I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penggunaan herbal untuk penanganan penyakit ikan sudah menjadi tradisi masyarakat pembudidaya ikan di beberapa Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai penggunaan herbal dipercaya mampu menanggulangi penyakit ikan. Pembudidaya ikan di daerah Cangkringan mengenal penggunaan daun ketapang, batang pisang, klorosede, rondolenguk, dan sambiloto untuk penanggulangan penyakit ikan (Rosyid, komunikasi personal September 2013). Pembudidaya ikan di daerah Minggir mengenal penggunaan daun ketapang, daun johar, daun sembung, rondonoleh, dan batang pisang untuk penanggulangan penyakit ikan (Sukijo, komunikasi personal Oktober 2013). Pembudidaya ikan di daerah Sewon mengenal penanggulangan penyakit ikan menggunakan batang pisang (Sulis, komunikasi personal Oktober 2013). Pembudidaya ikan di daerah Wates mengenal penanggulangan penyakit ikan menggunakan batang pisang dan jantung pisang (Wagiran, komunikasi personal Oktober 2013). Berbagai herbal yang digunakan masyarakat dalam penanganan penyakit ikan seperti daun sembung, daun ketapang, dan batang pisang dilaporkan memiliki kandungan senyawa aktif seperti tannin, flavonoid, dan saponin. Beberapa herbal tersebut juga dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherischia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, B. cereus, dan Candida albicans. Herbal
tersebutjuga digunakan sebagai obat tradisional untuk
berbagai penyakit manusia seperti epilepsi, disentri, diarrhea, lepra, sakit mata, scabies, pusing, batuk, dan obat luka (Dalimartha, 2008; Chen et al., 2009; Jawla et al., 2012; Rakholiyaet al., 2012; Karuppiyahet al., 2013). Herbal yang digunakan masyarakat untuk menanggulangi penyakit ikan masih perlu diteliti secara ilmiah dan diuji aktivitas antibakterinya secara spesifik terhadap bakteri patogen ikan. Penelitian perlu dilakukan untuk membuktikan dan mengetahui kemampuan antibakteri terhadap bakteri patogen ikan dari herbal yang dipercayai dan masih digunakan masyarakat. Penelitian terhadap bahan herbal
ini berpeluang
memunculkan dan mengembangkan alternatif baru untukmenanggulangi penyakit ikan.
1
Beberapa bakteri patogen ikan seperti Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp. dapat menjadi bakteri uji dalam penelitian karena menurut Irianto (2005) ketiga bakteri ini banyak menyerang berbagai jenis ikan. B. Tujuan 1.
Mengetahui aktivitas antibakteri daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung terhadap tiga bakteri patogen ikan yakni Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp.
2.
Mengetahui ekstrak herbal yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik
3.
Mengetahui golongan senyawa yang aktif menghambat bakteri
C. Manfaat 1.
Memberikan gambaran tentang aktivitas antibakteri daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung terhadap tiga bakteri patogen ikan yakni Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp.
2. Memberikan informasi mengenai ekstrak herbal yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik
3. Memberikan informasi mengenai golongan senyawa yang aktif menghambat bakteri D. WaktudanTempat Survei sederhana mengenai berbagai herbal yang digunakan masyarakat untuk menanggulangi penyakit ikan dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 di Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulonprogo. Uji kadar air, ekstraksi bahan herbal, uji aktivitas antibakteri, uji MIC dan MBC, uji bioautografi, dan identifikasi golongan senyawa yang menghambat bakteri dilakukan pada bulan Maret-September 2014 di Laboratorium Hidrobiologi, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Alami, Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan, dan Laboratorium Teknologi Ikan Jurusan Perikanan UGM.
2
II.
TINJAUAN RUJUKAN
A. Bakteri Patogen Ikan Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) beberapa bakteri patogen ikan di antaranya adalah Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Flexibacter sp., dan Vibrio sp. yang termasuk bakteri golongan Gram negatif. Selain itu ada juga bakteri golongan Gram positif yang patogen atau dapat menginfeksi ikan, salah satunya adalah Streptococcus sp. A.1. Aeromonas hydrophila Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam famili Pseudomonadaceae dan terdiri dari tiga species utama, yaitu A. hydrophila, A. punctata, dan A. liuiefacieus. Bakteri ini hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi, dengan suhu 15-30oC dan pH 5,5-9. Morfologinya berbentuk batang dengan ukuran 1-4,4x0,4-1 mikron, termasuk golongan Gram negatif, fakultatif aerobik, tidak berspora, dan bersifat motil karena memiliki satu flagel (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Bakteri Aeromonas dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga disebut Hemorrhage septicemia. Serangan bakteri ini bersifat berkepanjangan sehingga baru dapat dijumpai apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan penurunan kualitas air, kekurangan pakan, atau penanganan yang kurang cermat. Penularan penyakit MAS dapat berlangsung melalui air, kontak badan, kontak peralatan, atau pemindahan ikan yang terinfeksi bakteri Aeromonas ke tempat lain. Gejala yang akan timbul berupa warna tubuh yang berubah menjadi gelap, kulit menjadi kasat, dan timbul pendarahan yang akan menjadi hemorrhage, kemampuan berenang menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insang rusak, sering terjadi pendarahan pada organ dalam, perut terlihat kembung, seluruh siripnya rusak, insang menjadi keputih-putihan, serta mata rusak dan agak menonjol (Afrianto dan Liviawaty, 1992). A.2. Streptococcus sp. Salah satu bakteri yang dapat menyerang ikan adalah Streptococcus sp. sehingga penyakitnya disebut Streptococciasis. Penyakit ini menyerang beberapa ikan 3
budidaya air tawar maupun laut di beberapa negara dan cukup berbahaya karena menyebabkan kematian ikan. Penyakit ini dapat menyerang ikan nila, stripped bass, rabbitfish, rainbow trout, dan barramundi (Evans et al., 2000). Bakteri Streptococcus sp. termasuk ke dalam famili Streptococcaceae. Bakteri ini termasuk golongan Gram positif, berbentuk bulat hingga lonjong, diameter ≤ 2 µm, dan dapat melakukan pembelahan sel (Kuntaman, 2007). A.3. Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp. merupakan penyebab penyakit Vibriosis pada ikan. Ikan yang terinfeksi akan menunjukkan gejala berupa kehilangan nafsu makan, kulit menjadi gelap, insang pucat, sering muncul bisul yang mengeluarkan cairan bewarna kuning kemerahan, dan terjadi pendarahan pada dinding perut serta permukaan jantung. Jika dilakukan pembedahan maka akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada hati, ginjal, dan limpa (Ghufron dan Kordi, 2013). B. Kemampuan Antibakteri Daun Ketapang Ketapang memiliki nama ilmiah Terminalia catappa L. Ketapang dalam bahasa Inggris disebut Indian almond atau Singapore almond. Ketapang berasal dari Asia Tenggara dan sudah dikenal secara umum di Indonesia. Ketapang ditanam di Australia Utara, Polinesia, Pakistan, India, Afrika Timur dan Barat, Madagaskar, serta dataran rendah Amerika Selatan dan Tengah. Ketapang tumbuh alami pada pantai berpasir atau berbatu. Pohon ketapang berukuran moderat, mudah gugur, bentuk seperti pagoda, terutama bila pohon masih muda. Batang sering berbanir pada pangkal, pepagan coklat abu-abu tua, merekah, sementara cabang tersusun dalam deretan bertingkat dan melintang. Daun berseling, bertangkai pendek, mengumpul pada ujung cabang, biasanya membundar telur sungsang, kadang-kadang agak menjorong, mengertas sampai menjangat tipis, dan mengkilap. Bunga berbulir tumbuh pada ketiak daun, sebagian besar adalah bunga jantan, bunga biseksual terdapat ke arah pangkal, sangat sedikit, warna putih-kehijauan dengan cakram berjanggut. Buah pelok membulat telur atau menjorong, agak pipih, hijau-kekuningan dan berwarna merah saat matang. Buah batu dikelilingi lapisan daging berair setebal 3-6 mm. Jenis ini dapat dikenali langsung
4
dari cabangnya yang kaku dan daun-daun besarnya yang tersusun dalam roset (Prohati, 2013). Daun ketapang digunakan secara luas sebagai obat tradisional di Asia Tenggara untuk dermatosis dan hepatitis. Banyak studi farmakologi melaporkan bahwa ekstrak daun dan buah ketapang memiliki kemampuan antikanker, antioksidan, anti-HIVreserve-transcriptase, anti-inflammantory, anti-diabetic dan memiliki aktivitas hepatoprotektif (Jing et al., 2004). Ketapang juga dikenal sebagai obat tradisional dalam mencegah hepatitis dan hepatoma di Taiwan (Chen et al., 2000). Ketapang juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi demam dan disentri di wilayah hutan Amazon (Watson, 2008). Uji antibakteri dari ekstrak metanol daun ketapang yang dilakukan oleh Rakholiya dan Chanda (2012) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Micrococcus Flavus, Bacillus megaterium, Staphylococcus aureus, S. epidermidis, Proteus morganii, P. vulgaris, P. mirabilis, Klebsiella pneumoniae, dan Enterobacter aeorgenes dengan zona hambat antara 9-15 mm. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ketapang yang dilakukan oleh Kloucek et al., (2005) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus cereus, B. subtilis, Bacteroides fragilis, Enterococcus faecalis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, S. epidermidis, dan Streptococcus pyogenes dengan minimum inhibitory concentration (MIC) antara 0,25 mg/ml hingga 16 mg/ml. Uji aktivitas antimikrobia dari ekstrak N,N-dihylformamide, acetone, dan metanol Terminalia catappa sudah diuji melawan 91 strain mikrobia yang penting secara klinis yang terdiri dari 20 bakteri Gram positif, 55 strain bakteri Gram negatif dan 16 strain fungi, termasuk 19 strain dari spesies bakteri Pseudomonas. Hasil uji tersebut menunjukkan ketiga ekstrak Terminalia catappa aktif melawan 70% dari semua bakteri Gram positif, 63% dari semua bakteri Gram negatif, dan 25% dari semua strain fungi yang diuji (Chanda, 2011). Kemampuan antibakteri daun ketapang terhadap
Escherichia
coli,
Bacillus
subtilis,
Staphylococcus
aureus
Enterobacteraerogenes juga diujikan oleh Neelavathi (2012) dengan hasil yang sangat efektif dibandingkan dengan antibiotik Ciprofloxacin.
5
Hasil analisis fitokimia kualitatif dari daun ketapang yang dilakukan Neelavathi (2012) menjelaskan bahwa daun ketapang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, senyawa fenol, triterpenoid, fitosterol, protein, karbohidrat dan glikosida, resin, lemak dan fixed oil.Kandungan senyawa flavonoid pada ketapang sudah diisolasi dan diuji aktivitas antibakterinya oleh Ariyanti dkk. (2013) dengan zona hambat yang dihasilkan terhadap Staphylococcus epidermidis berkisar antara 11 mm hingga 23 mm dan terhadap Pseudomonas aeroginosa berkisar antara 10 mm hingga 29 mm. C. Kemampuan Antibakteri Batang Pisang Buah, daun, kulit, akar, dan batang pisang (Musa sp.) sudah digunakan sebagai obat untuk penyakit diarrhea dan disentri, intestinal colitis, antilithic, inflamasi, luka dan gigitan ular, protein abolic disorder, antimikrobia, antiulcerogenic, antihelmintic, hypoglycemic, dan antioksidan (Jawla et al., 2012).Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan oleh Suarsa (2011) ekstrak etanol, aseton, dan n-heksana dari batang pisang kepok dan pisang susu mengandung tannin dan flavonoid. Kandungan dari pisang yang diperkirakan memiliki kemampuan antibakteri adalah alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, dan steroid (Zafar, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Hastari (2012) menyimpulkan bahwa ekstrak batang dan pelepah pisang (Musa acuminata) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Penambahan ekstrak
batang dan pelepah pisang
dengan konsentrasi 6,25 %, 12,5 %, dan 25 % menunjukkan adanya pengaruh penurunan koloni bakteri S. aureus. Rerata jumlah koloni bakteri pada kontrol tanpa ekstrak berjumlah 537,33 koloni, sedangkan rerata jumlah koloni pada ekstrak batang pisang dengankonsentrasi 6,25 % berjumlah 69,33 koloni, konsentrasi 12,5 % berjumlah 6,67 koloni, dan konsentrasi 25 % berjumlah 5 koloni. Rerata jumlah koloni pada ekstrak pelepah pisang dengan konsentrasi 6,25 % berjumlah 17,67 koloni, konsentrasi 12,5 % berjumlah 13,33 koloni, dan konsentrasi 25 % berjumlah 2,6 koloni. Bhattacharjee dkk. (2013) melakukan uji antibakteri terhadap ekstrak aseton, etanol, dan akuades dari batang pisang dengan konsentrasi 2 mg/ml terhadap bakteri patogen seperti Aeromonas hydrophila, Bacillus licheniformis, B. mycoides, B. niacini,
6
B. subtilis, Escherichia coli, Geobacillus thermodenitrificans, Klebsiella pneumoniae, Paenibacillus koreensis, P. larvae larvae, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, P. flourescens, P. putida danStaphylocccus aureus. Hasilnya ekstrak aseton terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila, Bacillus niacini, dan Geobacillus thermodenitrificans dengan rerata diameter zona hambat 9,67 ± 6,24 mm, ekstrak akuades terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila, Bacillus mycoides, B. niacini, dan Geobacillus thermodenitrificans dengan rerata diameter zona hambat 9 ± 5,29 mm, dan ekstrak etanol terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila dan Bacillus niacini dengan rerata diameter zona hambat 10,46 ± 7,07 mm.Hasil ujiminimum inhibitory concentration (MIC) dari ekstrak etanol batang pisang terhadap Aeromonas hydrophila, Bacillus licheniformis, B. mycoides, B. niacini, B. subtilis, Escherichia coli, Geobacillus thermodenitrificans, Klebsiella pneumoniae, Paenibacillus koreensis, P. larvae, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, P. flourescens, P. putida, dan Staphylococcus aureus berkisar antara 10 mg/ml dan 30 mg/ml. D. Kemampuan Antibakteri Daun Sembung Sembung atau Blumea balsamifera berasal dari Nepal. Tumbuhan ini hidup di tempat terbuka hingga agak terlindung di tepi sungai dan lahan pertanian. Sembung dapat tumbuh di tanah berpasir atau tanah yang agak basah pada ketinggian hingga 2.200 m dpl. Sembung merupakan jenis perdu, tumbuh tegak, tinggi mencapai 4 m, memiliki percabangan pada ujungnya, berambut halus, dan berbau kamfer jika bagian tumbuhannya diremas. Sembung memiliki daun tunggal, di bagian bawah bertangkai, bagian atas merupakan daun duduk, letak berseling, dan terdapat 2-3 daun tambahan pada tangkai daunnya. Helaian daun sembung berbentuk bundar telur hingga lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi bergerigi atau bergigi, permukaan atas berambut agak kasar, permukaan bawah berambut rapat dan halus seperti beludru, pertulangan menyirip, panjang 8-40 cm, dan lebar 2-20 cm. Perbungaan majemuk berbentuk malai, keluar di ujung tangkai, dan berwarna kuning. Buah kotak berbentuk silindris, beriga 8-10, panjang 1 mm, dan berambut. Perbanyakan tumbuhan menggunakan biji atau
7
pemisahan tunas akar. Sembung bersifat pedas, sedikit pahit, hangat, dan baunya seperti rempah (Dalimartha, 2008). Daun sembung (Blumea balsamifera) digunakan dalam pengobatan tradisional Thailand dan China untuk luka dan infeksi (Sakeeet al., 2011). Sembung berkhasiat sebagai antibakteri, melancarkan peredaran darah, menghilangkan bekuan darah dan pembengkakan, peluruh kentut, peluruh keringat, peluruh dahak, astrigen, tonikum, serta obat batuk. Sembung mengandung minyak atsiri, getah, borneol, sineol, limone, asam palmitin dan myristin, alkohol sesquiterpent, khlorasetofenon, tannin, pirokatechin, dan glikosida (Dalimartha, 2008). Sembung juga mengandung flavonoid, monoterpent, sesquiterpent, acetylenic thiophenes, tripernoid, xanthenes, diterpenes, dan minyak esensial (Chen et al., 2009). Uji aktivitas antibakteri daun sembung sudah dilakukan oleh Sakeeet al. (2011) terhadap beberapa jenis bakteri. Hasilnya ekstrak heksan daun sembung mampu menghambat
Staphylococcus
aureus
dan
Enterobacter
cloacae,
ekstrak
dichloromethane mampu menghambat S. aureus, ekstrak minyak esensial mampu menghambat Bacillus cereus dan S. aureus dengan zona hambat terbesar 19 mm. Minimum inhibitory concentration (MIC) dan Minimum bactericidal concentration (MBC) terbaik dari daun sembung didapati pada ekstrak minyak esensial dengan konsentrasi 0,15 mg/ml terhadap Bacillus cereus dan 1,2 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus. E. Dosis Herbal yang Digunakan oleh Pembudidaya Ikan Penggunaan daun ketapang dalam treatment tradisional penyakit ikan adalah dengan cara daun ditebarkan ke dalam kolam. Dosis daun ketapang yang diberikan adalah 36,7 g/m2dan diberikan setiap 2 bulan sekali. Dosis batang pisang dalam treatment tradisional penyakit ikan adalah 71,4 g/m2 dan diberikan sebulan sekali. Metode pemberiannya adalah batang pisang dipotong-potong kemudian direndam ke dalam kolam. Daun sembung diberikan ke dalam kolam beserta batangnya. Dosis daun sembung yang digunakan adalah 17,8 g/m2dan diberikan sebulan sekali (Sukijo, komunikasi personal Oktober 2013).
8
III.
METODE
A. Alat dan Bahan A.1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung kaca, erlenmeyer (Pyrex), blender (Phipips HR 2071), gelas ukur (Pyrex), botol falcon (BD), blender, timbangan analitik (Denver AA200), timbangan digital (Shimadzu BX 320 D), pipet ukur (Iwaki), cawan porselin, vacuum rotary evaporator(Heidolph Laborota 4000), oven (Eyela WFO-601SD), desikator, vortex (Thermolyne Maxi Mix II37600), autoklaf (Yxqgoi), yellow tip, blue tip, micropipet(Rainin), petridisc, tabung reaksi (Iwaki),plat KLT (Merck), bunsen,paperdisc,microplate(Brandt), UVLamp 254 nm (Merck), pendingin (LG), stir plate (Nuova), spektrofotometer (Apel AP-101), inkubator (Memmeri), kuvet, masker, hand glove, alumunium foil (Total Wrap), plastik wrap, kertas tisu, kertas label, dan ballpoint. A.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ketapang(Terminalia catappa) berwarna hijau yang dipetik dari pohon ketapang di Jurusan Perikanan UGM, batang pisang Ambon (Musa acuminata) dengangenotip AAA dari Pusat Plasma Nutfah Pisang Giwangan, daun sembung(Blumea balsamifera) dipetik dari Merapi FarmPakem, heksan, etil asetat, etanol 96% (Mediss), akuades, DMSO 99,5% (Merck), reagen MTT, medium TSA (Oxoid CM0131), medium TSB (Pronadisa Cat.1224.00), medium agar (Oxoid LP0011), antibiotikCiprofloxacin (Bernofarm), spirtus, serta bakteri Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp. dari Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan Jurusan Perikanan UGM. B. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan eksplorasi dengan tiga bahan herbal yang dieksplorasi kemampuan antibakterinya, yaitu daun ketapang (Terminalia catappa), batang pisang (Musa acuminata), dan daun sembung (Blumea balsamifera). Ketiga bahan tersebut diekstrak menggunakan tiga pelarut yaitu etil asetat, etanol dan akuades secara berturut-turut. Hasil ekstrak ketiga bahan ini diuji aktivitas antibakterinya menggunakan paperdisc di dalam petridisc terhadap Aeromonas 9
hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp. dengan kontrol negatif yaitu paperdisc yang ditetesi DMSO sebagai pelarut, serta kontrol positif yaitu paperdisc yang ditetesi Ciprofloxacin. Bahan yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik kemudian dilakukan uji
Minimum
Inhibitory
Concentration(MIC)danMinimum
Bactericidal
Concentration(MBC) untuk mendapatkan ekstrak yang memiliki kemampuan antibakteri terbaik. Ekstrak yang memiliki nilai MIC dan MBC terendah kemudian diuji bioautografi untuk mengetahui spot senyawa yang aktif menghambat bakteri.Spot senyawa yang aktif kemudian diidentifikasi golongan senyawanya menggunakan reagen pendeteksi senyawa pada plat KLT (Kromatografi Lapis Tipis). C. Tata Laksana C.1. Pengumpulan Bahan Daun ketapang (Terminalia catappa) berwarna hijau dipetik dari dari pohon ketapang di Jurusan Perikanan UGM. Batang pisang Ambon (Musa acuminata) dengan genotip AAA diambil dari Pusat Plasma Nutfah Pisang Giwangan. Pohon pisang ditebang dan batangnya dicacah menjadi bagian yang kecil-kecil. Daun sembung (Blumea balsamifera) dipetik dari Merapi Farm. Semua bahan dikumpulkan dan disimpan dalam ruangan. C.2. Persiapan Bahan Pengeringan daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung dilakukan di dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung. Daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung yang telah kering dihaluskan dengan blender sampai halus merata. C.3. Ekstraksi Bahan Daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung yang telah halus dan kering sebanyak 50 g masing-masing dimasukkan ke dalam tabung kaca kemudian ditambahkan pelarut etil asetat sebanyak 400 ml dan didiamkan selama 24 jam. Bahan herbal dan pelarut kemudian digojog 30 kali atau hingga warna pelarut berubah menjadi pekat, kemudian larutan etil asetat dikeluarkan, disaring menggunakan kertas saring dan ditampung. Pelarut etil asetat baru sebanyak 400 ml dimasukkan lagi ke dalam toples kaca lalu digojog 30 kali atau hingga warna pelarut berubah menjadi pekat. Larutan etil asetat dikeluarkan dan ditampung. Langkah ekstraksi dengan etil
10
asetat diulangi kembali hingga 3 kali pemasukan, penggojogan, pengeluaran, penyaringan dan penampungan pelarut etil asetat. Setelah tiga kali ekstraksi dengan pelarut etil asetat, pelarut etanol 400 ml dimasukkan ke dalam tabung kaca dan dilakukan ekstraksi etanol sebanyak tiga kali yang memiliki langkah serupa dengan ekstraksi etil asetat. Setelah tiga kali ekstraksi dengan pelarut etanol selesai, kemudian dimasukkan akuades sebanyak 400 ml dimasukkan ke dalam tabung kaca dan dilakukan langkah ekstraksi akuades sebanyak tiga kali yang memiliki langkah serupa dengan ekstraksi etil asetat dan etanol.Hasil ekstraksi berupa larutan ekstrak bahan herbal ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan dalam kulkas. C.4. EvaporasiEkstrak dan Perhitungan Rendemen Bagian water bathdari vacuum rotary evaporatordiisi dengan air. Air dan es batu dimasukkan ke dalam bak air pendingin, kabel poweruntuk pompa air, pompa vakum dan pemanas ditancapkan ke sumber listrik. Kondensor ditunggu hingga dingin atau berembun. Flask sampel ditimbang untuk mengetahui berat kosongnya. Larutan ekstrak dimasukkan ke dalam flask sampel. Flask sampel dipasang pada tempatnya kemudian diturunkan hingga sebagian tenggelam di water bath. Receiving flask dipasang. Saluran udara keluar kondensor ditutup rapat. Tombol power pemanas dan rotationdisplay water bath ditekan. Suhu diatur ke angka maksimal 400C untuk larutan ekstrak etil asetat dan etanol, dan diatur ke angka 60 0C untuk larutan ekstrak akuades. Putaran flask diatur ke angka 40 rpm dengan memutar tombol rotation. Alat evaporasi terus diawasi agar larutan ekstrak tidak meluap. Proses evaporasi ditunggu hingga pelarut cair sudah tidak tampak lagi. Bila telah selesai, tombol power saluran udara keluar kondensor dibuka, pompa vakum dimatikan, tombol pemanas dan suhu dimatikan, pengatur suhu dan putaran diputar ke posisi nol, dan labu dinaikkan ke posisi atas. Flask sampel dilepas, kabel power dicabut. Flask yang berisi sampel ekstrak semi basah ditimbang beratnya.Selisih antara berat flask berisi ekstrak semi basah dan berat flask kosong dicatat sebagai nilai berat ekstrak semi basah yang didapatkan. Ekstrak semi basah kemudian diuji kadar airnya untuk mengetahui berat kering ekstrak. Nilai rendemen didapat dari total berat ekstrak kering yang didapatkan dibagi total berat bahan yang diekstrak dikali 100%.
11
C.5. Pengujian Kadar Air Ekstrak Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama minimal 1 jam. Cawan diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik. Sebanyak 10 miligram sampel dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama 4 jam lalu suhu 1050C selama 20 jam. Setelah selesai pengeringan dengan oven kemudian cawan dikeluarkan dan diletakkan pada desikator kurang lebih 15 menit lalu ditimbang kembali beratnya menggunakan timbangan analitik. Perhitungan kadar air :
Keterangan: A = Berat cawan kosong (g) B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g) C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g) C.6. Pembuatan Sediaan Ekstrak dalam Pelarut DMSO Dosis ekstrak yang digunakan untuk uji antibakteri adalah 20 mg berat kering ekstrak dalam 1 ml pelarut DMSO. Nilai berat kering sampel yang sudah diketahui melalui uji kadar air digunakan untuk mendapatkan berat setiap ekstrak semi basah (hasil evaporasi) yang dibutuhkan dalam mencapai takaran dosis 20mg/ml berat kering. Sampel ekstrak semi basah dimasukkan ke dalam botol Falcon sesuai hasil perhitungan hingga setara dengan 20 mg berat kering ekstrak. Selanjutnya pelarut ditambahkan ke dalam botol Falcon hingga mencapai 1 ml. Dosis ekstrak dapat dikonversikan ke perbandingan yang lebih besar yaitu 40 mg dalam 2 ml DMSO untuk memperbanyak jumlah sediaan ekstrak. C.7. Uji Aktivitas Antibakteri Medium TSA cair bersuhu ± 500 Cdituangkan secara aseptis ke petridisc sebanyak 15-20 ml dan ditunggu hingga memadat. Medium soft agarcair bersuhu ± 400 C dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10-15 ml. Bakteri dalam kultur TSB yang berumur 18-24 jam di-vortex hingga homogen lalu diambil menggunakan
12
mikropipet sebanyak 100µL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi soft agar. Medium soft agar dalam tabung reaksi kemudian di-vortexdan dituangkan ke atas TSA padat di dalam petridisc. Medium soft agar ditunggu sampai memadat. Paperdisc diletakkan ke atas medium soft agar yang sudah memadat secara aseptis. Ekstrak bahan herbal dengan konsentrasi 20 mg/ml diteteskan ke atas paperdisc dengan volume 50 µl. Kontrol negatif yaitu larutan DMSO sebanyak 50 µl dan kontrol positif yaitu Ciprofloxacin dengan konsentrasi 2 mg/ml sebanyak 50 µlmasing-masing diteteskan ke atas paperdisc.Petridisc kemudian dibungkus dan diinkubasi pada suhu 300 C. Zona hambat dari paperdisc diamati dan diukur diameternya setelah inkubasi 18-24 jam. C.8. Uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) Sediaan ekstrak hasil evaporasi diambil setara 40 mg berat kering dan dimasukkan ke dalam microtube. TSBdimasukkan ke microtube hingga mencapai takaran 800 µldi dalam microtube. TSB dan ekstrak dihomogenkan menggunakan vortex. Sediaan ekstrak yang sulit larut homogen dapat diberikan pelarut DMSO sebanyak 100-200 µl terlebih dahulu sebelum dimasukkan TSB. Ekstrak herbal yang sudah larut dengan TSB di dalam microtube diambil sebanyak 80 µl untuk dimasukkan ke dalam sumuran pertama dan kedua pada microplate. Pada sumuranurutanketiga hingga keenam dimasukkan TSB masingmasing sebanyak 80 µl. Ekstrak pada sumurankedua dihomogenkan dengan pipetting lalu diambil sebanyak 80 µl dan dipindahkan ke sumuranketiga. Pengenceran dengan cara yang sama dilakukan pada sumuranberikutnya hingga masing-masing ekstrak memiliki 6 tingkat konsentrasi ekstrak. Kemudian masing-masing wellplate diinokulasi dengan 20 µl TSB berisi bakteri dengan konsentrasi 4-5 x 108cfu/ml sesuai standar 0,5 McFarland dan dihomogenkan dengan pipetting. Ulangan untuk masing-masing ekstrak terhadap satu bakteri dilakukan sebanyak tiga kali. Konsentrasi akhir ekstrak dalam 6 sumuran yang sejajar yaitu 40 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, dan 1,25 mg/ml.Kontrol negatif yang digunakan adalah sumuranberisi 80 µl
13
TSB dan 20 µl bakteri tanpa ekstrak. Kontrol positif yang digunakan adalah 100 µl TSB tanpa ekstrak dan tanpa bakteri. Inkubasi microplate dilakukan pada suhu 300 C selama 24 jam. Pengamatan MIC setelah inkubasi 24 jam dilakukan dengan melihat pertumbuhan bakteri pada sumuran. Sumuran yang ditumbuhi bakteri akan berubah keruh atau terlihat adanya endapan bakteri yang banyak. Reagen MTT 10-20 µl dapat diteteskan untuk memastikan pertumbuhan bakteri. Sumuran yang ditumbuhi bakteri akan berwarna biru dan yang tidak ditumbuhi bakteri tidak terjadi perubahan warna atau berwarna kekuningan. Konsentrasi ekstrak minimum pada sumuranyang dapat menghambat bakteri dicatat sebagai nilai MIC. Setelah inkubasi selama 48 jam, ekstrak di dalam sumuran diinokulasi dengan jarum ose pada medium TSA dalam petridisc. Medium TSA kemudian diinkubasikan selama 24 jam lalu diamati pertumbuhan bakteri pada bekas inokulasi. Konsentrasi ekstrak minimum yang tidak menghasilkan pertumbuhan bakteri pada bekas inokulasi di TSA dicatat sebagai nilai MBC. C.9. Uji Bioautografi Plat KLT dipotong sesuai ukuran. Garis dasar (base line) dibuat di bagian bawah, sekitar 1 cm dari ujung bawah plat dan garis akhir di bagian atas sekitar 0,5 cm dari ujung atas plat. Sampel cairan yang telah disiapkan sejajar ditotolkan menggunakan pipa kapiler, tepat di atas base line. Jika sampel padat, dilarutkan pada pelarut tertentu terlebih dahulu. Totolan dikeringkan. Masing-masing eluen dimasukkan ke dalam chamber dan dicampurkan. Plat ditempatkan pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen. Chamber ditutup. Eluen ditunggu hingga mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, pada tahap ini pemisahan akan terlihat. Setelah mencapai garis akhir, plat diangkat dengan pinset, dikeringkan, dan diukur jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, plat diamati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, plat disemprot dengan pewarna tertentu seperti kalium kromat atau ninhidrin. Bakteri dikultur dalam 10 medium TSB dalam tabung reaksi selama 24 jam. Kemudian kepadatan bakteri dihitung menggunakan spektrofotometer. Pengenceran
14
dilakukan menggunakan medium TSB sehingga didapati kepadatan bakteri 10 7 cfu/ml sesuai standar 0,5 McFarland. Kemudian bakteri TSB sebanyak 500 µl diinokulasikan ke dalam tabung reaksi berisi 9,5 mlsoft agar cair dan dihomogenkan menggunakan alat vortex.Soft agar berisi bakteri dituangkan ke dalam petridisc. Plat KLT yang sudah memperlihatkan pemisahan golongan senyawa kemudian dicelupkan ke dalam soft agar berisi bakteri. Plat KLT kemudian disimpan ke dalam petri disc dan diinkubasikan selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan plat KLT disemprot menggunakan reagen MTT. Bagian plat KLT yang berwarna biru merupakan zona tumbuh bakteri dan bagian plat KLT yang tetap bening merupakan zona hambat bakteri. Spot pemisahan pada plat KLT yang menjadi zona hambat bakteri ditandai, dihitung nilai Rf, dan didokumentasikan. C.10. Identifikasi Golongan Senyawa yang Menghambat Bakteri Identifikasi golongan senyawa yang menghambat bakteri dilakukan dengan menggunakan plat KLT dan reagen pendeteksi golgongan senyawa.Ekstrak kental diteteskan pada plat KLT kemudian dikembangkan dengan fase gerak heksan : etil asetat 7:3. Setelah itu spot yang pada uji bioautografi sudah diketahui aktif menghambat bakteri dilingkari dengan pensil.Plat KLT dicelupkanke dalam reagen pendeteksi golongan senyawa dan kemudian dipanaskan pada hot plate sampai terjadi perubahan warna. Reagen pendeteksi golongan senyawa yang digunakan antara lain asam sulfat, anisaldehid-asam sulfat, vanilin-asam sulfat, ninhidrin, dan FeCl3. Identifikasi golongan senyawa dengan reagen vanilin-asam sulfat berbeda dengan reagen yang lain, penggunaan reagen ini tidak perlu pemanasan plat KLT padahot plate. Reagen pendeteksi golongan senyawa dan kegunaannya disajikan pada tabel 3.1.
15
Tabel 3.1. Reagen pendeteksi golongan senyawa dan kegunaannya. Reagen asam sulfat
Reagen ini merupakan reagen umum. Perubahan warna menjadi merah menunjukkan adanya kandungan terpenoid. Reagen anisaldehid- Reagen yang sering digunakan untuk mendeteksi triterpen. asam sulfat Warna merah hingga ungu menunjukkan adanya triterpen (Oleszek et al., 2008). Reagen vanillin- Reagen yang dapat digunakan untuk mendeteksi triterpen. asam sulfat Triterpen akan berwarna biru, biru violet, dan kekuningan (Waksmundzka-Hajnos, 2008) Reagen ninhidrin Reagen ini khususnya digunakan pada asam amino dan protein. Asam amino dan protein akan memunculkan warna violet (Mamta dan Jyoti, 2012). Reagen FeCl3 Reagen ini digunakan untuk mendeteksi adanya fenol. Perubahanwarna menjadi hijau menunjukkanadanya senyawa fenol (Mamta dan Jyoti, 2012). C.11. Analisis Data Data mengenaihasil uji aktivitas antibakteri dari daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung hingga uji MIC, MBC, bioautografi dan identifikasi golongan senyawa dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan kesimpulan penelitian. D. AlurPenelitian Alur penelitian yang dilakukandisajikan pada Gambar 3.1.
16
Pengumpulan bahan herbal Pengeringan sampel daun ketapang, daun sembung, dan batang pisang dalam ruangan Penghalusan sampel dengan blender
Ekstraksi dengan Etil Asetat 3x
Ekstraksi dengan Etanol 3x
Ekstraksi dengan Akuades 3x
Evaporasi larutan ekstrak Uji kadarair ekstrak daun ketapang, daun sembung, dan batang pisang
Pembuatan sediaan ekstrak 20mg/mL dalam DMSO
Aeromonas hydrophila Streptococcus sp.
Uji aktivitas antibakteri Vibrio sp.
Uji MIC dan MBC dari bahan yang aktivitas antibakterinya tertinggi
Uji bioautografi dari ekstrak yang memiliki nilai MIC dan MBC terendah
Analisis hasil
Gambar 3.1. Alur penelitian yang dilakukan
17
Identifikasi Golongan Senyawayang Menghambat Bakteri
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Rendemen Ekstraksi Ekstraksi batang pisang, daun ketapang, dan daun sembung dilakukan dengan menggunakan tiga pelarut secara berturut-turut, yaitu etil asetat, etanol, dan akuades. Setelah evaporasi dilakukan uji kadar air untuk mengetahui berat ekstrak kering. Nilai rendemen didapat dari berat ekstrak kering dibagi berat bahan herbal yang digunakan. Adapun nilai rendemen yang didapat dari kesemua ekstrak dijelaskan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai Rendemen Ekstrak Bahan Herbal No. Ekstrak 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Berat Bahan (g) 50 50 50 50 50 50 25 25 25
Berat Ekstrak Semi Basah (g) 1,272 2,939 7,488 18,936 12,204 15,804 3,251 1,338 1,883
DEA DE DA KEA KE KA SEA SE SA Keterangan: DEA : Ekstrak etil asetat batang pisang DE : Ekstrak etanol batang pisang DA : Ekstrak akuades batang pisang KEA : Ekstrak etil asetat daun ketapang
KE KA SEA SE SA
Kadar Air (%) 22 25 27 6 19 16 38 25 11
Berat Ekstrak Kering (g) 0,992 2,205 5,466 17,800 9,885 13,275 2,016 1,004 1,676
Rendemen (%) 2 4 11 36 20 27 8 4 7
: Ekstrak etanol daun ketapang :Ekstrak akuades daun ketapang :Ekstrak etil asetat daun sembung :Ekstrak etanol daun sembung : Ekstrak akuades daun sembung
Nilai rendemen tertinggi didapat pada ekstrak etil asetat daun ketapang yaitu 36%, sedangkan nilai rendemen terendah didapati pada ekstrak etil asetat batang pisang yaitu 2%. Adapun nilai rendemen ekstrak yang lain yaitu ekstrak etanol daun ketapang adalah 20 %, ekstrak akuades daun ketapang 27%, ekstrak etanol batang pisang 4 %, ekstrak akuades batang pisang 11 %, ekstrak etil asetat daun sembung 8%, ekstrak etanol daun sembung 4 %, dan ekstrak akuades daun sembung 7 %. Nilai rendemen tertinggi dari bahan batang pisang didapati pada ekstrak dengan pelarut akuades. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut akuades adalah pelarut yang lebih efektif untuk mengekstrak batang pisang dibandingkan dengan pelarut etanol dan etil
18
asetat. Nilai rendemen tertinggi dari bahan daun ketapang didapati pada ekstrak dengan pelarut etil asetat. Hal ini menunjukkan etil asetat adalah pelarut yang lebih efektif untuk mengekstrak daun ketapang dibandingkan pelarut etanol dan akuades. Nilai rendemen tertinggi dari bahan daun sembung didapati pada ekstrak dengan pelarut etil asetat. Hal ini menunjukkan etil asetat adalah pelarut yang lebih efektif untuk mengekstrak daun sembung dibandingkan pelarut etanol dan akuades. Kecocokan antara tingkat polaritas pelarut dengan tingkat polaritas kandungan bahan herbal yang diekstrak diperkirakan menjadi faktor utama yang menentukan efektivitas pelarut dalam mengekstrak bahan. B. Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan disc diffusion method di atas medium soft agar petri. Konsentrasi ekstrak yang diteteskan ke atas paperdisc adalah 20 mg/ml atau 1 mg/paperdisc dan konsentrasi antibiotik Ciprofloxacin yang diteteskan adalah 2 mg/ml atau 0,1 mg/paperdisc. Hasil dari uji antibakteri ditampilkan dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2 Diameter zona hambat ekstrak beberapa herbal terhadap beberapa bakteri patogen ikan (mm). Bakteri Ekstrak Aeromonas hydrophila Streptococcus sp. Vibrio sp. DEA 11,3 ± 0,6 8,7 ±7,5 DE DA KEA 19 ±1,7 19 ±2,6 19,7 ± 0,6 KE 19 ±1,0 19,3 ±0,6 20,7 ± 0,6 KA 16,7 ± 0,6 16,3 ±2,1 17,3 ± 0,6 SEA 13,7 ±3,1 14 ±1,7 SE 9,7 ±8,7 8,7 ± 7,6 SA 3,7 ±6,4 DM AB 38 ±1,7 39,7 ± 1,5 12,3 ±2,1 Keterangan: DEA : Ekstrak etil asetat batang pisang KA : Ekstrak akuades daun DE : Ekstrak etanol batang pisang ketapang DA : Ekstrak akuades batang pisang SEA: Ekstrak etil asetat daun KEA : Ekstrak etil asetat daun ketapang sembung KE : Ekstrak etanol daun ketapang SE : Ekstrak etanol daun sembung DM : Larutan DMSO (kontrol negatif) SA : Ekstrak akuades daun sembung : Tidak tampak adanya zona AB : Antibiotik Ciprofloxacin Hambat (kontrol positif)
19
Daun ketapang aktif menghambat ketiga bakteri pada ekstrak etil asetat, etanol, dan akuades. Batang pisang aktif menghambat Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. pada ekstrak etil asetat. Daun sembung aktif menghambat Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. pada ekstrak etil asetat dan etanol. Ekstrak yang tidak terlihat memiliki aktivitas antibakteri adalah ekstrak etanol dan akuades batang pisang terhadapketiga bakteri yang diuji, ektrak etil asetat batang pisang terhadap Vibrio sp., ekstrak akuades daun sembung pada bakteri A. hydrophila, dan ketiga ekstrak daun sembung terhadap bakteri Vibrio sp. Ekstrak bahan herbal yang memiliki rerata aktivitas antibakteri tertinggi adalah ekstrak dari daun ketapang yaitu sebesar 18,6 ±1,5 mm, sedangkan ekstrak bahan herbal yang memiliki rerata aktivitas antibakteri terendah adalah ekstrak dari batang pisang yaitu sebesar 3,6 ±4,2 mm. Bahan herbal yang memiliki rerata aktivitas antibakteri tertinggi yaitu daun ketapang selanjutnya diuji MIC dan MBC. Hasil uji antibakteri menunjukkan bakteri uji yang paling resisten terhadap ekstrak batang pisang dan daun sembung adalah bakteri Vibrio sp., sedangkan bakteri yang paling sensitif terhadap ekstrak batang pisang dan daun sembung adalah Streptococcus sp. Ketiga bakteri terlihat lebih sensitif terhadap ekstrak daun ketapang. Bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp. terlihat cukup sensitif terhadap antibiotik Ciprofloxacin,
sedangkan
bakteri
yang terlihat
resisten terhadap
antibiotik
Ciprofloxacin adalah Vibrio sp. Zona hambat yang terlihat jernih pada uji ini menunjukkan kemampuan bactericidal bahan sedangkan zona hambat yang terlihat tipis namun tidak jernih memperlihatkan kemampuan bacteriostatic dari ekstrak. Diameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri ekstrak batang pisang memiliki nilai yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Babu et al.(2013). Penelitian itu menggunakan ekstrak metanol batang pisangdengan konsentrasi 1 mg/paperdisc terhadap beberapa bakteri dengan agar well diffusion method. Hasilnya ekstrak metanol batang pisang mampu menghambat bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli dengan diameter zona hambat >10 mm, namun tidak terlihat zona hambat yang berarti pada bakteri Mycobacterium smegmatis dan Staphylococcus aureus.
20
Diameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri ekstrak daun ketapang menunjukkan nilaiyang berbeda dibandingkan penelitian yang dilakukan Neelavathi (2012). Penelitian itu menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ketapang terhadap beberapa bakteri dengan metode disc diffusion method. Diameter zona hambat yang dihasilkan ektrak akuades daun ketapang dengan konsentrasi 300 µg/ml terhadap bakteri E.coli adalah 13 mm, B.subtilis adalah 14 mm, S. aureus adalah 17 mm, dan E. aerogenes adalah 10 mm. Diameter zona hambat dari uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sembung berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sakeeet al. (2011) terhadap beberapa jenis bakteri. Penelitian tersebut mendapati hasil ekstrak heksan daun sembung dengan konsentrasi 384 µg/paperdisc mampu menghambat Staphylococcus aureus dengan rerata diameter 7,25 mmdan Enterobacter cloacae dengan diameter zona hambat 6,75 mm, namun tidak aktif menghambat bakteri B. cereus, E. coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella enterica. Ekstrak dichloromethane daun sembung dengan konsentrasi 384 µg/paperdisc mampu menghambat Staphylococcus aureus dengan rerata zona hambat 7,5 mm, namun tidak aktif menghambat B. cereus, S. aureus, E.coli, Klebsiella pneumoniae, P. aeruginosa, dan S. enterica. Ekstrak minyak esensial daun sembung dengan konsentrasi 384 µg/paperdisc mampu menghambat B. cereus dengan zona hambat 12 mm dan S. aureus dengan zona hambat terbesar 19 mm, namun tidak aktif menghambat Enterobacter cloacae, E. coli,K. pneumoniae, P. aeruginosa, dan Salmonella enterica. Hal-hal seperti perbedaan pelarut dalam ekstraksi, perbedaan proses ekstraksi, perbedaan konsentrasi ekstrak,perbedaan bakteri, dan resistensi bakteri diduga menjadi faktor yang membedakan antara hasil uji aktivitas antibakteri ini dengan hasil penelitian lainnya. Hasil uji antibakteri ini mengkonfirmasi bahwa daun ketapang memiliki kemampuan antibakteri terhadap A. hydrophila, Streptococcus sp., dan Vibrio sp., sedangkan daun sembung dan batang pisang memiliki kemampuan antibakteri terhadap A. hydrophila dan Streptococcus sp. Senyawa dari daun sembung yang diduga aktif sebagai antibakteri adalah flavonoid dan sesquiterpent (Sakeeet al., 2012). Kandungan dari pisang yang
21
diperkirakan memiliki kemampuan antibakteri adalah alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, dan steroid (Zafar, 2011). Kemampuan antibakteri ekstrak daun ketapang dapat disebabkan oleh senyawa fenol, triterpenoid, dan tanin yang berdasarkan analisis fitokimia terbukti terkandung dalam daun ketapang (Sumetriani, 2010). C. Uji MIC dan MBC Uji MIC (Minimum Inhibtory Concentration) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration) dilakukan terhadap ekstrak bahan yang memiliki aktivitas antibakteri tinggi yaitu daun ketapang. Uji MIC menggunakan metode agar well diffusion method dalam mikroplate dengan tiga ulangan. Konsentrasi bakteri yang digunakan adalah 4-5 x 108 cfu/mlsesuai standar 0,5 McFarland. Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam uji ini adalah 40 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, dan 1,25 mg/ml, sedangkan konsentrasi antibiotik Ciprofloxacin yang digunakan adalah 2 mg/ml, 1 mg/ml, 0,5 mg/ml, 0,25 mg/ml, 0,125 mg/ml, dan 0,0625 mg/ml. Kontrol positif yang digunakan adalah TSB tanpa bakteri dan tanpa ekstrak yang memiliki hasil bening tidak ditumbuhi bakteri, sedangkan kontrol negatifnya adalah TSB dengan bakteri tanpa ekstrak dengan hasil keruh ditumbuhi bakteri. Hasil uji MIC dijelaskan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil uji MIC (Minimum Inhibtory Concentration) beberapa ekstrak daun ketapang terhadap beberapa bakteri patogen ikan (mg/ml). Ekstrak
A. hydrophila 5 10 10 ≤0,0625
Bakteri Streptococcus sp. 2,5 10 10 ≤0,0625
KEA KE KA Ciprofloxacin Keterangan: KEA: Ekstrak etil asetat daun ketapang KE: Ekstrak etanol daun ketapang KA: Ekstrak akuades daun ketapang
Vibrio sp. ≤1,25 5 5 ≤0,0625
Nilai MIC terendah didapati ekstrak etil asetat daun ketapang terhadap bakteri Vibrio sp., sedangkan nilai MIC tertinggi terdapat pada ekstrak etanol dan akuades daun ketapang terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. Bakteri yang
22
paling resisten terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri A. hydrophila, sedangkan bakteri yang paling sensitif terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri Vibrio sp. Bahan pembanding yaitu antibiotik Ciprofloxacin memiliki nilai MIC yang rendah terhadap ketiga bakteri yaitu sebesar ≤0,0625 mg/ml. Semakin rendah nilai MIC suatu bahan berarti semakin kecil konsentrasi yang dibutuhkan ekstrak untuk menghambat bakteri yang artinya semakin baik kemampuan bahan tersebut dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai MIC berdasarkan standar Coyle (2005)yang termasuk susceptible atau sensitif adalah ≤2 µg/ml, intermediate adalah 4 µg/ml, dan resisten adalah ≥ 8 µg/ml. Berdasarkan standar tersebut maka bakteri A. hydrophila termasuk resisten terhadap ketiga ekstrak daun ketapang, bakteri Streptococcus sp. termasuk resisten terhadap ketiga ekstrak daun ketapang, dan bakteri Vibrio sp. termasuk resisten terhadap ekstrak etanol dan akuades daun ketapang. Nilai MIC ekstrak daun ketapang yang tergolong resisten tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun ketapang belum cukup efektif dan kuat dalam menghambat bakteri uji. Nilai MIC ekstak etil asetat daun ketapang yang belum diketahui pasti konsentrasinya yaitu ≤1,25 mg/ml belum dapat diinterpretasikan secara kualitatif. Uji MIC terhadap A. hydrophilamenggunakan madu dan ekstrak tumbuhan obat seperti Carissa edulis, Erythrina lysistemon, Momordica balsamina, Psidium guajava and Ficus syscomorusdilakukan oleh Ramalivhanaet al. (2014) memiliki rerata hasil 1,25 ± 0,513 mg/ml.Nilai MIC tersebut lebih rendah dibandingkan nilai MIC ketiga ekstrak daun ketapang pada penelitian ini. Uji MIC terhadap bakteri Streptococcus iniae dilakukan oleh Tukmechi et al. (2010) menggunakan ekstrak etanol propolis memiliki hasil 0,193 mg/ml. Nilai MIC tersebut lebih rendah dibandingkan nilai MIC ketiga ekstrak daun ketapang pada penelitian ini. Uji MIC terhadap bakteri Vibrio alginolyticus dilakukan oleh Marzouk et al. (2011) menggunakan ekstrak akuades biji dan buah Citrullus colocynthis memiliki rerata hasil 0,367 ± 0,289 mg/ml. Nilai MIC tersebut lebih rendah dibandingkan nilai MIC ekstrak etanol dan akuades daun ketapang pada penelitian ini.
23
Uji
MBC
(Minimum
Bactericidal
Concentration)
dilakukan
dengan
menginokulasikan sampel dari dalam sumuran ke medium TSA petri setelah 48 jam inkubasi dengan dua ulangan. Kontrol positif yang digunakan adalah TSB tanpa bakteri dan tanpa ekstrak yang memiliki hasil bening tidak ditumbuhi bakteri pada bekas inokulasi jarum ose di medium TSA petri, sedangkan kontrol negatifnya adalah TSB dengan bakteri tanpa ekstrak dengan hasil koloni bakteri tumbuh tebal pada bekas inokulasi jarum ose di medium TSA petri. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam inkubasi. Hasil Uji MBC dipaparkan dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration)beberapa ekstrak daun ketapang terhadap beberapa bakteri patogen ikan(mg/ml). Bakteri Bahan A. hydrophila Streptococcus sp. Vibrio sp. KEA 40 40 ≤1,25 KE >40 10 10 KA >40 >40 20 Ciprofloxacin 0,25 2 0,25 Keterangan: KEA : Ekstrak etil asetat daun ketapang KE : Ekstrak etanol daun ketapang KA : Ekstrak akuades daun ketapang Nilai MBC yang terendah didapati pada ekstrak etil asetat daun ketapang terhadap Vibrio sp. yaitu ≤1,25 ± mg/ml. Nilai MBC tertinggi yaitu sebesar >40 mg/ml didapati pada ekstrak akuades daun ketapang terhadap bakteri A. hydrophiladan Streptococcus sp, serta ekstrak etanol daun ketapang terhadap A. hydrophila. Bakteri yang terlihat sensitif terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri Vibrio sp., sedangkan bakteri yang terlihat resisten terhadap ekstrak daun ketapang adalah bakteri A. hydrophila. Penelitian yang dilakukan oleh Akharaiyiet al. (2011) mengungkapkan bahwa ekstrak akuades daun ketapang muda memiliki nilai MBC 100 mg/ml terhadap Bacillus cereus, 115 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus, 145 mg/ml terhadap Pseudomonas aeruginosa, 100 mg/ml terhadap Salmonella typhi, 145 mg/ml terhadap Proteus mirabilis, 100 mg/ml terhadap Shigella dysenteriae, dan100 mg/ml terhadap Escherichia coli. Rerata nilai MBC yang didapat dari penelitian tersebut adalah 115 mg/ml. Hasil uji
24
MBC ekstrak daun ketapang pada penelitian ini yang memiliki nilai lebih rendah daripada rerata nilai MBC penelitian Akharaiyi et al. (2011) adalah etil asetat ekstrak daun ketapang pada bakteri A. hydrophila, Streptococcus sp. dan Vibrio sp., ekstrak etanol daun ketapang pada bakteri Streptococcus sp. dan Vibrio sp., dan ekstrak akuades daun ketapang pada bakteri Vibrio sp. Hasil uji MIC dan MBC ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun ketapang memiliki kemampuan bacteriostatic dan baktericidal terhadap ketiga bakteri uji, ekstrak etanol daun ketapang memiliki kemampuan bacteriostatic terhadap ketiga bakteri uji dan baktericidal terhadap bakteri Streptococcus sp. dan Vibrio sp., dan ekstrak akuades daun ketapang memiliki kemampuan bacteriostatic terhadap ketiga bakteri uji dan baktericidal terhadap bakteri Vibrio sp. Semakin rendah nilai MBC suatu bahan berarti semakin kecil konsentrasi yang dibutuhkan ekstrak untuk membunuh bakteri yang artinya semakin baik kemampuan bahan tersebut dalam membunuh pertumbuhan bakteri. Ekstrak etil asetat daun ketapang terhadap bakteri Vibrio sp. merupakan hasil terbaik pada uji MIC dan MBC ini. Hasil terbaik pada uji MIC dan MBC kemudian diuji bioautografi dan diidentifikasigolongan senyawa yang menghambat bakteri. D. Uji Bioautografi Uji bioautografi dilakukan terhadap hasil terbaik dari uji MIC dan MBC yaitu ekstrak etil asetat daun ketapang terhadap bakteri Vibrio sp. Uji bioautografi menggunakan plat KLT yang dicelupkan dengan bakteri Vibrio sp. dalam medium soft agar. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam untuk mengetahui spot ekstrak yang aktif menghambat bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp. yang digunakan dalam uji bioautografi adalah bakteri Vibrio sp. dengan kepadatan 1,1 x 108 cfu/ml dan 5 x 106cfu/ml sesuai standar 0,5 McFarland. Hasil pengamatan uji bioautografi disajikan pada Gambar 4.1.
25
1
2
3
Gambar 4.1. Hasil uji bioautografi. 1. Pemisahan ekstrak etil asetat pada plat KLT dalam sinar UV 254. 2. Ekstrak etil asetat daun ketapang dengan bakteri Vibrio sp. 1,1 x 108 cfu/ml. 3. Ekstrak etil asetat daun ketapang dengan bakteri Vibrio sp. 5 x 106cfu/ml. Pemisahan senyawa ekstrak etil asetat daun ketapang pada plat KLT yang disinari sinar UV 254 menunjukkan 8spot senyawa yang berbeda berdasarkan warna yang terlihat. Spot senyawa pertama dari pengembangan terjauh berwarna kuning, kedua berwarna ungu, ketiga berwarna coklat kehitaman, keempat berwarna abu-abu, kelima berwarna hijau, keenam berwarna hijau gelap, ketujuh berwarna hijau keunguan, dan senyawa kedepalan berwarna hijau. Hasil uji bioautografi menunjukkan bahwa spot senyawa ekstrak etil asetatdaun ketapang yang aktif menghambat bakteri Vibrio sp. adalah spot senyawa urutan ketiga dari pengembangan terjauh yang berwarna coklat kehitaman dan memiliki nilai rerata Rf 0,515. Rerata diameter zona hambat dari spot yang aktif menghambat bakteri tersebut adalah 0,65 cm. E. IdentifikasiGolongan Senyawa yang Menghambat Bakteri Identifikasi golongan senyawa dilakukan terhadap spot senyawa yang diketahui aktif menghambat bakteri Vibrio sp. pada uji bioautografi. Identifikasi ini menggunakan lima reagen berbeda, yaitu reagen asam sulfat, reagen anisaldehid-asam sulfat, reagen vanilin-asam sulfat, reagen ninhidrin, dan reagen FeCl 3. Hasil identifikasi golongan senyawa disajikan pada Gambar 4.2.
26
1
2
3
4
5
Gambar 4.2. Hasil identifikasi golongan senyawa yang menghambat Bakteri. 1. Reagen asam sulfat. 2. Reagen anisaldehid-asam sulfat. 3. Reagen vanilin-asam sulfat. 4. Reagen ninhidrin. 5. Reagen FeCl3. Spot yang dilingkari pada gambar plat KLT merupakan spot aktifmenghambat bakteri Vibrio sp.pada uji bioautografi. Identifikasi dengan reagen asam sulfat menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan spot di dalam lingkaran tidak berubah merah yang berarti spot tersebut bukan merupakan senyawa terpenoid. Identifikasi dengan reagen anisaldehid-asam sulfat menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan spot di dalam lingkaran tidak berubah menjadi merah hingga ungu yang berarti spot tersebut bukan merupakan senyawatriterpen. Identifikasi dengan reagen vanilin-asam sulfat menunjukkan hasil yang negatif dengan ditandai spot di dalam lingkaran tidak berubah menjadi biru, biru violet, atau kekuningan yang berarti spot tersebut bukan merupakan golongan senyawa triterpen. Identifikasi dengan reagen ninhidrin menunjukkan hasil yang negatif yang ditandai dengan spot di dalam lingkaran tidak berubah menjadi violet yang berarti spot tersebut bukan merupakan golongan asam amino dan protein. Identifikasi dengan reagen FeCl3menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan spot di dalam lingkaran berubah menjadi kehijauan yang berarti spot aktif penghambat bakteri Vibrio sp. dalam lingkaran tersebut termasuk golongan senyawa fenol. Hasil yang serupa juga diungkapkan oleh penelitian Ramdhani (2008) yang menunjukkan bahwa golongan senyawa yang bertanggung jawab dalam aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aerus pada ekstrak ketapang metanol adalah golongan senyawa fenol. Golongan senyawa fenol merupakan salah satu metabolit sekunder tumbuhan.
27
Metabolit sekunder tumbuhan diklasifikasikan menjadi tiga golongan utama, yaitu golongan senyawa terpen, fenol, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metabolit sekunder tumbuhan adalah senyawa kimia yang diproduksi tumbuhan yang tidak memiliki fungsi pertumbuhan, fotosintesis, reproduksi dan fungsi primer lainnya. Banyak metabolit sekunder yang memiliki efek negatif dan menjadi racun bagi herbivora dan mikrobia sebagai mekanisme pertahanan diri dari tumbuhan. Senyawa yang termasuk golongan fenol adalah asam fenolik, coumarins, lignans, flavonoid, tannin, dan lignin(Schultz, 2014). Fenol atau benzenol adalah senyawa yang mempunyai gugus hidroksil yang terikat langsung dengan cincin benzena atau benzenoid. Struktur fenol yang paling sederhana adalah C6H5OH. Adanya grup –OH membuat fenol mampu berikatan dengan hidrogen. Fenol memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi dibanding alkohol dan lebih rendah dibanding asam karboksil. Fenol merupakan senyawa polar yang polaritasnya di bawah alkohol. Berat molekul fenol adalah 94 g/mol, titik didih 132 0 C, dan tingkat kelarutannya di air pada suhu 250 C adalah 0,05 g/100 ml (Carey, 2000). Golongan senyawa fenol dari metabolit sekunder tumbuhan yang dikenal memiliki kemampuan antibakteri diantaranya adalah flavonoid, tannin, asam fenolat, dan lignan. Flavonoid adalahgolongan senyawa fenol yang mempunyai struktur dasar flavan nucleus yang terdiri dari 15 atom karbon yang tersusun dalam tiga cincin (C 6-C3C6) yang disebut sebagai cincin A, B, dan C (Pietta, 2000). Flavonoid secara luas terdapat di berbagai jenis tumbuhan. Flavonoid ditemukan di buah, sayur, kacang, biji, batang, bunga, dan daun.Ekstrak dan preparat fitokimia dari berbagai spesies tumbuhan yang kaya kandungan flavonoid dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri. Riset yang lebih jauh mengindentifikasi berbagai jenis flavonoid seperti apigenin, galangin, quercetin, isoflavon, flavanon, dan chalcones memiliki aktivitas antibakteri. Mekanisme antibakteri dari berbagai macam flavonoid di antaranya adalah dengan menghambat sintesis asam nukleat pada sintesis DNA dan RNA bakteri, menghambat fungsi membran sitoplasma seperti mengurangi kecairan (fluidity) membran sel, merusak membran sel bakteri, serta menghambat motilitas bakteri, dan menghambat metabolisme energi bakteri seperti menghambat konsumsi oksigen, menghambat NADH-cytochrome
28
c reductase,serta menghambat sintesis makromolekul bakteri (Cushnie, 2005). Tannin menurut Hagerman (2002) adalah golongan senyawa fenol yang mampu mempresipitasi protein. Berdasarkan struktur tannin, Khanbabaee dan Ree (2001) mendefinisikan tannin adalah metabolit sekunder tumbuhan tingkat tinggi dari golongan polifenol yang merupakan ester dari galloyl dan derivatif galloyl, yang galloyl atau derivatif galloyl-nya tersambung ke berbagai polyol-, catechin-, dan inti triterpenoid (gallotannins, ellagitannins, dan complex tannins), atau merupakan oligomer dan polimer proanthocyanidins yang dapat menunjukkan pemasangan interflavanyl dan bentuk subtitusi yang berbeda (condensed tannins). Berbagai uji biologi terhadap tannin sudah dilakukan secara luas dan menunjukkan bahwa tannin memilikikemampuan antibakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Funatogawa et al. (2003) mengungkapkan salah satu mekanisme antibakteri yang dimiliki tannin adalah dengan merusak membran sel bakteri.
ekanisme antimikrobia yang dimiliki tannin
diperkirakan berhubungan dengan kemampuan tannin dalam menonaktifkan adhesin mikrobia, enzim, dan protein transport, karena properti tannin yang dikenal sebagai astringency. Lignan merupakan grup dimeric phenylpropanoid yang memiliki dua C6-C3 yang berikatan dengan karbon tengah (C8). Lignan sudah diuji memiliki kemampuan antibakteri terhadap Mycobacteria dan patogen pada mulut manusia (Cunha, 2012). Asam fenolat dari tumbuhan diketahui memiliki kemampuan antibakteri. Merkl et al (2010) sudah menguji antibakteri asam fenolatterhadap Bacillus cereus, Listeria monocytogenes dengan hasil yang menyatakan bahwa asam fenolat memiliki kemampuan antibakteri. Beberapa derivatif asam fenolat yang berhasil diisolasi dalam penelitian itu adalah protocatechuic acid, gentisic acid, vanilic acid, ferulic acid, dan caffeic acid. Penelitian lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui lebih spesifiksenyawa golongan fenol pada ekstrak etil asetat daun ketapang yang aktif menghambat bakteri Vibrio sp. Flavonoid dapat dideteksi dengan penambahan serbuk magnesium 0,1 mg, 0,4 ml amil alkohol, dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil
29
alcohol (Putranti, 2013).Keberadaan tannin dapat diketahui dengan terbentuknya endapan setelah penambahan garam gelatin dalam ekstrak etanol bahan uji. Pereaksi lain yang sering digunakan untuk identifikasi tannin adalah FeCl3, garam fast blue, dan prusian blue. Tannin dengan pereaksi FeCl3 akan membentuk kompleks yang berwarna biru sampai hitam, tannin dengan garam fast blue akan berwarna merah karena terbentuknya senyawa diazo, dan tannin akan berwarna biru dengan prusian blue karena terjadi oksidasi dengan adanya garam feri (Mulyani dan Laksana, 2011). Lignan kasar (crude lignan)dapat diisolasi dengan mengekstrak sampel menggunakan larutan diaxam:etil alkohol dengan rasio 1:8 selama 24 jam. Selanjutnya suspensi disaring dan ekstrak dievaporasi dengan suhu 40 0 C dalam tekanan rendah (AlJumaily et al., 2012). Asam fenolat dapat diisolasi dengan melarutkan ekstrak pekat dalam air panas dan disaring lalufraksi air diambil dan diasamkan dengan asam sulfat 10% sampai pH 3. Larutan asam diekstrak dengan eter, lalu fraksi eter dicuci dengan air suling dan diekstraksi dengan natrium karbonat 20%. Fraksi basa diambil dan diasamkan dengan asam sulfat 10% sampai pH 3 dan diekstraksi dengan eter. Fraksi eter diambil lalu ditambahkan natrium sulfat anhidrat dan disaring. Fraksi eter diambil dan diuapkan hingga kering (Wijono, 2004).
30