapat mengkaji lebih mendalam tentang ketergantungan hubungan Q-I pada faktor pH, kekuatan ion dan kompetisi dengan kation AI. Laban kering masam memiliki kejenuhan basa rendah dan seringkali memiliki kelarutan AI
(A~)
tinggi yang bisa meracuni tanaman. Kelarutan Al yang tinggijuga bisa
mengendaJikan berbagai macam proses pada tanah rnasam (Mohr et al.. 1986). Oleh karenanya model perhitungan rasio aktivitas K bendaknya dimodifikasi dengan mempertimbangkan aktivitas AI J + selain aktivitas Ca dan Mg (Havlin et aJ. 1997). Modifikasi model hubungan Q-I K ini diharapkan akan memberikan gambaran ketersediaan hara K yang lebih realistis. Ameliorasi dan pernupukan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Ameliorasi bertujuan untuk mengurangi tingkat kemasaman tanab dan menekan keracunan AI pada lahan kering masam.
Ameliorasi dan pemupukan K. akan disertai dengan
peningkatan konsentrasi kation-kation dari komponen penyusun bllhan yang diberikan,
4
sehingga
keseimbangan
kation
dalam
sistem
tanah
akan
berubah.
Perubahan
keseimbangan kation-kation dalam komplek jerapan akan berpengaruh besar terhadap ketersediaan K untuk tanaman.
Laju perubahan keseimbangan kation tersebut sangat
dipengaruhi oleh karakteristik jerapan tanah. Kapasitas erap tanah merupakan salah satu parameter sifat tanah yang penting sehingga perlu dipertimbangkan dalam kaitan dengan pengelolaan hara K. Perilaku K dalam tanah, baik K asli tanah maupun K dari pupuk. sangat dipengaruhi daya erap K tanah. Dalam kaitan dengan pemupukan K, sifat-sifat erapan K tanah perlu dipelajari sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan berapa dosis serta bagaimana pupuk itu diberikan. Bahan ameHoran yang paJing umum digunakan adalah kaput baik kaJsit maupun dolomit. Selain kapur, Suwamo dan Goto (1997) membuktikan bahwaterak baja juga baik dipakai sebagai bahan amelioran. Terak baja memiliki nilai daya netralisasi 66% setara kapur.
Pemakaian dolomit akan meningkatkan konsentrasi Ca dan Mg daJam
larutan tanah. Sedangkan pemakaian terak haja. selain meningkatkan konsentrasi Ca dan Mg, juga meningkatkan konsentrasi kation dari logam transisi seperti Fe, AI dan Mn. Semua kation-kation togam ini, baik logam alkali maupun logam transisi berpotensi mengurangi aktivitas kation K. Penggunaan metode hubungan Q-I K untuk evaluasi ketersediaan K diharapkan akan bisa memperbaiki kelemahan-kelemahan yang timbul dari penggunaan metode ekstraksi sebagai acuan dalam menyusun rekomendasi pemupukan. Selain itu infonnasi yang diperoleh dari parameter hubungan Q-I K dapat memprediksi lebih akurat tentang dampak pemberian input baik berupa amelioran maupun pupuk terhadap dinamika hara K dalam tanah. Dengan demikian rekomendasi pemupukan K tidak hanya menyangkut berapa dosis pupuk yang diberikan, tapi juga bagaimana eara dan kapan barus diberikan.
5
dipakai sebagai penduga ketersediaan K bagi tanaman. Selain itu, juga perIu dilakukan kalibrasi di lapang agar nilai uji tanah tersebut memiliki arti secara agronomis. Ka1ibrasi uji tanah akan menentukan hubungan antara nilai uji tanah dengan respon tanaman di lapang sehingga diperoleh kelas nilai uji tanah rendah. sedang dan tinggi atau cukup dan tidak. cukup (Nelson dan Anderson, 1977; Leiwakabessy, 1995). }(arena hara K dapat diserap tanaman dalam jumlah yang berlebiban (luxury conwmplion), maka penentukan batas kritis atau kelas nilai uji K tanah penting untuk menetapkan rekomendasi dosis pemupukan yang optimal. rasional dan efisien. Batas kritis atau kelas nilai uj; tanah perlu ditetapkan untuk berbagai jenis tanaman, brena setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam merespon ketersediaan hara dalam tanah, baik jumlah maupun jenisnya.
Jagung, pad; gogo dan kedelai adalah komoditi yang banyak
diusahakan petani laban kering. walaupun masalah yang dihadapi dalam usahatani komoditas ini juga cukup banyak. Nilai sosial ekonomi yang dimiliki oleh tanaman ini menyebabkan petsni tetap memilih tanaman ini sebagai tanaman utama dalam sistem usahataninya.
6
Tujuan Penelitian I. Mempelajari pengaruh amelioran dolomit dan terak baja serta pemupukan K terhadap beberapa parameter hubungan Q-I kalium yang berhubungan dengan ketersediaan K bagi tanaman. 2. Mempelajari model-model nisbah
aktivitas K dengan kation lain serta kaitannya
dengan ketersediaan K dan korelasinya dengan serapan K dan pertumbuhan tanaman pada tanah laban kering masam. 3. Menentukan hatas kritis nilai ketersediaan hara K berdasarkan nilai parameter hubungan Q-I K
Hipotesis 1. AmeJioran dolomit dan terak baja meningkatkan aktivitas kation pesaing serta mempengaruhi keseimbangan kation dalam tarutao tanah sehingga mengurangi nisbah aktivitas K dan meningkatkan daya sangga K. 2. Model nishah aktivitas KlCa+AI atau KIA I dalam hubungan Q-I K lebih realistis untuk menduga ketersediaan K bagi tanaman dibandingkan dengan nisbah aktivitas KlCa+Mg, khususnya pada tanah dengan kejenuhan Al cukup tlnggi. 3. Batas kritis nilai ketersediaan hara K berdasarkan nilai parameter Q-l K berbeda masing-masing uotuk tanaman jagung, padi gogo, dan kedelai.
7
MasaJah yang dihadapi oleh tanah-tanah tersebut di atas yang menyangkut kimia tanahnya adalah KTK, KB dan pH yang rendah serta tingginya kandungan Fe dan AI bebas sehingga beberapa unsur hara penting menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Curah hujan tinggi dan KTK yang rendah menyebabkan kation-kation basa tennasuk kalium (K) tercuci. Kandungan Fe dan Al bebas yang tinggi menyebabkan fiksasi P melalui jerapan spesifik maupun non spesifik sangat tinggi sehingga tidak dapat diserap oJeh tanaman (Bohn, MacNeal dan O'Connor, 1979). Hal ini juga akan berpengaruh terhadap pola dinamika hara khususnya hara fosfoT (P) dan kalium (K). Tanah di daerah tropik basah yang miskin mineral mudah lapuk serta fraksi liatnya didominasi oleh muatan variabel menyebabkan K mudah tercuci sehingga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Namun pada tanah dengan mineralliat 2: I cukup tinggi, akan teIjadi fiksasi K yang cukup besar dalam ruang antar Japisan, sehingga K daJam Jarutan tanah menjadi rendah (Bobn et 01.. 1979). Hara daJam tanah berada dalam keseimbangan yang dinamis antara bentuk yang ada dalam lamtan tanah (intensitas) dengan bentuk-bentuk tererap (dapat ditukar dan terfiksasi atau kuantitas). Sehingga kalau
K dalam larutao hilang melalui pencucian atau diserap tanaman, maka K dalam komplek jerapan dan struktur mineral akan dilepaskan. Karena pelepasan K terjadi terus menerus,
maka akan terjadi pemiskinan unsur K daJam tanah. Dinamika hara K perlu mendapat penekanan, k.arena setiap model usahatani yang dikembangkan, unsur hara ini mengalami defisit yang paling besar. Sementara itu cadangan K asli tanah sudah sangat rendah karena faktor bahan induk serta Iingkungan yang tidak mendukung ketersediaannya bagi tanaman. Diagram bentuk dan mobilitas hara K dalam sistem tanah-tanaman ditampilkan pada (Gam bar 2.1)
9
K-tanaman
K-pupuk
'---------4.,.
~d
---~."I
Panen
• II
K-org
,, , •,•, ,
Pencucian
·
,
~ ----------------_i ----------' . . --H-u-.-n-g-:-E-ro-S.-·--'r------~ -------------~ Gambar 2.1. Diagram bentuk dan mobilitas hara K dalam sistem tanah - tanaman (Corey dan Schutte, 1973)
Sumber daD BeDtuk Kalium dalam TaDab
Kerak burni mengandung ± 2,3% K (Laegreid, Bockman and Kaarstad. 1999) • sedangkan di dalam tanah kadar kalium (K) total berkisar antara 0,01% sampai 4%. tergantung pada jenis tanah, tapi pada umumnya sekitar I% (Blake et ai, 1999.). Hel mke dan Sparks (1996) menyatakan bahwa secara umum dalam lapisan tanah atas (0 - 20 cm) total kandungan K berkisar antara 0, I % sampai 4% dimana 98% di antaranya beraoa dalam bentuk mineral (K struktural). Sedangkan 2% sisanya dalam bentuk larutan dan K yang dapat dipertukarkan. Namun untuk tanah-tanah yang terJapuk lanjut seperti tanah di daerah tropik basah, kandungan K akan jauh Jebih rendah
atas.
10
dan kisaran angka
terse but di
Sumber utama kalium dalam tanah adalah berbagai mineral seperti K-feldspars. mika, illit dan lain-lain yang disebut sebagai mineral penyangga K. Kandungan mineral penyangga K dan kemampuan tanah mengerap K menentukan sifat penyediaan hars K bagi tanaman.
Pelapukan K-feJdspars (Kstr) langsung melepaskan K ke dalam larutan
tanah dan selanjutnya Ice permukaan jerapan. Dalam mika, K interlayer (K.t) terikat kuat dengan ikatan elelctrostatik dan teIjebak dalam ruang heksagonal. Kalium terfiksasi ini hanya bisa terlepas pada kondisi yang tepat seperti transformasi atau pelarutan melalui proses pemasaman rhizosfer (Blake et 01., 1999). Mineral penyangga K meiepaskan K menjadi bentuk yang terlarut (K so1) dan K yang dapat dipertukarkan (Kex atau ~) melalui proses pelapukan yang tingkatnya berbeda-beda Sebagian dari mineral ini mempunyai kemampuan untuk mengikat kembali K terse but menjadi K yang tidak dapat dipertukarkan (Knon-ex).
Kalium yang dapat
dipertukarkan memiliki kekuatan ikatan yang berbeda-beda tergantung pada tapak yang mana K tersebut terikat (Bhonsle, Pal, dan Sekhon, 1992). Bentuk K terlarut, K dapat dipertukarkan dan K yang tidak dapat dipertukarkan berada dalam keseimbangan dan membentuk suatu sistem dinamika hara. Sistem K tanah mewakili semua belltuk K dan interaksinya dicerminkan dalam proses transformasi yang jelas dan dikendaHkan oleh faktor internal Genis dan komposisi mineral) dan eksternal (lingkungan peJapukan) yang komplek (Mutscher. 1995). Sistem K berbeda dengan sisten N dan P, dimana sistem K memiliki ketergantungan yang kuat dengan komposisi mineralogi bahan induk dan modifikasi komponen mineral yang dihasilkan dari pelapukan dan pencucian. Dengan demikian, sistem K dan fungsinya dalam penyediaan K bagi tanaman atau transformasi pupuk K, tergantung baik pada bahan induk inorganik maupun derajat pencucian dan pelapukan komponen tanah.
11
Tanaman secara langsung menyerap unsur ini dari K yang terlarut daJam larutan tanah. Konsentrasi K dalam larutao tanah umumnya rendah. dan sangat dipengaruhi oleh reaksi keseimbangan dan kinetik yang terjadi di antara bentuk-bentuk K yang ada dalam sistem tanah ( Spark dan Huang. 1985). K larutao dapat membentuk keseimbangan yang cepat dengan Koct di pennukaan komplek jerapan., sehingga k.edua bentuk K ini dikatakan sebagai K yang siap tersedia (readily available). Sedangkan K terfiksasi dan K struktural merupakan K membentuk keseimbangan yang sangat lambat, sehingga penting dalam jangka panjang.
Proporsi keempat bentuk K ini akan sangat menentukan status atau
ketersediaan K bagi tanaman. Oleh karenanya informasi mengenai bentuk-bentuk K serta proporsinya dalam tanah perlu diketahui untuk penge10laan hara K yang tepat. Kalium dalam tanah ada dalam 4 bentuk yaitu a) K dalam komponen struktur mineral seperti mika dan K-feJdspars; b) K yang terfiksasi dalam ruang antar lapisan mineral 2:); c) K yang dapat dipertukarkan (Koct) dan d) K dalam tarutan tanah (Ritchey 1979; Helmke dan Sparks, 1996).
Sedangkan Mutscher (1995) menyatakan bahwa K
dalam tanah ada dalam 5 bentuk yaitu : I) K struktural (Kstr). b) K terikat dalam interlayer mineral 2: 1 (K. j), c) K yang dapat dipertukarkan (Ke:>l: atau 1«<1), d) K dalam larutan (Kso]) dan e) K dalam bahan organik
(~).
Kelima bentuk K ini masing-masing berinteraksi
satu sarna lain membentuk snatu sistem K tanah (Garnbar 2.2). K-org pada tanah mineral sangat sedikit sehingga dapat diabaikan. Tiap fraksi/pool K dalam tanah berada dalam keseimbangan yang dinamis dan masing-r,las i ng memiliki peranan yang spesifik (Mutscher. 1995). Oleh karenanya penetapan tiap bentuk K sangat bermanfaat, walaupun penetapan ini banyak menghadapi masalah karena batas bentuk-bentuk K yang kabur. transformasi K yang cepat dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kelima bentuklpool K yang ada dalam sistem tanah dapat diuraikan sebagai berikut:
12
Kandungan K Total
Cadangall K
K·labil (
K..d + K... )
Do:poIasication
Kj
fixasi
StrlFiksad
Transf()f1IUl.'ii
Desorpsi
Lar.tanah internal
Silikat mirip mik.a
I
Lar.tanah ekstcmal
~d
K'ar Adsorpsi
Pelepasan
j
~
Pelapukan Tektosilikat
I
KtddJStr
I
Korg
lmmobilisasi Bioiogi
•
Bahan Organik:
I
Pe1apukan
I
Mineralisasi
I -
Gambar 2 ..2. Skema bentuk K dan transfonnasinya dalam sistem K tanah (Mutscher, 1995)
K slruktura/ (J4".) .
Kstr
meliputi semua K yang merupakan komponen mineral primer
seperti feldspars., feldspathoid dan mika.
Ekstraksi
Kstr
dapat dilakukan dengan
menghancurkan mineral penyangga K dengan HF, campuran 3 asam kuat yaitu asam nitrat, sulfat dan clorida, atau dengan teknik elektro-ultrafiltrasi (EUF) yang disertai pemanasan (Mutscher, 1995). K yang terukur adalah K total. Dengan mengukur bentuk K lainnya maka KstJdapat dihitung (Mutscher, 1995).
K inlerlayer (KJ. Ki adalah K yang teeikat dalam ruang antae lapisan mineralliat berlapis 2:1 seperti iIIit, vennikullt atall montmorilonit. Secara garis besamya bentuk K ini dapat dibedakan menjadi 2 macam yailu "native K" dan K yang terfiksasi. Ekstraksi Ki dapat diJakukan dengan berbagai cam seperti menggunakan garam Na, natrium tetraphenilboron, perlakuan tennik dan teknik resin pertukaran.
13
K labil fKI00J.
K labil adalah K yang ada dalam larutan (KsoI) dan K yang dapat
dipertukarkanlteradsorpsi (Kex atau ~). K-Iarutan (Kso,) adalah sumber K yang tersedia eepat untuk tanaman, namun pengukuran bentuk K ini tidak memiliki arti praktis yang penting. Jumlah K-Iarutan dalam tanah relatif kecil ( < 10%, sering kali hanya 1%) dan berfluktuasi menurut kadar air dan konsentrasi solut (terutama kation bivalen) dalam air tanah (Sparks dan Huang, 1985; Mutscher, 1995). Sedangkan K-dd adalah bagian dari K tanah yang terikat secara elektrostatik pada permukaan jerapan (posisi pl. Kedua bentuk K ini adalah K yang tersedia bagi tanaman dan selalu berada dalam keseimbangan yang d inam is.
Karena gaya tarik Iistrik, pergerakan K dalam tanah baik melalui massflow
maupun difusi bokan merupakan proses yang sederhana. Bentuk-bentuk K dalam tanah ini ditetapkan dengan
penggunaan berbagai macam metode ekstraksi yang telah
dikembangkan. Jumlah dan tipe Iiat, air tanah dan suhu serta faktor-faktor lainnya berinteraksi sehingga muneul kondisi yang kompJek yang berkaitan dengan ketersediaan K untuk tanaman (Haby, Russelle and Skogley, 1990 ) Hasil penelitian Bhonsle et aJ.. (1992) menunjukkan bahwa K...:!d pada tanah kaoJinitik adalah rendah, pada ta.,ah dengan mineral eampuran dan illit adalah sedang dan pada tanah dengan smektit adalah tinggi.
Diperkirakan K terekstrak HNO), pada tanah
dengan mineral kaolinit, eampuran dan smektit adalah rendah dan tanah dengan illit adalah tinggi. Keseimbangan antara K dalam larutan (K-soI) dan K yang dapat dipertukarkan (K...:!d) dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan lepasnya K dari tapak jerapan interlayer Iiat 2: I relatif lambat dibandingkan dengart rhobilitas Kso1 • Potensi Jepasnya K bervariasi menurut kandungan liat, jenis mineral, dan derajat pelapukan (Grimme, 1985). Konsentrasi K dalam larutah tanah sangat penting bagi ketersediaan K untuk tanaman (Haby et ai, 1990). Namun penetapan K larutan (Kso1 ) dalam kaitannya dengan
14
pertumbuhan tanaman dianggap tidak memberikan arti apa-apa karena ketersediaan K lebih ditentukan oleh ~ (Mutscher. 1995).
Problem utama dalam mempelajari Ksol
berkaitan dengan kesulitan dalam memisahkan fase larutan dan padatan, tanpa mengubah
komposisi hara dalarn larutan. K dierap tanah pada beberapa jenis tapak. erapan dengan kekuatan ikatan yang berbeda-beda, yang tergantung pada kandungan
dan
jenis mineralogi Ii at tanah
(Mutscher, 1995). Tanah dengan mineral liat 2: 1 umumnya memiliki tapa.k erapan lebih banyak dan kekuatan ikatan lebih besar jika dibandingkan dengan mineral liat 1: 1 dan oksida AllFe. Tapak.-tapak erapan pada permukaan mineralliat dan bahan organik akan mengerap K tapi akan segera dilepaskan bila konsentrasi tapak erapan K pada mineral liat yaitu
!<.sol berkurang. Ada tiga tipe
: a) permukaan planar (p) yang
memiliki
selektivitas rendah terhadap K. b) posisi tepi (e) yang memiliki selektivitas medium dan
c) posisi interlayer (i) yang memiliki selektivitas yang tinggi terhadap K. Konsekuensinya adalah K pada posisi i akan terikat kuat. pada posisi e sedang dan pada posisi p terikat lemah (Haby et al., 1990).
Fiksasi dan pelepasan K dari K yang tidak dapat dipertukarkan (Kn-ex) mempengaruhi kelimpahan dan kekuatan ikatan ~x serta faktor kuantitas dan intesitas (McLean, 1916).
Berdasarkan hasil penelitian yang lebih daTi 40 tahun baik di
laboratorium maupun lapang, rekomendasi pemupukan K umumnya didasarkan pada K terekstrak NtLOAc (Ke,..). Pendekatan ini adalah baik untuk beberapa taoah tapi tidak realistis untuk tanah-lanah yang memiliki banyak Iiat (Cox el aJ. o 1999).
15
Kn-ex
dalam ruang antar lapisan mineral
Peranan Kalium uutuk Pertumbuban TanamaD Tanaman memerlukan K daJam jumlah yang tinggi yaitu berkisar antara 50 - 300 kg KJhalmusim tanam (Laegreid, et oJ., 1999). Jumlah ini hampir sama dengan serapan N, tapi distribusinya dalam tanaman lebih banyak pada serasah dibandingkan pada biji. Kalium tidak menjadi bagian dari struktur sel tanaman, tapi kalium mempunyai peranan sangat penting dalam berbagai proses metabolisme tanaman. K berperan sebagai pengatur osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation-anion sel, pengatur transpirasi dan transpor asimilat . (Jones, 1982; Janke 1992; Mutscher, 1985; Sabiham, 1995). Selain itu K juga berperan memperkuat dinding sel dan terlibat dalam proses lignifikasi jaringan sclerenchym. Suplai K yang cukup diperlukan unsuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, kekokohan dan kekeringan (Makarim, 1992; Laegreid e/ aJ., 1999), serta meningkatkan kualitas hasil (Janke, 1992). Pergerakan K dari larutan tanah ke perakaran tanaman sebagian besar melalui proses difusi dan sebagian kecillainnya melalui aliran masa dan intersepsi akar. Karena pergerakan K ke akar tanaman adalah proses yang dinamis maka keseimbangan termodinamik K dengan tanab mungkin tidak pemah terjadi pada rizosfer yang aktif selama pertumbuhan taoaman.
Oleh karenanya evaluasi ketersediaan K akan lebih
realistis jika didasarkan pada pendekatan model yang menggunakan parameter kinetik dibandingkan dengan perhitunga!1 keseimbangan termodinamik (Barber. 1984; Haby
el
01., 1990). Menurut Jimenez dan Parra (1991) ada tiga parameter tanah yang mengontrol laju penyediaan hara K ke akar tanaman yaltu intensitas K dalarn tarutao tanah. daya sangga K dan koefisien difusi efektif. diperoleh dari kurva huHungan Q-l.
Intensitas dan daya sangga dapat Jangsung
Parameter
menduga serapan hara oleh tanaman.
16
ini telah berhasil dlgunakan untuk
Serapan K oleh tanaman tidak hanya tergantung pada konsentrasi K dalam tanah. tapi juga pada komposisi kation-kation dalam tanah. Keberadaan NHi +. Ca2+ atau Mg2+ yang berlebihan dalam tanah akan mengganggu serapan K (Laegreid et aI., 1999). Serapan K oleh akar tanaman memegang peranan penting dalam mengontrol keseimbangan pertukaran dan ketersediaan
K.
karena deplesi K pada rizosfer akan
memicu pelepasan K dari permukaan pertukaran ( Blake et al., 1999). Grimme (1985) menyatakan bahwa suplai K unruk tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama yang berkaitan dengan proses difusi. Faktor-faktor terse but antara lain adalah konsentrasi
K.
kar.dungan air tanah., akar tanaman dan serapan K.
menyatakan
Sedangkan Mutscher (1995)
bahwa suplai K untuk tanaman lebih terkait dengan mineralogi tanah
dibandingkan dengan hara lainnya. Hundal dan Pasricha (1998) menyatakan bahwa ketersediaan dan pencucian K sangat dipengaruhi oleh reaksi adsorpsi dan desorpsi. Variasi suhu sangat mempengaruhi reaksi pertukaran unsur K. Adsorpsi K kumulatif menurun dengan meningkatnya suhu dari 298 K menjadi 313 K dan menurun pada lapisan tanab yang semakin dalam. Di daerah tropik dan subtropik. variasi suhu musiman san gat besar, sehingga kemungkinan terjadinya proses desorpsi sangat besar.
Kondisi ini akan mempercepat hilangnya K
melalui proses pencucian. Hasil penelitian Karama el aI., (1992) menunjuid-.an bahwa tanaman palawija dan padi gogo pada laban kering, sangat respon pada pemupukan K. Pada tanab dengan AI-dd tinggi. tanaman respon dengan pemupukan K bila tanah dikapur. Untuk tetap menjaga ketersediaan K dalam tanah maka Dierolf and Yost (2000) menyarankan pentingnya pengelolaan serasah tanamM di laban kering I11.asam. Serasah tattatttan setelah panen sedapat mungkin agar dikembalikan agar kebutuhan K untuk pertanaritah berikutnya dapat
17
dikurangi.
Kalium akan mengalami deplesi bila penanaman terns menerns dan sisa
tanaman tidak. dikembalikan.
Pengeioiaan K dan sisa tanaman sangat penting dalam
usahatani laban kering (Dierolf dan Yost, 2000). Konsentrasi kritis K dalam larutao tanah teJah banyak diusulkan oleh para peneliti. Grime et 01.• (1971. dolam Uribe dan Cox, 1988» memperoJeh konsentrasi optimum K dalam larutan tanah berkisar antara 20 dan 59 mg.L- 1 tergantung pada kondisi tanah dan jenis tanaman. Singh dan Jones (1975, dalam Uribe dan Cox, 1988) menyatakan bahwa 95% produksi maksimum kacang lima (Phaseolus lunatus). tornat, seledri dan kentang dicapai masing-masing pada 7,2; 7.4. \ t, dan 13 mg K.L- 1 •
Evaluasi Ketersediaan Bars Kalium Secara umum evaluasi ketersediaan ham atau uji taoah dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisik dan kimia tanah. Namun dalam pengertian yang lebih terbatas diartikan sebagai suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, murah, tepat dan dapat diulang (reproduceabJe) untuk menduga ketersediaan harn tertentu dalam taoah (Peck dan Soltanpour, 1990; Widjaja Adhi, 1995)_ Selain ciri-ciri tersebut Skogley (1994) rnenambahkan bahwa uji tanah yang ideal harus bersifat universal dan berlaku untuk semua jenis tanah. Uji tanah bertujuan : (I) rnenetapkan dengan teliti status ketersediaan harn dalam tanah,
(2) untuk menunjukkan dengan jelas keseriusan defisiensi atau
kegawatan keracunan untuk berbagai tanaman; (2) membentuk suatu dasar penyusunan rekornendasi pemupukan; dan (3) menyajikan hasil uji tanah dalam bentuk yang memungkinkan suatu evaluasi ekonomi dari rekomendasi yang dianjurkan.
Sabiham
(1995) menyatakan bahwa uji tanah merupakan pendidikan yang baik bagi produsen di hidang pertanian, penyuluh pertanian serta bagi mereka yang bekerja di industri pupuk.
18
Pada dasamya tahapan kegiatan uji tanah meliputi : (I) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat mewakili lokasi yang diminta rekomendasiny~ (2) analisis kimia di laboratorium dengan menggunakan metode yang tepat dan teruji. (3) interprestasi hasil analisis dan (4) rekomendasi pemupukan (Melsted dan Pec~ 1973; Widjaya-Adhi, 1995; Peck dan Soltanpour, 1990; Sabiham, 1995). Tahap 2 biasanya dilakukan berdasarkan hasil penelitia.n korelasi, sedangkan tahap 3 dan 4 berdasarkan hasil penelitian kalibrasi uji tanah di lapang. Nilai uji tanah tidak akan berarti apabiJa tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah. Beberapa metode telab digunakan untuk mengkaji status K dalam tanah, namun yang paling umum digunakan adalah metode ekstraksi. Dengan metode ini seringkali terekstrak sebagian atau semua K-labil dan bentuk K lainnya (Widjaja Adhi, 1993). Untuk Oxisols. dan Inceptisois di laban kering beberapa jenis pengekstrak menunjukkan korelasi yang baik dengan pertumbuhan tanaman adalah Mechlih 1. IN NH40ac pH 7, Morgan modifikasi dan Hel 25% (Nursyamsi, 2002) Mutscher (I 995) menyatakan bahwa tidak ada metode uji tanah yang sempuma untuk semua kondisi tanah karena supJay hara dari tanah ke akar terlalu komplek dan dinamis untuk dapat digambarkan secara baik dengan nilai kuantitas tunggal.
Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah Kalium. Scperti teJah diuraikan di atas bahwa uji tanah dimaksudkan untuk mengetahui ketersediaan unsur hara dari suatu jenis tanah untuk tanaman tertentu. Dengan demikian dapat diketahui kebutuhan pemupukan, pengaruh pertanaman terhadap kesuburan tanah dan membantu menyusun rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson, 1990). Rachim (1995) menyatakan bahwa uji tanah melibatkan bahan-bahan kimia dengan konsentrasi
19
rendah agar jumlah ham yang terekstrak sesuai dengan kemampuan tanaman menyerap hara. Prinsip dari prosedur uji tanah adaJah dirancang untuk meminimalkan biaya, waktu ekstraksi dan tenaga namun diperoleh hasil yang cukup teliti Korelasi uji tanah adalah suatu proses untuk menentukan apakah jumlah hara K yang dapat diekstrak dengan jenis pengektrak tertentu memiliki hubungan dengan jumlah
serapan hara oleh tanaman atau hasil tanaman (Corey. 1987).
Hubungan ini dapat
diekspresikan dalam hubungan secara matematis atau gambar. Penelitian korelasi ini biasanya dilakukan di rumah kaca untuk meminimalkan faktor lingkungan atau heterogenitas tanah. Mutchers (1995) menyatakan bahwa tidak ada metode uji tanah yang sempuma. Suatu metode yang bagus untuk tanah tertentu, belum tentu bagus untuk jenis tanah lainnya. 01eh karenanya setiap metode harns dilakukan studi korelasi dan kalibrasi untuk berbagai jenis tanah dan tanaman. Bentuk K yang tersedia bagi tanaman adaIah K-Iabil. mw ekstraksi K dengan jenis pengekstrak tertentu haruslah dapat mengekstrak K labil Berbagai metode ekstraksi telah diperkenalkan. namun yang paling banyak digunakan di berbagai negara adalah NH40Ac pH 7 yang menghasilkan nilai
~
atau
1~
K-ex_ Bohn el ai., (1979) mengatakan
bahwa K-dd memiliki korelasi yang cukup baik dengan kemampuan penyediaan K tanah selama musim tanam. Namun ekstraksi K dengan metode konvensional IN NH40Ac untuk menentukan K-eJ( dalam tanah tidak cukup bila K yang tidak dapat dipertukarkan (K,,,~,,)
berkontribusi nyata terhadap nutrisi tanaman (Cox et ai., 1999). Ketersediaan K
dan hasil biomass kering berkorelasi baik dengan K-NH40Ac hanya pada tanah dengan kontribusi Kn-ex rendah, tapi dengan metode NaTPB dimodifikasi berkorelasi baik untuk semua tanah.
20
Adiningsih (1976) dan Soepanli (1976) menyatakan bahwa pengekstrak Olsen dan
IN NHtOAc pH 7 memiliki korelasi yang baik dengan serapan hara padi sawah sehingga memiliki harapan untuk dikembangkan setelah dilakukan kalibrasi.
Lebih lanjut
Adiningsih dan Sudjadi (1983) mengemukakan pengekstrak. Olsen, Bray-Kurtz 2 dan
IN
NRtOac pH 7 memiJiki korelasi yang baik dengan serapan hara maupun persen hasil tanaman padi dan pengekstrak 7,7N HCI tidak berkorelasi nyata dengan parameter tersebut. Sebaliknya Supartini (1976) menyatakan pengekstrak IN Nll.!OAc pH 7 tidak dianjurkan untuk tanah tropik. Mehlich (1953, dalam Haby el al.• 1990) mengusulkan menggunakan pengekstrak asam ganda untuk K dan beberapa unsur Jainnya. Metode ini digunakan secara luas di negara bagian Atlantik dan Gulf Coast, yang tanahnya didominasi oteh Ultisots, Inceptisois dan Spodosols. Jumlah K yang dapat dilepaskan dengan metode ini memiliki korelasi yang baik dibandingkan dengan amonium asetat, namun hasilnya lebih rendah .. Untuk tanah berkapur, pengekstrak ini melepaskan P berlebihan. (1978, dalam
Kemudian Mehlich
Haby el al., 1990) mengusutkan pengekstrak barn (Mehlich II) dan
memberikan hasil yang baik pada rentang sifat tanah yang lebih luas. Namun konsentrasi
cr
yang tinggi sangat korosif terhadap alat laboratorium sehingga metode ini tidak
disarankan untuk dipakai. (Haby el a/., 1990). Richards dan Bates (1988) menyimpulkan dari hasil penelitiannya
bahw~
uji tanah uotuk ketersediaan K
dapat diperbaiki dari
metode yang biasa dipakai dengan mengukur "Step K" yaitu Kn-ex yang terikat lemah dan dapat diekstraks dengan I M HNOJ berulang. Step K ini merupakan indeks penyediaan K yang lebih realistis dibandingkan dengan K terekstrak NH 40Ac. Nilai uji tanah dari berbagai metode ekstraksi belum memiliki arti secam agronomis bila nilai uji tanah dari metode-metode ini belum dikalibrasikan dengan
21
produksi tanaman di Japang. Tahap kegiatan ini daJam uji tanah disebut kalibrasi uji tanah. yaitu suatu proses untuk memastikan apakah suatu nilai uji tanah memiliki arti dalam kaitan dengan respon tanaman. Kalibrasi uji tanah akan menentukan hubungan antara nHai uji tanah dengan respon tanaman di lapang sehingga diperoleh nilai harkat uji tanah rendah. sedang dan tinggi atau cukup dan tidak cukup (Leiwakabessy. 1995). Kalibrasi uji tanah dapat dilakukan dengan pendekatan lokasi banyak (multi lokasi atau dengan pendekatan lokasi tunggal (Widjaja Adhi, 1995). Pendekatan multi lokasi memiliki banyak kelemahan yaitu mahal dan karakteristik penyediaan hara yang berbeda.
Dengan pendekatan lokasi tunggal kedua kelemahan tersebut dapat dihindari, namun variasi/keragaman status ham tanah yang diperoleh adalah keragaman buatan.
Karena
status ham dibuat dengan pemberian pupuk, maka harus dipastikan bahwa reak:si pupuk dengan tanah telah mencapai keseimbangan (steady state) sehingga hara pupuk telah berubah menjadi ham tanah. Widjaja Adhi (1995) menyatakan bahwa analisis kalibrasi uji tanah dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu (1) metode grafik Cate & Nelson (1971) yang menghasilkan nilai batas kritis ham atau hanya 2 keJas status ham, (2) analisa keragaman yang dimodifikasi Nelson & Anderson (1977) juga memberikan lebih dari 2 kelas status ham.
Hubungan Quantitas dan Intensitas Kalium Ketersediaan hara tidak hanya ditentukan oleh konsentrasi hara dalam larutan, tapi juga oleh komposisi unsur terlarut. Beckett (1964) menyatakan bahwa ketersediaan K untuk tanaman setidaknya ditentukan oleh 3 faktor yaitu taktor intensitas (I), faktor kuantitas (Q) dan faktor kapasitas (C). Berdasarkan hal tersebut dihubungkan perubahan
22
K&J
sebagai raldor kuantitas dengan nisbah aldivitas Klaktivitas ~Ca + Mg
sebagai
faktor intensjtas untuk menduga status K tanah. Jiminez dan Parra (1991) menyatakan bahwa hubungan Q-I kalium merupakan karakteristik taRah yang relatif permanen, sehingga dengan mempelajarinya dapat diketahui periJaku dan dinamika hara K dalam suatu jenis tanah. Hubungan Q-I ini memiliki beberapa parameter yaitu K mudah tersedia (K-Iabil atau -~Ko), K yang dijerap spesifik (Kx). daya sangga K tanah (PBC K), dan nisbah aktivitas K dalam keseimbangan (ARK...,). menunjukkan bahwa normal
(N~OAc
~Ko
Ie Roux
dan
Sumner (1968a)
menduga ketersediaan K lebih baik dibandingkan dengan K-ild
pH7). Mereka mendapatkan bahwa nilai M
bahwa pelepasan K yang lebih besar ke larutan tanah yang menghasilkan lebih banyak
pool K-Iabil. Kapasitas/daya sangga K (PBCK) adalah kemampuan tanah untuk menjaga konsentrasi K yang mendekati konstan (intensitas) dalam larutan tanah bila K ditambahkan atau hilang dan larutan tanah Kapasitas sangga K bervariasi dan spesifik untukjenis tanah tertentu yang antara lain ditentukan oleh persen liat.jenis liat. kandungan bahan organik, dan lain-lain yang nilainya proporsional dengan KTK (Uribe and Cox, 1998; Sulaeman. Eviati, dan Sri Adiningsih, 2000). Daya sangga K merupakan kombinasi antara daya erap dan kapasitas erap tanah (Sulaeman et ai., 2000). Shaviv et aI., (1985) menggunakan koefisien selektivitas
(~)
yang diperoleh dari persamaan Gapon untuk
merumuskan hubungan komposisi kation dapat ditukar dengan aktivitasnya dalam larutan tanah. Daya erap K tanah (disebut juga konstanta Gapon,
~
) adalah lereng dari
hubungan antara nisbah KlCa+Mg yang dapat ditukar dengan yang ada dalam larutan (nisbah aktivitas K).
~
merupakan faktor afinitas yang dapat digunakan sebagai ukuran
23
daya erap (sorption power) tanah terhadap K.
Sedangkan kapasitas erap (sorption
capacity) adalah faktor kuantitas yang menunjukkan jumlah maksimum K yang dapat disimpan oleh tanah tertentu. Evangelou dan Karathanasis (1985) menyatakan bahwa daya sangga K (PBCK) berkorelasi sangat baik dengan sangga K dengan
Ko dan KTK. Hubungan daya
Ko dapat dijabarkan dengan persamaan : PBCK = Ko (Cfldd + M&dd).
Kalau ~« CSM + M~ maka persamaan tersebut dapat ditulis : PBC
K
= Ko x KTK.
Daya erap dan kapasitas erap K tanah menentukan status K tanah, efektivitas pupuk dan tingkat pencucian K tanah. Efektivitas pupuk K berbeda untuk tiap jenis tanah. Sulaeman et al., (2000) menunjukkan bahwa pada kondisi optimum, K tercuci oleh 1000 mm air sebanyak 64 mglkg (l28 kg K/ha) pada tanah Inceptisol lndramayu dan 109 mglkg (218 kg KIha) pads tanah Oxisols Sitiung. Lebih lanjut dikemukakan bahwa neraca K Inceptisols Indramayu. Ultisols Lampung dan Oxisols Sitiung pada kondisi optimum dan pencucian dengan 1000 mm air, mengalami defisit berturut-turut sebesar 30, 50 dan 75 mg K/kg. Nilai ARKe adalah nisbah aktivitas K relatif terhadap unsur lain dalam keseimbangan. ARKe merupakan ukuran ketersediaan atau K-siap tersedia dalam tanah. Beckett (1964) dan Le Roux dan Summer (196gb) memperoleh bahwa pemupukan K akan meningkatkan nilai ARKe , tapi menurun dengan penambahan kapur. Lebih lanjut Sumner dan Le Roux (1968a) mengemukakan bahwa konsentrasi CaCh yang dipakai sebagai pelarut K dalam penetapan plot Q-I tidak berpengaruh terhadap parameter Q-I. Ada pendapat bahwa taoah beriklim sedang secara umum memiliki nilai ARKe lebih tinggi dibanding tanah beriklim tropis (Graham dan Fox, 1971 dalam Pieri dan Oliver, 1986). Namun Pieri dan Oliver (1986) membuktikan bahwa pendapat tersebut tidak selalu benar.
24
Lebih lanjut dikatakan bahwa pada suatujenis tanah yang ditanami secara kontinyu, ARJ(e
akan meRurun kalau tidak dilakukan pemupukan K secara teratur. NiJai parameter hubungan Q-I dipengaruhi oleh jenis dan kadar mineral liat. Evangelou (1986) mengemukakan bahwa jenis anion tidak berpengaruh terhadap PBCK. tapi berpengaruh terhadap ARKe dan -AKo pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi. dimana anion
cr menghasilkan nilai yang lebih tinggi untuk dua parameter terse but
dibandingkan dengan anion S042-. Hal ini disebabkan karena perbedaan kemampuan berpasangan
antara
cr
sol'
dan
dengan K dan Ca. Le Roux dan Swnner (l968a)
mengemukakan bahwa parameter Q-I tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut CaCh yang dipakai daJam penetapan hubungan Q-I kalium.
Q
i ]
-~.. AK (moll l)0' S =
aK
a(Ca+Mgt·~
Keterangan: ARK ARKe ](x
L'1K AKo Kx Ks
'1isbah aktivitas K
= pcnambahan atau pcngurangan K tcrjeraPi = K J.bil =
Total K terjerap
PBCK.
= Kx - AKo = K lerjerap spesifik = daya sangga potensiai
Q
=
I
Oambar 2.3.
=
= nisbah aktivitas K dalam keseimbangan
kuantitas - intensitas
Bentuk tipikal hubungan kuantitas - intensitas (Q-I) kalium (Sparks dan Leibhard, 1981)
25