PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman menuntut masyarakat juga untuk mengoptimalkan derajat kesehatan. Upaya meningkatkan derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan pemanfaatan sarana kesehatan seperti rumah sakit. Pemanfaatan rumah tangga atas pelayanan rumah sakit di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dsar adalah sebesar 40,0 % untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan (Riskesdas, 2010), Rumah sakit pada akhir-akhir ini terus berkembang, baik dalam jumlah, kapasitas maupun sarana prasarana seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi. Walaupun terdapat perkembangan rumah sakit dari waktu ke waktu, tetapi fungsi dasar suatu rumah sakit tetap tidak berubah. Rumah sakit adalah salah satu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, yang berperan mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Kuncoro, 2003). Rumah sakit berperan dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, yang bertujuan memulihkan status kesehatan seseorang dari sakit menjadi sehat, disamping melakukan kegiatan preventif dan promotif kesehatan. Salah satu upaya kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan oleh rumah sakit, yaitu dengan diselenggarakannya unit
Universitas Sumatera Utara
rawat inap, yang bertujuan merawat pasien sakit dan memulihkan kesehatannya. Unit rawat inap suatu rumah sakit memiliki peran penting dalam pengelolaan rumah sakit, hal ini dikarenakan sebagian besar pendapatan rumah sakit berasal dari pelayanan yang diberikan oleh unit rawat inap. Pasien yang menggunakan fasilitas pelayanan unit rawat inap untuk setiap kasus medis harus mendapat perawatan secara intensif, bila tidak dapat diobati secara berobat jalan. Dengan demikian pasien harus tinggal beberapa hari di rumah sakit untuk dirawat sampai diijinkan pulang (Konsil Kedokteran Indonesia Indonesian, 2006) Rumah sakit pada umumnya difungsikan untuk melayani masyarakat dan menyediakan sarana kesehatan untuk masyarakat, bukan untuk mencari keuntungan semata. Di dalam organisasinya terdapat banyak aktivitas, yang diselenggarakan oleh pihak-pihak dari berbagai jenis profesi, baik profesi dokter, karyawan administrasi, petugas pelayanan dan beberapa profesi lainnya. Untuk dapat menjalankan fungsinya, diperlukan suatu sistem manajemen menyeluruh yang dimulai dari proses perencanaan strategik (renstra) untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan memuaskan, profesional dengan harga bersaing, sehingga strategi dan kinerja rumah sakit tersebut harus berorientasi pada keinginan pasien (Utama, 2011). Secara umum pemanfaatan rumah sakit dapat dilihat dari indikator BOR (Bed Occupancy Rate) atau angka pemanfaatan tempat tidur, AvLOS (Average Length of Stay) atau rata-rata lamanya dirawat, TOI (Turn Over Interval) atau interval penggunaan tempat tidur, BTO (Bed Turn Over) atau frekuensi penggunaan tempat
Universitas Sumatera Utara
tidur (Wijono, 2001). Pemanfaatan tempat tidur unit rawat inap rumah sakit perlu diperhatikan, karena unit rawat inap merupakan unit yang penting bagi suatu rumah sakit. Namun perlu diketahui faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pemanfaatan tempat tidur di suatu rumah sakit. Menurut Wijono (2001) keberhasilan suatu rumah sakit baik dari efisien dan efektifnya rumah sakit yang meliputi pencapaian pemnafaatan tempat tidur haruslah didukung dengan kecukupan tenaga di bidangnya masing-masing dan didukung dengan fasilitas yang memadai. Pemanfaatan rumah sakit yang belum optimal dapat diketahui dari pencapaian BOR rumah sakit. Salah satu penyebab pencapaian BOR yang tidak optimal, yaitu pasien atau calon pasien cenderung enggan untuk tinggal lebih lama karena merasa pelayanan
yang
diterima
kurang
profesional.
Oleh
karena
itu,
sebagai
konsekuensinya, maka pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan seharusnya meningkatkan kualitas pelayanannya pada pasien, terutama bagi pasien rawat inap (Suryadi, 2009). Pemanfaatan pelayanan rumah sakit untuk rawat inap di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, secara nasional sebesar 2,3%. Provinsi yang tertinggi adalah Yogyakarta 4,4%, sedangkan terendah adalah Provinsi Bengkulu, Lampung dan Kalimantan Barat sebesar 0,9%. Sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sebesar 53,5%. Selanjutnya berturut-turut Jamkesmas 15,6%, Jamkesda 6,4%, Askes/ASABRI 5,4%, Jamsostek
Universitas Sumatera Utara
3,5%, asuransi kesehatan swasta 1,8% dan tunjangan kesehatan perusahaan 4,0% (Kemenkes RI, 2013). Rendahnya utilisasi (pemanfaatan) fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, seringkali kesalahan atau penyebabnya dilemparkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam kepercayaan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Sudarmo, 2001). Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pelayanan kesehatan. Selain itu faktor pendidikan, pengetahuan kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain pengalaman, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Kelima faktor yang memengaruhi pengetahuan kesehatan seseorang juga dapat memengaruhi persepsi dan sikap seseorang terhadap penyakit (Notoatmodjo, 2003). Menurut riset WHO (2007) pemanfaatan pelayanan rumah sakit pemerintah lebih tinggi dibandingkan rumah sakit swasta. Perbedaan tingkat pemanfaatan tersebut berpengaruh terhadap tingkat efisiensi rumah sakit seperti pemanfaatan tempat tidur, pemanfaatan pelayanan rawat jalan, jumlah kunjungan (rawat jalan), jumlah hari rawat (rawat inap), jumlah tindakan operasi, jumlah pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2010 hanya 32,4% penduduk berstatus miskin yang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Terbatasnya akses ke pelayanan kesehatan disebabkan kendala jarak, biaya dan transportasi. Tempat pelayanan kesehatan yang paling banyak dikunjungi adalah Posyandu sebanyak 61,6%, Puskesmas 31,4%, praktek dokter kesehatan sebanyak 17,0% dan sementara ke rumah sakit pemerintah hanya sebesar 10,6% (Balitbangkes, 2014). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012), pemanfaatan RSUD masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan angka tingkat pemanfaatan tempat tidur (BOR) pada 29 unit RSUD di Provinsi Sumatera Utara antara 9,0-86,3%. Tingkat pemanfaatan tempat tidur RSUD paling rendah pada RSUD Sultan Sulaiman (Kabupaten Serdang Bedagai) yaitu 9,0%, sedangkan paling tinggi pada RSU Lubuk Pakam (Kabupaten Deli Serdang), yaitu 86,3% dengan standar Kementerian Kesehatan sebesar 60–80%. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan kategori kelas A dengan jumlah BOR mencapai 73,4% pada tahun 2011 (Kemenkes RI, 2013). Demikian halnya di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang diperoleh data rekam medik pasien rawat inap di RSUD Sidikalang tahun 2011-2013 nilai BOR tahun 2011 sebesar 71%, tahun 2012 sebesar 57%, tahun 2013, sebesar 49% dan tahun 2014 sampai Agustus sebesar 52% (standar nasional 60%-80%). Dapat dilihat bahwa dari tahun 2011 sampai tahun 2013 ada kecenderungan terjadi penurunan, namun dari tahun 2013 sampai Agustus 2014 terjadi peningkatan (RSUD Sidikalang, 2013).
Universitas Sumatera Utara
RSUD Sidikalang dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sudah memiliki fasilitas penunjang seperti radiologi, laboratorium, UGD, Poli (Poli KIA, Umum, Penyakit Dalam, Bedah, Gigi, Anak, dan THT), Farmasi, Unit Pelayanan Darah dan ruang rawat inap (VIP, Kelas I, II dan III). Namun fasilitas ini kurang memadai, sehingga ada kecenderungan pasien yang datang ke rumah sakit hanya untuk membuat surat rujukan, jarang yang mau dan berkenan dirawat inap. Berdasarkan survei awal dengan wawancara singkat terhadap 3 orang pasien diperoleh kesimpulan bahwa pasien lebih percaya dirujuk ke rumah sakit di Kota Medan daripada RSUD Sidikalang (RSUD Sidikalang, 2013). Demikian juga hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Perawatan mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan bagi pasien masih belum dilayani dengan baik, hal ini dilihat dari keluhan pasien dan keluarga pasien tentang pelayanan yang diberikan rumah sakit. Adapun isi keluhan tersebut adalah mengenai keramahan baik dokter maupun perawat, kurangnya kecepatan dalam memberikan pelayanan, pelayanan administrasi yang lamban serta pelayanan satpam yang kurang bersahabat. Berdasarkan aspek manajemen RSUD Sidikalang, masih ditemui permasalahan rendahnya pelayanan sesuai dengan SOP di setiap unit pelayanan, seperti pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Hal ini diindikasikan dari minimnya laporan perkembangan asuhan keperawatan pasien dan masih banyaknya keluhan pasien terhadap ketersediaan obat dan bahan habis pakai di rumah sakit (RSUD Sidikalang, 2013). Beberapa hasil penelitian terkait dengan pemanfaatan rumah sakit, yaitu Penelitian Pasaribu (2003) menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
rendahnya pemanfaatan tempat tidur di RSU Sipirok adalah sumber daya manusia, fasilitas, lokasi rumah sakit, angka kesakitan, promosi rumah sakit, pendanaan, sistem rujukan, geografi, tingkat ekonomi masyarakat, dan tingkat pendidikan masyarakat. Sedangkan sosio-kultural dan cara pembayaran serta demografi tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan tempat tidur. Hasil penelitian Matondang (2011) menyimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat (sikap, persepsi dan pengetahuan) tentang pelayanan kesehatan, berpengaruh terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung. Hasil penelitian Surbakti (2012) menyimpulkan bahwa persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (administrasi, dokter, perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Pemanfaatan pasien yang belum optimal terhadap RSUD Sidikalang peneliti merasa perlu mengkaji “Determinan yang Mempengaruhi Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2014”. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Faktor determinan apa saja yang mempengaruhi pasien rawat inap terhadap pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor determinan yang mempengaruhi pasien rawat inap terhadap pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Hipotesis Penelitian Ada faktor determinan yang mempengaruhi pasien rawat inap terhadap pemanfaatan ulang RSUD Sidikalang.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi pihak-pihak yang berkaitan, seperti: 1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan guna meningkatkan efisiensi rumah sakit. 2. Bagi Intitusi Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi di perpustakaan mengenai pemanfaatan rumah sakit. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan peneliti di bidang ilmiah dan bidang pelayanan kesehatan guna meningkatkan pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat dan diharapkan dapat menambah sumber informasi, bahan referensi dan bahan perbandingan dalam penelitian lanjutan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara