I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut saling terkait, bahkan dapat dipandang memiliki hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kondisi ketahanan pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya karena miskin mengakibatkan tidak memiliki ketahanan pangan. Oleh karena itu, kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena satu sama lain saling berinteraksi. Kemiskinan dan ketahanan pangan juga dipengaruhi oleh usaha rumah tangga dalam mengelola aset yang dimiliki. Aset merupakan salah satu komponen penghidupan rumah tangga yang dicerminkan baik dari aset natural, fisik, manusia, finansial, maupun sosial. Setiap rumah tangga petani memiliki aset natural yang merupakan sumber daya yang berasal dari lingkungan alam tersedia dan dapat digunakan untuk bertahan hidup. Kebutuhan akan bahan pangan, papan, dan sandang dapat terpenuhi karena aset natural. Selain itu, rumah tangga dapat memanfaatkan aset fisik untuk membantu menciptakan output yang diproduksi. Aset fisik tidak akan bermanfaat dengan baik tanpa aset manusia. Aset manusia berkaitan dengan tenaga kerja dalam sebuah rumah tangga. Kemampuan tenaga kerja tidak dapat terlepas dari tingkat pendidikan, keterampilan, dan kesehatan. Aset manusia juga sebagai penentu peningkatan keadaan rumah tangga karena aset manusia yang semakin berkualitas memberikan pengaruh lebih baik terhadap pemasukan yang didapatkan oleh setiap rumah tangga. Aset manusia tidak dapat terlepas dari aset sosial rumah tangga karena manusia hidup bermasyarakat. Aset sosial berupa jaringan keluarga dan hubungan dengan orang lain dalam masyarakat membantu petani mendapatkan informasi untuk mendukung penghidupan. Hubungan sosial juga akan memudahkan manusia dalam mengelola aset lain, yaitu aset finansial. Aset finansial diperlukan sebagai modal untuk menjalankan kegiatan produksi. Aset finansial juga memiliki peran penting karena aset finansial dapat ditukarkan menjadi bentuk aset lain dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
1
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas Chambers (1995) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence), dan keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Karakteristik rumah tangga miskin umumnya ditandai oleh tingkat produksi dan produktivitas yang rendah, jumlah anak yang lebih banyak, tingkat pendidikan yang rendah, luas lahan sempit atau tidak memiliki lahan usaha, modal terbatas, teknologi usaha rendah, faktor yang berkaitan dengan aspek budaya setempat, dan yang tidak kalah pengaruhnya, yaitu rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga (Tjondronegoro et al., 1990). Permintaan pangan yang meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, mendorong percepatan produksi pangan dalam rangka terwujudnya stabilisasi harga dan ketersediaan pangan sehingga ketahanan pangan sangat terkait dengan kemampuan pemerintah untuk menjaga stabilisasi penyediaan pangan. Ketahanan pangan dapat tercapai melalui sumber daya alam yang berlimpah. Akan tetapi, sumber daya alam yang ada banyak mengalami penurunan kualitas, seperti lahan yang dimiliki rumah tangga di Sub DAS Keduang mengalami penurunan produktivitas lahan akibat erosi tanah. Adanya erosi tanah juga mengakibatkan semakin banyaknya lahan kritis dan potensial kritis di wilayah yang dilewati Sub DAS Keduang. Penggunaan lahan melebihi batas akan menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Menurut Atmojo dalam Mayasari (2012) banyak lahan di daerah hulu dengan lereng curam, terus mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim. Lahan yang terus mengalami alih fungsi lahan akan semakin rentan terhadap erosi tanah sehingga menyebabkan terjadinya sedimentasi di sungai hingga ke waduk. Keberadaan Waduk Gajah Mungkur dalam perencanaannya diperkirakan dapat berumur 100 tahun. Akan tetapi, saat ini kondisi Waduk Gajah Mungkur dipertanyakan karena sedimentasi yang terjadi di waduk sangat besar. Berdasarkan Ilham dalam Mayasari (2012) rata-rata sedimen tahunan dalam periode 1993-2004 yang masuk ke
2
waduk yaitu 3,18 juta m3 setara dengan 265.000 truk dengan kapasitas bak 12 m3. Hasil sedimen tahunan paling besar yang terjadi di waduk berasal dari Sungai Keduang yaitu menyumbang sekitar 33% dari total sedimentasi. Menurut Ibrahim et al., (2009) kepadatan penduduk yang diperkuat dengan penyusutan areal tanam, khususnya penurunan luas lahan pertanian produktif akibat konversi lahan untuk kepentingan sektor non pertanian, serta kecilnya margin usaha tani yang berkonsekuensi pada rendahnya motivasi petani untuk meningkatkan produksi, serta adanya kendala dalam distribusi pangan sebagai akibat keterbatasan jangkauan jaringan sistem transportasi, ketidaktersediaan produk pangan sebagai akibat lemahnya teknologi pengawetan pangan, diperkuat lagi dengan kakunya (rigid) pola konsumsi pangan sehingga menghambat upaya pencapaian kemandirian/ketahanan pangan. Kondisi yang demikian tersebut makin memperpanjang fenomena kemiskinan dan ketahanan pangan yang dihadapi. Pemenuhan pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam pembangunan ekonomi. Akan tetapi, pembangunan ekonomi di Indonesia masih menghadapi kenyataan masih luasnya kemiskinan terutama di perdesaan. Kemiskinan berkaitan erat dengan rendahnya pendapatan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Pada umumnya di negara berkembang masalah pendapatan yang rendah dan kemiskinan merupakan masalah utama dalam pembangunan ekonomi. Dengan demikian, dalam tujuan pembangunan ekonomi pada kedua hal tersebut selalu dinyatakan bersamaan, yaitu peningkatan kesejahteraan dalam hal peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan (Suhardjo, 1997). Masalah kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan dan pencapaian ketahanan pangan adalah tersedianya data kemiskinan, serta ketahanan pangan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan dan ketahanan pangan yang terpercaya dapat menjadi instrumen yang baik bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada perbaikan kondisi hidup orang miskin, melalui program pemberdayaan petani dan peningkatan produksi pertanian.
3
B. Rumusan Masalah Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai jumlah penduduk miskin (tingkat kemiskinan) yang tinggi selain Kabupaten Brebes, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Purworejo (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2011). Hal itu disebabkan oleh pembangunan dan lingkungan yang mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya alam. Peningkatan jumlah penduduk di Sub DAS Keduang berkorelasi positif dengan peningkatan kebutuhan hidup. Peningkatan kebutuhan hidup mendorong peningkatan penggunaan sumber daya alam baik untuk permukiman, kawasan industri, pertanian, maupun kebutuhan yang lain. Akan tetapi, sumber daya alam khususnya tanah bersifat tetap sehingga semakin meningkatnya penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian. Lahan pertanian yang tergolong sempit biasanya dimiliki oleh sebagian besar petani. Akibat semakin sempitnya lahan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan banyak petani melakukan kegiatan usahatani tanaman semusim di lahan yang seharusnya digunakan sebagai daerah konservasi. Lahan yang seharusnya digunakan sebagai hutan ada yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim (Mayasari, 2012). Perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Keduang menjadi lahan pertanian tanaman semusim yang dilakukan secara intensif akan menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan fisik DAS, sehingga secara langsung akan mempengaruhi fungsi DAS dalam menampung, menyimpan, dan meresapkan air hujan yang jatuh di atasnya. Apabila sungai utama dalam wilayah DAS tersebut bermuara pada suatu waduk maka meningkatnya laju erosi dapat berakibat meningkatnya sedimentasi waduk. Perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Keduang lebih didorong oleh orientasi ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek sehingga petani melakukan usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal tersebut menyebabkan semakin meluasnya lahan kritis oleh erosi tanah. Rumah tangga di Sub DAS Keduang mengalami tekanan akibat erosi tanah. Erosi tanah yang terus terjadi semakin menyebabkan sedimentasi di sungai meningkat
4
dan berujung terhadap peningkatan sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur. Sedimentasi mengakibatkan berkurangnya air irigasi saat musim kemarau dan lahan pertanian tergenang saat musim hujan. Dampak dari erosi dan sedimentasi akan menyebabkan pendapatan petani semakin menurun. Hal ini secara langsung berpengaruh terhadap aset dan tingkat kemiskinan petani. Adanya kemiskinan mempengaruhi kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan pangannya sehingga kondisi ketahanan pangan yang lebih baik sulit tercapai. Permasalahan yang terdapat di lapangan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1.
Apakah rata-rata aset manusia, aset natural, aset fisik, aset finansial, dan aset sosial rumah tangga tani di daerah lahan kritis lebih rendah daripada di daerah lahan non kritis ?
2.
Apakah tingkat kemiskinan rumah tangga tani di daerah lahan kritis lebih tinggi daripada di daerah lahan non kritis ?
3.
Apakah derajat ketahanan pangan rumah tangga tani di daerah lahan kritis lebih rendah daripada di daerah lahan non kritis ?
4.
Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga tani ?
5.
Apakah terdapat keterkaitan antara kemiskinan dengan ketahanan pangan ? Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan penelitian yang berjudul “Kemiskinan
dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri”.
C. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui rata-rata aset manusia, aset natural, aset fisik, aset finansial, dan aset sosial rumah tangga tani di daerah lahan kritis dan non kritis.
2.
Mengetahui tingkat kemiskinan rumah tangga tani di daerah lahan kritis dan non kritis.
3.
Mengetahui derajat ketahanan pangan rumah tangga tani di daerah lahan kritis dan non kritis.
4.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga tani.
5.
Mengetahui keterkaitan antara kemiskinan dengan ketahanan pangan.
5
D. Kegunaan 1.
Bagi peneliti berguna untuk menambah pengetahuan di bidang sosial ekonomi pertanian sekaligus sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
2.
Bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah kemiskinan khususnya pada rumah tangga tani kaitannya dengan ketahanan pangan.
3.
Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
6