Bab
1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika pembangunan, termasuk pembangunan perikanan dari waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan berkembang semakin kompleks. Dalam
menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan maka strategi
pengembangan sistem dan usaha agribisnis perikanan sudah waktunya ditingkatkan menjadi strategi yang menterpadukan pengembangan strategi agribisnis perikanan
dengan pendekatan wilayah. Sebahagian negara besar
dengan berbagai produk perikanan unggulan di setiap daerah, maka pengembangan
ekonomi
berbasis
pembangunan agribisnis perikanan dapat
memperkokoh
perikanan
yang
berorientasi
pada
perlu terus ditingkatkan karena diyakini
perekonomian
bangsa
Indonesia
serta
menjamin
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Basis pembangunan adalah pembangunan perdesaan. Oleh karena itu pembangunan
perdesaan
pada
daerah-daerah
pemasok
hasil
produksi
perikanan (daerah, sentra produksi) melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan (DPP) perlu lebih dimantapkan agar memiliki ketahanan yang lebih kuat, mengingat fungsi daerah perdesaan sangat penting, terutama dalam hal : penyedia bahan pangan untuk penduduk, penyedia tenaga kerja untuk pembangunan, penyedia bahan baku untuk industri, serta penghasil komoditi untuk ekspor ke luar negeri. Salah satu program yang dapat diterapkan adalah pengembangan kawasan setra perikanan yang dilakukan pada daerah pemasok hasil produksi perikanan sehingga pembangunan perikanan di desa-desa hinterland dapat mendukung DPP. Suatu kawasan sentra perikanan yang sudah berkembang memiliki ciriciri sebahagian besar masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
1-1
perikanan, kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan perikanan, atau agribisnis terutama di dalamnya usaha industri (pengolahan) perikanan, terjadi perdagangan hasil-hasil perikanan termasuk perdagangan untuk kegiatan
ekspor,
tersedianya
sarana
perikanan
dan
permodalan,
berkembangnya agrowisata perikanan dan jasa pelayanan. Kawasan sentara perikanan mengembangkan usaha perikanan dan produk olahan skala rumah tangga, sebaliknya Daerah Pusat Pertumbuhan (Kota Batam) menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha perikanan tersebut seperti penyediaan sarana perikanan, modal, teknologi, informasi, pengolahan hasil dan penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk perikanan. Dengan demikian
hubungan antara Batam sebagai DPP dan
desa-desa
COREMAP
dimana
Program
dilaksanakan
sebagai
daerah
hinterland menjadi harmonis dan saling membutuhkan. Dengan demikian kehidupan masyarakat di kawasan sentara perikanan mirip dengan suasana kota karena sarana yang ada di kawasan tersebut tidak jauh berbeda dengan di kota. Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan sentra perikanan bila memiliki sumberdaya lahan/perairan yang sesuai untuk mengembangkan
komoditi
perikanan,
berpotensi atau telah berkembang
mempunyai
produk
unggulan,
diversifikasi usaha dari produk
unggulannya, memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis seperti pasar, lembaga keuangan, kelembagaan ditingkat nelayan, balai penyuluhan
pertanian/perikanan,
percobaan/pengkajian
teknologi
agribisnis untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan sentara perikanan dan aksesibilitas ke daerah lain yang lancar. Sebahagian besar persyaratan suatu kawasan sentra perikanan seperti telah disebutkan diatas, telah dimiliki oleh desa-desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kota Batam yaitu Kelurahan Galang Baru (Pulau Nguan dan Sembur), Kelurahan Karas (Pulau Karas dan Mubut) dan Kelurahan Pulau Abang (Pulau Abang Besar, Air Saga dan Pulau Petong). Namun demikian kondisinya Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
1-2
baik secara kuantitas maupun kualitasnya belum banyak diketahui secara ilmiah. Melalui studi ini akan diungkap berbagai aspek seperti jumlah produksi dan jenis komoditi unggulan, kebijakan apa yang harus dilakukan dan skala prioritas kegiatan yang harus dilakukan sehingga lokasi COREMAP II dapat dijadikan sebagai sentra perikanan.
1.2. Tujuan Kajian Pengembangan Lokasi COREMAP II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan dilaksanakan dengan tujuan: 1. Menganalisa kondisi perikanan disetiap desa dimana Program Coremap II berada. 2. Menghitung kapasitas produksi masing-masing komoditi perikanan yang dominan dihasilkan disetiap lokasi. 3. Menganalisis komoditi unggulan di setiap lokasi 4. Merumuskan permasalahan dalam pengembangan sentra perikanan 5. Menganalisa kebutuhan kebijakan untuk pengembangan komoditi unggulan utama di masing-masing lokasi 6. Menyusun skala prioritas kegiatan yang harus dilakukan selama 5 tahun.
1.3. Output Kegiatan Output dari Kajian Pengembangan Lokasi COREMAP II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan adalah sebuah dokumen yang berisi : 1. Kondisi perikanan di setiap desa dimana Program Coremap II berada. 2. Kapasitas produksi komoditi perikanan yang dominan di setiap lokasi 3. Komoditi unggulan disetiap lokasi Coremap II 4. Permasalahan pengembangan sentra perikanan 5. Kebutuhan kebijakan yang harus dipersiapkan 6. Skala prioritas kegiatan yang harus dilakukan untuk 5 tahun ke depan.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
1-3
1.4. Manfaat Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Tersedianya dokumen perencanaan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan sentra perikanan di lokasi Coremap II Kota Batam. 2. Memudahkan singkronisasi dengan program-program lain. 3. Meningkatnya
efisiensi
dan
efektifitas
perencanaan
pembangunan
perikanan.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
1-4
Bab
2
METODOLOGI 2.1. Pendekatan Kajian Kota
Batam
memiliki
sumberdaya
alam
yang melimpah
sebagai
keunggulan komperatif wilayah. Dalam perspektif Porter, 1998, comparative advantage saja tidak cukup. Keunggulan komparatif bukan jaminan satu-satunya untuk menarik investasi. Pada saat ini variabel yang sangat berpengaruh adalah keunggulan kompetitif. Suatu daerah yang memiliki keunggulan kompetitif justru mampu menggait jumlah investasi lebih besar dalam mendukung pengembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Dalam studi ini digunakan pendekatan kajian komoditi unggulan. Komoditas
unggulan
adalah
komoditas
yang
diusahakan
berdasarkan
keunggulan komparatif dan kompetitif serta ditopang oleh pemanfaatan teknologi sesuai dengan agroekosistem untuk meningkatkan nilai tambah dan mempunyai
“multiplier
effect”
terhadap
berkembangnya
sektor
lain
(Sunarno, 2003). Secara umum suatu komoditas dapat dianggap unggulan apabila komoditas tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Komoditas tersebut dapat diproduksi secara terus menerus pada tingkat produktivitas dan kualitas yang baik. 2. Dapat diserap oleh pasar dalam jumlah besar. 3. Berkelanjutan, dan pada tingkat harga yang wajar. Pengertian ini dapat beragam tergantung pada kriteria atau sudut pandang yang digunakan. Beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai penentuan komoditas unggulan adalah kecukupan pasokan, perolehan devisa, potensi pengembangan, jumlah tenaga kerja yang terlibat, dan lain-lain. Berangkat dari hal itu, diperlukan satu pengertian dasar mengenai komoditas unggulan. Dua sisi yang harus diperhatikan dalam penetapan komoditas unggulan, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-1
Kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan komoditas unggulan dicerminkan oleh sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran, komoditas unggulan ditopang oleh kesesuaian ekosistem dan biofisik wilayah serta penguasaan teknologi produksi. Dari sisi permintaan, komoditas tersebut mempunyai pasar riil yang berkembang, baik di tingkat konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku industri. Oleh karena itu, pendekatan keunggulan komoditas akan menciptakan perikanan dinamis dan berkesinambungan. Sisi permintaan menggambarkan perilaku pasar komoditas yang meliputi volume dan nilai permintaan (riil dan potensial) dan perkembangannya. Dengan demikian sisi permintaaan memberi isyarat sebagai berikut : 1. Jumlah komoditas yang dapat diserap pasar 2. Karakteristik/kualitas komoditas yang diinginkan 3. Tingkat harga 4. Tata niaga 5. Tingkat persaingan antar pelaku pasar. Terdapat beberapa faktor yang menentukan pemilihan komoditas unggulan yang berorientasi sumberdaya lokal dan pasar untuk sektor pertanian. Faktor tersebut yaitu : 1. Teknis memproduksi 2. Kelayakan finansial 3. Pasar dan pemasaran 4. Kelembagaan 5. Infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Dalam analisis pengembangan komoditas unggulan, program sektoral yang secara langsung terkait dengan komoditas unggulan (perindustrian dan perdagangan, pertanian, perikanan) dan yang mendukung (pekerjaan umum, pendidikan
nasional,
perkoperasian,
perbankan)
harus
menjadikan
pengembangan komoditas unggulan sebagai acuan penyusunan program dan alokasi anggaran. Keterbatasan dana sumberdaya pembangunan harus dimanfaatkan secara efisien dan terpusat pada sektor (sub sektor) yang mampu menimbulkan efek multiplikasi yang besar. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-2
Pengenalan komoditas, peluang investasi, pasar dan harga, serta jalur distribusinya harus secara jelas disampaikan kepada masyarakat dan daerah. Mengembangkan
komoditas
unggulan
memerlukan
investasi
yang
besar,
berkelanjutan dan perlu model pengelolaan dan kemitraan yang terbuka. Hak dan kewajiban pelaku kemitraan harus transparan, disampaikan dan didiskusikan. Siapa melakukan apa dan akan mendapat apa, dengan jumlah berapa dan kapan mendapatkannya, akan menjadi pertanyaan yang harus disiapkan jawabannya. Pemetaan potensi komoditas unggulan (setingkat desa) akan memberikan informasi kepada stakeholders mengenai komoditas/produk/jenis usaha yang potensial yang menjadi unggulan daerah untuk dikembangkan. Setiap desa atau kecamatan diharapkan memiliki komoditi/produk/jenis usaha unggulan dari berbagai sektor ekonomi yang patut dan cocok untuk dikembangkan. Strategi semacam itu merupakan adopsi dari kesuksesan Thailand melalui
program
One
Tambon
One
Product
(OTOP),
yaitu
program
pengembangan komoditas unggulan di suatu daerah (Tambon) yang sukses dalam membantu pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) atau di Indonesia dikenal dengan OTOP (One Village One Product). Dengan program yang lebih fokus, Pemerintah Kota Batam dapat memprioritaskan kebijakan ekonomi melalui pengembangan komoditas unggulan tertentu di suatu desa atau kecamatan sebagai upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka/tingkat kemiskinan di daerah. Pada akhirnya, hal tersebut diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
2.2. Metode Kajian 2.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan diseluruh desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kota Batam yaitu Kelurahan Galang Baru (Pulau Nguan dan Sembur), Kelurahan Karas (Pulau Karas dan Mubut) dan Kelurahan Pulau Abang (Pulau Abang Besar, Air Saga dan Pulau Petong). Gambar Lokasi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-3
Gambar 2.1. Peta Lokasi Studi
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-4
2.2.2. Metoda Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data tergantung dari jenis data yang dikumpulkan. Untuk data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan kunci seperti nelayan, pembudidaya, pengolah, pelaku usaha dan aparat desa setempat. Materi yang ditanyakan kepada masingmasing informan kunci sesuai dengan bidangnya. Jumlah informan kunci yang diwawancarai
disesuaikan
dengan
kebutuhan
sehingga
tidak
ditentukan
jumlahnya. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari dinas instansi terkait yang berhubungan dengan pengembangan kawasan sentra perikanan. Secara rinci data yang dikumpulkan dan metodanya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Data yang dikumpulkan dan metoda pengumpulan data No.
Aspek
Data
Metoda
1.
Kondisi umum perikanan
Penangkapan, budidaya, pemasaran dan pasca panen
Observasi, wawancara dan pencatatan data sekunder
2.
Produk perikanan yang dominan
Jenis produk yang ada (hasil tangkapan, budidaya dan olahan) dan produksi
Wawancara dengan nelayan, pembudidaya, pengolah, pelaku usaha dan informan kunci lainnya
3.
Jenis unggulan
Musim, peluang pasar, produksi dan kebutuhan kerja
harga, tenaga
Observasi dan wawancara
4.
Permasalahan pengembangan setra perikanan
Sumberdaya manusia, sarana prasarana, kelembagaan ditingkat nelayan, kelembagaan pasar dan keuangan,kelembagaan pembelajaran dan kelembagaan pengelola
Observasi dan wawancara dengan nelayan, pembudidaya, pengolah, pelaku usaha dan informan kunci lainnya
5.
Kebijakan pengembangan komoditi unggulan
Sumberdaya manusia, sarana prasarana, kelembagaan ditingkat nelayan, kelembagaan pasar dan keuangan,kelembagaan pembelajaran dan kelembagaan pengelola
Observasi dan wawancara dengan nelayan, pembudidaya, pengolah, pelaku usaha dan informan kunci lainnya
2.2.3. Metoda Pengolahan Data Metode pengolahan data dilakukan dengan kompilasi data primer dan melakukan entry data sekunder. Setelah itu dilakukan analisa dengan cara melakukan perhitungan sesuai dengan rumusan-rumusan dan metode dari masing-masing indikator penentu. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-5
2.2.4. Metoda Analisis Data a. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantifikasikan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Pada prinsipnya ia merupakan metode skoring terhadap pilihan yang ada. Dengan perhitungan secara eksponensial, perbedaan nilai antar kriteria dapat dibedakan tergantung kepada kemampuan orang yang menilai (Maarif dalam Korneta, 2008). Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan MPE adalah: 1. Penentuan alternatif keputusan 2. Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji 3. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai keinginan pengambil keputusan 4. Penentuan derajat kepentingan relatif dari setiap alternatif keputusan 5. Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan Salah satu indikator pengembangan sentra perikanan
adalah adanya
komoditas unggulan di suatu tempat. Oleh karena itu dalam kerangka kajian ini akan diidentifikasi terlebih dahulu komoditas yang menjadi unggulan setiap lokasi. Untuk membuat daftar (mengidentifikasi) jenis komoditas yang menjadi
unggulan
di
setiap
lokasi
akan
dilakukan
dengan
Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE adalah metode yang digunakan untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan menggunakan beberapa kriteria (Korneta, 2008). Yang menjadi nara sumber (responden) adalah stakeholder perikanan di setiap lokasi. Untuk menetapkan jenis komoditas unggulan di masing-masing lokasi dengan menggunakan metode MPE tersebut ditetapkan 5 (lima) kriteria, yaitu: 1. Kontinyuitas produk 2. Penyerapan pasar 3. Harga komoditi dipasaran 4. Tingkat produksi 5. Kebutuhan tenaga kerja Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-6
Masing-masing kriteria tersebut diberi skor sesuai dengan kondisi lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara. Sedangkan penentuan bobot dilakukan dengan melihat tingkat kepentingan masing-masing kriteria. Semakin tinggi tingkat kepentingannya, maka semakin tinggi pula nilai bobotnya. Kontiyuitas :
Penyerapan pasar:
Harga pasar :
1. 1 musim
1. Sangat rendah
1. 8000 – 51500
2. 2 musim
2. Kurang
2. >51500 – 95000
3. 3 musim
3. Sedang
3. >95000 – 138500
4. 4 musim
4. Tinggi
4. >138500 – 150000
Tingkat produksi:
Penyerapan tenaga kerja:
1. 1040 – 10115
1. 9-31,75
2. >10115 – 19270
2. >31,75 – 54,50
3. >19270 – 28385
3. >54,50 – 77,25
4. >28385 – 37500
4. >77,27 - 100
Adapun rumus MPE (Marimin,
2004 dan 2005) yang akan digunakan
dalam menentukan jenis komoditas unggulan adalah sebagai berikut :
m
TNi = ∑ ( RKij )TKKj n =1
Dimana: TNi
= Total Nilai Alternatif ke i
RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria keputusan ke-j; TKKj >0; bulat n
= Jumlah pilihan keputusan
m
= Jumlah kriteria keputusan Berdasarkan analisis dengan metode MPE tersebut akan dihasilkan
daftar komoditas unggulan dan peringkatnya disetiap lokasi.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-7
b. Metode Analisis Deskriptif-Kualitatif Metode analisis deskriptif-kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis data-data kuantitatif dan kualitatif berbubungan dengan sarana prasarana, kelembagaan, kebutuhan kebijakan dan penyusunan prioritas kegiatan.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
2-8
Bab
3
KONDISI UMUM KAWASAN COREMAP II KOTA BATAM 3.1. Kelurahan Galang Baru 3.1.1. Kondisi Geografis Kelurahan Galang Baru merupakan salah satu kelurahan baru yang ada di Kecamatan Galang. Pada awalnya daerah wilayah Kelurahan Galang Baru merupakan bagian dari Kelurahan Karas dan Kelurahan Pulau Abang, begitu juga dengan dua lokasi (site) program Coremap II yang ada di wilayah administrasi Kelurahan Galang Baru saat ini. Lokasi Pulau Sembur awalnya merupakan bagian dari Kelurahan Karas dan Pulau Nguan awalnya merupakan wilayah Kelurahan Pulau Abang. Kelurahan Galang Baru mulai defenitif pada pertengahan tahun 2006 melalui keputusan Walikota Batam Nomor: KPTS.60/BKD-M/VI/2006, tanggal 1 Juni 2006 tentang pengangkatan Lurah Galang Baru. Kelurahan Galang Baru terdiri dari pulau besar dan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Galang Baru. Wilayah ini berada pada ketinggian 0-50 meter dari permukaan laut, dengan suhu berkisar antara 25-30oC. Sebagian besar daratan wilayah ini berbukit-bukit. Hanya 20 % wilayah daratnya yang datar sampai bergelombang. Secara geografis Kelurahan Galang Baru memiliki posisi 0o41’40” sampai dengan 0o36’31,1” Lintang Utara dan 104o12’29,2” sampai dengan 104o21”31,9” Bujur Timur. Sebagaimana kawasan Kepulauan Riau lainnya Kelurahan ini juga berada pada garis equatorial yang berada pada dua Lintang Selatan dan Utara memiliki iklim yang khas, dimana musim hujan lebih panjang dari kemarau. Iklim yang terdapat di kawasan ini dipengaruhi oleh empat musim yaitu Musim Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-1
Timur, Selatan, Barat dan Utara. Musim Timur terjadi berkisar bulan Maret sampai Mei, Musim Selatan terjadi pada bulan Juni sampai Agustus, musim Barat terjadi pada bulan September sampai Nopember dan musim Utara terjadi pada bulan Desember sampai Februari. Pada musim Selatan, Barat dan Utara curah hujan dan gerak angin relatif lebih tinggi. Pada tiga musim ini fenomena kelautan mulai tampak seperti kuatnya gelombang laut di daerah terbuka, adanya gelombang pasang dan angin ribut. Untuk lebih jelasnya letak wilayah Kelurahan Galang Baru serta kawasan pengelolaan sumberdaya terumbu karang (Pulau Sembur dan Pulau Nguan) disajikan dalam bentuk peta seperti pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.
Gambar 3.1. Peta Wilayah Pulau Nguan Kelurahan Galang Baru
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-2
Gambar 3.2. Peta Wilayah Pulau Sembur Kelurahan Galang Baru 3.1.2. Administrasi Pemerintahan Pusat pemerintahan Kelurahan Galang Baru berada di bagian pesisir Pulau Galang tepatnya di Kampung Baru. Jarak dari ibukota Batam berjarak 70 kilo meter yang dapat ditempuh dengan jalan darat selama satu jam, sedangkan jarak dari ibukota Kecamatan Galang (Sembulang) berjarak 29 kilometer dengan waktu tempuh 15 menit dan dapat ditempuh dengan transportasi darat. Sedangkan akses ke pusat kelurahan dari pulau-pulau sekitarnya sebagian besar ditempuh dengan menggunakan transportasi laut. Kelurahan ini belum didukung oleh infrastruktur dan fasilitas umum yang memadai. Hal ini dapat disebabkan oleh rentang kendali sebelumnya relatif jauh dari pusat pemerintahan kecamatan dan kota, sehingga tidak mendapat prioritas pembangunan dari kelurahan induk sebelumnya. Pada kelurahan ini terdapat 5 Rukun Warga (RW) dan 15 Rukun Tetangga (RT) yang tersebar di beberapa pulau. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-3
3.1.3. Kependudukan Penduduk Kelurahan Galang Baru pada Bulan Juni 2010 berjumlah 2.717 jiwa yang tergabung dalam 717 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 1.456 jiwa laki-laki dan 1.261 jiwa perempuan (Tabel 3.1) yang keseluruhannya merupakan warga Negara Indonesia (WNI). Khusus untuk lokasi Coremap II di Pulau Sembur jumlah penduduknya sebanyak 500 jiwa terdiri dari 144 KK. Sedangkan di Pulau Nguan jumlahnya sebanyak 516 jiwa terdiri dari 127 KK. Berdasarkan
kelompok
etnis,
penduduk
Kelurahan
Galang
Baru
didominasi oleh etnis/Suku Melayu, sebagian kecil lainnya adalah etnis Tionghoa, Buton, Minang dan Batak. Sebagian besar penduduk (2267 jiwa) memeluk agama Islam (83,44%) sedangkan yang lainnya memeluk agama Kristen Protestan sebanyak 116 jiwa (4,27%), Khatolik 85 jiwa (3,13 %) dan Budha 249 jiwa(9,16%). Tabel 3.1. Jumlah penduduk Kelurahan Galang Baru bulan Juni 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kampung/RW P. Sembur P. Korek P. Nangka Tl. Nipah Tg. Pengapit Tg. Melagan Tg. Linau P. Nguan Tg. Cakang Air Lingka Kp. Baru Total
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
KK
269 63 93 102 97 96 30 265 88 242 111 1.456
231 51 80 88 103 72 26 251 60 213 86 1.261
500 114 173 190 200 168 56 516 148 455 197 2.717
144 33 45 48 53 44 13 127 41 116 53 717
Sumber: Kantor Lurah Galang Baru, 2010
Pada Kelurahan Galang Baru juga terdapat Suku Laut yang merupakan suku asli (indigenous people) yang berdomisili di Pulau Nanga sekitar kawasan Pulau Sembur. Suku Laut pada awalnya adalah masyarakat yang nomaden (tidak menetap. Mereka berdiam di atas perahu yang ditutupi dengan atap Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-4
kajang (anyaman dari sejenis daun pandan). Namun sebagian masyarakat dari Suku Laut ini telah tersentuh peradaban saat ini, sehingga sudah ada yang menetap dengan berkelompok (belum berbaur dengan masyarakat umumnya). Sebagian besar dari Suku Laut menganut kepercayaan animisme, dan sebagian kecil lainnya ada yang memeluk agama Islam. Matapencaharian penduduk Kelurahan Galang Baru cukup bervariasi, yaitu terdiri nelayan, buruh swasta, pedagang, guru honor, PNS, pengusaha, petani dan sopir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Jumlah penduduk Kelurahan Galang Baru berdasarkan jenis matapencaharian pada bulan Juni 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Matapencaharian Nelayan Buruh Swasta Pedagang Guru/Honor PNS Pengusaha Petani Sopir Jumlah
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
669 243 35 17 15 11 4 3 997
67,10 24,37 3,51 1,71 1,50 1,10 0,40 0,30 100,00
Sumber: Kantor Lurah Galang Baru, 2010
Dari angka penduduk berdasarkan mata pencarian tersebut di atas, penduduk yang bekerja hanya berjumlah 997 orang, sementara usia produktif (umur 17-55 tahun) berjumlah 1701 jiwa. Bila angka ini dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bekerja (produktif), maka dapat dijelaskan bahwa sebahagian besar usia produktif memiliki lapangan kerja. Usia produktif yang tidak bekerja kebanyakan wanita sebagai ibu rumah tangga. Untuk lebih jelasnya data kependudukan Kelurahan Galang Baru menurut usia dapat dilihat pada Tabel 3.3. di bawah ini.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-5
Tabel 3.3. Jumlah penduduk Kelurahan Galang Baru menurut usia No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Usia (Tahun)
Jumlah (Jiwa)
0-5 6-16 17-25 26-55 > 56 Jumlah
Persentase (%)
244 675 565 1.136 97 2.717
8,98 24,84 20,80 41,81 3,57 100,00
Sumber: Kantor Lurah Galang Baru, 2010
Pola pemukiman berada di kawasan bibir pantai, dengan rumah panggung yang berada di atas badan air. Kebiasaan masyarakat untuk membangun rumah di atas air ini sudah menjadi tradisi. Konon pola pemukiman ini disukai masyarakat di daerah ini karena memudahkan mengawasi perahu motor yang dimiliki, menghindari perahu motornya kandas pada saat air laut surut sehingga tidak menghambat aktivitas masyarakat ke laut. Pola pemukiman di atas air ini juga berdampak buruk terhadap lingkungan pantai, seperti sampah dan limbah rumah tangga dibuang langsung ke laut. Keadaan ini menyebabkan banyaknya tumpukan sampah di kolong rumah penduduk. 3.1.4. Struktur Ekonomi dan Kultur Sosial Masyarakat Jika dilihat dari persentase jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian sebagaimana tersebut di atas, sebagian besar penduduk Kelurahan Galang Baru merupakan nelayan (67,10%). Dengan demikian ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan sangat besar. Keberadaan mata pencaharian lain pada prinsipnya mendukung kegiatan perikanan khususnya perikanan tangkap. Melihat kondisi yang seperti ini dapat dikatakan bahwa basis perekonomian Kelurahan Galang Baru adalah perikanan tangkap. Secara ekonomi, kehidupan masyarakat yang berdiam di pesisir Kelurahan Galang Baru khususnya lagi di Pulau Nguan dan Pulau Sembur bila diukur dengan derajat kesejahteraan secara umum masih rendah. Sebagian besar masyarakat berpencaharian sebagai nelayan tersebut sangat tergantung pada tauke (penampung dan pemodal). Peran tauke dalam kehidupan ekonomi masyarakat di kawasan ini sangat tinggi, Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-6
dimana
tauke
merupakan
pemasok
utama
segala
keperluan
yang
dibutuhkan, mulai dari pengadaan sarana tangkap, perobatan, pendidikan anak sampai pada penyediaan uang tunai untuk keperluan sehari-hari pada musim paceklik. Namun kemudian harga-harga akan ditentukan secara sepihak oleh tauke. Secara kultural, komunitas yang ada di kawasan ini merupakan komunitas masyarakat melayu yang berasal dari kerajaan Daik Lingga. Bahasa yang mereka pergunakan adalah Bahasa Melayu, hanya sebagian kecil penduduk masih terdengar logat daerah asal mereka. Namun kehidupan sosial masyarakat di kawasan ini sudah tidak lagi memiliki kultur yang khas. Seperti diketahui kawasan ini sangat dekat dengan Negara Singapura dan kontak secara langsung maupun tak langsung dengan luar sudah berlangsung cukup lama. Hilangnya kekhasan kultur ini, boleh dikatakan (patut diduga) sangat dipengaruhi oleh derasnya arus globalisasi (pengaruh asing) yang datang dari Negara Singapura tersebut. Gaya dan pola hidup konsumtif menjadi ciri yang tampak sekarang ini. Tingginya ketergantungan ekonomi masyarakat terhadap tauke yang umumnya berasal dari etnis Tionghoa diduga telah melunturkan budaya dan kultur asli mereka dalam kehidupan sehari-hari. Kultur dan budaya melayu tersebut tidak lagi membumi dalam kehidupan sehari-hari dan sudah mulai terkikis, namun begitu dalam diri setiap individunya kemelayuan tersebut muncul dan kuat ketika dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berbau sukuisme. Pada
sisi
lain,
pandangan
dan
persepsi
masyarakat
terhadap
keberadaan sumberdaya alam tidak lagi mengikuti petuah dan petata-petiti budaya melayu seperti yang terkandung dalam petuah adat serta pantunpantun melayu. Kearifan dalam pemanfaatan dan menjaga sumberdaya alam hanya ditunjukkan oleh segelintir orang sehingga kearifan tersebut seolah telah hilang. Masyarakat telah terkontaminasi oleh pendatang untuk menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Seperti halnya, bom ikan diperkenalkan oleh pendatang dari Suku Buton. Pendatang dari Suku Buton disinyalir pertama kali menggunakan bom dalam aktivitas nelayan di kawasan perairan Kepulauan Riau. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-7
3.2. Kelurahan Karas 3.2.1. Kondisi Geografis Kelurahan Karas merupakan salah satu daerah yang terdapat di Kecamatan Galang Kota Batam yang berada pada posisi koordinat 000 45’ 12.5” Lintang Utara dan 1040 20’ 27.0” Bujur Timur. Secara administrasi batas wilayah Kelurahan Karas adalah: sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sembulang dan Desa Pangkil, sebelah Selatan dengan Kelurahan Galang Baru dan Laut Desa Pulau Medang Kec. Senayang, sebelah Barat dengan Kelurahan Sembulang dan sebelah Timur dengan Laut Bintan Kabupaten Kepulauan Riau. Kelurahan Karas berada pada ketinggian 0-3 meter dari permukaan laut dengan temperatur berkisar antara 25-31 0C. Kondisi topografi sebagian besar datar dan sedikit yang memiliki perbukitan serta memiliki pantai landai. Tekstur tanah terdiri dari tanah berpasir dan di beberapa tempat terdapat bebatuan. Pada bagian tengah pulau di kawasan perbukitan sebagian merupakan hutan sekunder dan perkebunan milik masyarakat. Di sekitar Pulau Karas banyak terdapat pulau-pulau kecil lainnya seperti Pulau Pangkil, Pulau Mubut Darat Mubut Laut dan lain-lain. Selain Pulau Karas, pulau yang berpenghuni adalah Pulau Mubut Laut. Komunitas yang paling banyak terdapat di Pulau Karas. Kawasan yang menjadi lokasi pemukiman penduduk di Pulau Karas terletak di bagian utara pulau dan ada yang di sebelah barat. Kondisi pemukiman terpusat sepanjang garis pantai. Di samping itu sebagian kecil perumahan penduduk mulai berpindah ke darat yaitu pada daerah yang tidak digenangi air pada saat air pasang. Secara umum wilayah ini dipengaruhi oleh empat musim, yaitu musim Utara, Selatan, Barat dan Timur. Musim Utara ditandai dengan kuatnya angin yang berhembus terus-menerus dan disertai dengan besarnya gelombang. Musim ini berlangsung setiap tahun mulai Bulan Desember sampai Februari. Sedangkan musim angin Selatan berlangsung dari Bulan September sampai November. Pada Bulan Juni sampai Agustus berhembus angin Barat dan mulai Bulan Maret sampai bulan Mei bertiup angin Timur. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-8
Untuk lebih jelasnya letak wilayah Kelurahan Karas serta kawasan pengelolaan sumberdaya terumbu karang (Pulau Karas dan Pulau Mubut Laut) disajikan dalam bentuk peta berikut ini (Gambar 3.3)
Gambar 3.3. Peta Wilayah Pulau Karas dan Pulau Mubut 3.2.2. Administrasi Pemerintahan Pusat pemerintahan Kelurahan Karas berada di Pulau Karas sendiri. Jarak antara Kelurahan Karas dengan ibu kota Kecamatan + 13 km dengan jarak tempuh + 1 jam, sedangkan untuk mencapai ibu kota Kabupaten/Kota Batam + 90 km dengan waktu + 2 Jam. Untuk mencapai Pulau Karas dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan darat dan laut. Rute perjalanan menuju Karas yaitu Batam–Sembulang dengan menggunakan angkutan
darat,
kemudian
dilanjutkan
dengan
angkutan
laut
dari
Sembulang-Karas. Angkutan yang bisa digunakan adalah pompong atau speed boat dengan mesin 40 PK.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-9
Dibandingkan dengan kelurahan lainnya, saat ini di Karas sudah terdapat infrastruktur dan fasilitas umum yang cukup memadai. Hal ini tidak terlepas
dari
dekatnya
rentang
kendali
pemerintahan
pada
tahun
sebelumnya. Sebelum bergabung dengan Kota Batam wilayah Karas termasuk kedalam administrasi Kabupaten Kepulauan Riau, dan memiliki akses yang dekat dengan Kota Tanjung Pinang. Sekarang pada kelurahan ini terdapat 3 dusun, 5 Rukun Warga (RW) dan 13 Rukun Tetangga (RT) yang terkonsentrasi di Pulau Karas. 3.2.3. Kependudukan Penduduk Kelurahan Karas pada Bulan Juni 2010 tercatat 2.694 jiwa yang tergabung dalam 694 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 1.437 jiwa laki-laki dan 1.257 jiwa perempuan yang keseluruhannya merupakan warga Negara Indonesia (Tabel 3.4). Penduduk Kelurahan Karas didominasi oleh etnis/suku melayu, sebagian kecil lainnya adalah etnis Tionghua, Buton, Minang dan Batak. Sebagian besar penduduk memeluk agama Islam yaitu sebanyak 2657 jiwa (98,63%) sedangkan yang lainnya memeluk agama Khatolik 1 jiwa (0,03%) dan Budha 36 jiwa (1,33%). Tabel 3.4. Jumlah penduduk Kelurahan Karas pada bulan Juni 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kampung/RW Kp. Darat Pulau Kp. Langkang Kp. Air Mas Kp. Padang Kp. Ketapang Kp. Batu Putih Kp. Ranga P. Mubut Total
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
KK
268 87 103 313 114 273 94 158 1437
238 84 79 279 100 262 77 165 1257
506 171 182 592 214 535 171 323 2694
119 44 43 165 50 142 42 89 694
Sumber: Kantor Lurah Karas, 2010
Sementara
itu
jika
dilihat
dari
mata
pencaharian
penduduk,
sebahagian besar penduduknya sebagai nelayan. Disamping itu jenis mata pencaharian lain sebagai sumber ekonomi rumah tangga adalah buruh, Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-10
pedagang, PNS, petani, pengrajin (pembuat pompong), tukang dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Matapencaharian penduduk Kelurahan Karas No 1 2 3 4 5 6 7 8
Matapencaharian Nelayan Petani Buruh Pedagang PNS Tukang Pengrajin/industri kecil Lain-lain Jumlah
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
533 12 80 75 17 10 11 82 820
65,00 1,46 9,75 9,17 2,07 1,22 1,34 10,00 100,00
Sumber : Kantor Lurah Karas, 2010
Dari angka penduduk berdasarkan matapencaharian tersebut di atas, penduduk yang bekerja hanya berjumlah 820 jiwa, sementara usia produktif (umur 17-55 tahun) berjumlah 1.562 jiwa (57,96%). Bila angka ini dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bekerja (produktif), maka lebih dari 50% penduduk usia produktif telah memiliki pekerjaan. Untuk lebih jelasnya data kependudukan Kelurahan Karas menurut usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3.6. Jumlah penduduk Kelurahan Karas menurut usia No. 1 2 3 4 5
Tingkat Usia (Tahun) 0-5 6-16 17-25 26-55 > 56 Total
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
316 612 523 1039 204 2694
11,73 22,72 19,41 38,55 7,57 100,00
Sumber : Kantor Lurah Karas, 2010
Di Pulau Karas dan Pulau Mubut pemukiman penduduk sudah mulai bergeser ke darat. Namun demikian pemukiman masih dominan berada di kawasan bibir pantai, dengan rumah panggung yang berada di atas badan Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-11
air. Kebiasaan masyarakat untuk membangun rumah di atas air ini sudah menjadi tradisi. Konon pola pemukiman ini disukai masyarakat di daerah ini karena memudahkan mengawasi perahu motor yang dimiliki, menghindari perahu motornya kandas pada saat air laut surut
sehingga tidak
menghambat aktivitas masyarakat ke laut. Pola pemukiman di atas air ini juga berdampak buruk terhadap lingkungan pantai, seperti sampah dan limbah rumah tangga dibuang langsung ke laut. Keadaan ini menyebabkan banyaknya tumpukan sampah di kolong-kolong rumah penduduk. 3.2.4. Struktur Ekonomi dan Kultur Sosial Masyarakat Ketergantungan masyarakat Kelurahan Karas terhadap sumberdaya perikanan sangat besar. Hal ini ditunjukkan oleh matapencaharian pokok yang dominan di kawasan ini adalah nelayan. Sumberdaya perikanan menjadi pilihan untuk menopang struktur ekonomi masyarakat telah berlangsung lama, karena memang potensi perikanan di kawasan ini awalnya sangat baik. Keberadaan matapencaharian lain pada prinsipnya mendukung kegiatan perikanan khususnya perikanan tangkap. Melihat kondisi yang seperti ini dapat dikatakan bahwa basis perekonomian Kelurahan Karas adalah perikanan tangkap. Secara ekonomi, kehidupan ekonomi masyarakat bila diukur dengan derajat kesejahteraan secara umum masih rendah. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan tersebut sangat tergantung pada tauke (pemodal dan pengumpul). Peran tauke dalam kehidupan ekonomi masyarakat di kawasan ini sangat tinggi, dimana tauke merupakan pemasok segala keperluan dan kebutuhan masyarakat. Pada satu sisi, peran tauke ini sangatlah membantu masyarakat, memberikan kemudahan-kemudahan dalam pelayanan pemberian modal (utang-piutang) bagi nelayan, dan menjadi penolong disaat beban ekonomi semakin berat. Namun di sisi lainnya, ketergantungan tersebut telah menciptakan kondisi yang mengantarkan masyarakat semakin tidak berdaya dan semakin miskin, seiring bertambahnya hutang-piutang yang tak pernah usai. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-12
Secara kultural, komunitas yang ada di kawasan ini merupakan komunitas masyarakat melayu yang berasal dari Kerajaan Melayu Daik Lingga. Budaya dan adat istiadat yang dijalankan oleh sebagian besar penduduk Kelurahan Karas adalah budaya dan adat istiadat Melayu. Hal ini diperkirakan berkaitan erat karena etnis yang dominan di kelurahan ini adalah etnis Melayu. Hanya sebagian kecil penduduk yang berasal dari etnis bukan Melayu, dan penduduk yang berasal dari etnis lain tersebut telah menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat setempat. Bahasa yang mereka pergunakan adalah bahasa Melayu, walaupun sebagian kecil penduduk masih terdengar logat daerah asal mereka. Persepsi keliru terhadap sumberdaya perikanan tidak akan bisa habis, sudah mulai disadari oleh masyarakat Karas. Dari penuturan masyarakat, dahulunya di kawasan karas memiliki potensi sumberdaya perikanan yang berlimpah, dan bahkan masyarakat Karas pernah mendapatkan satu ekor jenis ikan Kertang dengan berat 500 kg. Sekarang ini hasil tangkap masyarakat sudah turun jauh bila dibandingkan beberapa tahun ke belakang. Namun begitu masih banyak anggota masyarakat yang menggunakan alat tangkap yang dapat merusak.
3.3. Kelurahan Pulau Abang 3.3.1. Gambaran Umum Kelurahan Pulau Abang terletak di bagian selatan Kota Batam, mempunyai 42 buah pulau besar dan kecil, diantara pulau yang berpenghuni antara lain Pulau Abang Besar, Pulau Abang Kecil, Pasir Buluh, Pulau Petong, Segayang dan Dapur Enam. Secara administrasi batas wilayah Kelurahan Pulau Abang, sebelah utara dengan Kelurahan Si Jantung, sebelah selatan dengan Perairan Kec. Senayang, sebelah timur dengan Kelurahan Galang Baru dan Kecamatan Senayang dan sebelah barat dengan Perairan Kec. Moro Kabupaten Tanjung Balai Karimun (Gambar 3.4).
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-13
Gambar 3.4. Peta Kelurahan Pulau Abang Kota Batam Topografi
Kelurahan
Pulau
Abang
sebagian
besar
terdiri
dari
perbukitan, hanya bahagian pantai yang terdiri dari dataran. Tekstur tanah terdiri dari tanah berpasir dan di beberapa tempat terdapat batuan. Pada bagian tengah pulau di kawasan perbukitan sebagian merupakan hutan sekunder dan perkebunan durian, cempedak dan lain-lain milik masyarakat. Sedangkan pada kawasan pantai sebagian masih ditumbuhi oleh hutan mangrove yang tergolong baik dengan dominasi jenis Rhizophora. Bagian pantai lainnya telah dibuka baik sebagai kawasan pemukiman maupun pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan pelabuhan masyarakat. Kawasan yang menjadi lokasi pemukiman penduduk di Kelurahan Pulau Abang terletak di bagian tenggara dan barat Pulau Abang Kecil. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat pemukiman karena terlindung dan letaknya pada teluk. Kondisi pemukiman terpusat sepanjang garis pantai dan agak menjorok ke perairan sehingga waktu pasang di kolong rumah sebagian besar penduduk digenangi air dan pada waktu surut kondisinya kering. Di samping itu sebagian kecil perumahan penduduk mulai mengarah ke darat yaitu pada daerah yang tidak digenangi air pada waktu air pasang. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-14
Kelurahan Pulau Abang merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Galang yang letak wilayahnya terjauh dari ibu kota kecamatan.
Untuk
mencapai
Pulau
Abang
dapat
ditempuh
dengan
menggunakan sarana angkutan darat dan laut, untuk rute Batam ke Cakang atau Air Lingka dapat digunakan dengan jalan darat, dari Cakang menggunakan transportasi laut menuju Pulau Abang, angkutan umum darat tersedia
setiap
hari
namun
untuk
angkutan
laut
harus
menyewa
boat/pompong atau dengan ikut kapal ikan. Jarak antara Batam ke Cakang + 60,1 km dengan waktu tempuh 1 jam 30 menit seterusnya menggunakan laut dengan jarak 11,4 km dengan waktu tempuh + 1 jam perjalanan dengan menggunakan pompong. 3.3.2. Kependudukan Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Abang pada Bulan Juni
2010
tercatat sebanyak 1712 jiwa atau 411 kepala keluarga, terdiri dari 829 laki-laki dan 883 perempuan (Tabel
3.7). Penduduk tersebar di di
kelompok yaitu di P Abang, Air Saga dan P. Petong. Sebahagian besar penduduk Kelurahan Pulau Abang beragama Islam dan merupupakan Etnis Melayu yang dominan. Tabel 3.7. Jumlah penduduk di Kelurahan Pulau Abang pada bulan Juni 2010 No 1 2 3
Kampung/RW P. Abang Air Saga P. Petong Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
KK
425 221 183 829
449 230 204 883
874 451 387 1712
211 102 98 411
Sumber: Kantor Lurah Pulau Abang, 2010
Sebagian besar matapencaharian masyarakat adalah usaha menangkap ikan, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat terhadap perairan laut sangat tinggi. Selain itu terdapat jenis mata pencaharian lain seperti petani, buruh, pengusaha, PNS dan TNI/POLRI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-15
Tabel 3.8. Jenis matapencaharian dan persentase di Kelurahan Pulau Abang No 1 2 3 4 5 6
Pekerjaan Nelayan Petani Buruh Pengusaha Pegawai negeri TNI/Polri Jumlah
Jumlah
Persentase
564 32 25 14 10 5 650
86,77 4,92 3,85 2,15 1,54 0,77 100,00
Sumber: Kantor Lurah Pulau Abang, 2010
Dari angka penduduk berdasarkan matapencaharian tersebut di atas, penduduk yang bekerja hanya berjumlah 650 jiwa, sementara usia produktif (umur 17-55 tahun) berjumlah 1055 jiwa (61,63%). Bila angka ini dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang bekerja (produktif), maka
lebih dari 50% penduduk usia produktif telah memiliki pekerjaan. Untuk lebih jelasnya data kependudukan Kelurahan Karas menurut usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3.9. Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Abang menurut usia No 1 2 3 4 5
Tingkat Usia (Tahun) 0-5 6-16 17-25 26-55 > 56 Total
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
185 256 480 575 216 1712
10,81 14,95 28,04 33,59 12,62 100,00
Sumber : Kantor Pulau Abang, 2010
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
3-16
Bab
4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kegiatan Perikanan 4.1.1. Kelurahan Galang Baru
a. Pola Pemanfaatan Pola-pola pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan Kelurahan Galang Baru ditunjukkan dengan kebiasaan masyarakat dengan menggunakan bermacam jenis alat tangkap. Penggunaan alat tangkap tertentu hanya digunakan pada musim tertentu dan untuk jenis ikan atau target tangkap tertentu pula. Seperti misalnya pancing Palas hanya digunakan pada musim Barat antara bulan September – Nopember setiap tahunnya dan hanya untuk menangkap jenis ikan delah (Caesio cuning), Jaring Kara hanya digunakan pada musim Utara dan Selatan dan target tangkap adalah Udang Kara (Lobster), dan sebagainya. Pola pemanfaatan ini secara umum sama di setiap kampung yang ada di kawasan Kecamatan Galang khususnya pada 7 (tujuh) lokasi Program Coremap II, Kota Batam. Cara dan pola penangkapan seperti ini terbentuk dan terpola karena kondisi alam dan teknologi yang dimiliki masyarakat. Kondisi iklim secara langsung telah membentuk kebiasaan masyarakat dalam menggunakan alat tangkap yang berbeda-beda pada setiap musimnya. Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterapkan seperti ini sesuai dengan pola-pola pemanfaatan secara berkelanjutan dan setidaknya secara tidak langsung telah bersifat konservasi. Dengan adanya pertukaran penggunaan alat tangkap dan sasaran tangkap pada setiap musim, akan dapat memberikan kesempatan kepada ikan-ikan untuk berkembang biak dan adanya masa pemulihan terhadap siklus ekosistem di lokasi tangkap tersebut (fishing ground). Beberapa jenis alat tangkap dan jenis ikan hasil tangkapan berdasarkan jenis alat dapat dilihat pada Tabel 4.1. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-1
Tabel 4.1. Jenis alat tangkap dan jenis ikan tangkapan No.
Jenis Ikan Tangkapan
Alat Tangkap
Target
Ikutan
1.
Jaring Tamban
Ikan Tamban
-
2.
Jaring Selar
Ikan Selar
-
3.
Jaring Dingkis
Ikan Dingkis
Ikan lainnya
4.
Bento Korea
Kepiting dan Rajungan
-
5.
Bento Tailand
Kepiting dan Rajungan
-
6.
Rawai
Tenggiri
Pari, parang
7.
Pancing Karang
Ikan merah, Ungar
Bara kuda, Pari, Tembang, ikan –ikan karang
8.
Pancing Palas
Ikan Delah
-
9.
Bubu
Sunu, kakap
Ikan karang Lainnya
10.
Kelong Dingkis**
Dingkis
-
11.
Kelong Bilis
Ikan Teri
Ikan pelagis
12.
Kelong Pantai
Tanpa target
-
13.
Nyomek
Cumi
-
Sumber: RPTK Kelurahan Galang Baru dan Data Lapangan, 2010
b. Armada Penangkapan Armada penangkapan yang digunakan oleh masyarakat umumnya adalah perahu motor yang dalam bahasa masyarakat melayu lazim disebut Pompong. Pompong
ini umumnya berkekuatan mesin 6-12 PK dengan
bobot 0,5-1 GT, namun ada juga masyarakat yang masih menggunakan sampan dan perahu layar. Bagi masyarakat yang mampu biasanya memiliki armada yang lebih besar diatas 24 PK dengan bobot 4-8 GT dan biasanya menjadi tauke. Bagi masyarakat yang tidak memiliki armada biasanya mereka menumpang dengan yang lainnya. Masyarakat yang memiliki pompong aktivitas mencari ikan biasanya ke kawasan yang lebih jauh dari pantai, sementara perahu tanpa motor (sampan) di sekitar pantai. Kedua sarana tersebut juga digunakan sebagai alat transportasi lokal bagi keluarga mereka. c. Alat dan Musim Tangkap Jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan bervariasi sesuai dengan kebiasaan, kesukaan, keterampilan yang dimiliki, kemampuan modal serta musim dan jenis ikan yang menjadi sasaran tangkap. Dalam satu keluarga nelayan bisa memiliki lebih dari satu jenis alat tangkap. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-2
Bahkan ada jenis alat tangkap yang dimiliki oleh seluruh nelayan. Pancing merupakan alat tangkap yang dominan dimiliki oleh masyarakat, karena untuk memiliki pancing tidak memerlukan modal yang besar. Sasaran tangkap (ikan target) ditentukan oleh alat tangkap yang digunakan, sedangkan alat tangkap yang digunakan disesuaikan dengan musim yang ada. Sangat jarang adanya alat tangkap yang digunakan sepanjang tahun atau digunakan pada empat musim. Pada
Musim
Selatan
kondisi
angin
kencang
dan
laut
terus
bergelombang walaupun tidak sekuat pada musim utara. Sehingga dengan kondisi ini nelayan mulai kesulitan mencari nafkah karena gelombang kuat. Pada musim ini alat tangkap yang umum digunakan adalah jaring karang, jaring tamban dan jaring dingkis yang dioperasikan di sekitar pulau serta alat stastis lainnya seperti kelong pantai. Musim ini sering dikatakan musim paceklik oleh nelayan setempat karena sulitnya menangkap ikan. Namun sebenarnya pada musim ini hasil tangkapan cukup bagus seperti jenis ikan Delah yang biasa ditangkap pada malam hari. Musim barat merupakan musim yang cukup tenang, namun pada waktu tertentu hujan badai bisa datang tiba-tiba dan kemudian setelah itu laut akan tenang kembali. Pada musim ini nelayan kembali memancing di sekitar karang, memasang bubu, menyomek pada malam hari atau memancing ikan delah pada siang hari. Pada musim utara merupakan musim dengan angin bertiup kencang, hujan serta gelombang yang besar. Pada kawasan yang terbuka biasanya nelayan tidak dapat mencari ikan jauh ke tengah laut, mereka hanya mencari di sekitar selat dan laut yang terlindung. Nelayan pada musim ini menangkap ikan di pantai terutama menggunakan kelong pantai dan jaring dingkis. Bagi yang mempunyai rumpon, mereka bisa memanfaatkan rumpon untuk memancing. Jika situasi memungkinkan dan adanya kesanggupan ke tengah laut, mereka dapat menangkap udang kara menggunakan jaring. Sebagian besar masyarakat hanya berada di rumah, karena tidak memiliki sarana dan pelatihan yang dapat diandalkan di musim ini.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-3
Musim timur merupakan musim teduh dan kondisi angin tenang dan laut tidak bergelombang. Pada musim ini nelayan menggunakan pancing untuk menangkap ikan karang dan bubu. Pada malam hari mereka bisa menangkap cumi dan sotong batu dengan cara menyomek dan menyandit. Pada musim ini hasil tangkapan melimpah. Aktivitas penangkapan ikan oleh masyarakat sangat tergantung kepada musim angin yang ada. Setiap musim mempunyai karakteristik tersendiri yang menentukan cara dan alat yang digunakan serta ikan yang menjadi target tangkapan. Dari empat musim yang ada, musim selatan dan utara merupakan musim sulit bagi masyarakat melaut karena situasi alam yang tidak menguntungkan. Hanya bagi masyarakat yang memiliki armada yang cukup besar yang dapat ke laut. Berikut ini adalah pola penangkapan dalam penggunaan alat tangkap pada masing-masing musim. Tabel 4.2. Jenis alat tangkap berdasarkan musim di Pulau Sembur dan Pulau Nguan Musim/Bulan No
Alat Tangkap
Utara
Timur
Selatan
Barat
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1.
Jaring Tamban
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2.
Jaring Selar
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
√
√
3.
Jaring Dingkis
√
√
√
-
-
-
√
√
√
-
-
-
4.
Bento
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
5.
Rawai
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
6.
Pancing Karang
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
7.
Pancing Palas
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
√
√
8.
Bubu
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
9.
Kelong Dingkis
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.
Kelong Bilis
-
-
-
-
-
-
√
√
√
√
√
√
11.
Kelong Pantai
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.
Nyomek
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
Sumber: RPTK Kelurahan Galang Baru dan Data Lapangan, 2010
d. Daerah Penangkapan Daerah di kawasan penangkapan masyarakat sangat ditentukan oleh ukuran perahu/pompong dan alat tangkap ikan yang dimiliki. Umumnya masyarakat di Pulau Nguan dan Pulau Sembur mengoperasikan alat Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-4
tangkapnya tidak jauh dari pantai. Pengoperasian alat tangkap ini tidak hanya di sekitar kampung mereka, tetapi juga di pulau-pulau sekitarnya. Adapun daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan Pulau Nguan meliputi perairan Nguan, perairan Dempu (masyarakat biasa menyebut perairan Dempu sebagai laut Dempu), perairan Sembur, perairan Pulau Abang Besar, perairan Pulau Petong, perairan Air Saga, perairan Air Taung, perairan Pulau Hantu dan perairan Pulau Akau. Sedangkan masyarakat di Pulau Sembur daerah penangkapannya meliputi perairan Sembur, perairan Tj. Zulham, perairan Pulau Abang Besar, perairan Katang, perairan Pengapit, perairan Tegar dan perairan Dempu. e. Hasil Tangkapan dan Pemasaran Hasil tangkapan nelayan umumnya adalah ikan-ikan karang dan ikan pelagis di antaranya, cumi dan ikan dingkis, ikan ekor kuning, tenggiri, sagai, ikan bulat, udang, kepiting/rajungan dan lain sebagainya. Hasil tangkapan ini biasanya dijual dalam bentuk segar kepada pengusaha lokal (pengumpul dan tauke). Tidak ada nelayan yang menjual langsung ke pasar. Ikan ditampung oleh pengusaha lokal kemudian diekspor atau dijual ke pengumpul lebih besar (tauke besar). Selanjutnya oleh tauke besar ikan ini ada yang diekspor dan sebagian ikan dijual ke pasar lokal Batam dan Tanjung Pinang. Harga ikan berfluktuasi dan ditentukan oleh tauke sesuai permintaan serta stok yang ada di pasaran. Harga ikan ini juga dipengaruhi oleh naik turunnya nilai dolar terhadap rupiah. Cara pembayaran oleh tauke kepada nelayan umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu dibayar tunai dengan mengangsur atau tidak mengangsur hutang dan dibayar beberapa hari sekali dengan mengangsur atau tidak mengangsur hutang. Hal ini tidak terlepas dari adanya keterikatan antara nelayan dan tauke yang telah berjalan cukup lama. Di samping itu, tauke dapat memberikan jaminan pasar, bantuan modal usaha, fasilitas pendukung (cool box, es dll), termasuk kebutuhan seharihari nelayan, menyebabkan keterikatan dan ketergantungan ini menjadi semakin kuat. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-5
f. Kegiatan Budidaya Perikanan Kegiatan budidaya perikanan di Pulau Nguan dan Pulau Sembur telah dilakukan sejak lama, terutama oleh pengusaha pengumpul/tauke atau masyarakat yang mempunyai modal. Budidaya dilakukan oleh masyarakat menggunakan cara sederhana. Tempat budidaya berupa kurungan tancap yang terbuat dari kayu dan jaring yang dikenal dengan nama keramba tancap. Ikan yang dipelihara berupa kerapu sunu, kerapu lumpur dan kerapu macan. Sedangkan usaha budidaya yang dilakukan oleh pengusaha/tauke menggunaan keramba jaring apung (KJA). Khusus di Pulau Sembur usaha budidaya ikan dalam keramba saat ini sudah mulai berkembang, hal ini ditandai dengan tidak kurang dari 20 orang warga masyarakat telah mengusahakan budidaya ikan dalam keramba tancap. Disamping itu terdapat pula usaha budidaya ikan yang dilakukan oleh kelompok
Program
Coremap.
Meningkatnya
jumlah
masyarakat
yang
mengusahakan budidaya ikan dalam keramba tancap disini diantaranya disebabkan telah adanya WNI Keturunan Thionghua yang telah melakukan pendederan ikan kerapu macan sampai ukuran 4 inci yang dijual dengan harga Rp. 15.000/ekor. g. Pasca Panen Kegiatan pasca panen yang juga dilakukan nelayan di lokasi berupa pendinginan dan pengeringan. Kegiatan pendinginan dilakukan oleh nelayan dengan cara memasukkan ikan hasil tangkapan ke dalam cool box yang telah diberi es terlebih dahulu. Dengan demikian ikan hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar sampai dijual kepada tauke. Sedangkan kegiatan pengeringan dilakukan dilakukan terhadap ikan hasil tangkapan yang kurang ekonomis atau telah mengalami kemunduran mutu, dan biasanya ikan hasil pengeringan untuk konsumsi sendiri.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-6
4.1.2. Kelurahan Karas a. Pola Pemanfaatan Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan Kelurahan Karas pada prinsipnya sama dengan
pola pemanfaatan sumberdaya perikanan di
Kelurahan Galang Baru. Namun ada sedikit perbedaan tentang jenis alat tangkap yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 4.3 Tabel 4.3. Jenis alat tangkap dan jenis ikan tangkapan No.
Jenis Ikan Tangkapan
Alat Tangkap
Target
Ikutan
1
Pukat Bilis
Bilis
Cucut, Belanak dan ikan pelagis lainnya
2
Jaring Tamban
Ikan Tamban
-
3
Jaring Kara
Lobster
Udang Karang Lainnya
4
Bento
Kepiting dan Rajungan
-
5
Rawai
Tenggiri, ikan karang
-
6
Pancing
Tenggiri, ikan karang
7
Jaring Kemejan
Ikan karang
Ikan karang
8
Bubu
Sunu, kakap
Ikan karang Lainnya
9
Kelong Dingkis
Dingkis
-
10
Kelong Bilis
Ikan Teri
Ikan Pelagis, Cumi
11
Comek/Nyomek
Cumi
-
Sumber: RPTK Kelurahan Karas dan Data Lapangan, 2010
b. Armada Penangkapan Armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan yang ada di Kelurahan Karas secara umum sama dengan yang digunakan nelayan di Kelurahan Galang Baru, baik dilihat jenisnya maupun kekuatan mesin yang digunakan. c. Alat dan Musim Tangkap Sama dengan masyarakat kawasan lainnya, jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan bervariasi sesuai dengan kebiasaan, kesukaan, keterampilan yang dimiliki, kemampuan modal serta musim dan jenis ikan yang menjadi sasaran tangkap. Oleh karena ada sedikit perbedaan alat tangkap yang digunakan dengan Kelurahan Galang Baru, masing-masing alat tangkap yang dioperasikan setiap musim dapat dilihat pada Tabel 4.4. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-7
Tabel 4.4. Jenis alat tangkap berdasarkan musim Musim/Bulan No
Alat Tangkap
Utara 12
1
Timur
Selatan
Barat
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1.
Pukat Bilis
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2.
Jaring Tamban
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3.
Jaring Kara
√
√
√
-
-
-
√
√
√
-
-
-
4.
Jaring Kemejan
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5.
Bento
-
-
6.
Rawai
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
7.
Bubu
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
8.
Kelong Dingkis
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9.
Kelong Bilis
-
-
-
-
-
√
√
√
√
√
√
-
10.
Nyomek
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
11.
Pancing
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
Sumber: RPTK Kelurahan Karas dan Data Lapangan, 2010
d. Daerah Penangkapan Daerah dan kawasan penangkapan masyarakat Karas ditentukan oleh ukuran perahu/pompong dan alat tangkap ikan yang dimiliki nelayan. Umumnya para nelayan mengoperasikan alat tangkapnya di perairan pantai karena sebagian besar nelayan tidak memiliki armada yang besar, serta untuk menghindari tingginya biaya operasional. Bagi yang memiliki armada dan peralatan yang beragam pengoperasian alat tangkap ini tidak hanya di desa mereka, tetapi juga di pulau-pulau sekitarnya. Adapun daerah penangkapan ikan (fishing ground) mereka meliputi Pulau Sembur, Pulau Dempu dan kadang-kadang sampai ke Pulau Katang Lingga yang terdapat di Desa Pulau Medang Kecamatan Senayang. e. Hasil Tangkapan dan Pemasaran Hasil tangkapan nelayan umumnya adalah ikan-ikan karang, hiu, cumi,
ikan dingkis, ikan ekor kuning, tenggiri, selar, sagai, ikan bulat,
udang, kepiting/ranjungan, tamban dan lain sebagainya. Pola pembagian hasil dan penjualan umumnya sama dengan daerah lainnya. Hasil tangkapan ini biasanya dijual dalam bentuk segar kepada pengusaha lokal (pengumpul dan tauke). Tidak ada nelayan yang menjual langsung ke pasar. Ikan
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-8
ditampung oleh pengusaha lokal kemudian diekspor atau dijual ke pengumpul lebih besar (tauke besar). Selanjutnya oleh tauke besar ikan ini ada yang di ekspor dan sebagian ikan dijual ke pasar lokal Batam dan Tanjung Pinang. Harga ikan berfluktuasi dan ditentukan oleh tauke sesuai permintaan serta stok yang ada di pasaran. Harga ikan ini juga ditentukan berdasarkan kurs dolar Singapura. f. Kegiatan Budidaya Perikanan Masyarakat Karas sudah ada yang melakukan kegiatan budidaya perikanan. Kegiatan budidaya ini dilakukan terutama oleh masyarakat yang mempunyai modal. Budidaya dilakukan menggunakan cara sederhana. Tempat budidaya berupa kurungan tancap yang terbuat dari kayu dan jaring yang dinamakan keramba tancap. Ikan yang dipelihara berupa kerapu sunu, kerapu lumpur dan kerapu macan. Namun jumlah masyarakat yang melakukan usaha budidaya masih sangat sedikit, yaitu hanya 3 orang diluar kelompok Coremap. g. Pasca Panen Kegiatan pasca panen yang juga dilakukan nelayan di lokasi berupa pendinginan dan pengeringan. Kegiatan pendinginan dilakukan oleh nelayan dengan cara memasukkan ikan hasil tangkapan ke dalam cool box yang telah diberi es terlebih dahulu. Dengan demikian ikan hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar sampai dijual kepada tauke. Sedangkan kegiatan pengeringan dilakukan dilakukan terhadap ikan hasil tangkapan yang kurang ekonomis seperti ikan tamban. Kegiatan pengeringan tamban banyak dilakukan oleh masyarakat karena hampir seluruh rumah tangga yang ada di Pulau Karas memiliki jaring tamban. Produk pengeringan ikan tamban berupa ikan tamban kering yang sudah dibelah. Ikan ini dipasarkan di Tanjungpinang dengan harga Rp. 40.000/kg. Untuk menjadikan ikan tamban kering dibutuhkan lebih kurang 7 kg ikan tamban basah. Pada saat musim harga ikan tamban hanya Rp. 2.000/kg. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-9
4.1.3. Kelurahan Pulau Abang a. Pola Pemanfaatan Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan Kelurahan Pulau Abang sama saja dengan pola pemanfaatan sumberdaya perikanan di 2 kelurahan sebelumnya yang telah dibahas. Penggunaan berbagai jenis alat tangkap sangat dipengaruhi oleh musim sehingga sumberdaya perikanan yang tertangkap setiap musim tidaklah sama. Namun jika dilihat jenis alat tangkap yang dipergunakan tidaklah terlalu banyak perbedaan seperti diperlihatkan pada Tabel Tabel 4.5. Tabel 4.5. Jenis alat tangkap dan jenis ikan tangkapan No. 1.
Jenis Ikan Tangkapan
Alat Tangkap Bubu
Target Sunu,Kakap
Ikutan Ikan karang lain
2.
Jaring Udang Kara
Lobster
Udang Karang Lainnya
3.
Jaring Dingkis
Ikan Dingkis
Ikan lain
4.
Jaring Karang
Ikan karang
-
5
Rawai
Ikan Tenggiri
6.
Pancing di Karang
Ikan karang
7.
Pancing di Rompong
Tenggiri, Selar
8.
Pancing Delah
Ikan Ekor Kuning
-
9.
Nyomek
Cumi
-
10
Kelong Pantai
Ikan dingkis
Ikan lain
11.
Bento
Rajungan
-
Ikan pelagis lain Ikan pelagis lain
Sumber: RPTK Kelurahan Pulau Abang dan Data Lapangan, 2010
b. Armada Penangkapan Jenis armada penangkapan yang umum digunakan sama saja dengan 2 kelurahan sebelumnya. Pompong yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap mempunyai kapasitas 0,5 – 1 ton. Sebagian kecil nelayan menggunakan kapal motor berukuran lebih besar dan speed boat kayu. c. Musim Penangkapan Musim penangkapan ikan masyarakat sangat tergantung kepada musim angin. Terdapat empat musim utama yaitu musim Utara, Timur, Selatan dan Barat. Setiap musim mempunyai karakteristik tersendiri yang menentukan jenis alat yang digunakan untuk menangkap ikan (Tabel 4.6) Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-10
Tabel 4.6. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim Musim/Bulan No
Alat Tangkap
Utara 12
1
Timur
Selatan
2
3
4
5
6
7
Barat 8
9
10
11
1.
Bubu
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2.
Jaring Udang Kara
√
√
√
-
-
-
√
√
√
-
-
-
3.
Jaring Dingkis
√
√
√
-
-
-
√
√
√
-
-
-
4.
Jaring Karang
-
-
-
-
-
-
√
√
√
-
-
-
5.
Rawai
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
6.
Pancing di Karang
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
7.
Pancing di Rompong
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
8.
Pancing Delah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
√
√
9.
Nyomek
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
√
√
10.
Kelong Pantai
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.
Bento
-
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sumber: RPTK Kelurahan Pulau Abang dan Data Lapangan, 2010
d. Hasil Tangkapan dan Pemasaran Hasil tangkapan nelayan Kelurahan Pulau Abang yang paling dominan adalah cumi dan ikan dingkis, baru diikuti oleh ikan ekor kuning, kerapu, kerapu sunu, dan ikan karang lainnya.
Ikan dijual dalam bentuk segar
kepada pengusaha lokal. Tidak ada nelayan yang menjual langsung ke pasar. Ikan ditampung oleh pengusaha lokal kemudian diekspor atau dijual ke pengumpul lebih besar. Harga ikan berfluktuasi sesuai dengan kurs dan sesuai dengan permintaan serta stok yang ada di pasaran. Pada umumnya ikan hasil produksi Kelurahan Pulau Abang diekspor ke Singapura. Sebagian ikan dijual ke pasar lokal Batam. Ikan-ikan yang ditangkap oleh nelayan Kelurahan Pulau Abang merupakan ikan yang ekonomis. Saat ini ikan yang termahal adalah ikan kerapu sunu, udang kara dan ikan dingkis (pada hari Imlek). Komoditas ini merupakan komoditas ekspor yang potensial untuk terus dikembangkan. e. Daerah Penangkapan Sesuai dengan ukuran perahu/pompong dan alat tangkap ikan yang dimiliki,
nelayan
di
lokasi
studi
ini
maka
umumnya
para
nelayan
mengoperasikannya di perairan pantai. Pengoperasian alat tangkap ini tidak Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-11
hanya di desa mereka, tetapi juga di pulau-pulau sekitarnya. Adapun daerah penangkapan ikan (fishing ground) mereka meliputi Pulau Dedap, Pulau Pengelap, Pulau Sepintu, Pulau Sawang, Pulau Cik Dolah, Malang Laut, Malang Orang, dan Terumbu Sebanga. f. Kegiatan Budidaya Perikanan Kegiatan budidaya perikanan di Pulau Abang telah ada beberapa unit keramba jaring apung yang dikelola oleh pengusaha perikanan di Pulau Abang. Sedangkan untuk masyarakat umum masih terbatas pada pemeliharaan ikan dalam jaring tancap, itupun jumlahnya sangat sedikit. Ikan yang dipelihara berupa kerapu sunu, kerapu lumpur dan kerapu macan. Usaha keramba tancap ini telah berjalan cukup lama namun perkembangnya sangat lambat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah: 1) keterbatasan keterampilan, 2) sulitnya mendapat benih dan pakan dan 3) masih rendahnya motivasi 4) kurangnya modal untuk usaha. g. Pasca Panen Kegiatan pasca panen yang juga dilakukan nelayan di lokasi berupa pendinginan dan pengeringan. Kegiatan pendinginan dilakukan oleh nelayan dengan cara memasukkan ikan hasil tangkapan ke dalam cool box yang telah diberi es terlebih dahulu. Dengan demikian ikan hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar sampai dijual kepada tauke. Sedangkan kegiatan pengeringan dilakukan dilakukan terhadap ikan hasil tangkapan yang kurang ekonomis terutama untuk konsumsi sendiri.
4.2. Komoditi Hasil Perikanan dan Produksi Sebagai mana telah dijelaskan di atas bahwa komoditi perikanan yang dihasil disetiap lokasi Coremap II Kota Batam sangat dipengaruhi musim, karena setiap pergantian musim berakibat terjadi pula penggantian jenis alat tangkap. Setiap jenis alat tangkap mempunyai sasaran tangkap terhadap komoditi tertentu pula. Secara spesifik jenis komoditi yang cukup dominan dan kapasitas produksinya akan dijelaskan sebagai berikut. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-12
4.2.1. Pulau Nguan Pulau Nguan yang merupakan salah satu site Coremap yang termasuk wilayah Kelurahan Galang Baru dengan hasil tangkapan yang dominan adalah ikan karang (kerapu sunu, kakap dsb), ikan delah, tenggiri, dingkis, cumi, rajungan dan udang karang (Lobster). Di dalam menangkap ikan, nelayan tidak terfokus pada satu jenis komoditi saja, namun tergantung dari musim seperti telah dijelaskan diatas. Bukan berarti jika nelayan yang sudah menangkap ikan karang tidak menangkap jenis ikan lain. Kegiatan menangkap ikan dilakukan nelayan biasanya dalam satu bulan hanya kurang lebih 20 hari. Hari lain digunakan untuk istirahat, memperbaiki alat tangkap dan kegiatan sosial lainnya seperti ada acara nikah kawin, sholat jum’at dan kematian. Dengan demikian jika alat tangkap dapat dioperasikan pada 3 musim, maka hari operasi penangkapannya kurang lebih hanya 180 hari kerja. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jenis ikan hasil tangkapan yang terbanyak produksinya adalah ikan delah (ekor kuning), walaupun penangkapannya hanya satu musim yaitu musin angin barat. Walaupun penangkapan ikan delah hanya dilakukan pada musim angin barat saja, namun produksinya
cukup tinggi yaitu 8,160 ton. Hal ini diakibatkan dari jumlah
nelayan yang menangkap cukup banyak yaitu sebanyak 68 orang. Banyaknya orang menangkap ikan delah karena alat tangkapnya cukup murah yaitu pancing delah. Sedangkan produksi yang paling sedikit adalah udang kara (Lobster) yaitu hanya 1,040 ton. Rendahnya produksi ini diakibatkan oleh sedikitnya jumlah nelayan yang menangkap udang tersebut karena harga alat tangkapnya yang cukup mahal. Untuk lebih jelasnya jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-13
Tabel 4.7. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Pulau Nguan No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis komoditi Ikan kerapu sunu Ikan delah Tenggiri Dingkis Cumi Rajungan Udang Kara (Lobster)
Jumlah nelayan/ jiwa 39 68 38 20 43 30 9
Jumlah hari melaut/ tahun 180 60 180 60 120 180 120
Rata-rata hasil tangkapan per hari (kg)
Produksi kg/tahun
0,25 2 1 2 2 1 0,5
1.755 8.160 6.840 2.400 5.160 5.400 1.040
4.2.2. Sembur Dari
hasil perhitungan dapat diketahui bahwa produksi kepiting bakau
yaitu mencapai kurang lebih 24 ton/tahun. Tingginya produksi ini akibat kegiatan penangkapan kepiting bakau disini tidak dipengaruhi oleh musim, artinya kegiatan menangkap kepiting dengan menggunakan bento dapat dilakukan sepanjang tahun dan kondisi bakau disekitarnya masih cukup baik. Demikian juga dengan rajungan dimana produksinya termasuk urutan kedua setelah kepiting bakau. Produksi ikan budidaya juga cukup tinggi, yaitu mencapai 13,8 ton per tahun. Produksi ini diperoleh dari 23 orang pembudidaya yang masing-masing memiliki 2 unit keramba dengan ukuran 4 x 4, dimana produksi satu unit keramba sebesar kurang lebih 300 kg. Selain itu produksi ikan tamban cukup tinggi yaitu mencapai 16,5 ton. Ikan tamban ini hanya ditangkap oleh pemilik keramba sebagai pakan ikan budidaya. Secara rinci jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-14
Tabel 4.8. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Pulau Sembur No
Jenis komoditi
1 2 3 4 5 6 7
Ikan Kerapu Sunu Ikan delah Budidaya ikan Rajungan Kepiting Bakau Cumi Tamban/Pakan Ikan Keramba Dingkis
8
Jumlah nelayan/ jiwa
Jumlah hari melaut/ tahun
28 69 23 40 50 15 23
180 60 240 240 120 240
Rata-rata hasil tangkapan per hari (kg) 0,25 2 2 2 2 3
25
60
2
Produksi kg/tahun 1.260 8.280 13.800 19.200 24.000 3.600 16.560 3.000
4.2.3. Karas Produksi perikanan di Pulau Karas didominasi oleh ikan-ikan pelagis seperti tamban, tenggiri, hiu, pari, selar, selikur dan cumi. Karena harga ikan tamban pada saat musim rendah, maka oleh nelayan ikan ini dikeringkan untuk meningkatkan nilai jual. Penangkapan ikan-ikan ini dilakukan pada tiga musim angin, yaitu timur, selatan dan barat; kecuali tamban ditangkap sepanjang musim. Hampir sebahagian besar nelayan di Pulau Karas memiliki jaring tamban. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Pulau Karas
1
Ikan tamban
98
Jumlah hari melaut/ tahun 240
2
Ikan Kerapu Sunu Ikan hiu Pari
32
180
0,25
40 40
180 180
2 2
No
3 4
Jenis komoditi
Jumlah nelayan/ jiwa
Rata-rata hasil tangkapan per hari (kg) 5
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
Produksi kg/tahun 117.600 basah = 14.700 kering 1.440 14.400 14.400 4-15
No
Jenis komoditi
5 6 7 8 9 10
Tenggiri Selar Selikur Ranjungan Cumi Dingkis
Jumlah nelayan/ jiwa 40 40 40 15 62 20
Jumlah hari melaut/ tahun 180 180 180 180 120 60
Rata-rata hasil tangkapan per hari (kg)
Produksi kg/tahun
3 2 2 1 2 2
21.600 14.400 14.400 2.700 14.880 2.400
4.2.4. Mubut Produksi perikanan di Pulau Mubut didominasi oleh hasil tangkapan ikan teri. Dengan jumlah 10 buah pompong dengan jumlah tenaga kerja 10 orang masing-masing pompong dapat menghasilkan ikan teri basah sebanyak 306 ton/tahun dan dalam keadaan kering kurang lebih 37,5 ton/tahun, urutan berikutnya komoditi yang produksinya cukup tinggi yaitu rajungan 18,720 ton. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Pulau Mubut No
Jenis komoditi
1
Ikan teri
2 3 4
Rajungan Udang Ikan Kerapu Sunu Dingkis
5
Jumlah nelayan/ jiwa
Jumlah hari melaut/ tahun
10 Perahu (100 orang) 52 23 30
180
Hasil tangkapan per hari (kg) 170
180 60 180
2 2 0,25
306.000 basah = + 37.500 kering 1.350 4.140 2.700
12
60
5
3.600
Produksi kg/tahun
4.2.5. Pulau Abang Di Pulau Abang produksi perikanan didominasi oleh hasil tangkap cumicumi, dimana pertahunnya produksinya dapat mencapai 24,120 ton. Cumicumi ini ditangkap dengan tangguk, kegiatannya sering disebut dengan Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-16
nyomek. Cumi ini ditangkap pada dua musim yaitu barat dan timur, dan dijual dalam keadaan segar kepada tauke. Komoditi berikutnya yang tinggi produksinya adalah ikan dingkis yang puncak musimnya terjadi pada musim utara (bertepatan dengan hari raya imlek). Ikan ini ditangkap kebanyakan menggunakan kelong pantai. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Pulau Abang No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis komoditi Ikan Kerapu Sunu Ikan delah Tenggiri/Selar Udang kara (Lobster) Cumi Dingkis Rajungan
Jumlah nelayan/ji wa
Jumlah hari melaut/ tahun
43 26 46 13 67 62 31
180 60 180 120 120 120 180
Hasil tangkapan per hari (kg) 0,5 2 2 1 3 3 2
Produksi kg/tahun 3.870 3.120 16.560 1.560 24.120 22.320 11.160
4.2.6. Pulau Petong Pulau Petong
termasuk salah satu dusun yang ada di Kelurahan
Pulau Abang, dengan mata pencaharian yang dominan juga sebagai nelayan. Produksi perikanan disini yang cukup dominan adalah ikan tenggiri/selar. Jenis ikan ini biasanya ditangkap dengan menggunakan rawai atau pancing rumpon (memancing di rumpon). Setelah itu baru komoditi cumi-cumi, rajungan dan ikan karang. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-17
Tabel 4.12. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Pulau Petong No
Jenis komoditi
Jumlah nelayan/ jiwa
1 2 3 4 5 6 7
Ikan kerapu sunu Ikan delah Udang kara (Lobster) Tenggiri/Selar Dingkis Cumi Rajungan
37 22 19 42 24 42 20
Jumlah hari melaut/ tahun 180 60 120 180 120 120 180
Hasil tangkapan per hari (kg) 0,5 2 1 2 2 2 2
Produksi kg/tahun 3.330 2.640 2.280 15.120 5.760 10.080 7.200
4.2.7. Air Saga Produksi perikanan di Air Saga nampak mirip dengan Pulau Petong. Produksi perikanannya secara berurut adalah tenggiri/selar, cumi-cumi, rajungan dan ikan karang. Untuk lebih jelasnya jumlah nelayan, jumlah hari melaut, ratarata hasil tangkapan dan produksi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Jumlah nelayan, jumlah hari melaut, rata-rata hasil tangkapan/per hari dan produksi hasil tangkapan selama satu tahun di Air Saga No 1 2 3 4 5 6
Jenis komoditi Ikan Kerapu Sunu Udang kara (Lobster) Tenggiri/Selar Dingkis Cumi Rajungan
Jumlah nelayan/ jiwa
Jumlah hari melaut/ tahun
32 12 38 18 36 23
180 120 180 120 120 180
Hasil tangkapan per hari (kg) 0,25 1 2 2 2 2
Produksi kg/tahun 1.440 1.440 13.680 4.320 8.640 8.280
4.2.8. Harga Komoditi Perikanan Dari hasil wawancara dengan masyarakat nelayan, pembudidaya dan pengolah harga komoditi perikanan setiap jenisnya di seluruh lokasi studi hampir sama. Harga masing-masing komoditi dapat dilihat pada Tabel 4.14. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-18
Tabel 4.14. Harga komoditi perikanan di lokasi Coremap II Kota Batam No.
Jenis komoditi
1
Ikan Kerapu Sunu
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ikan Kerapu Macan budidaya Udang kara (Lobster) Tenggiri Selar Hiu Dingkis Cumi Kepiting bakau Rajungan Ikan delah (ekor kuning) Ikan teri Ikan tamban belah kering
Harga/kg (Rp)
Keterangan
90.000
Harga rata-rata ikan hidup dan mati Ikan hidup Segar Segar Segar Segar Segar Segar Segar Segar Segar Olahan Olahan
110.000 150.000 30.000 8.500 9.000 30.000 20.000 30.000 25.000 8.500 20.000-50.000 35.000
4.3. Jenis Komoditi Unggulan 4.3.1. Pulau Nguan Dari hasil perhitungan MPE dengan menggunakan kriteria seperti telah dijelaskan diatas maka komoditi unggulan yang ada di Pulau Nguan secara berurut adalah ikan kerapu sunu (354), udang kara (338), ikan tenggiri (176), rajungan (169), cumi-cumi (107), dingkis (100) dan ikan delah (50). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa komoditi ikan karang tetap menjadi komoditi unggulan prioritas pertama. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya; kontiyuitasnya, penerimaan pasar dan harga pasar tergolong tinggi. Tiga hal ini yang membedakan secara prinsip jika dibandingkan dengan komoditas lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.15. Tabel 4.15. Urutan komoditi unggulan perikanan di Pulau Nguan No
Jenis komoditi
1 2
Ikan kerapu sunu Ikan delah
KT 3 1
PP 4 2
Kriteria HP 2 1
TP 1 1
PT 2 3
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
NK
PN
354 50
1 7 4-19
3 4 5 6 7
Tenggiri Dingkis Cumi Rajungan Udang (Lobster) Bobot
Kara
3 2 2 3 2
3 3 3 3 4
1 1 1 1 4
1 1 1 1 1
2 1 2 1 1
4
4
3
3
3
176 100 107 169 338
3 6 5 4 2
Keterangan: KT = Kontinyuitas, PP = Penyerapan pasar, HP = Harga pasar, TP = Tingkat produksi, PT = Penyerapan tenaga kerja, NK = Nilai keputusan. Contoh NK Ikan karang = 34+44+43+13+ 23=410, PN = Peringkat
4.3.2. Sembur Setelah dilakukan penghitungan, komoditi unggulan di Pulau Sembur yang utama adalah budidaya ikan (ikan kerapu macan dan sunu) dengan nilai (548), kemudian ikan kerapu hasil tangkapan (347), kepiting bakau (373), Rajungan (354), Tamban (282), cumi-cumi (100) dan ikan delah (46). Budidaya menjadi prioritas pertama disebabkan oleh: 1). Kontiyuitasnya terjamin karena dapat dilakukan sepanjang tahun, 2). Penerimaan pasarnya tinggi, 3). Harganya memang
tidak setinggi ikan karang hasil tangkapan
(ikan sunu) dan 4). Tingkat produksinya tergolong sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Urutan komoditi unggulan perikanan di Pulau Sembur No
Jenis komoditi
1 2 3 4 5 6 7
Ikan kerapu sunu Ikan delah Budidaya ikan Rajungan Kepiting Bakau Cumi Tamban/Pakan Ikan Keramba Dingkis Bobot
8
KT 3 1 4 4 4 2 4
PP 4 2 4 3 3 3 2
2 4
3 4
Kriteria HP 2 1 3 1 1 1 1 1 3
TP 1 1 2 2 3 1 2
PT 1 3 1 2 2 1 1
1 3
1 3
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
NK
PN
347 46 548 354 373 100 282
2 7 1 4 3 6 5
100
6
4-20
4.3.3. Karas Hasil perhitungan MPE terhadap produk perikanan di Pulau Karas mencerminkan bahwa ikan tamban belah kering merupakan komoditi unggulan urutan teratas dengan nilai (641), kemudian diikuti oleh ikan karang kerapu sunu (354), tenggiri (198), rajungan (169) dan diikuti oleh ikan-ikan
lain
seperti ikan hiu, pari, selar dan selikur dengan nilai masing-masing (144). Kemudian baru diikuti oleh cumi-cumi (133) dan dingkis (85). Ditetapkan ikan tamban belah kering sebagai komoditi unggulan teratas dikarena memiliki beberapa kelebihan seperti: 1). Ikan tamban ada setiap musim walaupun jumlahnya tidak tetap, 2). Pemasarannya tidak sulit, 3). Tingkat produksinya sedang dan penyerapan tenaga kerjanya banyak. Penyerapan tenaga kerja ini tidak saja pada saat penangkapan yang
dilakukan oleh sebahagian besar nelayan di Pulau Karas memiliki,
namun pelibatan ibu-ibu rumah tangga juga dilakukan. Untuk lebih jelasnya peringkat komoditi unggulan yang ada di Pulau Karas dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Urutan komoditi unggulan perikanan di Pulau Karas No
Jenis komoditi
1
Ikan tamban belah kering Ikan kerapu sunu Ikan hiu Pari Tenggiri Selar Selikur Ranjungan Cumi Dingkis Bobot
2 3 4 5 6 7 8 9 10
KT 4
PP 4
3 3 3 3 3 3 3 2 1 4
4 2 2 3 2 2 3 3 3 4
Kriteria HP 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3
TP 2
PT 4
1 2 2 3 2 2 1 2 1 3
2 2 2 2 2 2 1 3 1 3
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
NK
PN
641
1
354 144 144 198 144 144 169 133 85
2 5 5 3 5 5 4 6 7
4-21
4.3.4. Mubut Komoditi perikanan yang dominan di Pulau Mubut tidaklah banyak, hanya kurang lebih lima jenis komoditi. Dari hasil perhitungan MPE komoditi unggulan prioritas utama adalah ikan teri dengan nilai (466), kemudian diikuti oleh ikan kerapu sunu (347), rajungan (179), udang dan dingkis masing-masing dengan nilai (100). Ikan teri menjadi komoditi unggulan utama disebabkan oleh beberapa hal: 1). Kontiyuitasnya tergolong sedang, 2). Penerimaan pasarnya tinggi, 3). Tingkat produksi tinggi dan 4). Melibatkan banyak tenaga kerja. Walaupun dari harga tergolong rendah, namun dari kriteria yang telah disebutkan diatas mempunyai nilai keputusan yang tinggi. Untuk lebih jelasnya peringkat komoditi unggulan yang ada di Pulau Mubut dapat dilihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18. Urutan komoditi unggulan perikanan di Pulau Mubut No
Jenis komoditi
1 2 3 4 5
Ikan teri Rajungan Udang Ikan kerapu sunu Dingkis Bobot
KT 3 3 2 3 2 4
PP 4 3 3 4 3 4
Kriteria HP 1 1 1 2 1 3
TP 4 2 1 1 1 3
PT 4 2 1 1 1 3
NK
PN
466 179 100 347 100
1 3 4 2 4
4.3.5. Pulau Abang Hasil analisa MPE menunjukan bahwa komoditi unggulan di Pulau Abang yang utama adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (172), cumi-cumi dan dingkis masing-masing dengan nilai (152) dan terakhir ikan delah (20). Ikan karang (kerapu sunu) menjadi komoditi unggulan utama di Pulau Abang penyebabnya sama dengan seperti apa yang telah dijelaskan di Pulau Nguan. Pulau Nguan dan Pulau Abang
merupakan
kesatuan
ekologis
karena
perairan
atau
daerah
penangkapannya satu hamparan. Guna mengetahui lebih jelasnya peringkat komoditi unggulan yang ada di Pulau Abang dapat dilihat pada Tabel 4.19.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-22
Tabel 4.19. Urutan komoditi unggulan perikanan di Pulau Abang No
Jenis komoditi
1 2 3 4
Ikan kerapu sunu Ikan delah Tenggiri Udang kara (Lobster) Cumi Dingkis Rajungan Bobot
5 6 7
KT 3 1 3 2
PP 4 2 3 4
2 2 3 4
3 3 3 4
Kriteria HP 2 1 1 4 1 1 1 3
TP 1 1 2 1
PT 2 1 2 1
3 3 2 3
3 3 1 3
NK
PN
354 20 179 338
1 6 3 2
152 152 172
5 5 4
4.3.6. Pulau Petong Komoditi unggulan di Pulau Petong persis sama dengan di Pulau Abang. Komoditi unggulan di Pulau Petong
yang utama adalah ikan kerapu sunu
dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (172), rajungan (165), cumi-cumi (114), dingkis (100) terakhir ikan delah (20). Ikan karang (kerapu sunu) menjadi komoditi unggulan utama di Pulau Petong penyebabnya sama dengan seperti apa yang telah dijelaskan di Pulau Abang dan Pulau Nguan. Pulau Nguan, Pulau Abang dan Petong merupakan kesatuan ekologis karena perairan atau daerah penangkapannya satu hamparan. Untuk lebih jelasnya peringkat komoditi unggulan yang ada di Pulau Petong dapat dilihat pada Tabel 4.20. Tabel 4.20. Urutan komoditi unggulan perikanan di Pulau Petong No
Jenis komoditi
1 2 3
Ikan kerapu sunu Ikan delah Udang kara (Lobster) Tenggiri Dingkis Cumi Rajungan Bobot
4 5 6 7
KT 3 1 2
PP 4 2 4
3 2 2 3 4
3 3 3 3 4
Kriteria HP 2 1 4 1 1 1 1 3
TP 1 1 1
PT 2 1 1
2 1 2 1 3
2 1 2 1 3
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
NK
PN
354 20 388
1 7 2
179 100 114 165
3 6 5 4
4-23
4.3.7. Air Saga Air Saga terletak satu pulau dengan Pulau Abang, dengan demikian daerah penangkapannya masih satu hamparan dengan nelayan Pulau Abang, Pulau Nguan dan Pulau Petong. Dengan demikian jenis komoditi unggulannya hampir sama. Jenis komoditi unggulannya adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (165), cumicumi (1007) dan dingkis dengan nilai (100). Lebih jelasnya peringkat komoditi unggulan yang ada di Air Saga dapat dilihat pada Tabel 4.21. Tabel 4.21. Urutan komoditi unggulan perikanan di Air Saga No
Jenis komoditi
1 2
Ikan kerapu sunu Udang kara (Lobster) Tenggiri Dingkis Cumi Rajungan Bobot
3 4 5 6
KT 3 2
PP 4 4
3 2 2 3 4
3 3 3 3 4
Kriteria HP 2 4 1 1 1 1 3
TP 1 1
PT 2 1
2 1 1 1 3
2 1 2 1 3
NK
PN
354 338
1 2
179 100 107 165
3 6 5 4
4.4. Permasalahan Pengembangan Sentra Perikanan 4.4.1. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Salah satu indikator penentu tentang kualitas sumberdaya manusia adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi rata-rata tingkat pendidikan masyarakat disuatu wilayah atau komunitas maka kualitas sumberdaya manusianya semakin baik. Semakin baik kualitas sumberdaya manusia akan berkorelasi positif terhadap tingkat kesejahteraannya. Dari hasil studi BPP-PSPL Unri (2009), tingkat pendidikan nelayan diseluruh lokasi Coremap II Kota Batam rata-rata hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Rendahnya tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola fikir, penguasaan teknologi dan prilaku sosial lainnya. Dengan tingkat pendidikan yang seperti itu berdampak terhadap akses teknologi menjadi lemah. Supriatna (1977) mengatakan bahwa pendidikan sebagai sarana transportasi budaya dalam Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-24
meningkatkan sumberdaya manusia sangat relevan dengan aspek
survival,
kemerdekaan, humanisasi, pemberdayaan dan rasionalisasi. Tujuan akhir dari proses transpormasi ialah terciptanya produktifitas, etos kerja, kemandirian dan jati diri yang unggul untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Misi yang diemban pendidikan sebagai transpormator perjuangan nilai budaya ialah membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, primordialisme dan tradisi-tradisi lokal yang sempit menuju prilaku global baik dari aspek afektif, kongnitif maupun psikomotorik. 4.4.2. Keterbatasan Sarana Produksi Usaha perikanan merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu untuk menghasilkan. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Nelayan, pengolah dan pembudidaya bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha perikanannya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha perikanannya, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan. Jika diperhatikan sarana produksi yang dipergunakan baik oleh nelayan, pengolah dan pembudidaya masih sangat terbatas, terutama jika dilihat dari aspek teknologinya. Sebagai contoh dari jenis alat tangkap yang digunakan masih tradisional, peralatan pengolahan yang masih sederhana, jumlah sarana prasarana budidaya yang dimiliki masih sangat terbatas. Kondisi yang seperti ini jelas akan mempengaruhi produksi baik secara kuantitas maupun kualitas. 4.4.3. Rusaknya Ekosistem Pantai Rusaknya ekosistem pantai seperti hutan mangrove dan terumbu karang akibat berbagai hal sangat mempengaruhi produksi perikanan pantai yang menjadi andalan utama bagi nelayan teradisional seperti di wilayah Program Coremap II Kota Batam. Rusaknya ekosisitem tersebut sangat berkaitan erat dengan penurunan produksi hasil tangkapan baik ikan-ikan pelagis maupun ikan karang yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-25
Wilayah Kota Batam memiliki terumbu karang seluas 3.565,2 ha, terdiri dari 1.179,5 ha di Rempang, Setokok 281,5 ha dan di Galang memiliki luas terumbu karang 1.313,5 ha (Dinas Kelautan Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam, 2009). Dari luasan tersebut 46% dalam keadaan rusak, 48% sedang dan 6% dalam keadaan baik. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena kita tahu bahwa sebahagian besar kehidupan nelayan tradisional yang ada di Kota Batam sangat menggantungkan hidupnya dari perikanan pantai. Disisi lain pengembangan sentra perikanan berbasis komoditi unggulan juga sangat
tergantung
dari
kemampuan
lingkungan
untuk
memproduksi
sumberdaya tersebut. 4.4.4. Lemahnya Akses Terhadap Permodalan dan Pasar Salah satu faktor produksi penting dalam usaha perikanan adalah modal. Besar-kecilnya skala usaha yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal. Secara umum pemilikan modal nelayan, pengolah dan pembudidaya relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber dari penyisihan pendapatan usaha tani sebelumnya. Untuk memodali usaha selanjutnya mereka terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada tauke dengan perjanjian hasil tangkapan, pengolahan dan budidaya harus dijual kepada tauke dengan harga yang sudah ditentukan. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan nelayan, pengolah dan pembudidaya sering terjerat pada sistem pinjaman yang secara ekonomi merugikan pihak mereka. Kemampuan nelayan, pengolah dan pembudidaya dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterikatan hutang piutang, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah tauke. Keterbatasan modal dan akses terhadap pasar tersebut berhubungan dengan: Pertama, sikap mental nelayan yang suka mendapatkan pinjaman dari tauke. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan nelayan yang tinggi pada
tauke, sehingga
nelayan selalu
berada dalam posisi yang lemah; Kedua, fasilitas perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Ada beberapa faktor Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-26
yang menyebabkannya antara lain belum tahu tentang prosedur pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat tinggal, tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu khawatir terhadap risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga pada waktunya tidak mampu mengembalikan kredit. 4.4.5. Lemahnya Kelembagaan Yang Ada Berbagai kelembagaan yang berkaitan erat dengan pengembangan sentra perikanan diantaranya adalah kelembagaan ditingkat masyarakat, kelembagaan yang berkaitan dengan permodalan dan pasar, kelembagaan pembelajaran dan kelembagaan pengelolaan. Kesemua kelembagaan ini harus melaksanakan fungsi dan perannya masing-masing sehingga dapat bersinergis untuk mengembangkan sentra perikanan. Kelembagaan ditingkat masyarakat yang telah dibentuk dan dibina oleh Program
Coremap
belumlah
sempurna
terutama
dari
kemampuan
kelembagaan untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing. Sementara kelembagaan permodalan dan pasar yang ada didominasi oleh sistem tauke sehingga nelayan, pengolah dan pembudidaya cendrung dirugikan. Untuk mewujudkan dan mengembangkan sentra perikanan keberadaan kelembagaan pembelajaran menjadi sangat vital. Kebijakan komunikasi pembangunan perikanan akan sangat menentukan arah pengembangan sentra perikanan ke depan, sehingga kesejahteraan
nelayan, pembudidaya dan
pengolah akan dapat terus ditingkatkan. Kebijakan komunikasi pembangunan sangat luas sekali artinya, bukan hanya dalam pengertian kampanye jargon maupun sosialisasi saja. Namun lebih dari itu, termasuk di dalamnya adalah aspek kelembagaan, sumberdaya manusia dan sebagainya. Untuk mewujudkan komunikasi pembangunan perikanan yang efektif, maka peran penyuluh (PPL) menjadi sangat penting. Namun ironisnya pada akhir-akhir ini jumlah penyuluh masih sangat jauh dari kondisi ideal. Jumlah ideal tenaga penyuluh diharapkan adalah satu orang untuk satu desa.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-27
Khusus
kelembagaan
pengelolaan
perlu
dibentuk
dengan
tetap
memperhatikan kemampuan daerah. Keberadaan kelembagaan ini sangat urgen sebagai ujung tombak dalam mewujudkan lokasi Coremap II sebagai sentra perikanan. Dari berbagai permasalahan umum yang telah dijelaskan diatas, maka secara spesifik permasalahan tersebut dapat dikelompokan sesuai dengan lokasi Coremap II Kota Batam seperti dapat dilihat pada Tabel 4.22. Tabel 4.22. Permasalahan yang ada di setiap lokasi Coremap II Kota Batam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permasalahan
1 Rendahnya SDM pembudidaya, nelayan √ dan anggota kelompok √ Belum adanya sarana pendederan ikan Belum adanya sarana pengolahan representatif √ Terbatasnya modal usaha budidaya Terbatasnya sarana penangkapan Kerusakan terumbu karang Dominasi kelembagaan pemasaran oleh tauke Lemahnya kelembagaan di tingkat masyarakat Lemahnya kelembagaan pembelajaran Belum adanya lembaga pengelolaan kawasan sentra perikanan
2 √
√
Lokasi 3 4 5 √ √ √
6 √
7 √
√
√ √
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
Keterangan : 1. Sembur 2. Karas 3. Mubut
4. P. Nguan 5. P. Abang 6. P. Petong
7. Air Saga
4.5. Kebijakan Pengembangan Komoditi Unggulan 4.5.1. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Pengelolaan
kegiatan
perikanan
dituntut
untuk
ikut
memenuhi
kebutuhan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini penting karena tidak ada satu langkahpun dalam pengelolaan perikanan yang tidak bersentuhan dengan kepentingan publik. Oleh karena itu nelayan, pembudidaya dan pengolah perlu dilibatkan secara aktif dalam pengembangan Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-28
sentra
perikanan
melalui
peningkatan
partisipasi.
Untuk
itu
perlu
pengembangan sumberdaya manusia yang ada. Bagian penting bagi pencapaian keberhasilan upaya pengembangan sentra perikanan di suatu wilayah adalah sumberdaya manusia (SDM). Tujuan dari
pengembangan
sumberdaya
manusia
adalah
untuk
meningkatkan
kesadaran, kemampuan, keterampilan, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan
pengembangan
sumberdaya
manusia
yang
dilakukan,
mereka
diharapkan dapat menerapkan upaya-upaya penangkapan, budidaya dan pengolahan ikan dengan kaidah konservasi agar penurunan sumberdaya perikanan
dapat
dikendalikan.
Beberapa
jenis
dan
bentuk
kegiatan
pengembangan sumberdaya manusia yang dapat dilakukan antara lain: a. Penyuluhan Merupakan proses pendidikan dalam upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengembanngan sentara perikanan. Mengingat tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat yang masih rendah, maka kegiatan penyuluhan harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: ceramah, sarasehan dan pertemuan kelompok nelayan, siaran pedesaan, pemutaran film, kegiatan lomba dan pameran, penyebaran leaflet, brosur, dan booklet. b. Pelatihan dan Kursus Adalah
kegiatan
proses
belajar
mengajar
untuk
meningkatkan
pengetahuan dan kecakapan nelayan, pembudidaya dan pengolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menerapkan teknologi baru, dan menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan kelompok sasaran. Ada 5 prinsip belajar dalam pelaksanaan pelatihan dan kursus, yaitu: belajar dengan mengerjakan, belajar dengan memecahkan masalah, partisipasi aktif dari peserta, belajar dari pengalaman, dan penggunaan pendekatan multimedia. Hal ini penting diperhatikan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran yang dilakukan.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-29
c. Demonstrasi Demonstrasi
merupakan
teknik
penyebarluasan
informasi,
ilmu
pengetahuan dan teknologi di lapangan untuk memperlihatkan secara nyata tentang cara dan atau hasil yang diharapkan kepada kelompok sasaran. Hal ini untuk meningkatkan daya tangkap atau adopsi masyarakat terhadap teknologi baru, termasuk pengembangan sentra perikanan. Kegiatan demonstrasi dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat yang menjadi sasaran. d. Studi Banding Studi banding ke daerah lain yang telah berhasil dalam menerapkan model pengembangan sentra perikanan perlu dilakukan untuk menambah wawasan masyarakat. Diharapkan, anggota masyarakat yang ikut dalam kegiatan pengelolaan sentra perikanan dapat menyebarluaskan pengalaman dan pengetahuan kepada masyarakat luas. Kegiatan studi banding juga perlu diikuti oleh petugas penyuluh yang menjadi agen motivator di tengah masyarakat. e. Magang Dalam rangka meningkatkan keahlian masyarakat dan instansi teknis yang mengelola sentra perikanan, maka perlu dilakukan magang kerja di beberapa daerah yang telah mempunyai pengalaman dalam mengelola dan menerapkan teknologi untuk pengembangan sentra perikanan. Magang juga perlu dilakukan di lembaga penelitian, lembaga ekonomi, home industri perikanan dan lain-lain. 4.5.2. Kebutuhan Sarana Produksi Untuk
mengembangkan
komoditi
unggulan
disuatu
wilayah
dibutuhkan sarana dan dukungan progam yang memadai. Sarana dimaksud adalah sarana yang berhubungan langsung dengan peningkatan produksi dan atau peningkatan nilai tambah yang diperoleh nelayan/pembudidaya/ pengolah. Kebutuhan sarana produksi untuk setiap komoditi unggulan akan berbeda, namun dapat juga sama. Untuk itu akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-30
Ikan Tamban Belah Pada saat musim ikan tamban, jumlahnya sangat banyak sehingga harga perkilonya hanya Rp. 2.000. Sebahagian kecil ibu-ibu rumah tangga di Pulau Karas mencoba mengolah ikan tamban tersebut menjadi ikan tamban belah kering. Proses pembuatannya sangat sederhana, yaitu dengan membelah ikan tamban kemudian diletakkan di para-para untuk dikeringkan dengan menggunakan cahaya matahari. Melakukan penjemuran pada kondisi jumlah ikan melimpah timbul persoalan yaitu terbatasnya para-para sebagai tempat penjemuran dan sulitnya membangkitkan pada saat turun hujan tiba-tiba Dengan kondisi seperti itu, maka pada saat musim ikan tamban terpaksa ikan dijual segar saja walaupun dengan harga murah. Untuk menjadikan 1 kg ikan tamban belah kering, dibutuhkan 7 – 8 kg ikan tamban basah. Secara finansial untuk menghasilkan 1 kg ikan tamban belah kering dibutuhkan biaya Rp. 14000 – Rp. 16000. Sementara harga ikan tamban belah kering dijual kepada tauke di desa dengan harga Rp. 35000/kg, dengan demikian pengolah telah mendapatkan pertambahan nilai sebesar Rp. 19000 – Rp. 21000/kg. Pengeringan ikan tamban sebenarnya lebih aman jika ikan tersebut dikeringkan dalam keadaan masak (dikukus). Dengan kondisi seperti itu jika kondisi mendung ikan tidak cepat busuk. Disamping itu pengeringan ikan tamban harus dilakukan secara higienis seperti tidak dihinggapi lalat atau ditempeli debu. Untuk itu diperlukan alat pengering yang baik seperti rumah pengering tenaga surya dan sarana pengukusan. Sebenarnya
ikan
belah
tamban
sebelum
dipasarkan
dapat
dikemas/paking seperti kerupuk mentah sesuai dengan ukuran berat, hal ini tentu akan meningkatkan nilai jual dari pada tanpa dipaking. Disamping bila tamban belah kering ini dapat pula dipasarkan dalam kondisi siap untuk dikonsumsi dan dipaking secara baik dan menarik, sehingga merupakan oleholeh yang khas dari Pulau Karas. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikan tamban sebagi ikan pelagis yang beruaya, keberadaan dialam sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-31
perairan secara menyeluruh. Terjadinya penurunan kualitas perairan, ikan tamban tidak akan datang kesuatu wilayah dan bermigrasi ke tempat lain dimana
kondisi
lingkungannya
masih
baik.
Oleh
karena
itu
untuk
mengembangkan komoditi unggulan ikan tamban belah di Pulau Karas, tidak saja dibutuhkan kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah; namun yang lebih penting harus ada berbagai program yang bertujuan untuk penyelamatan lingkungan terutama wilayah pesisir dan lautnya sehingga keberadaan ikan tamban tetap ada. Ikan Teri Pengolahan ikan teri di Pulau Mubut dilakukan oleh 10 orang pemilik pompong yang mempekerjakan masing-masing pompong sebanyak 10 orang tenaga kerja, dengan demikian jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha ini mencapai 100 orang. Alat yang digunakan untuk menangkap ikan teri hidup adalah pukat bilis. Pekerja ini yang merangkap menjadi nelayan pengolah. Sistem pengupahan dilakukan dengan cara bagi hasil, dimana pemilik mendapat bahagian 60 % dan pekerja 40 % dari hasil penjualan ikan teri kering. Dengan demikian masing-masing mendapat bahagian 4%. Ikan teri hasil tangkapan direbus yang kemudian dijemur dibawah terik matahari dihalaman rumah. Sebagai alas penjemuran digunakan kajang (terbuat dari daun pandan berduri) yang dibentangkan diatas tanah/pasir. Penjemuran dilakukan selama 1 hari/jika cuaca panas. Melihat cara penjemuran yang seperti itu, maka timbul kesulitan untuk melakukan penjemuran pada saat musim ikan dan tingkat higienis produk tidak terjamin. Untuk itu perlu dilakukan upaya penambahan sarana yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah terhadap produk ikan teri, seperti rumah pengering tenaga surya. Ikan teri dijual kepada tauke dengan harga bervariasi sesuai dengan ukuran. Untuk ikan teri halus dijual dengan harga Rp. 50.000/kg, yang berukuran sedang Rp. 35.000/kg dan ikan teri yang berukuran kasar dihargai Rp. 20.000/kg.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-32
Budidaya Ikan Usaha budidaya ikan di Pulau Sembur dilakukan oleh 23 Kepala Keluarga, 5 diantaranya kelompok Program Coremap. Jenis wadah budidaya yang digunakan sebahagian besar merupakan keramba tancap dan sebahagian kecil berupa keramba jaring apung (KJA). Ukuran 1 unit keramba tancap dan KJA 4 x 4 m. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan kerapu sunu (Plectropoma aerolatus) dan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus).
Setiap kepala keluarga rata-rata memiliki 2 unit keramba. Kedalam keramba ditebar benih dengan padat tebar kurang lebih 100 ekor/m2. Sumber benih berasal dari alam, terutama untuk ikan kerapu sunu. Harga benih kerapu sunu dengan berat 2 – 3 ons dalam keadaan hidup seharga Rp. 100.000/kg. Dengan demikian ketergantungannya terhadap alam sangat besar. Sedangkan untuk ikan kerapu macan pada saat ini sudah ada swasta yang menyediakan dengan ukuran 4 inci dijual seharga Rp. 15.000/ekor. Namun demikian jumlahnya masih sangat terbatas. Benih diberi pakan sebanyak 5 – 10% dari berat tubuh dengan frekwensi pemberian pakan 2 kali sehari. Pakan yang digunakan adalah ikan tamban hasil tangkapan sendiri. Pada waktu tertentu untuk mendapatkan ikan tamban cukup sulit. Panen dilakukan setelah ikan berumur 6-8 bulan dengan berat berkisar antara 600 - 800 gram setiap ekornya. Ikan hasil panen dijual kepada tauke dengan harga berkisar antara Rp. 130.000 – Rp. 150.000/kg. Untuk mengembangkan sentra perikanan budidaya perlu dirumuskan kebijakan yang menyeluruh seperti penyediaan benih dengan ukuran siap tebar (pembangunan tempat pendederan), pencarian pakan alternatif selain ikan tamban/rucah, peningkatan keterampilan, bantuan modal usaha serta program perbaikan lingkungan seperti terumbu karang sebagai habitat ikan karang yang merupakan sumber benih dari alam. Ikan Karang dan Lobster Ikan-ikan karang dan Lobster (Udang kara) merupakan komoditi unggulan di lokasi Coremap Pulau Nguan, Abang, Petong dan Air Saga. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-33
Keempat wilayah ini mempunyai karakteristik ekobiologi yang boleh dikatakan sama karena satu hamparan perairan yang berdekatan dan merupakan daerah penangkapan ikan bagi masyarakat nelayan yang berdomisili di empat lokasi tersebut. Ikan karang terutama ikan kerapu sunu ditangkap menggunakan alat tangkap bubu yang dioperasikan selama 9 bulan (3 musim) disetiap tahun. Bubu dibuat dari kawat ada yang diberi kerangka dari rotan/kayu dan ada pula yang tidak. Operasi bubu dilakukan dengan cara menenggelamkan bubu pada perairan yang menurut pengalaman nelayan di lokasi tersebut ada ikannya. Memasang bubu ini dilakukan dengan cara menyelam. Sasaran utama alat tangkap bubu ini adalah ikan kerapu sunu, disiamping itu ikan lain seperti kakap merah. Bubu diangkat setelah dioperasikan 3 – 7 hari hari untuk diambil hasilnya. Sebagai gambaran nelayan yang memiliki bubu sebanyak 20 unit, setelah dioperasikan 3 – 7 hari memperoleh hasil terutama ikan kerapu sunu 2 – 3 kg. Ikan ini dijual hidup dengan harga berkisar antara Rp.
150.000/kg.
Pada
waktu
tertentu
(imlek)
harganya
mencapai
Rp. 220.000/kg dengan ukuran ikan antara 4 – 8 ons. Lobster (udang kara) ditangkap menggunakan jaring. Panjang jaring yang dipergunakan bervariasi tergantung dari kemampuan. Secara umum berkisar antara 1 sampai 5 fish dengan ukuran mata jaring 5 inci. Alat ini dioperasikan pada musim angin selatan dan utara. Hasil tangkapan setiap nelayan satu hari berkisar antara 1 – 2 kg dan dijual kepada tauke dengan harga Rp. 150.000/kg. 4.5.3. Perbaikan Ekosistem Pesisir Sebagaimana ikan tamban, ikan teri juga merupakan ikan pelagis yang bermigrasi dari suatu tempat ketempat lain. Adanya ikan ini disuatu tepat sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan secara menyeluruh. Terjadinya penurunan kualitas perairan, ikan teri tidak akan ada kesuatu wilayah dan ia bermigrasi ke tempat lain dimana kondisi lingkungannya masih baik. Oleh karena itu untuk mengembangkan komoditi unggulan ikan teri di Pulau Mubut, tidak saja dibutuhkan kebijakan untuk meningkatkan nilai Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-34
tambah; namun yang lebih penting harus ada berbagai kebijakan yang bertujuan untuk perbaikan lingkungan terutama wilayah pesisir dan laut sehingga keberadaan ikan teri tetap ada. Melihat jenis komoditi unggulan di Pulau Nguan, Abang, Petong dan Air Saga merupakan hasil tangkapan yang keberadaannya sangat tergantung dari penangkapan di alam, maka kebijakan pengembangan sentra perikanan di kawasan ini difokuskan pada usaha-usaha mempertahankan dan perbaikan lingkungan khususnya ekosistem terumbu karang. Kebijakan daerah ini sangat penting untuk mengantisipasi berakhirnya Program Coremap II. Upaya daerah yang lebih nyata perlu ditumbuhkan tentu dengan komitmen pemerintah daerah yang kuat untuk menyelamatkan lingkungan khususnya kawasan Marine Manajement Area (MMA) Kota Batam. 4.5.4. Kelembagaan a. Kelembagaan di Tingkat Nelayan Keberadaan kelembagaan ditingkat nelayan sangat penting sebagai wadah
untuk
berkomunikasi
dalam
mebicarakan
berbagai
hal
dalam
menghadapi persoalan kenelayanan dan sekaligus mempermudah proses pembinaan oleh instansi terkait. Untuk itu dalam kelembagaan ditingkat nelayan perlu dikembangkan berbagai aturan yang disepakai bersama sehingga dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kenelayanan tersebut.
Sujianto (2002) menjelaskan bahwa lembaga dalam ilmu sosial
dapat dibedakan atas dua penegrtian, pertama lembaga dalam arti wadah (fisik), kedua lembaga dalam arti aturan (proses). Lembaga dalam arti fisik lebih menekankan pada bentuk-bentuk organisasi, sedangkan dalam arti proses berupa pengelolaan yang terdiri dari peraturan-peraturan, manajemen dan hal-hal yang berhubungan dengan nilai, norma, tata susila dalam berorganisasi. Sebagaimana diketahui pada saat ini ditingkat masyarakat telah di dibangun suatu kelembagaan oleh Program Coremap II yang terdiri Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) dan motivator ditingkat desa, Kelompok Masyarakat (POKMAS) pengawas terumbu karang dan produksi. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-35
Semua kelembagaan ini telah memiliki fungsi dan peran serta aturan sendiri sebagiman telah di disain oleh Program Coremap. Kebijakan pengembangan kelembagaan yang telah ada dimasyarakat dikaitkan untuk pengembangan sentra perikanan sebaiknya diarahkan untuk memberdayaan kelembagaan yang sudah ada dan tidak membangun/mengadaan kelembagaan baru. Membangun kelembagaan baru sangat sulit dan biasanya akan banyak menimbulkann persoalan-persoalan baru. Sebagimana dijelaskan oleh Esman dalam Eaton, 1986 bahwa, pembangunan kelembagaan adalah suatu perspektif tentang perubahan sosial yang direncanakan dan dibina. Pembangunan tersebut menyangkut inovasi-inovasi yang mengisyaratakan perubahan kualitatif dalam norma, hubungan perorangan dan kelompok dalam persepsi baru mengenai tujuan-tujuan maupun cara-cara. Ia tidak bersangkutan dengan pengulangan pola-pola yang sudah ada, dengan penyimpangan-penyimpangan marjinal dari pratek-praktek yang lalu, atau dengan perbaikan-perbaikan yang kurang efisien. Tema yang paling dominan dalam pembangungan kelembagaan adalah inovasi. b. Kelembagaan Pasar dan Keuangan Pengembangan kelembagaan pasar dan keuangan untuk pengembangan komoditi unggulan sebaiknya mengembangkan pola-pola yang sudah ada dimasyarakat dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan pola-pola yang ada tersebut. Membentuk pola-pola baru akan dapat menimbulkan masalah baru, karena mengacaukan pola-pola yang telah terbina selama ini dan telah bersifat sangat mapan. Pola tersebut adalah pola patron clien atau sistem tauke. Pada pola ini peranan tauke sangat dominan sehingga posisi nelayan menjadi lemah. Dalam kegiatan bisnis peranan tauke yang sangat dominan adalah penentuan harga secara sepihak sampai kepada kemungkinan penolakan komoditi jika harga tidak sesuai. Sementara itu harga-harga kebutuhan
pokok
dan
sarana
investasi
yang
dibutuhkan
nelayan/pembudidaya/pengolah juga ditentukan secara sepihak dengan harga yang relatih lebih mahal.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-36
Namun demikian tidak terbayangkan oleh kita jika tidak ada tauke di komunitas-komunitas nelayan. Nelayan akan sangat sulit untuk mendapatkan kebutuhan pokok, peralatan investasi dan menjual ikan hasil tangkapan atau hasil budidaya. Disamping itu nelayan akan kesulitan untuk mencari pinjaman/hutang bila mereka membutuhkan pembiayaan hidup sehari-hari, penyediaan alat tangkap, kebutuhan biaya untuk pesta perkawinan, sunatan dan uang masuk sekolah. Sementara itu lembaga keuangan yang ada belum mampu menjangkau wilayah dimana komunitas masyarakat itu berada. Seandainya telah ada kemampuannyapun masih sangat terbatas dan dibarengi dengan berbagai persyaratan yang memberatkan. Mengingat demikian strategisnya posisi tauke/pengusaha lokal dalam menentukan sistem perekonomian setempat, maka peranan ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Peningkatan peran ini dapat dilakukan dengan mengembangkan “Pola Kemitraan Antara Tauke/Pengusaha Lokal dengan Pembudidaya”. Pola kemitraan ini pada prinsipnya mensejajarkan posisi tauke dan pembudidaya dimana mereka saling membutuhkan dan dilakukan secara transparan. Agar pola kemitraan ini dapat diimplementasikan, maka perlu diatur apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing yang terlibat dalam mengembangkan pola in. Hak/kewajiban tersebut diantaranya adalah: Hak nelayan/pembudidaya/pengolah: 1. Mendapatkan pembinaan dan bimbingan teknis 2. Mendapatkan harga penjualan yang layak yang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama pengusaha 3. Adanya jaminan pemasaran terhadap komoditi yang dihasilkan 4. Mendapatkan pinjaman modal usaha dari pengusaha Kewajiban nelayan/pembudidaya/pengolah: 1. Menyediakan lahan/tempat kegiatan 2. Menghimpun diri dalam anggota kelompok
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-37
3. Melakukan penangkapan, pemeliharaan terhadap usaha budidaya dan pengelolaan pasca panen yang sesuai dengan petunjuk teknis untuk mendapatkan mutu produk yang baik. 4. Wajib menjual hasil usahanya kepada pengusaha/pengumpul sebagai pemodal Hak Pengusaha: 1. Mendapatkan jaminan ketersediaan komoditi secara berkelanjutan 2. Mendapatkan jaminan komoditi yang bermutu 3. Mendapatkan harga yang sesuai dengan kesepakatan Kewajiban Pengusaha: 1. Memberikan pinjaman modal usaha 2. Membantu dalam pengadaan sarana produksi. 3. Melakukan pengawasan terhadap cara pemeliharaan, cara panen dan pengelolaan pasca panen. 4. Melakukan pembelian produksi Kewajiban Pemerintah Daerah (Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan): 1. Memfasilitasi kerjasama antara pengusaha dengan nelayan, pembudidaya dan pengolah. 2. Membuat
regulasi
hubungan
antara
pengusaha
dengan
nelayan,
pembudidaya dan pengolah. 3. Melakukan pengawasan terhadap regulasi yang telah dibuat. 4. Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang tidak mematuhi aturan di dalam perjanjian kerjasama. 5. Memberikan bantuan pembinaan teknis 6. Memfasilitasi penguatan modal bagi pengusaha 7. Melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap cara penangkapan, budidaya dan pengelolaan pasca panen.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-38
c. Kelembagaan Pembelajaran Memang pemerintah akan melakukan penambahan tenaga penyuluh setiap tahunnya. Namun penambahan tenaga penyuluh tersebut sebaiknya dikaitkan dengan konsep revitalisasi penyuluh, dengan posisi dan tugas yang jelas bagi penyuluh. Dalam konsep tersebut juga harus mempertimbangkan bagaimana caranya agar penyuluh pertanian terintegrasi dengan perguruan tinggi atau pusat penelitian setempat, karena teknologi ada di tempat tersebut. Paradigma baru yang harus dikembangkan adalah, penyuluh harus menciptakan kreativitas teknologi bagi nelayan, pembudidaya dan pengolah jangan menunggu. Bahkan jika perlu harus ada pendidikan bagi penyuluh yang spesifik dengan kebutuhan lokal. Biasanya perguruan tinggi sudah punya identifikasi kondisi setempat. Selama ini banyak hasil riset, tetapi tidak disemenisasikan. Pembangunan sumberdaya manusia termasuk pembangunan kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluhan, adalah faktor yang memberi kontribusi besar terhadap keberhasilan pembangunan perikanan. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa investasi di bidang penyuluhan memberikan tingkat pengembalian internal yang tinggi. Oleh karena itu, kegiatan penyuluhan merupakan
komponen
penting
dalam
keseluruhan
aspek
pembangunan
perikanan, termasuk dalam pengembangan sentra perikanan. Mulai tahun 2001 sejalan dengan pelaksanan otonomi daerah, kewenangan di bidang penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan tujuan otonomi daerah, pelimpahan kewenangan ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja penyuluhan pertanian/perikanan. Sayangnya, secara umum kinerja penyuluhan justru cenderung makin memburuk, serta menunjukkan gejala kehilangan arah. Kendala yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian dalam era otonomi daerah antara lain : 1. Banyaknya tenaga penyuluh(PPL dan PPS) yang pindah menjadi tenaga struktural di berbagai dinas akibat pemekaran wilayah, rekruitmennya sangat terbatas. 2. Kelembagaan penyuluhan sering berubah-ubah, sehingga kegiatannya sering mengalami masa transisi. Kondisi ini menyebabkan penyuluhan di Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-39
lapangan sering terkatung-katung dan kurang berfungsi. Semangat kerja para PPL, yang statusnya kepegawaian tidak pasti, juga menurun. 3. Secara umum kualitas dan kapasitas manajerial PPL cenderung menurun, baik karena kurang informasi maupun karena pendidikan yang hanya setingkat SLTA, sehingga kurang mampu mendukung
dalam menghadapi persoalan
pertanian yang semakin kompleks. Akibatnya, frekuensi penyelenggaraan penyuluhan menjadi rendah. Program lebih banyak hanya digunakan sebagai formalitas kelengkapan administratif. Kalaupun dilaksanakan, proporsinya tidak lebih dari 50 persen dari sasaran program yang direncanakan. 4. Adanya perbedaan pandangan antara pemerintah daerah (Eksekutif) dan Legislatif daerah dalam memahami penyuluhan
dan peranannya dalam
pembangunan pertanian dalam arti luas. Banyak daerah yang kemudian mengurangi peranan kelembagaan penyuluhan dengan menjadikannya sekedar sebagai lembaga teknis. 5. Ketersediaan dan dukungan informasi pembangunan perikanan (teknologi, harga pasar dan sebagainya) yang ada sangat terbatas atau bahkan tidak tersedia. Ironisnya, sejumlah koran, majalah dan leaflet banyak terlihat menumpuk di kantor dinas terkait, tidak didistribusikan ke desa-desa. 6. Kecilnya alokasi anggaran pemerintah daerah untuk kegiatan penyuluhan pertanian termasuk perikanan. Melihat kecenderungan yang terjadi saat ini, dapat dikatakan bahwa kegiatan penyuluhan perikanan menghadapi tantangan yang berat. Persoalan tidak saja terletak pada faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah daerah yang umumnya kurang pro penyuluhan pertanian dalam arti luas, melainkan juga terletak pada faktor internal, khususnya yang berkaitan dengan profesionalisme dan paradigma penyuluhan yang dianut para penyuluh dan atau pemerintah daerah. Di tiga desa dimana ada Program Coremap berada saat ini masih ada tenaga penyuluh yang secara penuh mulai dari rekruitmen, penggajian dan pelaporan
dikelola
oleh
Coremap
Pusat.
Jika
program
ini
berakhir
bagaimanakah persiapan pemerintah daerah ke depan menjadi sangat penting. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-40
Terlepas dari berbagai persolan yang telah dijelaskan diatas, berkaitan dengan rencana pengembangan sentra perikanan, banyak pihak menyadari bahwa kegiatan penyuluhan perikanan masih sangat diperlukan oleh nelayan, pembudidaya dan pengolah. Kondisi perikanan rakyat masih lemah dalam banyak aspek, sementara tantangan yang dihadapai semakin berat, jadi sebenarnya mereka justru memerlukan kegiatan penyuluhan yang makin intensif,
berkesinambungan
dan
terarah.
Untuk
mewujudkan
kondisi
penyuluhan perikanan seperti ini memang tidak mudah, dan tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu singkat. Meskipun demikian, upaya-upaya perbaikan yang nyata perlu segera dilakukan, karena jika tidak, kinerja penyuluhan perikanan yang memang sudah mengalami kemunduran besar akan semakin memburuk. d. Kelembagaan Pengelola Sentra Perikanan Adanya kecendrungan pembentukan kelembagaan pengelolaan pada setiap program atau kegiatan selalu menimbulkan berbagai persoalan baru, seperti terbentur dengan aturan yang ada dan besarnya alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk menyiapkan kelembagaan tersebut; sehingga anggaran yang diperuntukkan bagi kepentingan kelompok sasaran menjadi berkurang. Sehubungan dengan itu memaksimalkan peran dan fungsi kelembagaan yang sudah
ada
jauh
lebih
baik
jika
dibandingkan
dengan
pembentukan
kelembagaan baru. Untuk pengembangan sentra perikanan di lokasi Coremap II Kota Batam ini disarankan pengelolaanya di tingkat kota tetap di bawah Dinas Perikanan, Kelautan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam. Berbagai program yang akan dilakukan dititipkan di dinas ini, dimana program tersebut juga merupakan Program Dinas Perikanan, Kelautan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam. Sebagai contoh berbagai program yang berkaitan dengan pemberdayaan nelayan dan pembudidaya menjadi tanggung jawab Kepala Bidang Perikanan Tangkap dan Budidaya terutama Kasi Bina Usaha Perikanan Tangkap dan Budidaya. Sedangkan yang berhubungan dengan sarana prasarana menjadi tanggung jawab Kasi Sarana Prasarana Perikanan Tangkap dan Budidaya. Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-41
Khusus untuk produksi, pengembangan dan pemberantasan hama penyakit ikan
menjadi
tanggung
jawab
Kasi
Produksi,
Pengembangan
dan
Pemberantasan Hama Penyakit Ikan. Demikian juga dengan pengendalian, rehabilitasi, pengawasan, pasca panen dan pemasaran merupakan tugas pokok dari Kepala Bidang Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Untuk program pengendalian dan rehabilitasi tentu menjadi tugas Kasi Pengendalian dan Rehabilitasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Tugas-tugas yang berhubungan dengan pengawasan menjadi tanggung jawab Kasi Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan mutu olahan dan pemasaran tentu menjadi tugas Kasi Bina Mutu Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Ditingkat masyarakat telah ada kelembagaan yang telah dikembangkan oleh Program Coremap. Kelembagaan ini dapat diberdayakan lebih lanjut untuk pengembangan sentra perikanan. Kelembagaan yang ada di desa seperti LPSTK dapat dijadikan sebagai lembaga koordinasi antara Dinas Perikanan, Kelautan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam dengan kelompok sasaran di setiap kelurahan. Pelibatan LPSTK bukan sebagai lembaga stempel terhadap berbagai program/kegiatan yang akan ditujukan kepada kelompok sasaran. Namun LPSTK merupakan kelembagaan yang membawa aspirasi dari kelompok sasaran sehingga pelibatannya harus penuh mulai dari perencanaan, implementasi, pengawasan dan evaluasi terhadap program/kegiatan yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya kelembagaan pengelola sentra perikanan di lokasi Coremap II Kota Batam dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-42
KEPALA DINAS
Kabid. Perikanan Tangkap dan Budidaya
Kabid. Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kasi Bina Usaha Perikanan Tangkap dan Budidaya
Kasi Pengendalian, Rehabilitasi Sumberdaya Kelautan Perikanan
Kasi Sarana dan Prasarana Perikanan Tangkap dan Budidaya
Kasi Pengawasan Sumberdaya Kelautan Perikanan
Kasi Produksi, Pengembangan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit Ikan
Kasi Bina Mutu Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPS‐TK)
Pengawas Terumbu Karang dan POKMAS MPA
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Pengelolaan Sentra Perikanan di Kota Batam
4.6. Skala Prioritas Kegiatan untuk 5 Tahun Penentuan skala prioritas kegiatan disesuaikan dengan komoditi unggulan utama yang terdapat disetiap lokasi. Untuk Sembur prioritas kegiatan diutamakan yang berhubungan dengan budidaya ikan, di Karas diutamakan pengolahan ikan tamban belah kering, di Mubut pengolahan ikan teri dan di Nguan, P. Abang, Petong dan Air saga berupa ikan karang sehingga kegiatan difokuskan kepada kegiatan perbaikan lingkungan terutama terumbu karang. Untuk itu kegiatan di masing-masing lokasi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-43
1. Sembur No
Program
1
Peningkatan SDM Kelompok Budidaya
Kegiatan Pelatihan teknik budidaya ikan kerapu Pelatihan pendederan benih ikan Uji coba budidaya ikan kerapu dengan pakan buatan (pelllet) Pendampingan oleh penyuluh
Tahun 1 2 3 4 5 x x x x x x x x
Studi banding
2
Pengadaan sarana
Pengadaan sarana prasarana pendederan ikan Bantuan mudal usaha
3
Perbaikan Lingkungan
Kampanye penyelamatan lingkungan pesisir dan laut (siaran pedesaan, pemutaran film, kegiatan lomba dan pameran, penyebaran leaflet, brosur, dan booklet) Melakukan rehabilitasi terhadap habitat (mangrove dan terumbu karang) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang merusak Melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar Pelatihan manajemen organisasi dan keuangan Pembinaan kelembagaan
4
5
6
7
Pemberdayaan kelembagaan di tingkat masyarakat Penguatan kelembagaan pasar dan keuangan
Penguatan kelembagaan pembelajaran
Penguatan kelembagaan pengelola sentra perikanan
Memfasilitasi kerjasama antara pengusaha dengan pembudidaya Membuat regulasi hubungan antara pengusaha dengan pembudidaya Melakukan pengawasan terhadap regulasi yang telah dibuat Memfasilitasi penguatan modal bagi pengusaha Rekruitmen penyuluh sesuai kebutuhan Pelatihan manajemen dan teknis budidaya Studi banding Pendidikan/pelatihan teknis dan manajemen Mengembangkan kerjasama dengan BBL Batam terutama untuk mendapatkan sumplai benih yang berkualitas
x x x
x x x x x
x
x x x x
x
x x x x
x
x x x x
x
x
x x
x x x x x x x x
x x
x x x x
x
x
x x x x x x
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
x x x x x
x x x x
4-44
No
Program
Kegiatan Membangun koordinasi dengan berbagi sektor terkait lain Studi banding
Tahun 1 2 3 4 5 x x x x x x
2. Karas No
Program
Kegiatan
1
Peningkatan SDM Kelompok Pengolah
Pelatihan pengolahan ikan tamban belah kering Pelatihan packing ikan tamban belah kering Pendampingan oleh penyuluh Studi banding Pengadaan alat pengering untuk pengolah Pengadaan peralatan packing Bantuan modal usaha untuk pengolah Bantuan jaring tamban Kampanye penyelamatan lingkungan pesisir dan laut (siaran pedesaan, pemutaran film, kegiatan lomba dan pameran, penyebaran leaflet, brosur, dan booklet) Melakukan rehabilitasi terhadap habitat (mangrove dan terumbu karang) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang merusak Melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar Pelatihan manajemen organisasi dan keuangan Pembinaan kelembagaan Memfasilitasi kerjasama antara pengusaha dengan nelayan dan pengolah Membuat regulasi hubungan antara pengusaha dengan nelayan dan pengolah Melakukan pengawasan terhadap regulasi yang telah dibuat Memfasilitasi penguatan modal bagi pengusaha
2
3
4
5
Pengadaan sarana
Perbaikan Lingkungan
Pemberdayaan kelembagaan di tingkat masyarakat Penguatan kelembagaan pasar dan keuangan
Tahun 1 2 3 4 5 x x x x x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x x
x x
x x
x x
x
x
x
x
x x x x
x
x x x
x
x x
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
x
4-45
No 6
7
Program Penguatan kelembagaan pembelajaran Penguatan kelembagaan pengelola sentra perikanan
Kegiatan Rekruitmen penyuluh Pelatihan manajemen dan pasca panen Studi banding Pendidikan/pelatihan manajemen dan teknis Membangun koordinasi dengan berbagi sektor terkait lain Studi banding
Tahun 1 2 3 4 5 x x x x x
x
x
x
x
x
3. Mubut No 1.
2.
3.
4.
5.
Program
Kegiatan
Peningkatan SDM Pelatihan pengolahan ikan teri Kelompok Pengolah Pelatihan packing ikan teri Pendampingan oleh penyuluh Studi banding Pengadaan sarana Pengadaan alat pengering pengolahan Pengadaan peralatan packing Bantuan mudal usaha Bantuan pukat bilis Perbaikan Kampanye penyelamatan lingkungan Lingkungan pesisir dan laut (siaran pedesaan, pemutaran film, kegiatan lomba dan pameran, penyebaran leaflet, brosur, dan booklet) Melakukan rehabilitasi terhadap habitat (mangrove dan terumbu karang) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang merusak Melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar Pelatihan manajemen organisasi dan Pemberdayaan kelembagaan di keuangan tingkat masyarakat Pembinaan kelembagaan Memfasilitasi kerjasama antara Penguatan dengan nelayan dan kelembagaan pasar pengusaha pengolah dan keuangan Membuat regulasi hubungan antara pengusaha dengan nelayan dan pengolah
Tahun 1 2 3 4 5 x x x
x
x
x
x x x x x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x x
x x
x x
x x
x
x x x
x
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
x x
4-46
No
6.
7.
Program
Kegiatan
Melakukan pengawasan terhadap regulasi yang telah dibuat Memfasilitasi penguatan modal bagi pengusaha Rekruitmen penyuluh Penguatan kelembagaan Pelatihan manajemen dan teknis pembelajaran pasca panen Studi banding Pendidikan pelatihan manajemen Penguatan dan teknis kelembagaan pengelola sentra Rapat-rapat koordinasi dengan perikanan instansi terkait Studi banding
Tahun 1 2 3 4 5 x
x
x
x
x
x
x
x
x x x x x x
x
x
4. Pulau Nguan, Pulau Abang, Pulau Petong dan Air Saga No 1.
2.
3.
Program Peningkatan Nelayan
Kegiatan
SDM Pelatihan penangkapan ikan karang yang ramah lingkungan Pelatihan manfaat perlindungan/konservasi Pendampingan oleh penyuluh Pengadaan sarana Pengadaan sarana prasarana prasarana penangkapan ikan karang/bantuan modal Pengadaan GPS Perbaikan Kampanye penyelamatan lingkungan Lingkungan pesisir dan laut (siaran pedesaan, pemutaran film, kegiatan lomba dan pameran, penyebaran leaflet, brosur, dan booklet) Penyuluhan untuk tidak membuang sampah ke laut termasuk limbah pompong Melakukan gotong royong bersihbersih pantai Melakukan rehabilitasi terhadap habitat (mangrove dan terumbu karang) Pengaturan penggunaan alat tangkap di terumbu karang Melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang merusak
Tahun 1 2 3 4 5 x
x
x
x
x x
x x
x
x
x
x x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-47
No
4.
5.
6.
7.
Program
Kegiatan
Melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar Pelatihan manajemen organisasi, Pemberdayaan kelembagaan di penangkapan ikan karang dan tingkat masyarakat konservasi Pembinaan kelembagaan Memfasilitasi kerjasama antara Penguatan kelembagaan pasar pengusaha dengan nelayan dan keuangan Membuat regulasi hubungan antara pengusaha dengan nelayan Melakukan pengawasan terhadap regulasi yang telah dibuat Memfasilitasi penguatan modal bagi pengusaha Rekruitmen penyuluh Penguatan kelembagaan Pelatihan teknis penangkapan ikan pembelajaran karang yang ramah lingkungan Pendidikan/pelatihan penangkapan Penguatan ikan karang dan konservasi kelembagaan pengelola sentra Rapat-rapat koordinasi teknis perikanan Studi banding
Tahun 1 2 3 4 5 x
x
x
x
x
x
x
x x
x x
x x
x x
x x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x x x
x
x
x x
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
4-48
Bab
5
KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kegiatan perikanan di seluruh lokasi program Coremap masih didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap dengan menggunakan berbagai macam alat tradisional, dan penggunaan setiap jenis alat sangat tergantung dengan musim angin (utara, timur, selatan dan barat).
2.
Produksi perikanan tertinggi adalah ikan teri yaitu mencapai 306.000 kg basah
atau lebih kurang 37.500 kg kering/tahun (8:1). Sedangkan
produksi ikan terendah adalah Lobster 1.040 kg/tahun. Kemudian selain ikan tersebut jenis komoditi perikanan yang dominan adalah ikan tamban, kepiting, rajungan, tenggiri, selar, cumi-cumi, dingkis, ikan delah dan ikan karang (kakap dan kerapu) 3.
Komoditi unggulan yang ada di Pulau Nguan secara berurut adalah ikan karang
kerapu (354), udang kara (338), ikan tenggiri (176), rajungan
(169), cumi-cumi (107), dingkis (100) dan ikan delah (50). 4.
Komoditi unggulan di Pulau Sembur yang utama adalah budidaya ikan (ikan kerapu macan dan sunu) dengan nilai (548), kemudian ikan karang kerapu hasil tangkapan (347), kepiting bakau (373), Rajungan (354), Tamban (282), cumi-cumi (100) dan ikan delah (46).
5.
Di Pulau Karas komoditi unggulan urutan teratas adalah ikan tamban belah kering dengan nilai (641), kemudian diikuti oleh ikan kerapu sunu (354), tenggiri (198), rajungan (169) dan diikuti oleh ikan-ikan
lain
seperti ikan hiu, pari, selar dan selikur dengan nilai masing-masing (144). Kemudian baru diikuti oleh cumi-cumi (133) dan dingkis (85). Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
5-1
6.
Komoditi unggulan prioritas utama di Pulau Mubut adalah ikan teri dengan nilai (466), kemudian diikuti oleh ikan kerapu (347), rajungan (179), udang dan dingkis masing-masing dengan nilai (100).
7.
Komoditi unggulan di Pulau Abang yang utama adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (172), cumi-cumi dan dingkis masing-masing dengan nilai (152) dan terakhir ikan delah (20).
8.
Komoditi unggulan di Pulau Petong yang utama adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (165), cumi-cumi (114), dingkis (100) terakhir ikan delah (20).
9.
Jenis komoditi unggulan di Air Saga adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (165), cumicumi (107) dan dingkis dengan nilai (100).
10. Beberapa permasalahan yang dihadapi untuk mengembangkan komoditi unggulan/sentra perikanan antara lain adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sarana prasarana produksi yang belum memadai, rusaknya ekosistem pantai
terutama terumbu karang,
lemahnya akses terhadap
permodalan dan pasar dan masih lemahnya kelembagaan yang ada. 11. Untuk mengembangkan sentra perikanan yang berbasiskan masing-masing komoditi
unggulan
tersebut
dibutuhkan
berbagai
program
seperti
pemberdayaan kelompok sasaran, peningkatan sarana prasarana produksi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan kelembagaan di tingkat masyarakat, penguatan kelembagaan pasar dan keuangan, penguatan kelembagaan pembelajaran dan kelembagaan pengelolan sentra perikanan.
5.2. Saran Untuk mewujudkan lokasi Coremap sebagai sentra perikanan berbasis komoditi unggulan, maka disarankan hal-hal sebagi berikut: 1.
Harus ada komitmen yang kuat dan jelas baik dari Pemerintah Kota Batam maupun dari DPRD tentang rencana pengembangan sentra perikanan.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
5-2
2.
Dibutuhkan alokasi anggaran yang besarnya sesuai dengan kemampuan Pemerintah Kota Batam, namun kontinyuitasnya harus terjamin.
3.
Perlu adanya upaya yang sungguh-sungguh dan serius dari Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan sebagai dinas yang bertanggungjawab untuk
merencanakan,
mengimplementasikan,
mengevaluasi
berbagai
program bersama masyarakat sasaran. 4.
Diperlukan adanya pemahaman secara holistik dari stakeholders terkait tentang arti pentingnya mempertahankan kelestarian ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai modal dasar pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dan anak cucu ke depan.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
5-3
DAFTAR PUSTAKA Coremap II Kota Batam, 2007. Rencana Zonasi Kawasan MMA Kota Batam. Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan, 2008. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (RENSTRA SKPD) Tahun 2006-2011. ---------------, 2009. Laporan Tahunan. Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Eaton, J.w, 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional dari Konsep ke Aplikasi. UI Press, Jakarta. Kantor Lurah Galang Baru, 2010. Monografi Kelurahan Galang Baru. Kantor Lurah Karas, 2010. Monografi Kelurahan Karas Kantor Lurah Pulau Abang, 2010. Monografi Kelurahan Pulau Abang. Korneta, E, 2008. Penyusunan Indikator Pengembangan Agropolitas di Provinsi Riau. Bappeda Provinsi Riau LSM Laksana Samudra, 2007. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Kelurahan Galang Baru. -----------, Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Kelurahan Karas. -----------,Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Kelurahan Pulau Abang. Maarif, M.S. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Grasindo: Jakarta. Marimin, 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grassindo Jakarta. Marimin, 2005. Teori dan Aplikasi Sistim Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB Bogor. Porter. M, 1998. The Competitive Advantage of Nation. Cambridge
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
DP-1
Soenarno,
2003. Pengembangan Pengembangan Wilayah
Kawasan
Agropolitan
dalam
Rangka
Sujianto, 2002. Kelembagaan Masyarakat Pesisir. Tinjauan Budaya Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan. Bappeda Provinsi Riau. Supriatna, 1977. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Humaniora Utama Prees Bandung. Unri, 2009. Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kota Batam. Kerjasama Unri dengan Crict Coremap II Pusat, Jakarata.
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
DP-2
Lampiran Dokumentasi Lapangan
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
L-1
Lampiran Dokumentasi Lapangan
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
L-2
Lampiran Dokumentasi Lapangan
Laporan Akhir, Kajian Pengembangan Lokasi Coremap II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan
L-3